Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

DI KABUPATEN BANDUNG

FACTORS AFFECTING HOPE FOOD PATTERN (PPH) IN BANDUNG DISTRICT

SYAEFUL ARGANDI*1, LUCYANA TRIMO2, TRISNA INSAN NOOR2


Program Magister Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
*Email: syaefulargandi@gmail.com

ABSTRAK
Salah satu cara mengetahui kemandirian pangan melalui kualitas keragaman konsumsi pangan yang
diukur dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). PPH dapat digunakan sebagai ukuran keseimbangan
gizi dan keanekaragaman pangan yang dikonsumsi oleh penduduk di suatu wilayah. Skor PPH
maksimal, yaitu 100 menunjukkan situasi konsumsi pangan yang beragam dan baik komposisi serta
mutu gizinya (Baliwati, 2011). Pada prakteknya capaian indikator kualitas dan kuantitas pangan di
Kabupaten Bandung belum tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran keluarga, tingkat
pendidikan, dan tingkat pendapatan terhadap PPH di Kabupaten Bandung. Metode dasar penelitian ini
adalah metode eksplanasi (Eksplanatory Research). Penentuan Kecamatan Paseh dan Pasirjambu
dilakukan secara Purposive Sampling, yaitu ditentukan kecamatan tertinggi dan terendah PPHnya.
Selanjutnya ukuran responden dengan menggunakan teknik Slovin. Untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi PPH di Kabupaten Bandung menggunakan teknik analisis regresi berganda dan
pengujiannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
besaran keluarga, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan berpengaruh positif terhadap PPH
Kabupaten Bandung. Artinya semakin tinggi besaran keluarga, tingkat pendidikan dan tingkat
pendapatan maka semakin tinggi pula PPH di Kabupaten Bandung.

Kata kunci: besaran keluarga, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, Pola Pangan Harapan

ABSTRACT
One way to know food self-sufficiency through the quality of food consumption diversity as measured
by Food Harvest Scale (PPH) scores, hereinafter abbreviated as PPH. PPH can be used as a measure
of nutritional balance and food diversity consumed by residents in a region. The maximum PPH score,
100 indicates the diverse food consumption situation and both the composition and quality of nutrition
(Baliwati, 2011). In practice, the achievement of food quality and quantity indicator in Bandung
Regency has not been achieved. This study aims to determine the size of family, education level, and
income level of PPH in Bandung regency. The basic method of this research is the explanatory method
(Eksplanatory Research). The determination of Paseh and Pasirjambu sub-districts was conducted by
purposive sampling, which is determined by the highest and lowest kecamatan PPH. Furthermore the
size of respondents using Slovin techniques. To know the factors that influence the PPH in Bandung
regency using multiple regression analysis technique and the test is done by using SPSS 20 program.
The result of the research shows that the family size, education level and income level have positive
influence on PPH Kabupaten Bandung. This means that the higher the size of the family, the level of
education and income level then the higher the PPH in Bandung regency.

Keywords: family size, education level, income level, Food Pattern of Hope (PPH)

PENDAHULUAN ketersediaan, akses dan keamanan pangan


Jawa Barat berdasarkan di Jawa Barat, perlu ditetapkan Peraturan
pertimbangannya bahwa dalam rangka Daerah Provinsi Jawa Barat tentang
mewujudkan ketahanan pangan melalui Kemandirian Pangan Daerah. Perda

132
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

Provinsi Jawa Barat menetapkan Peraturan merupakan konsep penting dalam promosi
Daerah Tentang Kemandirian Pangan kesehatan. Indikator yang digunakan untuk
Daerah No 4 Tahun 2012. Perda mengikat mengetahui kuantitas konsumsi pangan
individu maupun lembaga yang berada adalah Angka Kecukupan Energi (AKE).
dalam ruang lingkup kebijakan tersebut Kabupaten Bandung sebagai daerah
agar dicapai pemecahan masalah dalam otonom memiliki kewajiban dalam
mewujudkan kemandirian pangan. menyelenggarakan urusan ketahanan
Kebijakan sebagai tata kelola dan wujud pangan, salah satunya yaitu upaya
intervensi terhadap masyarakat dalam pencapaian PPH sesuai dengan harapan.
rangka mewujudkan kemandirian pangan di Tingkat konsumsi pangan penduduk
Jawa Barat. Kabupaten Bandung pada tahun 2014 masih
Implikasi dari adanya Perda Provinsi berada di bawah standar pelayanan minimal
Jawa Barat tentang Kemandirian Pangan bidang ketahanan pangan. Berdasarkan data
adalah keharusan mendorong kemandirian Susenas Tahun 2011 yang diolah, penduduk
pangan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Kabupaten Bandung baru mengonsumsi
seluruh Jawa Barat termasuk Kabupaten energi sebesar 98.5% dari AKE atau setara
Bandung. Perda Provinsi Jawa Barat dengan 2.070 kkal/kapita/hari. Menurut
sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah Peraturan Menteri Kesehatan RI No.75
dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi
memberikan pelayanan dan insentif kepada yang dianjurkan adalah 2150
masyarakat untuk mewujudkan kkal/kapita/hari dan 57 gram. Mengacu
kemandirian pangan daerah; dan pedoman pada ketentutan maka angka 98.5% dinilai
bagi masyarakat untuk berperan dalam masih kurang seperti dinyatakan dalam data
mewujudkan kemandirian pangan daerah Kementerian Kesehatan RI tahun 2016
termasuk bagi Kabupaten Bandung. kategori Kurang: adalah 70≤100% AKE.
Konsumsi pangan merupakan output Proporsi asupan masih bersumber pada
pembangunan ketahanan pangan di suatu karbohidrat sebesar 58%. Keragaman
wilayah. Oleh karena itu, asupan pangan masih rendah di Kabupaten
penganekaragaman konsumsi pangan Bandung.
merupakan isu penting yang harus Pemerintah Kabupaten Bandung
ditingkatkan upaya pencapaiannya. berupaya untuk mengoptimalkan upaya
Azadbakht dkk (2005) menegaskan bahwa menuju kemandirian pangan. Kebijakan
variasi makanan akan menentukan tingkat ditujukan untuk mengatasi masalah seperti
kulitas kecukupan gizi. Variasi makanan lemahnya peningkatan dan pengembangan

133
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

kinerja organisasi, pengembangan besaran keluarga, budaya, atau gaya hidup


ketahanan pangan yang terhambat alih terutama masyarakat yang berada di daerah
fungsi lahan, harga maupun teknologi perkotaan atau pinggiran kota
pertanian, serta belum optimalnya (Retnaningsih, 2007).
penyuluhan pertanian, peternakan, Faktor-faktor yang mempengaruhi
perikanan dan kehutanan. konsumsi pangan adalah jenis, jumlah
Kebijakan Kabupaten Bandung pada produksi, dan ketersediaan pangan (Harper
tahun 2016 adalah Pengembangan et al. 1988). Selain itu, konsumsi pangan
Ketahanan Pangan, Revitalisasi Penyuluhan penduduk juga dipengaruhi oleh faktor
Pertanian, Peternakan, Perikanan dan ekonomi, sosial, pendidikan, gaya hidup,
Kehutanan, Peningkatan dan pengetahuan, aksesibilitas, dan sebagainya.
pengembangan kinerja organisasi. Fokus Bahkan, faktor prestise dari pangan kadang
utama kebijakan adalah pemantapan kala menjadi sangat menonjol sebagai
distribusi pangan dan percepatan faktor penentu daya terima pangan
penganekaragaman pangan sesuai dengan (Martianto dan Ariani, 2004).
karakteristik daerah di samping Hasil penelitian yang dilakukan oleh
peningkatan kesejahteraan masyarakat Duram dan Oberholtzer (2010) bahwa letak
petani melalui upaya pemberdayaan geografis termasuk perubahan cuaca
kelompok pelaku usaha dan pelaku utama mempengaruhi pangan seperti disampaikan
pada bidang agribisnis khususnya bahwa terdapat hubungan yang kompleks
komoditas unggulan. Langkah strategis, antara perubahan iklim dan pertanian. Lutz
yang ditempuh antara lain meningkatkan dan Schachinger (2013) mengemukakan
kesejahteraan pelaku usaha di bidang bahwa tata kelola makanan secara lokal
pertanian, perikanan dan kehutanan. merupakan aspek penting dalam
Permasalahan dalam PPH di pengelolaan pangan. Jaringan makanan
Kabupaten Bandung pada tahun 2016 lokal yang inovatif berfungsi untuk
antara lain: 1)Masih tingginya konsumsi menginduksi perubahan sosio-ekologis di
padi-padian terutama beras dan rendahnya tingkat lokal dan mendorong transformasi
konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, yang lebih luas tentang pangan. Persoalan
serta sayur dan buah; 2)Pemanfaatan inovasi jaringan dalam tata kelola pangan di
sumber-sumber pangan lokal seperti umbi, tingkat lokal masih menjadi masalah seperti
jagung, dan sagu pun masih rendah. Faktor di Kabupaten Bandung.
lain yang berpengaruh terhadap PPH antara Bastian dan Coveney (2011) dalam
lain tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, penelitiannya tentang kebijakan pemerintah

134
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

lokal dalam mengembangkan ketahanan Berdasarkan uraian di atas, perlu


pangan menjelaskan bahwa pengetahuan dilakukan memperbaiki masalah yang
lokal memiliki peran penting untuk berkaitan dengan kurangnya PPH di
mendorong efektivitas dalam kebijakan Kabupaten Bandung baik internal maupun
pangan. Ditegaskan mengenai fungsi eksternal. Pada akhirnya, kajian ini
kebijakan dalam pangan adalah: “ (i) policy diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
to create supportive environments; (ii) untuk rekomendasi perencanaan konsumsi
policy to strengthen community action; (iii) pangan penduduk yang berujung pada
policy to support individual food security; perwujudan ketahanan pangan di
and (iv) policy to improve coordination and Kabupaten Bandung.
capacity for food security”. Lang dan
Barling (2013) mengemukakan isu nutrisi METODE PENELITIAN
dan sustainability dalam makanan menjadi Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
isu penting guna menghasilkan kebijakan Bandung. Desain yang digunakan untuk
yang dapat memecahkan masalah-masalah penelitian ini adalah desain kuantitatif, dan
pangan. teknik penelitian yang digunakan adalah
Penelitian tentang PPH terbatas pada metode eksplanasi (Eksplanatory Research)
aspek-aspek kebijakan, distribusi, yaitu apabila peneliti menjelaskan
penyediaan pangan atau membahas hubungan atau pengaruh kausal antara
mengenai faktor yang mempengaruhi variabel-variabel melalui pengujian
konsumsi secara parsial. Penelitian yang hipotesis maka dinamakan penelitian
menelaah tentang bagaimana PPH secara penjelasan (Singarimbun, 2003).
menyeluruh baik di level kebijakan, Data primer diperoleh dengan
maupun di level konsumen masih terbatas. melakukan survey langsung di lapangan.
Telaah menyeluruh akan menghasilkan Sumber data diperoleh dengan
sudut pandang yang lebih luas tentang menggunakan teknik purposive sampling.
pokok persoalan belum tercapainya PPH. Purposive sampling adalah teknik
Realitas mengenai persoalan belum pengambilan sampel sumber data dengan
terpenuhinya PPH merupakan fenomena pertimbangan tertentu, misalnya memilih
masalah yang berkaitan dengan ketahanan kecamatan yang memiliki PPH tertinggi
pangan wilayah dan pada akhirnya terkait dan terendah (Sugiyono, 2012). Reponden
dengan indeks pembangunan manusia. Oleh yang dipilih berjumlah 100 Kepala
karena itu penelitian menyeluruh perlu Keluarga (KK) yang dihitung ukurannya
dilakukan. berdasarkan teknik Slovin. Hal itu

135
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

dilakukan untuk membantu penulis dalam Kecamatan Pasirjambu Kabupaten


menggambarkan besaran keluarga, tingkat Bandung. Hal tersebut sesuai dengan nilai t
pendidikan dan tingkat pendapatan dan pola hitung sebesar 4,15. Nilai tersebut harus
pangan harapan. lebih besar dari t Tabel, dimana distribusi t
Selanjutnya, untuk mengetahui faktor dicari pada  = 5% dengan dk (100-3-1) =
yang mempengaruhi PPH Kabupaten 96, maka diperoleh t Tabel sebesar 1,98.
Bandung maka dianalisis dengan Oleh karena nilai t hitung > t Tabel
menggunakan teknik analisis (4,15>1,98) maka Ho ditolak, artinya secara
regresiberganda, pengujian tersebut parsial terdapat pengaruh yang signifikan
dilakukan dangan menggunakan SPSS 20. antara besaran keluarga berpengaruh
terhadap PPH pada Kecamatan Paseh dan
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecamatan Pasirjambu Kabupaten
Berdasarkan hasil uji analisis Bandung.
berganda pengaruh besaran keluarga, Undang-Undang Republik Indonesia
tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan no.21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
terhadap PPH maka dapat dihasilkan uji Pembangunan Keluarga Sejahtera pada
regresi berganda pada Tabel 1. pasal 6 yang dikutip oleh Retno Puji
Tabel 1. Analisis Regresi Berganda Rahayu (2006), menyebutkan bahwa dalam
mencapai suatu peningkatan status gizi
keluarga salah satunya dapat dilakukan
dengan pengembangan kualitas keluarga
melalui penyelenggaraan Keluarga
Berencana (KB) yang mengatur tentang
Pengaruh Besaran Keluarga (X1) PPH jarak jumlah anggota keluarga.
Hasil olah data menunjukkan bahwa Hasil ini tidak sejalan dengan teori
besaran keluarga berpengaruh positif Soetjingsih (1995) bahwa dengan keluarga
terhadap PPH pada Kecamatan Paseh dan kecil secara ekonomi lebih menguntungkan
Kecamatan Pasirjambu Kabupaten sehingga diharapkan kesejahteraan
Bandung. Hasil olah data tersebut keluarga lebih terjamin dan kebutuhan akan
berdasarkan nilai signifikan besaran pangan juga akan lebih terpenuhi daripada
keluarga sebesar 0,00<0,05 yang artinya keluarga dengan jumlah yang besar.
besaran keluarga berpengaruh positif Kesejahteraan ini dapat dilihat dari semakin
terhadap PPH pada Kecamatan Paseh dan idealnya skor PPH. Ketidaksesuaian
tersebut dikarenakan sebab-sebab seperti
136
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

adanya pembagian atau distribusi makanan keluarga terhadap PPH pada Kecamatan
yang tidak merata pada anggota keluarga Paseh dan Kecamatan Pasirjambu
sehingga mempengaruhi konsumsi Kabupaten Bandung, jadi semakin tinggi
makanan, status gizi, dan skor PPH besaran keluarga, semakin baik pula PPH
keluarga. Keluarga pada Kecamatan Paseh dan
PPH mencerminkan susunan Kecamatan Pasirjambu Kabupaten
konsumsi pangan anjuran untuk hidup Bandung, begitu pula sebaliknya semakin
sehat, aktif, dan produktif. Berdasarkan rendah besaran keluarga maka PPH
skor pangan dari sembilan bahan pangan. Keluarga pada Kecamatan Paseh dan
Ketersediaan pangan sepanjang waktu Kecamatan Pasirjambu Kabupaten
dalam jumlah yang cukup dan harga Bandung juga akan rendah.
terjangkau sangat menentukan tingkat
konsumsi pangan ditingkat rumah tangga. Pengaruh Tingkat Pendidikan (X2)
Selanjutnya pola konsumsi pangan rumah Terhadap PPH
tangga akan berpengaruh pada konsumsi Berdasarkan hasil analisis yang
pangan (Depkes RI, 2005). Oleh karena itu, dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh
sangat penting untuk menjaga komposisi tingkat pendidikan terhadap PPH pada
pangan masyarakat sesuai dengan anjuran Kecamatan Paseh dan Kecamatan
hidup sehat dan produktif. Sehingga dengan Pasirjambu Kabupaten Bandung
mengupayakan PPH yang baik diharapkan berpengaruh positif. Hasil analisis tersebut
dapat terwujud ketahanan pangan di berdasarkan nilai signifikan tingkat
Indonesia. Dalam aplikasinya PPH dikenal pendidikan sebesar 0,002<0,05 yang artinya
dengan pola konsumsi pangan yang tingkat pendidikan terhadap terhadap PPH
Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman atau pada Kecamatan Paseh dan Kecamatan
dikenal dengan istilah menu B2SA. Dengan Pasirjambu Kabupaten Bandung
terpenuhinya kebutuhan energi dari berpengaruh positif. Hal tersebut sesuai
berbagai kelompok pangan sesuai dengan dengan nilai t hitung sebesar 8,75. Nilai
PPH maka secara implisit kebutuhan zat tersebut harus lebih besar dari t Tabel,
gizi lainnya juga terpenuhi. Oleh karena itu dimana distribusi t dicari pada  = 5%
skor PPH mencerminkan mutu gizi dengan dk (100-3-1) = 96, maka diperoleh t
konsumsi pangan dan tingkat keragaman Tabel sebesar 1,98. Oleh karena nilai t
konsumsi pangan. Hitung > t Tabel (8,75>1,98) maka Ho
Maka jelaslah penelitian ini ditolak, artinya secara parsial terdapat
menunjukkan bahwa pengaruh besaran pengaruh yang signifikan antara tingkat
137
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

pendidikan terhadap PPH pada Kecamatan Paseh dan Kecamatan Pasirjambu


Paseh dan Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung, jadi semakin tinggi
Kabupaten Bandung. tingkat pendidikan pada Kecamatan Paseh
Hasil ini sejalan dengan teori Soegeng dan Kecamatan Pasirjambu Kabupaten
Santoso (1999), bahwa tingkat pendidikan Bandung, semakin baik pula PPH pada
memungkinkan seseorang memilih dan Kecamatan Paseh dan Kecamatan
mempertahankan pola makan berdasarkan Pasirjambu Kabupaten Bandung, begitu
prinsip ilmu sehingga skor PPH juga baik. pula sebaliknya semakin rendah tingkat
Perlu ditambahkan bahwa harus pendidikan maka PPH pada Kecamatan
diperhatikan aplikasi praktis atau Paseh dan Kecamatan Pasirjambu
pelaksanaan dengan pengertian makanan Kabupaten Bandung juga akan rendah.
yang kuat gizi, biaya bahan makanan dan
pengolahan serta sikap, kepercayaan, faktor Pengaruh Tingkat Pendapatan (X3)
kebudayaan dan emosi yang ada pada Terhadap PPH
seseorang berkaitan dengan makanan Hasil penelitian berdasarkan nilai
Semakin banyak pengetahuan semakin signifikan sebesar 0,013<0,05 yang artinya
diperhitungkan jenis dan kwantum tingkat pendapatan berpengaruh positif
makanan yang dipilih untuk terhadap PPH pada Kecamatan Paseh dan
dikonsumsinya. Awam yang tidak Kecamatan Pasirjambu Kabupaten
mempunyai cukup pengetahuan gizi akan Bandung. Hal tersebut sesuai dengan nilai t
memilih makanan yang paling menarik hitung sebesar 2,53. Nilai tersebut harus
panca indera dan tidak mengadakan pilihan lebih besar dari t Tabel, dimana distribusi t
berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya dicari pada  = 5% dengan dk (100-3-1) =
mereka yang semakin banyak pengetahuan 96, maka diperoleh t Tabel sebesar 1,98.
gizi lebih banyak menggunakan Oleh karena nilai t hitung > t Tabel
pertimbangan rasional dan pengetahuan (2,53>1,98) maka Ho ditolak, artinya secara
tentang nilai gizi makanan tersebut. Jika parsial terdapat pengaruh yang signifikan
pengetahuan baik, status gizi keluarga akan antara tingkat pendapatan terhadap PPH
meningkat karena pola konsumsi dan pada Kecamatan Paseh dan Kecamatan
keragaman pangan sudah terpenuhi Pasirjambu Kabupaten Bandung.
(Achmad Djaeni S, 2000). Pendapatan merupakan imbalan yang
Maka jelaslah penelitian ini diterima oleh seorang dari pekerjaan yang
menunjukkan bahwa pengaruh tingkat dilakukannya untuk mencari nafkah.
pendidikan terhadap PPH pada Kecamatan Pendapatan umumnya diterima dalam
138
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

bentuk uang. Pendapatan adalah sumber sebanyak 43 (65,1%). Hal ini dapat terjadi
daya material yang sangat penting bagi karena pada suatu keluarga tidak semua dari
masyarakat, karena dengan pendapatan pendapatan yang diperoleh di pakai untuk
itulah seseorang bisa membiayai konsumsi makanan, contohnya pada
konsumsinya. Jumlah pendapatan akan keluarga yang melebihkan anggaran untuk
menggambarkan besarnya daya beli dari pendidikan anak-anaknya daripada untuk
seseorang. Daya beli akan menggambarkan makanan yang dikonsumsi sehingga status
banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli gizi anggota keluarga menjadi kurang.
dan dikonsumsi oleh seseorang dan seluruh Berbagai upaya perbaikan gizi
angota keluarganya. biasanya berorientasi pada tingkat
Pendapatan dan penerimaan menurut pendapatan keluarga. Semakin
Biro Pusat Satatistik dibedakan sebagai meningkatnya pendapatan, maka
berikut 1)Pendapatan faktor yang kecukupan makanan dapat terpenuhi.
didistribusikan, yang dibagi lagi menurut Dengan demikian tingkat pendapatan
sumbernya menjadi: a)Penghasilan gaji dan keluarga memiliki faktor utama dalam
upah; b)Penghasilan dari usaha sendiri dan pemilihan bahan makanan yang berkualitas.
pekerjaan bebas; c)Penghasilan dari Besar kecilnya pendapatan rumah tangga
pemilikan harta; 2)Transfer yang bersifat juga tidak lepas dari pekerjaan dari orang
redistributif, terutama terjadi dari transfer tua serta tingkat pendidikan (Soekirman,
pendapatan yang tidak mengikat dan 1991). Dengan demikian jika tingkat
biasanya bukan merupakan imbalan atas pendapatan perkapitanya tinggi maka skor
penyerahan barang, jasa atau harta milik. PPH tentu akan tinggi, ini sesuai dengan
Hasil penelitian menunjukkan ada pendapat dari Djiteng Roedjito (1989),
hubungan antara tingkat pendapatan bahwa besar kecilnya pendapatan keluarga
terhadap PPH pada Kecamatan Paseh dan berpengaruh terhadap pola konsumsi dan
Kecamatan Pasirjambu Kabupaten status gizi individu, maka apabila suatu
Bandung. Hasil penelitian menunjukkan keluarga berpenghasilan tinggi maka
keluarga dengan tingkat pendapatan rendah mereka mampu membeli pangan bergizi.
memiliki skor PPH kurang sebanyak 26 Selain itu, Tingkat pendapatan keluarga
keluarga (76,4%) dan dengan skor PPH dapat digunakan untuk dua tujuan yaitu
tinggi sebanyak 8 keluarga (23,5%). konsumsi dan tabungan. Besar kecilnya
Keluarga yang tingkat pendapatan tinggi pendapatan yang diterima seseorang akan
dengan skor PPH kurang sebanyak 23 mempengaruhi pola konsumsi.
(34,8%) dan dengan skor PPH tinggi

139
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

Maka jelaslah penelitian ini Selain itu, guna meningkatkan PPH di


menunjukkan bahwa pengaruh tingkat Kabupaten Bandung tingkat pendidikan di
pendapatan terhadap PPH pada Kecamatan Kabupaten Bandung harus diperhatikan
Paseh dan Kecamatan Pasirjambu agar pengetahuan masyarakat di daerah
Kabupaten Bandung, jadi semakin tinggi tersebut mengalami kenaikan yang
tingkat pendapatan pada Kecamatan Paseh signifikan tentang pentingnya pangan bagi
dan Kecamatan Pasirjambu Kabupaten kehidupan mereka.
Bandung, semakin baik pula PPH pada
Kecamatan Paseh dan Kecamatan DAFTAR PUSTAKA
Pasirjambu Kabupaten Bandung, begitu Analia, Dewi. 2009. Analisis Diversifikasi
Konsumsi Pangan Rumahtangga di
pula sebaliknya semakin rendah tingkat
Sumatera Barat Menuju Pola Pangan
pendapatan maka PPH pada Kecamatan Harapan. Program Pascasarjana
Universitas Andalas
Paseh dan Kecamatan Pasirjambu
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Kabupaten Bandung. Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik.
Rieneka Cipta, Jakarta.
Badan Ketahanan Pangan. 2011. Direktori
KESIMPULAN DAN SARAN Pengembangan Konsumsi Pangan.
Jakarta: Badan Ketahanan Pangan.
Hasil penelitian menunjukkan
Baliwati, Yayuk Farida. 2007. Analisis
besaran keluarga, tingkat pendapatan dan Ketersediaan Pangan Wilayah
Berdasarkan Neraca Bahan Makanan
tingkat pendidikan berpengaruh positif
(NBM) dan Pola Pangan Harapan.
terhadap PPH pada Kecamatan Paseh dan Kerjasama Bagian Bina Ketahanan
Pangan Biro Bina Produksi Setda
Kecamatan Pasirjambu Kabupaten
Provinsi Jawa Barat dengan Tim
Bandung. Artinya jika porsi besaran Bagian Kebijakan Pangan
Departemen gizi Mayarakat FEMA
keluarga, tingkat pendidikan dan tingkat
IPB, Bogor.
pendapatan meningkat maka PPH pada Baliwati, Yayuk Farida. 2011. Materi
Pelatihan Kebijakan Strategis
Kecamatan Paseh dan Kecamatan
Ketahanan Pangan Wilayah
Pasirjambu Kabupaten Bandung juga akan Berdasaarkan Ketersediaan Pangan
Wilayah. Diperbanyak oleh MWA
meningkat.
Consultant, Bogor
Keterbatasan pendapatan rumah Bastian.,A dan Coveney.,J (2011) Local
evidenced-based policy options to
tangga merupakan salah satu penghambat
improve foodsecurity in South
dalam mewujudkan ketahanan pangan Australia: the use of local
knowledgein policy development.
rumah tangga. Oleh karena itu dalam
Public Health Nutrition: 15(8), 1497–
rangka mewujudkan ketahanan pangan 1502
Basuki, H (2006). Penelitian Kualitatif
rumah tangga perlu dilakukan upaya
Untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan Dan
peningkatan pendapatan rumah tangga. Budaya. Jakarta

140
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

Caraher M., dan Coveney.,J (2004) Public Protein serta Penilaian Mutu Gizi
health nutrition and food policy. Konsumsi Pangan. Wirasari, Jakarta.
Public Health Nutrition: 7(5), 591–59 Hardinsyah, Yayuk FB, Martianto D.,
Chamberlain.,K (2004) Food and Handewi SR, Agus W., dan
Health:Expanding the Agendafor Subiyakto. 2001. Pengembangan
Health Psychology. JOURNAL OF Konsumsi Pangan dengan
HEALTH PSYCHOLOGY 9(4 ) 471- Pendekatan Pola Pangan Harapan.
781 Pusat Studi Kebijakan Pangan dan
David, Fred R. 2006. Manajemen Strategis gizi IPB, Lembaga Penelitian IPB dan
Edisi 10. Penerbit Salemba Empat, Pusat Pengembangan Ketersediaan
Jakarta. pangan Departemen Pertanian
Departemen Kesehatan. 1996. Panduan 13 Harper, I. J. , B. J. Draton & J. A. Driskel.
Pesan Dasar Gizi Seimbang. Ditjen 1988. Pangan, Gizi dan Pertanian
Pembinaan Kesehatan Masyarakat, (Suhardjo, penerjemah). Universitas
Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Indonesia Press, Jakarta.
Jakarta. Hikam, AS (2014) Menyongsong 2014-
Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan 2019. memeperkuat Indonesia dalam
Umum Ketahanan Pangan 2005- Dunia yang berubah. Jakarta cv.
2009. Dewan Ketahanan Pangan, rumah buku
Jakarta. Hutabarat, J dan M. Huseini. 2006.
Dewan Ketahanan Pangan. 2011. Kebijakan Operasionalisasi Strategi. PT Elex
Umum Ketahanan Pangan 2010- Media Komputindo, Jakarta
2014. Dewan Ketahanan Pangan, Kahraman, Cengiz, Nihan Etin Demirel,
Jakarta. Tufan Demirel. 2007. Prioritization
Firman Noer TA. 2002. Strategi of e-Government Strategies using a
Pengembangan Agribisnis Sapi SWOT-AHP Analysis: The Case of
Potong di Kawasan Sentra Produksi Turkey. European Journal of
Koto Hilalang Kabupaten Agam Information Systems 16.3 (Jul 2007):
Propinsi Sumatera Barat. Program 284-298
Studi Magister Manajemen Khomsan, Ali. 2002. Pangan dan Gizi
Agribisnis Program Pascasarjana IPB dalam Dimensi Kesejahteraan.
Frankenberger, TR. 1992. Indicators and Jurusan GMSK Fakultas Pertanian
Data Collection Methods for IPB, Bogor.
Assessing Household Food Security Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis
di dalam: Maxwell S, Frankenberger Riset Komunikasi. Kencana Prenada
TR. Household Food Security: Media Group, Malang.
Concepts, Indocators, Measurements, Lang.,T dan Barling.,D (2013) Conference
A Technical Review. UNICEF-IFAD on ‘Future food and
Hardinsyah dan Drajat Martianto. 1992. health’Symposium I: Sustainability
Gizi Terapan. PAU Pangan dan Gizi and food security. Proceedings of the
IPB, Bogor Nutrition Society (2013), 72, 1–12
Hardinsyah, Dodik B., Retnaningsih, Lubis dan Arianti (2011) Dampak
Herawati, Retno W. 2002. Analisis Liberalisasi WTO
Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat TerhadapKetahanan pangan beras dan
Studi Kebijakan pangan dan Gizi IPB gula. Buletin Ilmiah Litbang
dan Pusat Pengembangan Konsumsi Perdagangan, Vol. 5 No. 2. pp 148-
Pangan Badan Bimas Ketahanan 163
Pangan, Departemen Pertanian Lutz.,J dan Schachinger.,J (2013) Do Local
Hardinsyah, Drajat Martianto. 1989. Food Networks Foster Socio-
Menaksir Kecukupan Energi dan EcologicalTransitions towards Food

141
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

Sovereignty?Learning from Real Program Ketahanan Pangan Tahun


Place Experiences. Sustainability5, 2011.
4778-4796; Peraturan Menteri Pertanian. 2010.
Maarif, M.S. dan Hendri T. 2003. Teknik- Peraturan Menteri Pertanian No
teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. 65/Permentan/OT.140/12/2010.
PT.Grasindo, Jakarta Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Mahfi, Tabrani. 2009. Analisis Situasi Minimal Bidang Ketahanan Pangan
Pangan dan Gizi untuk Perumusan Provinsi dan Kabupaten/Kota
Kebijakan Operasional Ketahanan Permadi, B. 1992. AHP. Pusat Antar
Pangan dan Gizi Kabupaten Lampung Universitas-Studi Ekonomi,
Barat. Sekolah Pascasarjana IPB, Universitas Indonesia.
Bogor. Rangkuti, Freddy. 2008. Analisis SWOT
Mahmuri. 2005. Analisis Situasi dan Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT
Kebijakan Ketahanan Pangan di Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kabpaten administrasi Kepulauan Ratan Lal dkk. .2003. Food Security and
Seribu. Tesis. Program Studi Environmental Quality in the
Magister Manajemen Agribisnis Developing World.London Lewis
Sekolah Pascasarjana Institut Publishers.
Pertanian Bogor, Bogor Saeri, M (2011) Teori Hubungan Republik
Mahmuri. 2005. Analisis Situasi dan Indonesia. Undang-undang No 7
Kebijakan Ketahanan Pangan di Tahun 1996 tentang Pangan.
Kabupaten Administrasi Kepulauan Salvatore.,D ( 2009) ekonomi manajerial
Seribu. Program Studi Magister dalam perekonomian global. Jakarta.
Manajemen Agribisnis IPB Airlangga
Marimin dan Maghfiroh, Nurul. 2010. Scherb dkk (2012) Exploring food system
Aplikasi Teknik Pengambilan policy: A survey of food policy
Keputusan dalam Manajemen Rantai councilsin the United States. Journal
Pasok. IPB Press, Bogor of Agriculture, Food Systems, and
Martianto, Drajat dan Ariani. 2004. Analisis Community Development. Advance
Konsumsi Pangan Rumahtangga. online publication.
Prosiding Widyakarya Nasional http://dx.doi.org/10.5304/jafscd.2012
pangan dan Gizi VIII. 17-19 Mei .024.007
2004. LIPI, Jakarta Stewart.,D dkk (2014) Beyond nutrition
Martianto, Drajat, Yayuk Farida Baliwati, and agriculture policy: collaborating
Dahrulsyah, dan Handewi. 2007. for a food policy. British Journal of
Laporan Akhir koordinasi Kebijakan Nutrition (2014), 112, S65–S74
Solusi Sistemik Masalah Ketahanan Rochman, Nurul Taufiq, E. Gumbira Sa’id,
Pangan dalam Upaya Perumusan Arief Daryanto, Nunung Nuryartono.
Kebijakan Pengembangan 2011. Analysis of Indonesian
Penganekaragaman Pangan; Agroindustry Competitiveness in
Kementerian Koordinator Bidang Nanotechnology Development
Perekonomian Republik Indonesia, Perspective Using SWOT-AHP
Jakarta. Method. International Journal of
Pearce II, J.A. dan R.B. Robinson, 2003. Business and Management 6.8 (Aug
Strategic Management, Formulation, 2011): 235-244
Implementation, and Control. Eight Saaty, Thomas L. 1991. Pengambilan
Edition. Irwin Mc Graw-Hall. Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT
Peraturan Kepala Badan Ketahanan Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta
Pangan. 2011. Peraturan Kepala BKP
No 006/Kpts/OT.140./K/01/2011.

142
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH
Volume 6, Nomor 1, Januari 2019: 132-143

Singarimbun, Masri. 1983. Metode Umar, Husein. 2008. Strategic


Penelitian Survei. CV Rasma Agung, Management in Action. PT. Gramedia
Jakarta. Pustaka Utama, Jakarta.
Sukari. 2009. Strategi Pengembangan Wheelen, Thomas L dan J. David Hunger.
Kebijakan dan Program Ketahanan 2010. Strategic Management and
Pangan Kabupaten Administrasi Business Policy Twelfth Edition.
Kepulauan Seribu. Program Studi Prentice Hall, New Jersey.
Magister Manajemen Agribisnis IPB Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
Suryadi, Kadarsah dan Ali Ramdhani. 1998. VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan
Sistem Pendukung Keputusan: Suatu Gizi di Era Otonomi Daerah dan
Wacana Struktural Idealisasi dan Globalisasi. LIPI, Jakarta.
Implementasi Konsep Pengambilan Vaitkeviciute R., dkk (2014) The
Keputusan. PT Remaja Rosdakarya, relationship between food literacy
Bandung. and dietary intake inadolescents: a
systematic review. Public Health
Nutrition: 18(4), 649–658

143

Anda mungkin juga menyukai