LATAR BELAKANG
Bawang merah dikenal hampir di setiap negara dan daerah di wilayah tanah
air (Rahayu, 1995). Tanaman yang dikenal dengan sebutan shallot secara
internasional ini merupakan salah satu komoditas hortikultura bernilai tinggi (high
value comodity) dan dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia
sebagai bahan bumbu masakan. Menurut Wibowo (2008), bawang merah juga
dikenal sebagai tanaman rempah dan obat karena kegunaannya sebagai bahan
bumbu dapur dan bahan obat-obatan. Usahatani bawang merah menjadi sumber
pendapatan dan kesempatan kerja bagi petani serta berkontribusi terhadap
perkembangan ekonomi wilayah di Indonesia. Pengembangan komoditas
usahatani bernilai tinggi dengan tujuan meningkatkan pendapatan petani
merupakan hal penting dalam meningkatkan kemampuan sektor pertanian. Hal
ini dikarenakan kemampuan sektor pertanian untuk memberikan kontribusi
secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah
tangga tani tergantung pada tingkat pendapatan usahatani dan surplus yang
dihasilkan oleh sektor itu sendiri.
Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Bawang merah
merupakan salah satu komoditas hortikultura bernilai tinggi (high value comodity)
dan dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia sebagai bahan
bumbu masak. Menurut Nita et al (2019) tingkat produksi akan mempengaruhi
jumlah pendapatan petani, sehingga untuk mengoptimalkan produksi dan
menstabilkan pendapatannya petani harus menciptakan kondisi yang optimal.
Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua petani bisa menciptakan kondisi
optimal pada usahataninya. Hal menarik yang perlu dikaji adalah seberapa besar
tingkat pendapatan yang diperoleh petani bawang merah, sehingga akan tampak
bahwa layak atau tidaknya usahatani bawang merah yang dilakukan dalam
usaha peningkatan pendapatan petani. Usahatani bawang merah menjadi
sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi petani serta berkontribusi
terhadap perkembangan ekonomi wilayah di Indonesia. Oleh karena itu banyak
petani yang melakukan usahatani bawang merah, khususnya di lima provinsi
sentra bawang merah terbesar di Indonesia yakni Jawa Tengah, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Sumatera Barat. Produksi total bawang
merah nasional lima tahun terakhir adalah sebanyak 1.233.989 ton pada tahun
2014, 1.229.189 ton pada tahun 2015, 1.446.869 ton pada tahun 2016,
1.470.155 ton tahun 2017 dan 1.503.438 ton pada tahun 2018. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa produksi bawang merah memiliki tren naik yakni 2,26 % pada
periode 2017-2018 (BPS, 2018).
Kabupaten Malang merupakan salah satu kabupaten penghasil bawang
merah terbesar di Jawa Timur , dengan kontributor terbesar untuk Jawa Timur
adalah Kabupaten Nganjuk sebesar 38.051 ton, selanjutnya Kabupaten
Probolinggo 6.046 ton, Kabupaten Malang sebesar 2.597 ton, dan Kabupaten
Kediri sebesar 1.162 ton (BPS, 2018). Bawang merah merupakan salah satu
jenis tanaman komersial yang dihasilkan di Kabupaten Malang. Salah satu
daerah produsen bawang merah adalah Desa Purworejo yang berada di
Kecamatan Ngantang. Kecamatan Ngantang sendiri merupakan wilayah dengan
penguasaan lahan untuk bawang merah yang cukup luas dan salah satu sentra
produksi bawang merah di Kabupaten Malang. Peningkatan konsumsi bawang
merah dalam negeri harus diimbangi dengan peningkatan produksi dalam negeri,
baik kuantitas maupun kualitas, dengan cara intesifikasi maupun ekstensifikasi.
Desa Purworejo dinilai cukup potensial dalam pemenuhan kebutuhan
akan bawang merah. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa agribisnis
bawang merah di desa ini memiliki berbagai resiko. Oleh karena itu dilakukan
penelitian ini untuk menganalisis resiko pendapatan pada petani dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya beserta sikap petani terhadap risiko yang timbul
usahatani bawang merah di Desa Purworejo. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui seberapa besar resiko pendapatan yang dihadapi petani
dalam mengembangkan usahatani bawang merah beserta faktor-fakot yang
mempengaruhi resiko tersebut dan bagaimana sikap petani dalam
menanggulangi resiko tersebut.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) di Desa Purworejo
Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang, sebagai salah satu sentra produksi
dan penyumbang bawang merah terbesar di Jawa Timur. Penelitian dilakukan
selama 4 bulan dimulai bulan Agustus – Desember 2019. Sample adalah
sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan bisa
mewakili populasi. Menurut Arikunto (2006), apabila jumlah populasi lebih dari
100 maka jumlah sampel dapat diambil 10-15% dari populasi. Mengacu pada
teori tersebut maka jumlah populasi dalam penelitian ini sebesar 396 petani
sehingga ditentukan jumlah sampel sebesar 39 petani (10% dari total petani).
Risiko pendapatan usahatani bawang merah dianalisis dengan
menentukan besarnya koefisien variasi (CV). Koefisien variasi merupakan ukuran
risiko relatif yang diperoleh dengan membagi standar deviasi dengan nilai rata-
rata yang diharapkan (Pappas dan Hirschey, 1995). Untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi pendapatan minimal petani dalam menanggung risiko
digunakan rumus :
α = βo+β1X1+β2X2+....+β4X4
Keterangan :
α = Pendapatan minimal yang masih dapat diterima petani sebagai
pendapatan berisiko.
βo = Konstanta
X1 = Harga jual (Rp/kg)
X2 = Produksi (kg)
X3 = Biaya produksi (Rp)
X4 = Luas lahan (ha)
β1 - β5 = Koefisien regresi
Usia manusia dikategorikan dalam tiga golongan yaitu belum produktif (0-
15), produktif (16-65), dan usia tidak produktif lebih dari 65 tahun. Dengan begitu,
maka petani responden termasuk kedalam usia produktif sebanyak 84%,
sedangkan sisanya atau sebesar 15,5 adalah usia tidak produktif.
2. Pendidikan Petani
Petani bawang merah (responden) yang ada di lokasi penelitian ini
mempunyai tingkat pendidikan formal yang tidak terlalu tinggi, pendidikan paling
tinggi adalah SMA. Berdasarkan data di lapang, petani bawang merah yang
tamatan SD adalah 66,7 %, tamat SMP 20,5 %, dan tamat SMA 12,8 %. Hal ini
tentunya akan sangat mempengaruhi dari segi pola pikir petani yang akan
berakibat pada hasil produksi usahataninya. Berikut Tabel 2 untuk
menggambarkan persentase pendidikan petani.
Tabel 2
Tingkat Pendidikan Petani di Desa Purworejo, Kecamatan Ngantang
No Tingkat Pendidikan Petani Jumlah Orang Persentase %
1 SD 26 66,7
2 SMP 8 20,5
3 SMA 5 12,8
TOTAL 39 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2020
3. Tanggungan Keluarga
Jumlah tangungan keluarga menjadi salah satu aspek yang perlu
diperhatikan. Hal ini menunjukkan besar kecilnya beban yang harus ditanggung
oleh petani bawang merah. Besar kecilnya tanggungan keluarga akan sangat
berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Semakin banyak jumlah
anggota keluarga yang dimiliki maka akan semakin besar pula tanggungan
kepala keluarga. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah tanggungan keluarga
petani bawang merah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Jumlah Tanggungan Petani Bawang Merah di Desa Purworejo
No Jumlah Angota Keluarga Jumlah Orang Persentase %
1 1–3 23 58,9
2 4–6 16 41,1
TOTAL 40 100
Sumber : Analisis Data Primer, 2020
Tabel 4
Luas Lahan Petani Bawang Merah di Desa Purworejo, Kecamatan Ngantang
No Luas Lahan Petani (ha) Jumlah Orang Persentase %
1 0,022 – 0,3 29 74,35
2 0,4 – 0,7 6 15,40
3 0,8 – 1 4 10,25
TOTAL 39 100
Sumber : Analisis Data Primer, 2020
5. Pengalaman Petani
Untuk lebih jelasnya mengenai lamanya petani bawang merah menggeluti
usaha menanam bawang merah ini dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
Pengalama Petani Bawang Merah di Desa Purworejo Kecamatan Ngantang
No Pengalaman Menanam (Tahun) Jumlah Orang Persentase %
1 3 – 21 15 38,5
2 22 – 40 17 43,5
3 41 – 59 7 18
TOTAL 39 100
Sumber : Analisis Data Primer, 2020
Tabel 6
Resiko Pendapatan Petani Bawang Merah
Pendapatan Pendapatan Standar Koefisien
Rata-rata
minimum Maksimum Deviasi Variasi (%)
25.240.715 1.942.265 111.270.800 20.123.123 79,72
Sumber : Analisis Data Primer, 2020
Tabel 7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Bawang Merah
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. VIP
Luas Lahan -1884336 481180.6 -3,916068 0,0005 4.6
Jumlah Produksi 9369,872 65,59728 142,8394 0,0000 9.2
Harga Jual 1232,130 367,9412 3,348715 0,0021 3.3
Biaya Produksi -0,964729 0,022265 -43,32886 0,0000 5.9
R-squared 0,999715
Adjusted R-squared 0,999679
F-statistic 27229,57
Durbin-Watson stat 1,606958
Sumber : Analisis Data Primer, 2020
Pada tabel 7 terlihat bahwa nilai R-square sebesar 0,999, hal ini berarti
sebanyak 99,9 persen pendapaan dari agribisnis bawang merah di Desa
Purworejo dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen dalam model
tersebut, dengan kata lain 99,9 persen variabel independen secara bersama-
sama berpengaruh terhadap pendapat dan sisanya 0,1 persen dipengaruhi oleh
hal lain di luar variabel yang diteliti. Hasil uji t menunjukkan bahwa koefisien
regresi yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan agribisnis bawang merah
di Desa Purworejo adalah luas lahan, jumlah produksi, harga jual, dan biaya
produksi. Hal ini juga didukung dari hasil uji F yang menunjukkan bahwa nilai F
hitung (á = 1%) sebesar 27229,57 yang secara statistik berpengaruh nyata,
berarti bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata
terhadap produksi bawang merah. Dengan demikian berarti setiap penambahan
atau pengurangan faktor pendapatan tersebut akan menaikkan pendapatan
petani bawang merah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, baik risiko produksi maupun pendapatan
usahatani bawang merah sangat tinggi, mencapai 79,72%. Adapun faktor-faktor
yang mempengarhu pendapatan petani bawang merah, yaitu luas lahan, jumlah
produksi, harga jual, dan biaya produksi. Faktor-faktor tersebut secara serempak
mampu mempengaruhi pendapatan petani bawang merah dengan nilai R2
sebesra 99,9%.
Dengan tingginya tingkat resiko pendapatan petani bawang mera
tersebut, maka petani perlu berhati-hati dalam menjalankan usahatani bawang
merah agar kombinasi penggunaan input dapat mencapai output maksimum dan
usahatani bawang merah mencapai efisiensi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2018. Kabupaten Malang Dalam Angka 2018. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Malang
Badan Pusat Statistik, 2018. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2018. Badan
Pusat Statistik Jawa Timur.
Chen, K.Z., K.D. Meilke, and C. Turvey. 1999. Income Risk and Farm
Consumption Behavior. Agriculture Economics, 20:173-183.
Nita et al. (2019). Analisis Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih
(Pleorotus ostreatus) di Kota Tebing Tinggi. Jurnal Agriculture. Universitas
Sumatera Utara.
Pappas James, L dan Mark Hirchey. 1995. Ekonomi Managerial. Bina Rupa
Aksara. Jakarta