Rencana struktur ruang wilayah kota merupakan kerangka sistem pusat-pusat pelayanan kegiatan kota
yang berhierarki dan satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota dan
berfungsi sebagai :
a. arahan pembentuk sistem pusat-pusat pelayanan wilayah kota yang memberikan layanan bagi
wilayah kota;
b. arahan perletakan jaringan prasarana wilayah kota sesuai dengan fungsi jaringannya yang
menunjang keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan kota; dan
c. dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima tahunan untuk 20 (dua puluh)
tahun.
Sedangkan dalam perumusan rencana struktur ruang wilayah kota perlu diperhatikan beberapa kriteria,
yaitu :
a. memperhatikan rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan;
b. jelas, realistis, dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada wilayah kota
bersangkutan;
c. penentuan pusat-pusat pelayanan di dalam struktur ruang kota harus berhirarki dan tersebar secara
proporsional di dalam ruang kota serta saling terkait menjadi satu kesatuan sistem;
d. sistem jaringan prasarana kota dibentuk oleh sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan
prasarana utama dan dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana lainnya.
Selain melalui perumusan struktur ruang, penciptaaan pelayanan yang efektif dan efisien, kompak dan
dinamis dalam suatu wilayah, dapat dilakukan melalui pembagian wilayah yaitu Bagian Wilayah Kota
(BWK), untuk menghindari terjadinya disparitas atau kesenjangan yang berakhir pada menurunnya
pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah. Bagian Wilayah Kota (BWK) menggambarkan suatu kawasan
yang mempunyai satu kesatuan fungsi yang memainkan peran dan fungsi tertentu.
Faktor-faktor yang dijadikan sebagai pertimbangan pembentuk bagian wilayah kota (BWK) antara lain :
- Struktur jaringan jalan, dikaitkan tingkat aksesibilitas antar pusat pelayanan di dalam suatu wilayah,
dalam arti lain dihubungkan dengan prasarana jalan dan arus transportasi angkutan umum yang
memadai.
- Secara geografis saling berdekatan untuk memudahkan pola distribusi dan kolektivitas produksi
komoditas.
- Bentang alam, yang membatasi orientasi geografis antar pusat pelayanan.
- Daya tarik fungsi pelayanan, antar pusat pelayanan di dalam suatu wilayah / kawasan.
- Kesamaan fungsional dan keterkaitan fungsional antar unit-unit lingkungan dalam satu bagian wilayah
kota. Pengelompokan kawasan yang memiliki fungsi dan keterkaitan yang sama dalam satu bagian
wilayah kota akan memberikan keuntungan aglomelerasi dan kemudahan dalam pemenuhan sarana
dan prasarana pelayanan yang sejenis.
- Kebijaksanaan pembangunan regional dan sektoral yang akan diterapkan pada suatu wilayah.
- Kemudahan birokrasi dalam upaya pengendalian ruang.
- Pusat pengembangan dapat berfungsi sebagai penggerak dari kegiatan ekonomi dan sosial pada
masing – masing bagian wilayah kota (BWK).
- Berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat – pusat pertumbuhan baru yang mempunyai fungsi
dan peran dalam mendukung pola pengembangan Kota Bandar Lampung khususnya dan Provinsi
Lampung serta wilayah sekitarnya pada umumnya.
Melalui pembagian wilayah kota ini diharapkan terdapat suatu interaksi yang harmonis antar bagian
wilayah di Kota Bandar Lampung sehingga dapat mengarahkan pola pemanfaatan ruang yang
disesuaikan dengan kesamaan dan keragaman sektor yang berpotensi untuk berkembang, serta
terciptanya keseimbangan dan kelestarian lingkungan dengan menjaga keseimbangan dan keserasian
fungsi serta intensitas penggunaan lahan.
Berdasar pada pertimbangan kerangka rasional untuk pertumbuhan, kesesuaian dengan kecenderungan
perkembangan, keperluan konservasi, prioritas investasi, perbaikan sarana sanitas, tingkat aksesibilitas,
fleksibilitas terhadap perubahan dan pemaksimuman potensi pertumbuhan ekonomi, maka alternatif
pembangunan satelit, yaitu pengembangan struktur kota dengan pola pusat majemuk (multiple nuclei)
yang dirasa lebih sesuai untuk Kota Bandar Lampung serta berdasar pada hasil evaluasi RTRW Kota
Bandar Lampung 2005 – 2015 yang telah dilakukan pada laporan sebelumnya, diketahui fungsi-fungsi
tersebut hingga saat ini masih cukup sesuai dengan kondisi dan pertumbuhan Kota Bandar Lampung.
Kegiatan primer yang perlu dipertahankan diantaranya adalah Pelabuhan Panjang, Kawasan
Perdagangan dan Perdagangan Grosir/ Regional di Teluk Betung, Jasa Komersial di Pusat Kota Tanjung
Karang.
Seiring dengan pertumbuhan investasi serta perkembangan aktivitas perkotaan telah mendorong
munculnya pusat-pusat pertumbuhan baru di Kota Bandar Lampung. Jika pada sebelumnya pusat
kegiatan yang dominan dalam lingkup pelayanan ekonomi perkotaan hanya terjadi di bagian tengah,
tenggara, dan selatan Kota Bandar Lampung yaitu, Tanjung Karang, Teluk Betung dan Panjang, maka
saat ini pusat kegiatan baru dengan skala pelayanan lokal dan regional juga mulai terbentuk di bagian
utara dan barat Kota Bandar Lampung, seperti Wilayah Sukarame mengarah pada fungsi kawasan jasa
pelayanan skala kota dan sebagai kawasan permukiman perkotaan, Wilayah Rajabasa dan Kedaton yang
mengarah pada fungsi distribusi barang dan jasa didukung dengan adanya Terminal Tipe A Rajabasa dan
pusat pendidikan tingkat tinggi, serta sebagian Wilayah Kemiling yang juga mengarah fungsi permukiman
perkotaan.
Namun demikian perkembangan yang terjadi masih perlu ditinjau ulang sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku dan hasil evaluasi dari berbagai sektor (baik internal maupun eksternal)
karena dikhawatirkan ada pada beberapa BWK yang memiliki fungsi tidak cukup berhubungan antara
fungsi yang satu dengan fungsi lainnya, sehingga fungsi tersebut didominasi kegiatan yang tidak sesuai
dengan fungsi BWK.
Lampung, maka perlu pengembangan pusat-pusat baru yang tersebar di seluruh Kota Bandar Lampung
sesuai arah pengembangan struktur kota dengan pola pusat majemuk (multiple nuclei). Berikut adalah
Rencana Pembagian Wilayah Kota Bandar Lampung:
1) Bagian Wilayah Kota (BWK) A, melingkupi 3 (tiga) Kecamatan, yaitu Kecamatan Tanjung Karang
Pusat, Kecamatan Tanjung Karang timur dan Kecamatan Enggal, dengan luas kurang lebih 1.023
hektar dan memiliki fungsi utama BWK A sebagai perdagangan dan jasa skala regional, simpul
transportasi darat dan pendidikan .
2) Bagian Wilayah Kota (BWK) B, melingkupi 3 (tiga) Kecamatan, yaitu Kecamatan Kedaton Kecamatan
Rajabasa, dan Kecamatan Labuhan Ratu dengan luas kurang lebih 1.957 hektar dan memiliki fungsi
utama BWK B adalah pusat pendidikan tinggi dan budaya, simpul utama transportasi darat,
perdagangan dan jasa, permukiman perkotaan, dan kesehatan.
3) Bagian Wilayah Kota (BWK) C, melingkupi 3 (tiga) Kecamatan, yaitu Kecamatan Sukarame,
Kecamatan Tanjung Senangdan Kecamatan Way Halim dengan luas kurang lebih 3.790 hektar dan
memiliki fungsi utama BWK C adalah pendukung pusat pemerintahan provinsi, pendidikan tinggi,
permukiman perkotaan, industri rumah tangga, dan konservasi/hutan kota.
4) Bagian Wilayah Kota (BWK) D, melingkupi 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Sukabumi, dan
Kecamatan Kedamaian dengan luas kurang lebih 3.696 hektar dan memiliki fungsi utama BWK D
sebagai kawasan industri menengah dan pergudangan, perdagangan dan jasa,
permukiman/perumahan, dan pendidikan tinggi.
5) Bagian Wilayah Kota (BWK) E, melingkupi 2 (dua) Kecamatan, yaitu Kecamatan Panjang dan
Kecamatan Bumi Waras dengan luas kurang lebih 1.880 hektar dan memiliki fungsi utama BWK E
adalah pelabuhan utama, pergudangan, perdagangan dan jasa, industri menengah, kawasan kota
wisata dan kota pantai, dan permukiman/perumahan.
6) Bagian Wilayah Kota (BWK) F, melingkupi 3 (tiga) kecamatan, yaitu Kecamatan Kemiling, Kecamatan
Tanjung Karang Barat dan Kecamatan Langkapura dengan dengan luas kurang lebih 4.305 hektar
dan memiliki fungsi utama BWK F adalah pusat pendidikan khusus (SPN), agrowisata dan ekowisata,
pusat olah raga, permukiman/perumahan terbatas, konservasi, perdagangan dan jasa, pendidikan
tinggi, dan industri rumah tangga.
7) Bagian Wilayah Kota (BWK) G, melingkupi 4 (empat) kecamatan, yaitu Kecamatan Teluk Betung
Utara, Teluk Betung Barat, Kecamatan Teluk Betung Selatan, dan Kecamatan Teluk Betung
Timurdenganluas kurang lebih 3.071 hektar dan memilikifungsi utama BWK G adalah pusat
pemerintahan kota, wisata alam dan bahari, perdagangan dan jasa, industri pengolahan hasil laut,
pusat pengolahan akhir sampah terpadu, kawasan resapan air, minapolitan, pelabuhan perikanan,
dan kesehatan.
Sedangkan unsur-unsur utama yang dijadikan dasar penentuan pusat struktur pelayanan kawasan
adalah; hirarki jaringan jalan, infrastruktur, dan kegiatan utama kawasan.
Dalam Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota
Bandar Lampung mengamanatkan Kota Bandar Lampung untuk menjadi Pusat Perdagangan dan Jasa,
oleh karenanya untuk mendorong terbentuknya Kota Bandar Lampung sebagai Pusat Kegiatan Nasional,
Pusat Perdagangan dan Jasa, serta simpul distribusi dan koleksi barang dan jasa skala regional, maka
konsep pembentukan Pusat Pelayanan akan didorong pada kawasan yang memang sudah memiliki
fungsi dan kecenderungan sebagai pusat pelayanan khususnya perdagangan dan jasa. Dengan demikian
struktur hirarki kawasan di Kota Bandar Lampung dibedakan menjadi 2 kelompok utama, yaitu hirarki
pusat pelayanan primer (yang terkait fungsi Kota Bandar Lampung sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) dan Ibukota Provinsi Lampung) dan hirarki pusat pelayanan sekunder (fungsi internal perkotaan).
1. Pusat Pelayanan Primer.
Kawasan/ kegiatan dalam konteks ini sebenarnya merupakan turunan dari pemerintah pusat dan
provinsi yang ditetapkan melalui RTRW Nasional dan RTRW Provinsi. Kegiatan-kegiatan ini tidak
hanya diperuntukkan bagi Kota Bandar Lampung saja, tetapi dapat dimanfaatkan oleh penduduk di
Provinsi Lampung. Jenis kegiatan yang mencerminkan Kota Bandar Lampung sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) dan Ibukota Provinsi Lampung, adalah :
a. Simpul transportasi
Jenis kegiatan simpul transportasi yang ditetapkan sebagai pusat pelayanan regional dan
nasional (ekspor impor) adalah: Pelabuhan Laut Utama Panjang, Terminal Angkutan Jalan
Raya Type A Rajabasa, dan Stasiun Kereta Api Kelas I Tanjung Karang. Keberadaan simpul
transportasi akan sangat mempengaruhi peranan Kota Bandar Lampung sebagai salah satu
Kota yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) oleh Rencana Tata Ruang
Wilayah nasional (RTRWN).
b. Pendidikan
Pendidikan yang dikembangkan dalam hirarki ini adalah pendidikan tinggi dan pendidikan
khusus. Jenis pendidikan tinggi dikembangkan di Kawasan Pendidikan Labuhan Ratu –
Rajabasa dan Sukarame sebagai lokasi pengembangan alternatif, serta disetiap subpusat
pelayanan kota. Sedangkan pendidikan khusus (Akademi Kepolisian) atau SPN dikembangkan
Kecamatan Kemiling.
c. Olah Raga
Kawasan olah raga terpadu dan rekreasi yang memiliki skala pelayanan nasional dan regional
adalah GOR/PKOR yang rencananya dikembangkan di Kemiling..
d. Perkantoran
Kawasan perkantoran yang ada dalam hirarki ini adalah kawasan pemerintahan Provinsi
Lampung. Kawasan ini berada di Kecamatan Teluk Betung Utara (Jalan Dr. Warsito), namun
kedepannya akan diarahkan menuju Kota Baru yang berlokasi di Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Lampung Selatan dan berbatasan dengan Kecamatan Sukarame Kota Bandar
Lampung.
e. Perdagangan
Kawasan perdagangan yang akan dikembangkan sebagai sarana aktivitas jual beli skala
regional akan dikembangkan adalah Pasar Bambu Kuning yang berlokasi di Kecamatan
Tanjung Karang Pusat dan Perdagangan Grosir di Kecamatan Teluk Betung Selatan.
f. Budaya
Kawasan budaya yang dikembangkan di Kota Bandar Lampung adalah situs Keratuan Balaw,
permukiman adat lampung di Negri Olok Gading, Museum Lampung dan Islamic Center (di
Kecamatan Rajabasa), serta Masjid Agung Al Furqon (di Kecamatan Teluk Betung Utara).
2. Pusat Pelayanan Sekunder.
Hirarki internal Kota Bandar Lampung direncanakan berisi tentang kegiatan komersial (perdagangan
dan jasa) dan prasarana sarana dan utilitas yang menjadi pusat pelayanan bagi Kota Bandar
Lampung dan sekitarnya, sampai dengan pusat pelayanan lingkungan.
Hirarki internal di Kota Bandar Lampung dalam RTRW 2011-2030 di rencanakan terdiri dari :
1) Pusat Pelayanan Kota, akan diarahkan di 2 (dua) lokasi, yaitu :
PPK Tanjung Karang dengan wilayah pelayanan seluruh kota yang berfungsi sebagai
perdagangan dan jasa skala regional, simpul transportasi darat dan pendidikan; dan
PPK Panjang dengan wilayah pelayanan seluruh kota yang berfungsi sebagai pelabuhan utama,
pergudangan, perdagangan dan jasa, industri menengah, kawasan kota wisata dan kota pantai,
dan permukiman/perumahan.
2) Subpusat Pelayanan Kota, Kegiatan komersial yang dikawasan ini selain akan melayani bagian
wilayah kota (BWK) Bandar Lampung (pelayanan distrik), diharapkan juga dapat melayani
kawasan perbatasan, sub pusat pelayanan kota akan diarahkan di beberapa kecamatan, yaitu :
SPPK Rajabasa dengan wilayah pelayanan Kecamatan Kedaton, Kecamatan Labuhan Ratu
dan Rajabasa yang berfungsi sebagai Pusat Pendidikan Tinggi dan Budaya, Simpul Utama
Transportasi Darat, perdagangan dan jasa, Permukiman Perkotaan, dan kesehatan;
SPPK Kemiling dengan wilayah pelayanan Kecamatan Kemiling, Kecamatan Langkapura
dan Tanjung Karang Barat yang berfungsi sebagai kawasan pendidikan khusus (Kepolisian
atau Sekolah Polisi Negara), agrowisata dan ekowisata, pusat olah raga, perdagangan dan
jasa, kawasan lindung dan konservasi, permukiman/perumahan terbatas, pendidikan tinggi
dan industri rumah tangga;
SPPK Sukarame dengan wilayah pelayanan Kecamatan Sukarame, Kecamatan Way Halim
dan Tanjung Senang yang berfungsi sebagai pendukung Pusat Pemerintahan Provinsi,
pendidikan tinggi, Perdagangan dan Jasa, Permukiman/Perumahan, Industri Rumah
Tangga, dan Konservasi/Hutan Kota;
SPPK Sukabumi dengan wilayah pelayanan Kecamatan Sukabumi, Kecamatan Kedamaian
dan Tanjung Karang Timur yang berfungsi sebagai kawasan industri menengah dan
pergudangan, perdagangan&jasa, permukiman/perumahan, pendidikan tinggi; dan
SPPK Teluk Betung dengan wilayah pelayanan Kecamatan Teluk Betung Utara, Kecamatan
Teluk Betung Selatan, Kecamatan Teluk Betung Barat dan Teluk Betung Timur yang
berfungsi sebagaipusat pemerintahan kota, wisata alam dan bahari, pendidikan tinggi,
industri pengolahan hasil perikanan laut dan minapolitan, perdagangan dan jasa, pusat
pengolahan akhir sampah terpadu, resapan air, pelabuhan perikanan dan kesehatan;
3) Pusat Lingkungan, Kawasan ini direncanakan hanya akan melayani unit lingkungan/ blok. Jenis
kegiatan yang direncanakan di kawasan ini harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat
pada blok yang bersangkutan. Pusat lingkungan akan diarahkan di beberapa kecamatan yang
sebagian besar fasilitasnya cenderung berskala kecil (lingkungan), yaitu :
PL Labuhan Ratu, Tanjung Senang, Tanjung Karang Barat, Teluk Betung Barat,dan
Kedamaian; dan
PL sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a memiliki fungsi pelayanan tersier
maupun pusat pelayanan lingkungan dan akan diatur lebih lanjut berdasarkan RDTR
Kota.
Tabel 3. 1
Rencana Pembagian dan Penetapan Fungsi Masing-Masing BWK
Tabel 3. 2
Arahan Lokasi Pengembangan Fungsi BWK
SKALA PELAYANAN
NO BWK WILAYAH FUNGSI ARAHAN LOKASI KETERANGAN
MAKSIMAL
1 A Kecamatan Tanjung Perdagangan & jasa Regional Pasir Gintung, Kel.Kelapa Tiga, - Pasar Tradisional Regional Bambu Kuning akan
Karang Pusat Kel.Kaliawi, Kel.Palapa. dipertahankan dan dikembangkan menuju pusat
Kecamatan Tanjung Kel.Tanjung Agung. Perdagangan tradisional modern.
Karang Timur - Pengembangan perdagangan dan jasa regioanl akan
Kecamatan Enggal Kel.Gunung Sari, Kel.Tenjung Karang, dipertahankan di sepanjang koridor Jalan Kartini dan
Kel,Pelita, Kel.Enggal. Jalan Raden Intan.
Simpul transportasi darat Regional Kel.Enggal
Pendidikan Kota Kel. Durian Payung, Kel.Palapa,
Kel.Kaliawi Persada
2 B Kecamatan Rajabasa Pendidikan Tinggi Nasional - Regional Kel.Gedong Meneng, Kel.Rajabasa - Pendidikan tinggi swasta akan mengelompok di
Kecamatan Labuhan Ratu Pemuka, Kel.Labuhan Ratu. Kelurahan Labuhan Ratu Kecamatan Kedaton dan
Kedaton Kebudayaan Regional Kel. Gedong Meneng Kelurahan Gedong Meneng Kecamatan Rajabasa, dan
Simpul Transportasi Regional Kel. Rajabasa perguruan tinggi negeri dipertahankan di Jalan Sumantri
Perdagangan dan Jasa Kota Kel. Kedaton, Labuhan Ratu, Brojonegoro Kecamatan Rajabasa.
Sidodadi, dan Surabaya - Perdagangan dan Jasa dipusatkan di koridor Jalan ZA.
Permukiman / Kota Kel. Rajabasa, Rajabasa Raya, dan Pagar Alam (pertokoan dan Mall) dan koridor Jalan
Perumahan Rajabasa Jaya Teuku Umar/Pasar Kedaton (Pasar Tradisional Modern)
Kesehatan Regional Kel.Penengahan - Rusun Sehat Sederhana diarahkan di Kel. Rajabasa
3 C Kecamatan Tanjung Jalur Transportasi Darat Nasional – Regional Jalan Soekarno Hatta – Jalan Sultan - Arahan pengembangan pendidikan tinggi di Kel. Harapan
Senang Pendukung Agung – Jalan Mayjend Riyakudu Jaya dan Sukarame koridor Jalan Letkol Endro Suratmin
Kecamatan Sukarame Pemerintahan Provinsi Kel. Harapan Jaya sebagai antisipasi pengembangan dari BWK B.
Kecamatan Way Halim Pendukung Pusat Regional Kecamatan Sukarame dan Tanjung - Pusat Kegiatan Olah Raga dipertahankan di PKOR Way
Pemerintahan Provinsi Senang Halim, Kel. Perumnas Way Halim
Pendidikan Tinggi Nasional – Regional Kel. Sukarame dan Korpri Raya - Dengan rencana pengalihan Pemerintahan Provinsi
Permukiman / Kota Kel. Sukarame Baru, Kel.Way Dadi, menuju Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung
Perumahan Kel.Korpri Jaya, Kel.Tanjung Senang, Selatan, diperkirakan Jalan Sultan Agung dan Jalan
Kel.Pematang Wangi, Kel,Way Kandis Terusan Sultan Agung akan menjadi poros utama
Industri Rumah Tangga Kota Kel.Way Kandis, Kel. Gunung Sulah, transportasi darat.
Jagabaya I. - Rusun Sehat Sederhana diarahkan di Kel. Tanjung
Konservasi/Hutan Kota Kota Kel.Way Dadi, Kel.Sukarame Senang
- Perdagangan modern diarahkan di koridor jalan Letkol
Endro Suratmin dan Jalan Terusan Sultan Agung
(pertokoan dan Mall)
4 D Kecamatan Sukabumi Industri dan Regional Kel.Campang Raya, Kel.Campang - Untuk mendukung pengembangan KAIL, jenis industri
Kecamatan Kedamaian Pergudangan Jaya, Kel,Way Gubak yang akan dikembangkan di BWK ini dibatasi hingga
SKALA PELAYANAN
NO BWK WILAYAH FUNGSI ARAHAN LOKASI KETERANGAN
MAKSIMAL
Perdagangan& Jasa Kota Kel.Tanjung Agung Raya, Kel.Tanjung skala menengah.
Baru
Permukiman / Kota Kel.Kedamaian, Kel.Kalibalau
Perumahan Kencana, Kel.Nusantara Permai, Kel. - Rusun sehat sederhana diarahkan di Kel. Ketapang,
Sukabumi, Kel.Sukabumi Indah. Kalibalok Kencana, dan Campang Raya.
Pendidikan tinggi Kota Kel.Tanjung Agung Raya, Kel.Tanjung
Raya
5 E Kecamatan Panjang Pelabuhan Utama Nasional – Internasional Kel. Srengsem, Kel.Panjang Utara, - Pelabuhan laut diharapkan akan terus berkembang
Kecamatan Bumi Waras Kel.Panjang Selatan sebagai pintu gerbang dan pendorong perkembangan
Transportasi ekspor- Nasional – Internasional Kel. Srengsem, Kel.Panjang Utara, Kota Bandar Lampung dan seluruh Provinsi Lampung.
import Kel.Panjang Selatan
Industri menengah dan Nasional – Regional Kel. Srengsem, Kel.Panjang Utara,
pergudangan Kel.Panjang Selatan, Kel.Ketapang,
Kel.Way Lunik, Kel.Bumi Waras,
Kel.Garuntang
Perdagangan dan jasa Kota Panjang Utara, Kel.Kangkung
Perumahan/permukiman Kota Tersebar kecuali pada kawasan
lindung
6 F Kecamatan Tanjung Pendidikan khusus Regional - Nasional Kel.Beringin Raya - Rusun sehat sederhana diarahkan di Kel. Gedong Air,
Karang Barat Wisata Agro Regional Kel. Kedaung, Sumber Agung, Pinang dan Kemiling Permai.
Kecamatan Kemiling Jaya, Sukadanaham
Kecamatan Langkapura Wisata Alam dan Hutan Regional Kel. Kedaung, Sumber Agung, dan
Pinang Jaya, Sukadanaham
Wisata Hortikultura Regional Kel. Kedaung, Sumber Agung, dan
Pinang Jaya, SUkadanaham
Permukiman / Kota Kel. Sumberejo Kemiling, dan
Perumahan Terbatas Kemiling Permai
Kawasan Lindung dan Kota Kel. Susunan Baru, Sukadanaham,
Konservasi Kedaung, Beringin Raya , Sumber
Agung dan Reg. 19.
Pendidikan tinggi Kota Kel. Beringin Raya, Kel.Langkapura
Industri rumah tangga Kota Kel.Gunung Agung, Kel.Langkapura
7 G Kecamatan Teluk Betung Pusat Pemerintahan Kota Kel. Sumur Batu - Setelah Pusat Pemerintahan Provinsi pindah ke Jati
Utara Kota Agung, akan digantikan fungsinya sebagai Pusat
Kecamatan Teluk Betung Wisata Alam dan Bahari Regional - Kota Sukamaju, Keteguhan dan Kota Pemerintahan Kota.
Timur Karang - Pengembangan kedepan pengelolaan persampahan
Kecamatan Teluk Betung Industri Pengolahan Kota Pulau Pasaran dan Lempasing akan bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten
Selatan Hasil Perikanan Laut dan Pesawaran.
SKALA PELAYANAN
NO BWK WILAYAH FUNGSI ARAHAN LOKASI KETERANGAN
MAKSIMAL
Kecamatan Teluk Betung Minapolitan
Timur TPA Sampah Kota Kel.Bakung.
Kawasan Resapan Air Kota Tahura WA. Rahman, Batu Putu,
Keteguhan, dan Sukamaju
Pelabuhan perikanan Sukamaju
Kesehatan Kota Kel.Pengajaran
Sumber: Kajian Konsultan, 2010.
Berdasarkan hasil kajian sistem transportasi dan sistem pergerakan, komposisi panjang jalan berdasarkan
jenis permukaan jalan di Kota Bandar Lampung terus mengalami perkembangan kearah kemajuan yang
positif, namun demikian peningkatan aktivitas penduduk dan bertambahnya volume kendaraan
berimpilkasi pada meningkatnya instensitas penggunaan jaringan jalan. Kondisi tersebut juga berdampak
pada terjadinya kemacetan pada beberapa ruas jalan utama kota yang menghubungkan pusat kegiatan
kota di Tanjung Karang dengan kawasan perkantoran, kawasan pendidikan, kawasan perumahan dan
kawasan perdagangan dan jasa. Peningkatan aktivitas tersebut memerlukan dukungan jaringan jalan
yang memadai dan berkualitas. Pengembangan jaringan jalan mutlak diperlukan baik pengembangan
jalan baru maupun peningkatan kapasitas jalan eksiisting. Bercermin pada kondisi eksisting dan hasil
kajian, maka skenario pengembangan sistem jaringan jalan Kota Bandar Lampung adalah :
1. Memperjelas fungsi dan manfaat masing-masing ruas jalan di Kota Bandar Lampung melalui
penetapan fungsi dari perwujudan struktur jaringan jalan.
2. Pembagian beban pada beberapa ruas jalan utama melalui :
Peningkatan fungsi jaringan jalan
Pembangunan ruas jalan baru berupa jalan layang
Untuk mendukung pengembangan sistem transportasi darat Kota Bandar Lampung, arahan dan strategi
yang perlu dilakukan adalah :
1. Penetapan status jaringan jalan di Kota Bandar Lampung, yaitu :
a. Jalan Nasional, meliputi ruas jalan :Soekarno Hatta (By Pass); Jalan Yos Sudarso ; Laksamana
Malahayati; RA. Kartini; Wolter Monginsidi; Imam Bonjol
b. Jalan Provinsi, meliputi ruas jalan :Jendral Ahmad Yani; Jendral Sudirman; Jendral Gatot
Subroto; Gajah Mada; Perintis Kemerdekaan; Pangeran Antasari; Pangeran Tirtayasa; Ir.
Sutami; RE. Martadina; KH. Hasyim Ashari; WR. Supratman
c. Jalan Kota, meliputi seluruh jaringan jalan yang tersebar diseluruh Kota Bandar Lampung selain
Jalan Negara/Nasional dan Jalan Provinsi.
2. Mengarahkan peningkatkan status Jalan Sultan Agung – Jalan Terusan Sultan Agung dan Jalan
Letkol Endro Suratmin dari Jalan Kota menjadi Jalan Provinsi dengan pertimbangan kedua ruas jalan
tersebut nantinya akan menjadi poros utama dari dan menuju Pusat Pemerintahan Provinsi
Lampung.
3. Penetapan dan peningkatan fungsi jaringan jalan Arteri Primer sebagai jaringan jalan yang
menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan wilayah, meliputi ruas jalan :Soekarno Hatta (By Pass).
4. Penetapan dan peningkatan fungsi jaringan jalan Kolektor Primer sebagaijaringan jalan yang
menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal,
antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal,
meliputi ruas jalan :Laksamana Malahayati, RE. Martadinata, Yos Sudarso, Imam Bonjol, Ir.Sutami,
Terusan Sultan Agung, Basuki Rahmat.
5. Penetapan fungsi Jaringan jalan Lokal Primer, jalan ini akan memperkuat interaksi internal untuk
mendukung pola perkembangan ruang yang bersifat horizontal membentuk suatu sistem jaringan
jalan Jalan lokal primer ini merupakan jalan yang kota. Beberapa jalan lokal primer memiliki fungsi
sebagai jalan feeder (pengumpan) yang menghubungkan antara jalan-jalan utama dengan pusat
lingkungan, jalan-jalan utama dengan kelurahan, pusat lingkungan dengan kelurahan, atau antar
kelurahan. Yang termasuk jaringan jalan lokal primer adalah seluruh jaringan jalan yang tersebar di
seluruh Kota Bandar Lampung yang tidak termasuk dalam fungsi jaringan jalan arteri primer dan
kolektor primer.
6. Penetapan fungsi Jaringan jalan Arteri Sekunder sebagai jaringan jalan yangmenghubungkan
kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua, meliputi ruas
jalan :Jenderal Ahmad Yani, Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, Hasanudin, Ikan Tenggiri,
Jenderal Gatot Subroto, Gajah Mada, Pangeran Antasari, Kotaraja, Raden Intan, RA.Kartini, Teuku
Umar, ZA. Pagar Alam.
7. Penetapan fungsi Jaringan jalan Kolektor Sekunder sebagai jaringan jalan yang menghubungkan
antara kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua, atau kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder ketiga, meliputi ruas jalan :Jalan Brigjen Katamso, Jalan Perintis
Kemerdekaan, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Alamsyah Ratu Prawiranegara, Jalan Ichwan
Ridwan Rais, Jalan Yasir Hadibroto, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Putri Balau, Jalan Dr. Susilo, Jalan
Kapten Abdul Haq, Jalan Pramuka, Jalan Panglima Polim, Jalan Sam Ratulangi, Jalan Teuku Cik
Ditiro, Jalan Raden Imba Kusuma Ratu, Jalan RA. Maulana, Jalan M. Saleh Kusumayudha, Jalan
Mata Air, Jalan Padat Karya, Jalan Wan Abdurahman, Jalan Setiabudi, Jalan Dr. Warsito, Jalan Cut
Mutia, Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Jalan Inpres, Jalan Pangeran Emir M.Noor, Jalan Cut Nyak
Dien, Jalan Tamin, Jalan Agus Salim, Jalan Muhammad Ali, Jalan Sisingamaraja, Jalan HR. Rasuna
Said, Jalan KH. Ahmad Dahlan, Jalan Mayor Salim Batubara, Jalan Pulau Legundi, Jalan Pulau
Tegal, Jalan Pulau Damar, Jalan WR. Supratman, Jalan Pangeran Tirtayasa, Jalan Urip Sumoharjo,
Jalan Letkol Endro Suratmin, Jalan Sultan Agung, Jalan Untung Surapati, Jalan Kimaja, Jalan Ratu
Dibalau, Jalan RA. Basyid, dan Jalan Komaruddin; dan,
8. Jaringan jalan Strategis Kota adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan kota
berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan
keamanan kota. Mengacu pada Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan
Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, Jaringan jalan strategis merupakan jalan yang
memiliki status sebagai jalan kota terdiri dari beberapa jalan ateri primer, jalan kolektor primer, jalan
kolektor sekunder, serta jalan lokal yang terdapat di Kota Bandar Lampung dan diperkirakan mampu
memicu pertumbuhan ekonomi wilayah :Jalan Soekarno Hatta; Yos Sudarso – Laksamana
Malahayati;ZA. Pagar Alam – Teuku Umar – RA. Kartini;Wolter Mongisidi – Imam Bonjol;Raden
Intan – Jenderal Gatot Subroto;Jenderal A. Yani – Jenderal Gatot Subroto;Jalan Gajah Mada –
Pangeran Antasari – Pangeran Tirtayasa; Hayam Wuruk;Urip Sumohardjo – Jalan Letkol Endro
Suratmin; Sultan Agung – Jalan Terusan Sultan Agung;Jalan Ir. Sutami; Pramuka.
9. Melakukan pelebaran beberapa ruas jalan utama kota seperti:Gajah Mada, Hayam Wuruk, Ryacudu,
Urip Sumoharjo, Letkol Endro Suratmin, Arif Rahman Hakim, Ridwan Rais, Ki Maja, Teuku Umar,
ZA.Pagar Alam, Untung Suropati, RA Basyid, Imam Bonjol, Kotaraja, Pangeran Diponegoro,
Jenderal Gatot Subroto, Jenderal Sudirman, Jenderal Ahmad Yani, Woltermonginsidi, Ratu Dibalaw,
Tirtayasa, Arif Rahman Hakim, Ridwan Rais, RA. Kartini, Raden Intan, Pramuka, Ir. Sutami, Sultan
Agung
10. Rencana pengembangan Rencana jalan layang (fly over) yang akan direncanakan:
Jalan Gajah Mada dan berakhir di Jalan Ir. Juanda untuk mengurangi titik-titik kemacetan lalu
lintas Kota Bandar Lampung akibat volume lalu lintas yang semakin lama semakin meningkat
terutama di Jalan Gajah Mada sekitar rel.
Jalan Ki Maja (sekitar Ki Maja Icon) dan berakhir di Jalan Ratu Dibalau, antara Jalan Pangeran
Antasari dengan jalan Pangeran Tirtayasa, antara Jalan Teuku Umar dengan Jalan ZA.Pagar
Alamdan yang menghubungkan Jalan Sultan Agung dengan Jalan Terusan Sultan Agung. Ketiga
jalan layang tersebut direncanakan untuk mengurangi pertemuan langsung antara jalan kota
dengan jalan nasional (jalan Soekarno Hatta).
11. Rencana pembangunan terowongan (underpass) sebagai pengganti palang perlintasan kereta api
ditujukan untuk mengurangi kemacetan pada beberapa ruas jalan yang aktivitasnya cukup padat dan
kemungkingan terdapat keterbatasan dalam pengembangan jaringan jalan yaitu :Jalan Urip
Sumoharjo, dan Jalan HOS Cokroaminoto.
12. Penataan perempatan dan persimpangan, bugh, serta bern jalan seperti, pertigaan Jalan Teuku
Umar – Ki Maja; perempatan jalan Urip Sumoharjo – Arif Rahman Hakim, Teuku Umar – Sultan
Agung, Jenderal Sudirman – Gajah Mada, Pangeran Antasari – Ridwan Rais, ZA. Pagar Alam –
Sultan Agung, Pangeran Diponegoro – Cut Mutia
13. Membatasi akses jalan-jalan kota yang terkoneksi langsung dengan jalan arteri primer (Jalan
Soekarno Hatta) seperti jalan Urip Sumoharjo dan jalan Endro Suratmin seperti memberlakukan
kebijakan satu arah pada jalan tersebut untuk mengurangi tercampurnya antara pergerakan lokal
dan regional.
Tabel 3. 3 Rencana Hirarki Jaringan Jalan Kota Bandar Lampung
Karena itu, perlu ada pembenahan sistem trayek angkutan masal Kota Bandar Lampung disesuaikan
dengan ciri pelayanan dan kawasan yang dihubungkannya. Konsep pengembangan sistem transportasi
perkotaan dengan yang saat ini sedang menjadi trend di kota-kota besar adalah sistem Transit Oriented
Development (TOD) cukup baik, namun secara umum penerapan Bus Rapid Transit (BRT) sebagai
bagian dari sistem TOD di Kota Bandar Lampung dengan kondisi jaringan jalan yang ada sudah
memungkinkan untuk dikembangkan. Seiring dengankebutuhan penduduk akan sarana transportasi yang
memadai, konsep BRT dapat digunakan dengan tetap memperhatikan perkembangan Kota Bandar
Lampung, dalam arti konsep BRT diatas digabungkan dengan konsep angkutan masal konvensional yaitu
dengan memanfaatkan jaringan jalan yang ada bersamaan dengan angkutan masal dan kendaraan lain.
Pengembangan sistem transportasi dilakukan dengan jalan meningkatkan kualitas jaringan yang sudah
ada, pengembangan jalan baru berupa jalan yang berpola grid-linier yang menghubungkan dengan jalan –
jalan yang mengelilingi serta di pusat pemerintah dengan membagi pergerakan kendaraan di pusat kota
ke daerah-daerah sekitarnya, dan pengembangan terminal. Selain itu, perlu dikembangkan sistem
transportasi intermoda yang meliputi sistem transpotasi darat, laut dan udara. Dalam rangka peningkatan
aksesibilitas keseluruh bagian wilayah kota atau bahkan wilayah metropolitan Bandar Lampung, perlu
dibangun sistem transportasi massal, yang terstruktur. Mulai dari pelayanan regional, metropolitan, antar
kabupaten, antar bagian wilayah kota hingga lingkungan.
Selain itu konsep pengembangan sistem transporstasi Kota Bandar Lampung dimasa mendatang juga
akan diarahkan dapat menunjang aktifitas kawasan perkotaan Bandar Lampung serta peran Kota Bandar
Lampung sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Pengembangan sistem transportasi perkotaan dapat
menggunakan sistem Transit Oriented Development (TOD). TOD bertujuan menciptakan komunitas-
komunitas kompak yang berpusat pada sistem trasportasi masal yang berkualitas. Dalam pendekatan
TOD, sistem transportasi kota, dilihat sebagai instrumen untuk mengendalikan dan mengatur
pertumbuhan kota dan sebaliknya. Penerapan TOD pada sistem transportasi perkotaan nantinya tidak
akan lepas dari adanya Bus Rapid Transit (BRT), penerapan BRT ini juga nantinya juga akan berimplikasi
pada penyediaan fasilitas bagi pejalan kaki.
Ciri utama BRT adalah jalur Khusus, tidak bercampur dengan moda lain, pembayaran ongkos dilakukan
sebelum naik bus, bus hanya berhenti ditempat yang ditentukan dengan frekuensi pelayanan yang teratur
setiap hari, model BRT saat ini sudah diterapkan dibeberapa kota di Indonesia seperti Jakarta dan
Jogjakarta. Perkembangan kawasan pemukiman kota yang tersebar dan tidak teratur sehingga
menyebabkan jarak yang panjang antara lokasi kerja dengan lokasi tempat tinggal, dengan
kecenderungan itu bila angkuatan umum tidak di benahi maka akan semakin banyak orang yang
menggunakan kendaraan pribadi sehingga kemacetan tidak dapat dihindari lagi.
Oleh sebab itu persoalan kemacetan lalu-lintas dapat dilihat dari dua sisi yaitu :jalan yang terbatas dan
kendaraan bertambah. Selama ini masalah jalan yang terbatas diselesaikan dengan melebarkan dan
membangun jalan yang baru. Tetapi justru pembangunan jalan yang baru ini mengakibatkan
bertambahnya jumlah kendaraan pribadi. Sebaliknya pendekatan TOD ini lebih memperhatikan
pendekatan dampak bertambahnya kendaraan pribadi. TOD sendiri memiliki tiga prinsip yaitu konsentrasi
penduduk,guna lahan campuran untuk hunian dan komersial dan elemen perancangan kota.
Mengacu pada konsep diatas, beberapa strategi pengembangan sistem angkutan umum Kota Bandar
Lampung masa mendatang adalah :
a. Mempertahankan keberadaan 4 (empat) trayek utama dengan moda transportasi bus kota yang telah
ada, yaitu :Rajabasa – Tanjung Karang (Pasar Bawah), Tanjung Karang (Pasar Bawah) – Teluk
Betung (Gudang Lelang) via Jalan Diponegoro, Tanjung Karang (Pasar Bawah) – Korpri , Rajabasa
– Panjang
b. Mengganti peran angkot secara bertahap menjadi Bus kota ukuran kecil (micro bus)atau sedang
pada jalur – jalur utama kota dengan menambah trayek cabang, yaitu :Tanjung Karang – Teluk
Betung (Gudang Lelang) via Jalan Wolter Monginsidi – Cut Nyak Dien – P. Emir M Noer – WR.
Supratman – Hasanudin – Laks. Malahayati – Yos Sudarso – PP; Tanjung Karang – Kemilingvia
Jalan Imam Bonjol – PP; Tanjung Karang (Pasar Bawah) – P. Antasari via Jalan Pemuda – Hayam
Wuruk – P. Antasari – PP; Tanjung Karang (Pasar Bawah) – Teluk Betung (Gudang Lelang) via
Jalan Gatot Subroto – PP.
c. Mempertahankan trayek ranting yang telah ada, yaitu :Sukaraja – Srengsem (Panjang), Sukaraja –
Lempasing, Rajabasa – Pramuka – Kemiling, Pasar Cimeng – Lempasing
d. Membatasi jumlah angkutan mobil penumpang umum yang masuk ke Pusat Kota Tanjung Karang
dengan Menghapus trayek ranting yang ada, yaitu :Tanjung Karang – Rajabasa, Tanjung Karang –
Sukaraja, Tanjung Karang – Kemiling, Tanjung Karang – Garuntang, Tanjung Karang – Teuku Umar
– Way Kandis, Tanjung Karang – Ratulangi, Tanjung Karang – Sukarame, Tanjung Karang –
Permata Biru, Tanjung Karang –Tirtayasa– Ir.Sutami, Tanjung Karang – Riyakudu – Simp. Sutami
e. Menambah trayek ranting sebagai kompensasi dari dihapuskannya trayek yang ada, yaitu trayek
ranting yang melayani masing-masing Bagian Wilayah Kota (BWK) kecuali BWK A.
f. Mengembangkan moda transportasi masal berupa bus kota yang aman dan nyaman pada trayek
utama dengan konsep Bus Rapid Transit (BRT) seperti Trans Jakarta atau Trans Jogja. Beberapa
trayek yang diarahkan untuk dikembangkan diantaranya adalah: Rajabasa – Panjang, Natar –
Rajabasa – Sukaraja, Kemiling – Ir.Sutami, Kemiling – Sukaraja, Rajabsa – Pasar Cimeng, Pasir
Putih – Srengsem – Lempasing.
Tabel 3. 5
Rekapitulasi Kebutuhan Energi Listrik Kota Bandar LampungTahun 2015 – 2030
Rencana sistem jaringan telekomunikasi yang dikembangkan di Kota Bandar Lampung terdiri atas :
Sistem jaringan telekomunikasi meliputi :
a. Penyelenggaraan jaringan tetap
b. Penyelenggaraan jaringan bergerak
Penyelenggaraan jaringan tetap adalah sebagai berkut :
a. Penyelenggaraan jaringan tetap lokal
b. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh
c. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional
d. Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup
Penyelenggaraan jaringan bergerak sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial
b. Penyelenggaraan jaringan bergerak seluler
c. Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit
Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi adalah sebagai berikut :
Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan telepon fixed line dan
lokasi pusat automatisasi sambungan telepon (STO) di Tanjung Karang, Teluk Betung, Kedaton,
Panjang, dan Langkapura.
Infrastruktur telepon nirkabel berupa lokasi menara telekomunikasi termasuk menara Base
Transceiver Station (BTS)bersama.
Rencana Peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi
Pengembangan sistem telekomunikasi interkoneksi nasional untuk Mikro Digital dan interkoneksi
Sumatera Selatan – Lampung untuk Serat Optik dan Mikro Analog.
- Mikro Digital
Rencana pengembangan jaringan mikro digital di Provinsi Lampung merupakan interkoneksi
yang menyeluruh dan integral secara nasional dari ujung timur (Provinsi Papua) sampai dengan
ujung barat (Provinsi NAD). Jaringan Mikro Digital yang dikembangkan dari Pulau Jawa akan
melalui Kabel Bawah Laut dan melalui Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung,
Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung
Barat, lalu menuju ke Provinsi Sumatera Selatan.
- Serat Optik
Rencana pengembangan jaringan serat optik di Provinsi Lampung merupakan interkoneksi
antara Provinsi Lampung dengan Provinsi Sumatera Selatan. Jaringan Serat Optik
dikembangkan dari Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung
Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, lalu menuju ke Provinsi Sumatera
Selatan.
- Mikro Analog
Rencana pengembangan jaringan mikro analog di Provinsi Lampung merupakan interkoneksi
yang menyeluruh dan integral secara nasional dari ujung timur (Provinsi Papua) sampai dengan
ujung barat (Provinsi NAD). Jaringan Mikro Analog yang dikembangkan dari Pulau Jawa akan
melalui Kabel Bawah Laut dan melalui Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung,
Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten
Way Kanan, lalu menuju ke Provinsi Sumatera Selatan.
Apabila hal seperti ini tidak diantisipasi, maka dikhawatirkan dapat menimbulkan ketegangan dan bahkan
konflik akibat benturan kepentingan manakala permintaan (demand) tidak lagi seimbang dengan
ketersediaan sumber air untuk pemenuhannya (supply). Oleh karena itu perlu upaya secara proporsional
dan seimbang antara pengembangan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber air baik dilihat dari aspek
teknis maupun aspek legal.
Berdasarkan kondisi eksisting dan hasil analisa, air permukaan dan air tanah di Kota Bandar Lampung
semakin menurun baik debit air maupun kualitasnya. Rusaknya kawasan hulu sungai serta pencemaran
lingkungan dan semakin berkembangnya lahan terbangun di sempadan-sempadan sungai dan rusaknya
catchment area menjadi beberapa faktor yang menjadi penyebab bertambah buruknya kualitas air
permukaan dan tanah di Bandar Lampung. Diprediksi Kota Bandar Lampung akan mengalami krisis air
dalam jangka waktu 20 tahun, oleh karena itu diperlukan sistem pengelolaan sumber daya air yang baik
yang terintegrasi dengan rencana pengembangan sistem penyediaan air minum serta dibutuhkan
kerjasama regional antara pemerintah Kota Bandar Lampung dengan Kabupaten Pesawaran dan
Lampung Selatan terkait pengelolaan sumber daya air.
Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air lintas wilayah bertujuan untuk menjaga
ketersediaan air, baik air permukaan maupun air tanah sebagai sumber air minum dan air baku penduduk
Kota Bandar Lampung. Pengembangan jaringan ini tidak lepas dari kerjasama antar daerah mengingat
wilayah Kabupaten Pesawaran khususnya merupakan hulu dari sungai-sungai yang mengalir di Kota
Bandar Lampung. Rencana pengembangan sumber daya air lintas wilayah ini berupa:
1. Kerjasama kelembagaan dalam pengelolaan maupun pembiayaan antara Pemerintah Kota Bandar
Lampung dan Kabupaten Pesawaran yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Lampung melalu
Dinas Kehutanan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem di Register 19 (Taman
Hutan Rakyat/Tahura Wan Abdurrahman) dan kaki Gunung Betung sebagai catchment area.
2. Membangun kerjasama dalam sistem penyediaan air bersih perpipaan dengan Kabupaten
Pesawaran dan Kabupaten Lampung Selatan.
Oleh karenanya rencana pengembangan wilayah sungai dan embung di Kota Bandar Lampung adalah:
1. Normalisasi seluruh daerah aliran sungai di Kota Bandar Lampung yang meliputi 19 sungai.
2. Rehabilitasi dan revitalisasi wilayah hulu sungai yang bekerjasama dengan Pemerintah
Kabupaten Pesawaran.
3. Pembuatan jalan inspeksi sebagai buffer (pembatas) yang diprioritaskan pada sungai-sungai
besar di Kota Bandar Lampung.
4. Menetapkan wilayah sempadan sungai sebagai kawasan lindung kota
5. Mempertahankan dan merevitalisasi embung-embung eksisting di Institut Agama Islam
NegeriSukarame, Perumahan Korpri Sukarame, kelurahan Sukamaju, Ragom Gawi
Rajabasadan komplek Universitas Lampung Rajabasa.
6. Membuat embung-embung baru dengan mengembangkan sistem polder khususnya di kawasan
pesisir dan rawan genangan seperti di Kecamatan Teluk Betung Selatan, Panjang, Tanjung
Karang Pusat, Sukarame, Tanjung Senang, Kedaton, dan Rajabasa.
7. Revitalisasi sungai dan embung sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat tujuan wisata.
Tabel 3. 6
Rencana Pengelolaan Air Tanah Berdasarkan Zonasi Kawasan Resapan Air
KATEGORI
ZONA WILAYAH RENCANA PENGELOLAAN
RESAPAN
Rehabilitasi kawasan TAHURA WAR sebagai catchment area
Menetapkan kawasan lindung
Kecamatan Kemiling dan
I Recharge Area Pengendalian kegiatan budidaya
Teluk Betung Barat
Revitalisasi TPA Bakung dan pembuatan buffer pada
kawasan sekitar TPA
Melakukan penghijauan dengan optimasi dan pembuatan
Kecamatan Tanjung Karang RTH
Barat, Tanjung Karang Timur,
Pembatasan & pengendalian penggunaan air tanah dalam
II Area Penyangga Panjang, Tanjung Karang
Pengendalian kegiatan budidaya khususnya permukiman &
Pusat, Teluk Betung Utara,
industri
dan Teluk Betung Selatan.
Pembuatan IPAL skala kawasan
Pengendalian kegiatan budidaya
Penghijauan melalui optimasi ruang terbuka hijau
Kecamatan Kedaton,
Pembatasan, pengaturan, dan pengendalian penggunaan
III Resapan Rendah Sukarame, Tanjung Karang
sumur bor
Barat
Pembuatan sumur-sumur resapan
Pembuatan dan optimasi embung/situ.
Kecamatan Tanjung Karang Penghijauan kawasan dan pembuatan RTH
IV Resapan Sedang Pusat, Sukabumi, Tanjung Pembuatan sumur-sumur resapan
Karang Timur Pembuatan IPAL skala kawasan
Pembuatan sumur resapan yg diprioritaskan pada setiap
V Resapan Tinggi Sukabumi dan Sukarame bangunan rumah
Pembuatan sumur injeksi air langsung ke permukaan akuifer
Kawasan Pesisir Teluk Lampung, Pengendalian & pembatasan penggunaan air tanah
VI Dipengaruhi Air Kecamatan Teluk Betung Penghijauan pada sempadan pantai dan sungai serta
Laut Selatan, Panjang permukiman
Sumber:- RPPLH Kota Bandar Lampung, 2011.
3.2.4.4 Sistem pengendalian banjir
Pada prinsipnya pemecahan masalah banjir dilakukan secara fisik dan non fisik bersama-sama dalam
jangka panjang untuk menyeimbangkan siklus air. Pendekatan pembangunan fisik melalui teknologi
buatan manusia selama ini adalah pembuatan waduk buatan (situ, danau, embung air) dan sumur
resapan. Pembuatan waduk dan sejenisnya memerlukan lahan yang sekarang sulit didapatkan, demikian
juga penerapan sumur resapan juga sulit dilaksanakan secara masal.
Sementara pendekatan non fisik melalui perencanaan tata ruang dan tata kelola air yang baik, selaras
dengan kegiatan manusia. Tata ruang air tidak berarti menata ruang airnya, akan tetapi lebih kepada
penataan ruang yang memberikan perhatian lebih kepada siklus air agar keseimbangan air terjaga. Pada
musim hujan air tidak menimbulkan masalah besar di daratan dan sebaliknya pada musim kemarau tidak
terjadi kekeringan atau kekurangan air.
Rencana sistem pengendalian banjir Kota Bandar bertujuan untuk mengurangi resiko dan kerentanan
Kota Bandar Lampung terhadap bencana banjir. Adapun rencana pengendalian banjir adalah sebagai
berikut:
1. normalisasi dan rehabilitasi sungai-sungai di Kota Bandar Lampung;
2. kerjasama antar Pemerintah Kota/Kabupaten dan lembaga terkait dalam rangka rehabilitasi dan
revitaliasi hulu sungai;
3. pembuatan embung dan sumur resapan dengan sistem polder di wilayah rawan banjir dan di
daerah resapan air tersebar di seluruh kecamatan;
4. mengembangkan biopori khususnya pada lingkungan perumahan
5. Perumahan diwajibkan untuk membuat embung terutama di daerah rawan banjir.
6. menetapkan GSS sebagai kawasan lindung dan revitalisasi GSS;
7. pembatasan dan pengendalian pembangunan permukiman di Kecamatan Kemiling, Kecamatan
Tanjung Karang Barat dan Kecamatan Teluk Betung Barat;
8. membatasi dan mengendalikan kegiatan budi dayadi kawasan Batuputu yang dapat difungsikan
sebagai daerah tangkapan hujan serta pengembangan wisata ekologi;
9. revitalisasi dan reboisasi kawasan-kawasan bukit dan gunung di Kota Bandar Lampung; dan
10. pemeliharaan saluran drainase kota serta melarang melakukan penutupan saluran drainase
secara permanen.
Tabel 3. 7
Strategi dan Rencana Tindak Pengendalian Banjir
STRATEGI
NO BENTUK TINDAKAN
PENGENDALIAN
Pengendalian Tata Ruang Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaanpenggunaan ruang
sesuai kemampuannya dengan mempertimbangkan permasalahan banjir,
pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya, penegakan hukum
terhadap pelanggar rencana tata-ruang yang telah memperhitungkan Rencana
induk Pengembangan Wilayah Sungai.
Pengaturan Debit Banjir Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan pembangunan dan
pengaturan: bendungan dan waduk banjir, tanggul banjir, palung banjir,
pembagi atau pelimpah banjir, daerah retensi banjir dan sistem polder
Pengaturan Daerah Rawan Banjir Pengaturan tata-guna lahan dataran banjir (flood plain management)
Penataan lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan sungai,
peruntukan lahan di kiri kanan sungai, penertiban bangunan di sepanjang
aliran sungai.
Peningkatan Peran Serta Masyarakat
Pengaturan untuk Mengurangi Penyediaan informasi dan pendidikan,
Dampak Banjir Terhadap Masyarakat
Rehabilitasi, rekontruksi dan atau pembangunan prasarana sarana utilitas,
Melakukan penyuelamatan, pengungsian dan tindak darurat lainnya.
Asuransi
Pengelolaan daerah Tangkapan air Pengaturan dan perawatan pemanfaatan lahan (tata – guna hutan,kawasan
budidaya dan kawasan lindung)
Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak,
Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatatif, kimia, maupun
mekanis;
Perlindungan/konservasi kawasn-kawasan lindung
Penyediaan Dana Pengumpulan dompet banjir oleh masyarakat secara rutin dfan dikelola sendiri
oleh masyarakat pada daerah yang rawan banjir,
Penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah banjir
Penyediaan dana pengendalian banji oleh pemerintah Kota dan Provinsi.
Melakukan Jejak Pendapat Informasi dan pendapat dari masyarakat setempat harus dievaluasi secara
Masyarakat Secara Reguler berkala sebagai masukan untuk pengembangan rencana, contoh:
Membuat sistem jejak pendapat pada acara televisi
Membuat MAILBOX untuk persiapan bahaya bencana (gempa, tsunami,
banjit, dll)
Membuat Website untuk persiapan penanggulangan bencana
Sumber: Skenario Design Mitigasi Bencana Kota Bandar Lampung, Bappeda B.Lampung 2009.
Untuk SPAM dengan perpipaan yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way Rilau,
cakupan pelayanan yang ada masih rendah yaitu hanya sekitar 20 – 30 % dari jumlah penduduk kota
Bandar Lampung. Untuk memenuhi kebutuhan air minum dan air bersih, Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Way Rilau menggunakan beberapa sumber air baku yang ada dan tersebar di sekitar kota
Bandar Lampung. Daerah pelayanan dibagi menjadi tujuh zona pelayanan berdasarkan letak dan
ketinggian daerah pelayanan terhadap muka air laut.
Tabel 3. 8
Identifikasi Permasalahan Penyediaan Air MinumKota Bandar Lampung
Sistem Perpipaan Non Perpipaan
Kondisi dan ketersediaan sumber air baku Menurunnya kondisi sumber air baku baik
Cakupan pelayanan belum mencapai 80% penduduk permukaan maupun air tanah
kota Menurunnya kualitas dan kuantitas air baku Kota
Water Treatment System yang perlu peningkatan Bandar Lampung
Rusaknya sarana dan prasarana PDAM
Sumber: Hasil Analisa, 2010.
Pengembangan sistem penyediaan air minum terkait langsung dengan target pencapaian MDGs
(Millenium Development Goals) Kota Bandar Lampung. Strategi pencapaian peningkatan pelayanan
sektor air minum dilakukan melalui penambahan cakupan pelayanan dengan cara:
1. pemanfaatan kapasitas tak termanfaatkan (iddle capacity), dengan mengembangkan jaringan unit
distribusi dan unit pelayanan serta peningkatan kapasitas pelayanan
2. pengurangan kebocoran teknis dan non teknis dengan melakukan perbaikan dan peremajaan sarana
prasarana perpipaan milik PDAM Way Rilau serta pembuatan sistem pengotrolan otomatis yang
dapat mendeteksi kebocoran
3. penambahan kapasitas, termasuk dukungan pengembangan air baku PDAM yang meliputi Mata Air
Egaharap, Mata Air Tanjung Aman, Batu Putih, Way Kuripan, khususnya yang bersumber dari air
permukaan
4. Penyediaan air minum di daerah rawan air di Kecamatan Panjang, Kecamatan Bumi Waras,
Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kecamatan Teluk Betung Timur,
Kecamatan Kemiling, Kecamatan Langkapura, Kecamatan Tanjung Karang Barat dan Kecamatan
Kedaton melalui pemanfaatan air permukaan maupun pemasangan jaringan induk dan transmisi
PDAM Way Rilau,
5. Membuka peluang swasta dalam penyediaan dan pengelolaan air minum.
Selain hal tersebut diatas, pengembangan sistem air minum perkotaan Bandar Lampung harus didukung
dengan sumber pendanaan untuk peningkatan air minum perpipaan baik dana APBD Kota, Provinsi,
APBN berupa hibah air minum untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) di perkotaan. Upaya
untuk memperbaiki kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga diperlukan guna menunjang
pencapaian target pelayanan bidang air minum.
Dengan perkiraan timbulan air limbah rumah tangga akan mencapai 259.800.060 liter/hari, ditambah
dengan akan semakin bertambahnya juga limbah hasil kegiatan industri, maka berdasarkan
permasalahan serta kemampuan pembiayaan kota, rencana pengelolaan air limbah Kota Bandar
Lampung adalah sebagai berikut:
1. Pengadaan prasarana dan sarana pengolahan lumpur tinja berupa truk pengangkut tinja dan
modul Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) komunal;
2. Mengembangkan pelayanan air limbah sistem terpusat di Telukbetung Barat dan sistem
setempat komunal tersebar di Kota Bandar Lampung;
3. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) skala kawasan dan kota yang
diprioritaskan pada wilayah-wilayah permukiman dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi serta
memiliki ketersediaan lahan tersebar di Kota Bandar Lampung;
4. Fasilitasi pembangunan instalasi pengolahan limbah untuk kawasan industri rumah tangga.
5. Pengendalian limbah hasil kegiatan industri menengah - besar dan jasa melalui studi AMDAL,
RKL, dan UPL dan Kajian Lingkungan Hidup Stretegis. Selain itu setiap kegiatan industri wajib
memiliki instalasi pengolahan limbah
6. Sistem pengelolaan air limbah B3 diatur melalui peraturan perundang-undangan
7. Penerapan sanksi dan pola insentif-disinsentif terkait pengendalian limbah, khususnya kegiatan
industri.
Tabel 3. 9
Penerapan Sistem Penyaluran Air Limbah
Kepadatan JENIS PENGELOLAAN AIR LIMBAH
(jiwa/ ha)
Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Suplai < 150 150-300 300-500 >500
Air Bersih
Rendah On-site Pribadi On-site Bersama On-site Pribadi On-site Pribadi
< 30 %
Rendah On-site Pribadi On-site Pribadi Off-site dengan Off-site dengan
30 % - 60 % /Bersama peningkatan air bersih peningkatan air bersih
Tinggi > 60 % On-site Pribadi Off-site Off - site Off - site
Sumber : Ditjen Cipta Karya,1991
Tabel 3. 10
Kriteria Dasar Pemilihan Sistem Penyaluran Air Limbah
Kepadatan Suplai
No Metoda Alasan Keterangan
( jiwa/ha) Air Bersih
Rendah Rendah Masyarakat
1 On-site Sanitation Pribadi Pencemaran Kecil
( 0-150 ) ( <30 % ) berpendapatan rendah
Menekan biaya Masyarakat
Sedang Rendah
2 On-site Sanitation Bersama pengolahan fasilitas berpendapatan rendah-
( 150-300) ( <30 % )
sanitasi sedang
Tinggi Rendah Masyarakat
3 On-site Sanitation Komunal Lahan Terbatas
(300-500) ( <30 % ) berpendapatan rendah
Sangat Tinggi Rendah On-site Sanitation dengan Masyarakat
4 Lahan tebatas
( >500) ( <30 % ) Kakus Umum berpendapatan rendah
Lahan ada,
Rendah Sedang Masyarakat
5 On-site Sanitation Pribadi pencemaran belum
( 0-150 ) ( 30-60 % ) berpendapatan sedang
ada
Sedang Sedang On-site Sanitation Pribadi Lahan ada, mencegah Masyarakat
6
( 150-300) ( 30-60 % ) atau besama pencemaran berpendapatan sedang
Masyarakat
Menghindari
Tinggi Sedang On-site Sanitation dengan berpendapatan
7 Pencemaran air
(300-500) ( 30-60 % ) pengaliran dan suplai air sedang,mampu
disekitarnya
membayar
On-site Sanitation dengan Masyarakat tidak
Sangat Tinggi Sedang Masyarakat
8 Kakus Umum dan off-site mampu membayar
( >500) ( 30-60 % ) berpendapatan rendah
Sanitation dan Suplai air retribusi
Rendah Tinggi Masyarakat
9 On-site Sanitation Pribadi Lahan ada
( 0-150 ) ( >60 % ) berpendapatan tinggi
Masyarakat
Sedang Tinggi Off-site Sanitation
10 Lingkungan teratur berpendapatan sedang -
( 150-300) ( >60 % ) Sewerage
tinggi
Permukiman teratur,
Tinggi Tinggi Off-site Sanitation Masyarakat
11 lahan untk on-site
(300-500) ( >60 % ) Sewerage berpendapatan sedang
tidak menguntungkan
Sangat Tinggi Tinggi Lahan sedang, tidak Masyarakat
12 Off-site Sanitation
( >500) ( >60 % ) aman untuk on-site berpendapatan sedang
Pada dasarnya pengelolaan persampahan merupakan kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan
yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan pemrosesan akhir sampah.
Rencana sistem persampahan kota bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kesehatan
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Adapun rencana pengembangan sistem
pengelolaan sampah Kota Bandar Lampung adalah:
1. Mengubah paradigma bahwa TPS sebagai tempat pembuangan sampah menjadi Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan TPA sebagai Tempat Pemrosesan Akhir.
2. Melalukan peremajaan sarana prasarana persampahan termasuk TPA Bakung dan
pengembangan TPST di setiap subpusat pelayanan kota.
3. Mencukupi sarana pengangkutan sampah mulai dari unit lingkungan permukiman terkecil hingga
skala pelayanan kota sesuai dengan kebutuhan.
4. Menerapkan pola 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam pengelolaan persampahan untuk
mencapai zero Wastedan penggunaan sistem sanitary landfill.
5. Membangun Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional yang bekerjasama dengan Pemerintah
Kabupaten Pesawaran dan Kabupaten Lampung Selatandi Kecamatan Negeri Katon
(Pesawaran) atau di Kecamatan Katibung (Lampung Selatan).
6. Menerapkan peraturan zonasi kawasan sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang akan
diatur lebih detail dalan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan rencana turunan RTRW lainnya.
A. TPA REGIONAL
Melihat permasalahan diatas, untuk mengelola persampahan hal pertama yang harus diperhatikan adalah
kebijakan dari pemerintah yang dibuat dengan pendekatan menyeluruh sehingga dapat dijadikan payung
bagi penyusunan kebijakan ditingkat pusat maupun daerah. Belum adanya kebijakan pemerintah tersebut
menyulitkan pengelolaan persampahan. Kebijakan strategis yang telah ditetapkan oleh pemerintah baru
pada tahap aspek teknis, yaitu dengan melakukan pengurangan timbulan sampah dengan menerapkan
Reduce, Reuse dan Recycle (3R), dengan harapan pada tahun 2030 tercapai “zero waste“.
Pendekatan pengelolaaan persampahan yang semula didekati dengan wilayah administrasi, dapat diubah
dengan melalui pendekatan pengelolaan persampahan secara regional dengan menggabungkan
beberapa kota dan kabupaten dalam pengelolaan persampahan. Hal ini sangat menguntungkan karena
akan mencapai skala ekonomis baik dalam tingkat pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), dan
pengangkutan dari TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Berbagai prinsip yang perlu dilakukan dalam menerapkan pelaksanaan pengelolaan persampahan secara
regional ini adalah sebagai berikut:
1. Membentuk peraturan daerah bersama yang mengatur pengelolan persampahan. Peraturan tersebut
berisi berbagai hal dengan mempertimbangkan aspek hukum dan kelembagaan, teknik, serta aspek
keuangan;
2. Dari aspek kelembagaan telah ada pemisahan peran yang jelas antara pembuat peraturan,
pengatur/pembina dan pelaksana (operator). Dengan adanya pemisahan yang jelas ini, diharapkan
penerapan peraturan dapat dilakukan dengan optimal termasuk unsur pembinaan yang berupa
sangsi-sangsi yang tegas.
3. Dari aspek teknis telah diterapkan beberapa indikator-indikator pelayanan, antara lain :
Tidak terdapat timbunan sampah pada tempat terbuka;
Pengumpulan sampah harus dilakukan secepat mungkin dan menjangkau seluruh kawasan
perkotaan termasuk kawasan rumah tinggal, niaga, fasilitas umum dan tempat-tempat wisata;
Sampah hanya dikumpulkan pada TPST atau kontainer sampah yang telah ditentukan;
Sampah yang terkumpul pada TPST harus sudah diangkat ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
dalam waktu yang kurang dari 24 jam;
Pengangkutan dari TPST dan dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) harus tidak
menyebabkan kemacetan lalulintas serta tidak menimbulkan ceceran sampah maupun cairannya
di sepanjang jalan;
Pengoperasian Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dilakukan dengan sistem sanitary landfill;
Mengoptimalkan manfaat nilai tambah dari sampah dengan menerapkan daur ulang atau
melakukan pengomposan.
4. Dari aspek keuangan, indikator minimal yang harus diterapkan adalah biaya untuk pengelolaan
persampahan harus menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost reccovery) dan sedapat mungkin
menghindari dana subsidi dari pemerintah.
Permasalahan lain yang terjadi adalah walaupun secara garis besar kapasitas tampung saluran drainase
Kota Bandar Lampung masih mampu untuk menampung debit banjir yang terjadi, namun karena
terjadinya pendangkalan saluran akibat penimbunan lumpur yang terbawa oleh air limpasan (run off) serta
sampah yang dibuang sembarangan, menyebabkan ada beberapa saluran eksisting yang tidak mampun
lagi menampung sisa air limpasan. Sehingga menimbulkan banjir dan genangan pada beberapa titik.
Berdasarkan hasil kajian daerah rawan banjir terdapat 42 lokasi genangan dan banjir di Kota Bandar
Lampung dengan ketinggian air mulai 6 cm hingga 150 cm, lama banjir antara 7 menit setelah banjir
hingga 2 hari setelah banjir, dan luas areal yang tergenang antara 80 m2 hingga 6 Ha.
Saat ini Sistem drainase di Kota Bandar Lampung saat ini dibagi dalam 4 (empat) sistem, yaitu:
a) Sistem I (Zona Teluk Betung), meliputi: drainase yang ada di wilayah Teluk Betung yang mengalirkan
airnya pada sungai-sungai Way Kuripan (Way Simpang Kanan, Way Simpang Kiri, dan Way Betung),
Way Kupang, Way Kunyit serta Way Bakung
b) Sistem II (Zona Tanjung Karang), merupakan zona terbesar di Kota Bandar Lampung yang meliputi
beberapa drainase utama yang mengalirkan airnya ke sungai-sungai Way Kuala sebagai main drain
dan anak-anak sungainya yaitu: Way Kemiling, Way Pemanggilan, Way Langkapura, Way Kedaton,
Way Balau, Way Halim, Way Durian Payung, Way Simpur, Way Awi dan cabangnya, Way
Penegahan serta Way Kedamaian.
c) Sistem III ( Zona Panjang), meliputi: drainase yang mengalirkan airnya pada sungai-sungai Way Lunik
Kanan, Way Lunik Kiri, Way Pidada, Way Galih Panjang, dan Way Srengsem merupakan zona
drainase daerah datar pada daerah hilirnya sehingga menimbulkan banjir.
d) Sistem IV (Zona Kandis), meliputi: daerah-daerah di wilayah Kedaton dan sebagian Sukarame
wilayah barat, pada zona ini drainase utama akan membuang pada sungai Way Kandis 1 Way Kandis
2 dan Way Kandis 3.
Mengacu pada kondisi sistem drainase eksisting yang ada, maka skenario pengembangan sistem
drainase Kota Bandar Lampung adalah dengan:
1. Mempertahankan sistem dan saluran drainase yang ada dan merevitalisasi saluran drainase
eksisting sesuai dengan jenis dan klasifikasi saluran.
2. Membuat penahan sekaligus pengatur aliran hasil limpasan air hujan yang tidak sempat diserap
tanah sehingga aliran tidak terpusat pada salah satu saluran drainase yang dapat menyebabkan
terjadi limpasan pada daerah sekitarnya. Bentuk penanganan dapat berupa pembangunan embung
ataupun polder (check dam) pada daerah hulu.
3. Membuat pengedali banjir pada bagian hilir sekaligus berfungsi pengendali banjir akibat banjir
pasang (Rob) jika skenario 1 dan 2 tidak dapat menanggulangi permasalah drainase Kota Bandar
Lampung.
Untuk mendukung skenario diatas, arahan dan strategi pengembangan sistem drainase Kota Bandar
Lampung yang dapat dilakukan adalah :
1. Menetapkan sungai-sungai besar atau utama di Kota Bandar Lampung sebagai saluran drainase
primer, meliputi :
Sungai Way Kuripan, Way Kupang, Way Kunyit, dan Way Bakung sebagai saluran drainase
primer yang merupakan pemusatan dari saluran sekunder dan tersier pada sistem 1 (zona Teluk
Betung).
Sungai Way Kuala sebagai saluran drainase primer yang merupakan pemusatan dari saluran
sekunder dan tersier pada sistem II (zona Tanjung Karang).
Sungai Way Lunik, Way Pidada, Way Galih Panjang, dan Way Srengsem sebagai saluran
drainase primer yang merupakan pemusatan dari saluran sekunder dan tersier pada sistem III
(zona panjang).
Sungai Way Kandis sebagai saluran drainase primer yang merupakan pemusatan dari saluran
sekunder dan tersier pada sistem IV (zona kandis).
2. Menetapkan jaringan jalan arteri sebagai fungsi jalur sistem drainase primer buatan, meliputi ruas
jalan :Jalan Soekarno Hatta (By Pass), JalanZA. Pagar Alam, JalanTeuku Umar, JalanRA. Kartini,
JalanRaden Intan, JalanKota Raja, JalanWolter Monginsidi, JalanLaksamana Malahayati, JalanYos
Sudarso, JalanImam Bonjol, JalanAhmad Yani, JalanGatot Subroto, Jalan Diponegoro, Jalan Kimaja,
Jalan Pagar Alam, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Untung Surapati.
3. Menetapkan jaringan jalan kolektor sebagai fungsi jalur sistem drainase Sekunder buatan, meliputi
ruas jalan :Jalan Cut Nyak Dien, Jalan Pramuka, Kapten Abdul Haq, Jalan Teuku Cik Ditiro, Jalan
Imba Kusuma Ratu, Jalan RA. Maulana, Jalan Agus Salim, Jalan Pangeran Emir M. Noor, Jalan
Tamin, Jalan Rasuna Said, Jalan Cut Mutia, Jalan KH. Ahmad Dahlan, Jalan HOS. Cokroaminoto,
Jalan Salim Batubara, Jalan Mata Air, Jalan Padat Karya, Jalan Muhammad Ali, Jalan Kayu Manis,
Jalan Sultan Haji, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan H. Ridwan Rais, Jalan Nangka, Jalan Raden
Saleh, Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Jalan Dr. Warsito, Jalan Pangeran Morotai – Jalan AMD
Morotai, Jalan Hanoman, Jalan Pejajaran
4. Menetapkan seluruh jaringan jalan lokal di Kota Bandar Lampung sebagai fungsi jalur sistem drainase
Tersier buatan.
5. Revitalisasi saluran eksisting dengan dimensi dan volume sesuai jenis dan tipe drainasenya.
6. Mengadakan program normalisasi sungai atau program kali bersih (PROKASIH) pada sungai-sungai
yang berfungsi sebagai saluran drainase primer alami, yaitu Sungai Way Kuripan, Way Kupang, Way
Kunyit, Way Bakung, Sungai, Way Kuala Sungai Way Lunik, Way Pidada, Way Galih Panjang, Way
Srengsem Sungai, dan Way Kandis.
7. Membangun saluran drainase baik primer, sekunder, maupun tersier pada daerah yang belum
mempunyai saluran drainase dan terindikasi berpotensi rawan banjir.
8. Membuat pengatur (check dam) pada bagian hulu sungai Way Kuripan berfungsi untuk mengelola
aliran saluran drainase pada System I.
9. Membuat pengatur (check dam) pada bagian hulu sungai Way Kedaton dan pada bagian hulu Way
Kuala berfungsi untuk mengelola aliran saluran drainase pada System II.
10. Membuat danau buatan pada hilir aliran saluran drainase sebelum masuk Teluk Lampung terutama
yaitu di Kecamatan Teluk Betung Selatan yang mempunyai potenis banjir total lebih dari 10 Ha dan
lama genangan bajir berkisar mulai 15 menit hingga lebih dari 2 hari. Ketersediaan dam atau danau
buatan ini berfungsi sebagai pengendali banjir pada bagian selatan Kota Bandar Lampung akibat dari
limpasan air hujan yang tidak tidak bisa lagi dialirkan ke Teluk Lampung karena kondisi topografi
Kecamatan Teluk Betung Selatan yang relatif datar dan berada pada daerah dataran rendah atau
akibat terjadinya Rob (banjir pasang) serta dapat difungsikan sebagai kawasan wisata buatan.
11. Membuat danau buatan di Kecamatan Sukarame sebagai pengendali banjir untuk wilayah Sukarame
dan sekitarnya akibat daerah yang relatif datar, limpasan air dari Jalan Soekarno Hatta, dan semakin
banyaknya pembangunan perumahan untuk selanjutnya dialirkan menuju Sungai Way Kandis menuju
Way Sekampung dan bermuara di Laut Jawa.
12. Membuat danau buatan di Kecamatan Tanjung Karang Timur sebagai pengendali banjir untuk
wilayah Kecamatan Tanjung Karang Timur dan akibat limpasan air dari Jalan Soekarno Hatta, dan
semakin banyaknya pembangunan perumahan untuk selanjutnya dialirkan menuju Sungai Way Kuala
dan bermuara di Teluk Lampung.
3.2.5.5 Sistem proteksi kebakaran
Pengembangan sistem proteksi kebakaran di Kota Bandar Lampung direncanakan untuk mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran dalam lingkup kota, lingkungan, dan bangunan sebagai bagian dari
mitigasi bencana perkotaan. Sistem proteksi kebakaran mencerminkan layanan yang disepakati oleh
pemangku kepentingan (stakeholder) yang meliputi layanan:
Pencegahan kebakaran;
Pemberdayaan peran masyarakat;
Pemadam kebakaran;dan
Penyelamatan jiwa dan harta benda
Pengembangan sistem proteksi kebakaran di Kota Bandar Lampung akan diatur lebih lanjut dalam
rencana yang lebih detail, yaitu Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran.
Ruang pejalan kaki dapat ditempatkan di sepanjang jalan atau pada suatu kawasan yang akibat
pertumbuhannya memerlukan ruang pejalan kaki, perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
Agar dapat berfungsi dengan baik dan optimal, penyediaan prasarana dan sarana ruang pejalan kaki
harus memenuhi persyaratan, yaitu keamanan, kenyamanan, keindahan, kemudahan interaksi
sosial, bagi semua pengguna pejalan kaki termasuk yang memiliki keterbatasan fisik (penyandang
cacat).
Ruang pejalan kaki sebaiknya diterapkan pada ¼ bahu jalan, dengan pertimbangan ruang tersebut
dapat diakses langsung oleh pejalan kaki. Dasar pertimbangannya adalah lahan tersebut merupakan
ruang publik, sementara untuk penerapan di area non publik, sangat tergantung pada kesepakatan
dengan pemilik lahan.
Penyediaan ruang pejalan kaki dapat dikembangkan pada kawasan perdagangan dan jasa, ruang
terbuka, khusus, perumahan, industri, dan peruntukan campuran.
Penyediaan ruang pejalan kaki harus bersifat interzona dan intermoda, serta menjadi salah satu
syarat untuk memudahkan akses ke pusat-pusat kegiatan. Syarat penyediaan minimal adalah 300 –
400 meter dari halte transit atau sekitar 5-10 menit jika ditempuh dengan berjalan kaki.
Ruang pejalan kaki harus memiliki hirarki penggunaan. Pada umumnya berawal dari satu titik ke titik
lainnya seperti dari rumah ke kantor atau lokasi tujuan akhir dan sebaliknya.
Ruang pejalan kaki sebagai jalur utama harus memiliki sarana dan prasarana untuk membantu
mobilitas, seperti ram pejalan kaki untuk memberikan kenyamanan dalam berjalan dan memandu
para difable untuk dapat dengan mudah melintas.
Untuk menghubungkan ruang pejalan kaki yang berseberangan dibangun jembatan penyeberangan
dan penyeberangan sebidang.
Perlu tersedia titik–titik yang menghubungkan ruang pejalan kaki dengan moda transportasi seperti
halte atau shelter kendaraan umum.
Penyediaan fasilitas sarana dan prasarana ruang pejalan kaki, harus disesuaikan dengan
kebutuhan.
Standar penyediaan pelayanan ruang pejalan kaki sangat bervariasi, ukuran dan dimensinya
tergantung dari tingkat pelayanan (level of service) dan tingkat volume pergerakan di ruang pejalan
kaki
Penyediaan sarana dan prasarana ruang pejalan kaki tergantung pada tipologi ruang pejalan kaki.
Tipologi ini disesuaikan dengan peruntukan ruang di kawasan terkait.
Sistem Jaringan jalan pejalan kaki atau pedestrian yang baik dan aman adalah sebagai berikut:
Harus menghubungkan titik-titik lokasi yang penting dalam kota
Harus cukup lebar (paling tidak 2 m) agar nyaman dan aman untuk berjalan kaki
Harus rata, dengan perkerasan yang baik
Harus teduh dan terlindung dari kemungkinan hujan maupun panas matahari
Harus dilengkapi dengan street furniture antara lain: Pot bunga, bak sampah, tanda penunjuk jalan,
iklan-iklan
Berdasarkan ketentuan yang berlaku serta kondisi eksisting Kota Bandar Lampung, maka arahan
penyediaan ruang bagi pejalan kaki adalah sebagai berikut:
a) Lebar minimum 2 meter dan tinggi maksimum 20cm dengan jenis material bangunan disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku serta memperhatikan estetika, aman, dan nyaman bagi pejalan
kaki.
b) Jaringan pedestrian diperbolehkan untuk kegiatan sektor informal (pedagang kaki lima) dengan
syarat lebar minimum 5 meter, tidak mengganggu pejalan kaki, aman, nyaman, serta tidak bersifat
permanen.
c) Kawasan yang memiliki aktivitas yang tinggi dan memiliki rute angkutan umum tetap, seperti pasar,
kawasan pendidikan, perkantoran, kawasan bisnis/komersial, dan jasa seperti Jalan Raden Intan,
Jalan Kartini, Jalan Kota Raja, Jalan Teuku Umar, Jalan Imam Bonjol, Jalan Dr. Soesilo, Jalan ZA.
Pagar Alam, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Soeprapto, Jalan Cut Mutia, Jalan Chairil Anwar, Jalan
Cut Nyak Dien, Jalan Katamso, Jalan Soedirman, Jalan Tulang Bawang, Jalan HOS
Cokroaminoto, Jalan Pangeran Diponegoro, jalan Basuki Rahmat.
d) Lokasi-lokasi dengan tingkat mobilitas tinggi dan periode yang pendek, seperti stasiun, terminal,
sekolah, rumah sakit, dan lapangan olah raga;
e) Lokasi yang mempunyai mobilitas yang tinggi pada hari-hari tertentu, misalnya
lapangan/gelanggang olah raga dan tempat ibadah
f) Pembangunan dan pengembangan fasilitas pejalan kaki diintegrasikan dengan jaringan angkutan
umum berikut fasilitas pendukungnya yang memadai dengan memperhitungkan penggunaanbagi
penyandang cacat
Pengembangan jalur pejalan kaki di Kota Bandar Lampung yaitu pembangunan jalur pejalan kaki melalui
pembangunan trotoar dan atau jembatan penyeberangan di jalan-jalan yang memiliki tingkat kepadatan
dan mobilitas yang cukup tinggi terutama pada tempat-tempat yang mempunyai kegiatan perdagangan
dan jasa, pendidikan dan perkantoran, sehingga pejalan kaki tidak memanfaatkan badan jalan dalam
melakukan pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Rencana pengembangan jalur jalan pejalan
kaki, yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan pejalan kaki di tempat-tempat yang sudah memiliki
jalur pejalan kaki, dan pengembangan untuk wilayah-wilayah yang dianggap perlu adanya jalur pejalan
kaki.
Pengembangan jalur khusus sepeda di Kota Bandar Lampung akan dilakukan secara bertahap dan
diprioritaskan pada jalan utama kota yang juga menghubungkan pusat perkantoran dan bisnis. Jalur
khusus sepeda akan dikembangkan diantaranya di Jalan Sultan Agung – Jalan Teuku Umar – Jalan
Kotaraja – Jalan Raden Intan – Jalan Jenderal Ahmad Yani – Jalan RA.Kartini- Jalan Jenderal Sudirman
– Jalan Majapahit – Jalan Dr.Soesilo – Jalan Kyai Ahmad Dahlan.