Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No.

ISSN 1858-4330

KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT PEDESAAN


(Studi Kasus di Desa Pammusureng, Kecamatan Bonto Cani, Kabupaten Bone)
Food resistance of rural society
(Cases study in Desa Pammusureng, Kecamatan Bonto Cani, Kabupaten Bone)
Abdul Halik
Dosen Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar

ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana tingkat ketahanan pangan pada
masyarakat pedesaan di Kabupaten bone, mencari faktor dominan yang berpengaruh
terhadap ketahanan pangan, dan bagaimana hubungan antara ketahanan pangan dengan
status gizi masyarakat yang bersangkutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek
ketersediaan pangan di daerah pedesaan cukup tahan, akses pangan masyarakat pedesaan
berjalan dengan baik, dan aspek pemanfaatan pangan mengindikasikan bahwa meskipun
bahan pangan cukup tersedia, namun pemanfaatannya belum secara optimal. Secara
keseluruhan tingkat ketahanan pangan masyarakat pedesaan di Kabupaten Bone adalah
cukup baik. Dari berbagai faktor sosial ekonomi yang dianalisis diperoleh bahwa faktor
yang dominan mempengaruhi tingkat ketahanan pangan adalah luas lahan, tingkat
pendapatan perkapita, dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Hubungan antara
ketahanan pangan dan status gizi keluarga menunjukkan bahwa meskipun tingkat
ketahanan pangan cukup baik, ternyata status gizi keluarga masih rendah.
Kata Kunci: Ketahanan pangan, masyarakat pedesaan, status gizi masyarakat.
ABSTRACT
Research aims to analyse how food resistance level of rural society in Kabupaten Bone, to
get dominant factor was effected to food resistance, and how the relation of food resistance
with nutrient status of rural society. Result of research indicated that the aspect of food
availibility on rural society is moderately resistance, the access of food indicated was better
and utilization aspect indicated on that although food substance is available, but its
utilization not optimal. As a whole, level of food resistance of rural society in Kabupaten
Bone is good enough. From several social-economics factor was analysed obtained that
dominant factor influenced of food resistance level i.e.: size of land, level of revenue
perkapita, and education level of household head. Relation between resistance of food with
family nutrition status indicated that although the level of food resistance is good enough,
in the reality the status of family nutrition is still lower.
Keyword : Food resistance, rural society, nutrition society status
PENDAHULUAN
Kabupaten Bone adalah merupakan salah
satu daerah lumbung pangan yang cukup
potensial di Sulawesi Selatan, khususnya
untuk produksi tanaman padi. Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan
Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2005,

bahwa pada daerah tersebut terdapat lahan


sawah baik yang beririgasi semi teknis
maupun beririgasi teknis seluas 130.399
ha dengan produksi padi sebesar 538,857
ton/tahun. Selain produksi padi, di daerah
tersebut juga terdapat produksi bahan
pangan lain seperti jagung, ubi kayu,
87

Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2

maupun berbagai produk pertanian lainnya. Dari potensi tersebut, Kabupaten


Bone tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduknya yang berjumlah 654.312 jiwa, akan tetapi juga
dapat mensuplai kebutuhan bahan pangan
daerah tetangga yang kekurangan bahan
pangan, baik di Sulawesi Selatan maupun
kawasan timur Indonesia lainnya.
Meskipun demikian tidaklah berarti bahwa masyarakat Kabupaten Bone, terbebas
dari kekurangan bahan pangan dan gizi.
Dari data tersebut juga menunjukkan
bahwa terdapat 15,66 % penduduk masih
tergolong miskin, sehingga potensial untuk mengalami kekurangan bahan pa-ngan
dan gizi, utamanya anak-anak yang lebih
sering disebut sebagai penyakit busung
lapar. Gejala tersebut bukan hanya terjadi
di daerah pedesaan, akan tetapi juga di
daerah perkotaan (BPS, 2005).
Kenyataan yang terjadi seperti disebutkan
di atas menyebabkan peneliti tertarik
untuk melihat lebih jauh bagaimana kondisi tingkat ketahanan pangan masyarakat
di daerah pedesaan Kabupaten Bone,
dengan menganalisis tingkat ketersediaan
pangan, pola konsumsi pangan masyarakat, strategi pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya dan berbagai hal lain
yang terkait dengan ketahanan pangan
masyarakat.
Tujuan Penelitian
Penelitian tentang ketahanan pangan pada
masyarakat pedesaan ini bertujuan untuk
menganalisis bagaimana tingkat ketahanan pangan pada masyarakat pedesaan
di Kabupaten Bone, mencari faktor dominan apa yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan, dan bagaimana hubungan
antara ketahanan pangan dengan status
gizi masyarakat yang bersangkutan

ISSN 1858-4330

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini mulai dilaksanakan pada
Bulan Agustus 2006 sampai Maret 2007,
di Desa Pammusureng, Kecamatan Bonto
Cani, Kabupaten Bone.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode survai, yang dimulai
dengan penentuan salah satu desa yang
mewakili daerah pedesaan di Kabupaten
Bone. Populasi adalah seluruh masyarakat
pedesaan di Kabupaten Bone, sedangkan
sample adalah masyarakat yang ada di
lokasi Penelitian.
Pengumpulan data yang dilakukan meliputi data primer, berupa data tentang
indikator ketahanan pangan dan status gizi
masyarakat pedesaan yang belum ada di
data statistik maupun di kantor desa
setempat sehingga harus diambil melalui
penyebaran kuisioner kepada masyarakat
yang mewakili, yaitu sekitar 10 % dari
total Kepala Keluarga yang ada di desa
tersebut, sedangkan data sekunder dapat
diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bone, kantor desa setempat,
dan dari instansi terkait lainnya.
Analisis Data
Data mengenai tingkat ketahanan pangan
masyarakat pedesaan dianalisis dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan
oleh Web and Roger (2004), dimana
ketahanan pangan terdiri dari tiga aspek
dengan berbagai indikator masing-masing
sebagai berikut :
1)

Indikator
aspek ketersediaan
pangan masyarakat atau rumah
tangga.

a)

Produksi netto pangan biji-bijian


(P food).
Produksi netto beras (R net):
R net = c * P net
Dimana :
P net = P * [ 1 ( s + f + w ) ]

88

Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2

ISSN 1858-4330

Ket.: s = bibit , f = pakan , w =


tercecer (losses) dan

3.
4.
5.
6.

C = faktor koreksi 0,6


Produksi netto jagung atau bijibijian lainnya (M net) :
M net = c * M
Dimana c = faktor koreksi 0,6
Produksi pangan biji-bijian adalah :
P food = R net + M net
b)

Ketersediaan pangan biji-bijiaan


perkapita perhari (F)
F = P food / t pop * 365
t pop adalah jumlah anggota keluarga atau jumlah penduduk.

c)

Indeks ketersediaan pangan masyarakat atau rumah tangga (IAV )


IAV = C Norm / F
C Norm adalah konsumsi normatif
rumah tangga perkapita sebesar 300
gram perhari dimana merupakan
konsumsi yang direkomendasikan.
Adapun kategori nilai IAV :
Jika nilai IAV > 1, maka rumah
tangga atau masyarakat mengalami
defisit pangan biji-bijian.
Jika nilai IAV < 1, maka rumah
tangga atau masyarakat mengalami
surplus pangan biji-bijian.
Semua indikator akan dirubah ke
dalam bentuk indeks untuk menstandarisasi ke skala 0 sampai 1.

Indeks Xi-j=Xi-j Xi.min/Xi max-Xi min


Adapun batasan kategori adalah
sebagai berikut :
Jika indeks ketersediaan pangan
(IAV) :
1. >= 1,5
: sangat rawan
2. 1,25 - <1,5 : rawan

1 - < 1,25 :
0,75 - < 1 :
0,5 - < 0,75 :
< 0,5
:

cukup rawan
cukup tahan
tahan
sangat tahan.

2). Indikator Akses terhadap Pangan


a)

Prosentase jumlah rumah tangga


pada masyarakat perdesaan atau
perkotaan yang tergolong miskin,
dengan
penghasilan
perkapita
perbulan lebih kecil atau sama
dengnan Rp. 98.742 (I BPL) (BPS,
2004).
Batasan kategorinya adalah :
1. >= 40 %
: sangat rawan
2. 30 - < 40 % : rawan
3. 20 - < 30 % : cukup rawan
4. 10 - < 20 % : cukup tahan
5. 5 - < 10 % : tahan
6. < 5,0 % : sangat tahan

b) Prosentase kepala keluarga


pada
masyarakat perdesaan atau perkotaan
yang bekerja kurang dari 15 jam
perminggu (I LAB).
Batasan kategori
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

>= 25 %
20 - < 25 %
15 - < 20 %
10 - < 15 %
5 - < 10 %
< 5%

:
:
:
:
:
:

adalah

sebagai

sangat rawan
rawan
cukup rawan
cukup tahan
tahan
sangat tahan

c) Prosentase kepala keluarga pada


masyarakat perdesaan dan perkotaan
yang tidak tamat pendidikan dasar
(IEDU).
Batasan kategori
berikut :
1. > 50 %
:
2. 40 - < 50 % :
3. 30 - < 40 % :
4. 20 - < 30 % :
5. 10 - < 20 % :
6. < 10 %
:

adalah

sebagai

sangat rawan
rawan
cukup rawan
cukup tahan
tahan
sangat tahan
89

Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2

d) Prosentase rumah tangga pada


masyarakat perdesaan atau perkotaan
yang tidak memiliki fasilitas listrik
(IRi).
Batasan kategorinya adalah sebagai
berikut :
1. >= 95 %
: sangat rawan
1. 90 - < 95 % : rawan
2. 85 - < 90 % : cukup rawan
3. 80 - < 85 % : cukup tahan
4. 75 - < 80 % : tahan
5. < 75 %
: sangat tahan
Semua indikator akan dirubah ke
dalam bentuk indeks untuk menstandarisasi ke skala 0 sampai 1.
Indeks Xi-j=Xi-jXi min /Xi max- Xi min
Perhitungan Indeks Gabungan Akses Pangnan (I FLA)
I FLA = (I BPL + I LAB + I EDU + I RI )
I BPL =

Indeks prosentase rumah


tangga masyarakat perdesaan atau perkotaan yang tergolong miskin.

I LAB = Indeks prosentase jumlah


kepala keluarga pada masyarakat perdesaan dan perkotaan yang bekerja kurang
dari 15 jam perminggu.
I EDU =

I Ri

Indeks prosentase kepala


rumah tangga pada masyarakat perdesaan dan perkotaan yang tidak tamat pendidikan dasar.

= Indeks prosentase rumah


tangga masyarakat perdesaan dan perkotaan yang
tidak memiliki fasilitas listrik.

3) Indikator Pemanfaatan Pangan (IFU)

a) Indeks Infrastruktur kesehatan (IHi)


(i) Prosentase jumlah anak dari rumah
tangga pada masyarakat perdesaan
90

ISSN 1858-4330

atau perkotaan yang tidak diimunisasi (IMM), dengan kategori:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

>= 20 %
15 - < 20 %
10 - < 15 %
5 - < 10 %
2,5 - < 5 %
< 2,5 %

:
:
:
:
:
:

sangat rawan
rawan
cukup rawan
cukup tahan
tahan
sangat tahan

(ii) Persentase rumah tangga yang


tidak memiliki akses terhadap air
bersih. (IWAT), dengan batas kategori sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

>= 90 %
80 - < 90 %
65 - < 80 %
50 - < 65 %
40 - < 50 %
< 40 %

:
:
:
:
:
:

sangat rawan
rawan
cukup rawan
cukup tahan
tahan
sangat tahan

(iii)Prosentase jumlah keluarga yang


tinggal lebih dari 5 km dari Puskesmas (IPUS), dengan kategori
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

>= 35 %
30 - < 35 %
25 - < 30 %
20 - < 25 %
15 - < 20 %
< 15 %

: sangat rawan
: rawan
: cukup rawan
: cukup tahan
: tahan
: sangat tahan

Indeks Infrastruktur Kesehatan (I HI):


I HI = 1/3 (I IMM + I WAT + I PUS )
I IMM
I WAT
I PUS

= Indeks prosentase jumlah


anak yang tidak di imunisasi
= Indeks rumah tangga yang
tidak memiliki akses ke air
bersih
= Indeks persentase keluarga
yang tinggal > 5 km dari
puskesmas.

b). Indeks Outcomes Nutrisi


Kesehatan ( I FI ) meliputi :

dan

Prosentase Jumlah ibu rumah tangga


yang buta huruf

Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2

Perhitungan Indeks Pemanfaatan pangan (I PU) :


I

PU

= ( I HI + I

FI

Untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan masyarakat baik di daerah


perdesaan maupun perkotaan, maka
ketiga aspek tersebut yakni aspek Ketersediaan pangan, aspek akses terhadap pangan dan aspek pemanfaatan
pangan dijumlahkan kemudian dirataratakan. adapun kategori tingkat ketahanan pangan adalah sebagai berikut :
Jika rata-rata indeks :
1)
2)
3)
4)
5)
6)

> 0,8
: sangat rawan
0,64 - < 0,8 : rawan
0,48 - < 0,64 : cukup rawan
0,32 - < 0,48 : cukup tahan
0.16 - < 0,32 : tahan
< 0,16
: sangat tahan

Untuk mengetahui faktor dominan


yang berpengaruh terhadap tingkat
ketahanan pangan, maka digunakan
analisis regresi berganda dengan persamaan :
Y=

+ 1. X1 + 2 . X2 + 3 . X3 + 4 . X4
+ 5 . X5 + 6. X6 +

Dimana :
Y = tingkat ketahanan pangan Masyarakat Pedesaan
Tabel 1.

ISSN 1858-4330

= konstanta
1, 2, 3, 4, 5 = koefisien regresi
untuk masing masing variabel
X1 = Luas pemilikan Lahan (ha)
X2 = Lama jam kerja (jam/ ming-gu)
X3 = jumlah pendapatan perka-pita
( Rupiah / bulan)
X4 = Jumlah
anggota
keluarga
(orang)
X5 = tingkat pendidikan
(data
kategori)
X6 = Prosentase tingkat buta hu-ruf
ibu rumah tangga (%)
= faktor kesalahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah penduduk di desa tersebut
adalah 1.297 jiwa dengan 291 rumah
tangga. Jumlah keluarga yang punya balita
95 KK, dengan jumlah balita 116 orang.
Analisis tingkat ketahanan pangan masyarakat, yang dilihat dari tiga aspek,
menunjukkan seperti pada uraian berikut
ini :
Aspek Ketersediaan Pangan
Hasil perhitungan tentang indeks ketersediaan pangan pada lokasi penelitian
dapat dilihat pada Table 1 berikut ini:

Hasil perhitungan indeks ketersediaan pangan di Desa Pammusureng, Kec.


Bonto Cani, Kab. Bone
N0.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Parameter
P net
R net
M net
P food
F
I av

Jumlah
282.035 kg
169.221 kg
50.330 kg
219.551 kg
463,77
0,69

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa


tingkat ketersediaan pangan pada daerah
pedesaan tersebut sesuai dengan kriteria

Keterangan
Produksi padi
Produksi beras
Produksi Biji-bijian
Pangan biji-bijian
Ketersediaan pangan perkapita
Indeks ketersediaan
yang ada termasuk dalam kategori tahan
pangan dengan indeks 0,69.
91

Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2

Aspek Akses Terhadap Bahan Pangan


Hasil pengamatan mengenai indikator
akses terhadap bahan pangan menunjukkan bahwa secara keseluruhan akses
masyarakat pedesaan tarhadap bahan
pangan pada daerah tersebut cukup tahan
(indeks 0,34), dimana hasil perhitungan

ISSN 1858-4330

dari berbagai indikator yang diamati, yang


meliputi prosentase penduduk miskin,
kepala keluarga yang bekerja kurang dari
15 jam perminggu, jumlah KK yang tidak
tamat pendidikan dasar dan rumah tangga
yang tidak memiliki fasilitas listrik,
seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil perhitungnan indeks akses masyarakat terhadap bahan pangan di Desa
Pammusureng, Kec. Bonto Cani, Kab. Bone
No.
1.
2.
3.
4.

Parameter pengamatan
Penduduk Miskin ( I bpl )
KK bekerja kurang 15 jam
KK yang tidak tamat SD
RT tidak punya listrik
Indikator akses bahan Pangan

Aspek Pemanfaatan Pangan


Aspek pemanfaatan bahan pangan dari
suatu masyarakat diamati dengan maksud
untuk melihat sejauh mana masyarakat
tersebut memanfaatkan bahan pangan
yang telah dimilikinya secara optimal,
sesuai dengan standard minimal pemanfaatan pangan dan gizi. Sebagian masyarakat karena ketidaktahuannya, meskipun

Hasil Perhitungan
22 %
14 %
28 %
72 %

Indeks
0.22
0.14
0.28
0.72
0.34

memiliki bahan pangan yang cukup tersedia tetapi belum tentu dapat memanfaatkan bahan tersebut sesuai dengan
standard minimal kecukupan gizi keluarganya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
indikator pemanfaatan bahan pangan pada
lokasi penelitian dapat ditunjukkan pada
table 3 berikut ini :

Tabel 3. Hasil pengamatan indikatoer aspek pemanfaatan bahan pangan masyarakat di


Desa pammusureng, Kec. Bontocani, Kab. Bone
No.
1.
2.
3.
4.

Parameter Pengamatan
Prosentase anak tanpa diimunisasi
Rumah tangga tanpa akses air bersih
Keluarga yang bermukim > 5 km dari puskesmas
Jumlah ibu RT yang buta huruf

Dari Table 3 tersebut di atas menunjukkan


bahwa dari aspek pemanfaatan bahan
pangan oleh masyarakat pedesaan di
Kabupaten Bone, terlihat bahwa dari
keempat indicator yang diamati ternyata
semuanya menunjukkan bahwa aspek
pemanfaatan bahan pangan berada pada
92

Prosentase Indeks
19 %
0,19
63 %
0,63
34 %
0,34
55 %
0,55

rawan pangan (dengan nilai indeks ratarata 0,49). ini berarti bahwa meskipun
tingkat ketersediaan bahan pangan dan
akses masyarakat pedesaan terhadap
bahan pangan cukup baik, namun dari segi
pemanfaatan masih belum optimal,
penyebabnya karena para ibu rumah

Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2

tangga yang lebih berperan dalam hal


pemenfaatan bahan pangan dalam rumah
tangga belum memahami secara baik
aspek pangan dan gizi sebagai akibat dari
rendahnya tingkat pendidikan mereka.
Dari ketiga aspek ketahanan pangan yang
telah diuraikan di atas, maka secara keseluruhan nilai indeks ketahanan pangan
masyarakat pedesaan di Kabupaten Bone
adalah 0,45 (tingkat ketahanan pangan
yang cukup tahan).
Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan
Pangan
Dari berbagai aspek sosial ekonomi yang
dapat berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan masyarakat pedesaan yang
diamati dalam penelitian ini seperti: luas

ISSN 1858-4330

pemilikan lahan, Jumlah jam kerja kepala


rumah tangga, tingkat pendapatan perkapita masyarakat, jumlah anggota keluarga,
tingkat pendidikan kepala rumah tangga,
prosentase ibu rumah tangga yang buta
huruf, maka hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 menunjukkan bahwa beberapa
faktor sosial ekonomi masyarakat pedesaan yang berpengaruh terhadap tingkat
ketahanan pangan masyarakat pedesaan
adalah luas pemilikan lahan (R = 0,78),
pendapatan perkapita masyarakat (R =
0,83) dan tingkat pendidikan kepala
rumah tangga (R = 0,66 ), semetara faktor
yang lain dianggap tidak berpengaruh
karena nilai R dibawah 0,5, seperti pada
Table 4.

Tabel 4. Hasil analisis regresi berganda terhadap beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat ketahanan pangan masyarakat pedesaan
No.

Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat

Nilai R

Keterangan

1.

Luas pemilikan lahan ( X1)

0,78

Berpengaruh

2.

Jumlah jam kerja kepala RT (X2)

0,34

Tidak berpengaruh

3.

Tingkat pendapatan perkapita (X3)

0,83

Berpengaruh

4.

Jumlah anggota keluarga (X4)

0,41

Tidak berpengaruh

5.

Tingkat pendidikan kepala RT (X5)

0,66

Berpengaruh

6.

Ibu rumah tangga buta huruf (X6)

0,31

Tidak berpengaruh

Hubungan antara tingkat ketahanan


pangan dengan status gizi masyarakat
menunjukkan bahwa meskipun tingkat
ketahanan pangan masyarakat pedesaan
cukup tahan, yang ditunjukkan dengan
ketersediaan yang cukup, akses bahan
pangan yang baik, namun ternyata bahwa
status gizi masyarakat masih rendah sebagai akibat dari masih rendahnya pemahaman masyarakat akan persoalan
pangan dan gizi khususnya para ibu rumah
tangga, sehingga mereka belum dapat
memanfaatkan apa yang dimilikinya secara optimal.

KESIMPULAN
1. Tingkat ketahanan pangan masyarakat
pedesaan di Kabupaten Bone cukup
aman, baik dari aspek ketersediaan
maupun aspek akses terhadap bahan
pangan.
2. beberapa faktor sosial ekonomi yang
berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan masyarakat adalah luas
pemilikan lahan, tingkat pendapatan
perkapita dan tingkat pendidikan kepala ruah tangga.
3. Meskipun tingkat ketahanan pangan
masyarakat pedesaan cukup tahan,
93

Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2

namun status gizi masyarakat masih


rendah sebagai akibat pemanfaatan
yang belum optimal.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 1998. Perkiraan Penduduk Miskin Sulawesi Selatan. Biro Pusat
Statistik Sulawesi Selatan, Ujung
Pandang.
BPS. 2004. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004. Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia, Jakarta.
Bulkis, S. 2004. Ketahanan pangan rumah
tangga: Kajian sosiologis sistem rumah tangga pada tiga tipe agroekosistem di Kabupaten Sinjai Sulawesi
Selatan. Disertasi. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Dewan Ketahanan Pangan R.I. 2003. Peta
Kerawanan Pangan Indonesia, Tahap Satu (Pilot Phase). Kerjasama
Dewan Ketahanan Pangan R.I. de-

94

ISSN 1858-4330

ngan Program Pangan Dunia, PBB.


Jakarta.
Dewan Ketahanan Pangan R.I. 2004.
Manual untuk pembuatan peta kerawanan pangan di Indonesia. Kerjasama Dewan Ketahanan Pangan
R.I. dengan Program Pangan dunia, PBB. Jakarta.
Susanto. 1996. Aspek pengetahuan dan
sosial budaya dalam rangka ketahanan pangan rumah tangga. Makalah pada Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Yogyakarta
Kerjasama Biro Perencanaan Departemen Pertanian dengan Unicef.
Sutrisno, N. 1996. Ketersediaan dan distribusi pangan dalam rangka mendukung ketahanan pangan rumah
tangga. Makalah pada Lokakarya
Ketahanan Pangan Rumah Tangga.
Yogyakarta. Kerjasama Biro Perencanaan Depertemen Pertanian dengan Unicef.

Anda mungkin juga menyukai