Latar Belakang
Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia
saat ini adalah permintaan terhadap pangan lebih cepat daripada
penyediaannya. Permintaan yang meningkat cepat merupakan resultan dari
peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli
masyarakat, dan perubahan selera. Sementara itu, kapasitas produksi pangan
nasional tumbuh lambat bahkan stagnan karena adanya kompetisi dalam
pemanfaatan sumber daya lahan dan air serta stagnasi pertumbuhan
produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidakseimbangan pertumbuhan
permintaan dan kapasitas produksi nasional tersebut mengakibatkan penyediaan
pangan nasional yang berasal dari impor cenderung meningkat. Ketergantungan
terhadap pangan impor ini diterjemahkan sebagai ketidakmandirian dalam
penyediaan pangan nasional.
Komitmen pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan
diantaranya diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996
tentang Pangan. Ketahanan pangan disebutkan sebagai kodisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Undang-Undang ini
kemudian didukung dengan peraturan pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan. Namun demikian telah dirumuskan Rancangan Undang-
Undang Pangan 2012 yang menyatakan bahwa, Ketahatan Pangan adalah
kondisi terpenuhinya Pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau sesuai dengan keyakinan dan
budaya, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan,
(Nuhfil Hanani, 2012). Perkembangan kebijakan pemerintah tentang ketahanan
pangan maka pemerintaah membuat UU No.18 Tahun 2012 tentang pangan
dimana dalam undang-undang tersebut mengkaji tentang ketahanan pangan
wilayah sebagai dasar dalam pencapaian ketahanan pangan secara nasional.
Mewujudkan ketahanan pangan telah menjadi komitmen nasional
sebagaimana dicantumkan dalam Garis-garis Besar Halauan Negara 1999-2004
yaitu Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada
keragaman sumberdaya pangan, kelembagaan dan budaya lokal, dalam rangka
menjamin tersedianya pangan dan nutrisi baik jumlah maupun mutu yang
dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau, dengan memperhatikan
peningkatan pendapatan petani/nelayan serta produksi yang diatur dengan
undang-undang (Anonimous, 2002).
Masalah-masalah dalam ketahanan pangan sebenarnya tidak lagi
sepenuhnya hanya bersumber dari masalah ketersediaan dan akses pasar,
tetapi jugs termasuk akibat kurangnya kesadaran masyarakat terhadap konsumsi
pangan yang sehat. Oleh karena itu masalah penyediaan pangan bisa melalui
pendekatan program swasembada pangan, akan tetapi secara empiris masih
menimbulkan masalah yaitu sulitnya mempertahankan secara konsistan
kebijakan swasembada yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Disamping itu
sampai tahap tertentu program swasembada pangan dapat menyebabkan
terabaikannya prinsip keunggulan komparatif dan kompetitif dari suatu komoditi
tertentu. Oleh karena itu program swasembada pangan dengan cara substitusi
impor akan tetap memerlukan biaya yang besar.
Strategi Badan Ketahanan Pangan dalam melaksanakan pembangunan
ketahanan pangan tahun 2010-2014 diarahkan untuk mencapai tujuan dan
sasaran dalam pemantapan ketahanan pangan masyarakat dengan mengacu
pada penerapan ketujuh gema revitalisasi pembangunan pertanian. Di samping
itu, strategi untuk menuju ketahanan pangan dan kemandirian pangan juga
mengacu pada Lima Prinsip Roma (Five Rome Principles for Sustainable
Global Food Security) yang dihasilkan melalui KTT Pangan tahun 2009, yaitu
(1) Memberikan dukungan dan bantuan internasional kepada negara
berkembang untuk menerapkan program-program nasional yang bertujuan untuk
Membangunan sektor pertanian dan mencapai ketahanan pangan; (2)
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama di tingkat nasional, regional dan
internasional dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dengan sektor
pertanian dan ketahanan pangan; (3) Menerapkan strategi comprehensive twin-
track approach untuk ketahanan pangan dengan: (a) segera mengambil langkah-
langkah jangka pendek untuk membantu kelompok rentan, dan (b) menerapkan
kebijakan jangka menengah dan panjang untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan di sektor pertanian, mencapai ketahanan pangan, dan mengatasi
akar permasalahan dari masalah kelaparan dan kemiskinan; (4) Sepakat untuk
meningkatkan effiensi, koordinasi, dan effektifitas badan-badan multilateral yang
menangani pertanian dan ketahanan pangan; (5) Meningkatkan investasi dan
pendanaan untuk sektor pertanian dan ketahanan pangan, termasuk dengan
menempatkan sektor pertanian sebagai prioritas dalam anggaran belanja negara.
Kabuaten Mimika sebagai bagian dari wilayah di provinsi Papua dimana
persoalan ketahanan pangan wilayah merupakan hal yang harus mendapat
perhatian khusus. Kabupaten Mimika terdiri dari 18 Distrik, dan ..
kampung/desa. Dalam menganalisis ketahanan pangan wilayah maka unit
analisisnya adalah kampung atau desa.
Tujuan Kajian
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka tujuan kajian dibedakaan
atas luaran (output) dan hasil (outcam) sebagai berikut:
Luaran (Output) Kajian
a. Tersedianya informasi tentang indikator yang digunakan untuk mengukur
tingkat ketahanan pangan wilayah di Kabupaten Mimika
b. Menghasilkan klasifikasi ketahanan pangan wilayah di Kabupaten Mimika
c. Menghasilkan strategi dalam peningkatan ketahanan pangan wilayah di
Kabupaten Mimika
Hasil (Outcame) Penelitian
a. Memberikan gambaran tentang kondisi ketahanan pangan wilayah di
Kabupaten Mimika.
b. Menciptakan kajian ketahanan wilayah berdasarkan 4 aspek yaitu,
ketersediaan pangan. akses pangan, penyerapan pangan dan kerentanan
pangan di Kabupaten Mimika
c. Merumuskan strategi dalam peningkatan ketahanan pangan wilayah di
Kabupaten Mimika
DASAR HUKUM
Tim Kerja
Kegiatan strategi dan peningkatan ketahanan pangan wilayah di Kabupaten
Mimika akan dilaksakan oleh tim sebagai berikut:
1. Team Leader
Tim leader adalah ahli agribisnis dengan minimal berijazah S3 dengan
tugas sebagai berikut :
a. Mengkoordinir seluruh Kegiatan Penyusunan Profil ketahanan Pangan
Wilayah di Kabupaten Mimika.
b. Mengkoordinir pelaporan kegiatan
c. Bertanggung jawab atas penyelesaian kegiatan.
4. Ahli Pemetaan
Ahli Pemetaan adalah sarjana S2 Pemetaan atau memiliki sertifikat ahli
pemetaan minimal 5 tahun dengan tugas sebagai berikut:
a. Menganalisis dan menginterpretasi citra satelit
b. Melakukan tabulasi dan analisis dan data yang telah dikumpulkan.
c. Membuat peta potensi sumberdaya
d. Membuat laporan kegiatan sesuai dengan bidang kajiannya
5. Tenaga pendamping
a. Asisten AHli Penginderaan Jauh dan SIG : pendidikan minimal S1,
memiliki kemampuan pengolahan data citra dan SIG.
b. Surveyor : Pendidikan minimal S1, untuk kegiatan Survei yang terkait
dengan ketahanan pangan wilayah.
c. Tenaga administrasi
Jadwal Penelitian
Pelaksanaan kegiatan ini direncanakan selama 6 bulan dengan rincian sebagai
berikut:
1 Persiapan
2 Pengumpulan
Data
3 Tabulasi Data
4 Analisis data
5 Penulisan
laporan
6 Seminar Akhir
7 Pelaporan Hasil
Kajian
Penutup
Demikian TOR ini disusun untuk dapat dipergunakan sebagai acuan
dalam pelaksanaan kegiatan.
Menyetujui : PPTK,
Pengguna Anggaran
----------------------------------------- --------------------------------------