Anda di halaman 1dari 42

EKSPLORASI DATA SUSENAS

untuk Intervensi Stunting


(Pra WNPG XI)
Jakarta, 23 Mei 2018
Pendahuluan (1)

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI


di Hotel Bidakara Jakarta, 3-4 Juli 2018

Tema
”Penurunan stunting melalui revitalisasi ketahanan pangan dan gizi
dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan”

Kondisi stunting merupakan akibat dari berbagai faktor multidimensi terkait derajat
kesehatan anak terutama pada saat 1000 hari pertama kehidupannya (HPK).

Mengatasi stunting, merupakan upaya meningkatkan derajat kesehatan, meningkatkan


kualitas generasi bangsa, dan memutus rantai kemiskinan.

Kerangka Intervensi Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terbagi


menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.

Data dan informasi yang berkualitas sangat diperlukan sebagai pijakan dalam tahap
perencanaan, monitoring, dan evaluasi program intervensi pengentasan stunting.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Maret 2017

Susenas merupakan survei rutin tahunan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Ukuran contoh Susenas sebesar 300.000 rumah tangga tersebar di seluruh
kabupaten/kota.
Skema sampling yang digunakan Susenas adalah two stage one phase stratified
sampling.
Menghasilkan data representatif estimasi tingkat kabupaten/kota.
Menggunakan kuesioner konsumsi pengeluaran dan kuesioner kor
Merupakan salah satu survei penyuplai data untuk kebutuhan SDGs dan RPJMN.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Modul Kesehatan dan Perumahan 2016

Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan merupakan survei rutin tiga tahunan
yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Ukuran contoh Susenas sebesar 75.000 rumah tangga tersebar di seluruh provinsi.
Skema sampling yang digunakan Susenas adalah two stage one phase stratified
sampling.
Menghasilkan data representatif estimasi tingkat provinsi.
Menggunakan kuesioner konsumsi pengeluaran dan kuesioner modul kesehatan dan
perumahan.
Topik Tulisan
Eksplorasi Susenas untuk Intervensi Stunting

1. Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan/


Prevalence of Undernourishment (PoU) Indonesia, 2017.
2. Skala Pengalaman Kerawanan Pangan
(FIES-Food Insecurity Experienced Scale) Indonesia, 2017.
3. Peta Kesehatan Balita di Indonesia, 2017.
4. Situasi Ketersedian air minum layak dan sanitasi layak di Indonesia, 2017.
5. Pola Kebutuhan Keluarga Berencana yang Tidak Terpenuhi
(Unmet Need for Family Planning) di Indonesia, 2017.
6. Situasi Pelayanan maternal di Indonesia, 2016.
Topik 1.
Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan/
Prevalence of Undernourishment (PoU) di
Indonesia, 2017.

Ketidakcukupan konsumsi pangan adalah peluang dari seseorang


yang dipilih secara acak dari populasi yang mengonsumsi
makanan dengan menghasilkan energi yang kurang untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri untuk hidup sehat dan tetap
aktif.

Prevalensinya memberikan gambarangan mengenai penduduk


yang mengonsumsi kalori dibawah kebutuhan kalori minimum
untuk hidup sehat dan aktif.

Data konsumsi kalori penduduk Indoensia (per kapita) dihitung


dari Survei Sosial Ekonomi Nasional dengan kuesioner konsumsi
dan pengeluaran.

Konversi kalori menurut komoditi Susenas yang digunakan untuk


penghitungan kalori berdasarkan pada Hasil Widya Karya Nasional
Pangan dan Gizi VIII, 17-19 Mei 2004
Topik 1.
Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan/
Prevalence of Undernourishment (PoU) di
Indonesia, 2017.

Prosedur untuk menghasilkan konsumsi kalori perkapita dari Susenas Konsumsi dan
Pengeluaran yaitu:

1. Menghitung jumlah konsumsi menurut komoditi selama seminggu terakhir dari setiap
rumah tangga.

2. Menghitung jumlah konsumsi gizi menurut komoditi untuk setiap rumah tangga

3. Menghitung total konsumsi kalori rumah tangga

4. Menghitung konsumsi kalori perkapita sehari

5. Menghitung estimasi rata-rata konsumsi kalori perkapita sehari


Topik 1.
Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan/
Prevalence of Undernourishment (PoU) di
Indonesia, 2017.

Data pendukung yang digunakan untuk menghitung PoU diantaranya meliputi :

1. Data populasi penduduk menurut umur dan jenis kelamin.


2. Data konsumsi kalori, didekati dengan menggunakan data konsumsi kalori
perkapita hasil Susenas.
3. Data Pendapatan, didekati dengan menggunakan data Pengeluaran yang
diperoleh dari hasil Susenas
4. Data tinggi dan berat badan, didekati dengan menggunakan data median tinggi
dan berat badan menurut umur dan jenis kelamin dari Balitbangkes
Topik 1.
Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan/
Prevalence of Undernourishment (PoU) di
Indonesia, 2017.

Prosedur penghitungan PoU dengan menggunakan data Susenas yaitu :


1. Membuat piramida penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin.
2. Menghitung konsumsi kalori perkapita sehari
3. Menghitung koefisien variasi dari data konsumsi kalori perkapita sehari.
4. Menghitung Minimum Dietary Energy Requirement (MDER) dan koefisien variasinya
(CV). MDER dihitung dengan cara menghitung kebutuhan minimum kalori yang
diperlukan seseorang sesuai dengan umur dan jenis kelaminnya
5. Menghitung total koesisien variasi (CV). Total koefisien variasi dihitung dengan
menjumlahkan koefisien variasi dan variabel pembentuknya
6. Menghitung PoU, yaitu dengan membandingkan antara konsumsi kalori perkapita
dengan MDER. Nilai PoU adalah banyaknya penduduk yang konsumsi kalorinya dibawah
MDER.
Topik 1.
Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan/
Prevalence of Undernourishment (PoU) di
Indonesia, 2017.

Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan di Indonesia, 2017


adalah : 7,8 PERSEN

Peta Tematik. Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan Menurut Provinsi di Indonesia, 2017.

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 2.
Skala Pengalaman Kerawanan Pangan/
Food Insecurity Experienced Scale (FIES)
Indonesia, 2017.

Food Insecurity Experienced Scale (FIES) atau Skala Pengalaman Kerawanan Pangan adalah
metode untuk mengukur akses pangan pada tingkat individu atau rumah tangga.

FIES berdasarkan pengalaman dari seberapa parah kondisi kerawanan pangan rumah tangga
atau individu yaitu kendala pada kemampuan untuk mengakses makanan.

Meskipun ketidakmampuan untuk mengakses makanan biasanya menyebabkan berkurangnya


konsumsi makanan, atau dalam konsumsi makanan dengan nilai gizi yang terbatas, FIES tidak
dimaksudkan untuk memberikan pengukuran langsung kuantitas dan kualitas konsumsi
makanan aktual atau status gizi responden

FIES Ini mampu menghasilkan matrik keparahan kerawanan pangan berbasis pengalaman yang
mengandalkan tanggapan langsung orang-orang terhadap serangkaian pertanyaan terkait
akses mereka ke makanan yang memadai.

FIES diharapkan dapat memberikan kontribusi penting untuk setiap indikator keamanan
pangan dan gizi.
Topik 2.
Skala Pengalaman Kerawanan Pangan/
Food Insecurity Experienced Scale (FIES)
Indonesia, 2017.

Pada Susenas Maret 2017 pertanyaan mengenai Skala Pengalaman Kerawanan Pangan (FIES-
Food Insecurity Experienced Scale) sudah dimasukkan dengan mengadopsi 8 (delapan)
pertanyaan mengenai FIES dari FAO.

Delapan pertanyaan tersebut terbagi menjadi 3 bagian, untuk pengukuran jenis kerawanan
pangan:
1. Bagian pertama adalah 3 pertanyaan pertama, mengarah pada pengukuran
kerawanan pangan ringan (light),
2. Bagian kedua adalah 3 pertanyaan kedua, mengarah pada pengukuran
kerawanan pangan sedang (moderate), dan
3. Bagian ketiga adalah 2 pertanyaan terakhir, mengarah pada pengukruan
kerawanan pangan berat (severe)
Topik 2.
Skala Pengalaman Kerawanan Pangan/
Food Insecurity Experienced Scale (FIES)
Indonesia, 2017.

1. Selama setahun terakhir, apakah anda/art lainnya khawatir tidak akan memiliki cukup
makanan untuk disantap karena kurangnya uang atau sumber daya lainnya?
2. Selama setahun terakhir, apakah ada saat di mana anda/art lainnya tidak dapat
menyantap makanan sehat dan bergizi karena kurangnya uang atau sumber daya
lainnya?
3. Selama setahun terakhir, apakah anda/art lainnya hanya menyantap sedikit jenis
makanan karena tidak memiliki uang atau sumber daya lainnya?
1. Selama setahun terakhir, apakah anda/art lainnya khawatir tidak akan memiliki cukup
makanan untuk disantap karena kurangnya uang atau sumber daya lainnya?
2. Selama setahun terakhir, apakah ada saat di mana anda/art lainnya tidak dapat
menyantap makanan sehat dan bergizi karena kurangnya uang atau sumber daya
lainnya?
3. Selama setahun terakhir, apakah anda/art lainnya hanya menyantap sedikit jenis
makanan karena tidak memiliki uang atau sumber daya lainnya?
1. Selama setahun terakhir, apakah anda/art lainnya khawatir tidak akan memiliki cukup
makanan untuk disantap karena kurangnya uang atau sumber daya lainnya?
2. Selama setahun terakhir, apakah ada saat di mana anda/art lainnya tidak dapat
menyantap makanan sehat dan bergizi karena kurangnya uang atau sumber daya
lainnya?
Topik 2.
Skala Pengalaman Kerawanan Pangan/
Food Insecurity Experienced Scale (FIES)
Indonesia, 2017.

Penghitungan kerawanan pangan dengan FIES menggunakan


Rasch Model agar dapat dilakukan kalibrasi pada data yang
digunakan.

Rasch Model merupakan pengembangan dari teori respons butir


(Item Response Theory-IRT) yaitu 1PL (One Parameter
Logistic).

Analisis dengan Rasch Model menghasilkan statistik kesesuaian


(fit statistic) yang memberikan keterangan mengenai
kesesuaian hubungan antara respons dan item.

Parameter yang digunakan adalah infit dan outfit dari kuadrat


tengah (mean square) dan nilai terstandarkan (standardized
values).
Topik 2.
Skala Pengalaman Kerawanan Pangan/
Food Insecurity Experienced Scale (FIES)
Indonesia, 2017.

Secara nasional, selama setahun terakhir sebanyak 9,77 persen rumah tangga di
Indonesia pernah mengalami rawan pangan.

Rumah tangga yang mengalami rawan pangan antar provinsi sangat variatif. Provinsi
yang rumah tangganya paling tinggi mengalami rawan pangan adalah Nusa Tenggara
Timur (31,79 persen) sedangkan yang paling rendah adalah Bangka Belitung (3,77
persen).
Topik 3.
Peta Kesehatan Balita di Indonesia, 2017.
(Sumber Data: VSEN17.K)

Penelitan yang Menunjukkan adanya Pengaruh Kesehatan Balita terkait Stunting

Ardian Candra M , Hertanto W. Subagio, Ani Margawati. 2016. Determinan Kejadian Stunting Pada Bayi Usia
6 Bulan di Kota Semarang. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi/article/viewFile/16302/11942
M Rizal Permadi, Diffah Hanim, Kusnandar, dan Dono Indarto. 2016. Risiko Inisiasi Menyusu Dini Dan
Praktek Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak 6-24.
https://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/pgm/article/view/5965/804580458063
Indah Yuliana. 2015. Faktor-faktor Penentu Disparitas Prevalensi Stunting Pada Balita Di Berbagai
Kabupaten/Kota di Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Aditianti. 2010. Faktor Determinan “Stunting” Pada Anak Usia 24 – 59 Bulan di Indonesia. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Eksplorasi Variabel pada “Peta Kesehatan Balita di Indonesia, 2017 “


a. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).
b. Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini.
c. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif.
d. Pemberian ASI pada anak usia 7 – 23 bulan.
e. Imunisasi Lengkap.
Persentase Persentase Persentase Persentase
Persentase
Wanita Wanita ASI Eksklusif Imunisasi
Karakteristik Masih ASI
Melahirkan Melakukan Pada Anak Lengkap
(6-23 bln)
Anak BBLR n IMD (<6 bln) (12-23 bln)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Indonesia 14,57 67,21 55,96 73,61 50,31
Perdesaan 14,62 64,05 57,22 78,24 48,49
Tipe daerah
Perkotaan 14,53 70,02 54,77 69,56 51,90
Kuintil 1 (rendah) 15,59 65,95 59,83 80,33 48,45
Kuintil 2 14,72 65,01 56,15 77,24 47,72
Pengeluaran
Kuintil 3 14,50 68,63 56,46 73,60 49,61
Perkapita
Kuintil 4 14,41 68,04 48,28 69,63 52,13
Kuintil 5 (tinggi) 13,21 69,39 57,16 62,83 55,67
<=SD 15,64 64,37 56,23 79,42 45,64
SMP 14,88 68,72 58,28 77,38 52,04
Ijazah Ibu
SMA/D1-3 13,93 68,19 53,84 70,28 52,98
D4/S1-3 12,10 69,88 62,42 69,64 57,35
Status Tidak Bekerja 14,72 67,24 57,63 77,60 50,45
Bekerja Ibu Bekerja 14,08 67,10 46,92 66,28 49,87
<20 tahun 19,39 63,52 59,24 80,13 40,42
20-29 13,99 68,19 56,21 74,99 51,17
Umur Ibu
30-39 14,13 66,99 56,10 74,61 48,54
>=40 tahun 18,68 63,45 - 71,14 -
Jml anak 1-2 orang 14,17 68,18 56,69 74,43 52,67
lhr hidup 3-4 orang 15,22 65,90 56,97 75,93 47,48
Ibu >=5 orang 17,74 58,61 46,72 74,92 36,58
Topik 3.
Peta Kesehatan Balita di Indonesia, 2017.
(Sumber Data: VSEN17.K)

Gambar. Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun yang Melahirkan Anak Terakhir BBLR, di Indonesia Tahun 2015-2017.

20
15 14.57
10 13.03 14.35
5
0
2015 2016 2017

Gambar. Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun yang Melahirkan Anak Terakhir BBLR Menurut Provinsi, di Indonesia Tahun 2017.

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 3.
Peta Kesehatan Balita di Indonesia, 2017.
(Sumber Data: VSEN17.K)

Peta Tematik. Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun yang Melaksanakan IMD Saat Melahirkan Anak Terakhir
Menurut Kabupaten, di Indonesia Tahun 2017.

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 3.
Peta Kesehatan Balita di Indonesia, 2017.
(Sumber Data: VSEN17.K)

Persentase
ASI Eksklusif,
Peta Tematik. 2015 - 2017
Persentase Anak Usia < 6 Bulan yang Diberikan ASI Eksklusif
Menurut Provinsi, di Indonesia Tahun 2017. 55,96
50,04
45,09 2017
2016
2015

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 3.
Peta Kesehatan Balita di Indonesia, 2017.
(Sumber Data: VSEN17.K)

Persentase Anak Usia 6 -23 Bulan yang Masih Diberikan ASI Menurut Kabupaten/Kota, di Indonesia Tahun 2017.

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 3.
Peta Kesehatan Balita di Indonesia, 2017.
(Sumber Data: VSEN17.K)

Gambar. Persentase Anak Usia 12 -23 Bulan yang Imunisasi Lengkap* Menurut Provinsi, di Indonesia Tahun 2017.

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


* Anak usia usia 12–23 tahun telah menerima 1 (satu) kali imunisasi BCG, 3 (tiga) kali imunisasi hepatitis B, 3 (tiga) kali imunisasi DPT,
3 (tiga) kali imunisasi polio, dan 1 (satu) kali imunisasi campak
Topik 4.

Situasi Ketersedian Air Minum Layak dan


Sanitasi Layak di Indonesia
Tulisan Ilmiah Pengaruh Air Minum Layak dan Sanitasi Layak terkait Penurunan Stunting

1. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk
Intervensi Anak Kerdil (Stunting) - Ringkasan. 2017. Jakarta:TNP2K
2. Harriet Torlesse, Aidan Anthony Cronin, Susy Katikana Sebayang, Robin Nandy. Determinants of
stunting in Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey indicate a prominent role
for the water, sanitation and hygiene sector in stunting reduction. BMC Public Health. 2016; 16:
669. Published online 2016 Jul 29. doi: 10.1186/s12889-016-3339-8,
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4966764.
3. UNICEF South Asia. 2015. Stop Stunting in South Asia A Common Narrative on Maternal and
Child Nutrition UNICEF South Asia Strategy 2014-2017. Nepal: UNICEF South Asia.
4. Lulu'ul Badriyah, Ahmad Syafiq. The Association Between Sanitation, Hygiene, and Stunting in Children
Under Two-Years (An Analysis of Indonesia’s Basic Health Research, 2013). Makara J. Health Res., 2017,
21(2): 35-41 doi: 10.7454/msk.v21i2.6002 .
http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/view/6002/3928
5. Atmarita, Tatang S. Fallah. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Makalah
disajikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta 17-19 Mei 2004.
Topik 4.

Situasi Ketersedian Air Minum Layak dan


Sanitasi Layak di Indonesia

Air minum yang layak adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran), keran
umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur
terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 meter dari pembuangan
kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air kemasan, air isi
ulang, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur tidak terlindung, mata
air tidak terlindung, dan air permukaan (seperti sungai/danau/waduk/kolam/irigasi).

Air minum aman dan berkelanjutan adalah air minum (termasuk air untuk memasak, mandi,
cuci, dll) yang berasal dari sumber air minum layak (sesuai definisi diatas) yang memenuhi
aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan keterjangkauan), yaitu:
(i) lokasi sumber air minum berada di dalam atau di halaman rumah;
(ii) jarak ke sumber air minum kurang dari 1 km atau memerlukan waktu kurang dari 30
menit (pulang pergi termasuk antri) untuk mendapatkan air;
(iii) memenuhi kondisi fisik air minum (tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak
berbusa, dan tidak berbau); dan
(iv) memenuhi kondisi biologi dan kimiawi air minum.
Topik 4.

Situasi Ketersedian Air Minum Layak dan


Sanitasi Layak di Indonesia
Proporsi populasi yang memiliki fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air adalah Proporsi
populasi yang memiliki fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air adalah perbandingan antara
banyaknya rumah tangga yang memiliki kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dengan
jumlah rumah tangga seluruhnya.
Fasilitas sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan, antara lain
klosetnya menggunakan leher angsa, tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tanki
septik (septic tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), dan fasilitas sanitasi tersebut
digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain tertentu.
Rumah tangga yang menempati rumah tidak layak huni adalah rumah tangga yang memiliki
skor 5-7 dengan memperhatikan kondisi rumah berdasar 7 (tujuh) indikator pembentuk:
Jenis atap rumah terbuat dari Jerami/ijuk/alang-alang/rumbia/daun atau lainnya, skor=1.
Jenis dinding rumah terbuat dari bambu atau lainnya, skor=1.
Jenis lantai tanah atau lainnya, skor=1.
Luas lantai per kapita kurang dari 7,2 meter persegi, skor=1.
Sumber penerangan bukan listrik, skor=1.
Menggunakan air yang termasuk dalam kategori air tidak layak sebagai air minum, skor=1.
Menggunakan fasilitas sanitasi yang termasuk dalam kategori sanitasi tidak layak, skor=1.
Topik 4.

Situasi Ketersedian Air Minum Layak dan


Sanitasi Layak di Indonesia
Gambar. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Air Minum Layak Menurut Provinsi, di Indonesia Tahun 2017.

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 4.

Situasi Ketersedian Air Minum Layak dan


Sanitasi Layak di Indonesia

Gambar. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi Layak Menurut Provinsi, di Indonesia Tahun 2017.

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 4.

Situasi Ketersedian Air Minum Layak dan


Sanitasi Layak di Indonesia

Peta. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Cuci Tangan Pake Sabun Menurut Provinsi, di Indonesia Tahun 2017.

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 4.

Situasi Ketersedian Air Minum Layak dan


Sanitasi Layak di Indonesia

Peta. Persentase Rumah Tangga yang Tinggal di Rumah Tidak Layak Huni Menurut Provinsi, di Indonesia Tahun 2017.

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 5.

Pola Kebutuhan Keluarga Berencana


yang Tidak Terpenuhi di Indonesia, 2017.

Penelitan yang Menunjukkan adanya Pengaruh Kebutuhan Keluarga Berencana terkait Stunting

1. Carrie Shapiro-Mendoza, Beatrice J Selwyn, David P Smith, Maureen Sanderson. Parental pregnancy
intention and early childhood stunting: findings from Bolivia. International Journal of Epidemiology,
Volume 34, Issue 2, 1 April 2005, Pages 387–396, https://doi.org/10.1093/ije/dyh354.
2. Rosha, B., Kumala Putri, D., dan Surya Putri, I. Determinan Status Gizi Pendek Anak Balita Dengan
Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007-2010). Jurnal
Ekologi Kesehatan, Volume 12, 3 Sep 2015, Hal:195 - 205. doi:10.22435/jek.v12i3 Sep.3866.195 – 205
3. Aditianti. 2010. Faktor Determinan “Stunting” Pada Anak Usia 24 – 59 Bulan di Indonesia.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Eksplorasi Variabel pada “Pola Kebutuhan Keluarga Berencana


yang Tidak Terpenuhi di Indonesia, 2017“

Metode analisis regresi logistik biner.


Pengaruh variabel bebas: status bekerja, kepemilikan jaminan kesehatan nasional (JKN),
tipe daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan (kuintil pengeluaran
per kapita), umur, dan jumlah anak yang dilahirkan.
Terhadap variabel tak bebas: wanita dengan kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi.
̂ Selang
Odds kepercayaan 95 %
Peubah Bebas S.E. Uji Wald Sig. Ratio untuk Exp( )
(Exp( )) Batas Batas
Bawah Atas
(1) (2) (3) (4) (6) (7) (8) (9)
Status bekerja
Bekerja -0,003 0,012 0,076 0,78 0,997 0,973 1,021
Status Kepemilikan JKN
Memiliki JKN 0,013 0,012 1,893 0,17 1,017 0,993 1,041
Tipe daerah
Perkotaan 0,152 0,012 148,510 0,00 1,164 1,136 1,193
Ijazah
>=SMU 0,192 0,013 212,133 0,00 1,211 1,181 1,243
Pengeluaran perkapita
Kuintil 1 (terendah) 198,448 0,00
Kuintil 2 - 0,190 0,019 105,096 0,00 0,827 0,797 0,857
Kuintil 3 -0,233 0,019 154,275 0,00 0,792 0,764 0,822
Kuintil 4 -0,200 0,019 113,113 0,00 0,818 0,789 0,849
Kuintil 5 (tertinggi) -0,123 0,020 38,832 0,00 0,884 0,850 0,919
Kelompok umur
15-29 1543,140 0,00
30-39 0,094 0,017 30,494 0,00 1,098 1,062 1,135
40-49 0,561 0,018 998,140 0,00 1,752 1,692 1,814
Kelompok jml anak lahir hidup
Belum memiliki anak (0) 1897,475 0,00
1-2 orang 0,956 0,033 817,551 0,00 2,602 2,437 2,778
3-4 orang 1,164 0,035 1114,103 0,00 3,203 2,992 3,430
>=5 orang 1,599 0,039 1715,901 0,00 4,946 4,586 5,335
Konstanta -2,743 0,036 5700,698 0,00 0,064
̂

Topik 5.

Pola Kebutuhan Keluarga Berencana


yang Tidak Terpenuhi di Indonesia, 2017.

Hasil olah data membuktikan bahwa variabel status bekerja dan kepemilikan JKN tidak
berpengaruh signifikan terhadap kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi.
Hasil ini perlu tindak lanjut, mengingat pemenuhan jaminan pelayanan kontrasepsi
dengan berlakunya program JKN telah ditanggung pemerintah
Saat ini wanita yang tidak bekerja pun memiliki keinginan yang sama untuk melakukan
penjarangan ataupun pembatasan jumlah kelahiran.

Peningkatan peluang memiliki kebutuhan KB yang tidak terpenuhi terjadi apabila wanita
usia 15-49 tahun berstatus kawin:
Tinggal di daerah perkotaan,
Memiliki ijazah lebih tinggi dari SMA,
Berada pada kelompok umur lebih tua,
Memiliki jumlah anak lahir hidup lebih banyak, dan
Berada pada kuintil pengeluaran per kapita terendah
̂

Topik 5.

Pola Kebutuhan Keluarga Berencana


yang Tidak Terpenuhi di Indonesia, 2017.
Gambar. Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun Berstatus Kawin
Dengan Kebutuhan Kontasepsi yang Tidak Terpenuhi
Menurut Alasan Tidak Menggunakan Alat/Cara KB
49.60 49.50
Peta Tematik. 40.20 49.40
36.50 38.60
Persentase Wanita Usia 15-49 Tahun Berstatus Kawin
Dengan Kebutuhan Kontasepsi yang Tidak Terpenuhi
Menurut Kabupaten/Kota, di Indonesia Tahun 2017. 4.70
6.00 5.30 0.20 6.80 5.30 5.90
1.30 0.70

Tidak Tidak tahu Takut efek Lainnya Tidak tahu


setuju KB alat/cara samping Perdesaan
KB Perkotaan
Perkotaan + Perdesaan

Keterangan:

Sumber data: Susenas Maret, 2017


Topik 6.

Situasi Pelayanan Maternal di Indonesia,


2016.

Penelitan yang Menunjukkan adanya Pengaruh Pelayanan Maternal terkait Stunting


• Ramirez Nobora F. , Luis. F. Gamboa, Arjun S. Bedi and Robert Sparrow. Child Malnutrition and Antenatal
Care: Evidence from Three Latin American Countries. Working Paper No. 536 International Institute of
Social Studies. 2012.
• Chuku Stella Nwenebunha. Low Birth Weight in Nigeria: Does Antenatal Care Matter?. 2008.
• Mamabolo LR, Alberts M, Steyn NP, Henriette ADW and Naomi SL. Prevalence and determinants of
stunting and over weight in 3-year-old black South African children residing in the Central Region of
Limpopo Province, South Africa. Public Health Nutrition 2005; 8(5), 501–508. DOI:
10.1079/PHN2005786. 2005.
• Najahah Imtihanatun, Kadek Treshna Adi, GN Indraguna Pinatih. Faktor risiko Stunting Usia 12-36
Bulan di Puskesmas Dasan Agung, Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Public Health and
Preventive Medicine Archive Vol.1 No. 2. 2013.

Eksplorasi Variabel pada “Situasi Pelayanan Maternal di Indonesia, 2016“


a. Pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan.
b. Pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan.
c. Pemeriksaan lengkap saat periksa kehamilan (1. ditimbang berat atau diukur tinggi badan
2. diukur tekanan darah 3. diukur lingkar lengan atas (lila) 4. diperiksa kandungan (tinggi
rahim, letak dan denyut jantung janin) 5. ditanya status imunisasi tt 6. diberi tablet zat besi
sebanyak 90 butir 7. diperiksa urin atau darah )
d. Frekuensi periksa kehamilan/K4 (min 1 kali di tw 1; min 1 kali di tw 2; min 2 kali di tw 3)
e. Jumlah konsumsi zat besi selama mengandung
Pemeriksaan Pemeriksaan K4 (tanpa Konsumsi zat
K4 (min 1 kali di tw 1;
kehamilan di kehamilan Periksa memperhatikan besi selama
Karakteristik *) min 1 kali di tw 2;
faskes pada nakes Lengkap waktu) mengandung
min 2 kali di tw 3) (%)
(%) (%) (%) (%)
Indonesia 97,17 97,58 90,79 84,07 76,79 21,85
Tipe daerah Tempat Tinggal
Perkotaan 99,01 99,26 94,48 89,61 83,05 24,97
Perdesaan 95,24 95,81 86,92 78,26 70,23 18,59
Umur ibu
15-19 tahun 97,52 97,57 87,70 78,23 71,54 18,85
20-34 tahun 97,36 97,68 91,65 84,70 77,48 21,85
35-49 tahun 96,38 97,21 88,39 83,19 75,54 22,61
Tingkat pendidikan ibu
Tidak/belum
87,80 88,19 74,08 65,61 56,99 16,56
pernah sekolah
SD 96,00 96,93 88,13 80,41 71,96 19,62
SMP 97,30 97,67 91,03 83,84 76,98 20,02
SMA 98,55 98,73 92,71 86,95 79,37 24,33
Perguruan tinggi 99,49 99,69 97,09 91,22 86,33 24,87
Kelompok pengeluaran rumah tangga
Kuintil 1 94,57 95,41 85,36 79,03 70,47 19,50
Kuintil 2 96,62 97,43 90,07 81,49 73,63 19,96
Kuintil 3 97,80 97,91 92,00 83,97 77,33 21,37
Kuintil 4 98,79 98,74 93,62 86,83 80,56 22,22
Kuintil 5 99,50 99,54 95,83 93,01 86,67 28,67
*) Wanita usia 15-49 tahun pernah kawin dan pernah melahirkan anak lahir hidup dalam dua tahun terakhir
yang mendapatkan pemeriksaan lengkap
Topik 6.

Situasi Pelayanan Maternal di Indonesia,


2016.

Persentase Wanita usia 15-49 tahun Persentase Wanita usia 15-49 tahun yang
yang Periksa ke Faskes Saat Mengandung, Periksa ke Faskes Saat Mengandung,
Menurut Jenis Fasilitas Kesehatan, 2016
2016
Topik 6.

Situasi Pelayanan Maternal di Indonesia,


2016.

Persentase Wanita usia 15-49 tahun


yang Periksa ke Nakes Saat Persentase Wanita usia 15-49 tahun
yang Periksa ke Nakes Saat Mengandung,
Mengandung, 2016 Menurut Jenis Tenaga Kesehatan
Topik 6.

Situasi Pelayanan Maternal di Indonesia,


2016.

Persentase Wanita usia 15-49 tahun yang Periksa ke Nakes Saat Mengandung dan
Mendapatkan Pemeriksaan Lengkap, 2016
Topik 6.

Situasi Pelayanan Maternal di Indonesia,


2016.
Persentase Wanita usia 15-49 tahun yang Periksa ke Nakes Saat
Mengandung dengan Frekuensi Minimal 4 Kali (K4)
Tanpa Memperhitungkan Waktu Pemeriksaang
Topik 6.

Situasi Pelayanan Maternal di Indonesia,


2016.

Persentase Wanita usia 15-49 tahun yang Periksa ke Nakes Saat Mengandung
dengan Frekuensi Minimal 4 Kali (K4)
(Minimal 1 kali pada Tw 1; Minimal 1 kali pada Tw 2; dan Minimal 2 kali pada Tw 3)
Topik 6.

Situasi Pelayanan Maternal di Indonesia,


2016.

Persentase Wanita usia 15-49


Persentase Wanita usia 15-49
Menurut Kebiasaan Mengonsumsi
Pil Zat Besi Saat Mengadung Menurut Kebiasaan Mengonsumsi Pil Zat Besi
(>=90 butir) Saat Mengandung

11.79

16.19
51.65

20.37

Tidak Minum pil tambah darah atau lupa


Minum pil tambah darah kurang dari 90
Minum pil tambah darah lebih dari 90
Minum pil tambah darah tetapi lupa jumlahnya

Anda mungkin juga menyukai