Anda di halaman 1dari 32

KEBIJAKAN DAN

KETAHANAN
PANGAN
Dr. ROBERT PAUWENI, SKM. MSi
Undang-Undang No. 18 Tahun 2012

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber


hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan,
perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan
atau minuman
Ketahanan Pangan
Adalah kondisi terpenuhinya
Pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin
dari tersedianya Pangan yang
cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan
Kebijakan
Ketahanan
Pangan
Kebijakan kunci :
• Larangan impor
beras
Ketersediaan • Pengaturan BULOG
mengenai
Pangan ketersediaan stok
beras

(DKP, 2014)
Keterjangkauan
Pangan
● Program Raskin, subsidi
beras bagi hampir 9 juta
RT
● Upaya BULOG untuk
mempertahankan harga
pagu beras

(DKP 2014)
Kualitas Makanan
dan Gizi
● Kualitas makan akan
berhubungan dengan
kualitas gizi.
● Kualitas makanan adalah
penilaian terhadap makanan
secara visual yaitu
penampilan fisiknya
● Kualitas gizi adalah
proporsi kandungan zat gizi
pada bahan makanan
Kualitas Makanan dan Gizi
• Proporsi kandungan zat gizi yang berimbang atau paling mendekati
perimbangan kebutuhan tubuh akan menentukan kualitas gizi makanan

• edukasi kepada masyarakat bahwa kualitas gizi adalah parameter terbaik bagi
makanan yang sehat, tanpa harus mengabaikan peran pencitraan organoleptik
pangan dan hasil olahannya.

• Peningkatan gizi makanan melalui aturan penambahan Yodium pada produksi


garam atau suplementasi sejumlah nutrisi mikro untuk peningkatan gizi tepung
terigu
Indikator Ketahanan Pangan

Step 1 Step 2 Step 3


Ketahanan Pangan Ketahanan Pangan Ketahanan Pangan
Regional Wilayah Rumah Tangga
Ketahanan pangan
regional adalah
ketahanan pangan
ditingkat propinsi.
Konsumsi agregat
tingkat regional
menunjukkan
ketahanan pangan
pada level propinsi.
Ketahanan Pangan
Wilayah
● Adalah ketahanan pangan
menurut topografi wilayah
● Ketahanan pangan wilayah
kota, wilayah pegunungan
dan wilayah pesisir adalah
klasifikasi yang digunakan
pada banyak studi.
● Ketahanan pangan wilayah
dan regional tidak
memberikan informasi
tentang pemerataan dan
distribusi
Ketahanan Pangan
tingkat rumah tangga
adalah ketahanan
pangan yang paling
berkorelasi dengan
pemenuhan kebutuhan
gizi untuk semua
anggota rumah tangga
Ketahanan pangan rumah tangga akan
berpengaruh pada kulitas konsumsi pangan
Kualitas konsumsi pangan secara langsung
berhubungan dengan status gizi seluruh anggota
rumah tangga khususnya yang memiliki kebiasaan
makan bersama di rumah
Pola makan penduduk perkotaan dengan mobilitas
tinggi tergantung pada penyedia makan katering
Kategori tingkat Konsumsi Energi

Sangat
Baik/Cukup Kurang
Kurang
≥ 100% dari AKE 70-99% dari AKE <70% dari AKE

AKE : Angka Kecukupan Energy Dewan Ketahanan Pangan


Situasi pangan dan gizi suatu daerah pada kegiatan SKPG, terdiri atas komponen
situasi pangan dan situasi gizi.
Situasi pangan mencakup aspek ketersediaan dan aspek akses
Aspek ketersediaan berkaitan dengan kenaikan atau penurunan produksi bahan
pangan yang berpengaruh pada kecukupan konsumsi bahan pangan
Aspek akses berkaitan dengan fluktuasi harga pangan dan berpengaruh pada daya
beli masyarakat untuk mengakses bahan pangan
Situasi gizi suatu masyarakat berkaitan dengan kondisi kesehatan balita, yang
menggambarkan kondisi kecukupan pangan suatu daerah dan potensi terjadinya
ketidakcukupan pangan
Indikator Ketahanan Pangan DKP
1.Indikator menurut Luas Tanam Puso
2.Indikator Status Bawah Garis Merah (BGM) Balita
3.Indikator D/S Balita
4.Indikator 2 T Balita
5.Indikator Rasio Ketersediaan Konsumsi Tahunan
6.Indikator Keluarga Prasejahtera
7.Indikator persentase gizi kurang Balita
Indikator yang digunakan pada aspek ketersediaan
adalah luas tanam dan luas puso dari empat komoditas,
yaitu padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar

Berdasarkan analisis, akan diperoleh persentase luas


tanam dan luas puso pada bulan berjalan/bulan
analisis dibanding dengan rata-rata luas tanam
bulan bersangkutan lima tahun terakhir.
Nilai persentase yang dihasilkan akan menunjukkan
tingkat rawan pangan wilayah tersebut
Perhitungan luas Puso adalah perhitungan yang
dapat memberikan informasi lanjutan tentang
kondisi rawan pangan
Indikator Rawan pangan Menurut
Luas Tanam dan Puso
Contoh penggunaan matrik diatas adalah “Kabupaten
X pada bulan Agustus 2016 memiliki luas tanam 100
Ha, sedangkan rerata luas tanaman bulan Agustus
sejak tahun 2011, 2012, 2013, 2014, dan 2015 adalah
200 Ha. Maka persentase r adalah 100/200 x 100 =
50%.
Ini berarti >5% dikategorikan aman.
Pada aspek luas tanam dapat saja diketahui aman,
namun hal ini masih harus dikoreksi dengan hasil
akhir produksi pangan
Contoh penggunaan indikator tanaman luas
tanaman puso adalah
“Kabupaten Y luas puso bulan Agustus Tahun
2016 adalah 20 Ha sedangkan luas puso bulan
Agustus lima tahun terakhir adalah 100 Ha,
maka r adalah 20/100 x 100 = 20%. Maka
disebut Rawan Pangan
Status Gizi Balita sebagai Indikator Rawan
Pangan
Situasi pangan dan gizi pada aspek
ketersediaan pangan tahunan diketahui
berdasarkan angka rasio ketersediaan
pangan.
Ini diperoleh dengan menghitung
ketersediaan pangan serealia per kapita per
hari dibanding nilai konsumsi normatif (300
gr)
Kementerian Pertanian, 2014
Nilai konsumsi normatif didasarkan pada Pola
Konsumsi Pangan di Indonesia yang menunjukkan
bahwa hampir 50% dari kebutuhan total kalori
berasal dari serealia.
Standar kebutuhan kalori per hari per kapita adalah
2,000 Kkal, dan untuk mencapai 50% kebutuan kalori
dari serealia dan umbi-umbian (menurut angka Pola
pangan Harapan), maka seseorang harus
mengkonsumsi ± 300 gr serealia per hari. Sebagai nilai
konsumsi normatif yang direkomendasikan
Aspek ketersediaan pangan tahunan adalah
parameter yang menunjukkan kemampuan
suatu wilayah menyediakan kebutuhan
pangan dalam setahun
Indikator ini dapat memberi informasi
ketahanan pangan dalam satu wilayah selama
satu tahun
Nilai Rasio Ketersediaan Konsumsi tahunan

02
Avatars
● Cut of point rasio ketersediaan dibawah 1 berarti
bahwa jumlah yang tersedia dibanding jumlah yang
dikonsumsi adalah kurang.
● Kondisi ini adalah indikator rawan pangan, sehingga
diberi keterangan warna kuning. Alasan warna kuning
meskipun telah ditemukan sebagian warga yang tidak
dapat memenuhi semua kebutuhannya adalah karena
secara matematis masih ditemukan nilai selisih diatas
1 sd 1,13.
● Jika distribusi pangan merata dalam komunitas yang
diukur, maka kondisi rawan pangan masih dapat
diatasi. Warna kuning membuktikan bahwa perlu
ditelusuri titik-titik daerah yang mengalami rawan
pangan
Monitoring ketersediaan pangan
ditingkat rumah tangga dapat menjawab
kebutuhan informasi data pangan yang
akurat.
Metode yang tepat untuk mengukur
ketersediaan pangan ditingkat rumah
tangga adalah food record
Persentase Keluarga Berdasarkan
Ketersediaan Pangan
Cara menghitung persentase (%) diatas adalah
menghitung jumlah seluruh keluarga
prasejahtera dan sejahtera lalu dibagi dengan
semua keluarga.
Misalnya di desa X diketahui total keluarga adalah 1000 KK
dan diantaranya ditemukan keluarga sejahtera I
sebanyak 200 KK dan keluarga Prasejahtera sebanyak 50
KK.
Maka persentase ketersediaan pangan keluarga adalah
200+50/1000x 100 = 25%.
Hasil ini dimasukkan dalam bobot 2 dengan warna kuning
Indikator lain adalah aspek Pemanfaatan Pangan.
Aspek ini secara ideal akan diketahui dari outcomenya
yaitu status gizi. Atas alasan ini maka indikator status
gizi dapat dijadikan indikator ketahanan pangan
wilayah. Indikator status gizi balita dinilai dengan
prevalensi gizi kurang yang pada balita di masing-
masing wilayah yang dikumpulkan sekali setahun
melalui kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG)
Prevalensi Gizi Kurang Balita sebagai Indikator
Pemanfaatan Pangan

Jika prevalensi status gizi kurang tinggi maka, dipastikan pemanfaatan


pangan dianggap bermasalah.
Balita adalah kelompok paling rawan terhadap penurunan kualitas dan
kuantitas asupan zat gizi. Jika kelompok ini mengalami defisit asupan maka
faktor langsung yang menjadi penyebabnya adalah rendahnya konsumsi atau
karena rendahnya status sanitasi lingkungan penyebab penyakit infeksi
Thanks
CREDITS: This presentation template was created
by Slidesgo, including icons by Flaticon,
infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai