Anda di halaman 1dari 46

PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA

STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN


BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

A. ANALISIS KESESUAIAN DENGAN RENCANA TATA RUANG


Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya. Keberadaan ruang yang terbatas dan
pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan
ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang
transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Analisis ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kesesuaian lokasi pembangunan bumi
perkemahan dengan arahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Mimika.
1. Rencana Struktur Ruang
Lokasi pembangunan bumi perkemahan terletak di Distrik Iwaka.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Mimika Nomor 15 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Mimika tahun
2011-2031, Distrik Mimika Baru dan Distrik Iwaka yang merupakah
wilayah pemekaran dari Distrik Kuala Kencana termasuk dalam
klasifikasi Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Selain itu lokasi
pembangunan bumi perkemahan juga berdekatan dengan rencana
pembangunan jaringan transportasi seperti stasiun kereta api, rel
kereta api, serta terminal penumpang tipe A. Dengan demikian maka
Distrik Mimika Baru dan Distrik Iwaka secara fungsional memiliki peran

LAPORAN AKHIR V-1


PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

penting dalam memicu pertumbuhan pembangunan Kabupaten Mimika


khususnya dan Provinsi Papua umumnya. Dalam mencermati pentingnya
fungsi ini, maka untuk penataan ruangnya dalam tinjauan regional,
direkomendasikan hal-hal konsepsional sebagai berikut :
 Pengembangan infrastruktur perhubungan menjaga fungsinya
sebagai pusat kegiatan nasional;
 Pengembangan ruang-ruang jasa, perdagangan, dan jasa, serta
pelayanan aktifitas kota sebagai elemen pemicu utama
pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Mimika pada umumnya
serta distrik Iwaka pada khususnya;
 Pengembangan pusat-pusat kegiatan baru, untuk mencegah
kelebihan beban spasial pada pusat kota khususnya pada Distrik
Iwaka
Gambar 5.1
Peta Lokasi Bumi Perkemahan di Tinjau dari Rencana Struktur Ruang

2. Rencana Pola Ruang


Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan rencana
distribusi peruntukan ruang dalam wilayah kabupaten yang meliputi

LAPORAN AKHIR V-2


PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan


ruang untuk fungsi budi daya. Rencana pola ruang wilayah kabupaten
berfungsi:
 Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi
masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan;
 Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
 Sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah
lima tahunan untuk dua puluh tahun; dan
 Sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang.
Arahan pola ruang pada lokasi pembangunan Bumi perkemahan
adalah kawasan gambut dan sempadan sungai. Meskipun termasuk
dalam kawasan lindung namun lokasi pembangunan juga merupakan
rencana pengembangan Kawasan Pusat Kota Baru Timika, sehingga
perlu adanya perubahan dalam arahan pola ruang.

Gambar 5.2
Peta Lokasi Bumi Perkemahan di Tinjau dari Rencana Pola Ruang

3. Rencana Kawasan Strategis


Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan bagian wilayah
kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai

LAPORAN AKHIR V-3


PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi,


sosial budaya, dan/atau lingkungan. Penentuan kawasan strategis
kabupaten lebih bersifat indikatif. Batasan fisik kawasan strategis
kabupaten akan ditetapkan lebih lanjut di dalam rencana tata ruang
kawasan strategis.
Kawasan strategis kepentingan pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Mimika bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi
dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada. Kawasan ini
diharapkan dapat menjadi sumber-sumber pendapatan ekonomi bagi
pemerintah dan masyarakat. Fungsi kawasan diarahkan untuk kegiatan
budidaya, dengan mengembangkan aglomerasi berbagai kegiatan
ekonomi yang memiliki kecenderungan Optimalisasi potensi ekonomi
cepat tumbuh dan sektor unggulan yang dapat menggerakkan
pertumbuhan ekonomi, yang didukung jaringan prasarana dan fasilitas
penunjang kegiatan ekonomi.
Dalam rencana kawasan strategis sebagaimana diarahkan dalam
RTRW kabupaten Mimika dimana Distrik Kuala Kencana merupakan
Kawasan strategis Kabupaten dari sudut kepentingan ekonomi.
Berdasarkan arahan RTRW Kabupaten Mimika tahun 2011-2031 wilayah
Distrik Iwaka diarahkan sebagai kawasan strategis pertanian terpadu.
Dengan melihat kondisi tersebut, Distrik Iwaka dari arahan tata ruang
sudah sesuai dengan dalam pengembangan kawasan Bumi perkemahan.
Untuk lebih jelasnya mengenai arahan kawasan strategis Kabupaten
pada lokasi bumi perkemahan dapat dilihat pada gambar berikut :

LAPORAN AKHIR V-4


PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Gambar 5.3
Peta Lokasi Bumi Perkemahan di Tinjau dari
Rencana Kawasan Strategis

B. ANALISIS KONDISI STATUS HUTAN DILOKASI PEMBANGUNAN


BUMI PERKEMAHAN
Analisis kondisi status hutan dilakukan untuk mengetahui kelayakan
lokasi pembangunan bumi perkemahan Berdasarkan SK Menteri Kehutanan
Nomor 782 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor 891/KPTS-II/1999 Tentang Penunjukan
Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya Seluas +/-
42.224.840 Ha. Apabila ditinjau dari status hutan maka lokasi
pembangunan bumi perkemahan masuk dalam kawasan hutan produksi
konversi (HPK), sehingga untuk kelayakan pembangunan bumi perkemahan
maka status Hutan Produksi Konversi (HPK) perlu diturunkan menjadi
Areal Penggunaan Lainnya (APL).

LAPORAN AKHIR V-5


PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Gambar 5.4
LOKASI BUMI PERKEMAHAN DITINJAU DARI STATUS KAWASAN HUTAN

C. ANALISIS PENENTUAN LOKASI


1. Analisis Satuan Kemampuan Lahan
a. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi
Tujuan analisis SKL Morfologi adalah memilah bentuk bentang
alam/morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang
mampu untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya. Dalam
analisis SKL Morfologi melibatkan data masukan berupa peta
morfologi dan peta kelerengan dengan keluaran peta SKL Morfologi
dengan penjelasannya. Hasil analisis SKL Morfologi dapat dilihat
dalam tabel

LAPORAN AKHIR V-6


PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.1
Analisis SKL Morfologi
No. Peta
Peta Morfologi SKL Morfologi Nilai
Kelerengan
Kemampuan lahan dari
1 Bergunung > 40 % 1
morfologi tinggi
Berbukit, Kemampuan lahan dari
2 15 – 40 % 2
bergelombang morfologi cukup
Kemampuan lahan dari
3 Berombak 8 – 15 % 3
morfologi sedang
Kemampuan lahan dari
4 Landai 3–8% 4
morfologi kurang
Kemampuan lahan dari
5 Datar 0–3% 5
morfologi rendah
Sumber : Hasil Analisis 2017
Morfologi berarti bentang alam, kemampuan lahan dari
morfologi tinggi berarti kondisi morfologis suatu kawasan kompleks.
Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa gunung,
pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan dan
atau tidak layak dikembangkan. Lahan seperti ini sebaiknya
direkomendasikan sebagai wilayah lindung atau budi daya yang tak
berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi
tinggi tidak bisa digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah.
Sedangkan kemampuan lahan dari morfologi rendah berarti kondisi
morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan mudah
dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budi daya.
Morfologi sama artinya dengan bentang alam atau kondisi
alam di suatu daerah. Kemampuan lahan dari morfologi tinggi
artinya kondisi alam disana berupa pengunungan, gunung dan
bergelombang. Melihat kondisi alam yang begitu akibatnya daerah
tersebut sangat sulit dikembangkan dan direkomendasikan sebagai
daerah budi daya, Untuk wilayah alternative 1 dan alternative 2
merupakan lahan dapat dikembangkan dari segi morfologi untuk
pembangunan.

LAPORAN AKHIR V-7


PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.2
Hasil SKL Morfologi
No. Lokasi Nilai SKL Keterangan

1 Bumi Perkemahan 5 Pengembangan Wilayah

Sumber : Hasil Analisis 2017

b. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan


Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk
mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan/atau kawasan
untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan/
pengembangan kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng,
peta jenis tanah, peta penggunaan lahan eksisting, dengan keluaran
peta SKL Kemudahan Dikerjakan dan penjelasannya. Sebelum
melakukan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan, terlebih dahulu
harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa
yaitu jenis tanah
Dalam analisis ini, akan ditinjau faktor pembentukan tanah
dari aspek waktu pembentukkannya di mana tanah merupakan
benda alam yang terus menerus berubah, akibat pelapukan dan
pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan menjadi
semakin tua dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara
telah habis mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang
sukar lapuk seperti kuarsa. Karena proses pembentukan tanah yang
terus berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut menjadi
tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Tanah Muda ditandai
oleh proses pembentukan tanah yang masih tampak pencampuran
antara bahan organik dan bahan mineral atau masih tampak struktur
bahan induknya. Contoh tanah muda adalah tanah aluvial, regosol
dan litosol. Tanah Dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut
sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu
dengan proses pembentukan horison B. Contoh tanah dewasa adalah
andosol, latosol, grumosol. Tanah Tua proses pembentukan tanah

LAPORAN AKHIR V-8


PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

berlangsung lebih lanjut sehingga terjadi proses perubahan-


perubahan yang nyata pada horizon-horoson A dan B. Akibatnya
terbentuk horizon A1, A2, A3, B1, B2, B3. Contoh tanah pada
tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol tua (laterit).

Tabel 5.3
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL
Kemudahan Dikerjakan
Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur
beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi
1. Alluvial dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, 5
kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di daerah
dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah
cekungan (depresi). (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan
profil, solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan
hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh
berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat
2. Andosol licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, 3
agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi
sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan
peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk
abu atau tuf vulkanik. (Suhendar, Soleh)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison tanah
belum terlihat secara jelas. Tanah entisol umumnya
3. Gleisol dijumpai pada sedimen yang belum terkonsolidasi, seperti 4
pasir, dan beberapa memperlihatkan horison diatas
lapisan batuan dasar. (Djauhari, Noor)
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil,
agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai
(granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di
lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan
plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak,
4. Grumosol umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas 2
absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi.
Jenis ini berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung
atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah
iklim sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari
2500 mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi
horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur
remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak
5. Latosol teguh, warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya 2
di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 –
1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik,
breksi batuan beku intrusi. (Suhendar, Soleh)
6. Litosol Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, 4

LAPORAN AKHIR V-9


PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras,
kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-
kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop).
Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya
berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat
kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi.
Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya
di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai
curam. (Suhendar, Soleh)
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang
hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai
horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur
gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah,
pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi,
7. Mediteran berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf 1
vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub
humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500
mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst
dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus
tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst
disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh)
8. Non Cal 3
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral,
9. Regosol kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material 4
vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai
dan gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh)
Sumber : Hasil Analisa 2017

Tabel 5.4
Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
Peta
Peta SKL
Peta Peta Peta Penggunaan
No. Jenis Kemudahan Nilai
Morfologi Kelerengan Ketinggian Lahan
Tanah Dikerjakan
Eksisting
Kemudahan
1. Bergunung > 40 % >3000 m Mediteran Hutan dikerjakan 1
rendah
Pertanian,
Perkebunan, Kemudahan
Berbukit, 2000 –
2. 15 – 40 % Latosol Pertanian dikerjakan 2
bergelombang 3000 m
tanah kering kurang
semusim
Kemudahan
1000 – Semak
3. Berombak 8 – 15 % Andosol dikerjakan 3
2000 m belukar
sedang
4. Landai 3 – 8% 500 – 1000 Regosol Tegalan, Kemudahan 4

LAPORAN AKHIR V - 10
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Peta
Peta SKL
Peta Peta Peta Penggunaan
No. Jenis Kemudahan Nilai
Morfologi Kelerengan Ketinggian Lahan
Tanah Dikerjakan
Eksisting
Tanah dikerjakan
m
kosong cukup
Kemudahan
5. Datar 0–3% 0 – 500 m Alluvial Permukiman dikerjakan 5
tinggi
Sumber : Hasil Analisis 2017

Tabel 5.5
Hasil SKL Mudah Dikerjakan

No. Lokasi Nilai SKL Penilaian Keterangan


Kemudahan Pengembangan
1 Bumi Perkemahan 5 dikerjakan Wilayah
tinggi
Sumber : Hasil Analisis 2017

c. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng


Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk
mengetahui tingkat kemantapan lereng di wilayah pengembangan
dalam menerima beban. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng,
peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah hujan, peta
bencana alam (rawan bencana gunung berapi dan kerentanan
gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan, dengan keluaran peta
SKL Kestabilan Lereng dan penjelasannya. Sebelum melakukan
analisis SKL Kestabilan Lereng, terlebih dahulu harus diketahui
penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.

Tabel 5.6
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL
Kestabilan Lereng
Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
1. Alluvial Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami 2
perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium,
tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur ,
konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH
bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi.

LAPORAN AKHIR V - 11
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai,
dataran aluvial pantai dan daerah cekungan
(depresi). (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah mineral yang telah mengalami
perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak
coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik
tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah,
konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak
2. Andosol (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak 1
asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi
sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang
dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari
batuan induk abu atau tuf vulkanik. (Suhendar,
Soleh)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison
tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol
umumnya dijumpai pada sedimen yang belum
3. Gleisol 2
terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa
memperlihatkan horison diatas lapisan batuan
dasar. (Djauhari, Noor)
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan
profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur
kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga
pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat
lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah
retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan
4. Grumosol 3
basa, dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas
lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu
kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik
bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim sub
humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500
mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi
diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur
lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi
gembur hingga agak teguh, warna coklat merah
5. Latosol 5
hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim
basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000 meter,
batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi
batuan beku intrusi. (Suhendar, Soleh)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan
profil, batuan induknya batuan beku atau batuan
sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm)
bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan
induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan
6. Litosol pada umumnya berpasir, umumnya tidak 4
berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan
kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi
berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
(Suhendar, Soleh)

LAPORAN AKHIR V - 12
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum
sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah,
mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga
lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi
teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak
basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang,
permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari
7. Mediteran batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis 3
bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub
humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari
2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan,
topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di
bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah –
kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa.
(Suhendar, Soleh)
8. Non Cal 3
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya
netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
9. Regosol 2
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai.
Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan
di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir
pantai. (Suhendar, Soleh)
Sumber : Hasil Analisis 2017

LAPORAN AKHIR V - 13
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.7
Analisis SKL Kestabilan Lereng
Peta Peta
Peta Peta
Peta Penggunaan Peta Curah Kerentanan SKL Kestabilan
No. Peta Morfologi Keleren Jenis Nilai
Ketinggian Lahan Hujan Gerakan Lereng
gan Tanah
Eksisting Tanah

Tegalan, sangat rawan


> 3000 Kestabilan lereng
1 Bergunung > 40 % >3000 m Andosol Tanah 1
mm/tahun rendah
kosong

Berbukit, 15 – 40 2000 – 3000 Regosol, Semak 1500 –3000 Kestabilan lereng


2 Rawan 2
Bergelombang % m Alluvial belukar mm/tahun kurang

1000 – 2000 Meditera 1000 – 1500 Kestabilan lereng


3 Berombak 8 – 15 % Hutan agak rawan 3
m n mm/tahun sedang

Pertanian,
Perkebunan
500 – 1000 < 1000
4 Landai 3–8% , Pertanian Aman Kestabilan lereng 4
m mm/tahun
tanah kering tinggi
semusim

5 Datar 0–3% 0 – 500 m Latosol Permukiman Aman 5

Sumber : Hasil Analisis 2017

LAPORAN AKHIR V - 14
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.8
Hasil SKL Kestabilan Lereng
No. Lokasi Nilai SKL Penilaian Keterangan
Kestabilan Pengembangan
1 Bumi Perkemahan 5
Lereng Tinggi Wilayah
Sumber : Hasil Analisis 2017

d. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi


Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung bangunan
berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis pondasi
yang sesuai untuk masing-masing tingkatan. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta SKL kestabilan lereng, peta
jenis tanah, peta kedalaman efektif tanah, peta tekstur tanah, peta
hidrogeologi dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran
peta SKL Kestabilan Pondasi dan penjelasannya. Sebelum
melaksanakan analisis SKL Kestabilan pondasi, harus diketahui
terlebih dahulu sifat faktor pendukungnya terhadap analisis
kestabilan pondasi meliputi jenis tanah.

Tabel 5.9
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis Kestabilan
Pondasi
Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium,
tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur ,
konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH
1. Alluvial 1
bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi.
Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai,
dataran aluvial pantai dan daerah cekungan
(depresi). (Suhendar, Soleh)
2. Andosol Jenis tanah mineral yang telah mengalami 2
perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak
coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik
tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah,
konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak
(smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak
asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi
sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang

LAPORAN AKHIR V - 15
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari
batuan induk abu atau tuf vulkanik. (Suhendar,
Soleh)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison
tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol
umumnya dijumpai pada sedimen yang belum
3. Gleisol 2
terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa
memperlihatkan horison diatas lapisan batuan
dasar. (Djauhari, Noor)
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan
profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur
kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga
pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat
lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah
retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan
4. Grumosol 3
basa, dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas
lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu
kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik
bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim sub
humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500
mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi
diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur
lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi
gembur hingga agak teguh, warna coklat merah
5. Latosol 5
hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim
basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000 meter,
batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi
batuan beku intrusi. (Suhendar, Soleh)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan
profil, batuan induknya batuan beku atau batuan
sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm)
bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan
induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan
6. Litosol pada umumnya berpasir, umumnya tidak 4
berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan
kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi
berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
(Suhendar, Soleh)
7. Mediteran Tanah mempunyai perkembangan profil, solum 3
sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah,
mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga
lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi
teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak
basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang,
permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari
batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis
bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub
humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari
2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan,

LAPORAN AKHIR V - 16
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di
bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah –
kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa.
(Suhendar, Soleh)
8. Non Cal 3
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya
netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
9. Regosol 2
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai.
Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan
di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir
pantai. (Suhendar, Soleh)
Sumber : Hasil Analisa 2017

LAPORAN AKHIR V - 17
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.10
Analisis SKL Kestabilan Pondasi
Peta Jenis Peta Tekstur Peta Penggunaan
No. SKL Kestabilan Lereng SKL Kestabilan Pondasi Nilai
Tanah Tanah Lahan Eksisting

Kestabilan lereng Tegalan, Tanah Daya dukung dan kestabilan


1. Alluvial 1
rendah kosong pondasi rendah
Kasar (Pasir)
Kestabilan lereng Andosol,
2. Semak belukar 2
kurang Regosol Daya dukung dan kestabilan
Kestabilan lereng Sedang pondasi kurang
3. Mediteran Hutan 3
sedang (lempung)

Pertanian,
Perkebunan,
4. Kestabilan lereng Daya dukung dan kestabilan 4
Halus (liat) Pertanian tanah
tinggi kering semusim pondasi tinggi

5. Latosol Permukiman 5
Sumber : Hasil Analisa 2017

LAPORAN AKHIR V - 18
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.11
Hasil SKL Kestabilan Pondasi
No. Lokasi Nilai SKL Penilaian Keterangan

Kestabilan Pengembangan
1 Bumi Perkemahan 4
Pondasi Tinggi Wilayah

Sumber : Hasil Analisis 2017

Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang


mendukung stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan
terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis pondasi
wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi artinya wilayah
tersebut akan stabil untuk pondasi bangunan apa saja atau untuk
segala jenis pondasi. Kestabilan pondasi rendah berarti wilayah
tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan. Kestabilan pondasi
kurang berarti wilayah tersebut kurang stabil, namun mungkin untuk
jenis pondasi tertentu, bisa lebih stabil, misalnya pondasi cakar
ayam.

e. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air


Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk
mengetahui tingkat ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air
pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan.
Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi,
peta kelerengan, peta curah hujan, peta hidrogeologi, peta jenis
tanah dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta
SKL Ketersediaan Air dan penjelasannya. Sebelum melakukan
analisis SKL Ketersediaan Air , terlebih dahulu harus diketahui
penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.

Tabel 5.12

LAPORAN AKHIR V - 19
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL
Ketersediaan Air
Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan
1. Aluvial menjadi lengket dan bila kekeringan akan 2
mengeras. (Rachmiati, Yati).
Tanah Andosol mempunyai sifat fisik yang baik,
daya pengikatan air yang sangat tinggi, sehingga
selalu jenuh air jika tertutup vegetasi. Sangat
gembur, struktur remah atau granuler dengan
granulasi yang tak pulih. Permeabilitas sangat tinggi
2. Andosol 5
karena mengandung banyak makropori, fraksi
lempung sebagian besar alofan dengan berat jenis
kurang dari 0,85 dan kandungan bahan organik
biasanya tinggi, yaitu antara 8% - 30%.( Sri
Damayanti, Lusiana, 2005).
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi
oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan
dataran rendah atau cekungan, hampir selalu
tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu
hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung,
struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat,
bersifat asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan
3. Gleisol 4
organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei
kontinu yang berwarna kelabu pucat pada
kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil
tanah selalu jenuh air.
Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub
humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.
(Suhendar, Soleh).
Tanah Grumosol mempunyai sifat struktur lapisan
atas granuler dan lapisan bawah gumpal atau pejal,
jenis lempung yang terbanyak montmorillonit
4. Grumosol sehingga tanah mempunyai daya adsorpsi yang 2
tinggi yang menyebabkan gerakan air dan keadaan
aerasi buruk dan sangat peka terhadap erosi. ( Sri
Damayanti, Lusiana, 2005).
Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan
5. Latosol menjadi lengket dan bila kekeringan akan mengeras 1
dengan struktur remah. (Rachmiati, Yati).
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan
profil, batuan induknya batuan beku atau batuan
sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm)
bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan
induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan
6. Litosol pada umumnya berpasir, umumnya tidak 3
berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan
kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi
berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
(Suhendar, Soleh).

LAPORAN AKHIR V - 20
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum
sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah,
mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga
lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi
teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak
basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang,
permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari
7. Mediteran batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis 3
bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub
humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari
2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan,
topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di
bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah –
kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa.
(Suhendar, Soleh).
8. Non Cal 2
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya
netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
9. Regosol 3
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai.
Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan
di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir
pantai. (Suhendar, Soleh).
Sumber : Hasil Analisa 2017

LAPORAN AKHIR V - 21
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.13
Analisis SKL Ketersediaan Air
Peta
Peta Peta Peta
Peta Peta Penggunaan SKL Ketersediaan
No. Kelerenga Jenis Curah Nilai
Morfologi Ketinggian Lahan Air
n Tanah Hujan
Eksisting

Tegalan, Ketersediaan air


1 Bergunung > 40 % >3000 m Latosol 1
Tanah kosong sangat rendah

Berbukit,
2000 – 3000 Semak < 1000 Ketersediaan air
2 Bergelomba 15 – 40 % Alluvial 2
m belukar mm/tahun rendah
ng

Meditera 1000 –
1000 – 2000 Ketersediaan air
3 Berombak 8 – 15 % n, Hutan 1500 3
m sedang
Regosol mm/tahun

Pertanian,
Perkebunan,
500 – 1000 1500 –3000
4 Landai 3–8% Pertanian 4
m mm/tahun Ketersediaan air
tanah kering
semusim tinggi

> 3000
5 Datar 0–3% 0 – 500 m Andosol Permukiman 5
mm/tahun
Sumber : Hasil Analisis 2017

LAPORAN AKHIR V - 22
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.14
Hasil SKL Ketersediaan Air
No. Lokasi Nilai SKL Penilaian Keterangan

Ketersediaan Pengembangan
1 Bumi Perkemahan 4
Air Tinggi Wilayah

Sumber : Hasil Analisis 2017

f. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Untuk Drainase


Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan lahan dalam mengalirkan air hujan secara
alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal maupun
meluas dapat dihindari. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi,
peta jenis tanah, peta curah hujan, peta kedalaman efektif tanah,
dan penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL untuk
Drainase dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL untuk
Drainase, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang
terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.

Tabel 5.15
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL untuk
Drainase
Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
1. Aluvial Merupakan tanah-tanah muda, yang belum 1
mempunyai perkembangan profil, dengan susunan
horison A-C atau A-C-R, atau A-R. Tanah ini
terbentuk dari bahan aluvium, aluvium-marin,
marin, dan volkan. Umumnya pada landform
dataran, fluvio-marin, dan volkan. Penampang
tanah bervariasi, tekstur lempung berpasir sampai
pasir berlempung, dan berlapis-lapis (stratified)
atau berselang seling. Adanya perbedaan tekstur
berlapis-lapis tersebut menunjukkan proses
pengendapan dari limpasan sungai yang berulang;
sebagian mengandung kerikil di dalam penampang
tanah. Warna tanah coklat tua sampai gelap,
drainase buruk sampai cepat, struktur lepas sampai
masif, konsistensi gembur dan keras pada kondisi
kering. Reaksi tanah umumnya agak netral (pH 7),
kadar C organik sangat rendah sampai sedang, kadar
P2O5 dan K2O potensial sedang sampai tinggi, basa-
basa dapat tukar rendah sampai tinggi dan

LAPORAN AKHIR V - 23
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah,
tetapi kejenuhan basanya tinggi. Penggunaan lahan
umumnya bervariasi. (Blog TANI MUDA)
Merupakan tanah-tanah muda, yang belum/sedikit
mempunyai perkembangan profil, dengan susunan
horison A-C, A-C-R. Tanah ini terbentuk dari bahan
abu volkan (debu, pasir, dan kerikil). Umumnya
terbentuk pada landform volkanik. Penampang
tanah dangkal sampai dalam, tekstur lempung
berpasir sampai pasir berlempung. Warna tanah
coklat tua sampai coklat tua kekuningan, drainase
sedang, struktur lepas sampai masif, konsistensi
2. Andosol gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi tanah 4
umumnya netral, kadar C organik sangat rendah
sampai sedang, kadar P2O5 dan K2O potensial
sedang sampai tinggi, basa-basa dapat tukar rendah
dan didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah
sampai sedang, tetapi kejenuhan basanya tinggi.
Umumnya Andisols di kabupaten Bima beriklim
kering (ustic). Penggunaan lahan umumnya tegalan,
semak, rumput, belukar, semak, dan hutan. (Blog
TANI MUDA)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison
tanah belum terlihat secara jelas. Tanah entisol
umumnya dijumpai pada sedimen yang belum
3. Gleisol 2
terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa
memperlihatkan horison diatas lapisan batuan
dasar. (Djauhari, Noor)
Jenis tanah grumosol sifat tanahnya mudah longsor
4. Grumosol 1
dan memiliki drainase buruk. (Kota Probolinggo)
5. Latosol Tanah yang sudah menunjukkan adanya 5
perkembangan profil, dengan susunan horison A-Bw-
C pada lahan kering dengan drainase baik, atau
susunan horison A-Bg-C pada lahan basah dengan
drainase terhambat. Tanah terbentuk dari berbagai
macam bahan induk, yaitu tuf volkan masam, tuf
volkan intermedier (andesitik), tufa pasiran, dan
granodiorit serta skis. Tanah ini mempunyai
penyebaran paling luas, menempati grup landform
dataran volkan, perbukitan volkan, dan dataran
tektonik. Tanah dari bahan volkan intermedier
berwarna coklat kemerahan, tekstur lempung
berliat sampai liat, penampang dalam, dan struktur
cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh.
Reaksi tanah netral, kadar C dan N organik sangat
rendah sampai sedang, kadar P dan K potensial
sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar
didominasi oleh Ca dan Mg, KTK tanah rendah, KTK
liat rendah sampai tinggi, dan kejenuhan basa
tinggi. Pada landform dataran volkan sifat tanah
dipengaruhi oleh bahan induknya. Tanah

LAPORAN AKHIR V - 24
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
penampang cukup dalam, berwarna coklat
kekuningan sampai kemerahan, drainase baik,
tekstur halus sampai agak halus, konsistensi gembur
sampai teguh, dan reaksi tanah agak masam sampai
masam. Sebagian besar telah diusahakan untuk
lahan pertanian, seperti persawahan, tegalan dan
kebun campuran. Sisanya masih berupa semak
belukar dan hutan. (Blog TANI MUDA)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan
profil, batuan induknya batuan beku atau batuan
sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm)
bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan
induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan
6. Litosol pada umumnya berpasir, umumnya tidak 3
berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan
kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi
berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
(Suhendar, Soleh).
7. Mediteran Sama dengan inceptisol/latosol 5
8. Non Cal 2
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya
netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
9. Regosol 2
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai.
Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan
di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir
pantai. (Suhendar, Soleh).
Sumber : Hasil Analisa 2017

LAPORAN AKHIR V - 25
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.16
Analisis SKL Untuk Drainase
Peta
Peta Peta
Peta Peta Peta Penggunaan SKL
No. Jenis Curah Nilai
Morfologi Kelerengan Ketinggian Lahan Drainase
Tanah Hujan
Eksisting
1 Bergunung > 40 % >3000 m Andosol Permukiman 5
Berbukit, < 1000 Drainase
2000 – Alluvial, Tegalan,
2 Bergelomba 15 – 40 % mm/ta tinggi 4
3000 m Regosol Tanah kosong
ng hun
Pertanian,
1000 –
Perkebunan,
1000 – Meditera 1500 Drainase
3 Berombak 8 – 15 % Pertanian 3
2000 m n mm/ta cukup
tanah kering
hun
semusim
1500 –
500 – 1000 3000
4 Landai 3–8% Hutan 2
m mm/ta
Drainase
hun
kurang
> 3000
Semak
5 Datar 0–3% 0 – 500 m Latosol mm/ta 1
belukar
hun
Sumber : Hasil Analisa 2017

Tabel 5.17
Hasil SKL Drainase

No. Lokasi Nilai SKL Penilaian Keterangan


Bumi Drainase Pengembangan
1 2 Wilayah
Perkemahan kurang
Sumber : Hasil Analisis 2017

g. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi


Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui
daerah-daerah yang mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat
diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi serta antispasi
dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan

LAPORAN AKHIR V - 26
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

lereng, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta tekstur tanah,


peta curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan
keluaran peta SKL Terhadap Erosi dan penjelasannya. Sebelum
melakukan analisis SKL Terhadap Erosi, terlebih dahulu harus
diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu
jenis tanah.

Tabel 5.18
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL
Terhadap Erosi
Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
1. Aluvial Jenis-jenis tanah yang tidak peka terhadap 5
2. Andosol erosi: 2
3. Gleisol  Aluvial 5
 Gleisol
4. Grumosol 2
Jenis tanah yang agak peka erosi:
5. Latosol  Latosol 4
6. Litosol Jenis tanah dengan kepekaan sedang: 1
7. Mediteran  Non Cal 3
8. Non Cal  Mediteran 3
Jenis tanah yang peka terhadap erosi:
 Andosol
 Grumosol
Jenis tanah yang sangat peka erosi:
9. Regosol  Regosol 1
 Litosol

Sumber: Studi Sub DAS Citarik


Sumber : Hasil Analisa 2017

LAPORAN AKHIR V - 27
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.19
Analisis SKL Terhadap Erosi
Peta
Peta Peta
Peta Peta Jenis Peta Tekstur Penggunaan
No. Kelerenga Curah SKL Erosi Nilai
Morfologi Tanah Tanah Lahan
n Hujan
Eksisting

> 3000 Semak


1 Bergunung > 40 % Regosol Erosi tinggi 1
mm/tahun belukar

Berbukit, Kasar (Pasir)


1500 –3000 Tegalan, Erosi cukup
2 Bergelomba 15 – 40 % Andosol 2
mm/tahun Tanah kosong tinggi
ng

Pertanian,
1000 – Perkebunan,
Sedang
3 Berombak 8 – 15 % Mediteran 1500 Pertanian Erosi sedang 3
(lempung)
mm/tahun tanah kering
semusim

< 1000 Erosi sangat


4 Landai 2–8% Latosol Permukiman 4
Halus (liat) mm/tahun rendah

5 Datar 0–2% Alluvial Hutan Tidak ada erosi 5


Sumber : Hasil Analisa 2017

LAPORAN AKHIR V - 28
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.20
Hasil SKL Erosi
No. Lokasi Nilai SKL Penilaian Keterangan
Bumi Pengembangan
1 5 Tidak Ada Erosi
Perkemahan Wilayah
Sumber : Hasil Analisis 2017

Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air


atau angin. Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan
terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan tanah
sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada
pengelupasan lapisan tanah.

h. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah


Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk
mengetahui mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk
ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengeolahan
limbah, baik limbah padat maupun cair. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan,
peta topografi, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah
hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta
SKL Pembuangan Limbah dan penjelasannya. Sebelum melakukan
analisis SKL Pembuangan Limbah, terlebih dahulu harus diketahui
penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.

Tabel 5.21
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL
Pembuangan Limbah
Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
1. Aluvial Dalam penilaian ini digunakan kepekaan terhadap 5
2. Andosol erosi dimana jenis tanah untuk lokais pembuangan 2
3. Gleisol limbah harus tidak peka terhadap erosi. 5
4. Grumosol Jenis-jenis tanah yang tidak peka terhadap erosi: 2
5. Latosol  Aluvial 4
6. Litosol  Gleisol 1

LAPORAN AKHIR V - 29
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Jenis
No. Sifat Nilai
Tanah
7. Mediteran 3
8. Non Cal 3

Jenis tanah yang agak peka erosi:


9. Regosol 1
 Latosol
Jenis tanah dengan kepekaan sedang:
 Non Cal
 Mediteran
Jenis tanah yang peka terhadap erosi:
 Andosol
 Grumosol
Jenis tanah yang sangat peka erosi:
 Regosol
 Litosol
Sumber : Hasil Analisa 2017

LAPORAN AKHIR V - 30
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.22
Analisis SKL Pembuangan Limbah
Peta
Peta Peta Peta
No Peta Peta Penggunaan SKL Pembuangan
Kelerenga Jenis Curah Nilai
. Morfologi Ketinggian Lahan Limbah
n Tanah Hujan
Eksisting
> 3000
1 Bergunung > 40 % >3000 m Regosol Hutan 1
mm/tahun
Kemampuan
Pertanian,
lahan untuk
Berbukit, Perkebunan,
2000 – 3000 1500 –3000 pembuangan
2 Bergelomba 15 – 40 % Andosol Pertanian 2
m mm/tahun limbah kurang
ng tanah kering
semusim
Kemampuan
1000 –
1000 – 2000 Mediter lahan untuk
3 Berombak 8 – 15 % 1500 Permukiman 3
m an pembuangan
mm/tahun
limbah sedang
500 – 1000 < 1000 Kemampuan
4 Landai 2–8% Latosol Semak belukar 4
m mm/tahun lahan untuk
Tegalan, tanah pembuangan
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Alluvial 5
kosong limbah cukup
Sumber : Hasil Analisa 2017

LAPORAN AKHIR V - 31
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk


memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau tidak sebagai lokasi
pembuangan. Analisa ini menggunakan peta hidrologi dan
klimatologi. Kedua peta ini penting, tapi biasanya tidak ada data
rinci yang tersedia. SKL pembuangan limbah kurang berarti wilayah
tersebut kurang/tidak mendukung sebagai tempat pembuangan
limbah.

Tabel 5.23
Hasil SKL Pembuangan Limbah
No. Lokasi Nilai SKL Penilaian Keterangan

Kemampuan Pengembangan
Bumi lahan untuk Wilayah
1 5
Perkemahan pembuangan
limbah cukup
Sumber : Hasil Analisis 2017

i. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam


Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana
alam khususnya dari sisi geologi, untuk menghindari/mengurangi
kerugian dari korban akibat bencana tersebut. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta peta morfologi, peta
kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta tekstur
tanah, peta curah hujan, peta bencana alam (rawan gunung berapi
dan kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan eksisting
dengan keluaran peta SKL Terhadap Bencana Alam dan
penjelasannya. Analisis SKL terhadap Bencana Alam juga
mengikutsertakan analisis terhadap jenis tanah yang sama dengan
SKL Terhadap Erosi.

LAPORAN AKHIR V - 32
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.24
Analisis SKL Terhadap Bencana Alam
Peta
Peta
Peta Peta Peta Peta Kerentan
No Peta Peta Penggunaan SKL Bencana
Keleren Jenis Curah Tekstur an Nilai
. Morfologi Ketinggian Lahan Alam
gan Tanah Hujan Tanah Gerakan
Eksisting
Tanah

Tegalan, sangat
> 3000
1 Bergunung > 40 % >3000 m Regosol Tanah rawan 1
mm/tahun Potensi
kosong Kasar
bencana alam
Berbukit, 1500 – (Pasir)
15 – 40 2000 – Semak tinggi
2 Bergelomba Andosol 3000 rawan 2
% 3000 m belukar
ng mm/tahun

1000 – Potensi
1000 – Meditera Sedang agak
3 Berombak 8 – 15 % Hutan 1500 bencana alam 3
2000 m n (lempung) rawan
mm/tahun cukup

Pertanian,
Perkebunan
500 – 1000 , Pertanian < 1000 Potensi
4 Landai 2–8% Latosol Halus Aman 4
m Tanah mm/tahun bencana alam
Kering (liat)
kurang
Semusim

5 Datar 0–2% 0 – 500 m Alluvial Permukiman Aman 5


Sumber Hasil Analisa 2017

LAPORAN AKHIR V - 33
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.25
Hasil SKL Bencana Alam

No. Lokasi Nilai SKL Penilaian Keterangan


Potensi Pengembangan
Bumi
1 3 bencana alam Wilayah
Perkemahan
cukup
Sumber : Hasil Analisis 2017

j. Analisis Kemampuan Lahan


Analisis ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran
tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai
perkotaan, sebagai acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan
pada tahap analisis berikutnya. Data-data yang dibutuhkan
meliputi peta-peta hasil analisis SKL. Keluaran dari analisis ini
meliputi:

1) Peta klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan kawasan


2) Kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi
kawasan
3) Potensi dan kendala fisik pengembangan lahan
Langkah pelaksanaan:

1) Analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh


gambaran tingkat kemampuan pada masing-masing satuan
kemampuan lahan.
2) Menentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-
masing satuan kemampuan lahan, dengan penilaian 5 (lima)
untuk nilai tertinggi dan 1 (satu) untuk nilai terendah.
3) Mengalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing
satuan kemampuan lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa
jauh pengaruh satuan kemampuan lahan tersebut pada
pengembangan perkotaan.
4) Melakukan superimpose semua satuan-satuan kemampuan lahan,
dengan cara menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari
seluruh satuan-satuan kemampuan lahan dalam satu peta,

LAPORAN AKHIR V - 34
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

sehingga diperoleh kisaran nilai yang menunjukkan nilai


kemampuan lahan di wilayah perencanaan.
5) Menentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi
kelas-kelas kemampuan lahan, sehingga diperoleh zona-zona
kemampuan lahan dengan nilai tertentu yang menunjukkan
tingkatan kemampuan lahan di wilayah perencanaan dan
digambarkan dalam satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk
perencanaan pembangunan Bumi perkemahan.
Pembuatan peta nilai kemampuan lahan merupakan
penjumlahan nilai dikalikan bobot, yaitu:

1) Melakukan superimpose setiap satuan kemampuan lahan yang


telah diperoleh hasil pengalian nilai dengan bobotnya secara
satu per satu, sehingga kemudian diperoleh peta jumlah nilai
dikalikan bobot seluruh satuan secara kumulatif.
Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan
dalam sistem grid, kemudian memasukkan nilai dikalikan bobot
masing-masing satuan kemampuan lahan ke dalam grid tersebut.
Penjumlahan nilai dikalikan bobot secara keseluruhan adalah
tetap dengan menggunakan grid, yakni menjumlahkan hasil nilai
dikalikan bobot seluruh satuan kemampuan lahan pada setiap
grid yang sama

LAPORAN AKHIR V - 35
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.26
Pembobotan SKL

SKL
Kemudah SKL SKL SKL SKL SKL SKL SKL
SKL Kemampua
an Kestabila Kestabila Ketersedia Untuk Terhadap Pembuang Bencana
Morfologi n Lahan
Dikerjaka n Lereng n Pondasi an Air Drainase Erosi an Limbah Alam
n
Bobot: 5 Bobot: 1 Bobot: 5 Bobot: 3 Bobot: 5 Bobot: 5 Bobot: 3 Bobot: 0 Bobot: 5 Total Nilai

Bobot x
Nilai
Bumi 25 5 25 12 20 10 15 0 15 127
Perkema
han

Sumber : Hasil Analisis 2017

LAPORAN AKHIR V - 36
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Dari total nilai dibuat beberapa kelas yang memperhatikan


nilai minimum dan maksimum total nilai. Dari angka di atas, nilai
minimum yang mungkin diperoleh ada;ah 32 sedangkan nilai
maksimum yang dapat diperoleh adalah 160. Dengan demikian,
pengkelasan dari total nilai ini adalah:

1) Kelas a dengan nilai 32 – 58


2) Kelas b dengan nilai 59 – 83
3) Kelas c dengan nilai 84 – 109
4) Kelas d dengan nilai 110 – 134
5) Kelas e dengan nilai 135 – 160
Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-
beda seperti pada tabel:

Tabel 5.27
Nilai Kelas Kemampuan Lahan
Kelas Kemampuan
Total Nilai Klasifikasi Pengembangan
Lahan
32 – 58 Kelas a Kemampuan pengembangan sangat rendah
59 – 83 Kelas b Kemampuan pengembangan rendah
84 – 109 Kelas c Kemampuan pengembangan sedang
110 – 134 Kelas d Kemampuan pengembangan agak tinggi
135 – 160 Kelas e Kemampuan pengembangan sangat tinggi
Sumber : Hasil Analisis 2017

LAPORAN AKHIR V - 37
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.28
Kemampuan Lahan Per Lokasi

SKL SKL SKL SKL SKL SKL SKL SKL


SKL
Kemudahan Kestabilan Kestabilan Ketersediaan Untuk Terhadap Pembuangan Bencana Kemampuan
Morfologi
Dikerjakan Lereng Pondasi Air Drainase Erosi Limbah Alam Lahan Kemampuan
Lokasi
Lahan

Bobot

5 1 5 3 5 5 3 0 5 Total Nilai

Kemampuan
Bumi
pengembangan
Perkemahan 25 5 25 12 20 10 15 0 15 127
agak tinggi

Sumber : Hasil Analisis 2017

LAPORAN AKHIR V - 38
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

PETA 5.1
ANALISIS SATUAN KEMAMPUAN LAHAN LOKASI BUMI PERKEMAHAN

2. Kebutuhan Bangunan untuk Bumi Perkemahan


Lokasi tapak perancangan bumi perkemahan ini berada pada
Distrik Iwaka, dimana luasnya ± 20 Ha. Kondisi lokasi studi masih
berupa hutan dengan berbagai macam vegetasi didalamnya.
Berdasarkan peraturan Menteri Pariwisata nomor 24 tahun 2015
disyaratkan untuk luas lahan bumi perkemahan minimal 2,5 Ha
dengan kondisi kontur tanah adalah datar dan stabil. Jauh dari
kawasan rawan bencana. Sebagai konsep dalam pembangunan suatu
kawasan bumi perkemahan perlu ada pertimbangan ekologi kawasan
tersebut disamping pertimbangan teknis lainnya.

LAPORAN AKHIR V - 39
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Pada pendekatan ekologi, ada berbagai macam sudut


pandang dan penekanan, tetapi semua mempunyai arah dan tujuan
yang sama, yaitu konsep perancangan dengan :
 Mengupayakan terpeliharanya sumber daya alam, membantu
mengurangi dampak yang lebih parah dari pemanasan global,
melalui pemahaman prilaku alam.
 Mengelola tanah, air dan udara untuk menjamin
keberlangsungan siklus-siklus ekosistim didalamnya, melalui
sikap transenden terhadap alam tanpa melupakan bahwa
manusia adalan imanen dengan alam.
 Pemikiran dan keputusan di lakukan secara holistik, dan
kontekstual
 Perancangan dilakukan secara teknis dan ilmiah.
 Menciptakan kenyamanan bagi penghuni secara fisik, sosial dan
ekonomi melalui sistim-sistim dalam bangunan yang selaras
dengan alam, dan lingkungan sekitarnya.
 Penggunaan sistim-sistim bangunan yang hemat energi,
diutamakan penggunaan sistim-sistim pasif (alamiah), selaras
dengan iklim setempat, daur ulang dan menggunakan potensi
setempat.
 Penggunaan material yang ekologis, setempat, sesuai iklim
setempat, menggunakan energi yang hemat mulai pengambilan
dari alam sampai pada penggunaan pada bangunan dan
kemungkinan daur ulang.
 Meminimalkan dampak negatif pada alam, baik dampak dari
limbah maupun kegiatan.
 Meningkatkan penyerapan gas buang dengan memperluas dan
melestarikan vegetasi dan habitat mahluk hidup
 Menggunakan teknologi yang mempertimbangkan nilai-nilai
ekologi.
 Menuju pada suatu perancangan bangunan yang berkelanjutan.
Berdasarkan konsep pembangunan tersebut diatas maka
konsep penyesuaian bangunan dan pemilihan material banguan
harus diutamakan yang ramah lingkungan khususnya pada konsep

LAPORAN AKHIR V - 40
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

pembangunan bumi perkemahan ini. Adapun kebutuhan-kebutuhan


bangunan untuk rencana bumi perkemahan ini adalah:
Tabel 5.29
Tabel Kebutuhan Lahan untuk kawasan Bumi Perkemahan
No Fasilitas % Ha M2
1 Area Perkemahan 35.00% 7 70,000
2 RTH 30.00% 6 60,000
3 Parkiran 2.00% 0.4 4,000
4 Toko Serba Ada 0.25% 0.05 500
5 Tempat / Area Olahraga 2.50% 0.5 5,000
6 Tempat Permainan Indor 2.00% 0.4 4,000
7 Tempat Permainan Outdor 10.00% 2 20,000
8 Dapur Umum 1.50% 0.3 3,000
9 Tempat Ibadah 0.50% 0.1 1,000
10 Kamar Mandi dan Toilet 0.25% 0.05 500
11 Kantor Pengelola 1.50% 0.3 3,000
12 Area Tempat Sampah 2.00% 0.4 4,000
13 Gudang 2.00% 0.4 4,000
14 Klinik 0.25% 0.05 500
15 Ruang Pertemuan 2.50% 0.5 5,000
16 Jogging Track 5.00% 1 10,000
17 Ruang Genset 0.25% 0.05 500
18 Area Pengembangan 2.50% 0.5 5,000
Sumber :Hasil Analisis Tahun 2017

Kebutuhan luas lahan untuk area perkemahan disiapkan


seluas 7,0 hektar atau sekitar 35% dari lahan yang disiapkan. Area
perkemahan ini dibagi menjadi 2 kawasan yaitu untuk untuk area
pekemahan putri dan area perkemahan laki-laki. Luas lahan
tersebut sudah termasuk dengan area untuk upacara dan bangunan
semacam aula.
Sedangkan untuk menjaga kawasan tersebut tetap alami,
maka direncanakan untuk luas area ruang terbuka hijau 30% dari
luas lahan yang disiapkan atau seluas 6,0 Ha. Adapun fasilitas-
fasilitas tambahan tetap direncankan sebagai penunjang dalam
sebuah kawasan bumi perkemahan sebagaimana yang diatus dalam
Peraturan Menteri Pariwisata nomor 24 tahun 2015.

LAPORAN AKHIR V - 41
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Untuk tempat olah raga direncanakan seluas 0,5 Ha dengan


pertimbangan bahwa lapangan olahraga yang direncanakan adalah
lapangan sepak bola mini, lapangan bola voli dan lapangan takraw.
Untuk luas area permainan outdor dipersiapkan lahan seluas 2,0 Ha
dengan jenis-jenis permainan outdor yang direncanakan terbagi
menjadi 3 (tiga) stage, yaitu stage bumi, stage udara dan stage air
dengan masing-masing stage dibagi menjadi 2 kategori yaitu
ketegori dewasa dan ketegori anak-anak.
Jika ditinjau dari segi konstruksi tiap-tiap fasilitas yang
direncanakan dalam kawasan bumi perkemahan ini pada umunya
merupakan konstruksi yang ringan, dan yang tergolong bangunan
dengan konstruksi yang sedang hanya kantor pengelola, ruang
pertemuan dan rumah genset. Sehingga yang diperlukan untuk
perbaikan kondisi dan daya dukung tanah hanya pada ketiga
banguan tersebut.

Gambar 5.5 contoh lay out kawasan bumi perkemahan

LAPORAN AKHIR V - 42
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

3. Analisis kebutuhan aksesibilitas


Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan
lokasi tata guna lahan dalam berinteraksi satu sama lain, dan mudah
atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi. Tidak dapat
disangkal lagi bahwasanya keberadaan sistem jaringan jalan merupakan
faktor pendukung tinggi dan rendahnya aksesibilitas yang berpengaruh
bagi pengembangan wilayah. Prasarana transportasi mempunyai dua
peran utama, yaitu :
a. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah
perkotaan;
b. Sebagai prasarana bagi pergerakan manusia atau barang yang timbul
akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.

Aksesibilitas dapat pula dinyatakan dengan jarak. Jika suatu


tempat berdekatan dengan tempat lain, maka dapat dikatakan
memiliki aksesibilitas yang tinggi, demikian sebaliknya. Jadi suatu
wilayah yang berbeda pasti memiliki aksesibilitas yang berbeda, karena
aktivitas wilayah tersebut tersebar dalam sebuah ruang yang tidak
merata. Akan tetapi sebuah lahan yang diperuntukan untuk kawasan
strategis seperti bandar udara memiliki lokasi yang tidak sembarangan,
sehingga lokasinya pun sangat jauh dari kota karena harus
memperhatikan segi keamanan, pengembangan wilayah, dan lainnya.
Aksesibilitas menuju bandara menjadi rendah karena lokasinya yang
sangat jauh dari pusat kota, namun dapat diatasi dengan menyediakan
sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan kecepatan
tinggi. Artinya, saat ini ukuran aksesibilitas yang diukur berdasarkan
jarak sudah tidak lagi digunakan, namun dapat diukur berdasarkan
waktu tempuh.
Jadi aksesibilitas mengandung beberapa unsur yaitu moda
transportasi, prasarana, jarak dan waktu tempuh. Untuk rencana lokasi
study rencana pembangunan bumi perkemahan di Kabupaten Mimika ini
telah didukung oleh sarana dan prasarana transportasi sehingga akses

LAPORAN AKHIR V - 43
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

ke lokasi tersebut sudah sangat mudah. Prasarana transportasi yang


sudah ada adalah:
a. Bandar Udara
Bandar udara yang terdapat di Kabupaten Mimika ini adalah
Bandar Udara Mozes Kilangin. Bandar udara ini termasuk kategori
bandar udara domestik dan bandara kelas II berdasarkan data dari
Kementerian Perhubungan. Bandara ini merupakan salah satu pintu
masuk ke kota Timika dari seluruh wilayah Indonesia karena bandar
udara ini telah melayani penerbangan ke beberapa kota besar di
Indonesia seperti Jayapura, Sorong, Makassar, Denpasar dan
Jakarta. Disamping bandar udara ini juga melayani penerbangan ke
daerah-daerah sekitar Kabupaten Mimika seperti daerah Kokonao,
Akimuga, Ilaga dan Bilorai. Jarak bandara ke pusat Kota Timika
sekitar 2,0 Km. Sedangkan jarak Bandara ke lokasi rencana lokasi
bumi perkemahan adalah 28,8 Km.

b. Terminal Regional
Terminal regional yang ada di Kabupaten Mimika berjarak
sekitar 1 Km dari pusat Kota Timika. Terminal regional Timika ini
merupakan tempat transit bagi pengguna jasa trasnportasi umum
yang melayani daerah-daerah di wilayah Kabupaten Mimika. Adapun
jarak terminal dari rencana lokasi bumi perkemahan adalah 23 Km.
c. Pelabuhan Laut
Pelabuhan laut di Kabupaten Mimika berada di sebelah
selatan Kota Timika yang dikenal dengan Pelabuhan Pomako.
Pelabuhan ini melayani pelayaran nasional dan pelayaran-pelayaran
lokal. Pelabuhan Poumako ini merupakan salah satu pintu masuk ke
Kota Timika baik dari luar wilayah Kabupaten Timika maupun dari
dalam wilayah Kabupaten Mimika. Untuk mencapai lokasi rencana
bumi perkemahan maka terdapat 3 (tiga) alternatif rute perjalanan
yaitu:

LAPORAN AKHIR V - 44
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

 Rute – A, untuk mencapai lokasi rencana bumi perkemahan


dengan rute – A ini adalah melalui jalan Poros Poumako-Timika –
Jl. Yos Sudarso – Jl. Cendrawasih – Jl. Poros SP2 - SP5 – Jl. Poros
Limau Asri dengan jarak 67,40 Km. Rute ini merupakan akses
utama melalui Kota Timika.
 Rute – B, untuk mencapai lokasi rencana bumi perkemahan
dengan rute – B ini adalah melalui jalan Poros Poumako-Timika –
Jl. Poros Pigapu – Jl. Poros SP5 – Jl. Poros Limau Asri dengan
jarak 46,40 Km.
 Rute – C, untuk mencapai lokasi rencana bumi perkemahan
dengan rute – C ini adalah melalui jalan Poros Poumako-Timika –
Jl. Poros Mapuru Jaya – Jl. Poros Limau Asri dengan jarak 33,90
Km. Rute – C ini merupakan akses baru, namun agak sulit karena
masih ada satu titik jembatan penghubung yang belum dibangun.
Jadi jika melalui rute ini masih agak sulit untuk mecapai lokasi
rencana kegiatan.

d. Jalan
Kondisi jalan menuju lokasi bumi perkemahan sebagian
kondisinya sangat baik dan sebagian masih berupa perkerasan pasir
batu, adapaun lebar jalan rata-rata untuk akses ke lokasi bumi
perkemahan adalah 5 – 6 meter. Adapun tingkat kepadatan lalu
lintas saat ini menuju ke rencana lokasi bumi perkemahan tergolong
tidak padat hanya pada daerah kota Timika yang agak padat pada
jam-jam sibuk. Kondisi geografis jalur jalan menuju ke rencana
lokasi bumi perkemahan pada umumnya datar.

LAPORAN AKHIR V - 45
PEMERINTAH KABUPATEN MIMIKA
STUDI KELAYAKAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
BUMI PERKEMAHAN KABUPATEN MIMIKA

Tabel 5.30
Aksesibilitas menuju lokasi Bumi Perkemahan
Jarak
Tempuh Waktu Tempuh Kemudahan
No Prasarana Sarana Transportasi Kondisi Jalan
(menit) Akses
(Km)

1 Bandar Udara Mobil, Bus, Sepeda Motor Sangat baik, Datar 28,84 43,26 Mudah

2. Pelabuhan

- Rute A Mobil, Bus, Sepeda Motor Sangat baik, Datar 67,40 101,09 Mudah

- Rute B Mobil, Bus, Sepeda Motor Sangat baik, Datar 46,40 69,60 Mudah

- Rute C Mobil, Bus, Sepeda Motor Baik, Datar 33,39 50,09 Agak Sulit

3. Terminal Mobil, Bus, Sepeda Motor Sangat baik, Datar 22,93 34,40 Mudah

4. Pusat Kota Timika Mobil, Bus, Sepeda Motor Sangat baik, Datar 26,84 40,26 Mudah

Sumber :Hasil Analisis Tahun 2017

LAPORAN AKHIR V - 46

Anda mungkin juga menyukai