Anda di halaman 1dari 42

PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW

DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

BAB IV
ANALISA

4.1 ANALISIS KARAKTERISTIK WILAYAH


4.1.1 Kedudukan Dan Peran Bagian Wilayah Perencanaan Dalam
Wilayah Yang Lebih Luas (Kabupaten/Kota)
Pusat-pusat kegiatan di Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara
merupakan simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi, dan/atau
administrasi masyarakat di wilayah kabupaten, pusat
pertumbuhan atau pusat kegiatan berdasarkan skala
pelayanannya akan dibedakan menjadi tiga pusat pertumbuhan
atau kegiatan yaitu terdiri atas :
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), merupakan kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan;
b. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), merupakan kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa;dan
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), merupakan pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antar desa.
Kedudukan Kawasan Perkotaan Aek Kanopan di Kabupaten
Labuhanbatu Utara adalah sebagai Pusat Kegiatan Lokal
(PKL/PKLp) berperan sebagai pusat pemerintahan (ibukota
Kabupaten Labuhanbatu Utara) dan jasa perdagangan. Oleh
sebab itu, perlu ditinjau kembali fungsi dan manfaat Kawasan
Perkotaan Aek Kanopan dalam RDTR. Adapun fungsi RDTR dan
Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Aek Kanopan Kabupaten
Labuhanbatu Utara adalah:
a. Kendali mutu pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten
Labuhanbatu Utara berdasarkan RTRW;

ANALISA IV- 1
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

b. Acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari


kegiatan pemanfaatan ruang yang diatur dalam RTRW;
c. Acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;
d. Acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan
e. Acuan dalam penyusunan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan.
Sedangkan manfaat RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan
Perkotaan Aek Kanopan Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah
sebagai berikut:
a. Penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai
kesamaan fungsi dan lingkungan permukiman dengan
karakteristik tertentu;
b. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan
pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik
kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat;
c. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap
bagian wilayah sesuai dengan fungsinya di dalam struktur
ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan
d. Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan
untuk disusun program pengembangan kawasan dan
pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP
atau Sub BWP.

4.1.2 Keterkaitan Antar Wilayah Dan Antara Bagian Wilayah Yang


Lebih Luas (Kabupaten/Kota)
Suatu wilayah tertentu memiliki keterkaitan dengan
wilayah-wilayah yang lainnya. Demikian halnya dengan Kawasan
Perkotaan Aek Kanopan terhadap wilayah-wilayah di sekitarnya,
khususnya wilayah-wilayah yang termasuk dalam administrasi
Kabupaten Labuhanbatu Utara. Adapun kedudukan masing-
masing kecamatan dalam RTRW telah ditetapkan menjadi tiga
bagian, antara lain sebagai Pusat Kegiatan Lokal, Pusat Kegiatan
Kawasan, dan Pusat Pelayanan Lokal. Ketiga pusat-pusat
pelayanan ini memiliki fungsi dan peran masing-masing yang

ANALISA IV- 2
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain sehingga


terciptanya ruang atau lingkungan yang tetap berkelanjutan.
Untuk Kawasan Perkotaan Aek Kanopan memiliki
kedudukan sebagai pusat pemerintahan kabupaten dan pusat
perdagangan dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Dengan
kedudukannya tersebut, Kawasan Perkotaan Aek Kanopan
menjadi poros atau pusat bagi kecamatan atau kawasan lain
berkaitan dengan pemerintahan dan kebutuhan sandang,
pangan, dan papan. Dengan kata lain, Kawasan Perkotaan Aek
Kanopan harus mampu berperan sebagai motor penggerak roda
perekonomian dan pemerintahan di Kabupaten Labuhanbatu
Utara.
Kawasan Perkotaan Aek Kanopan dilalui oleh Jalan Lintas
Sumatera yang merupakan koridor utama yang menghubungkan
wilayah yang satu dengan wilayah yang lain, yang
menghubungkan wilayah antarprovinsi, antarkabupaten/kota,
serta antarkecamatan di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Dengan
kata lain, Kawasan Perkotaan Aek Kanopan merupakan simpul
transportasi bagi wilayah-wilayh lain dalam mempercepat,
mempermudah pergerakan manusia ataupun pendistribusian
barang/jasa dari satu tempat ke tempat lain.

4.1.3 Keterkaitan Antar Komponen Yang Di Kawasan Perencanaan


Keterkaitan antar komponen ruang diwujudkan dalam bentuk
pengalokasian komponen-komponen ruang yang saling terkait
dalam kerangka pengembangan kegiatan di Kawasan Perkotaan
Aek Kanopan. Komponen-komponen ruang yang terdapat di
kawasan perencanaan, khususnya dalam kegiatan ini meliputi:
1. Kawasan Lindung
a. Perlindungan Setempat
b. Ruang Terbuka Hijau
c. Jalur Hijau
2. Kawasan Budidaya
a. Zona Perumahan
Alokasi kepadatan perumahan yang diarahkan didasari atas
tingkat perkembangan aktivitas kegiatan yang memiliki

ANALISA IV- 3
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

aksesibilitas yang tinggi terhadap pergerakan manusia


sehingga membutuhkan lokasi bermukim yang dekat
dengan lokasi pusat kegiatan. Peruntukan perumahan
dalam kawasan perencanaan ini adalah dengan tingkat
kepadatan rendah (R-4).
b. Zona Perdagangan dan Jasa
Penetapan Rencana Pengembangan Perdagangan dan Jasa
dilakukan dengan mempertimbangkan potensi perkembangan
kawasan perkotaan yang memiliki potensi kegiatan
perdagangan dan jasa skala pelayanan kawasan serta untuk
menghindari pergeseran fungsi lahan atas dasar kebutuhan
masyarakat sehingga alokasi peruntukan ruang perdagangan
dan jasa diarahkan Permen PU 20 Tahun 2011 serta SNI 03-
1733 Tahun 2004 yang disesuaikan terhadap kebutuhan
perumahan hingga akhir tahun perencanaan. Untuk zona
perdagangan di kawasan perencanaan diperuntukan untuk
perdagangan dan jasa kopel (K-2), dan perdagangan dan jasa
deret (K-3).
c. Zona Pelayanan Umum
Penetapan rencana pengembangan sarana pelayanan umum
sesuai klasifikasi yang diarahkan Permen PU 20 Tahun 2011
serta SNI 03-1733 Tahun 2004 yang disesuaikan dengan

penduduk hingga akhir tahun perencanaan. Zona pelayanan


umum direncanakan untuk fasilitas pendidikan (SPU-1), fasilitas
transportasi (SPU-2), fasilitas kesehatan (SPU-3), fasilitas sosial
dan budaya (SPU-5), dan fasilitas peribadatan (SPU-6).
d. Zona Perkantoran
Alokasi peruntukan ruang perkantoran skala pelayanan
kecamatan diarahkan terpusat pada suatu lokasi guna
mempermudah aksesibilitas pencapaiaan masyarakat dalam
urusan pemerintahan maupun swasta. Untuk zona perkantoran
di kawasan perencanaan terbagi dua, yaitu perkantoran
pemerintah (KT-1) dan perkantoran swasta (KT-2)
e. Zona Campuran
Dasar penetapan rencana pengembangan zona campuran
disesuaikan dengan Permen PU 20 Tahun 2011 serta SNI 03-
1733 Tahun 2004 serta turunan dari kebijakan RTRW Kabupaten
Labuhanbatu Utara dan hasil kajian analisis berdasarkan

ANALISA IV- 4
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

kecenderungan/trend perkembangan di Kawasan Perkotaan Aek


Kanopan. Zona campuran terdiri dari zona perumahan dan
perkantoran (C-2)
Pengalokasian komponen-komponen ruang itu nantinya
memerlukan pertimbangan awal kesesuaian arahan makro
yang telah dirumuskan sebelumnya dengan kondisi eksisting
penggunaan lahan secara lebih mendalam dan rinci.
Kesesuaian ini akan menjadi dasar bagi perumusan arahan
detail selanjutnya, sehingga arahan makro dapat lebih
implementatif.

4.1.4 Karakteristik Fisik, Sosial, Dan Ekonomi


Keberlanjutan pengembangan Kawasan Perkotaan Aek
Kanopan dapat ditinjau dari penggunaan sumber daya alam dari
segi aspek fisik lingkungan, maka dari itu lahan sangat berperan
penting untuk keberlangsungan kehidupan, lahan
pengembangan wilayah merupakan sumber daya alam yang
memiliki keterbatasan dalam menampung kegiatan manusia
dalam pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Banyak contoh
kasus kerugian ataupun korban yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian penggunaan lahan yang melampaui
kapasitasnya. Untuk itulah perlu dikenali sedini mungkin
karakteristik fisik suatu kawasan Perkotaan Aek Kanopan untuk
dikembangkan, baik potensi sumberdaya alamnya maupun
kerawanan bencana yang dikandungnya, yang kemudian
diterjemahkan sebagai potensi dan kendala pengembangan
wilayah atau kawasan.
Analisis fisik dan lingkungan wilayah/kawasan ini adalah
untuk mengenali karakteristik sumberdaya alam tersebut, dengan
menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan, agar penggunaan
lahan dalam pengembangan wilayah dan/atau kawasan dapat
dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan
keseimbangan ekosistem.
Adapun sumber daya alam dan fisik lingkungan meliputi
kondisi geografis dan administrasi kawasan perencanaan, sumber
daya air, sumber daya tanah, tofografi dan kelerengan, geologi
lingkungan, klimatologi, analisis sumber daya alam (zona

ANALISA IV- 5
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

lindung) dan analisis sumber daya alam dan fisik lainnya (zona
budidaya). Kondisi geografis kawasan perencanaan terletak di
ketinggian 22 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan
tofografi landai dan agak datar. Dengan kondisi tersebut, daya
dukung lahan sangat cocok untuk pertumbuhan dan
perkembangan perkotaan.
Morfologi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah
suatu daerah, termasuk di dalamnya adalah perbedaan
kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, dan posisi
lereng. Topografi merupakan salah satu faktor pembentuk tanah.
Topografi dalam proses pembentukan tanah mempengaruhi:
 Jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh massa
tanah;
 Dalamnya air tanah;
 Besarnya erosi;
 Arah gerakan air berikut bahan terlarut di dalamnya dari
satu tempat ke tempat lain (Hardjowigeno, 1993).
Hubungan antara lereng dengan sifat-sifat tanah tidak
selalu sama di semua tempat, hal ini disebabkan karena faktor-
faktor pembentuk tanah yang berbeda di setiap tempat. Keadaan
topografi dipengaruhi oleh iklim terutama oleh curah hujan dan
temperatur (Salim, 1998). Daerah yang memiliki curah hujan
tinggi, menyebabkan pergerakan air pada suatu lereng menjadi
tinggi pula sehingga dapat menghanyutkan partikel-partikel
tanah. Proses penghancuran dan transportasi oleh air akan
mengangkut berbagai partikel-partikel tanah, bahan organik,
unsur hara, dan bahan tanah lainnya. Keadaan tersebut
disebabkan oleh energi tumbuk butir-butir hujan, intensitas
hujan, dan penggerusan oleh aliran air pada permukaan tanah
yang memberikan pengaruh dalam proses pembentukan dan
perkembangan tanah.
Topografi merupakan aspek terpenting dalam menentukan
kemiringan lahan, kemampuan dan daya dukung lahan bagi
suatu pengembangan dan konservasi. Data peta topografi ini
dapat diturunkan menjadi beberapa peta yang berkaitan dengan

ANALISA IV- 6
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

bentuk bentang alam dan kemiringannya seperti morfologi dan


kemiringan lereng.
Kemiringan lereng menunjukan besarnya sudut lereng
dalam persen atau derajat. Dua titik yang berjarak horizontal 100
meter yang mempunyai selisih tinggi 10 meter membentuk
lereng 10 persen. Kecuraman lereng 100 persen sama dengan
kecuraman 45 derajat. Selain dari memperbesar jumlah aliran
permukaan, semakin curamnya lereng juga memperbesar energi
angkut air. Jika kemiringan lereng semakin besar, maka jumlah
butir-butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butir
hujan akan semakin banyak. Hal ini disebabkan gaya berat yang
semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan
tanah dari bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas yang
tererosi akan semakin banyak. Jika lereng permukaan tanah
menjadi dua kali lebih curam, maka banyaknya erosi persatuan
luas menjadi 2,0-2,5 kali lebih banyak (Arsyad, 2000).

Tabel IV.1
Klasifikasi lereng menurut Van Zuidam
Kelas Lereng Sifat-sifat proses dan kondisi alam Warna

0º - 2º (0 – 2 %) Datar hingga hampir datar Hijau


Agak Miring
2º - 4º (2 – 7 %) Gerakan tanah kecepatan rendah, Hijau muda
erosi lembar dan erosi alur
Miring
4º - 8º ( 7 – 15 %) Sama dengan di atas tapi sangat Kuning
rawan gerakan tanah
Agak Curam
Banyak terjadi gerakan tanah, erosi
8º - 16º ( 15 – 30 %) Jingga
terutama longsoran yang bersifat
nendatan
Curam
16º - 35º (30 – 70 %) Erosi dan gerakan tanah sering Merah Muda
terjadi
Sangat Curam
35º - 55º ( 70 – 140%) Mulai terbentuk endapan hasil Merah
rombakan dan erosi
Curam Ekstrim
> 55º ( > 140 %) Batuan tersingkap, rawan gerakan Ungu
tanah jenis jatuhan
Sumber : www.rocks-science.blogspot.co.id/2013/07/klasifikasi-lereng-van-zuidam-
1985_16.html?m=1

ANALISA IV- 7
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara khususnya


Kawasan Perencanaan umumnya memiliki topografi dengan datar
dan sedikit bergelombang.
Bentang alam daratan di kawasan perencanaan memiliki 3
kelompok psiografik yang penting, seperti dataran rendah yang
agak landai. Daerah ini dapat digunakan sebagai lahan pertanian.
Terdapat juga lahan gambut, yang dapat digunakan sebagai
kawasan lindung. Juga terdapat kawasan perbukitan dan
pegunungan. Untuk lebih jelasnya mengenai kemiringan lereng
di Kawasan Perkotaan Lotu dapat dilihat pada Tabel IV.2

Tabel IV.2
Tingkat Kemiringan Lahan Kawasan Perencanaan

No Kemiringan Sifat-sifat proses dan


Penyebaran Warna
. Lereng % kondisi alam
Datar hingga hampir Seluruh Kawasan
1 0-8% Hijau
datar Perkotaan
Seluruh Kawasan
2 8-15% Miring Kuning
Perkotaan
Seluruh Kawasan
3 15-25% Agak Curam Jingga
Perkotaan
Sumber : Kompilasi Data, 2017

Secara tidak langsung keadaan topografi dan kemiringan


lereng di Kawasan Perencanaan akan mempengaruhi dalam
perencanaan dan pengembangan kawasan perkotaan itu sendiri.
Dengan demikian maka dapat diuraikan beberapa potensi dan
permasalahan maupun prospek pengembangan yang berkaitan
dengan keadaan topografi dan kemiringan lereng di Kawasan
Perencanaan. Dari keterangan tabel di atas dapat dikatakan
bahwa Kawasan Perencanaan dengan tingkat kemiringan lereng
mulai dari datar sampai sangat curam didapati sebagai berikut:
 Kemiringan Lereng 0 - 8 % sangat cocok di kembangkan
sebagai kawasan perdagangan dan jasa.
 Kemiringan Lereng 8 – 15 % sangat cocok dikembangkan
sebagai kawasan budi daya perkembangan pemukiman

ANALISA IV- 8
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

dimana tidak diperlukan rekayasa lahan dengan melakukan


pendataran secara manual dan tingkat risiko terhadap
gerakan tanah yang sangat kecil.
 Kemiringan lereng 15 – 25 % dapat dikembangkan sebagai
kawasan budi daya berupa permukiman dan pertanian atau
perkebunan. Tetapi perkembangan permukiman pada
kemiringan lereng ini memerlukan rekayasa teknis baik dalam
penempatan fondasi bangunan serta mengatur kemiringan
lereng dengan mendatarkan kontur tersebut. Serta pada
kemiringan lereng ini risiko terhadap pergerakan tanah.
Untuk lebih jelasnya mengenai topografi dan kemiringan lereng
di Kawasan Perencanaan dapat dilihat pada Peta 4.1.
Penyediaan RTH pada garis sempadan jalan rel kereta api
di Kawasan Perkotaan Aek Kanopan difungsikan untuk
membatasi interaksi antara kegiatan masyarakat dengan jalan rel
kereta api. Berkaitan dengan hal tersebut perlu dengan tegas
menentukan lebar garis sempadan jalan kereta api di kawasan
perkotaan.
Tabel IV.3
Rencana Lebar Garis Sempadan Rel Kereta Api

Jalan Rel Kereta Api Obyek


a. Jalan Rel Kereta Api Lurus Tanaman Bangunan
b. Jalan Rel Kereta Api Belokan/
Lengkungan >11 m >20 m
- Lengkungan Dalam >23 m >23 m
- Lengkungan Luar >11 m >11 m
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05 Tahun 2008 Tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan

Ketentuan garis sempadan jalur kereta api yang


direncakan untuk RTH adalah sebagai berikut:
1. Garis sempadan jalur rel kereta api ditetapkan dari as
jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus;
2. Garis sempadan jalur rel kereta api yang terletak di
tanah timbunan diukur dari kaki tanggul;
3. Pada belokan ditetapkan lebih dari 23 m diukur dari
lengkung dalam sampai as jalan. Dalam peralihan jalan

ANALISA IV- 9
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur


tanah yang bebas, yang secara berangsur–angsur melebar
dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m. Pelebaran
tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka
lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai
jarak lebih dari 11 m;
4. Garis sempadan jalur rel kereta api tidak berlaku apabila
jalan rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya
3,5 m;
5. Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan
rel kereta api dengan jalan raya adalah 30 m dari as jalan
rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api
dengan as jalan raya dan secara berangsur–angsur menuju
pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan rel kereta api pada
titik 600 m dari titik perpotongan as jalan kereta api
dengan as jalan raya.
Selain karakteristik fisik wilayah, penduduk juga
merupakan salah satu komponen yang tidak terpisahkan dalam
perencanaan suatu wilayah/kota. Penduduk memiliki peranan
yang sangat penting dalam perencanaan, yang menentukan
keberhasilan dalam implementasi perencanaan tata ruang,
khususnya pengendalian dan pengawasan tata ruang yang akan
dilakukan. Oleh sebab itu, perlu dipelajari karakteristik penduduk
di wilayah tersebut. Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, demikian
halnya dengan kawasan perencanaan. Pada tahun 2014, jumlah
penduduk di kawasan perencanaan khususnya di Kecamatan
Kualuh Hulu adalah berkisar 67.974 jiwa, sedangkan pada tahun
2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu
menjadi 69.112 jiwa. Hal ini membuktikan bahwa jumlah
penduduk di kawasan perencanaan terus bertambah, ditandai
dengan banyaknya jumlah penduduk yang bertambah setiap
tahunnya, serta banyaknya jumlah penduduk yang produktif yang
berdampak pada pertambahan penduduk. Hal ini akan
memberikan dampak buruk bagi wilayah perencanaan jika tidak
dibarengi oleh daya dukung lahan perkotaan serta lapangan

ANALISA IV- 10
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

kerja yang memadai bagi penduduknya. Oleh sebab itu, perlu


adanya perencanaan dan penataan ruang yang baik untuk
menciptakan lingkungan yang baik bagi penduduk dan
perkotaan sehingga tetap terjaga lingkungan yang nyaman,
bersahabat, dan berkelanjutan.

Peta 4.1
Kemiringan Lereng Kawasan Perencanaan

ANALISA IV- 11
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

4.2 ANALISIS POTENSI DAN MASALAH PENGEMBANGAN


WILAYAH PERENCANAAN
4.2.1 Analisis Kebutuhan Ruang
Kawasan Perkotaan Aek Kanopan merupakan kawasan
yang diprediksi akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang cukup cepat bila dibandingkan dengan
wilayah-wilayah yang ada di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Hal
ini disebabkan karena kawasan perkotaan tersebut merupakan
poros atau magnet bagi wilayah lain dengan status sebagai
ibukota kabupaten. Oleh sebab itu, perlu dianalisis kebutuhan
ruang di kawasan tersebut yang bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar luas lahan yang dibutuhkan oleh kelompok-
kelompok aktivitas yang direncanakan agar dapat berfungsi dan
berjalan dengan baik sehingga tercipta keberlangsungan aktivitas
di Kawasan Perencanaan.
Kawasan Perencanaan direncanakan memiliki luas lahan sekitar ±
164,38 Ha, dengan lahan terbesar adalah Zona Peruntukan
Lainnya seluas 35,29 Ha. Untuk lebih jelasnya mengenai
kebutuhan ruang di Kawasan Perencanaan dapat dilihat pada
Tabel VI.4 dan Peta 4.2 berikut ini.

Tabel IV.4
Kebutuhan Ruang di Kawasan Perkotaan Aek Kanopan

No Pola Ruang Keterangan Luas (Ha)

1 Zona Perumahan Kepadatan Rendah R-4 8,53


2 Zona Perkantoran Pemerintah KT-1 5,88
3 Zona Perkantoran Swasta KT-2 28,46
4 Zona Sarana Pendidikan SPU-1 1,42
5 Zona Sarana Transportasi SPU-2 11,76
6 Zona Sarana Kesehatan SPU-3 11,34
7 Zona Sosial Budaya SPU-5 23,93
8 Zona Sarana Peribadatan SPU-6 1,09
9 Zona Perdagangan Dan Jasa Kopel K-2 6,29
10 Zona Perdagangan Dan Jasa Deret K-3 15,34
11 Zona Perumahan Dan Perkantoran C-2 2,89
12 Zona Peruntukan Lainnya PL-1 35,29
13 Zona Perlindungan Bawahannya PB 2,55
14 Zona Perlindungan Sementara 0,23

ANALISA IV- 12
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

No Pola Ruang Keterangan Luas (Ha)

15 Zona Ruang Terbuka Hijau 1,93


16 Jalan 7,45
Total 164,38
Sumber : RDTR & Zoning Regulation Kawasan Perkotaan Aek Kanopan 2017-2037

4.2.2 Analisis Perubahan Pemanfaatan Ruang


Perkembangan sutau wilayah ditandai oleh perkembangan
kota-kota sebagai pusat konsentrasi penduduk dan segala
aktivitas atau kegiatan, senantiasa akan mengalami pertumbuhan
dan berkembang baik secara fisik, sosial, maupun ekonomi.
Pengalokasian guna lahan di perkotaan akan mengarah ke lokasi
yang dapat memberikan keuntungan tertinggi, sehingga lahan-
lahan memiliki tingkat kestrategisan dan potensi yang lebih besar
akan berpeluang mengalami proses perubahan pemanfaatan
lahan. Pada umumnya, gejala ini terjadi di jalan-jalan utama atau
kawasan-kawasan tertentu yang memiliki keunikan dan
karakteristik tersendiri (Yunus, 2008).

ANALISA IV- 13
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Peta 4.2
Rencana Pola Ruang Kawasan Perencanaan

ANALISA IV- 14
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Dinamika perkembangan koridor utama jalan lintas


sumatera sebagai jalan penghubung wilayah-wilayah di
sekitarnya, atau bahkan antar provinsi sebagai wilayah yang jauh
lebih besar memang belum dikatakan tinggi, namun mulai
menunjukkan perubahan pemanfaatan ruang di sepanjang
koridor tersebut ditandai dengan pembangunan permukiman
dan pembangunan fungsi-fungsi ekonomi komersil lainnya.
Guna mengatasi atau mengontrol perubahan pemanfaatan
lahan di masa mendatang, perlu diketahui perbandingan guna
lahan yang ada saat ini dengan rencana pemanfaatan lahan
berdasarkan rencana pola ruang yang telah disusun dalam RDTR.

4.3 ANALISIS PEMANFAATAN LAHAN


4.3.1 Optimalisasi Pemanfaatan Lahan
Penataan ruang kota merupakan proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Tata ruang sendiri adalah wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang wilayah nasional, ruang wilayah
kabupaten/kota, yang mencakup perkotaan dan perdesaan, baik
direncanakan maupun tidak yang menunjukkan adanya hirarki
dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Tujuan penataan BWP
merupakan nilai dan/atau kualitas terukur yang akan dicapai
sesuai dengan arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam
RTRW dan merupakan alasan disusunnya RDTR tersebut, serta
apabila diperlukan dapat dilengkapi konsep pencapaian.
Jika kita bandingkan pemanfaatan lahan di Kawasan
Perencanaan saat ini dengan rencana tata ruang yang telah
dibuat masih belum cukup optimal. Hal tersebut ditandai dengan
fungsi-fungsi kegiatan yang masih belum sesuai dengan rencana
peruntukan lahan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, fungsi-
fungsi kegiatan yang belum optimal antara lain seperti rencana
pelebaran koridor utama Jl. Lintas Sumatera, Pasar Aek Kanopan
yang direncanakan sebagai Zona Perkantoran Pemerintah, Lahan
Perkebunan Kelapa Sawit yang direncanakan sebagai Zona
Perdagangan dan Jasa Deret, Zona Peruntukan Lainnya, juga
Lahan Perkebunan Karet yang direncanakan sebagai Zona

ANALISA IV- 15
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Perumahan dan Perkantoran, Zona Perdagangan dan Jasa Kopel,


dan beberapa contoh-contoh lainnya. Faktor optimal atau
tidaknya perencanaan di Kawasan Perencanaan tersebut tidak
terlepas dari masalah pembebasan lahan. Kebanyakan lahan yang
termasuk dalam Kawasan Perencanaan memiliki status
kepemilikan pribadi dan lahan PTP. Hal ini menjadi kendala yang
cukup rumit dikarenakan pihak-pihak yang terlibat seperti halnya
masyarakat menginginkan ganti rugi yang sepadan dengan harga
tanah yang berlaku di daerah tersebut. Oleh sebab itu,
pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara perlu melakukan
sosialisasi dan negoisasi terhadap masyarakat setempat terkait
pembebasan lahan tersebut guna mewujudkan dan menciptakan
suatu tatanan kota yang baik di masa mendatang.

4.3.2 Interkoneksitas Dengan Jaringan Sarana Dan Prasarana Yang


Telah Ada (Termasuk Dengan Permukiman Tidak Tertata)
Untuk mempercepat pertumbuhan perekonomian di suatu
wilayah, interkoneksitas antar ruang merupakan hal yang sangat
penting. Interkoneksitas merupakan keterhubungan
antarkomponen ruang yang terdapat dalam satu wilayah tertentu
yang saling mendukung/menunjang satu sama lain, terutama dari
segi pertumbuhan perekonomian.
Berdasarkan hasil survei di lapangan, komponen-
komponen ruang sudah saling terhubung. Dengan keberadaan
Kawasan Perencanaan sebagai ibukota Kabupaten Labuhanbatu
Utara, keterhubungan antarkomponen sangat diperhatikan oleh
pemerintah setempat. Ketersediaan permukiman dan fasilitas-
fasilitas antara lain seperti perkantoran, fasilitas pendidikan,
fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan
dan jasa, dan lain sebagainya telah tersedia di kawasan tersebut.
Ditambah lagi dengan ketersediaan jaringan jalan yang ada baik
dalam kondisi baik ataupun rusak sudah terhubung satu sama
lain, yang menghubungkan titik yang satu dengan yang lain,
sehingga semakin mempercepat akses pergerakan manusia
ataupun barang di kawasan tersebut.

ANALISA IV- 16
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

4.4 ANALISIS ESTETIKA KOTA DAN BENTUK ARSITEKTURAL


BANGUNAN
4.4.1 Tata Bangunan
Tata bangunan adalah hal-hal yang berkaitan dengan bentuk
fisik bangunan, seperti: ketentuan tinggi bangunan, kepejalan
bangunan (bulk), garis sempadan, penutupan lahan atau
amplop bangunan (yang meliputi KLB dan KDB), disamping
hal-hal mengenai gaya arsitektur, skala, bahan dan warna
bangunan.

A. Ketentuan Tinggi Bangunan


Ketinggian bangunan ini juga berkaitan dengan penataan
bangunan sehingga diperlukan arahan ketinggian bangunan yang
disesuaikan dengan kondisi fisik kawasan. Hal-hal yang
mempengaruhi Koefisien Tinggi Bangunan adalah:
1. Daya dukung tanah;
2. Daya dukung lingkungan (kepadatan bangunan, utilitas air
bersih dan lain sebagainya);
3. Faktor-faktor khusus, misalnya batasan ketinggian di
kawasan perencanaan yang ditetapkan sebagai kawasan
konservasi; dan
4. Harga tanah yang semakin tinggi.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka dapat
direncanakan pengembangan kepadatan bangunan pada wilayah
Kawasan Perkotaan Aek Kanopan adalah sebagai berikut:
1) Jumlah lantai bangunan yang terdapat di Kawasan
Perkotaan Aek Kanopan dibatasi hanya sampai tiga (2-3)
lantai.
2) Tinggi bangunan untuk tiap-tiap bagian wilayah kota
disesuaikan dengan mempertimbangkan kemampuan tanah,
daya dukung ruang, dan estetika lingkungan kota secara
keseluruhan.
Adapun lebih detailnya dapat dilihat pada penjelasan berikut:
1. Sarana Perdagangan dan Jasa
Perdagangan pada kawasan pusat kota : Tinggi
Lantai Bangunan (TLB) : 1 – 2 Lantai;

ANALISA IV- 17
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Sarana perdagangan - jasa di sepanjang jalan utama :


Tinggi Lantai Bangunan (TLB) : 1 – 2 Lantai; dan
Kegiatan perdagangan - jasa pada pusat
lingkungan dan tersebar : Tinggi Lantai Bangunan (TLB)
: 1 - 2 Lantai.
2. Sarana Perkantoran

Perkantoran pada pusat kota : Tinggi Lantai Bangunan


(TLB): 1 – 2 Lantai;
Perkantoran pada lokasi lain : Tinggi Lantai Bangunan
(TLB) : 1 - 2 Lantai.
3. Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan pada pusat lingkungan dan tersebar :
Tinggi Lantai Bangunan (TBL) : 1 – 2 Lantai;
Sarana Pendidikan pada lokasi lain (Pusat Pendidikan) :
Tinggi Lantai Bangunan (TBL) : 1 – 2 Lantai.
4. Sarana Permukiman
Perumahan kapling besar, yaitu : Tinggi Lantai Bangunan
(TLB) : 1 – 2 Lantai
Perumahan kapling sedang, yaitu : Tinggi Lantai Bangunan
(TLB) 1 – 2 Lantai
Perumahan kapling kecil, yaitu : Tinggi Lantai Bangunan
(TLB) : 1 – 2 Lantai
Tinggi bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan
keselamatan, risiko kebakaran, teknologi, estetika, dan prasarana.
Sedangkan untuk bangunan bukan gedung ditetapkan
dengan ketentuan sebagai berikut:
Ketinggian bangunan bukan gedung dapat melebihi
ketentuan di atas.

Ketinggian bangunan tidak diperkenankan


mengganggu bangunan lain, dari aspek keamanan,
kenyamanan (cahaya, sirkulasi udara), dan estetika.

B. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang (Amplop


Bangunan)
1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

ANALISA IV- 18
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka besaran luas


dasar (tapak bangunan dibagi luas kapling/petak lahan
tempat bangunan tersebut) dalam angka persen. Secara
teoritis angka ini dapat berkisar antara tiada bangunan (0%)
sampai tiada pekarangan atau hanya ada bangunan (100%).
Maksud penentuan angka KDB adalah untuk tetap
menyediakan perbandingan yang seimbang antara lahan
terbangun dan tidak terbangun disuatu kawasan sehingga:
 Peresapan air tanah tidak terganggu.
 Kebutuhan udara secara alami dapat dipenuhi.
 Citra arsitektur lingkungan dapat dipelihara.
 Nilai estetika lingkungan dapat terjaga
Angka KDB dipergunakan untuk mengatur intensitas
kepadatan dasar bangunan di suatu kawasan yang ditujukan
dengan mengkaitkan antara luas lantai dasar bangunan
dengan luas tanah/kapling tempat bangunan itu sendiri.
KDB merupakan suatu ukuran yang mengatur proporsi luas
penggunaan lahan terbangun dan non terbangun pada suatu
kapling. Maksud luas lahan adalah luas total lantai dasar
dimana pada suatu struktur bangunan yang komplek
memiliki aturan perhitungan tersendiri. Secara matematis,
KDB dapat dinyatakan dalam persamaan :

𝑲𝑫𝑩 = 𝑳𝑼𝑨𝑺 𝑳𝑨𝑵𝑻𝑨𝑰 𝑫𝑨𝑺𝑨𝑹 × 𝟏𝟎𝟎%


𝑳𝑼𝑨𝑺 𝑲𝑨𝑷𝑳𝑰𝑵𝑮

Penetapan besar KDB maksimum didasarkan pada


pertimbangan :
 Tingkat pengisian/peresapan air (water recharge), dimana
kepadatan bangunan yang rendah akan menentukan
besarnya peresapan air ke tanah.
 Besar pengaliran air (kapasitas drainase), dipengaruhi
oleh fluktuasi debit maksimal akibat air hujan.
 Jenis penggunaan lahan, sebagai bentuk dari
tutupan lahan berpengaruh terhadap kecepatan alir air
hujan menuju sungai.

ANALISA IV- 19
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

 Harga lahan, menjadi pertimbangan terhadap nilai


ekonomi atas pemanfaatan lahannya. Harga lahan ini
dipengaruhi oleh kelas/fungsi jalan yang ada dan
kedekatan terhadap fasilitas dan tempat penting lainnya.
KDB ini ditentukan dengan dibedakan pada tiap fungsi ruas
jalan dan fungsi zonasinya.

2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)


Koefisien Lantai Bangunan merupakan angka
perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai seluruh
bangunan gedung terhadap luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan. Klasifikasi koefisien lantai bangunan :
 Blok peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah
adalah blok dengan tidak bertingkat dan bertingkat
maksimum dua lantai (KLB maksimum = 2 x KDB) dengan
tinggi puncak bangunan maksimum 12 m dari lantai
dasar;
 Blok peruntukan ketinggian bangunan rendah adalah
blok dengan bangunan bertingkat maksimum 4 lantai
(KLB maksimum = 4 x KDB) dengan tinggi puncak
bangunan maksimum 20 m dan minimum 12 m dari
lantai dasar;
 Blok peruntukan ketinggian bangunan sedang adalah
blok dengan bangunan bertingkat maksimum 8 lantai
(KLB maksimum = 8 x KDB) dengan tinggi puncak
bangunan maksimum 36 m dan minimum 24 m dari
lantai dasar;
 Blok peruntukan ketinggian bangunan tinggi adalah
blok dengan bangunan bertingkat minimum 9 lantai (KLB
maksimum = 9 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan
minimum 40 m dari lantai dasar; dan
 Blok peruntukan ketinggian bangunan sangat tinggi
adalah blok dengan bangunan bertingkat minimum 20
lantai (KLB maksimum = 20 x KDB) dengan tinggi
puncak bangunan minimum 80 m dari lantai dasar.

ANALISA IV- 20
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Ketinggian bangunan di wilayah Kota Aek Kanopan


didominasi oleh bangunan rumah 1 – 5 lantai. Standar yang
digunakan adalah standart KDB menurut Pedoman
Penyusunan RDTR Kota.
Maksud penetapan angka KLB adalah untuk mengatur
kepadatan suatu kawasan, yang ditujukan dengan
mengaitkan antara luas lantai bangunan maksimum
dengan luas lahan tanah/kapling tempat bangunan
berdiri. Pengaturan kepadatan ini bertujuan untuk:
o Menciptakan ruang luar yang nyaman, yang masih
memungkinkan masuknya pencahayaan dan pengudaraan
alami pada daerah terbuka, serta cukup tersedia jalur
pejalan kaki untuk menampung arus manusia yang
ditimbulkan oleh adanya kegiatan di kawasan tersebut.
o Memperoleh keseimbangan antara arus atau kapasitas
kendaraan yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan dalam
suatu bangunan dengan kapasitas jalan yang ada.
o Memberikan karakter pada suatu kawasan yang
dipertahankan dan diremajakan.
Dilihat dari ketiga aspek peninjauan, umumnya bila suatu
kawasan akan dipertahankan maka diberikan tingkat
kepadatannya sama dengan sekarang, dan bila suatu kawasan
akan diremajakan maka diberikan tingkat kepadatan yang
lebih besar. Adapun pertimbangan- pertimbangan dalam
menentukan angka-angka KLB adalah jenis penggunaan
lahan, angka KDB, ukuran jalan, jarak bangunan dan
ketinggian bangunan maksimum yang diizinkan.
Dari rencana koefisien dasar bangunan (KDB), maka rencana
koefisien lantai bangunan (KLB) di wilayah perencanaan
adalah sebagai berikut:
 Pada kawasan padat/strategis, nilai KLB tinggi (1 – 3 Lantai);
 Pada kawasan dengan kepadatan sedang, nilai KLB
sedang (1 – 3 Lantai); dan
 Pada kawasan dengan kepadatan rendah, nilai KLB
rendah (antara 1-2 Lantai).

ANALISA IV- 21
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

KLB atau disebut juga Building Coverage Ratio (BCR)


merupakan ukuran yang menunjukkan proporsi total luas
lantai suatu bangunan dengan luas kapling di mana
bangunan tersebut berdiri.
Secara matematis, KLB dinyatakan dalam persamaan:

Yang dimaksud luas lantai adalah jumlah total luas


lantai sampai dinding-dinding terluar;
 Luas lantai ruangan yang beratap dan berdinding >
1,2 m di atas lantai ruang tersebut, dihitung penuh;
 Luas lantai ruang yang bersifat terbuka atau berdinding
≤ 1,2 m di atas lantai ruang tersebut, dihitung
setengahnya (50 %) selama tidak melebihi 10 % dari luas
denah dasar yang diperkenankan sesuai dengan KDB
yang berlaku;
 Luas overstek ≤ 1,2 m tidak dimasukkan dalam
perhitungan sebagaimana yang dimaksud di atas;
 Luas ruang berdinding > 1,2 m di atas lantai ruang
tersebut, tetapi tidak beratap dihitung setengahnya (50
%) selama tidak melebihi 10% dari luas denah dasar yang
diperkenankan sesuai KDB yang berlaku. Apabila luasnya
> 10 %, dihitung penuh (100 %);
 Teras-teras tidak beratap yang berdinding < 1,2 m di
atas lantai teras tersebut tidak dihitung;
 Luas lantai bangunan yang dipergunakan untuk parkir
diperkenankan hingga 150 % dari KLB yang ditetapkan;
 Lantai bangunan yang terletak di bawah permukaan
tanah (basement) tidak diperhitungkan dalam
perhitungan KLB; dan
 Ramp dan tangga terbuka dihitung setengahnya (50 %)
selama tidak melebihi 10 % dari luas denah dasar yang
diperkenankan.

ANALISA IV- 22
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Penetapan besar KLB maksimum didasarkan pada


pertimbangan:
 Harga lahan, menjadi pertimbangan luasan lantai terhadap
nilai ekonomi atas pemanfaatan lahannya.
 Ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan),
dimana luas lantai bangunan akan berpengaruh
terhadap kepadatan lalu lintas pada ruas jalan yang
bersangkutan.
 Dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan,
sebagaimana peningkatan kepadatan lalu lintas akan
membutuhkan ruang untuk prasarana.

KLB ini ditentukan dengan dibedakan pada tiap fungsi ruas jalan
dan fungsi zonasinya.

3. Koefisien Dasar Hijau (KDH)


Koefisien dasar hijau merupakan persentase perbandingan
antara luas ruang terbuka di luar bangunan yang
diperuntukkan bagi pertamanan/ penghijauan dengan luas
tanah daerah perencanaan. KDH ditetapkan sesuai dengan
peruntukan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah
ditetapkan. RTH yang termasuk dalam KDH sebanyak
mungkin diperuntukkan bagi penghijauan/ penanaman di
atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan lantai
perkerasan masih tergolong RTH sejauh ditanami pohon
peneduh yang ditanam di atas tanah, tidak di dalam wadah/
container kedap air. KDH tersendiri dapat ditetapkan
untuk tiap-tiap kelas bangunan dalam kawasan-kawasan
bangunan, di mana terdapat beberapa kelas bangunan dan
kawasan campuran.
KDH minimal 10% pada daerah sangat padat. KDH ditetapkan
meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan
dan berkurangnya kepadatan wilayah. Untuk perhitungan
KDH secara umum, digunakan rumus:

𝑲𝑫𝑯 = 𝟏𝟎𝟎%- 𝑲𝑫𝑩 + 𝟐𝟎% 𝑲𝑫𝑩

ANALISA IV- 23
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Berdasarkan ketentuan tersebut maka standar KDH di wilayah


Kawasan Perkotaan Aek Kanopan adalah sebagai berikut:
Tabel IV.5
Rencana KDH Minimal

KDB KDH

5 – 35 % 94 – 58 %
40 – 60 % 52 – 28 %
60 – 75 % 28 – 10 %
> 75 % 10 %
Sumber: Hasil Rencana Tahun 2016
Pada kondisi eksisting ruang terbuka yang
diperuntukkan bagi penghijauan/penanaman di atas tanah
kurang sesuai dengan ketentuan tersebut, karena pada
wilayah Kawasan Perkotaan Aek Kanopan sebagian besar
bangunan terutama perumahan dan perdagangan jas,
memiliki KDB >75%, sehingga KDH kurang dari 10%. Hal ini
dikarenakan ruang terbuka sebagian besar tidak digunakan
untuk penanaman di atas tanah melainkan digunakan untuk
parkir dan pelataran rumah dan bangunan yang
diperkeras dengan semen atau plester. Sehingga tingkat
pengisian/ peresapan air menurun dan mengakibatkan
meningkatnya pengaliran air di atas permukaan tanah.
Penetapan besar KDH minimum didasarkan pada
pertimbangan:
 Tingkat pengisian/peresapan air (water recharge)
 Besar pengaliran air (kapasitas drainase)
 Rencana tata ruang (RTH, tipe zonasi, dll)
Untuk Lebih jelasnya mengenai Koefisien Dasar Bangunan
(KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan Koefisien Dasar
Hijau (KDH) pada kawasan Perkotaan Aek Kanopan yang
dirinci setiap bloknya dapat dilihat pada Tabel IV.6
berikut ini.
Tabel IV.6
Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang di Kawasan Perencanaan

ANALISA IV- 24
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Ketinggian Arahan
Kdb
Zona Status Jalan Bangunan Klb (Rasio)
Maksimum
(Lantai) (Kdb : Lantai)

Arteri Primer 70 - 75 1-2 1,6 – 1,8


Perumahan Kepadatan
Lokal Primer 70 – 75 1–2 1,6 – 1,8
Sedang (R-3)
Lokal Sekunder 70 - 75 1-2 1,6 – 1,8

Arteri Primer 40 - 60 1-2 0,6 – 1,5


Perumahan Kepadatan
Lokal Primer 40 - 60 1-2 0,6 – 1,5
Rendah (R-4)
Lokal Sekunder 40 - 60 1-2 0,6 – 1,5

Arteri Primer 40 - 60 1-2 0,6 – 1,5


Perumahan Kepadatan
Lokal Primer 40 - 60 1-2 0,6 – 1,5
Sangat Rendah (R-5)
Lokal Sekunder 40 - 60 1-2 0,6 – 1,5

Arteri Primer 80 - 90 1 –3 1,2 – 2,7


Perumahan
dan Lokal Primer 80 - 90 1 –3 1,2 – 2,7
Perdagangan/ Jasa (C-1)
Lokal Sekunder 80 - 90 1 –3 1,2 – 2,7

Arteri Primer 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7


Perumahan
dan Lokal Primer 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7
Perkantoran (C-2)
Lokal Sekunder 80 - 90 1-2 1,2 – 2,7

Arteri Primer 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7


Perdagangan Dan
Jasa Lokal Primer 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7
Tunggal (K-1)
Lokal Sekunder 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7

Arteri Primer 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7


Perdagangan Dan
Jasa Lokal Primer 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7
Kopel (K-2)
Lokal Sekunder 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7

Arteri Primer 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7


Perdagangan Dan
Jasa Lokal Primer 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7
Deret (K-3)
Lokal Sekunder 80 - 90 1 –2 1,2 – 2,7

ANALISA IV- 25
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Ketinggian Arahan
Kdb
Zona Status Jalan Bangunan Klb (Rasio)
Maksimum
(Lantai) (Kdb : Lantai)

Arteri Primer 60 - 80 1-2 0,8 – 1,6

Perkantoran (KT-1) Lokal Primer 60 – 70 1-2 0,8 – 1,6

Lokal Sekunder 40 – 60 1-2 0,8 – 1,6

Arteri Primer 60 - 80 1-2 0,8 – 1,6

Perkantoran (KT-2) Lokal Primer 60 – 70 1-2 0,8 – 1,6

Lokal Sekunder 40 – 60 1-2 0,8 – 1,6

Arteri Primer 60 - 80 1-2 0,8 – 1,6


Pertahanan dan
Keamanan Lokal Primer 60 – 70 1-2 0,8 – 1,6
(KH-1)
Lokal Sekunder 40 – 60 1-2 0,8 – 1,6

Pelayanan
Arteri Primer 40 - 60 1-2 1,4 – 1,6
Umum

Lokal Primer 40 - 60 1-2 1,2 – 1,4

Pendidikan (SPU-1)
Lokal Sekunder 40 - 60 1–2 0,8 – 1,6

Arteri Primer 40 - 60 1-2 1,4 – 1,6


Pelayanan Umum
Sarana Lokal Primer 40 - 60 1-2 1,2 – 1,4
Transportasi (SPU-2)
Lokal Sekunder 40 - 60 1–2 0,8 – 1,6

Arteri Primer 40 - 60 1-2 0,4 – 1,2


Pelayanan Umum
Lokal Primer 40 - 60 1-2 0,4 – 1,2
Kesehatan
(SPU-3)
Lokal Sekunder 40 - 60 1-2 0,4 – 1,2

Arteri Primer 40 - 60 1-2 0,4 – 1,2

Pelayanan Umum Sosial


Lokal Primer 40 - 60 1-2 0,4 – 1,2
dan
Budaya (SPU-5)
Lokal Sekunder 40 - 60 1-2 0,4 – 1,2

Pelayanan Arteri Primer 40 – 60 1-2 0,8 – 1,6


Umum

ANALISA IV- 26
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Ketinggian Arahan
Kdb
Zona Status Jalan Bangunan Klb (Rasio)
Maksimum
(Lantai) (Kdb : Lantai)

Lokal Primer 40 – 60 1-2 0,8 – 1,6

Peribadatan (SPU-6)
Lokal Sekunder 50- 70 1-2 0,8 – 1,6

Sumber : RDTR & Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Aek Kanopan 2017-2037

C. Garis Sempadan Bangunan (GSB)


Garis sempadan bangunan (GSB) merupakan rencana
awal dalam pelaksanaan penataan bangunan. GSB adalah garis
yang tidak boleh dilampaui oleh denah bangunan ke arah GSJ
yang ditetapkan dalam rencana Kota. Standar kelayakan dalam
menentukan besaran garis sempadan bangunan (GSB) didasarkan
kepada beberapa pertimbangan, yaitu :
 Keselamatan;
 Resiko kebakaran;
 Kenyamanan dan estetika.
Secara teknis, penentuan besaran GSB berdasarkan pada
perhitungan :
 Untuk ruang milik jalan (rumija) < 8m, GSB minimum = ½
rumija;
 Untuk ruang milik jalan >= 8m, GSB minimum = ½ rumija +
1 m.
Ketentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) masing-
masing zona di Kawasan Perkotaan Aek Kanopan adalah sebagai
berikut:
1) Zona Perumahan
a) Berada pada jalan Arteri Primer, maka:
 GSB Depan minimum 14 m;
 GSB Samping minimum 1,5 m;
 GSB Belakang minimum 3 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 12 m.
b) Berada pada jalan Kolektor Primer
 GSB depan minimum 12 m;

ANALISA IV- 27
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

 GSB samping minimum 1,5 m;


 GSB Belakang minimum 3 m;
 Jumlah lantai maksimum 2 lantai; dan
 Tinggi bangunan maksimum 12 m.
c) Berada pada jalan lokal primer, maka:
 GSB Depan minimum 10 m;
 GSB Samping minimum 2 m;
 GSB Belakang minimum 3 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 11 m.
d) Berada pada jalan lokal sekunder, maka:
 GSB Depan minimum 8 m;
 GSB Samping minimum 2 m;
 GSB Belakang minimum 1,5 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 11 m.
e) Berada pada jalan lingkunganprimer dan sekunder, maka:
 GSB Depan minimum 8 m;
 GSB Samping minimum 2 m;
 GSB Belakang minimum 1,5 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 10 m.
2) Zona Perdagangan dan Jasa
a) Berada pada jalan Arteri Primer, maka:
 GSB Depan minimum 14 m;
 GSB Samping minimum 2,5 m;
 GSB Belakang minimum 3 m;
 Jumlah Lantai maksimum 3 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 18 m.
b) Berada pada jalan Kolektor Primer, maka:
 GSB depan minimum 14 m;
 GSB samping minimum 2,5 m;
 GSB Belakang minimum 3 m;
 Jumlah lantai maksimum 3 Lantai; dan
 Tinggi bangunan maksimum 18 m
c) Berada pada jalan lokal primer, maka:

ANALISA IV- 28
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

 GSB Depan minimum 10 m.


 GSB Samping minimum 5 m.
 GSB Belakang minimum 3 m.
 Jumlah Lantai maksimum 3 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 18 m.
d) Berada pada jalan lokal sekunder, maka:
 GSB Depan minimum 8 m;
 GSB Samping minimum 5 m;
 GSB Belakang minimum 1,5 m;
 Jumlah Lantai maksimum 3 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 18 m.
3) Zona Sarana Pelayanan Umum
a. Berada pada jalan Arteri Primer, maka:
 GSB Depan minimum 18 m;
 GSB Samping minimum 3 m;
 GSB Belakang minimum 3 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 15 m.
b. Berada Pada Jalan kolektor Primer, maka:
 GSB depan minimum 14 m;
 GSB samping Minimum 3 m;
 GSB belakang minimum 3 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 lantai; dan
 Tinggi bangunan maksimum 12 m
c. Berada pada jalan lokal primer, maka:
 GSB Depan minimum 10 m;
 GSB Samping minimum 4 m;
 GSB Belakang minimum 3 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 12 m.
d. Berada pada jalan lokal sekunder, maka:
 GSB Depan minimum 8 m;
 GSB Samping minimum 4;
 GSB Belakang minimum 1,5 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 12 m.

ANALISA IV- 29
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

4) Zona Perkantoran
a. Berada pada jalan Arteri Primer, maka:
 GSB Depan minimum 18 m;
 GSB Samping minimum 3 m;
 GSB Belakang minimum 3 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 12 m.
b. Berada pada jalan lokal primer, maka:
 GSB Depan minimum 10 m;
 GSB Samping minimum 4 m;
 GSB Belakang minimum 3 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 12 m.
c. Berada pada jalan lokal sekunder, maka:
 GSB Depan minimum 8 m;
 GSB Samping minimum 4 m;
 GSB Belakang minimum 1,5 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 12 m.
5) Zona Pertanian/Perkebunan
Untuk zona pertanian/perkebunan tidak ada ketentuan tata
massa bangunan, karena berupa lahan non terbangun.
6) Zona Transportasi
a. Berada pada jalan Arteri Primer, maka:
 GSB Depan minimum 16 m;
 GSB Samping minimum 6 m;
 GSB Belakang minimum 5 m;
 Jumlah Lantai maksimum 2 Lantai; dan
 Tinggi Bangunan maksimum 12 m.
7) Zona Ruang Terbuka Hijau
Pada zona RTH tidak ada ketentuan tata massa bangunan
seperti halnya zona pertanian, karena berupa lahan non
terbangun.
Berdasarkan penjelasan mengenai standar kelayakan GSB
diatas, apabila dikaitkan dengan besaran GSB di Kawasan
Perkotaan Aek Kanopan, sudah mulai mengikuti peraturan yang

ANALISA IV- 30
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

sudah ada. Dan diharapkan ke depannya peraturan mengenai


batas minimal GSB yang berlaku di Kawasan Perencanaan tetap
diterapkan.

4.4.2 Sirkulasi dan perparkiran ( circulation and parking )


Kriteria ideal dari elemen sirkulasi untuk dapat membentuk
suatu lingkungan adalah jalan harus merupakan elemen ruang
terbuka, yang enak dipandang. Jalan tersebut mampu
memberikan orientasi yang jelas bagi para pengemudi, serta
dapat membuat lingkungan yang dilaluinya mudah dikenali.
Adanya kerjasama dari sektor umum dan swasta, dalam
mencapai tujuan tersebut.
Di Kawasan Perencanaan, khususnya di koridor utama Jl. Lintas
Sumatera direncanakan akan dibangun jalan dengan lebar ±20
m yang memiliki dua jalur dan empat lajur. Hal ini bertujuan
untuk mempermudah sirkulasi jalan dan percepatan
aksesibilitas mengingat statusnya sebagai jalan arteri primer
yang memiliki daya tampung atau volume kendaraan yang
cukup banyak, serta dilengkapi dengan pembatas jalan untuk
meberikan kenyamanan bagi pengguna jalan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Peta 4.3.
Sedangkan masalah perparkiran, memiliki dua pengaruh
langsung terhadap kualitas lingkungan, yang meliputi
kelangsungan aktivitas kota, dan dampak visual terhadap
bentuk fisik dan struktur kota. Pada Kawasan Perkotaan Aek
Kanopan, fasilitas parkir disyaratkan disediakan oleh setiap zonasi
dan kegiatan yang ada pada setiap ruas jalan dalam bentuk
parkir off street sesuai dengan kapasitas kegiatan yang
ditimbulkan. Fasilitas parkir off street di Kawasan Perkotaan Aek
Kanopan ini dapat berupa ruang terbuka (hijau atau tertutup
perkerasan) atau satu bangunan terpadu yang terintegrasi pada
koridor utama lintas sumatera (arteri primer 1).
Fasilitas parkir on street pada ruas jalan yang diperkenankan di
Kawasan Perkotaan Aek Kanopan adalah ruas jalan yang
merupakan kawasan komersial yang sudah memiliki kepadatan
bangunan yang cukup tinggi dengan KDB 80-90% sehingga tidak

ANALISA IV- 31
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

memungkinkan untuk menyediakan fasilitas parkir di setiap


zonasi atau kegiatan yang ada, dengan ketentuan parkir satu
º
lapis, sudut 0 , dan tidak mengganggu kegiatan di masing-
masing zonasi dan lalu lintas. Beberapa ruas jalan yang
diperbolehkan untuk parkir on street skala lingkungan dan lokal;
Tabel IV.7
Ukuran Kebutuhan Ruang Parkir
Satuan (SRP untuk mobil Kebutuhan Ruang
No Peruntukkan
penumpang) Parkir)
1 Pusat Perdagangan
a. Pertokoan 2 3,5 – 7,5
SRP / 100 m luas lantai efektif
b. Pasar Swalayan 2 3,5 – 7,5
SRP / 100 m luas lantai efektif
c. Pasar 2 3,5 – 7,5
SRP / 100 m luas lantai efektif
2 Pusat Perkantoran
a. Pelayanan bukan 2 1,5 – 3,5
SRP / 100 m luas lantai
umum
b. Pelayanan umum 2
SRP / 100 m luas lantai 1,5 – 3,5
3 Sekolah SRP / mahasiswa 0,7 – 1,0
4 Hotel/penginapan SRP / kamar 0,2 – 1,0
5 Rumah Sakit SRP / tempat tidur 0,2 – 1,3
6 Bioskop SRP / tepat duduk 0,1 – 0,4
Sumber : Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

ANALISA IV- 32
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Peta 4.3

Rencana Pelebaran Jalan

ANALISA IV- 33
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

4.4.3 Jalur pejalan kaki ( pedestrian ways )

ANALISA IV- 34
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Jalur pejalan kaki yang lebih dikenal dengan sebutan trotoar


merupakan sarana bagi pejalan kaki dan sebagai sarana
pendukung kegiatan (sektor informal, seperti: kaki lima, dsb),
yang sekaligus dapat menghidupkan ruang-ruang terbuka kota.
Prinsip dasar perencanaan penyediaan prasarana dan sarana
ruang pejalan kaki harus memenuhi kaidah sebagai berikut:
a) Prinsip teknis penataan sistem sirkulasi dan jalur
penghubung mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas
dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
b) Ruang yang direncanakan harus dapat diakses oleh
seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan berbagai
keterbatasan fisik.
c) Lebar jalur pejalan kaki harus sesuai dengan standar
prasarana.
d) Harus memberikan kondisi aman, nyaman, ramah lingkungan
dan mudah untuk digunakan, sehingga pejalan kaki tidak
harus merasa terancam dengan lalu lintas atau ganggungan
dari lingkungan sekitarnya.
e) Jalur yang direncanakan mempunyai daya tarik atau nilai
tambah lain diluar fungsi utama.
f) Terciptanya ruang sosial sehingga pejalan kaki dapat
beraktivitas secara aman di ruang publik.
g) Terwujudnya keterpaduan sistem, baik dari aspek
penataan lingkungan atau dengan sistem transportasi atau
aksesilibitas antar kawasan.
h) Terwujud perencanaan yang efektif dan efisien sesuai
dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan kawasan.
Jalur pedestrian dapat dikelompokkan pada ruas jalan atau lokasi
yang membutuhkan volume/ dimensi besar, sedang dan kecil.
Berikut ketentuan lebar trotoar pada masing-masing fungsi jalan.

Tabel IV.8
Ketentuan Lebar Trotoar di Kawasan Perencanaan
Lebar Minimal Lebar Maksimal
Status Jalan
(m) (m)
Arteri Primer 2 4

ANALISA IV- 35
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Lebar Minimal Lebar Maksimal


Status Jalan
(m) (m)
Kolektor Primer 1,5 3

Lokal Primer 1 2

Lokal Sekunder 1 2

Lingkungan Primer 0,5 2

Lingkungan Sekunder 0,5 2

Sumber: Hasil Rencana 2016

Tabel IV.9
Ketentuan Trotoar Berdasarkan Guna Lahan

Penggunaan Lahan Lebar Minimum


sekitarnya (m)
Perumahan 1,5
Perkantoran 2,0
Industri 2,0
Sekolah 2,0
Terminal/stop bus 2,0
Pertokoan/perbelanjaan 2,0
Jembatan/terowongan 1,0
Sumber : Petunjuk Perencanaan Trotoar No.007/BNKT/1990

Berdasarkan ketentuan tersebut, bila dikaitkan dengan kondisi di


lapangan, ketersediaan jalur pedestrian masih belum memadai.
Jalur pedestrian dengan lebar ±1 m tersebut hanya tersedia di
sepanjang jalan di Pasar Aek Kanopan dan belum dimanfaatkan
sebagaimana fungsinya. Bahkan, jalur pedestrian yang
diperuntukan bagi pejalan kaki dialihfungsikan sebagai tempat
berdagang/berjualan oleh para pedagang sehingga mengganggu
para pejalan kaki.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal
kepada pejalan kaki maka trotoar harus diperkeras, diberi
pembatas (dapat berupa kereb atau batas penghalang/barrier)
dan diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan.
Perkerasan trotoar dapat dibuat dengan blok beton, beton,
perkerasan aspal atau plesteran. Permukaan trotoar harus rata
dan mempunyai kemiringan melintang supaya tidak terjadi

ANALISA IV- 36
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

genangan air. Kemiringan memanjang trotoar disesuaikan


dengan kemiringan memanjang jalan dan disarankan kemiringan
memanjang maksìmum 7% - 10%. Kelandaian yang perlu
diterapkan pada prasarana aksesibilitas adalah 1 satuan vertikal
dibagi 10 horizontal dan diberi jalur penghubung (ramp) agar
memudahkan penggunanya
Persyaratan teknik yang harus diperhatikan dalam perencanaan
jalur pejalan kaki adalah : (Persyaratan Aksesibilitas Pada Jalan
Umum No. 022/T/BM/1999)
a) Tingkat kenyamanan pejalan kaki yang optimal seperti faktor
kelandaian dan jarak tempuh serta rambu-rambu petunjuk
pejalan kaki.
b) Jalur pejalan kaki sebaiknya ditempatkan jauh dari lalu
lintas kendaraan sehingga keamanan pejalan kaki lebih
terjamin, serta tersedianya prasarana pemberhentian bus
dan dekat dengan prasarana umum lainnya.
c) Keamanan terhadap kemungkinan terjadinya benturan
antara pengguna jalur pejalan kaki terutama bagi
penyandang cacat berkursi roda.
d) Penerangan yang cukup di malam hari sehingga
memungkinkan jarak pandang yang cukup.
e) Hindari terjadinya hambatan-hambatan dan
ketidaknyamanan berjalan kaki yang disebabkan oleh
adanya pedagang kaki lima pada jalur pejalan kaki.
f) Jalur pejalan kaki harus dibuat sedemikian rupa sehingga
pada waktu hujan permukaannya tidak licin dan tidak terjadi
genangan air serta disarankan untuk dilengkapi dengan
pohon-pohon pada jalur tepinya.
g) Drainase sebaiknya dibuat tegak lurus dengan arah jalan
dengan lubang yang dijauhkan dari tepi jalur penghubung
(ramp) sehingga tidak mendatangkan bahaya.
h) Penting adanya tepi jalur penghubung (ramp) dan batas
pegangan (handrailing) bagi tongkat tuna netra ke arah
daerah yang berbahaya. Penyetop dibuat setinggi minimum
0,1 m dan lebar 0,15 m sepanjang jalur pejalan kaki.

ANALISA IV- 37
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

4.4.4 Rambu, papan reklame, dan lain-lain ( signage)


Signage atau papan informasi merupakan suatu elemen
kelengkapan jalan atau sebagai suatu elemen visual yang
merupakan alat bantu untuk berorientasinya masyarakat
pemakai ruang kota, perlu diatur agar tercipta keserasian
melalui keseimbangan antara kepentingan umum dan privat,
dampak visual yang tidak berlebihan, sekaligus mengurangi
kesemrawutan dan persaingan dengan rambu-rambu lalu
lintas, yang memang sangat diperlukan.
Kelengkapan jalan yang diatur paling sedikit meliputi badan
jalan, trotoar dan saluran drainase serta amanat PP No. 34 Tahun
2006 terhadap perlengkapan jalan yang teridiri atas perlengkapan
jalan yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan
pengguna jalan. Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung
dengan pengguna jalan adalah bangunan atau alat yang
dimaksudkan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas serta kemudahan bagi pengguna jalan
dalam berlalu lintas, antara lain rambu-rambu (termasuk nomor
rute jalan), marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, lampu
jalan, alat pengendali dan alat pengamanan pengguna jalan,
serta fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan
yang berada di jalan dan di luar jalan seperti tempat parkir dan
halte bus.
Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna
jalan yang wajib meliputi:
a) aturan perintah dan larangan yang dinyatakan dengan APILL
(Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas), rambu, dan marka;
b) petunjuk dan peringatan yang dinyatakan dengan rambu
dan tanda-tanda lain; dan/atau
c) fasilitas pejalan kaki di jalan yang telah ditentukan.
Sedangkan perlengkapan jalan yang berkaitan tidak langsung
dengan pengguna jalan adalah bangunan yang dimaksudkan
untuk keselamatan penggunan jalan dan pengamanan aset
jalan, dan informasi pengguna jalan antara lain patok-patok
pengarah, pagar pengaman, patok kilometer, patok hektometer,
patok ruang milik jalan, batas seksi, pagar jalan, fasilitas yang

ANALISA IV- 38
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

mempunyai fungsi sebagai sarana untuk keperluan memberikan


perlengkapan dan pengamanan jalan, dan tempat istirahat.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, infrastruktur perlengkapan
jalan baik yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan
ataupun yang tidak berkaitan langsung sudah tersedia walaupun
belum memadai.
Dalam UU No. 22 Tahun 2009 dan PP No. 32 Tahun 2011
tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta
Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, perlengkapan jalan, meliputi:
A. Rambu Lalu Lintas
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pertimbangan-
pertimbangan yang harus diperhatikan dalam
perencanaan dan pemasangan rambu adalah:
1) Keseragaman bentuk dan ukuran rambu
Keseragaman dalam alat kontrol lalu lintas
memudahkan tugas pengemudi untuk mengenal,
memahami dan memberikan respon. Konsistensi
dalam penerapan bentuk dan ukuran rambu akan
menghasilkan konsistensi persepsi dan respon
pengemudi.
2) Desain rambu
Warna, bentuk, ukuran, dan tingkat retrorefleksi yang
memenuhi standar akan menarik perhatian pengguna
jalan, mudah dipahami dan memberikan waktu yang
cukup bagi pengemudi dalam memberikan respon.
3) Lokasi rambu
Lokasi rambu berhubungan dengan pengemudi sehingga
pengemudi yang berjalan dengan kecepatan normal
dapat memiliki waktu yang cukup dalam memberikan
respon.
4) Operasi rambu
Rambu yang benar pada lokasi yang tepat harus
memenuhi kebutuhan lalu lintas dan diperlukan
pelayanan yang konsisten dengan memasang rambu
yang sesuai kebutuhan.
5) Pemeliharaan rambu

ANALISA IV- 39
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Pemeliharaan rambu diperlukan agar rambu tetap


berfungsi baik.
Jarak Penempatan :
a) Rambu di Sebelah Kiri
 Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah lalu
lintas, di luar jarak tertentu dan tepi paling luar
bahu jalan atau jalur lalu lintas kendaraan dan
tidak merintangi lalu lintas kendaraan atau pejalan
kaki.
 Jarak penempatan antara
rambu yang terdekat
dengan bagian tepi
paling luar bahu jalan
atau jalur lalu lintas
kendaraan minimal 0,60
meter.
 Penempatan rambu harus mudah dilihat dengan
jelas oleh pemakai jalan.
b) Rambu di Sebelah Kanan
 Dalam keadaan tertentu
dengan mempertimbangkan
lokasi dan kondisi lalulintas
rambu dapat ditempatkan
disebelah kanan atau di atas
daerah manfaat jalan.
 Penempatan rambu di sebelah kanan jalan atau
daerah manfaat jalan harus mempertimbangkan
faktor-faktor antara lain geografis, geometris jalan,
kondisi lalu lintas, jarak pandang dan kecepatan
rencana.
 Rambu yang dipasang pada pemisah jalan
(median) ditempatkan dengan jarak 0,30 meter dari
bagian paling luar dari pemisah jala
B. Marka Jalan
Pemasangan marka pada jalan mempunyai fungsi penting
dalam menyediakan petunjuk dan informasi terhadap

ANALISA IV- 40
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

pengguna jalan. Pada beberapa kasus, marka digunakan


sebagai tambahan alat kontrol lalu lintas yang lain seperti -
rambu, alat pemberi sinyal lalu lintas dan marka- rambu
marka yang lain. Marka pada jalan secara tersendiri
digunakan secara efektif dalam menyampaikan peraturan,
petunjuk, atau peringatan yang tidak dapat disampaikan oleh
alat kontrol lalu lintas yang lain.
C. Alat penerangan Jalan
Alat penerangan jalan harus memenuhi persyaratan
perencanaan dan penempatan sebagai berikut :

Tabel IV.10
Persyaratan Perencanaan dan Penempatan Fasilitas
Penerangan Jalan
Uraian Besara
Tinggi Tiang Lampu (H) n

Lampu standar 10 – 15m


Tinggi tiang rata-rata digunakan 13 m
Lampu Monara 20 – 50
Tinggi tiang rata-rata digunakan m
30
Jarak Interval Tiang Lampu (e) m
Jalan Arteri 3 H – 3,5
Jalan Kolektor 3,5 H – 4
Jalan Lokal 5 HH– 6
Minimum jarak interval tiang H
30
Jarak Tiang Lampu ke Tepi Perkerasan (s1) m 0,7
Minimum
Jarak dari tepi perkerasan ke titik m
penerangan jalan (s2) Minimum
oL/2 o
Sudut inklinasi (l) 20 – 30
Sumber : Pedoman Fasilitas Penerangan Jalan, Ditjen Bina Marga.

ANALISA IV- 41
PENYUSUNAN LAY OUT KAWASAN PERKOTAAN DAN FASILITAS UMUM BERDASARKAN RTRW
DI KAWASAN PERKOTAAN AEK KANOPAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

Tabel IV.11
Ketentuan Penempatan Fasilitas Penerangan Jalan Yang Disarankan

Lokasi Penempatan
Di kiri atau kanan jalan L < 1.2
Di kiri dan kanan jalan berselang-seling 1.2 H <H L < 1.6 H
Di kiri dan kanan jalan berhadapan 1.6 H < L < 2.4 H
Di median jalan 3 L < 0.8
Sumber : Pedoman Fasilitas Penerangan Jalan, Ditjen Bina Marga.H

ANALISA IV- 42

Anda mungkin juga menyukai