Anda di halaman 1dari 167

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI

CABANG USAHATANI CABAI MERAH









Oleh :
EKO HENDRAWANTO
A14105535














PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN

EKO HENDRAWANTO. Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani
Cabai Merah. Dibawah bimbingan RATNA WINANDI.

Pulau Jawa merupakan produsen sayuran terbesar di Indonesia. Cabai
merah merupakan salah satu jenis sayuran yang dihasilkan pulau tersebut.
Sentra produksi cabai merah di Pulau Jawa adalah provinsi Jawa Barat, produksi
provinsi tersebut mencapai 54,25 persen dari total produksi cabai merah di Pulau
Jawa. Produktivitas dan harga cabai merah cenderung mengalami fluktuasi.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu produsen cabai merah di provinsi Jawa
Barat. Produktivitas cabai merah di Kabepaten Bogor cenderung berfluktuasi
selama tahun 2004 hingga 2005. Produktivitas pada tahun 2005 mengalami
penurunan sebesar 15,41 persen.

Tujuan penelitian ini, antara lain (1) menganalisis tingkat pendapatan
cabang usahatani cabai merah ; (2) menganalisis faktor-faktor produksi yang
berpengaruh terhadap produksi dan skala usaha (return to scale) cabang
usahatani cabai merah ; dan (3) menganalisis dampak perubahan harga cabai
merah terhadap efisiensi alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.

Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret
2008. Lokasi dipilih secara acak dengan pertimbangan setiap lokasi mempunyai
peluang yang sama sebagai lokasi penelitian. Responden dalam penelitian ini
diperoleh dengan metode snowballing sampling. Responden yang digunakan
berjumlah 30 orang petani cabai merah. Pendekatan yang digunakan untuk
menjawab tujuan penelitian yaitu (1) analisis pendapatan dan rasio R/C ; dan (2)
analisis produksi. Analisis produksi dilakukan dengan pendekatan fungsi produksi
eksponensial.

Analisis pendapatan didekati dengan dua indikator yaitu pendapatan kerja
petani dan kerja keluarga. Pendapatan kerja petani pada cabang usahatani cabai
merah yaitu sebesar Rp 4 597 870, 97 untuk setiap 2.080 meter persegi lahan
yang digunakan. Pendapatan kerja keluarga untuk luasan lahan yang sama
adalah sebesar Rp 7 278 902, 09. Rasio penerimaan terhadap pengeluaran
dibedakan sebagai rasio atas biaya tunai dan total. Rasio tersebut masing-
masing yaitu 2,59 dan 1,59, secara umum dapat dikatakan bahwa cabang
usahatani cabai merah di lokasi penelitian mampu memberikan manfaat finansial
bagi petani. Ukuran efisiensi lain yaitu produktivitas pertanaman, cabai merah di
lokasi penelitian mempunyai produktivitas sebesar 0,44 kilogram per tanaman.
Produktivitas tersebut masih rendah, jika ditelusuri lebih lanjut masalah diduga
disebabkan karena tingkat penggunaan pupuk kimia yang masih rendah.
Kombinasi pupuk kimia yang digunakan lebih dominan pada N, sementara
kombinasi yang dianjurkan lebih dominan pada unsur P.

Produksi cabang usaha cabai merah dipengaruhi oleh tenaga kerja,
benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang. Skala usaha cabang
usahatani cabai merah adalah increasing return to scale, hal ini ditunjukkan
dengan elastisitas produksi sebesar 1,28533. Elastisitas tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa jika tingkat penggunaan seluruh faktor produksi
digandakan 1 kali, maka akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 1,28533

kali lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa cabang usahatani cabai merah
secara ekonomis masih menguntungkan untuk dikembangkan.

Tingkat penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk
kandang masih belum optimum. Tingkat penggunaan tenaga kerja tidak optimum
karena digunakan dalam jumlah berlebihan, hal ini ditunjukkan dengan rasio
NPM : BKM yang lebih rendah dari satu. Tingkat penggunaan pupuk kandang
maupun kimia tidak optimum karena digunakan dalam jumlah terlalu rendah. Hal
ini ditunjukkan dengan rasio NPM : BKM lebih besar dari satu.

Perubahan harga cabai merah berpengaruh terhadap perubahan rasio
nilai marjinal produk terhadap biaya korbanan marjinal. Rasio NPM : BKM yang
semula lebih rendah dari satu, maka akan semakin mendekati satu akibat
peningkatan harga tersebut. Kondisi sebaliknya terjadi akibat penurunan harga
cabai merah. Rasio NPM : BKM yang semula lebih besar dari satu akan semakin
besar, sehingga semakin jauh dari titik optimum akibat peningkatan harga cabai
merah. Kondisi sebaliknya akan terjadi akibat penurunan harga cabai merah.

Saran yang dapat diajukan antara lain peningkatan jumlah pupuk kimia
maupun pupuk kandang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang digunakan
dikurangi, sehngga diharapkan terjadi tingkat penggunaan input produksi yang
efisien. Tingkat penggunaan input yang efisien diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas tanaman cabai merah.





























ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI


CABANG USAHATANI CABAI MERAH






Oleh :
EKO HENDRAWANTO
A14105535





SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.









PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

Judul : Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai


Merah
Nama : Eko Hendrawanto
Nrp : A14105535





Menyetujui:
Dosen Pembimbing




Dr. Ir. Ratna Winandi, MS
NIP. 131 687 506





Mengetahui:
Dekan Fakultas Pertanian




Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019






Tanggal Lulus Ujian:

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI
MERAH BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH.


Bogor, 25 Juni 2008



Eko Hendrawanto
A 14105535
















RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 03 Oktober
1982, putera dari keluarga Bapak Suwardi Hendro Pranoto dan Ibu Dwi
Hastutiningsih. Penulis merupakan putera pertama dari dua bersaudara.
Penulis memulai pendidikan dasar di SD negeri II Maron pada tahun 1989
hingga lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I
Garung pada tahun yang sama hingga lulus pada tahun 1998. Sekolah
Menengah Kejuruan Pertanian (STM Pembangunan) merupakan tempat dimana
penulis menempuh pendidikan kejuruan Teknologi Hasil Pertanian selama 4
tahun (tingkat 1 hingga 4). Tahun 2002 penulis lulus kemudian diterima sebagai
mahasiwa pada Program Studi Manajer Alat dan Mesin Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan lulus pada
tahun 2005. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.










KATA PENGANTAR


Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis
Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah . Skripsi ini disusun
sebagai syarat penyelesaian pendidikan pada program sarjana (S1) Ekstensi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Komoditas cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran utama
di Indonesia. Sentra produksi cabai merah terbesar di Indonesia adalah Propinsi
Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu Kabupaten penghasil cabai merah di
Jawa Barat, namun dari segi produktivitas relatif masih rendah. Hal yang menarik
dari komoditas cabai merah adalah fluktuasi harga. Penelitian ini ini dilakukan
untuk mempelajari cabang usahatani cabai merah dari aspek ekonomi dan
produksi. Aspek ekonomi yang dimaksud adalah kondisi pendapatan cabang
usahatani. Aspek produksi yang dipelajari antaralain faktor produksi yang
berpengaruh terhadap produksi, skala usaha dan tingkat penggunaan faktor
produksi.
Hasil penelitian dapat digambarkan secara umum bahwa produktivitas
cabai merah dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP
36, KCl dan pupuk kandang. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tersebut
masih belum optimum. Berdasarkan kondisi tersebut keuntungan yang lebih
tinggi masih berpeluang diperoleh melalui penggunaan faktor produksi secara
optimum.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak


kekurangan. Penulis berharap laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang
membutuhkan.

Bogor, 25 Juni 2008


Eko Hendrawanto
A14105535

















UCAPAN TERIMA KASIH




Penulis sangat bersyukur atas bantuan berbagai pihak selama kegiatan
penelitian dilaksanakan hingga laporan penelitian ini ditulis. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku dosen pembimbing yang secara tulus dan
bijaksana meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan
bimbingan dan pengarahan sejak perencanaan penulisan proposal,
pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Rr. Heny K. S. Daryanto, MSc, selaku dosen penguji utama yang telah
banyak memberikan saran dan masukan yang sangat berharga untuk
perbaikan skripsi ini.
3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji komdik atas kritik dan saran
yang sangat berharga untuk perbaikan skripsi ini.
4. Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah memberikan
kemudahan dalam pengurusan administrasi.
5. Bapak Suwardi Hendro Pranoto, Ibu Dwi Hastutiningsih dan adik Dwi Hendra
Pratiwi yang telah banyak memberikan dukungan doa dan dorongan selama
penelitian.
6. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor,
Camat dan Penyuluh Pertanian Kecamatan Megamendung, Kepada Desa
Sukagalih, atas segala bantuan dan dukungan informasi yang diberikan
selama penelitian.
7. Petani cabai merah Di Desa Sukagalih atas segala bantuan, diskusi dan
informasi yang diberikan.

8. Seluruh rekan seperjuangan Abdi Haris, Alam Lazuardi, Erwin Fahri, Kholid
Samsurrizal, Tenri Wali, Dafri Aryadi, Yudistira Marfianda, Zaky Adnani,
Akbar Zamani, Northa Idaman, Encep Zaky, Nelda Yesi Romauli Sitanggang,
Rilian Sari, Amatu As Saheda, Ruri Kurnia Herlita, Marliana, Thia Anggraeni
Nash atas segala dukungan, kritik, saran yang telah diberikan.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penulisan skripsi ini.
Skripsi ini ditulis dengan segala keterbatasan wawasan dan pikiran
penulis, sehingga sangat disadari bahwa masih banyak kekurangan pada tulisan
ini. Kritik dan saran sangat diharapkan sebagai masukan sehingga dimasa
mendatang dapat lebih baik. Semoga apa yang telah dituangkan dalam skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 25 Juni 2008


Eko Hendrawanto
A14105535














DAFTAR ISI


DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cabai ........................................................................................... 7
2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................... 7
2.2.1. Pendapatan ...................................................................... 7
2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi .................................................. 8
2.3. Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu ................................... 18
2.4. Analisis Cabang Usahatani .......................................................... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................... 21
3.1.1. Fungsi Produksi ................................................................ 21
3.1.2. Skala Usaha (Return To Scale) ........................................ 27
3.1.3. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi Optimum ............... 29
3.1.4. Pendapatan Cabang Usahatani ........................................ 31
3.1.5. Faktor-Faktor Produksi Yang Berpengaruh ...................... 34
3.1.6. Perumusan Hipotesis ........................................................ 35
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 36

IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................ 40
4.2. Metode Pengambilan Contoh ....................................................... 41
4.3. Jenis Dan Sumber Data ................................................................ 42
4.4. Analisis Data ................................................................................. 42
4.4.1. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani ........................... 42
4.4.2. Analisis Produksi ............................................................... 46
4.4.3. Analisis Faktor Produksi Cabang Usahatani ..................... 48
4.4.4 Analisis Tingkat Penggunaan Masukan Optimum ............ 46
4.4.5. Pengujian Hipotesis .......................................................... 53
4.5. Konsep Dan Pengukuran Peubah ................................................ 55



V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


5.1. Kondisi Umum Desa Sukagalih .................................................... 59
5.2. Karakteristik Responden ............................................................... 59
5.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Efisiensi Usaha ...... 66

VI. ANALISIS CABANG USAHATANI
6.1. Keragaan Cabang Usahatani Cabai Merah .................................. 68
6.1.1. Persiapan Lahan ............................................................... 68
6.1.2. Persiapan Bibit dan Penanaman ....................................... 69
6.1.3. Pemeliharaan Tanaman .................................................... 70
6.1.4. Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman .............. 71
6.1.5. Panen ................................................................................ 71
6.2. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi ........................................... 72
6.3. Biaya Cabang Usahatani .............................................................. 75
6.3.1. Biaya Tidak Tetap ............................................................. 76
6.3.2. Biaya Tetap ....................................................................... 80
6.3.3. Biaya Sewa Lahan ............................................................ 82
6.3.4. Total Biaya ........................................................................ 82
6.3.5. Biaya Rata-Rata ................................................................ 83
6.4. Penerimaan Cabang Usahatani .................................................... 83
6.5. Pendapatan Cabang Usahatani .................................................... 86
6.6. Efisiensi Cabang Usahatani .......................................................... 87
6.6.1. Produktivitas Per Hektar ................................................... 88
6.6.2. Rasio Penerimaan Terhadap Pengeluaran ....................... 88

VII. ANALISIS PRODUKSI CABANG USAHATANI
7.1. Pendugaan Fungsi Produksi ........................................................ 91
7.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Model III ............................. 91
7.2. Analisis Faktor Determinan Produksi dan Skala Usaha .............. 93
7.2.1. Faktor Determinan Produksi pada Cabang Usahatani
Cabai merah di Lokasi Penelitian ..................................... 93
7.2.2. Skala Usaha Cabang usahatani Cabai Merah di Lokasi
Penelitian ......................................................................... 103
7.3. Analisis Tingkat Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ................. 107
7.4. Analisis Pengaruh Perubahan Harga Output terhadap Tingkat
Optimum Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ........................... 111

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan ................................................................................... 114
8.2. Saran ............................................................................................ 114

DAFTAR PUSTAKA




DAFTAR TABEL


Tabel Halaman

1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa ............................. 2

2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa
Barat, 2001-2005. ................................................................................. 3

3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di
Kabupaten Bogor, 2004-2006............................................................... 5

4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Wilayah
Bogor Tengah ....................................................................................... 40

5. Desa di Kecamatan Megamendung berdasarkan Luas Lahan
Cabai Merah pada Tahun 2007 ............................................................ 41

6. Analisis Ragam terhadap Model Penduga Fungsi Produksi. ................ 47

7. Uji Signifikansi Parameter Penduga Fungsi Produksi. ......................... 54

8. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukagalih, 2008 ........................... 58

9. Luas Lahan Pertanian di Desa Sukagalih ............................................. 59

10. Hubungan Karakteristik Responden dengan Penerimaan
Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ............................ 66

11. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas
Biaya Total Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ......... 67

12. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas
Biaya Tunai Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih ........ 67

13. Perbandingan Dosis Pupuk di Lokasi Penelitian dengan Dosis
Standar ................................................................................................. 73

14. Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja pada Cabang Usahatani Cabai
Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 .................... 75

15. Biaya Sarana Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080
meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ................................................ 77

16. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga pada Cabang
Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa
Sukagalih, 2007 .................................................................................... 79

17. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga pada Cabang


Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa
Sukagalih, 2007 .................................................................................... 80

18. Rata-rata Biaya Penyusutan pada Cabang Usahatani Cabai Merah
per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ................................ 81

19. Rekapitulasi Biaya-Biaya Cabang Usahatani Cabai Merah, 2007 ........ 83

20. Rata-rata Peneriman Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080
meter persegi di Desa Sukagalih, 2007 ................................................ 84

21. Pengujian Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C Responden ..................... 89

22. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Fungsi Produksi Model III ......... 92

23. Nilai VIF Hasil Uji Multikolinieritas Model Fungsi Produksi ................... 93

24. Pengujian Beda Nyata Koefisien Regresi pada Fungsi Produksi
Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007 .................. 95

25. Hasil Uji Skala Usaha Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa
Sukagalih, 2007 .................................................................................... 104

26. Uji Kesamaan Elastisitas Produksi (Parsial) dengan Rasio Biaya
Korbanan terhadap Nilai Produksi ........................................................ 107

27. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal Cabang
Usahatani Cabai merah di Desa Sukagalih, 2007 ................................ 108

28. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Peningkatan Harga Cabai
Merah Sebesar 22,23 Persen, 2007 ..................................................... 112
1
29. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Penurunan Harga Cabai
Merah sebesar 22,23 Persen, 2007 ..................................................... 113











DAFTAR GAMBAR


Gambar Halaman

1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk ................. 22

2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................ 39

3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ...................................... 60

4. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam
Kelompok Tani di Desa Sukagalih .................................................. 60

5. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ............. 61

6. Prosentase Pekerjaan Sampingan Responden, 2008 .................... 62

7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2008 ....... 63

8. Distribusi Alasan Responden dalam Bertani Cabai Merah .............. 64

9. Distribusi Komoditas yang Dibudidayakan oleh Responden ........... 65

10. Distribusi Harga Cabai Merah pada setiap Panen di Desa
Sukagalih (Rp/kg), 2007 .................................................................. 85

11. Distribusi Hasil Panen Cabai Merah per 2.080 meter persegi di
Desa Sukagalih (Kg), 2007 .............................................................. 85

12. Distribusi Penerimaan Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080
meter persegi (Rp), 2007 ................................................................. 86

















DAFTAR LAMPIRAN


Lampiran Halaman


1. Harga Cabai Merah Ditingkat Petani di Jawa Barat (Rp/100kg) ......... 122
2. Penurunan Fungsi Produksi untuk Pendugaan Return To Scale ....... 123
3. Penurunan Model Penduga Fungsi Produksi dengan Restriksi ......... 125
4. Frekuensi Petani Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik
Responden ......................................................................................... 126

5. Nilai Harapan Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik
Responden ......................................................................................... 126

6. Nilai Khi Kuadrat Berdasarkan Indikator Efisiensi dan Karakteristik
Responden ......................................................................................... 127

7. Harga Beli Sarana Produksi Per Responden pada Cabang
Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Ribu Rp per kemasan) ........... 128

8. Biaya Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani
Cabai Di Desa Sukagalih, Rupiah. ..................................................... 129

9. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Luar Keluarga (HKP) ............. 130

10. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Keluarga (HKP) ..................... 131

11. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria TKDK dan TKLK pada Cabang
Usahatani Cabai (HKP) ...................................................................... 132

12. Data Dasar Penghitungan Biaya Penyusutan per Responden pada
Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih. .................................... 133

13. Biaya Sewa Lahan per Responden Cabang Usahatani Cabai ........... 134

14. Harga per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa
Sukagalih, (Rupiah per kilogram) ....................................................... 135

15. Hasil Panen per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di
Desa Sukagalih, ( Kilogram) ............................................................... 136

16. Sebaran Efisiensi dan Penerimaan Cabang Usahatani ..................... 137

17. Uji Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C .................................................. 138

18. Hasil Pendugaan Fungsi produksi Model I. ........................................ 139

19. Koefisien Korelasi antar Peubah Bebas pada Model I. ...................... 140

20. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model II. ....................................... 141

21. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model II. ................................. 142

22. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model III. ...................................... 143



23. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model III. ................................ 144
24. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Sisaan pada Model III. ......... 145

25. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Fungsi Produksi. ................ 146

26. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2.080 meter persegi. .............. 147


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang



Pulau Jawa merupakan salah satu produsen sayuran terbesar di
Indonesia. Kontribusi Pulau Jawa terhadap total produksi dan luas panen
sayuran nasional tetap stabil, sekitar 60 persen selama tahun 1980 hingga 1993
(Ali, 2000). Sayuran di Indonesia hingga saat ini sebagian besar masih dihasilkan
di Pulau Jawa. Sayuran yang dihasilkan Pulau Jawa rata-rata sebesar 63,54
persen dari total produksi nasional selama kurun 2001 hingga 2005. Produksi
sayuran mengalami pertumbuhan sebesar 1,86 persen pada tahun 2005.
Produsen sayuran tersebar di enam Propinsi di Pulau Jawa.
Propinsi Jawa Barat merupakan produsen sayuran terbesar di Pulau
Jawa. Kontribusi Propinsi tersebut antara tahun 2001 dan 2005 sekitar 54,25
persen dari total produksi sayuran di Pulau Jawa. Angka pertumbuhan produksi
sayuran di Propinsi tersebut pada tahun 2005 adalah 9,31 persen. Pertumbuhan
produksi relatif beragam antar Propinsi. Angka pertumbuhan produksi terbesar
terjadi di DKI Jakarta yaitu 26,62 persen. Penurunan produksi sayuran terjadi di
Banten pada tahun 2005 hingga sebesar 18,20 persen. Produksi sayuran di
Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.
Produktivitas sayuran menurut Propinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada
Tabel 1. Kecenderungan yang terjadi selama tahun 2001 hingga 2005 adalah
peningkatan produktivitas. Produktivitas sayuran di Pulau Jawa masih beragam
seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Jawa Barat masih merupakan produsen
sayuran terbesar, kondisi tersebut ditunjukkan oleh produktivitas yang relatif lebih
tinggi dibanding propinsi lain. Produktivitas sayuran di Jawa Barat terus
mengalami peningkatan sejak 2002 hingga 2005 dengan tingkat pertumbuhan

berbeda tiap tahun. Produktivitas mengalami peningkatan masing-masing


sebesar 0,29 persen, 3,04 persen, 3,98 persen dan 7,81 persen.

Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Sayuran di Pulau Jawa
Propinsi Uraian
Tahun
(%)*
2001 2002 2003 2004 2005
DKI
Jakarta
Produksi 15.578 17.980 16.108 17.001 21.527 26,62
Produktivitas 3,53 4,05 4,71 3,94 5,85 48,56
Jawa Barat
Produksi 2.609.922 2.484.256 2.781.359 2.929.585 3.202.413 9,31
Produktivitas 14,58 14,63 15,07 15,67 16,90 7,81
Jawa
Tengah
Produksi 830.131 906.317 1.147.627 1.315.286 1.230.025 -6,48
Produktivitas 7,93 7,78 8,45 9,07 9,50 4,81
DIY
Produksi 64.600 81.069 100.376 90.153 89.616 -0,60
Produktivitas 7,45 7,85 9,39 8,23 8,46 2,89
Jawa Timur
Produksi 955.871 860.561 1.029.065 1.129.913 1.086.133 -3,87
Produktivitas 7,96 7,92 8,35 8,72 8,88 1,81
Banten
Produksi 140.454 132.262 180.160 228.745 187.104 -18,20
Produktivitas 6,51 6,21 9,15 9,83 9,41 -4,24
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura
Keterangan : * merupakan angka pertumbuhan tahun 2005 dari 2004

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia,
cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang dihasilkan. Cabai
merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia. Cabai
merah digunakan di bidang kuliner baik dalam bentuk segar maupun olahan.
Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang menarik untuk diteliti, karena
dari segi harga yang berfluktuasi dan merupakan tanaman yang paling luas
dibudidayakan.
Cabai merah di budidayakan di seluruh Indonesia, namun produsen
terbesarnya adalah Propinsi Jawa Barat. Produksi cabai merah di Jawa Barat
tahun 2005 sekitar 198.343 ton atau 9,97 persen dari produksi nasional.
Produktivitas cabai merah tertinggi pada tahun 2005 sebesar 12,45 ton per
hektar, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. (Departemen Pertanian dan
Direktorat Jenderal Hotikultura, 2006).
Produktivitas merupakan indikator kinerja budidaya sayuran, yaitu jumlah
hasil panen yang dihasilkan untuk setiap luasan lahan. Produktivitas cabai merah

pada Tabel 2, dapat dilihat terdapat fluktuasi antar tahun. Fluktuasi tersebut
diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi, karena secara teoritis hubungan
tersebut digambarkan dalam fungsi produksi. Faktor produksi dapat berupa
masukan (input) produksi maupun faktor iklim. Masukan (input) seperti sarana
produksi pertanian masih dapat dikendalikan oleh petani, sedangkan curah
hujan, suhu, dan berbagai variabel iklim yang lain tentu diluar kendali petani
(Dillon, 1990).

Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa
Barat, 2001-2005.
Tahun
Cabai Merah Perubahan
1)
(%)
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
A
2)
B
3)
C
4)
2001 16851 15983 9.48 - - -
2002 17867 150948 8.45 0.06 8.44 -0.11
2003 20304 2473 12.18 0.14 -0.98 0.44
2004 20246 21125 10.43 0.00 7.54 -0.14
2005 21473 267369 12.45 0.06 1.66 0.19
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura
Keterangan :
1)
perubahan terhadap tahun sebelumnya,
2)
luas panen,
3)
produksi,
4)
produktivitas

Masukan produksi mempunyai nilai ekonomis yang penting dalam
usahatani. Masukan produksi merupakan sumber biaya pada suatu usahatani,
sehingga harus digunakan dengan efisien. Usahatani diharapkan dapat
dilakukan dengan biaya produksi minimal, namun dihasilkan keuntungan yang
maksimum. Biaya sarana produksi dapat dikendalikan melalui alokasi jumlah
yang tepat, sehingga setiap masukan dapat digunakan dengan efisien.
Keuntungan maksimum usahatani diharapkan dapat dicapai melalui efisiensi
tersebut.
Harga cabai merah di tingkat petani cenderung mengalami fluktuasi,
kecenderungan tersebut terjadi setiap bulan. Harga cabai merah di Jawa Barat
antara tahun 1999 hingga 2005 dapat disimak pada Lampiran 1. Harga rata-rata

mengalami fluktuasi selama kurun waktu tersebut. Harga rata-rata terendah


terjadi pada tahun 2003 yaitu Rp 536 894,71 per 100 kilogram.
Harga tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu Rp 1 336 580,77 per 100
kilogram. Fluktuasi harga terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 22,23
persen. Harga cabai merah bulanan pada tahun 2004 dapat dikatakan paling
stabil selama periode 1999 hingga 2005. Stabilitas harga pada tahun 2005
mengalami penurunan, kondisi ini ditunjukkan dengan tingkat fluktuasi harga
sebesar 35,48 persen.
Fluktuasi harga tersebut diduga berpengaruh terhadap penerimaan
cabang usahatani cabai merah, karena harga merupakan salah satu komponen
penerimaan cabang usahatani selain hasil panen. Fluktuasi harga cabai merah
diduga juga akan berpengaruh terhadap efisiensi alokasi faktor produksi.
Produksi maupun harga cabai merah masih cenderung mengalami
fluktuasi, sehingga efisiensi ekonomi produksi perlu ditingkatkan. Efisiensi
tersebut diperlukan agar keuntungan maksimum dapat dicapai. Efisiensi cabang
usahatani dapat dilihat dari beberapa pendekatan, antaralain efisiensi teknis,
efisiensi harga, ekonomi skala usaha.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan pada cabang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor
dapat didekati dari produktivitas tanaman. Produktivitas cabai merah tertinggi di
Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2005 yaitu 8,63 ton per hektar, kemudian
turun hingga 15,41 persen pada tahun 2006. Penurunan produktivitas tersebut
berlawanan dengan peningkatan produksi dan luas panen tahun 2006. Data
tentang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat disimak pada Tabel 3.
Produktivitas seperti telah dikemukakan sebelumnya diduga dipengaruhi oleh
faktor produksi yang digunakan. Pertanyaan yang kemudian dapat diajukan

adalah apakah semua faktor produksi cabang usahatani cabai merah


berpengaruh nyata terhadap produksi?.
Produktivitas yang cenderung mengalami penurunan mungkin
berdampak pada penurunan penerimaan cabang usahatani, sehingga cabang
usahatani cabai merah harus dilakukan dengan efisien. Efisiensi tersebut perlu
dilakukan dengan harapan diperoleh keuntungan maksimum. Efisiensi cabang
usahatani secara umum dapat didekati dengan rasio penerimaan terhadap
pengeluaran (R/C). Ukuran efisiensi yang lebih spesifik dapat didekati dengan
efisiensi harga terhadap alokasi faktor produksi. Pertanyaan yang dapat diajukan
adalah bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi cabang usahatani cabai
merah?

Tabel 3. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten
Bogor, 2004-2006.
Tahun Produksi
(Ton)
Luas Panen
(Ha)
Produktivitas
(Ton/Ha)
2004 3 726 713 5,23
2005 6 391 741 8,63
2006 6 880 943 7,30
Simpangan Baku 1 698 125 491 1,713
Rata rata 5 666 799 000 7,053
Koefisien Variasi 0,30 0,16 0,24
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor, diolah

Harga cabai merah di tingkat produsen mengalami fluktuasi selama
kurun tahun 1999 hingga 2005, data tersebut selengkapnya disajikan pada
Lampiran 1. Perubahan harga cabai merah tersebut diduga akan berpengaruh
terhadap efisiensi cabang usahatani. Efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi
harga, yaitu tingkat penggunaan faktor produksi yang memaksimumkan
keuntungan. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah bagaimana pengaruh
perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi tersebut? pengaruh perubahan
harga tersebut diharapkan dapat dianalisis dalam penelitian ini.
Permasalahanpermasalahan dalam penelitian ini antaralain :

2 Bagaimana tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah?


3 Bagaimana pengaruh faktor produksi terhadap produksi dan skala usaha
(return to scale) cabang usahatani cabai merah?
4 Bagaimana pengaruh perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi harga
(allocative efficiency)?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis tingkat pendapatan cabang usahatani cabai merah.
2. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi
dan skala usaha (return to scale) cabang usahatani cabai merah.
3. Menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap efisiensi
alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapan dapat berguna bagi tiga pihak, yaitu :
1. Pihak petani, peneltitan ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan cabang usahatani.
2. Pihak penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan tentang cabang usahatani cabai merah.
3. Pihak peneliti yang lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi, masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.







II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Cabai
Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas komersial karena
sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Cabai dapat
dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Usahatani cabai dapat
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri
pengolahan. Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang dapat
dipasarkan dalam bentuk segar maupun olahan (Santika, 2001). Sifat cabai
dapat dilihat dari aroma dan rasa. Cabai merupakan bahan pangan yang sangat
penting di berbagai negara. Cabai merupakan sumber pro-vitamin A dan vitamin
C bahkan dapat digunakan sebagai tanaman obat (Rubatzky,1999).
Cabai merupakan tanaman asli daerah tropika dan subtropika Amerika.
Penyebaran cabai ke seluruh dunia tidak terlepas dari peran pedagang Spanyol
dan Portugis (Rubatzky,1999). Cabai adalah tanaman hortikultura yang banyak
ditanam di Pulau Jawa. Cabai dalam perdagangan internasional dibedakan
berdasarkan tingkat kepedasannya menjadi tiga kelompok, yaitu sangat pedas,
sedang hingga kurang pedas dan yang terakhir adalah paprika (Santika, 2001).

2.2. Penelitian Terdahulu
2.2.1. Pendapatan
Hasil analisis pendapatan yang dilakukan oleh Nurliah (2002) diketahui
bahwa usahatani cabai kerinting sudah efisien dan menguntungkan. Kesimpulan
tersebut sesuai dengan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 17 131 413 per
hektar dan rasio R/C 2,14. Petani yang digunakan sebagai responden berjumlah
30 orang, responden tersebut dipilih secara sengaja. Biaya usahatani cabai
keriting sebagian besar diserap oleh upah tenaga kerja non keluarga dan

pembelian pestisida. Biaya tenaga kerja dan pestisida yang dikeluarkan


mencapai 26,86 persen dan 22,49 persen dari biaya total rata-rata sebesar Rp
14 311 487 per hektar.
Pendapatan usahatani cabai merah menurut Saragih (2001) dipengaruhi
oleh teknologi budidaya yang digunakan. Tiga puluh petani cabai merah dipilih
secara purposive oleh Saragih (2001), kemudian dibedakan menjadi masing-
masing lima belas petani tradisional dan modern. Usahatani secara tradisional
maupun modern pada kondisi normal tetap menguntungkan, dengan indikator
keuntungan bernilai positif dan rasio R/C lebih besar dari satu. Pendapatan
usahatani cabai merah modern relatif lebih tinggi, karena jumlah produksi dan
harga jual yang lebih tinggi. Pendapatan usahatani modern dan tradisional
masing-masing mencapai Rp 33 351 614,7 per hektar dan Rp 26 823 849,4 per
hektar. Usahatani modern dengan penggunaan plastik mulsa ternyata lebih
efisien, hal ini ditunjukkan rasio R/C mencapai 2,2 sedangkan usahatani
tradisional hanya mencapai rasio R/C 1,9.

2.2.2. Efisiensi Faktor Produksi
Penelitian tentang efisiensi ekonomi pada usaha peternakan sapi perah
rakyat dilakukan oleh Mandaka dan Hutagaol pada tahun 2005. Kelurahan kebon
Pedes dipilih secara purposive sebagai lokasi penelitian tersebut. Jumlah
peternak dan ternak yang dilibatkan pada penelitian tersebut mencapai 31 orang
dan 251 ekor ternak. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah stratified
random sampling. Strata ditentukan berdasarkan skala pemilikan induk produktif
(laktasi dan kering).
Alat analisis yang digunakan oleh Mandaka dan Hutagaol (2005) adalah
fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Hasil yang diperoleh yaitu semua peubah
bebas secara serempak berpengaruh sangat nyata terhadap keuntungan usaha

ternak pada tingkat kepercayaan 99 persen. Peubah bebas yang berpengaruh


nyata yaitu harga pakan konsentrat, jumlah induk produktif dan peubah boneka
skala usaha. Kondisi ekonomi skala usaha ternak sapi tersebut adalah
decreasing return to scale, ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar
0,869. Efisiensi ekonomi relatif belum dicapai pada semua skala usaha.
Analisis efisiensi penggunaan masukan produksi dan ekonomi skala
usaha pernah dilakukan oleh Irawan dan Hutabarat (1991). Penelitian tersebut
dilakukan terhadap usahatani tebu di Jawa Timur. Metode analisis yang
digunakan adalah fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Efisiensi penggunaan
masukan dianalisis dengan pendekatan kesamaan antara elastisitas keuntungan
atas harga masukan (
i
) dengan pangsa keuntungan atas biaya masukan
terhadap keuntungan (PS
i
). Efisiensi penggunaan masukan produksi pada
kategori tanaman keprasan lahan sawah dan kering sudah dicapai. Kondisi yang
berbeda terjadi pada tanaman tebu baru lahan sawah. Pupuk, tenaga kerja, dan
obat pada usahatani tebu baru lahan sawah belum efisien karena tingkat
penggunaannya yang masih terlampau rendah.
Usahatani tebu yang diteliti oleh Irawan dan Hutabarat (1991)
mempunyai skala usaha yang berbeda antar kategori. Kategori tanaman baru
lahan sawah mempunyai skala usaha meningkat, kategori tanaman keprasan
lahan kering mempunyai skala usaha menurun dan kategori tanaman tebu
keprasan lahan sawah sudah mempunyai skala usaha konstan. Keragaman
skala usaha tersebut menurut Irawan dan Hutabarat (1991) disebabkan karena
perbedaan produktivitas masukan usahatani.
Analisis ekonomi usahatani yang terkait dengan efisiensi panggunaan
masukan produksi juga pernah dilakukan oleh Widjaja (1991). Cakupan
penelitian tersebut meliputi analisis pendapatan usahatani, efisiensi faktor-faktor
produksi hingga optimalisasi faktorfaktor produksi yang digunakan. Metode

penarikan contoh acak berstrata digunakan sebagai teknik pengambilan contoh


dalam penelitian tersebut. Strata dibedakan berdasarkan jumlah ternak yang
dimiliki. Analisis yang digunakan meliputi analisis pendapatan usahatani, fungsi
produksi Cobb Douglas dan efisiensi faktor produksi.
Pendapatan dari sapi perah untuk semua strata lebih dominan, jika
dibanding pendapatan usahatani yang lain maupun dari luar usahatani. Kondisi
tersebut menurut Widjaja (1991) merupakan indikasi bahwa usaha ternak sapi
perah sudah menjadi usaha pokok. Hasil analisis fungsi produksi diketahui
bahwa 81,68 keragaman produksi susu pada peternakan sapi perah di
Kecamatan Pangalengan dapat diterangkan oleh faktorfaktor produksi yang
dipilih. Faktorfaktor produksi yang digunakan secara umum mempunyai
pengaruh yang nyata pada taraf nyata 95 hingga 99 persen. Usaha peternakan
sapi perah mempunyai skala usaha yang semakin menurun, ini ditunjukkan oleh
elastisitas produksi sebesar 0,9379. Skala usaha tersebut berarti efisiensi teknis
sudah dicapai, namun efisiensi ekonomis masih belum dicapai.
Hasil analisis produksi yang dilakukan oleh Nuriman (2001) terhadap
petani tomat anggota dan bukan anggota kelompok tani, diketahui bahwa secara
umum penggunaan teknologi budidaya tomat kedua kelompok petani tidak
berbeda. Petani anggota kelompok tani lebih mempunyai elastisitas produksi
lebih besar, jika dibanding petani bukan anggota kelompok tani. Alokasi faktor-
faktor produksi pada kedua kelompok petani tersebut masih belum optimal.
Kondisi tersebut dilihat dari rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Petani
anggota kelompok tani lebih efisien dibanding petani bukan anggota, jika dilihat
dari imbangan penerimaan terhadap pengeluaran. Petani Gapoktan mempunyai
nilai imbangan penerimaan terhadap pengeluaran tunai dan total masing-masing
adalah 1,71 dan 1,63, sedangkan kelompok petani yang lainnya sebesar 1,54
dan 1,42. Hasil penelitian yang selanjutnya adalah resiko produksi petani

anggota kelompok tani diketahui lebih tinggi. Resiko produksi tomat masih belum
dapat ditekan secara optimal oleh kelompok tani.
Penelitian tentang efisiensi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam
budidaya salak bongkok dilakukan oleh Maya pada tahun 2006. Faktor produksi
salak bongkok diduga meliputi luas lahan, umur tanaman, jumlah tanaman,
pengalamam, tenaga kerja, pupuk kandang, dan pupuk urea. Pupuk urea
digunakan sebagai peubah boneka (dummy), sehingga produksi dengan dan
tanpa pupuk urea dapat dibedakan. Model analisis yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah model fungsi Cobb-Douglas. Peubah-peubah dugaan
diketahui signifikan pada selang kepercayaan 95 hingga 99 persen. Faktor-faktor
produksi yang digunakan masih belum optimal, jika dilihat dari rasio NPM dan
BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi optimal yang disarankan yaitu
luas lahan 0,35 hektar dan tenaga kerja 84,01 HOK. Skala ekonomi usaha
budidaya salak bongkok tersebut adalah skala decreasing return to scale.
Elastisitas produksi yang diperoleh adalah 0,594, sehingga menurut teori
produksi klasik usaha tersebut ada pada daerah II.
Efisiensi faktor produksi pada usahatani padi sudah dianalisis oleh
Irawati (2006), penelitian dilakukan terhadap petani program PTT dan petani
bukan program PTT di Karawang. Metode analisis yang digunakan adalah fungsi
produksi Cobb-Douglas. Faktor produksi yang digunakan petani program PTT
berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi pada selang kepercayaan
95 persen. Faktor-faktor produksi tersebut meliputi luas lahan, benih, pupuk urea,
pupuk NPK, obat cair dan tenaga kerja, sedangkan pupuk SP-36 dan obat padat
tidak berpengaruh nyata. Hasil uji terhadap faktor produksi yang digunakan
petani bukan program PTT, diketahui bahwa luas lahan, benih, pupuk NPK dan
tenaga kerja berpengaruh nyata sedangkan pupuk SP-36, obat padat dan cair
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Faktor produksi yang digunakan

kedua kelompok petani masih belum efisien, hal ini diketahui dari rasio NPM dan
BKM tidak sama dengan satu.
Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2005) diarahkan pada analisis
penyebab rendahnya produkivitas padi ladang, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi. Analisis
yang digunakan yaitu pendapatan usahatani, dan fungsi produksi Cobb Douglas.
Faktor determinan produktivitas padi ladang diidentifikasi berdasarkan statistik uji
t terhadap koefisien regresi. Efisiensi ekonomi dianalisis dengan pendekatan
rasio nilai produk marjinal dengan biaya korbanan marjinal.
Pendapatan usahatani padi ladang yang diteliti oleh Purba (2005)
dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan total. Pendapatan atas
biaya tunai dari usahatani tersebut sebesar Rp 1 104 326 sedangkan
pendapatan atas biaya total Rp 520 854. Usahatani padi ladang kurang
menguntungkan ditunjukkan oleh rasio R/C atas biaya total sebesar 0,75, namun
bagi petani masih menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh 3,01 kali
lebih besar dari biaya tunai yang dikeluarkan (R/C tunai = 3,01).
Faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas padi ladang yaitu tenaga
kerja dalam dan luar keluarga. Produksi padi ladang sangat dipengaruhi oleh
kedua kelompok tenaga kerja tersebut. Benih, pupuk dan pestisida tidak
berpengaruh secara nyata terhadap produksi padi ladang. Usahatani padi ladang
berada pada skala pengembalian yang meningkat, hal ini ditunjukkan oleh
elastisitas produksi sebesar 1,17. Efisiensi ekonomi pada usahatani tersebut
belum berhasil dicapai. Nilai rasio NPM dibanding BKM tidak sesuai dengan
kriteria, sehingga komposisi faktor produksi yang digunakan harus diubah.
Analisis efisiensi faktor produksi udang tambak di Indonesia dilakukan
oleh Nasution pada tahun 2005. Penelitian tersebut dilakukan untuk
menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi udang tambak, tingkat

efisiensi produksi dan menganalisis nilai total factor productivity usaha budidaya
udang tambak. Penelitian tersebut didasarkan pada hipotesis awal yaitu : 1) input
produksi digunakan dengan kombinasi yang belum optimal oleh petani tambak di
Indonesia dan 2) lahan, benur, tenaga kerja, pestisida dan masukan produksi
lain berbanding lurus dengan produksi yang dihasilkan.
Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan sebagai pendekatan analisis
faktor determinan produksi udang tambak. Efisiensi penggunaan faktor produksi
dianalisis dengan pendekatan rasio NPM dibanding BKM. Analisis terhadap total
faktor produktivitas relatif lebih rumit, karena pendekatan yang digunakan adalah
fungsi produksi Cobb Douglas restriksi. Restriksi tersebut berarti fungsi produksi
dikondisikan pada skala pengembalian konstan, ditunjukkan dengan elastisitas
produksi sama dengan satu. Kendala ditemukan dalam pendugaan fungsi
produksi, ditemukan adanya multikolinier antar faktor produksi. Permasalahan
tersebut kemudian diatasi dengan analisis komponen utama. Produksi udang
tambak di Indonesia sangat nyata dipengaruhi oleh luas tambak, tenaga kerja
dan pestisida. Produksi tambak dipengaruhi oleh pupuk organik dan anorganik
pada selang kepercayaan 90 persen.
Usaha budidaya tambak udang di Indonesia masih dapat dikembangkan
karena mempunyai skala pengembalian yang meningkat. Elastisitas produksi
sebesar 1,8337 merupakan indikator kondisi tersebut. Efisiensi ekonomi belum
dicapai, ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu.
Total faktor produktivitas sebesar -9,26 persen, berarti secara agregat tidak
terjadi peningkatan teknologi dalam produksi udang di Indonesia, namun
sebaliknya terjadi penurunan.
Penelitian dengan topik efisiensi penggunan faktor produksi dilakukan
oleh Retmawati (2005) terhadap petani padi sawah dan padi ladang. Penelitian
tersebut dilakukan agar diperoleh suatu gambaran perbandingan usahatani padi

sawah dan padi ladang. Kriteria yang digunakan sebagai dasar perbandingan
yaitu pendapatan usahatani, produktivitas, tingkat penggunaan masukan
produksi dan efisiensi usahatani. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian
tersebut yaitu analisis pendapatan, analisis produktivitas, analisis efisiensi
penggunaan faktor produksi dan analisis fungsi produksi Cobb Douglas.
Hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa usahatani padi sawah lebih
menguntungkan dibanding padi ladang. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk
kedua jenis usahatani padi sama, namun keuntungan total dari padi sawah
diperoleh Rp 1 667 410 dengan rasio R/C 1,55, sedangkan padi ladang lebih
rendah yaitu Rp1 161 582 dengan rasio R/C 1,44. Perbedaan tersebut
disebabkan karena produktivitas padi sawah sebesar 12.148,2 kg per hektar,
sedangkan produktivitas padi ladang lebih rendah yaitu 7.941,65 kg per hektar.
Harga jual kedua jenis padi sama yaitu Rp 1 100 per kg.
Peubah boneka yang digunakan sebagai pembeda antara usahatani padi
sawah dan ladang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Kondisi tersebut
disebabkan karena benih, pupuk dan perlakuan pemupukan yang sama pada
kedua usahatani. Elastisitas produksi usahatani padi sawah dan ladang sebesar
1,26573, berarti usahatani berada dalam skala pengembalian meningkat.
Efisiensi penggunaan faktor produksi pada kedua usahatani belum tercapai, hal
ini ditunjukkan dengan rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu.
Kombinasi optimal untuk usahatani padi sawah yaitu 0,87 hektar lahan, 9,30 kg
benih, 47,23 pupuk KCL, 102,32 kg pupuk TSP dan 56,09 HOK tenaga kerja.
Kombinasi optimal pada usahatani padi ladang yaitu 1,08 hektar lahan, 8,11 kg
benih, 31,02 pupuk KCL, 106,08 kg pupuk TSP dan 69,45 HOK tenaga kerja.
Penelitian Vidiayanti (2004) mempunyai topik yang sama tetapi obyek
yang dianalisis adalah usaha ternak sapi perah. Penelitian tersebut dilakukan
untuk menganalisis tingkat pendapatan, skala pengembalian ekonomi dan

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi perah. Sampel


sebanyak 30 orang responden dipilih secara acak dari sekitar 180 orang
peternak. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani,
analisis fungsi produksi Cobb Douglas, analisis skala pengembalian dan analisis
efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.
Penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada tiga peubah boneka yang
dimasukan dalam fungsi produksi. Peubah boneka digunakan dalam fungsi
produksi sehingga pengaruh perbedaan tingkat pendidikan peternak, usia
produktif sapi perah dan pengalaman peternak terhadap produksi dapat
diketahui.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa usaha ternak sapi
perah menguntungkan dari segi usahatani maupun petani. Pendapatan atas
biaya total sebesar Rp 7 690 979,61 dengan rasio R/C 1,17 berarti dari segi
usahatani menguntungkan. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 24 849
506,67 dengan rasio R/C 1,56 maka dapat disimpulkan menguntungkan bagi
petani. Produksi susu dipengaruhi secara nyata oleh hijauan sapi laktasi. Peubah
boneka pengalaman signifikan berpengaruh terhadap produksi. Produksi susu
yang diperoleh peternak dengan pengalaman lebih dari lima tahun lebih tinggi
dibanding peternak dengan pengalaman dibawah lima tahun. Usaha ternak sapi
perah mempunyai skala pengembalian meningkat dengan elastisitas produksi
sebesar 1,13429. Produksi usaha ternak tersebut berada pada daerah tidak
rasional, karena tingkat produksi optimal dapat dicapai dengan peningkatan
jumlah faktor produksi. Efisiensi ekonomi belum berhasil dicapai jika dilihat dari
rasio NPM dibanding BKM yang tidak sama dengan satu. Kombinasi
penggunaan faktor produksi harus diubah agar efisiensi ekonomi dicapai.

Penelitian tentang pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor


produksi usahatani ayam ras pedaging sudah dilakukan oleh Murjoko (2004).
Penelitian tersebut dipusatkan pada beberapa tujuan yaitu menganalisis faktor
produksi yang berpengaruh terhadap produksi ayam ras pedaging, menganalisis
tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi, menentukan
kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal dan menganalisis tingkat
pendapatan peternak plasma ayam.
Sampel responden diambil dengan metode sensus terhadap seluruh
peternak sejumlah 38 orang. Metode analisis yang digunakan terdiri dari
pendugaan dan pemilihan model fungsi produksi, dan analisis efisiensi ekonomi
pengunaan faktor-faktor produksi. Fungsi produksi dipilih dari tiga model alternatif
yaitu model linier berganda, Cobb Douglas dan translog. Analisis dilanjutkan
dengan rasio NPM dibanding BKM, sehingga diketahui efisiensi ekonomi tingkat
penggunaan faktor-faktor produksi. Pendekatan yang digunakan dalam analisis
pendapatan usahatani peternakan adalah analisis rasio R/C dan rasio B/C.
Model fungsi produksi akhir yang dipilih adalah model Cobb Douglas
karena dua pertimbangan. Hasil uji kolmogorovsmirnov model Cobb Douglas
mempunyai nilai P 0,15, sedangkan model linier berganda mempunyai P 0,079,
hal ini berarti model Cobb Douglas lebih bagus. Pertimbangan yang kedua
adalah masalah multikolinieritas pada model translog yang tidak dapat diatasi.
Model Cobb Douglas tersebut mempunyai R
2
99,4 persen dan secara statistik
faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap
produksi.
Produksi ayam ras pedaging yang diteliti dipengaruhi oleh bibit DOC,
pakan strarter, pakan finisher, tenaga kerja dan obat-vaksin-vitamin (OVK).
Faktor-faktor produksi tersebut secara statistik berpengaruh nyata terhadap
produksi pada selang kepercayaan 99 persen. Faktor produksi pemanas gasolec

dan mortalitas tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi ayam ras
pedaging. Peubah bebas dalam model berada pada daerah rasional, ditunjukkan
dengan nilai koefisien regresi bernilai positif dan lebih rendah dari satu.
Efisiensi ekonomi produksi diperlukan agar keuntungan maksimum dapat
dicapai. Efisiensi ekonomi pada beberapa faktor produksi belum dicapai, jika
dilihat dari rasio NPM dibanding BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi
pakan starter, pakan finisher dan tenaga kerja secara statistik belum efisien.
Tingkat penggunaan masing-masing faktor produksi harus ditingkatkan menjadi
7.129 kg pakan starter, 10.570 kg pakan finisher dan 704,55 HOK tenaga kerja.
Perubahan tersebut berdampak pada perbedaan pendapatan aktual dan optimal.
Pendapatan bersih pada kondisi aktual sebesar Rp 6 067 386, rasio R/C 1,1 dan
rasio B/C 0,1, pada kondisi optimal mengalami peningkatan menjadi masing-
masing Rp 21 785 728, rasio R/C 1,346 dan rasio B/C 0,346.
Pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi padi gogo
tumpang sari jagung diteliti oleh Susanto (2004). Penelitian tersebut bertujuan
untuk menganalisis keragaan usahatani, tingkat pendapatan dan produktivitas,
dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi gogo
tumpangsari jagung. Hipotesis awal dari penelitian Susanto (2004) yaitu 1) biaya
produksi secara keseluruhan dapat ditutupi oleh nilai pendapatan, 2) luas lahan,
benih, pupuk kimia dan tenaga kerja mempunyai hubungan nyata dengan
produksi padi gogo, dan 3) keuntungan maksimal dapat dicapai jika tingkat
penggunaan faktor-faktor produksi sudah optimal.
Responden sebanyak 30 orang dalam penelitian tersebut diundi secara
acak sederhana. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan,
analisis regresi dan analisis efisiensi ekonomi. Hipotesis pertama diterima karena
rasio R/C atas biaya tunai sebesar 2,92 dan rasio R/C atas biaya diperhitungkan

sebesar 1,09. Rasio R/C tersebut berarti secara keseluruhan biaya produksi
dapat ditutupi oleh nilai pendapatan yang diperoleh petani.
Produksi padi gogo dipengaruhi oleh benih, pupuk urea dan pupuk TSP.
Hasil tersebut diketahui dari hasil statistik uji t (parsial) bahwa koefisien regresi
benih nyata pada = 1 %, pupuk urea nyata pada = 10 % dan pupuk TSP
nyata pada = 1 %. Benih dan pupuk TSP mempunyai pengaruh yang sangat
nyata terhadap produksi padi gogo, hal ini ditunjukkan dengan taraf nyata 1
persen. Produksi padi gogo berada pada skala pengembalian meningkat, hal ini
ditunjukkan dengan elastisitas produksi sebesar 1,36. Tingkat penggunaan
faktor-faktor produksi belum optimal, hal ini diketahui dari rasio NPM dibanding
BKM tidak sama dengan satu. Tingkat penggunaan optimal adalah sebagai
berikut luas lahan 3,34 hektar, benih 61,5 gram , pupuk urea 0,26 kg dan tenaga
kerja 35 HOK.

2.3. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan pendapatan, produksi dan efisiensi
ekonomi usahatani telah banyak dilakukan sebelumnya. Hasil dari setiap
penelitian sangat beragam, namun terdapat kesamaan pada metode analisis
yang digunakan. Kesamaan yang lain adalah jenis data yang digunakan dalam
penelitian usahatani yaitu data cross section pada waktu tertentu. Perubahan
dapat terjadi karena pengaruh waktu, harga input dan output usahatani mungkin
telah mengalami perubahan sejak penelitian dilakukan. Pendapatan dan efisiensi
ekonomi mungkin telah mengalami perubahan sebagai akibat perubahan harga
tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat diperoleh suatu
gambaran pendapatan, produksi dan efisiensi ekonomi cabang usahatani
khususnya cabai merah pada saat penelitian dilakukan.

Penelitian tentang pendapatan dan produksi cabang usahatani cabai


merah yang dilakukan mempunyai persamaan dengan penelitianpenelitian
terdahulu. Persamaan yang dimaksud adalah pendekatan yang digunakan yaitu
analisis pendapatan dan analisis fungsi produksi ekponensial. Perbedaan
dengan penelitian terdahulu terletak pada waktu dan tempat penelitian dilakukan.

2.4. Analisis Cabang Usahatani

Sifat produksi pertanian menurut Gumbira et. al (2004) antaralain
musiman, pasokan produk bervariasi dan tidak stabil dari waktu ke waktu, jumlah
produksi sulit ditentukan dan bervariasi antar pusat produksi secara geografis.
Produksi pertanian bersifat musiman dan berfluktuasi sehingga dikenal
adanya musim panen raya dan paceklik. Produksi pertanian tidak semua bersifat
musiman, masih ada sebagian yang dapat berproduksi terus-menerus. Jumlah
produksi pertanian juga bervariasi dari waktu ke waktu. Variasi tersebut menurut
Gumbira et. al (2004) disebabkan oleh tanggapan petani terhadap tingkat harga,
kebijakan pemerintah tentang pengembangan komoditas, dan faktor lain yang
tidak dapat dikendalikan (Force majeur). Variasi jumlah tersebut berakibat pada
terjadinya variasi harga produk.
Pusat-pusat produksi pertanian dipengaruhi oleh kesesuaian geografis
untuk budidaya pertanian. Pusat produksi sayuran pada umumnya terdapat
didaerah dataran tinggi, karena suhu rendah sesuai dengan komoditas sayuran.
Daerah dataran rendah sesuai untuk budidaya komoditas yang lain, misalnya
kelapa dan sagu. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk budidaya komoditas
tertentu akan berbeda antar daerah. Perbedaan tersebut dipengaruhi berbagai
faktor salah satunya efisiensi produksi antar daerah berbeda-beda (Gumbira et.
al, 2004).

Gambaran keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan keadaan yang


akan datang dari suatu tindakan dapat diketahui dari analisis pendapatan.
Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani juga dapat dilihat dari analisis
pendapatan ini. Ukuran keberhasilan usahatani ditentukan dari kemampuan
untuk membayar semua biaya pembelian sarana produksi, bunga modal dan
depresiasi modal, sewa lahan hingga upah tenaga kerja (Soeharjo dan Patong,
1973).
Pendapatan merupakan balas jasa dari dari faktor-faktor produksi
usahatani. Faktor produksi tersebut berupa lahan, tenaga kerja, modal dan jasa
pengelolaan. Pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan
kegiatannya. Pendapatan usahatani akan dialokasikan pada berbagai
kebutuhan. Sisa pendapatan dapat digunakan untuk penambahan faktor
produksi atau dialokasikan pada kegiatan di sektor lain (Soeharjo dan Patong,
1973).
Dua keterangan pokok diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani
agar mempunyai arti praktis. Dua hal tersebut adalah keadaan penerimaan dan
pengeluaran dalam batasan waktu tertentu, misalnya satu musim atau satu
tahun (Soeharjo dan Patong, 1973). Keuntungan yang diperoleh dari suatu
usahatani dapat dilihat dari penerimaan dan pengeluaran dalam batas waktu
tertentu.






III. KERANGKA PEMIKIRAN



3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Fungsi Produksi
Proses produksi pertanian merupakan proses yang kompleks dan
mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi baru. Fungsi
produksi merupakan gambaran hubungan antara masukan dengan keluaran
produksi. Hubungan tersebut digambarkan sebagai tingkat transformasi masukan
menjadi keluaran produksi (Doll dan Orazem, 1984). Pindyck dan Rubinfeld
(2001) menyatakan bahwa keluaran terbesar untuk setiap kombinasi masukan
tertentu ditunjukkan oleh fungsi produksi.
Fungsi produksi klasik merupakan pendekatan ekonomi paling dasar.
Fungsi produksi merupakan cara sistematis untuk menggambarkan hubungan
antara perbedaan jumlah masukan yang dapat digunakan untuk menghasilkan
produk (Kay. et. al, 2004). Fungsi dan keterkaitannya dengan produk rata-rata
(Average Physical Product) maupun produk marjinal (Marginal Physical Product)
dapat digambarkan dalam grafik.
Hubungan antara TPP dengan MPP dan APP berdasarkan Gambar 1
diketahui bahwa selama TPP meningkat dengan tingkat semakin bertambah
maka MPP dan APP akan mengalami peningkatan secara bersamaan. Titik
maksimum MPP terjadi ketika pertambahan TPP mencapai titik balik, yaitu dari
tingkat semakin bertambah menjadi semakin berkurang. Produk marjinal (MPP)
kemudian mengalami penurunan secara berkelanjutan hingga titik nol ketika TPP
mencapai maksimum. Keterkaitan antara APP dengan MPP yaitu ketika MPP
lebih tinggi dari APP, maka APP akan mengalami peningkatan dan demikian
sebaliknya (Kay. et. al., 2004)


Increasing
marginal
return
Output
Output
Decreasing
marginal return
APP
MPP
Input
Negative
marginal return
TPP
Stage I Stage II Stage III
Input
Ep > 1 1> Ep > 0 Ep < 0

Keterangan : APP : Average Physical Product
MPP : Marginal Physical Product
TPP : Total Physical Product
Sumber : Snodgrass and Wallace, 1964 dan Kay . et. al, 2004.
Gambar 1. Fungsi Produksi : Total, Marjinal dan Rata-rata Produk

Hubungan antara TPP, APP dan MPP biasanya digunakan untuk
membedakan fungsi produksi menjadi tiga daerah. Daerah I dimulai dari titik awal
dimana tidak ada input yang digunakan hingga titik APP maksimum tepat
berpotongan dengan MPP. Daerah I jika dikaitkan dengan tujuan petani untuk
mencapai keuntungan maksimum, maka daerah tersebut merupakan daerah
produksi yang tidak rasional. Produksi (TPP) yang lebih besar masih berpeluang
untuk dicapai jika jumlah input yang digunakan ditingkatkan, maka menjadi tidak
rasional jika jumlah input yang digunakan dipertahankan pada titik tersebut.
Produktivitas input tetap mengalami peningkatan pada daerah tersebut (Kay. et.
al., 2004).
Daerah produksi yang selanjutnya adalah daerah II yang dimulai dari titik
perpotongan MPP dengan APP (maksimum APP) hingga titik nol MPP. Efisiensi
tertinggi dari input tidak tetap yang digunakan tercapai ketika MPP berpotongan

dengan APP, yaitu tepat pada garis batas antara daerah I dengan II. Produk
marjinal (MPP) juga mengalami penurunan hingga titik nol pada daerah II.
Daerah II merupakan daerah produksi yang rasional. Daerah produksi yang
terakhir adalah daerah III yang ditunjukkan oleh penurunan produksi (TPP) dan
marjinal produk (MPP) bernilai negatif. Daerah tersebut merupakan daerah
produksi yang tidak rasional (Kay. et. al., 2004).

Daerah produksi dapat dikaitkan dengan rekomendasi ekonomi bagi
produsen atau petani. Daerah pertama yaitu ketika produk marjinal lebih besar
dari produk rata-rata, maka jumlah alokasi faktor produksi sebaiknya ditingkatkan
hingga titik maksimum produk marjinal tercapai. Efisiensi faktor produksi tidak
tetap terjadi pada daerah kedua, dimana produk rata-rata mencapai puncak dan
mulai mengalami penurunan. Daerah yang ketiga dimana produk rata-rata lebih
besar dari produk marjinal, maka tidak rasional untuk menambah faktor produksi
(Doll dan Orazem, 1984).
Fungsi produksi merupakan fungsi yang menunjukkan hubungan antara
hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (masukan (input)).
Fungsi produksi menurut Murbayanto (1989), Wallace and Snodgrass (1964),
Buse and Bromley (1975), Doll and Orazem (1984) serta Heady and Dillon
(1961) dapat dirumuskan dalam bentuk matematis sebagai berikut:

( )
n
........X ,
2
X ,
1
X f Y = ...................................................................... (1)
Keterangan Y = hasil produksi fisik
X
1
.....X
n
= faktor-faktor produksi

Fungsi produksi yang sering digunakan yaitu fungsi linier, kuadratik,
eksponensial, transcendental, translog dan Constant Elasticity of Substitution
(Soekartawi,1984). Fungsi produksi juga dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi
spillman, fungsi hiperbolik dan sebagainya. Pendekatan yang sudah banyak

digunakan untuk analisis fungsi produksi adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.


Fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai bentuk umum adalah sebagai berikut
(Heady dan Dillon, 1961) :

b
aX Y = ...................................................................................................... (2)

Peubah yang dinotasikan sebagai X adalah masukan (input) produksi
yang diukur, Y adalah output produksi, a merupakan konstanta dan b merupakan
elastisitas produksi. Hubungan faktor produksi dengan hasil produksi
digambarkan oleh produk marjinal. Produk marjinal tersebut merupakan
gambaran peningkatan jumlah hasil produksi, karena masukan (input) produksi
yang digunakan ditambah satu unit. Produk marjinal dapat diturunkan dari fungsi
produksi pada persamaan (2) dan secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut Heady dan Dillon (1961) :
X
b
baX

1 - b
baX
dX
dY
= = ........................................................................ (3)
Fungsi produksi Cobb-Douglas pada persamaan (2) adalah fungsi
produksi eksponensial. Fungsi produksi tersebut mempunyai nilai eksponen
(koefisien regresi) yang merupakan elastisitas produksi. Elastisitas produksi
tersebut dapat digunakan langsung untuk menduga skala usaha (Return to
Scale). Kondisi tersebut dibuktikan sebagai berikut (Heady dan Dillon, 1961) :
Y
X

X
b
baX

Y
X
)
1 - b
(baX Ep = = ............................................................. (4)

Nilai Y dari persamaan fungsi produksi (Y = aX
b
) disubstitusikan kedalam
persamaan tersebut maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

Y
X

X
bY
Ep = ..................................................................................... (5)

Elastisitas produksi merupakan koefisien b (eksponen) dari fungsi


produksi, seperti dapat dilihat dari persamaan tersebut bahwa E
p
= b. Elastisitas
produksi merupakan perubahan output yang disebabkan perubahan input. Skala
Usaha dapat diketahui dari koefisien elastisitas produksi tersebut (Haedy dan
Dillon, 1961).
Estimasi fungsi produksi menurut Heady dan Dillon (1964) meliputi dua
fase, yaitu pengumpulan data dan analisis data tersebut. Data tersebut dapat
diperoleh dari sumber percobaan maupun selain percobaan. Pendugaan fungsi
produksi eksponensial relatif lebih rumit dibanding metode pendugaan regresi
sederhana. Kendala tersebut dapat diatasi dengan transformasi sehingga
parameternya berbentuk linier. Model tersebut dapat ditranformasi dalam bentuk
logaritma menjadi persamaan sebagai berikut (Gujarati, 1988).

n
lnX
n
b ....
3
lnX
3
b
2
lnX
2
b
1
lnX
1
b a ln lnY + + + + + = ........................ (6)

*
n
X *
n
b .... *
3
X *
3
b *
2
X *
2
b *
1
X *
1
b * a * Y + + + + + = .................. (7)

Keterangan : Y* = Y
a*, b
1
*, b
2
*, b
3
*,

b
n
* = a, b
1
, b
2
, b
3
,

b
n

X
1
*, X
2
*, X
3
*, X
n
* = X
1
, X
2
, X
3
, X
n

Peubah-peubah dalam persamaan (6) bagian atas dapat didefinisikan
kembali, maka diperoleh persamaan (7). Model persamaan (7) tidak ubahnya
seperti model regresi linier dengan peubah dan parameter berbentuk linier.
Parameter atau koefisien regresi dari model tersebut dapat diduga dengan
pendekatan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) (Gujarati, 1988).
Teknik penyelesaian fungsi produksi Cobb Douglas dengan
dilogaritmakan dan diubah menjadi fungsi linier. Fungsi produksi dengan teknik
transformasi tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : 1) tidak ada
nilai pengamatan yang bernilai nol, 2) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap

pengamatan, 3) setiap variabel X adalah perfect competition, dan 4) perbedaan


lokasi seperti iklim tercakup dalam faktor kesalahan, u (Soekartawi,1984).
Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan dengan pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut :
1. Fungsi Cobb-douglas sudah banyak digunakan dalam penelitian.
2. Cov (u
i
, u
j
)= 0, ij. Asumsi tersebut berarti tidak ada korelasi antara u
i
dan u
j
.
3. Var (u
i
) =
2
(homoskedastisitas) yaitu besar varian u
i
sama untuk setiap i.
4. Fungsi Cobb-Douglas dapat ditransformasi kedalam bentuk linier melalui
transformasi logaritma, sehingga metode OLS dapat digunakan (Heady dan
Dillon, 1961), (Gujarati, 1988).
5. Masalah heteroskedastisitas dapat dikurangi dengan transformasi logaritma
(Nachrowi dan Usman, 2006). Heterokedastisitas adalah varians dari residual
atau error tidak konstan. Analisis regresi dengan metode pendugaan OLS
dapat dilakukan jika error mempunyai varians yang konstan (homoskedastis).
6. Elastisitas produksi dari masukan (input) yang bersangkutan (X
i
) dapat
langsung diketahui dari parameter penduga (b
i
) (Heady dan Dillon, 1961),
(Gujarati, 1988).
7. Skala usaha (Return to Scale) merupakan elastisitas dari fungsi produksi
yang diduga. Elastisitas fungsi produksi merupakan penjumlahan dari
elastisitas masing-masing faktor produksi. Proses produksi pada skala
menurun jika nilai b < 1, jika b = 1 maka produksi pada skala konstan
sedangkan jika b > 1 berarti proses produksi pada skala meningkat (Heady
dan Dillon, 1961).
Estimasi koefisien regresi dilakukan dengan metode OLS. Asumsi-
asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2006) :
1. Multikolinier tidak ada, yang berarti tidak ada hubungan linier yang nyata
antara variabel-variabel yang menjelaskan (X
i
).

2. E(u
i
) = 0 atau E(u
i
| x
i
) = 0 atau E(Y
i
) =
1
+
2
X
i

u
i
menyatakan variabel-variabel lain yang mempengaruhi Y
i
akan tetapi tidak
terwakili dalam model. Asumsinya pengaruh u
i
terhadap Y
i
diabaikan.
3. Kovarian antara u
i
dan X
i
nol atau cov (u
i
, X
i
) = 0. asumsi tersebut berarti
tidak ada korelasi antara u
i
dan X
i
.
3.1.2. Skala Usaha (Return to Scale)
Hukum pengembalian yang semakin berkurang (law of diminishing return)
sangat penting dari sudut pandang teoritis maupun praktis (Kay, et. al. 2004).
Hukum tersebut juga dikenal sebagai hukum produktivitas yang semakin
berkurang (law of diminishing productivity). Interpretasi hukum tersebut yaitu jika
jumlah salah satu masukan produksi ditambah sementara semua masukan yang
lain dipertahankan tetap (konstan), maka jumlah tambahahan keluaran per unit
masukan kemungkinan akan semakin berkurang (Doll dan Orazem, 1984).
Hukum pengembalian yang semakin berkurang (law of diminishing return)
ambigu karena acuan yang digunakan berbeda-beda. Tiga indikator dalam fungsi
produksi klasik yaitu total produk (TPP), marjinal produk (MPP) dan rata-rata
produk (APP). Titik dimana mulai terjadi penurunan pada ketiga indikator tersebut
berbeda, sementara law of diminishing return digambarkan oleh penurunan
tersebut. Antisipasi masalah tersebut maka hukum pengembalian yang semakin
berkurang diterapkan secara langsung pada marjinal produk atau dikenal hukum
pengembalian marjinal yang semakin berkurang (law of diminishing marginal
return). Solusi lain yang dapat digunakan adalah elastisitas produksi (Doll dan
Orazem, 1984). Elastisitas produksi merupakan konsep yang mengukur tingkat
respon antara masukan dan keluaran.
Hukum pengembalian yang semakin berkurang mempunyai tiga sifat
yang perlu ditekankan. Sifat yang pertama adalah hukum tersebut berlaku jika

satu atau lebih input tetap digunakan dalam produksi. Sifat yang kedua yaitu
definisi hukum tersebut tidak mencakup diminishing marginal return sejak unit
pertama dari input tidak tetap (titik awal penggunaan input tidak tetap). Sifat yang
ketiga yaitu hukum tersebut berdasarkan pada proses biologis yang ditemukan
pada produksi pertanian (Kay, et. al., 2004)
Skala Usaha diperlukan untuk mengetahui apakah suatu usaha yang
diteliti mengikuti kaidah incereasing, constant atau decreasing return to scale
(Soekartawi,1990). Skala usaha dapat diketahui dari nilai elastisitas produksi.
Skala usaha dapat dibagi dalam tiga kemungkinan sebagai berikut :
1. Decreassing return to scale, bila nilai elastisitas produksi (Ep) < 1. Kondisi
ini dapat diartikan bahwa proporsi tambahan masukan produksi melebihi
proporsi tambahan keluaran produksi.
2. Constant return to scale, bila nilai elastisitas produksi (Ep) = 1. Kondisi
demikian berarti tambahan keluaran produksi dihasilkan dari tambahan
masukan produksi dengan proporsi yang sama.
3. Increasing return to scale, bila nilai elastisitas produksi (Ep) > 1. Kondisi
demikian berarti proporsi keluaran produksi yang dihasilkan lebih besar
dibanding proporsi tambahan masukan produksi.
Definisi Skala usaha sering dikaitkan langsung dengan keluaran,
sehingga dapat dikatakan sebagai ukuran perubahan keluaran yang disebabkan
oleh perubahan semua masukan secara proporsinal (Doll dan Orazem, 1984).
Diseconomies of scale terjadi ketika proporsi perubahan keluaran lebih rendah
dari proporsi perubahan masukan. Kondisi sebaliknya ketika proporsi perubahan
keluaran sama dengan atau lebih besar dari proporsi perubahan masukan maka
terjadi ekonomi skala usaha (economies of scale) (Doll dan Orazem, 1984).
Return to scale dapat diduga dari fungsi produksi yang digunakan. Return
to scale diduga dengan cara menyatakan hubungan antara RHS dan LHS dalam

persamaan. LHS merupakan nilai Y sedangkan RHS merupakan turunan parsial


dari fungsi produksi (Heady dan Dillon, 1961). Persamaan tersebut dapat
dituliskan dalam Lampiran 2.
3.1.3. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi Optimum
Masukan yang diperlukan dalam proses produksi cabang usahatani
sangat beragam. Masukan produksi seperti sinar matahari dan udara sudah
tersedia secara bebas di alam, namun masukan tersebut tidak diperhatikan.
Masukan produksi yang diperhatikan secara ekonomis adalah masukan yang
mempunyai biaya. Masukan produksi tersebut seharusnya dapat dialokasikan
dan digunakan dengan efisien (Doll dan Orazem, 1984).
Efisiensi alokasi masukan produksi dapat didekati dengan dua
pendekatan, yaitu meminimalkan biaya (minimizing cost) dan memaksimalkan
keuntungan (profit maximization) (Doll and Orazem, 1984) dan (Snodgrass and
Wallace, 1964). Tambahan setiap unit masukan produksi yang digunakan masih
menguntungkan, jika nilai marjinal produk (VMP) lebih besar dari biaya (harga,P)
(Buse and Bromley,1975).
Keuntungan maksimum untuk suatu fungsi produksi tertentu dapat
dicapai, jika produk marjinal dari setiap faktor produksi sama dengan rasio harga
faktor produksi dengan harga produk. Kondisi tersebut harus terjadi secara
simultan pada semua faktor produksi yang digunakan (Heady dan Dillon, 1961).
Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi tersebut merupakan
alokasi optimum. Konsep tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Doll dan
Orazem, 1984) :
n
PX
n
VMPX ;
3
PX
3
VMPX ;
2
PX
2
VMPX ;
1
PX
1
VMPX = = = = ............... (9)

Persamaan (9) jika dibagi dengan harga masing-masing faktor produksi,


maka setiap persamaan akan sama dengan satu, dapat dituliskan bahwa (Doll
dan Orazem, 1984) :

1
n
PX
n
VMPX
.......
1
PX
3
VMPX
2
PX
2
VMPX
1
PX
1
VMPX
= = = = = ........................... (10)

Nilai produk marjinal (VMP) masukan produksi merupakan produk
marjinal (MPP) dikalikan harga produk, maka dapat ditulis sebagai berikut :

(Py) )
n
(MPPX
n
VMPX ; (Py) )
3
(MPPX
3
VMPX
; (Py) )
2
(MPPX
2
VMPX ; (Py) )
1
(MPPX
1
VMPX
= =
= =
............................. (11)
Keuntungan maksimum dapat dicapai apabila cabang usahatani sudah
dilakukan dengan efisien. Pengertian efisiensi dalam terminologi ilmu ekonomi
menurut Soekartawi (1984) dapat dibedakan menjadi efisiensi teknis, efisiensi
alokatif (efisiensi harga) dan efisiensi ekonomi. Efisien secara teknis (efisiensi
teknis) jika faktor produksi yang digunakan sudah menghasilkan produksi yang
maksimum. Efisiensi alokatif dicapai ketika nilai produk marjinal sama dengan
biaya faktor produksi. Efisiensi ekonomi terjadi ketika cabang usahatai telah
efisien secara teknis sekaligus secara alokatif.
Kondisi alokasi masukan optimum menurut Soekartawi (2002)
merupakan efisiensi harga atau allocative efficiency. Efisiensi diartikan sebagai
upaya agar biaya dapat ditekan sekecil mungkin namun diperoleh produksi yang
sebesar mungkin. Efisiensi tersebut dilakukan agar keuntungan maksimum dapat
dicapai. Alokasi optimal dapat didekati berdasarkan nilai tambah dari satu satuan
biaya masukan yang dikeluarkan dengan satu satuan nilai tambah keluaran yang
dihasilkan.
Parameter yang lebih praktis diperlukan agar lebih mudah diuji.
Parameter yang harus diketahui yaitu produk marjinal, jumlah output, jumlah

input, harga ouput dan harga input. Fungsi produksi cabang usahatani dapat
dilihat pada persamaan (12), kemudian kondisi keuntungan maksimum dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1
BKM
NPM
1
1
PX
1
X
Py Y
1
b
Py
1
PX
1
X
Y
1
b
Py
1
PX
1
X
bn
n
X
b2
2
X
1
b
1
aX
1
b
Py
1
PX
bn
n
X
b2
2
X
1
1
b
1
aX
1
b
Py
i
PX
i
dX
dY
bn
n
X
b2
2
X
1
b
1
aX Y
= =


= =
=

=
=
........................................ (12)
3.1.4. Pendapatan Cabang Usahatani
Pendapatan cabang usahatani dalam penelitian ini dianalisis dengan
pendekatan analisis usahatani. Analisis tersebut meliputi analisis keuntungan
dan rasio R/C. Analisis tersebut dimulai dengan identifikasi biaya dan
penerimaan usahatani. Hasil identifikasi tersebut digunakan untuk perhitungan
nilai keuntungan dan rasio R/C. Gambaran keuntungan cabang usahatani cabai
merah diharapkan diperoleh dari hasil analisis tersebut.
Penerimaan usahatani menurut Soeharjo dan Patong (1973) dapat
diwujudkan dalam tiga hal, yaitu : hasil penjualan produksi; produk yang
dikonsumsi selama melakukan kegiatan; dan kenaikkan nilai inventaris. Konsep
penerimaan usahatani dikemukakan oleh Soekartawi (2002), sebagai hasil
perkalian antara harga jual dengan output produksi. Konsep tersebut secara
matematis sebagai berikut :

i
PY
i
Y
i
TR = ................................................................................... (13)
Keterangan : TR = Total penerimaan
Y = Produksi Cabang Usahatani
Py = Harga Y

Pengeluaran usahatani oleh Soeharjo (1973) dibedakan menjadi biaya


yang bersifat tunai dan diperhitungkan. Pengeluaran yang diperhitungkan
digambarkan sebagai biaya akibat penurunan nilai inventaris usahatani atau
penyusutan, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tunai merupakan
sejumlah biaya yang benar-benar dikeluarkan, misalnya biaya sarana produksi
usahatani, biaya belanja masukan produksi yang digunakan dan sebagainya.
Biaya mempunyai peran penting dalam pengambilan keputusan
usahatani. Jumlah biaya yang dikeluarkan akan berpengaruh pada harga pokok
produk yang dihasilkan. Jumlah biaya produksi usahatani dapat dipengaruhi oleh
struktur tanah, topografi tanah, jenis tanaman yang dibudidayakan dan teknologi
yang digunakan. Biaya pengolahan tanah yang diperlukan untuk struktur tanah
liat pada lahan dengan derajat kemiringan yang tinggi cenderung lebih besar.
Biaya produksi yang besar diperlukan untuk jenis tanaman tertentu, sedangkan
tanaman lain tetap dapat berproduksi tinggi dengan biaya rendah (Soeharjo dan
Patong, 1973).
Biaya usahatani oleh Soeharjo dan Patong (1973) digolongkan
berdasarkan sifatnya. Biaya usahatani dibedakan menjadi biaya tetap dan tidak
tetap, biaya dibayarkan dan tidak dibayarkan, serta biaya langsung dan tidak
langsung. Jenis biaya usahatani kemudian dibedakan lagi menjadi biaya tetap
(Total Fixed Cost), biaya tetap rata-rata (Average Total Fixed Cost), biaya
variabel (Total Variable Cost), biaya variabel rata-rata (Average Variable Cost),
biaya marjinal (Marginal Cost), biaya total (Total Cost) dan yang terakhir biaya
total rata-rata (Average Total Cost).
Konsep biaya usahatani menurut Soekartawi (2002) terdiri dari biaya
tetap dan tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya,
dan terus dikeluarkan tanpa dipengaruhi jumlah produksi. Biaya yang besarnya

berubah sesuai dengan jumlah produksi didefinisikan sebagai biaya tidak tetap.
Konsep biaya usahatani dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut :

n
1 i
Pxi Xi FC
=
= .................................................................................. (17)

n
1 i
Pxi Xi VC
=
= .................................................................................. (18)
Keterangan : VC = Biaya tidak tetap, X
i
= Jumlah masukan tidak tetap,
Px
i
= Harga masukan tidak tetap, n = Macam masukan tidak tetap
FC = Biaya tetap, X
i
= Jumlah masukan tetap, Px
i
= Harga masukan
tetap, n = Macam masukan tetap


Biaya usahatani yang dikeluarkan merupakan gabungan dari biaya tetap
dan tidak tetap, secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

VC FC TC + = .................................................................................... (19)

Pendapatan dapat dihitung dengan beberapa pendekatan yang


disesuaikan dengan tingkat perkembangan usahatani (Soeharjo dan Patong,
1973). Tenaga kerja yang terlibat dalam cabang usahatani pada umumnya terdiri
dari tenaga kerja keluarga dan upahan. Biaya tenaga kerja keluarga dihitung
sebagai biaya diperhitungkan, sedangkan tenaga kerja upahan dihitung sebagai
biaya tunai.
Ukuran-ukuran pendapatan antara lain pendapatan kerja petani,
penghasilan kerja petani, pendapatan kerja keluarga dan pendapatan keluarga.
Efisiensi cabang usahatani tidak ditunjukkan oleh nilai pendapatan yang besar.
Ukuran efisiensi yang dapat digunakan yaitu : 1) penerimaan untuk setiap rupiah
yang dikeluarkan, 2) penerimaan untuk setiap pekerja, dan 3) penerimaan untuk
rupiah yang diinvestasikan (Soeharjo dan Patong, 1973).
Ukuran pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pendapatan kerja petani (operators farm labor income) dan pendapatan kerja
keluarga (Family farm labor earning). Pendapatan kerja petani merupakan selisih
antara total penerimaan dengan total pengeluaran baik tunai maupun

diperhitungkan. Total pengeluaran tersebut termasuk bunga modal dan nilai kerja
petani. Ukuran pendapatan kerja keluarga diperoleh dari penghasilan kerja petani
ditambah nilai kerja keluarga (Soeharjo dan Patong, 1973).
Analisis efisiensi dilakukan dengan pendekatan nilai penerimaan yang
diperoleh untuk setiap rupiah yang dikeluarkan atau dikenal sebagai rasio R/C.
Rasio R/C atau return cost ratio adalah perbandingan (nisbah) antara
penerimaan dan biaya. Rasio R/C secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
VC FC
Y Py
C
R
;
TC
TR

C
R
+

= =
................................................................... (20)

Kriteria analisis R/C yaitu rasio R/C = 1, secara teoritis tidak terjadi
keuntungan maupun kerugian pada cabang usahatani. Suatu cabang usahatani
dikatakan menguntungkan jika rasio R/C lebih besar dari satu (R/C > 1). Rasio
R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1) berarti cabang usahatani tersebut tidak
menguntungkan.
3.1.5. Faktor- faktor Produksi yang Berpengaruh
Analisis produksi cabang usahatani cabai merah dilakukan dengan
pendugaan fungsi produksi. Fungsi produksi dinyatakan dalam bentuk regresi
linier berganda, fungsi tersebut merupakan gambaran hubungan antara
beberapa masukan produksi dengan keluaran produksi. Faktor produksi yang
berpengaruh dapat dianalisis dengan pendekatan analisis regresi.
Analisis regresi menurut Soekartawi (1961) dapat menjelaskan hubungan
dua atau lebih dari variabel sebab akibat. Konsep tersebut berarti satu variabel
dipengaruhi oleh variabel yang lain. Besarnya pengaruh satu variabel dapat
diduga dengan koefisien regresi dari variabel tersebut. Persamaan regresi yaitu
fungsi produksi terdapat pada persamaan (7). Y merupakan variabel yang

dijelaskan (dependent) dan X merupakan variabel yang menjelaskan


(independent). Jumlah produksi yang dihasilkan merupakan variabel yang
dijelaskan sedangkan faktor-faktor produksi yang digunakan merupakan variabel
yang menjelaskan. Hubungan variabel Y dan X menurut Soekartawi (1961)
merupakan hubungan searah, dimana Y akan selalu dipengaruhi oleh X dan
tidak mungkin terjadi sebaliknya. Faktor produksi yang mempunyai pengaruh
secara nyata terhadap produksi dapat didekati dengan uji koefisien regresi
secara parsial.
Uji koefisien regresi menurut Soekartawi (1961) merupakan suatu uji
terhadap koefisien regresi pada tingkat kepercayaan tertentu, sehingga bisa
diketahui apakah variabel bebas (X) pada model yang digunakan benar-benar
berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y). Analisis ini dilakukan dengan uji
koefisien regresi setiap faktor produksi pada fungsi produksi cabai merah.
Penelitian tentang cabang usahatani cabai merah dilakukan berdasarkan
studi literatur. Analisis cabang usahatani cabai merah dilakukan berdasarkan
teori penerimaan, pengeluaran dan pendapatan usahatani. Analisis tentang
efisiensi cabang usahatani dilakukan berdasarkan teori rasio antara pendapatan
dengan pengeluaran. Analisis terhadap fungsi produksi cabang usahatani cabai
merah dilakukan untuk analisis faktor determinan produksi dan skala usaha,
efisiensi alokasi masukan (input) produksi dan dampak perubahan harga cabai
merah terhadap efisiensi alokasi masukan tersebut. Analisis tersebut dilakukan
berdasarkan teori produksi yang telah diuraikan sebelumnya.
3.1.6. Perumusan Hipotesis
1. Rasio penerimaan terhadap pengeluaran cabang usahatani cabai merah
diduga lebih besar dari satu. ( H
0
: R/C = 1, dan H
1
: R/C > 1 )

2. Produksi cabang usahatani cabai merah diduga dipengaruhi oleh tenaga


kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl, nilai obatobatan, serta pupuk
kandang. (H
0
: b
i
= 0, dan H
1
: b
i
> 0).
3. Elastisitas produksi cabang usahatani cabai merah diduga tidak sama
dengan satu. (H
0
: b
i
= 1 dan H
1
b
i
1).
4. Elastisitas produksi parsial diduga tidak sama dengan pangsa harga
masukan terhadap keluaran produksi cabang usahatani cabai merah.
(H
0
: b
i
= PS
i
dan H
1
: b
i
PS
i
).
Uji terhadap beberapa hipotesis tersebut diuraikan dalam motode
penelitian.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian ini dilakukan berdasarkan kecenderungan yang terjadi pada
cabang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor selama tahun 2004 hingga
2006. Permasalahan tersebut adalah fluktuasi produktivitas, harga, dan
produktivitas yang relatif masih rendah. Preposisi atau dugaan-dugaan
dikembangkan berdasarkan permasalahan tersebut. Preposisi-preposisi
berdasarkan permasalahan cabang usahatani kemudian dirumuskan menjadi
beberapa hipotesis penelitian. Hipotesis tersebut diperlukan agar dapat
ditentukan metode analisis yang sesuai dan dapat diuji secara statistik.
Produktivitas cabai merah di Kabupaten Bogor relatif tidak stabil, bahkan
pada tahun 2006 mengalami penurunan hingga 15,41 persen. Cabang usahatani
sebagai suatu proses produksi harus dilakukan secara efisien, sehingga
diperoleh keuntungan yang maksimum. Efisiensi secara umum dapat didekati
dengan rasio penerimaan terhadap pengeluaran. Ukuran efisiensi yang lebih
spesifik didekati dengan efisiensi harga. Kondisi keuntungan cabang usahatani
didekati dengan analisis pendapatan kerja petani dan pendapatan kerja keluarga.

Identifikasi biaya dan penerimaan diperlukan dalam analisis pendapatan


cabang usahatani tersebut. Identifikasi biaya dilakukan agar biaya-biaya produksi
yang dikeluarkan dalam usahatani dapat diketahui. Harga jual juga diperlukan
karena merupakan komponen penerimaan cabang usahatani. Keuntungan
diperoleh dari total penerimaan dikurang biaya yang dikeluarkan. Penerimaan
yang diterima untuk setiap satuan unit biaya yang dikeluarkan dapat dihitung
dengan pendekatan rasio R/C. Usahatani yang dilakukan menguntungkan jika
rasio tersebut lebih besar dari satu.
Produktivitas cabai merah diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi
yang digunakan. Hubungan antara produksi dan faktor produksi yang digunakan
didekati dengan analisis fungsi produksi eksponensial. Hubungan antara
produksi dengan faktor produksi digambarkan dengan nilai elastisitas produksi
parsial. Faktor produksi yang digunakan dalam produksi cabang usahatani cabai
merah yaitu : lahan, tenaga kerja, pupuk kimia, obat-obatan, dan pupuk kandang.
Faktor-faktor produksi tersebut diduga berpengaruh nyata terhadap produksi
cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian. Uji beda nyata satu arah
terhadap elastisitas produksi parsial digunakan sebagai metode untuk menguji
hipotesis tersebut.
Fungsi produksi menurut teori produksi klasik dapat dibedakan menjadi
tiga daerah yaitu daerah I, II dan III. Produksi pada daerah II merupakan area
yang relevan dengan teori ekonomi, karena berlaku hukum pengembalian yang
semakin berkurang (law of diminishing returns) (Doll dan Orazem, 1984) dan
(Soekartawi, 1984). Hukum pengembalian yang semakin berkurang berlaku jika
elastisitas produksi bernilai positif dan kurang dari satu (0<Ep<1). Elastisitas
tersebut dapat digunakan untuk mengetahui skala usaha. Elastisitas produksi
dapat digunakan sebagai parameter uji terhadap skala usaha cabang usahatani.
Cabang usahatani cabai merah diduga mempunyai elastisitas produksi tidak

sama dengan satu (Ep1). Analisis yang digunakan adalah analisis produksi
dengan pendekatan fungsi eksponensial. Elastisitas produksi merupakan jumlah
dari seluruh elastisitas faktor produksi.
Produktivitas cabang usahatani cabai merah diharapkan dapat
ditingkatkan dengan tingkat penggunaan faktor produksi yang lebih tinggi. Hal ini
berarti biaya produksi yang diperlukan juga lebih tinggi sementara petani pada
umumnya mempunyai keterbatasan modal. Pendekatan yang lebih sesuai bagi
petani adalah bagaimana agar keuntungan dapat dimaksimumkan. Keuntungan
maksimum diperoleh ketika proses produksi sudah dilakukan secara efisien.
Efisiensi usahatani secara spesifik dapat didekati dengan efisiensi harga.
Efisiensi tersebut dianalisis dengan pendekatan uji kesamaan koefisien regreasi
(elastisitas produksi parsial) dengan pangsa biaya masukan terhadap
penerimaan (PS
i
).
Elastisitas produksi parsial diduga tidak sama dengan pangsa biaya
masukan terhadap penerimaan produksi. Kondisi tersebut berarti tingkat
penggunaan faktor-faktor produksi cabang usahatani cabai merah masih belum
optimum. Penyebab tingkat penggunaan faktor-faktor produksi tidak optimum,
kemudian ditelusuri dengan rasio nilai produk marjinal dengan biaya korbanan
marjinal. Rasio NPM : BKM lebih dari satu berarti tingkat penggunaan faktor
produksi sudah berlebihan, demikian sebaliknya.
Resiko dari segi pasar yang disebabkan karena fluktuasi harga yang
tinggi. Harga cabai merah di tingkat produsen mengalami fluktuasi selama kurun
tahun 1999 hingga 2005. Tingkat fluktuasi pada tahun 2005 mengalami
peningkatan menjadi 22,23 persen. Perubahan harga tersebut diduga
berpengaruh terhadap tingkat optimum penggunan faktor-faktor produksi.
Perubahan harga cabai merah tersebut kemudian digunakan sebagai dasar
pemikiran bahwa diperlukan analisis sensitifitas. Analisis tersebut dilakukan

untuk menganalisis dampak perubahan harga cabai merah terhadap tingkat


alokasi faktor produksi optimum. Kerangka operasional dapat dilihat pada
Gambar 2.


Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

IV. METODE PENELITIAN



4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.

Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu sejak Februari hingga Maret
tahun 2008. Waktu tersebut digunakan untuk mengumpulkan keterangan dari
petani dan data-data dari instansi terkait di Kabupaten Bogor.
Lokasi penelitian ditentukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama
wilayah Bogor Tengah dipilih secara sengaja, dengan pertimbangan wilayah
tersebut merupakan produsen cabai merah terbesar di Kabupaten Bogor. Cabai
merah yang dihasilkan wilayah tersebut mencapai 2.877,8 ton atau sekitar 56,30
persen dari total produksi Kabupatan Bogor.
Tahap kedua adalah pemilihan Kecamatan yang menjadi produsen cabai
merah di wilayah Bogor Tengah. Produsen cabai merah di wilayah tersebut yaitu
Kecamatan Tamansari, Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung.
Tiga Kecamatan mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai lokasi
penelitian. Penelitian tentang pendapatan cabang usahatani cabai merah di
Kecamatan Cisarua telah dilakukan oleh Siregar (2008), sehingga lokasi yang
dapat dipilih adalah Kecamatan Megamendung atau Kecamatan Tamansari. Dua
alternatif lokasi tersebut kemudian dipilih secara acak sederhana. Kecamatan
Megamendung diperoleh dari secara acak sebagai lokasi penelitian. data
produksi, luas panen dan produktivitas per Kecamatan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai merah di Wilayah
Bogor Tengah.
Produksi (x100kg) Luas Panen (Ha) Produktivitas (ku/ha)
Kecamatan 2005 2006 % 2005 2006 % 2005 2006 %
Cisarua
2931 8697 196,72 16 75 368,75 183,19 115,96 -
36,70
Tamansari 5527 6852 23,97 39 41 5,13 141,72 167,12 17,92
Megamendung
5710 6335 10,95 78 119 52,64 73,21 53,24 -
27,28

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2005-2006


Tahap ketiga adalah pemilihan lokasi kasus penelitian cabang usahatani
cabai merah. Kecamatan Megamendung terdiri dari delapan Desa yang mungkin
dipilih sebagai lokasi penelitian, selengkapnya dapatvdilihat pada Tabel 5.
Langkah selanjutnya Desa lokasi penelitian dipilih secara acak, dengan
petimbangan setiap Desa mempunyai peluang yang sama sebagai lokasi
peneitian. Desa Sukagalih terpilih secara acak sebagai lokasi penelitian.
Responden diambil tiga puluh orang petani dari Desa Sukagalih. Proses
pemilihan secara acak dilakukan dengan perangkat lunak minitab.

Tabel 5. Desa di Kecamatan Megamendung berdasarkan Luas Lahan Cabai
Merah pada Tahun 2007.
Desa Luas lahan (m
2
)
Sukakarya 110.000
Cipayung Girang 100.000
Sukagalih 8.000
Sukamahi 5.000
Sukamaju 5.000
Kuta 5.000
Megamendung 5.000
Cipayung 3.000
Sumber : Unit Pelayanan Teknis Daerah Kecamatan Megamendung, 2007.


4.2. Metode Pengambilan Contoh
Sampel responden diambil dengan metode snowball sampling.
Responden pertama diperoleh dari informasi Penyuluh Lapangan di Kantor Unit
Pelayanan Teknis (UPT) Kecamatan Megamendung. Responden selanjutnya
diperoleh dari informasi dari responden pertama tersebut, demikian seterusnya.
Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang petani cabai merah, sesuai
dengan kriteria sebaran normal. Responden-responden tersebut merupakan
petani yang membudidayakan cabai merah pada musim tanam April hingga
Desember 2007.

4.3. Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara
langsung dengan petani responden yang dipilih. Wawancara dilakukan
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Data
primer yang digunakan merupakan data produksi cabang usahatani cabai merah
pada musim panen bulan Oktober hingga Desember 2007.
Data sekunder sebagai data penunjang diperoleh dari catatan yang
terdapat di berbagai instansi terkait. Instansi yang dimaksud adalah lembaga-
lembaga yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bogor, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.

4.4. Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui tahap pemindahan data, penyuntingan
data, pengolahan data dan interpretasi data. Pengolahan data dengan kalkulator
dan perangkat lunak komputer minitab. Analisis kuantitatif dilakukan dengan
analisis tabulasi sehingga data dapat disederhanakan dan mudah dibaca.

4.4.1. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani

Analisis pendapatan dilakukan dengan mencari selisih antara
penerimaan dan pengeluaran usahatani. Kondisi pendapatan usahatani
diharapkan bernilai positif.
Biaya yang dikeluarkan pada cabang usahatani secara umum dapat
dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai pada
caang usahatani cabai merah terdiri dari biaya pembelian benih, kapur, pupuk
urea, SP 36, KCl, pupuk kandang, obat-obatan, ajir dan tali serta biaya tenaga

kerja dari luar keluarga. Biaya-biaya tersebut secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut :
)
i
PX
i
(X Tetap Tidak Biaya = .............................................................. (21)
Keterangan :
X
i
= Faktor produksi
PX
i
= Harga faktor produksi.


Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan dan sewa lahan. Biaya
penyusutan tersebut dihitung dengan metode garis lurus, secara matematis
dapat dituliskan sebagai berikut :
Bobot
ekonomis Umur
sisa) Nilai - beli (Nilai
Penyusutan = .............................................. (22)
Penyusutan tersebut dibebankan secara proporsional terhadap cabang
usahatani cabai merah. Metode pembobotan yang digunakan adalah rasio luas
lahan cabai merah terhadap total luasan lahan yang diusahakan oleh petani.
rasio tersebut kemudian dikalikan dengan umur tanaman dalam satu musim.
Bobot tersebut dapat ditulis secara matematis sebagai berikut :

=
tahun
bulan
12
(bln) tanam musim per umur
(Ha) diusahakan yang lahan luas Total
(Ha) merah cabai lahan Luas
Bobot (23)

Biaya total yang dikeluarkan merupakan hasil penjumlahan biaya-biaya
yang telah diuraikan diatas. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap, tidak tetap
dan biaya sewa lahan. Biaya tersebut mencakup biaya yang dikeluarkan secara
tunai maupun diperhitungkan.
Penerimaan cabang usahatani cabai merah merupakan nilai hasil panen
yang dijual. Penerimaan tersebut merupakan perkalian antara hasil panen
dengan harga yang berlaku ketika panen. Panen cabai dilakukan beberapa kali
sehingga penerimaan dihitung pada setiap panen. Penerimaan tersebut secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

=
=
n
1 i
PY) (Y Penerimaan ........................................................................ (24)
Keterangan : Y = Hasil panen yang diperoleh (Kg)
Py = Harga yang berlaku (Rp/kg)
i = Panen ke-i,

Pendapatan cabang usahatani cabai merah dibedakan menjadi
pendapatan kerja petani dan pendapatan kerja keluarga. Konsep pendapatan
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

n Pengeluara Total - Penerimaan Total Petani Kerja Pendapatan = ......................... (25)
Keluarga Kerja Nilai - Petani Kerja Pendapatan Keluarga Kerja Pendapatan = ...... (26)

Efisiensi usahatani digambarkan oleh nilai imbangan antara jumlah
penerimaan dengan biaya. Analisis efisiensi yang digunakan adalah rasio R/C
atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Kriteria efisiensi usahatani jika rasio
R/C lebih besar atau sama dengan satu. Rasio R/C sama dengan satu berarti
usahatani yang dilakukan hanya mampu membayar biaya yang dikeluarkan,
keuntungan yang diperoleh berada pada batas normal. Rasio R/C lebih besar
dari satu berarti penerimaan usahatani lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
Kondisi sebaliknya ketika rasio R/C kurang dari nol.

TVC TFC
Y P
Cost Total
Revenue Total
Cost
Revenue
+

= = ....................................................... (27)

Keterangan : P = Harga cabai merah (Rp/kg)
Y

= Hasil panen cabai merah (Kg)
TFC = Total biaya tetap (Rp)
TVC = Total biaya tidak tetap (Rp)

Hubungan antara karakteristik sosio-ekonomi responden dengan
penerimaan dan produktivitas cabang usahatani cabai merah dapat dianalisis
dengan uji kebebasan tabel kontingensi (Khi kuadrat). Karakteristik sosio-
ekonomi tersebut meliputi : umur, pendidikan, luas lahan dan keterlibatan dalam
kelompok tani.

Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan cabang usahatani antara


lain adalah faktor internal cabang usahatani tersebut. Faktor internal suatu
cabang usahatani antara lain petani pengelola dan tenaga kerja. Tenaga kerja
manusia menurut Hernanto (1989) mempunyai kemampuan kerja yang
dipengaruhi oleh pendidikan, umur, keterampilan, pengalaman, tingkat
kecukupan dan tingkat kesehatan.
Umur petani terutama berkaitan dengan pengalaman dan kemampuan
fisik untuk bekerja. Cara pengelolaan cabang usahatani tentu ditentukan oleh
pengalaman yang dimiliki petani. Umur petani dengan cara pengelolaan cabang
usahatani pada batas tertentu dapat dikatakan berkorelasi positif, semakin tua
pengalaman yang dimiliki semakin matang sehingga mempunyai kemampuan
pengelolaan yang lebih baik.
Petani sebagai pengelola cabang usahatani dituntut untuk mempunyai
kemampuan menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan semua faktor
faktor produksi yang dikuasai sehingga produksi diperoleh yang sesuai dengan
harapan (Hernanto, 1989). Kemampuan mengelola cabang usahatani tentu
dipengaruhi oleh pengalaman setiap petani. Pengalaman petani dapat diperoleh
sendiri maupun dari orang lain. Kelompok Tani merupakan sarana belajar dan
berbagi pengalaman bagi petani. Kelompok usahatani menurut Hernanto (1989)
merupakan salah satu upaya agar masalah petani dapat diselesaikan diantara
petani sendiri. Kelompok tani secara tidak langsung diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas cabang usahatani, selanjutnya berdampak pada
peningkatan pendapatan setiap anggotanya.
Lahan merupakan salah satu faktor internal dari cabang usahatani
(Hernanto, 1989). Lahan yang sempit menurut Hernanto (1989) dapat berakibat
pada rendahnya tingkat pendapatan petani. Tingkat pendapatan kemudian dapat
berpengaruh pada tingkat konsumsi keluarga petani. Pendapatan yang rendah

akan berkorelasi dengan tingkat konsumsi yang rendah, sehingga produktivitas


kerja dan tingkat pemupukan modal berkurang (hernanto, 1989).
Uji tersebut digunakan untuk menguji kebebasan dua peubah (r x c),
secara matematis nilai
2
dapat dihitung sebagai berikut (Walpole, 1995):


=
i i
i i 2
e
) e (o
............................................................................... (28)
Keterangan
o
i
= Frekuensi teramati
e
i
= Frekuensi harapan
r = Row atau jumlah baris
c = Colums atau jumlah kolom


4.4.2. Analisis Produksi
Hubungan teknis antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan
jumlah produksi yang dihasilkan dapat diduga berdasarkan model fungsi
produksi. Fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi Cobb-Douglas, secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Y = a X
1
b1
X
2
b2
X
3
b3
X
4
b4
X
5
b5
X
6
b6
X
7
b7
X
8
b8
e
u
.............................................. (29)


Fungsi tersebut dapat ditransformasikan secara logaritma kedalam
bentuk linier sebagai berikut :
lnY = ln a + b
1
lnX
1
+ b
2
lnX
2
+ b
3
lnX
3
+ b
4
lnX
5
+ b
6
lnX
6
+ b
7
lnX
7
+ b
8
lnX
8
+ u ..... (30)


Keterangan :
Y = Hasil produksi cabai merah (Kg) per hektar.
X
1
= Jumlah tenaga kerja (HKP) per hektar
X
2
= Jumlah benih (gram) per hektar.
X
3
= Jumlah kapur (Kg) per hektar.
X
4
= Jumlah pupuk urea (Kg) per hektar.
X
5
= Jumlah pupuk SP 36 (Kg) per hektar.
X
6
= Jumlah pupuk ZK/KCL (Kg) per hektar.
X
7
= Jumlah pupuk kandang (Kg) per hektar.
X
8
= Nilai obat-obatan yang digunakan (Rp) per hektar.
u = Unsur sisa
e = 2,718
Ln a = Intersep, merupakan besaran parameter
b
i
= Nilai dugaan besaran parameter
i = 1,2,3,...10

Metode penduga ditentukan dengan metode kuadrat terkecil (OLS),


sehingga ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Kelayakan model diuji
berdasarkan asumsi OLS yaitu multikolinier, homoskedastis dan normalitas
error. Kesesuaian model penduga dengan dengan data yang digunakan
(goodness of fit) diuji berdasarkan koefisien determinasi dan beda nyata
parameter penduga secara serempak.
Uji beda nyata parameter penduga secara serempak dilakukan dengan
pendekatan analisis ragam (analysis of variance). Hipotesis awal dalam uji
tersebut yaitu parameter penduga dalam model secara serempak sama dengan
nol. Analisis ragam tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut.

Tabel 6. Analisis Ragam terhadap Model Penduga Fungsi Produksi.
Hipotesis Uji Statistik Kriteria uji
Ho : b
1
= b
2
= b
3
= b
4
= b
5
= b
6
= b
7
= b
8

H1 : b
1
b
2
b
3
b
4
b
5
b
6
b
7
b
8


k)} - {(JKR)/(n
1)} - {JKS/(k
F =

F hitung > F
(k1, nk)
,
maka tolak Ho
F hitung < F
(k1, n k)
,
maka terima Ho
Keterangan : JKS = jumlah kuadrat sisaan
JKR = Jumlah kuadrat regresi
n = Jumlah data
k = Jumlah parameter penduga


Hipotesis awal (H
0
) ditolak berarti secara serempak parameter penduga
dalam model berpengaruh nyata terhadap keragaman produksi pada tingkat
kepercayaan , dan sebaliknya jika H
0
tidak ditolak.
Koefisien determinasi yang digunakan dalam uji kelayakan model
(goodness of fit) merupakan ukuran berapa keragaman produksi dapat
diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi
mempunyai keterkaitan erat dengan nilai F pada analisis ragam. Uji statistik F
selain digunakan untuk menguji siknifikansi parameter penduga secara
serempak juga merupakan uji siknifikansi koefisien derminasi.

Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut :

= =
2
2
i
Y
i
e

1
JKT
JKS
2
R ................................................................................. (31)
Keterangan : ei
2
= Jumlah kuadrat unsur sisa (galat), Yi
2
= Jumlah kuadrat total

Keterkaitan antara koefisien determinasi dengan uji F dapat dirumuskan


sebagai berikut :
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( ) 1 n
k - n
2
R 1
2
R
1 n
k - n
JKT
JKS JKT
JKT
JKS
1 n
k - n
JKS JKT
JKS
1 n
k - n

JKR
JKS
F

=

=

=

=
.................................................................................... (32)

Peubah bebas yang dilibatkan dalam model fungsi produksi cabang
usahatani cabai merah cukup banyak. Peubah-peubah bebas tersebut
seharusnya saling bebas satu dengan yang lain sehingga model yang diperoleh
tidak bias. Keterkaitan atau hubungan antar peubah bebas dikenal dengan
istilah multikolinier. Uji multikolinier dilakukan dengan pendekatan Varians
Inflation Factors (VIF). Nilai VIF digunakan sebagai indikator dalan uji tersebut.
Nilai VIF lebih besar dari 10 berarti terdapat kolinier antar peubah bebas
(Gujarati, 2003). Asumsi OLS tentang heteroskedastisitas dan normalitas sisaan
diuji dengan pendekatan grafis.

4.4.3. Analisis Faktor Produksi Cabang Usahatani
Hubungan faktor produksi dengan hasil produksi digambarkan oleh
produk marjinal. Produk marjinal merupakan gambaran peningkatan jumlah hasil
produksi yang disebabkan karena masukan (input) produksi yang digunakan
mengalami peningkatan sebesar satu unit. Produk marjinal untuk setiap faktor

produksi dapat diturunkan secara parsial dari fungsi produksi (29), sebagai
ilustrasi produk marjinal X
1
(luas lahan) dapat diuraikan pada persamaan (33).

Y
1
X
b1
b8
8
X
b7
7
X
b6
6
X
b5
5
X
b4
4
X
b3
3
X
b2
2
X
b1
1
aX
1
X
b1
b8
8
X
b7
7
X
b6
6
X
b5
5
X
b4
4
X
b3
3
X
b2
2
X
1 b1
1
b1X a
1
dX
dY
=
=

..................... (33)

Produk marjinal untuk faktorfaktor produksi yang lain juga dapat
ditentukan dengan cara yang sama yaitu turunan parsial dari fungsi produksi.
Hubungan antara faktorfaktor produksi dengan jumlah produksi yang dihasilkan
juga dapat didekati dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (parsial)
merupakan gambaran prosentase perubahan produksi yang akan terjadi karena
prosentase perubahan jumlah faktor produksi yang bersangkutan.
Elastisitas produksi (parsial) dapat diperoleh perkalian antara produk
marjinal dengan rasio faktor produksi dengan hasil produksi. Proses penurunan
fungsi produksi terhadap luas lahan sebagai ilustrasi dapat diuraikan sebagai
berikut :
Y
i
X
i
dX
dY
Ep = ..................................................................................... (34)
b1
Y
1
X
Y
1
X
b1
Y
X1
1
dX
dY
EpX1 = = = .................................................... (35)

Elastisitas produksi (parsial) untuk faktor produksi yang lain dapat
ditentukan dengan cara yang sama. Elastisitas produksi (parsial) tersebut sama
dengan koefisien regresi pada model fungsi produksi yang sudah ditransformasi
dalam bentuk linier berganda pada persamaan (30).

Hubungan antara faktorfaktor produksi dengan hasil produksi telah


diuraikan sebelumnya dapat dianalisis dari produk marjinal dan elastisitas
produksi (parsial). Elastisitas produksi (parsial) merupakan ukuran yang lebih
mudah digunakan dalam analisis ini. Elastisitas tersebut diperoleh dari
pendugaan model fungsi produksi.
Analisis faktor produksi dilakukan dengan pendekatan uji siknifikansi
elastisitas produksi (parsial) untuk setiap faktor produksi. Pengaruh suatu faktor
produksi diuji dengan hipotesis nol (H
0
) yaitu elastisitas faktor produksi tidak
berpengaruh terhadap produksi, secara ringkas dapat ditulis H
0
: b
i
= 0. Hipotesis
alternatif yaitu elastisitas faktor produksi berpengaruh positif terhadap produksi,
secara ringkas dapat ditulis H
1
: b
i
> 0.
Skala pengembalian diperlukan untuk mengetahui apakah suatu usaha
yang diteliti mengikuti kaidah incereasing, constant atau decreasing return to
scale. Skala pengembalian pada model penduga fungsi produksi dapat diduga
dengan prosedur sebagai berikut :
8
dX
dY
8
X
7
dX
dY
7
X
6
dX
dY
6
X

5
dX
dY
5
X
4
dX
dY
4
X
3
dX
dY
3
X
2
dX
dY
2
X
1
dX
dY
1
X Y
+ +
+ + + + + ><
.............. (36)
Prosedur pendugaan skala pengembalian lebih jelas dapat dilihat di
Lampiran 2. Hasil akhir yang diperoleh dari persamaan diatas adalah sebagai
berikut
( )
( )
( ) b8 b7 b6 b5 b4 b3 b2 b1 1
b8 b7 b6 b5 b4 b3 b2 b1
Y
Y
Y b8 b7 b6 b5 b4 b3 b2 b1 Y
+ + + + + + + ><
+ + + + + + + ><
+ + + + + + + ><
.................................. (37)

Skala pengembalian berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui dari


jumlah dari keseluruhan elastisitas produksi parsial pada model penduga fungsi

produksi. Return to scale pada cabang usahatani cabai merah dapat dianalisis
dengan pendekatan analisis sidik ragam. Model penduga fungsi produksi yang
diretriksi diperlukan dalam analisis tersebut. Model restriksi merupakan model
penduga fungsi produksi dengan ketentuan bahwa elastisitas produksinya adalah
satu. Elastisitas produksi tersebut berarti model retriksi mempunyai skala
pengembalian yang tetap (constan return to scale). Model restriksi dapat
diturunkan dari model penduga fungsi produksi, secara tertulis diuraikan dalam
Lampiran 2. Model tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

u
3
X
8
X
ln
8
b
3
X
7
X
ln
7
b
3
X
6
X
ln
6
b
3
X
5
X
ln
5
b
3
X
4
X
ln
4
b
3
X
3
X
ln
3
b
3
X
2
X
ln
2
b
3
X
1
X
ln
1
b a ln
3
X
Y
ln
+ + + + +
+ + + + =

.... (38)

Persamaan yang terakhir merupakan model penduga yang direstriksi.
Peubah bebas maupun tidak bebas pada model tersebut dinyatakan sebagai
rasio terhadap salah satu peubah bebas. Peubah bebas yang dipilih sebagai
pembagi pada model tersebut dapat diambil dari peubah yang tidak siknifikan
pada model penduga fungsi produksi tanpa restriksi.
Return to scale dapat diuji dengan hipotesis H0 : bi = 1 dan H1 : bi 1.
Elastisitas produksi yang dinyatakan dalam H
0
berarti cabang usahatani cabai
merah mengikuti kaidah constant return to scale. Hipotesis alternatif H
1

menyatakan bahwa cabang usahatani cabai merah mengikuti kaidah decreasing
atau increasing return to scale.

4.4.4. Analisis Tingkat Penggunaan Masukan Optimum
Pendekatan yang dapat digunakan untuk analisis tingkat penggunaan
masukan produksi adalah memaksimalkan keuntungan (profit maximization).
Keuntungan dari suatu proses produksi dapat dimaksimalkan ketika nilai marjinal

produk setiap masukan sama dengan biaya unit masukan tersebut. Kriteria
tingkat penggunaan masukan optimum pada cabang usahatani cabai merah
dapat didekati dengan produk marjinal pada model penduga fungsi produksi.
Turunan parsial dari fungsi produksi dapat dilihat pada persamaan (33).
Keuntungan maksimum dicapai ketika nilai produk marjinal sama dengan
biaya korbanan marjinal. Nilai produk marjinal merupakan perkalian produk
marjinal dengan harga keluaran sedangkan biaya korbanan marjinal merupakan
harga masukan. Kriteria tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

..8) 1,2,3,.... (i
i
Px
i
dX
dY
Py = = .............................................................. (39)
Persamaan tersebut dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut :
.8) 1,2,3,.... (i
i
dX
dY
Py
i
Px
= = ................................................................... (40)
Keterangan
Py = Harga cabai merah (Rp)
Px
i
= Harga faktor produksi per satuan (Rp)
dY/dX
i
= Produk marjinal
X
i
= faktor produksi ke-i
i = 1,2,3,4,5,6,7,8

Berdasarkan persamaan tersebut diketahui bahwa rasio harga masukan


terhadap harga keluaran sama dengan produk marjinal dicapai pada keuntungan
maksimum. Tingkat penggunaan masukan produksi optimum dicapai pada
kondisi tersebut. Persamaan (39) tersebut jika dikalikan dengan (X
i
/Y) pada
kedua sisi maka diperoleh bahwa pangsa biaya masukan ke i terhadap nilai
produksi sama dengan elastisitas keluaran ke i pada kondisi keuntungan
masksimum (Purwoto dan Rachmat, 1990). Persamaan tersebut dapat ditulis
sebagai berikut :
.8) 1,2,3,.... (i
i
b
i
PS
..8) 1,2,3,.... (i
Y
i
X
i
dX
dY
Y
i
X
Py
i
Px
= =
= =
...................................................... (41)

PS
i
merupakan pangsa biaya masukan ke i terhadap nilai produksi,
sedangkan b
i
merupakan elastisitas keluaran dari masukan ke i. X
i
merupakan
masukan ke i yang digunakan dalam produksi cabang usahatani dan Y
merupakan keluaran yang dihasilkan.
Pangsa biaya masukan tersebut dapat digunakan sebagai pendekatan
untuk uji tingkat penggunaan masukan optimum pada cabang usahatani cabai
merah. Tingkat penggunaan masukan produksi optimum cabang usahatani
cabai merah diuji dengan hipotesis awal (H
0
) : PS
i
= b
i
dengan hipotesis
alternatif (H
1
) : PS
i
b
i
.

4.4.5. Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang pertama dugaan tentang rasio R/C cabang usahatani
cabai merah dari populasi petani di lokasi penelitian. Hipotesis awal (H
0
) yaitu
rasio R/C hasil analisis sama dengan satu (Impas). Hipotesis alternatif (H
1
)
adalah rasio R/C tidak sama dengan satu.
H
0
: =
0
= R/C = 1
H
1
: = R/C 1

n

0
x

hitung
t

=
Jika : t hitung > t
(

/2, n k)
, maka tolak H
0

Keterangan :

0
: Nilai tengah populasi R/C pada H
0
: Simpangan baku
X : Rata-rata populasi R/C
N : Jumlah observasi

Hipotesis kedua adalah dugaan bahwa semua variabel produksi yang
digunakan dalam fungsi produksi mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi.
Hipotesis awal (H
0
) yaitu produksi cabang usahatani tidak dipengaruhi oleh
tenaga kerja, benih, kapur, pupuk kandang, urea, KCl, SP 36, dan nilai obat

obatan. Hipotesis alternatif (H


1
) yaitu dugaan bahwa faktor-faktor produksi
tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah di lokasi penelitian.
Uji statistik terhadap hipotesis tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji Signifikansi Parameter Penduga Fungsi Produksi.
Hipotesis Uji Statistik Kriteria uji
H
0
: b
1
= 0 ; H
1
: b
1
> 0


bi
bi
t =
Jika t hitung > t
(

, n k)
, maka tolak H
0
Jika t hitung < t
(

, n k)
, maka tolak H
1

H
0
: b
2
= 0 ; H
1
: b
2
> 0
H
0
: b
3
= 0 ; H
1
: b
3
> 0
H
0
: b
4
= 0 ; H
1
: b
4
> 0
H
0
: b
5
= 0 ; H
1
: b
5
> 0
H
0
: b
6
= 0 ; H
1
: b
6
> 0
H
0
: b
7
= 0 ; H
1
: b
7
> 0
H
0
: b
8
= 0 ; H
1
: b
8
> 0
Keterangan : k = Jumlah variabel termasuk intersep ; n = Jumlah data ;
i = 1,2,3,4,5,6,7,8, ; = 0,05 ; b
i
= Parameter penduga x
i
;
b
i
= Simpangan baku parameter penduga X
i


Hipotesis ketiga adalah dugaan apakah cabang usahatani cabai merah di
lokasi penelitian mempunyai kondisi IRS, CRS atau DRS. Hipotesis ini dapat diuji
berdasarkan koefisien elastisitas produksi. Return to scale dapat diuji dengan
hipotesis awal (H
0
) yaitu Ep = 1 berarti diduga cabang usahatani cabai merah
dalam kondisi CRS. Hipotesis alternatif (H
1
) yaitu Ep 1, dimana jika Ep > 1
berarti usaha dalam kondisi IRS dan jika Ep < 1 maka usaha dalam kondisi DRS.
Elastisitas produksi merupakan hasil penjumlahan dari elastisitas setiap masukan
produksi yang digunakan atau Ep = b
1
+ b
2
+ b
3
+ b
4
+ b
5
+ b
6
+ b
7
+ b
8
.
H
0
: Ep = b
1
+ b
2
+ b
3
+ b
4
+ b
5
+ b
6
+ b
7
+ b
8
= 1
H
1
: Ep = b
1
+ b
2
+ b
3
+ b
4
+ b
5
+ b
6
+ b
7
+ b
8
1

Statistik uji t
k n
UR
RSS
m
UR
RSS
R
RSS
F


=

Wilayah kritik : F hitung>F
(k-1, n-k)
: tolak H
0
; F hitung<F
(k-1, n-k)
: tidak tolak H
0

Keterangan : RSS
R
= Jumlah kuadrat regresi pada model restriksi
RSS
UR
= Jumlah kuadrat sisaan pada model tanpa restriksi
m = Jumlah restriksi linier, pada model restriksi digunakan 1 restriksi.
n = Jumlah observasi
k = Jumlah parameter pada model tanpa restriksi

Hipotesis yang keempat yaitu dugaan bahwa tingkat penggunaan


masukan produksi di lokasi penelitian belum optimal. Kriteria keuntungan
maskimum digunakan sebagai dasar uji hipotesis tersebut. Keuntungan
maksimum dicapai ketika nilai marjinal produk sama dengan biaya korbanan
marjinalnya, selain itu kondisi pada persamaan (41) juga harus dicapai (Purwoto
dan Rachmat, 1990).
Hipotesis awal (H
0
) yaitu b
i
= PS
i
yang berarti efisiensi alokatif sudah
dicapai oleh petani. Hipotesis alternatif (H
1
) yaitu b
i
PS
i
. Notasi Xi merupakan
masukan produksi yang digunakan dimana i = 1, 2, 3, ....., n.
H
0
: b
i
= PS
i

H
1
: b
i
PS
i

Statistik uji t
Se(b)
b
t =
Jika : t hitung > t
(

/2, n k)
: tolak H
0
; t hitung < t
(

/2, n k)
, : tidak tolak H
0
Keterangan :
Y* = Rata-rata geometrik produksi yang dihasilkan
X*
i
= Rata-rata geometrik masukan produksi ke-i
bi = Koefisien regresi (elastisitas produksi parsial) masukan produksi ke-i
Se (bi) = Simpangan baku koefisien regresi masukan ke-i


4.5. Konsep Peubah dan Pengukurannya
Peubahpeubah yang digunakan pada model penduga fungsi produksi
cabang usahatani cabai merah adalah sebagai berikut :
1. Hasil produksi (Y)
Hasil produksi cabai merah adalah hasil produksi kotor yang dicapai pada
waktu panen, dan diukur dalam satuan kilogram cabai merah per hektar.
Harga jual cabai merah merupakan harga per kilogram cabai merah ditingkat
petani ketika panen.

2. Jumlah tenaga kerja (X


1
)
Jumlah tenaga kerja merupakan banyaknya tenaga kerja yang digunakan
dalam produksi cabang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah tenaga
kerja merupakan penjumlahan tenaga kerja pria dan wanita yang
dialokasikan untuk kegiatan persiapan lahan, pengolahan tanah, pengapuran,
persemaian, pembibitan, penanaman, pemupukan, pemasangan ajir,
penyemprotan, perampelan, dan pemanenan. Jumlah tenaga kerja diukur
dalam satuan jam kerja setara pria. Jam kerja pria yang digunakan adalah 8
jam per hari, sehingga jam kerja yang berlaku di tempat penelitian
disesuaikan dengan acuan tersebut.
Biaya korbanan marjinal diukur sebagai biaya per unit tenaga kerja pria.
Biaya tersebut diperoleh dari upah yang berlaku setelah disesuaikan dengan
acuan jam kerja setara pria yang digunakan.
3. Benih (X
2
)
Jumlah benih adalah banyaknya benih cabai merah yang dialokasikan dalam
produksi cabang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah benih tersebut
diukur dengan satuan gram. Biaya korbanan marjinal benih adalah harga
benih setiap gram.
4. Kapur (X
3
)
Jumlah kapur merupakan banyaknya kapur yang digunakan dalam proses
produksi cabang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah kapur yang
digunakan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korban marjinal per unit
kapur adalah harga kapur per kilogram.
5. Jumlah pupuk urea (X
4
)
Jumlah pupuk urea merupakan banyaknya pupuk urea yang digunakan
dalam produksi cabang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah pupuk

urea diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan yang dikeluarkan


didefinisikan sebagai harga pupuk urea per kilogram.
6. Jumlah pupuk SP 36 (X
5
)
Jumlah pupuk SP 36 merupakan banyaknya pupuk SP 36 yang digunakan
dalam proses produksi cabang usahatani cabai merah per hektar selama
satu musim tanam. Jumlah pupuk SP 36 yang digunakan tersebut diukur
dengan satuan kilogram sedangkan biaya korbanan per unit adalah harga
pupuk SP 36 per kilogram.
7. Jumlah pupuk KCl (X
6
)
Jumlah pupuk KCl adalah banyaknya pupuk KCl yang digunakan dalam
produksi cabang usahatani cabai merah dalam satu hektar. Jumlah pupuk
KCl yang digunakan diukur dengan satuan kilogram. Biaya korbanan marjinal
yang dikeluarkan adalah harga untuk setiap kilogram pupuk tersebut.
8. Jumlah pupuk kandang (X
7
)
Jumlah pupuk kandang merupakan banyaknya pupuk tersebut yang
digunakan dalam produksi caang usahatani cabai merah per hektar. Jumlah
pupuk kandang diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marjinalnya
adalah harga per kilogram pupuk tersebut.
9. Nilai obat-obatan (X
8
)
Nilai obat-obatan merupakan jumlah nominal biaya obat-obatan yang
digunakan. Nilai nominal tersebut merupakan hasil perkalian antara jumlah
obat yang digunakan dengan harga per unitnya.





V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN




5.1. Kondisi Umum Desa Sukagalih
Jumlah penduduk di Desa Sukagalih yaitu 7 295 orang yang terdiri dari 3
689 orang laki laki dan 3 606 orang perempuan. Mata pencaharian penduduk
yang paling dominan adalah petani. Penduduk yang bekerja sebagai petani
sekitar 63,34 persen dari jumlah penduduk Desa Sukagalih. Penduduk yang
mempunyai pekerjaan diluar sektor pertanian sekitar 36,66 persen dari total
penduduk. Jumlah penduduk Desa Sukagalih menurut mata pencaharian dapat
dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukagalih, 2008
Mata Pencaharian
Jumlah
(Orang)
Prosentase
Petani Pemilik Tanah 677 25,48%
Petani Penggarap 426 16,03%
Buruh Tani 580 21,83%
Buruh Bangunan 336 12,65%
Buruh Perkebunan 159 5,98%
Pedagang 126 4,74%
Pengemudi 258 9,71%
Lain-Lain 95 3,58%
Total 2657 100,00%
Sumber : Laporan Bulanan Desa Sukagalih, 03 April 2008

Petani di Desa Sukagalih dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu
pemilik lahan, penggarap dan buruh tani. Jumlah petani secara keseluruhan
yaitu 1683 orang, petani yang mempunyai lahan sendiri sekitar 40,23 persen
dari jumlah tersebut. Petani penggarap yang terdapat di Desa Sukagalih yaitu
426 orang atau 25,31 persen dari seluruh petani yang ada, sedangkan 34,46
persen yang lain adalah buruh tani. Lahan yang digunakan oleh para petani
penggarap adalah lahan bekas PTPN VIII.

Luas lahan pertanian yang terdapat di Desa Sukagalih mencapai 204


hektar. Lahan yang digunakan sebagai sawah mencapai 62,25 persen dari luas
lahan pertanian yang ada. Sawah yang terdapat di Desa Sukagalih sebagian
besar merupakan sawah irigasi teknis, prosentase sawah irigasi teknis mencapai
55,12 persen. Prosentase lahan yang digunakan sebagai tegalan adalah 30,88
persen. Lahan pertanian di Desa Sukagalih dominan digunakan sebagai lahan
sawah dan tegalan. Luas lahan pertanian di Desa Sukagalih dapat dilihat pada
Tabel 9.

Tabel 9. Luas Lahan Pertanian di Desa Sukagalih
Penggunaan Tanah Luas (Ha) Prosentase (%)
Irigasi Teknis 70 26,82
Irigasi Setengah Teknis 20 7,66
Irigasi Sederhana 15 5,75
Tadah Hujan 22 8,43
Pemukiman 8 3,07
Pekarangan 7 2,68
Kebun 63 24,14
Ladang 14 5,36
Hutan Lindung 13 4,98
Hutan Negara 17 6,51
Hutan Wisata 2 0,77
Lain-Lain 10 3,83
Total 261 100,00
Sumber : Laporan Bulanan Desa Sukagalih, 03 April 2008

5.2. Karakteristik Responden
Jenisjenis pekerjaan pada cabang usahatani secara keseluruhan pada
umumnya dapat dikerjakan oleh tenaga kerja pria. Responden secara umum
berusia diatas 30 tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden secara
umum merupakan pria pada usia produktif. Pria usia produktif secara fisik
mempunyai kekuatan yang memadai, sehingga setiap jenis pekerjaan dapat
dilakukan dengan efisien. Efisiensi kerja yang baik akan diikuti dengan
produktivitas kerja yang baik.

Karakteristik responden yang dikaji dalam penelitian ini meliputi umur,


tingkat pendidikan, keanggotaan dalam kelompok tani, luas lahan garapan dan
alasan memilih cabang usahatani cabai merah.
23.33%
46.67%
30.00%
30 - 36 tahun 37 - 43 tahun 44 - 50 tahun

Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur



Sebaran umur responden berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3. Usia responden berkisar antara 30 tahun hingga 47 tahun. Umur
responden kemudian dibedakan menjadi tiga kategori seperti terlihat pada
Gambar 3. Rentang usia pada setiap kelas adalah 6 tahun. Responden yang
berusia antara 37 hingga 43 tahun mencapai 46,67 persen dari total responden.
Prosentase responden yang berusia 30 hingga 36 tahun sekitar 30,00 persen
sedangkan 23,33 persen sisanya adalah responden petani cabai merah yang
berusia antara 44 hingga 50 tahun.
43%
57%
Anggota Kelompok Tani
Bukan Anggota Kelompok Tani

Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam


Kelompok Tani.

Responden berdasarkan status keanggotaan dalam kelompok tani dapat


dilihat pada Gambar 4.Responden dalam penelitian cabang usahatani cabai
merah sebagian besar merupakan anggota kelompok tani. Prosentase
responden yang menjadi anggota kelompok tani sekitar 57 persen dari total
responden. Responden yang tidak menjadi anggota kelompok tani sekitar 43
persen. Kelompok tani selain sebagai sarana komunikasi para petani juga
berfungsi sebagai sarana pengenalan teknologi. Teknologi yang sedang
dikembangkan adalah di Desa Sukagalih adalah pertanian organik.

16.67%
16.67%
66.67%
0.336-0.480 Ha 0.192-0.336 Ha 0.048-0.192 Ha

Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan.



Luas lahan garapan berkisar antara 0,048 hingga 0,480 hektar,
selanjutnya luas lahan dibedakan menjadi tiga kategori seperti dapat dilihat pada
Gambar 6. Responden sebagian besar mempunyai lahan garapan yang berkisar
0,048-0,192 hektar. Distribusi responden pada kategori tersebut sekitar 66
persen atau 20 orang. Distribusi pada dua kategori yang lain masing-masing
adalah 17 persen atau 5 orang.
Responden petani secara keseluruhan merupakan kepala keluarga yang
harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarganya. Hasil dari
cabang usahatani cabai merah dapat dinikmati setelah 4 hingga 5 bulan setelah
tanam, sementara kebutuhan hidup harus dipenuhi setiap hari. Kebutuhan hidup
keluarga tidak sepenuhnya dapat dipenuhi dari pendapatan cabang usahatani,

sehingga sebagaian besar responden mempunyai sumber pendapatan yang


lain. Petani dengan pekerjaan ganda berakibat pada jam kerja efektif yang
dicurahkan pada cabang usahatani. Jam kerja efektif yang dicurahkan pada
cabang usahatani di Desa Sukagalih sekitar 4 jam dalam satu hari kerja.
Responden mempunyai mata pencaharian selain sebagai petani.
Pekerjaan sampingan yang dominan adalah buruh tani, responden yang
mempunyai pekerjaan sampingan sebagai buruh tani mencapai 40 persen dari
total responden. Jasa buruh tani diperlukan pada kegiatan - kegiatan tertentu
saja, yaitu pada saat dilakukan persiapan dan pengolahan tanah. Jenis
pekerjaan tersebut dilakukan pada awal musim tanam sehingga kegiatan
cabang usahatani yang dilakukan tidak terganggu.

20%
40%
23%
17%
TIDAK ADA
OJEG
BURUH TANI
DAGANG

Gambar 6. Prosentase Pekerjaan Sampingan Responden, 2008



Responden yang tidak mempunyai pekerjaan lain mencapai 23 persen.
Jenis pekerjaan sampingan yang lain adalah berdagang, pekerjaan tersebut
dilakukan oleh 17 persen responden petani cabai merah. Pekerjaan sampingan
yang cukup banyak dilakukan selain sebagai petani yaitu menjadi tukang ojeg.
Ojeg merupakan sarana transportasi yang dominan di Desa Sukagalih, karena
letak Desa yang jauh dari terminal angkutan umum. Jenisjenis pekerjaan
sampingan yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada Gambar 6.

Tingkat pendidikan petani mempunyai pengaruh yang hampir sama


dengan pengalaman usahatani yang dimiliki. Keadaan tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap cara pengelolaan
cabang usahatani. Tingkat pendidikan petani yang semakin tinggi diharapkan
cabang usahatani yang diselenggarakan dapat dikelola dengan lebih baik.
Kemampuan mengelola yang lebih baik tersebut disebabkan karena wawasan
dan pengetahuan yang dimiliki semakin luas dan semakin terbuka terhadap
inovasi yang dianjurkan.
Tingkat pendidikan responden berkisar antara Sekolah Dasar hingga
Sekolah Menengah Pertama. Tingkat pendidikan terakhir yang dominan yaitu
sekolah dasar. Responden yang mempunyai pendidikan terakhir pada tingkat
Sekolah Dasar sebanyak 25 orang atau sekitar 83 persen. Pendidikan terakhir
pada tingkat Sekolah Menengah Pertama pernah ditempuh oleh 5 orang
responden yang lain. Prosentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir yang pernah ditempuh dapat dilihat pada Gambar 7.

83%
17%
SD
SMP

Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2008

Suatu kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani tidak terlepas dari
berbagai pertimbangan atau motivasi petani, seperti pertimbangan ekonomi dan
sosial. Cabang usahatani cabai merah jika dilihat dari segi motivasi

pengusahaannya merupakan usaha yang bersifat komersial. Kenyataan tersebut


dapat dilihat pada Gambar 8.

27%
10%
20%
13%
30%
HARGA JUAL LEBIH MAHAL
MENGIKUTI POLA KEBIASAAN YANG ADA
LEBIH MENGUNTUNGKAN
UMUR TANAMAN LEBIH PANJANG
ALASAN LAIN-LAINNYA

Gambar 8. Distribusi Alasan Responden dalam Bertani Cabai Merah



Cabang usahatani cabai merah menurut responden lebih menguntungkan
dibanding komoditas sayuran yang lain. Alasan tersebut diungkapkan oleh 27
persen responden petani cabai merah di Desa Sukagalih. Tingkat keuntungan
cabang usahtani cabai merah lebih tinggi karena harga jual relatif lebih mahal,
selain itu panen pada semua tingkat harga dapat dinikmati oleh petani. Alasan
pertama yang diuraikan sebelumnya disebabkan karena harga jual yang lebih
mahal dan umur panen yang relatif lebih lama. Harga jual yang lebih mahal
diungkapkan oleh 13 persen responden sebagai alasan bertani cabai merah.
Harga jual cabai merah relatif lebih tinggi dibandingkan wortel, pakcoy, caisin,
bawang daun, sawi putih dan komoditas sayuran lain yang sering dibudidayakan
petani. Umur tanaman yang lebih panjang khususnya pada periode panen
menjadi pertimbangan dari 10 persen responden. Harga cabai merah
mempunyai tingkat fluktuasi yang tinggi, sehingga harga pada setiap panen
selalu berubah. Cabai merah mempunyai umur panen yang lebih panjang
sehingga panen dapat dilakukan sebanyak 10 hingga 12 kali. Kompensasi dari
umur tanaman tersebut adalah perubahan harga jual dapat diikuti oleh petani.
Panen ketika harja jual rendah hingga panen ketika harga jual tinggi dapat

dinikmati petani karena umur tanaman yang lebih panjang. Tiga alasan yang
telah diuraikan sebelumnya sangat terkait dengan kepentingan ekonomi sebagai
pertimbangan petani.
Cabang usahatani cabai merah dilakukan oleh responden juga
disebabkan karena pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut dapat
dilihat dari alasan yang paling banyak diungkapkan oleh responden adalah pola
kebiasaan yang sudah ada. Pola kebiasaan tersebut diturunkan dari orang tua
atau petani lain yang sudah lebih berpengalaman. Pola kebiasaan sebagai
alasan bertani cabai merah diungkapkan oleh 30 persen responden.
Umur tanaman cabai merah relatif lebih panjang dibanding komoditas
sayuran yang lain, sehingga biaya produksi yang dikeluarkan juga lebih besar
dan penerimaan baru diperoleh setelah 5 bulan. Responden pada umumnya
mempunyai beberapa cabang usahatani yang dilakukan secara bersamaan.
Komoditas yang dipilih adalah jenis sayuran yang mempunyai umur lebih
singkat. Hasil panen dari komoditas alternatif tersebut digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup maupun untuk membayar biaya tenaga kerja pada
cabang usahatani cabai merah. Komoditas yang dibudidayakan oleh responden
petani di Desa Sukagalih dapat dilihat pada Gambar 9.

3.17%
6.35%
3.17%
3.17%
6.35%
20.63%
12.70%
15.87%
1.59%
26.98%
CAISIN
BUNCIS
KUBIS
JAGUNG
BAWANG DAUN
SAWI PUTIH
WORTEL
TOMAT
PAKCOY
CABAI RAWIT

Gambar 9. Distribusi Komoditas yang Dibudidayakan oleh Responden

Komoditas caisin merupakan komoditas selain yang dominan cabai


merah dibudidayakan oleh responden di lokasi penelitian. Komoditas tersebut
dibudidayakan oleh 26,98 persen responden di lokasi penelitian. Komoditas
tersebut menurut petani tidak memerlukan biaya produksi yang tinggi dan
umurnya relatif lebih pendek dibanding komoditas lain.

5.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Efisiensi Usaha
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi luas lahan garapan,
pendidikan, umur dan status keanggotaan dalam kelompok tani. Hubungan
karakteristik tersebut dengan tingkat efisiensi cabang usahatani dianalisis
dengan pendekatan uji kebebasan tabel kontingensi (Khi kuadrat). Hipotesis
yang diuji adalah terdapat hubungan antara karakteristik responden dengan
efisiensi cabang usahatani. Hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Hubungan Karakteristik Responden dengan Penerimaan Cabang
Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih.
Karakteristik Derajat Bebas
2
0,05

2
hitung
Kesimpulan
Luas lahan 2 5,99 19,72 Tolak H
0

Umur 2 5,99 0,03 Terima H
0

Keikutsertaan dalam
Kelompok Tani
1 3,84 3,57 Terima H
0


Hasil perhitungan khi kuadrat pada Tabel 12 antara luas lahan dengan
efisiensi usaha diperoleh nilai
2
hitung sebesar 19,72. Nilai
2
tabel pada = 5%
dengan derajat bebas 2 adalah 5,99, berarti nilai
2
hitung berada pada daerah
penolakan hipotesis awal. Hipotesis kebebasan antara luas lahan dengan
penerimaan usahatani dapat ditolak pada taraf nyata 5 persen. Hasil uji tersebut
secara lengkap disajikan dalam Lampiran 6.
Luas lahan berpengaruh terhadap rasio R/C atas biaya total, hal ini
diketahui dari hasil uji kebebasan tabel kontingensi pada Tabel 11. Nilai
2
hitung
luas lahan yaitu 6,94 sedangkan nilai
2
tabel pada derajat bebas 2 dengan taraf

nyata 5 persen adalah sebesar 5,99, sehingga nilai


2
hitung lebih besar dari
2

tabel. Luas lahan berhubungan nyata dengan rasio R/C atas biaya total. Hal ini
disebabkan karena semakin luas lahan maka penerimaan akan semakin besar.
Sisi biaya yang mengalami perubahan adalah biaya tidak tetap dan sewa lahan,
sementara biaya penyusutan tidak berubah. Persentase biaya tetap pada lahan
luas menjadi semakin kecil, sehingga secara keseluruhan persentase biaya total
terhadap penerimaan juga berkurang.

Tabel 11. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas
Biaya Total Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih.
Karakteristik Derajat Bebas
2
0,05

2
hitung
Kesimpulan
Luas lahan 2 5,99 6,94 Tolak H
0

Umur 2 5,99 0,24 Terima H
0

Keikutsertaan dalam
Kelompok Tani
1 3,84 0,19 Terima H
0


Umur responden merupakan karakteristik yang nyata berpengaruh
terhadap rasio R/C atas biaya tunai. Hasil uji kebebasan tabel kontingensi
antara umur dengan rasio R/C atas biaya tunai dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hubungan Karakteristik Responden dengan Rasio R/C Atas
Biaya Tunai Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih.
Karakteristik Derajat Bebas
2
0,05

2
hitung
Kesimpulan
Luas lahan 2 5,99 3,73 Terima H
0

Umur 2 5,99 8,38 Tolak H
0

Keanggotaan 1 3,84 2,14 Terima H
0


Berdasarkan hasil uji tersebut maka dapat dikatakan bahwa umur
berhubungan dengan rasio penerimaan terhadap pengeluaran yang diperoleh
petani. Kecenderungannya umur responden berdampak positif terhadap rasio
R/C atas biaya tunai cabang usahatani cabai merah. Umur responden diduga
berkaitan dengan pengalaman, sehingga pengetahuan dan ketrampilan
mengelola cabang usahatani meningkat sesuai pengalaman. Kemampuan
petani sebagai pengelola cabang usahatani semakin baik, sehingga tingkat
keuntungan yang diperoleh juga semakin baik.

VI. ANALISIS PENDAPATAN CABANG USAHATANI CABAI MERAH





6.1. Keragaan Cabang Usahatani Cabai Merah

Keragaan cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian dapat
diuraikan sebagai berikut :

6.1.1. Persiapan Lahan

Penyiapan lahan merupakan langkah awal yang dikerjakan dalam
budidaya cabai merah di lokasi penelitian. Penyiapan lahan meliputi kegiatan
pembukaan lahan, pengapuran, pengolahan lahan dan pembentukan bedengan
dan pemupukan dasar.
Pembukaan lahan pada dasarnya merupakan pembersihan lahan dari
berbagai macam gulma dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Pembukaan
lahan dilakukan agar pertumbuhan akar tanaman tidak terhambat, selain itu
tumbuhan inang bagi hama dan penyakit dapat dikurangi. Tumbuhan pada
permukaan tanah sisa-sisa perakaran pertanaman sebelumnya dibabat dan
dicangkuli.
Pengolahan lahan dilakukan setelah pembukaan lahan selesai.
Pengolahan dilakukan dengan harapan struktur tanah dapat diperbaiki, sehingga
sesuai dengan pertumbuhan akar tanaman. Jenis tanah di lokasi penelitian
adalah tanah merah yang relatif gembur, sehingga pengolahan cukup dilakukan
dengan cangkul. Pengolahan lahan dilakukan dengan dicangkul hingga
kedalaman sekitar 15-20 cm.
Pengapuran dilakukan pH tanah dapat disesuaikan hingga mendekati
netral. Pengapuran dilakukan secara bersamaan dengan pengolahan lahan.
Kapur ditaburkan pada permukaan lahan yang telah dicangkul rata, kemudian

dicangkul kembali sehingga tercampur rata. Lahan kemudian dibiarkan selama


kurang lebih 2 minggu sehingga kapur dapat diurai secara sempurna.
Pembentukan bedengan selanjutnya dilakukan sekitar 2 minggu setelah
proses pengapuran. Bedengan dibentuk dengan ukuran lebar 100 cm, tinggi 30-
40 cm dan parit selebar 50 cm sedangkan panjang bedengan disesuaikan
dengan lahan. Parit diperlukan untuk menjaga aliran air hujan dan memberi
kemudahan ketika dilakukan perawatan tanaman.
Pemupukan dasar dilakukan dengan cara ditaburkan pada permukaan
bedengan tanah. Bedengan tersebut kemudian dicangkul agar pupuk kandang
tidak tercuci oleh air hujan. Bedengan yang telah diberi pupuk kandang
kemudian dibiarkan selama kurang lebih 2 minggu. Jeda waktu tersebut
diperlukan agar senyawa beracun dapat diurai (proses oksidasi) sehingga tidak
berbahaya bagi tanaman.

6.1.2. Persiapan Bibit dan Penanaman

Pembibitan dilakukan pada bedengan yang diberi naungan. Benih yang
akan disemai terlebih dahulu direndam dalam air hangat selama 4-6 jam.
Perlakuan tersebut dilakukan untuk mempercepat perkecambahan benih. Teknik
pembibitan yang dilakukan adalah meletakan benih satu per satu pada cetakan
media semai. Cetakan yang digunakan adalah pipa ukuran inchi, cetakan
media dibungkus dengan polibag yang terbuat dari daun pisang. Keuntungan
dari teknik tersebut adalah memudahkan pada proses penanaman dan
kebutuhan tenaga kerja lebih hemat. Teknik tersebut tidak memerlukan proses
pemindahan bibit dari media semai ke polibag, sehingga tenaga kerja dapat
dihemat. Pembibitan dilakukan selama kurang lebih 1 bulan.
Penanaman dilakukan kurang lebih 1 bulan setelah pembibitan.
Karakteristik bibit yang sudah siap tanam yaitu telah mempunyai 3-4 helai daun.

Bibit yang akan ditanam dipertahankan agar medianya tidak pecah, kemudian
dimasukan kedalam lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah 80 cm x
60 cm, sehingga dalam 1 bedengan terdapat 2 lajur tanaman. Populasi tanaman
pada lahan seluas 2080 meter persegi kurang lebih 4000 tanaman.
Pupuk kimia digunakan pada proses penanaman, pupuk ditempatkan
pada lubang tugal disela bibit tanaman. Pupuk kimia yang digunakan yaitu
campuran antara urea, SP 36 dan KCl. Pupuk kimia yang dominan digunakan
pada adalah urea. Hal ini jika dilihat dari kandungan pupuk, maka pupuk urea
sangat diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif
yang dimaksud adalah pertumbuhan daun dan tinggi tanaman.

6.1.3. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, perampelan, pemasangan
ajir dan pemupukan susulan. Penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit yang
tidak bertahan setelah dipindahkan ke lahan. Penyulaman dilakukan paling
lambat 2 minggu setelah tanam, bibit yang digunakan adalah sisa bibit yang ada.
Bibit yang digunakan untuk penyulaman merupakan bibit yang disemaikan
secara bersamaan dengan bibit yang digantikan. Penyulaman biasanya
dilakukan pada pagi hari ketika cuaca belum terlalu panas.
Perampelan dilakukan pada tunas samping yang keluar diketiak daun
tanaman yang berumur 15-20 hari setelah tanam. Perampelan tunas tersebut
bertujuan agar tanaman menjadi kokoh. Perampelan tunas tersebut dilakukan
sebanyak 2-3 kali hingga tanaman berumur 25-30 hari setelah tanam.
Pertumbuhan tanaman cabai merah perlu ditopang dengan ajir. Ajir
dipasang dengan sistem tegak pada setiap tanaman. Ajir dipasang kurang lebih
30 hari setelah tanam, sehingga tidak merupak akar tanaman. Ajir yang telah
dipasang perlu diikatkan dengan tanaman. Hal yang perlu diperhatikan adalah

ikatan harus cukup kuat tetapi tidak menimbulkan gesekan pada batang
tanaman.
Pemupukan susulan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan
pada saat pembentukan buah. Pupuk yang digunakan adalah urea, SP 36 dan
KCl dengan proporsi sekitar 20 persen dari total kebutuhan pupuk. Pupuk kimia
sebagian besar digunakan pada pemupukan dasar.

6.1.4. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Budidaya cabai merah di lokasi penelitian dilakukan pada musim hujan,
sehingga tanaman mudah diserang penyakit patek. Tindakan pengendalian yang
dilakukan oleh petani adalah dengan penyemprotan fungisida Dithane M-45.
Konsentrasi yang digunakan adalah 5 gram per liter.
Penyiangan dilakukan untuk mengurangi gulma tanaman yang tumbuh
disekitar tanaman cabai merah. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabuti
gulma yang tumbuh disekitar tanaman.

6.1.5. Panen

Panen dilakukan setelah buah mencapai tingkat kemasakan yang
maksimal. Cabai merah yang siap dipanen secara fisik berwarna merah menyala
dengan sedikit garis hitam. Kriteria yang lain yaitu bobot maksimal dengan
bentuk yang padat. Panen pertama biasanya dilakukan kurang lebih 5 bulan
setelah tanam. Panen dapat dilakukan 1 minggu sekali selama 2-3 bulan sejak
panen pertama dilakukan. Umur panen dipengaruhi oleh kobinasi pupuk yang
diberikan pada tanaman.
Kombinasi pupuk yang dominan pada unsur N, berakibat pada umur
vegetatif yang lebih panjang. Umur vegetatif lebih panjang berarti panen
tertunda. Kondisi sebalinya jika unsur P lebih dominan dibanding pupuk lain,

maka umur panen lebih dini dibanding pemupukan dengan kombinasi


berimbang.
Cabai merah dipanen dengan cara dipetik beserta tangkai buahnya. Cara
tersebut dilakukan agar cabai yang dipanen tidak mudah busuk ketika disimpan
dan bobotnya tidak banyak susut.

6.2. Tingkat Penggunaan Faktor Produksi

Faktor produksi yang digunakan yaitu lahan, benih, tenaga kerja, kapur,
pupuk urea, SP 36, KCL, pupuk kandang dan obat-obatan. Tingkat penggunaan
faktor-faktor produksi tersebut perlu diuraikan, sehingga dapat ditelusuri apakah
sudah sesuai dengan dengan standar budidaya cabai merah.
Benih yang digunakan petani adalah varietas cabai merah hibrida
TM-999 (Hybrid TM-999). Varietas tersebut mempunyai pertumbuhan sangat
kuat dan dapat terus berbunga, sehingga dapat dipanen dalam jangka waktu
yang relatif lebih lama. Hasil per tanaman sekitar 0,8-1,2 kilogram
1
, produksi
cabai merah di lokasi penelitian relatif lebih rendah. Hasil panen sebesar
1926,70 kilogram diperoleh dari luas lahan 2.080 meter persegi. Populasi
tanaman
2
pada luasan tersebut sekitar 4.333 tanaman, sehingga perkiraan hasil
per tanaman dapat diketahui sebesar 0,44 kilogram. Hasil per tanaman tersebut
relatif lebih rendah, seperti telah diuraikan sebelumnya.
Kombinasi pupuk kimia yang dianjurkan lebih dominan pada unsur P dan
K. Unsur P diperlukan tanaman untuk pertumbuhan generatif sehingga
pembungaan dan pemasakan buah lebih cepat. Unsur K diperlukan untuk
meningkatkan kualitas buah dan mengeraskan bagian batang dan cabang

1
Ir. Final Prajnanta. 2002. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta.
2

persegi) (meter Tanam Jarak
persegi) (meter Lahan Luas
Populasi =

tanaman. Dosis pupuk yang sudah sesuai dengan yang dianjurkan adalah pupuk
kandang. Pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran ayam. Pupuk
kandang diperlukan untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga diperoleh tanah
yang remah. Pupuk kandang sangat baik untuk tanaman cabai merah, akan
tetapi tingkat kematangan pupuk perlu diperhatikan. Pupuk kandang yang belum
matang akan mengeluarkan gas, gas tersebut berbahaya bagi tanaman. Pupuk
kandang yang telah masak ditandai dengan wujud fisik seperti tanah berwarna
hitam. Ciri yang lain yaitu jika tangan dimasukkan dalam gundukan pupuk, maka
tidak akan terasa panas.
Pupuk yang digunakan dilokasi penelitian adalah pupuk kandang dan
pupuk kimia (Urea, KCL dan SP 36). Jumlah yang digunakan disajikan dalam
Tabel 13 sebagai berikut.

Tabel 13. Perbandingan Dosis Pupuk di Lokasi Penelitian dengan Dosis
Standar.
Jenis Pupuk
Dosis per Hektar (Kg)
Aktual
3
Standar
4

Pupuk Kandang 24.910,30 18.000 27.000
Urea 207,47 250
SP 36 147,66 500
KCl 133,62 400

Informasi yang dapat diambil dari Tabel 15 tersebut adalah dosis pupuk
relatif lebih rendah dibandingkan dosis yang seharusnya (standar). Kombinasi
pupuk yang digunakan lebih dominan pada unsur N, sehingga pertumbuhan
generatif tanaman kurang. Unsur N lebih berperan pada pertumbuhan vegetatif
tanaman yaitu memperkuat struktur tanaman cabai merah. Kombinasi tersebut
kemungkinan merupakan penyebab produktivitas tanaman cabai merah relatif
rendah.

3
Lampiran 25
4
Ir. Final Prajnanta, op.cit., hal. 62

Obat-obatan yang biasa digunakan petani adalah Decis, Antracol dan


Dithane. Penyemprotan pestisida dilakukan setelah ditemukan tanda-tanda
serangan hama atau penyakit tanaman. Hama yang dominan adalah lalat buah
(Dacus dorsalis Hend.), karena cabai merah dibudidayakan pada musim hujan.
Buah yang diserang ditandai dengan luka berupa titik tusukan, dan jika dibelah
terlihat biji buah berwarna hitam. Penyakit tanaman yang dominan adalah patek
(Antraknosa). Penyakit tersebut disebabkan oleh cendawan, dan dapat
berkembang pesat pada kondisi kelembaban tinggi. Pengendalian secara
kimiawi dilakukan dengan penyemprotan Dithane M-45, dosis yang digunakan
adalah 5 gram per liter. Dosis yang dianjurkan adalah 2-3 gram per liter,
sehingga dosis yang digunakan petani relatif lebih tinggi.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi penting dalam
cabang usahatani cabai merah. Kerja dalam ilmu diartikan sebagai daya
manusia untuk melakukan usaha yang dilakukan untuk memproduksi benda-
benda. Tingkat penggunaan tenaga kerja pada cabang usahatani sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan kerja pada satu musim. Kebutuhan tenaga kerja
akan meningkat pada musim pembukaan lahan, pengolahan lahan dan
pemanenan. Kebutuhan tenaga kerja pada musim tersebut melampui persediaan
tenaga kerja keluarga. Kekurangan tenaga kerja tersebut kemudian dipenuhi
dengan tenaga kerja dari luar keluarga. Kebutuhan tenaga kerja pada cabang
usahatani cabai merah dilokasi penelitian disajikan dalam Tabel 14.
Kebutuhan tenaga kerja terbesar terjadi pada kegiatan panen. Kondisi
tersebut disebabkan karena panen hasus diselesaikan pada pagi hari, sehingga
dapat segera dijual ke pasar maupun pedagang pengumpul. Cabai merah
dipanen setiap minggu selama kurang lebih 3 bulan sejak panen pertama.
Intensitas panen tersebut juga menyebabkan kebutuhan tenaga kerja menjadi
lebih besar. Tenaga kerja wanita dari luar keluarga lebih dominan digunakan

pada kegiatan tersebut. Tenaga kerja dari dalam keluarga petani secara total
lebih besar dibanding dengan tenaga kerja luar keluarga.
Kebutuhan tenaga kerja yang relatif besar diperlukan pada kegiatan
pembukaan dan pengolahan lahan. Kondisi ini disebabkan oleh sebagian besar
responden (17 orang) baru membuka menggunakan lahan bekas PTPN VIII.
Kondisi lahan dipenuhi rumput dan tumbuhan semak, sehingga diperlukan
tenaga kerja cukup besar untuk membabat dan membersihkan lahan. Lahan
tersebut pada umumnya belum pernah digunakan untuk budidaya. Kegiatan
tersebut relatif lebih ringan, jika dilakukan pada lahan yang pernah digunakan
sebagai lahan budidaya.

Tabel 14. Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja pada Cabang Usahatani Cabai
Merah per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007.
Kegiatan Hari
Luar Keluarga Dalam Keluarga
Jumlah
HKP
Jumlah
HKP
Pria Wanita Pria Wanita
Pembukaan Lahan 2,25 2,733 0,053 6,27 1,000 0,000 2,25
Pengolahan Tanah 2,60 1,967 0,027 5,18 1,000 0,000 2,60
Pengapuran 0,70 0,633 0,000 0,45 1,000 0,000 0,70
Pemupukan I 0,83 1,000 0,053 0,88 1,000 0,000 0,83
Pemupukan II 0,70 0,467 0,000 0,33 1,000 0,027 0,72
Penyemaian 0,28 0,000 0,000 0,00 1,000 0,000 0,28
Pembibitan 13,23 0,000 0,000 0,00 1,000 0,000 13,23
Pembuatan Lubang Tanam 0,93 0,833 0,000 0,78 0,933 0,000 0,88
Penanaman 0,86 0,200 0,960 1,00 0,700 0,747 1,12
Penyulaman 0,52 0,000 0,720 0,37 0,467 0,773 0,65
Perampelan 2,57 0,100 0,640 1,90 0,733 0,747 3,64
Pemasangan Ajir 0,96 0,433 0,000 0,42 1,000 0,053 0,99
Pemupukan Susulan 2,65 0,167 0,160 0,87 0,967 0,240 3,17
Penyemprotan 4,08 0,100 0,000 0,41 1,000 0,000 4,08
Penyiangan 3,63 0,033 0,720 2,74 0,800 0,640 5,32
Pemanenan 15,37 0,367 1,013 21,21 0,967 0,747 26,53
Total 52,17 9,033 4,347 42,78 14,567 3,973 67,03


6.3. Biaya Cabang Usahatani.

Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha akan dipengaruhi berbagai
faktor salah satunya adalah biaya. Biaya dalam analisis cabang usahatani cabai
merah di Desa Sukagalih dibedakan menjadi tiga komponen biaya. Komponen

biaya yang dimaksud adalah biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya sewa lahan.
Komponenkomponen biaya tersebut selanjutnya diuraikan secara terpisah.

6.3.1. Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap didefinisikan sebagai jenis biaya yang dipengaruhi oleh
besarnya produksi. Biaya tidak tetap pada cabang usahatani cabai merah terdiri
dari biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Biaya sarana produksi yaitu
biaya pembelian benih, pupuk urea, pupuk SP 36, pupuk KCl, pupuk kandang,
kapur, dan obat-obatan. Ajir dan tali juga digunakan pada cabang usahatani
cabai merah. Besarnya biaya ditentukan dari jumlah sarana produksi yang
digunakan dan harga dari sarana produksi tersebut.
Biaya tidak tetap dapat dibedakan menjadi biaya yang bersifat tunai dan
diperhitungkan. Biaya tunai pada cabang usahatani cabai merah terdiri biaya
pembelian sarana produksi dan biaya tenaga kerja yang berasal dari luar
keluarga petani. Alokasi biaya tersebut mencapai Rp 4 793 752, 22 atau sekitar
64,13 persen dari total biaya tidak tetap. Biaya tunai tersebut terdiri dari biaya
tenaga kerja sebesar Rp 1 711 287, 78 dan biaya sarana produksi sebesar
Rp 3 082 464, 44. Biaya sarana produksi sebesar Rp 3 082 464, 44 digunakan
untuk pembelian beberapa sarana produksi. Proporsi biaya terbesar adalah
biaya pembelian obat-obatan yaitu sebesar 36,24 persen sedangkan proporsi
biaya terkecil adalah biaya pembelian pupuk SP 36.
Biaya sarana produksi ditentukan oleh harga per unit dan jumlah sarana
produksi yang digunakan. Harga per unit tersebut adalah harga pembelian per
kemasan dibagi volume kemasan tersebut. Biaya pembelian obat-obatan lebih
dominan karena penyemprotan dilakukan secara intensif. Penyemprotan obat-
obatan relatif lebih sering dilakukan, karena lapisan pestisida pada permukaan
tanaman tercuci oleh air hujan. Dosis penggunaan pestisida seperti telah

dikemukakan sebelumnya relatif lebih tinggi dibanding dosis yang dianjurkan,


sehingga kebutuhan pestisida juga semakin besar.
Jenis pupuk yang dominan digunakan pada cabang usahatani cabai
merah di lokasi penelitian adalah pupuk kandang dengan dosis rata-rata sekitar
1,18 kg per pohon. Harga pembelian satu karung pupuk kandang adalah
Rp 5 000, 00, berat pupuk kandang per karung adalah 30 kilogram. Harga pupuk
kandang per kilogram adalah Rp 166, 67, biaya menjadi besar karena unit
digunakan dalam jumlah besar. Rincian tentang harga faktorfaktor produksi
disajikan dalam Lampiran 7. Pupuk KCl merupakan pupuk yang paling mahal
yaitu Rp 2 040, 00 per kilogram karena digunakan dalam jumlah sedikit maka
biaya pupuk KCl menjadi kecil. Biaya sarana produksi pada cabang usahatani
cabai merah dapat dilihat pada Tabel 15, sedangkan rincian biaya pada setiap
responden disajikan dalam Lampiran 8.

Tabel 15. Biaya Sarana Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080
meter persegi di Desa Sukagalih, 2007.
Sarana Produksi NILAI (Rp) %
Benih 292 125, 00 9,48
Kapur 63 584, 44 2,06
Pupuk Urea 60 036, 67 1,95
Pupuk KCl 58 805, 00 1,91
Pupuk SP 36 51 480, 00 1,67
Pupuk Kandang 808 333, 33 26,22
Obat-Obatan 1 117 100, 00 36,24
Ajir 570 500, 00 18,51
Tali 60 500, 00 1,96
Total 3 082 464, 44 100,00


Pembelian sarana produksi disesuaikan dengan ketersediaan modal
petani. Intensitas pembelian dapat dilakukan satu hingga tiga kali dalam satu
periode tanam. Keterbatasan modal petani diantisipasi dengan pembelian sarana
produksi yang tidak dilakukan sekaligus pada awal musim tanam. Komoditas
dengan umur panen lebih pendek juga dibudidayakan oleh petani, sehingga

pendapatan yang diperoleh komoditas tersebut dapat digunakan untuk


pembelian sarana produksi cabang usahatani cabai merah. Sarana produksi
yang dibeli secara bertahap antara lain pupuk urea, KCl, SP 36, pestisida padat
dan pestisida cair.
Sarana produksi yang dibutuhkan petani tidak dapat diperoleh dengan
jumlah dan waktu yang tepat dari toko sarana produksi di Desa Sukagalih.
Sarana produksi kemudian dibeli dari Bogor atau Ciawi sehingga terdapat biaya
tambahan yaitu biaya transportasi. Pembelian sarana produksi secara sekaligus
dilakukan oleh petani karena pertimbangan biaya transportasi tersebut. Tindakan
yang sama dilakukan oleh petani yang memperoleh pinjaman modal. Pinjaman
modal tersebut diperoleh dari pedagang tengkulak dan dibayar pada saat panen.
Tenaga kerja luar keluarga (upahan) merupakan sumber biaya tunai
selain sarana produksi. Jam kerja efektif (rata-rata) di Desa Sukagalih adalah 4
jam dengan tingkat upah Rp 20 000, 00 per hari kerja pria atau Rp 5 000, 00 per
jam kerja pria. Jam kerja dimulai pada pukul 08.00 hingga 12.00. Upah tersebut
sudah termasuk dengan uang rokok dan kopi.
Prosentase terbesar dari biaya tenaga kerja tunai diserap pada kegiatan
panen. Panen cabai merah di lokasi penelitian rata-rata dilakukan sebanyak dua
belas kali. Jumlah biaya yang dikeluarkan ditentukan oleh jumlah tanaga kerja
dan jumlah hari yang diperlukan untuk kegiatan. Total biaya tenaga kerja luar
keluarga yang dikeluarkan adalah Rp 1 711 287, 78. Biaya tenaga kerja tunai
pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukamaju dapat dilihat pada Tabel
16. Rincian jumlah tenaga kerja pada setiap responden disajikan dalam
Lampiran 9.
Biaya tidak tetap yang dikeluarkan secara tunai adalah biaya tenaga kerja
luar keluarga dan biaya pembelian sarana produksi. Jumlah total biaya tunai
yang dialokasikan yaitu sebesar Rp 4 793 752, 22 , dimana 35,70 persen dari

biaya tenaga kerja luar keluarga dan 64,30 persen sisanya dari biaya sarana
produksi.

Tabel 16. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga pada Cabang
Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa
Sukagalih, 2007.
Kegiatan Hari
Jumlah
HKP Tunai (Rp) %
Pria Wanita
Pembukaan Lahan 2,25 2,733 0,053 6,27 250 800, 00 14,66
Pengolahan Tanah dan
Pembentukan Bedengan
2,60 1,967 0,027 5,18 207 306, 67 12,11
Pengapuran 0,70 0,633 0,000 0,45 17 838, 89 1,04
Pemupukan I 0,83 1,000 0,053 0,88 35 111, 11 2,05
Pemupukan II 0,70 0,467 0,000 0,33 13 144, 44 0,77
Penyemaian 0,28 0,000 0,000 0,00 - 0,00
Pembibitan 13,23 0,000 0,000 0,00 - 0,00
Pembuatan Lubang Tanam 0,93 0,833 0,000 0,78 31 111, 11 1,82
Penanaman 0,86 0,200 0,960 1,00 39 826, 67 2,33
Penyulaman 0,52 0,000 0,720 0,37 14 880, 00 0,87
Perampelan 2,57 0,100 0,640 1,90 75 973, 33 4,44
Pemasangan Ajir 0,96 0,433 0,000 0,42 16 611, 11 0,97
Pemupukan Susulan 2,65 0,167 0,160 0,87 34 626, 67 2,02
Penyemprotan 4,08 0,100 0,000 0,41 16 333, 33 0,95
Penyiangan 3,63 0,033 0,720 2,74 109 484, 44 6,40
Pemanenan 15,37 0,367 1,013 21,21 848 240, 00 49,57
Total 52,17 9,033 4,347 42,78 1 711 287, 78 100,00

Biaya tidak tetap pada cabang usahatani cabai merah tidak seluruhnya
dikeluarkan secara tunai. Upah atas jasa tenaga kerja dalam keluarga tidak
dibayarkan dalam bentuk tunai. Tenaga kerja dalam keluarga dilibatkan dalam
setiap kegiatan pada cabang usahatani cabai merah, setidaknya terdapat satu
tenaga kerja dari kegiatan pembukaan lahan hingga panen. Prosentase biaya
tenaga kerja dalam keluarga sebagian besar dialokasikan pada kegiatan panen.
Panen pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih dilakukan
sebanyak 12 kali, rata-rata dalam satu minggu dilakukan satu kali panen.
Kegiatan panen dilakukan berulang kali dalam satu musim sehingga banyak
tenaga kerja yang digunakan. Biaya tenaga kerja dalam keluarga dapat dilihat
pada Tabel 17. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga pada setiap responden
dapat disimak pada Lampiran 10.

Tabel 17. Rata-rata Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga pada Cabang
Usahatani Cabai Merah per 2.080 meter persegi di Desa
Sukagalih, 2007.
Kegiatan
Hari
Jumlah
HKP
Diperhitungkan
(Rp)
%
Pria Wanita
Pembukaan Lahan 2,25 1,000 0,000 2,25 90 000,00 3,36
Pengolahan Tanah Dan
Pembentukan Bedengan
2,60 1,000 0,000 2,60 104 000,00 3,88
Pengapuran 0,70 1,000 0,000 0,70 28 166,67 1,05
Pemupukan I 0,83 1,000 0,000 0,83 33 333,33 1,24
Pemupukan II 0,70 1,000 0,027 0,72 28 917,78 1,08
Penyemaian 0,28 1,000 0,000 0,28 11 166,67 0,42
Pembibitan 13,23 1,000 0,000 13,23 529 333,33 19,74
Pembuatan Lubang Tanam 0,93 0,933 0,000 0,88 34 844,44 1,30
Penanaman 0,86 0,700 0,747 1,12 49 668,89 1,85
Penyulaman 0,52 0,467 0,773 0,65 25 626,67 0,96
Perampelan 2,57 0,733 0,747 3,64 151 946,67 5,67
Pemasangan Ajir 0,96 1,000 0,053 0,99 40 377,78 1,51
Pemupukan Susulan 2,65 0,967 0,240 3,17 127 906,67 4,77
Penyemprotan 4,08 1,000 0,000 4,08 163 333,33 6,09
Penyiangan 3,63 0,800 0,640 5,32 209 280,00 7,81
Pemanenan 15,37 0,967 0,747 26,53 1 053 128,89 39,28
Total 52,17 14,567 3,973 67,03 2 681 031,11 100,00

Biaya tidak tetap pada cabang usahatani cabai merah terdiri dari biaya
tunai dan diperhitungkan. Struktur biaya tidak tetap terdiri dari biaya sarana
produksi dan biaya tenaga kerja. Jumlah total biaya tidak tetap yang dialokasikan
sebesar Rp 7 474 783, 33 untuk lahan seluas 2.080 meter persegi. Komposisi
biaya tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja sebesar 58,76 persen dan 41,24
persen sisanya merupakan biaya sarana produksi. Struktur biaya tersebut
dominan pada biaya tenaga kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa tenaga kerja
mempunyai peran penting dalam cabang usahatani cabai merah.

6.3.2. Biaya Tetap
Biaya tetap yang dikeluarkan adalah biaya penyusutan alat-alat
pertanian yang digunakan dalam cabang usahatani cabai merah. Alat pertanian
mempunyai umur ekonomis yang panjang dan dapat digunakan dalam beberapa
periode produksi. Alat pertanian yang digunakan petani akan mengalami
penurunan nilai ekonomis selama digunakan karena penyusutan. Penurunan

nilai tersebut terjadi secara berkelanjutan bahkan hingga tidak mempunyai nilai
jual. Nilai pembelian merupakan biaya aset yang harus dibebankan pada setiap
periode produksi. Periode produksi cabang usahatani cabai merah adalah
delapan bulan. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan pendekatan
metode garis lurus.
Alatalat pertanian tersebut terdiri dari cangkul, sabit, dan sprayer. Alat
alat tersebut tidak hanya digunakan pada cabang usahatani cabai merah tetap
digunakan juga pada cabang usatahani yang lain. Kenyataan tersebut digunakan
sebagai dasar bahwa biaya penyusutan harus dibebankan secara proporsional.
Pendekatan yang digunakan sebagai dasar pembebanan biaya adalah luasan
areal tanaman cabai merah terhadap total areal yang diusahakan oleh petani.
Biaya penyusutan alatalat pertanian merupakan komponen biaya yang tidak
dikeluarkan dalam bentuk tunai tetapi hanya diperhitungkan. Biaya penyusutan
alat pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih disajikan dalam
Tabel 18.

Tabel 18. Rata-rata Biaya Penyusutan pada Cabang Usahatani Cabai Merah
per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih, 2007.
Alat Nilai Beli Umur Nilai Sisa Jumlah Penyusutan
*
Cangkul 31 000, 00 5,60 0, 00 1,93 10 702, 38
Sabit 10 166, 67 5,73 0, 00 0,70 1 241, 28
Sprayer 368 166, 67 3,70 109 166, 67 1,40 98 000, 00
Total 109 943, 66


Bobot 0,34
**


Dibebankan 37 604, 80
Keterangan :
*
penyusutan dihitung dengan metode garis lurus kemudian dikalikan bobot
**
bobot diperoleh dari prosentase lahan cabai merah terhadap total lahan yang dikuasai petani,
dikalikan periode produksi cabai merah (0,67 tahun).


Biaya penyusutan alat dibebankan berdasarkan prosentase lahan
budidaya cabai merah dan periode produksi cabai merah. Lahan budidaya cabai
merah mempunyai prosentase sebesar 51,31 persen dari total lahan yang

dibudidayakan petani. Periode produksi cabai merah adalah 8 bulan, atau sekitar
0,67 tahun. Bobot pembebanan biaya penyusutan dihitung dari perkalian
prosentase lahan dan periode produksi, sehingga diperoleh sebesar 0,34. Biaya
penyusutan yang dikeluarkan selama satu tahun adalah Rp 109 943, 66. Biaya
penyusutan yang dibebankan pada cabang usahatani cabai merah adalah
Rp 37 604, 80. Jumlah alat yang dimiliki setiap responden hingga prosentase
lahan budidaya cabai merah yang dikuasai dapat dilihat pada Lampiran 12.

6.3.3. Biaya Sewa Lahan
Petani cabai merah di lokasi penelitian sebagian besar merupakan petani
penggarap lahan Hak Guna Usaha PTPN VIII dan penyewa. Petani penggarap
lahan HGU sebanyak 17 orang atau sekitar 56,67 persen dari populasi
responden. Petani penyewa lahan sebanyak 13 persen atau sekitar 43,33 persen
dari populasi responden.
Petani kemudian dianggap sebagai peminjam modal yang berupa lahan,
maka biaya bunga modal yang dikeluarkan adalah biaya sewa lahan tersebut.
Jumlah biaya sewa lahan yang dikeluarkan tergantung dari berapa besar lahan
yang dipinjam, semakin besar lahan yang dipinjam berarti biaya bunga yang
dibayar juga semakin besar. Biaya sewa lahan di lokasi penelitian adalah
Rp 307 733, 33 per 2080 meter persegi. Biaya sewa tersebut digunakan dalam
menghitung penghasilan bersih cabang usahatani cabai merah. Biaya sewa yang
ditanggung oleh setiap responden disajikan dalam Lampiran 13.

6.3.4. Total Biaya

Biaya yang dikeluarkan pada cabang usahatani cabai merah terdiri dari
biaya tetap, biaya tidak tetap dan biaya sewa lahan. Biaya-biaya tersebut dibayar
secara tunai maupun hanya diperhitungkan. Total biaya yang dikeluarkan pada
cabang usahatani cabai merah dapat diketahui dari hasil penjumlahan biaya-

biaya tersebut. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam cabang usahatani cabai


merah dapat disimak pada Tabel 19.
Tabel 19. Rekapitulasi Biaya-Biaya Cabang Usahatani Cabai Merah, 2007.
Biaya Tunai Diperhitungkan Total %
Tenaga Kerja 1 711 287, 78 2 681 031, 11 4 392 318, 89 56,17
Sarana Produksi 3 082 464, 44 0, 00 3 082 464, 44 39,42
Biaya Penyusutan - 37 604, 80 37 604, 80 0,48
Biaya Sewa - 307 733, 33 307 733, 33 3,94
Total Biaya 4 793 752, 22 3 026 369, 25 7 820 121, 47 100,00

Biaya cabang usahatani cabai merah sebagian besar dialokasikan pada
biaya tidak tetap yaitu 95,59 persen. Biaya tersebut meliputi biaya tenaga kerja
sebesar 56,17 persen dan 39,42 persen biaya sarana produksi. Tenaga kerja
mempunyai peran penting jika dilihat struktur biaya tersebut.

6.3.5. Biaya Rata-Rata

Biaya ratarata merupakan jumlah biaya yang dialokasikan pada setiap
unit produksi. Biaya tersebut merupakan hasil bagi antara total biaya dengan
jumlah panen yang diperoleh. Jumlah produksi cabai merah yang diperoleh
sebesar 1.923,20 kilogram sedangkan total biaya yang dikeluarkan adalah
sebesar Rp 7 820 121, 47. Ratarata biaya total yang dikeluarkan untuk setiap
kilogram adalah Rp 4 066, 20. Total biaya tidak tetap yang dikeluarkan adalah
sebesar Rp 7 474 783, 33, maka ratarata biaya tersebut adalah Rp 3 886, 04
per kilogram cabai merah. Total biaya penyusutan sebesar Rp 37 604, 80 dan
biaya sewa lahan sebesar Rp 307 333, 33, maka diperoleh rata-rata biaya tetap
sebesar Rp 179, 56 per kilogram cabai merah.

6.4. Penerimaan Cabang Usahatani.

Penerimaan cabang usahatani cabai merah yang dimaksud adalah nilai
produk fisik dikalikan harga satuan yang diterima sebelum dikurangi dengan
biayabiaya. Panen cabai merah dilakukan sebanyak 12 kali, sehingga

penerimaan dihitung pada setiap panen. Panen dilakukan setiap minggu selama
tiga bulan, hasil panen dan harga bervariasi pada setiap panen. Hasil panen,
harga dan penerimaan yang diperoleh disajikan dalam Tabel 20. Data panen
pada setiap responden disajikan dalam Lampiran 15.
Hasil panen terbesar yang diperoleh adalah 337,33 kilogram dan harga
jual yang berlaku Rp 6 190, 00 per kilogram cabai merah. Penerimaan yang
diperoleh kemudian mulai berkurang karena produksi yang dihasilkan berkurang.
Total penerimaan sebesar Rp 12 393 734, 32 diperoleh dari penjualan 1.926,70
kilogram cabai merah. Penerimaan rata-rata per panen adalah Rp 1 034 832, 70.
Kecenderungan harga, produksi dan penerimaan cabang usahatani cabai
merah dapat dilihat dari Tabel 20. Kecenderungan yang terjadi adalah
perubahan harga dan produksi pada setiap panen. Perubahan tersebut berakibat
pada perubahan penerimaan pada setiap panen. Perubahan harga dan hasil
panen setiap responden disajikan dalam Lampiran 14 dan 15.

Tabel 20. Rata-rata Peneriman Cabang Usahatani Cabai Merah per 2.080
meter persegi di Desa Sukagalih, 2007
Panen Ke- Hasil (Kg) Harga (Rp/Kg) Penerimaan (Rp)
1 51,00 5 783, 33 294, 950, 00
2 84,70 5 706, 67 483, 354, 67
3 142,50 5 776, 67 823, 175, 00
4 195,17 5 600, 00 1, 092, 933, 33
5 282,33 5 891, 67 1, 663, 413, 89
6 337,33 6 190, 00 2, 088, 093, 33
7 302,00 6 533, 33 1, 973, 066, 67
8 235,67 6 986, 67 1, 646, 524, 44
9 157,83 7 443, 33 1, 174, 806, 11
10 95,00 7 830, 00 743, 850, 00
11 27,17 10 050, 00 273, 025, 00
12 16,00 10 050, 00 160, 800, 00
Total 1926,70 12, 417, 992, 44

Harga dan produksi mempunyai pola kecenderungan yang berbeda.
Harga cabai merah cenderung mengalami peningkatan dari panen ke panen.
Harga terendah sekitar Rp 5 600, 00 pada awal musim panen kemudian terus
meningkat hingga titik tertinggi sekitar Rp 10 050, 00 per kilogram pada akhir

musim panen. Harga tertinggi terjadi menjelang hari raya keagamaan dan tahun
baru. Harga cabai merah pada setiap panen dapat dilihat pada Gambar 10.

Harga Cabai
0.00
2000.00
4000.00
6000.00
8000.00
10000.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Panen ke-
H
a
r
g
a

C
a
b
a
i

(
R
p
/
k
g
)

Gambar 10. Distribusi Harga Cabai Merah pada setiap Panen di Desa
Sukagalih (Rp/kg), 2007.


Hasil panen yang diperoleh pada setiap panen tidak stabil. Hasil yang
diperoleh pada permulaan musim panen masih rendah, kemudian mengalami
peningkatan pada panen selanjutnya. Hasil tertinggi diperoleh pada panen ke-6
yaitu sekitar 336,78 kilogram, kemudian perlahan mengalami penurunan hingga
hasil terendah pada panen ke-12 yaitu sekitar 15,88 kilogram. Kecenderungan
hasil panen cabang usahatani cabai merah disajikan pada Gambar 11.

Hasil Panen
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Panen ke-
H
a
s
i
l

p
a
n
e
n

(
K
g
)

Gambar 11. Distribusi Hasil Panen Cabai Merah per 2.080 meter persegi
di Desa Sukagalih (Kg), 2007

Kecenderungan hasil panen tersebut disebabkan karena pertumbuhan
generatif tanaman. Pertumbuhan generatif yang dimaksud adalah jumlah bunga
yang terbentuk, semakin banyak bunga maka produksi tanaman semakin besar.

Tingkat kemasakan cabai merah juga diperhatikan dalam panen. Cabai merah
yang siap panen ditandai dengan perubahan warna buah menjadi merah lebih
dari 60 persen.
Penerimaan yang diperoleh petani juga mengalami kecenderungan yang
sama dengan hasil panennya. Penerimaan cabang usahatani cabai merah dapat
digambarkan dalam grafik histogram pada Gambar 12. Perbedaan penerimaan
pada setiap panen disebabkan karena perbedaan harga yang berlaku dan hasil
panen yang diperoleh. Penerimaan terendah terjadi pada akhir musim panen
dimana produksi cabai merah hanya sekitar 15,88 kilogram meskipun harga
yang berlaku sekitar Rp 10 050, 00 per kilogram cabai merah.

Penerimaan Cabang Usahatani Cabai


-
500,000.00
1,000,000.00
1,500,000.00
2,000,000.00
2,500,000.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Panen ke-
P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

(
R
p
)

Gambar 12. Distribusi Penerimaan Cabang Usahatani Cabai Merah per


2.080 meter persegi (Rp), 2007


6.5. Pendapatan Cabang Usahatani.

Konsep pendapatan cabang usahatani yang digunakan adalah
pendapatan kerja petani dan pendapatan kerja keluarga. Pendapatan kerja
petani merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya cabang
usahatani. Pendapatan kerja keluarga dapat didefinisikan sebagai selisih antara
total penerimaan dengan seluruh biaya cabang usahatani selain biaya tenaga
kerja dalam keluarga. Biaya tenaga kerja keluarga tidak dianggap sebagai
pengeluaran dalam pendapatan tersebut.

Pendapatan kerja petani cabang usahatani cabai merah diketahui


sebesar Rp 4 597 870, 97. Pendapatan kerja petani biasanya relatif kecil bahkan
dapat bernilai negatif (Soeharjo dan Patong, 1973), jika dibandingkan dengan
konsep tersebut maka dapat dikatakan kondisi pendapatan cabang usahatani
cabai merah relatif lebih bagus. Pendapatan tersebut masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan hasil penelitian cabang usahatani cabai merah yang
dilakukan oleh Saragih (2000). Pendapatan kerja petani berdasarkan penelitian
tersebut yaitu sebesar Rp 5 579 360,675. Perbedaan tersebut disebabkan
karena perbedaan produktivitas, hasil penelitian Saragih (2000) mempunyai
produktivitas yang lebih tinggi yaitu 10,3325 kilogram per hektar.
Cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih relatif lebih
menguntungkan dibanding cabang usahatani padi (Irawati, 2006). Pendapatan
kerja petani padi program PTT (Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya
Terpadu) diketahui sebesar Rp 958 181, 97 sedangkan pendapatan kerja petani
padi non program sebesar Rp 986 589, 71. Pendapatan cabang usahatani wortel
organik yang dianalisis oleh Mei (2006) diketahui sebesar Rp 1 499 264, 00,
maka pendapatan kerja petani cabang usahatani cabai merah relatif lebih bagus.
Ukuran pendapatan yang kedua adalah pendapatan kerja keluarga.
Pendapatan kerja keluarga pada cabang usahatani cabai merah diketahui
sebesar Rp 7 278 902, 09. Pendapatan tersebut merupakan balas jasa dari kerja
dan pengelolaan petani dan anggota keluarganya. Pendapatan yang besar tidak
selalu berarti efisiensi yang tinggi, maka analisis pendapatan diikuti dengan
analisis efisiensi.

6.6. Efisiensi Cabang Usahatani.

Ukuran efisiensi yang digunakan adalah produksi ratarata untuk setiap
rupiah yang dikeluarkan, penerimaan ratarata untuk setiap satuan tenaga kerja,

produksi ratarata untuk setiap unit areal cabang usahatani dan rasio penrimaan
terhadap pengeluaran. Ukuran efisiensi cabang usahatani cabai merah pada
setiap responden disajikan dalam Lampiran 16.

6.6.1. Produktivitas per Hektar

Produktivitas yang dimaksud adalah produksi ratarata per hektar yang
diperoleh dari hasil bagi antara total produksi cabai merah dengan luar areal
panen. Produktivitas cabai merah ratarata per hektar yang berhasil dicapai oleh
petani di Desa Sukagalih adalah sebesar 9.713,72 kilogram atau sekitar 9,7 ton.
Produksi ratarata tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
produktivitas cabai merah di provinsi Jawa Barat tahun 2005 yang mencapai
12,45 ton per hektar (Statistik Pertanian, 2006).
Produktivitas cabang usahatani cabai merah di Desa Karawang,
Kabupaten Sukabumi menurut Saragih (2001) mencapai 10,33 ton per hektar.
berdasarkan hasil penelitian Rozfaulina (2000) diketahui bahwa produktivitas
cabai merah di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi mencapai 11,30 ton
per hektar. Produktivitas cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih relatif
lebih rendah dibanding dua daerah penelitian tersebut.

6.6.2. Rasio Penerimaan terhadap Pengeluaran

Cabang usahatani cabai merah merupakan kegiatan usaha yang bersifat
ekonomi, sehingga nilai penerimaan yang sebenarnya diperoleh dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan. Ukuran tersebut merupakan ukuran sederhana,
tetapi tingkat keuntungan maupun kerugian dari usaha dapat dihitung dari ukuran
tersebut. Penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan juga dikenal sebagai
rasio penerimaan dan pengeluaran (R/C).
Rasio penerimaan dengan pengeluaran merupakan tingkat keuntungan
cabang usahatani cabai merah. Rasio R/C atas biaya tunai maupun total lebih

besar dari 1, maka dapat dikatakan bahwa usahatani yang dilakukan


menguntungkan bagi pengelola (petani) maupun cabang usahatani tersebut.
Hipotesis pertama yang dikemukakan dalam kerangka pemikiran diuji dengan
pendekatan uji nlai tengah rasio R/C. Hipotesis awal yang diuji yaitu R/C = 1
sedangkan hipotesis alternatifnya R/C > 1. Rasio R/C selanjutnya diuji terhadap
nilai tengah sebaran R/C populasi responden. Sebaran rasio R/C tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 17. Hasil uji statistik terhadap nilai tengah rasio R/C dari
responden petani di lokasi penelitian dapat disimak pada Tabel 21.
Nilai t hitung rasio R/C atas biaya tunai dan total masing-masing 13,95
dan 7,98, sedangkan nilai t tabel diketahui sebesar 2,045. Nilai t tabel pada
kedua hipotesis yang diuji lebih besar dari t tabel, sehingga hipotesis awal dapat
ditolak pada taraf nyata 5 persen. Kesimpulan dari uji tersebut yaitu cabang
usahatani cabai merah di Desa Sukagalih mempunyai nilai rasio penerimaan
terhadap pengeluaran yang lebih besar dari 1. Kondisi tersebut merupakan salah
satu indikasi bahwa cabang usahatani cabai merah dilokasi penelitian relatif
menguntungkan. Uji nilai tengah terhadap sebaran rasio R/C dapat dilihat pada
Lampiran 16.

Tabel 21. Pengujian Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C Responden.
Rasio R/C Hipotesis Nilai t Kesimpulan
Atas biaya tunai
Ho : R/C = 1
H1 : R/C > 1
T
hitung
=
13,95
Tolak Ho
Atas biaya total
Ho : R/C = 1
H1 : R/C > 1
T
hitung
= 7,98 Tolak Ho
Keterangan : T
tabel (0.01, 29)
= 2,462 ; = 0,01

Hasil uji yang disajikan pada Tabel 21 berarti canang usahatani cabai
merah mempunyai rasio R/C yang lebih besar dari 1, kemudian besar rata-rata
rasio R/C petani cabai merah dilokasi penelitian diuraikan sebagai berikut. Rasio
R/C pada cabang usahatani cabai merah di Desa Sukagalih dibedakan menjadi
R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.

Rasio penerimaan terhadap biaya tunai merupakan gambaran tingkat


keuntungan petani yang sebenarnya. Biaya tunai merupakan biaya yang benar
benar dikeluarkan petani pada cabang usahatani cabai merah. Rasio R/C atas
biaya tunai lebih besar dari rasio R/C atas biaya total. Rasio R/C atas biaya tunai
sebesar 2,59 berarti setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 000, 00 maka akan
diperoleh penerimaan sebesar Rp 2 590, 00.
Biayabiaya tertentu tidak dikeluarkan secara tunai, misalnya biaya
tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan dan biaya sewa lahan. Biaya
sewa lahan tidak dikeluarkan secara tunai karena lahan yang digunakan
merupakan lahan garapan tanpa sewa. Biayabiaya tersebut harus
diperhitungkan dalam analisis, sehingga tingkat keuntungan cabang usahatani
yang sebenarnya dapat diketahui. Rasio R/C atas biaya total pada cabang
usahatani cabai merah yaitu 1,59, maka setiap Rp 1 000, 00 yang dikeluarkan
pada cabang usahatani cabai merah akan diperoleh penerimaan Rp 1 590, 00.
























VII. ANALISIS PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH




7.1. Pendugaan Fungsi Produksi

Model fungsi produksi dugaan diperoleh dari hubungan antara variasi
faktor-faktor produksi yang digunakan dengan variasi produksi cabai merah.
Model fungsi produksi dugaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah model
fungsi produksi eksponensial. Fungsi produksi diduga dengan metode kuadrat
terkecil (OLS).

7.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Model III

Model penduga fungsi produksi eksponensial yang diperoleh mempunyai
koefisien determinasi terkoreksi (R
2
adj) sebesar 93,5 persen. Koefisien tersebut
dapat diartikan bahwa 93,5 persen keragaman produksi dapat dijelaskan oleh
variasi faktor produksi yang digunakan dalam model sedangkan 6,5 persen
sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak terdapat dalam model. Model
fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

0,0901 -
X8
0,390
X7
0,126
X6

0,463
X5
0,214
X4
0,0305 -
X3
0,0849
X2
0,128
X1 1,51 Y =
................... (42)

Keterangan :
Y = Produksi cabai merah (Kg)
X
1
= Tenaga kerja (HKP)
X
2
= Benih (g)
X
3
= Kapur (Kg)
X
4
= Pupuk urea (Kg)
X
5
= Pupuk SP 36 (Kg)
X
6
= Pupuk KCl (Kg)
X
7
= Pupuk Kandang (Kg)
X
8
= Nilai obat-obatan (Rp)


Kesesuaian model fungsi produksi tersebut diuji dengan analisis sidik
ragam, kenormalan sisaan dan multikolinieritas. Hipotesis awal bahwa faktor-
faktor produksi secara serempak tidak mempunyai pengaruh terhadap produksi

cabai merah. Hipotesis alternatif yang akan diuji adalah setidaknya terdapat satu
faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi. Hasil analisis sidik ragam
terhadap model fungsi produksi eksponensial disajikan dalam Tabel 22.
Hasil analisis sidik ragam terhadap model fungsi produksi tersebut
diperoleh nilai F hitung 53,01 lebih besar dari F tabel 2,39 maka hipotesis awal
ditolak. Kesimpulan dari hasil uji tersebut yaitu produksi cabai merah secara
serempak dipengaruhi oleh tenaga kerja, benih, kapur, pupuk urea, SP 36, KCl,
pupuk kandang, dan nilai obat-obatan.
Tabel 22. Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Fungsi Produksi Model III
Hipotesis F Kesimpulan
H
0
:
1
=
2
=
3
=
4
=
5
=
6
=
7
=
8
= 0

H
1
:
1

2

3

4

5

6

7

8
0
F
hitung
= 53,01
F
tabel (0,05,9,21)
=
2,37
Tolak H
0


Kenormalan unsur sisaan diuji dengan pendekatan grafik kenormalan
sisaan dan diperkuat dengan uji Anderson-Darling. Asumsi kenormalan sisaan
terpenuhi ditunjukkan dengan bentuk sebaran sisaan yang berupa garis lurus.
Hasil uji tersebut diperkuat oleh hasil uji Anderson-Darling dimana nilai-P
sebesar 0,207 lebih besar dari taraf = 5 persen. Kesimpulan dari uji
kenormalan sisaan yaitu sisaan mendekati sebaran normal. Hasil uji terhadap
kenormalan sisaan disajikan dalam Lampiran 24.
Asumsi kehomogenan sisaan (homoscedasticity) pada model penduga
terpenuhi, sebaran sisaan mempunyai pola acak dan merupakan indikasi bahwa
sisaan mempunyai ragam konstan. Kriteria kesesuaian model dari segi analisis
sidik ragam, kenormalan sisaan dan kehomogenan sisaan terpenuhi, namun
multikolinieritas masih perlu diuji terlebih dahulu.
Model yang dapat digunakan sebagai penduga produksi cabai merah
harus bebas dari multikolinieritas antara peubah bebas dalam model. Parameter
yang digunakan dalam uji multikolinieritas adalah nilai VIF (Variance Inflation

Factors). Nilai VIF lebih besar dari 10 berarti terdapat multikolinieritas pada
model. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 23. Hubungan linier antar
peubah bebas juga diamati berdasarkan nilai koefisien korelasinya. Hubungan
linier yang kuat antar peubah bebas ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang
mendekati satu. Nilai koefisiensi korelasi antar peubah bebas dapat dilihat pada
Lampiran 23.
Tabel 23. Nilai VIF Hasil Uji Multikolinieritas Model Fungsi Produksi
Peubah Koefisien Regresi VIF
Konstanta 0,15070
Tenaga Kerja (Ln X
1
) 0,12849 2,4
Benih (Ln X
2
) 0,08494 1,9
Kapur (Ln X
3
) - 0,03046 1,6
Urea (Ln X
4
) 0,21360 3,9
SP 36 (Ln X
5
) 0,46323 5,1
KCl (Ln X
6
) 0,12576 2,5
Pupuk kandang (Ln X
7
) 0,38984 2,2
Nilai Obat-obatan (Ln X
8
) -0,09007 2,2

Multikolinieritas pada model fungsi produksi berhasil diatasi dengan
modifikasi peubah. Model fungsi produksi bebas dari masalah multikolinieritas
ditunjukkan dengan nilai VIF lebih rendah dari 10. Peubah faktor produksi yang
terdiri dari tenaga kerja, benih, kapur, urea, SP 36, KCl, pupuk kandang, nilai
obat-obatan tidak mempunyai masalah multikolinieritas.
Hasil uji terhadap kenormalan sisaan, uji Anderson-Darling dan analisis
sidik ragam, maka secara statistik model penduga fungsi produksi eksponensial
(Model III) tersebut dapat digunakan sebagai model penduga.

7.2. Analisis Faktor Determinan Produksi dan Skala Usaha

7.2.1. Faktor Determinan Produksi pada Cabang Usahatani Cabai merah di
Lokasi Penelitian.

Fungsi produksi merupakan gambaran hubungan antara masukan-
masukan produksi yang digunakan dengan keluaran produksi yang dihasilkan.
Pengaruh perubahan masukan produksi terhadap keluaran produksi dapat dilihat

dari elastisitas produksi parsial. Elastisitas produksi parsial pada model penduga
fungsi produksi eksponensial merupakan koefisien regresi faktor produksi
tersebut. Faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi cabang usahatani
cabai merah dianalisis dengan pendekatan uji beda nyata elastisitas produksi
(parsial).
Hipotesis awal yang diuji yaitu semua faktor produksi tidak mempunyai
pengaruh pada produksi cabang usahatani cabai merah. Resiko kesalahan
pengujian hipotesis menurut Gujarati (2003) dapat dibedakan menjadi dua tipe
kesalahan. Kesalahan tipe I yaitu hipotesis ditolak padahal hipotesis tersebut
benar, sedangkan kesalahan tipe II yaitu hipotesis tidak ditolak padahal hipotesis
tersebut salah. Kriteria suatu hipotesis dipengaruhi oleh taraf nyata yang
digunakan, umumnya hipotesis diuji pada taraf nyata 1, 5 hingga 10 persen.
Pendekatan lain yang dapat digunakan adalah nilai P (probability value). Nilai P
merupakan tingkat beda nyata terendah dimana hipotesis awal dapat ditolak.
Uji beda nyata koefisien regresi (elastisitas produksi parsial) dilakukan
dengan pendekatan statistik uji t pada taraf nyata 5 persen. Hasil uji tersebut
dapat dilihat pada Tabel 24. Koefisien regresi yang berbeda nyata pada taraf
nyata 5 persen yaitu : tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCL, dan pupuk
kandang. Koefisien regresi kapur dan nilai obat-obatan mempunyai nilai t hitung
lebih rendah dari t tabel pada taraf nyata 5 persen. Hal ini berarti koefisien
regresi faktor-faktor produksi tersebut tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5
persen.
Koefisien regresi yang diperoleh sebagian besar bernilai positif sesuai
dengan yang diharapkan, kecuali nilai obat-obatan dan kapur. Koefisien regresi
nilai obat-obatan bernilai negatif, sehingga tambahan penggunaan masukan
produksi tersebut akan berdampak pada penurunan produksi. Hubungan
tersebut diduga disebabkan karena tingkat penggunaan obat-obatan yang

berlebihan. Fungisida padat (Dithane 45) misalnya yang dianjurkan adalah 0,2-
0,3 persen atau sekitar 2-3 gram per liter air. Dosis yang digunakan petani
adalah 5 gram per liter, sehingga diduga berakibat pada buruk pada tanaman.

Tabel 24. Pengujian Beda Nyata Koefisien Regresi pada Fungsi Produksi
Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa Sukagalih, 2007.
Peubah
Koefisien
regresi
Hipotesis t
hitung
Kesimpulan
Tenaga Kerja (Ln X
1
) 0,12849
H
0
: b
2
= 0
H
1
: b
2
> 0
2,01 Tolak H
0
Benih (Ln X
2
) 0,08494
H
0
: b
3
= 0
H
1
: b
3
> 0
1,95
Tolak H
0

Kapur (Ln X
3
) - 0,03046
H
0
: b
4
= 0
H
1
: b
4
> 0
0,04
Terima H
0

Urea (Ln X
4
) 0,21360
H
0
: b
5
= 0
H
1
: b
5
> 0
2,31
Tolak H
0

SP 36 (Ln X
5
) 0,46323
H
0
: b
6
= 0
H
1
: b
6
> 0
5,68
Tolak H
0

KCl (Ln X
6
) 0,12576
H
0
: b
7
= 0
H
1
: b
7
> 0
2,43
Tolak H
0

Pupuk kandang (Ln X
7
) 0,38984
H
0
: b
8
= 0
H
1
: b
8
> 0
4,31
Tolak H
0

Nilai Obat-obatan (Ln X
8
) -0,09007
H
0
: b
9
= 0
H
1
: b
9
> 0
-2,80
Terima H
0

Keterangan :
t
0,01, (n 9)
= 2,821
t
0,025, (n 9)
= 2,262
t
0,05, (n 9)
= 1,833


Koefisien regresi nilai obat-obatan bernilai negatif, jika dikaitkan dengan
kondisi cabang usahatani dilokasi penelitian, hal ini diduga disebabkan budidaya
cabai merah dilakukan pada musim hujan. Budidaya cabai merah pada musim
hujan relatif rentan terhadap penyakit patek, penyakit tersebut dapat
berkembang pesat pada kelembaban tinggi. Kebutuhan pestisida pada musim
hujan relatif lebih besar, karena intensitas penyemprotan yang tinggi. Pestisida
yang telah disemprotkan dapat tercuci oleh air hujan, oleh karena itu tanaman
harus kembali disemprot setelah hujan.
Faktor produksi yang digunakan mempunyai pengaruh yang berbeda-
beda terhadap produksi cabang usahatani cabai merah. Pengaruh tersebut
dianalisis dengan pendekatan elastisitas produksi masing-masing faktor

produksi. Faktor produksi yang dibahas lebih lanjut adalah faktor-faktor produksi
yang berbeda nyata pada taraf nyata 5 persen. Pengaruh faktor produksi
terhadap produksi cabang usahatani cabai merah dapat diuraikan sebagai
berikut :

1. Tenaga kerja (X
2
)
Tenaga kerja merupakan sumber biaya terbesar pada cabang usahatani
cabai merah di Desa Sukagalih. Hipotesis awal dalam uji t dinyatakan bahwa
ketika semua faktor produksi yang lain dipertahankan tetap (konstan), maka
tenaga kerja tidak mempunyai pengaruh (linier) terhadap produksi cabang
usahatani cabai merah. Hipotesis tersebut diuji pada taraf nyata 5 persen dengan
uji beda nyata satu arah. Nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t tabel
pada taraf nyata 5 persen, sehingga hipotesis awal dapat ditolak. Faktor produksi
tenaga kerja mempunyai pengaruh positif yang nyata, hal ini ditunjukkan dengan
koefisien korelasi sebesar 0,631 (Lampiran 23).
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting pada cabang
usahatani cabai merah di lokasi penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan oleh
proporsi biaya tenaga kerja yang mencapai 56,17 persen dari total biaya.
Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi cabai merah cukup besar. Pengaruh
tersebut ditunjukkan oleh elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,12849.
Elastisitas tersebut relatif lebih rendah dibanding nilai elastisitas pupuk kimia
maupun pupuk kandang.
Produksi tanaman merupakan proses biologis yang tidak dipengaruhi
secara langsung oleh tenaga kerja, tetapi dipengaruhi oleh ketersediaan unsur
hara yang diperlukan tanaman. Hal ini yang diduga menjadi penyebab tenaga
kerja mempunyai pengaruh relatif lebih kecil terhadap produksi cabai merah, jika
dibandingkan dengan pupuk kimia (urea, KCl dan SP 36) dan pupuk kandang.

Elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,12849, berarti jika jumlah tenaga


kerja ditingkatkan sebesar 1 persen sementara semua faktor produksi
dipertahankan konstan, maka produksi akan mengalami peningkatan sebesar
0,12849 persen. Elastisitas produksi (parsial) tersebut sesuai dengan hukum
pengembalian yang berkurang (law of diminishing return), dan menurut teori
produksi maka tenaga kerja sudah digunakan secara rasional.

2. Benih (Ln X
3
)
Hasil uji beda nyata diketahui bahwa nilai t hitung yang diperoleh adalah
1,95 yang berada diluar area penerimaan hipotesis awal (H
0
). Benih mempunyai
pengaruh nyata terhadap produksi cabai merah pada taraf nyata 5 persen.
Kesimpulan yang diperoleh dari uji beda nyata pada taraf nyata 5 persen adalah
benih mempunyai pengaruh positif yang nyata secara statistik.
Benih mempunyai elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,08494 dan
secara statistik siknifikan pada taraf nyata 5 persen. Elastisitas tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa jika jumlah benih ditingkatkan sebesar 1 persen,
sementara faktorfaktor produksi yang lain dipertahankan tetap (konstan), maka
akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 0,08494 persen.
Benih merupakan faktor produksi yang mempunyai pengaruh paling kecil
terhadap produksi cabai merah, ditunjukkan dengan elastisitas produksi (parsial)
tersebut. Benih cabai merah yang digunakan di lokasi penelitian adalah cabai
merah Hibrida TM-999. Varietas tersebut mempunyai pertumbuhan yang sangat
kuat, dan dapat dipanen dalam jangka waktu yang panjang. Varietas tersebut
sebenarnya mampu berproduksi hingga 0,8-1,2 kilogram per tanaman, namun
dilokasi penelitian hanya mencapai 0,44 kilogram per tanaman. Kondisi tersebut
diduga disebabkan oleh kombinasi pupuk yang lebih dominan pada unsur N,
sehingga pertumbuhan generatif tanaman kurang baik.

Elastisitas produksi (parsial) yang bernilai positif tetapi lebih kecil dari satu
(0<Ep<1) berarti benih telah digunakan secara rasional. Faktorfaktor produksi
yang bersifat tidak tetap menurut (Dillon, 1972) harus digunakan pada area
rasional yaitu ketika berlaku hukum pengembalian yang berkurang (0<Ep<1).
Tingkat penggunaan benih sudah sesuai syarat keharusan (0 < b
3
<1) sehingga
efisiensi teknis sudah dicapai.

3. Urea (Ln X
5
)
Hipotesis awal yang diuji yaitu faktor produksi pupuk urea tidak
mempunyai pengaruh pada produksi cabai merah, ketika faktorfaktor produksi
yang lain dipertahankan konstan. Hipotesis tersebut diuji dengan uji satu arah
pada taraf nyata 5 persen pada derajat bebas 21. Hasil uji beda nyata diketahui
bahwa nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari t tabel, sehingga hipotesis
awal dapat ditolak. Hasil uji tersebut dapat diinterpretasikan bahwa pupuk urea
mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata 5 persen.
Pupuk urea mempunyai pengaruh positif terhadap produksi dan secara
statistik nyata pada taraf nyata 5 persen. Pupuk urea mempunyai elastisitas
produksi (parsial) sebesar 0,21360. Elastisitas produksi tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa jika jumlah pupuk urea ditingkatkan sebesar 1 persen,
sementara semua faktor produksi yang lain dipertahankan konstan, maka akan
diperoleh peningkatan produksi sebesar 0,21360 persen.
Pupuk urea mempunyai kandungan utama berupa unsur nitrogen. Unsur
tersebut diperlukan untuk penyusunan klorofil, protein dan lemak. Pertumbuhan
vegetatif yaitu pembentukan daun dan tinggi tanaman, dapat dirangsang dengan
pupuk tersebut. Daun merupakan tempat terjadinya fotosintesis pada tanaman,
proses tersebut berpengaruh terhadap pembentukkan cadangan makanan yang
disimpan dalam buah. Keterkaitan proses biologis dengan pertumbuhan vegetatif

tanaman tersebut, diduga menyebabkan pengaruh pupuk urea cukup besar


terhadap produksi cabai merah.
Pupuk urea telah digunakan secara rasional, kondisi tersebut ditunjukkan
dengan nilai elastisitas produksi (parsial) yang bernilai positif tetapi lebih kecil
dari satu. Tambahan produksi yang diperoleh lebih kecil dari tambahan pupuk
urea yang digunakan, sehingga sesuai dengan hukum pengambalian yang
semakin berkurang. Efisiensi teknis pada penggunaan pupuk urea sudah
dicapai, namun efisiensi harga (allocative efficiency) masih perlu diuji.

4. SP 36 (Ln X
5
)
Pupuk SP 36 mempunyai kandungan fosfor yang diperlukan untuk
memacu pertumbuhan akar, pertumbuhan generatif (pembungaan) dan
pemasakan buah. Pertumbuhan generatif tanaman ditunjukkan dengan
pertumbuhan bunga yang kemudian akan menjadi buah. Karakteristik varietas
cabai merah Hibrida TM-999 yang mempunyai pertumbuhan generatif yang
bagus, sehingga diperlukan ketersediaan unsur fosfor yang memadai.
Pengaruh pupuk SP 36 berdasarkan model penduga fungsi produksi
didekati dengan koefisien regresinya. Hipotesis awal yang diuji yaitu pupuk SP
36 tidak mempunyai pengaruh pada produksi cabai merah, ketika faktorfaktor
produksi yang lain dipertahankan konstan. Pendekatan yang digunakan adalah
uji beda nyata satu arah terhadap elastisitas produksi (parsial) pada taraf nyata 5
persen pada derajat bebas 21. Nilai t hitung yang diperoleh dari uji beda nyata
parameter penduga lebih besar dari nilai t tabel pada taraf nyata 5 persen
dengan derajat bebas 21. Kesimpulan dari uji tersebut adalah hipotesis awal
dapat ditolak, berarti pupuk SP 36 mempunyai pengaruh nyata pada taraf nyata
5 persen terhadap produksi cabai merah.

Elastisitas produksi (parsial) pupuk SP 36 yaitu 0,46323. Elastisitas


bernilai positif (b
6
>0) berarti pupuk SP 36 mempunyai hubungan searah dengan
produksi cabai merah. Peningkatan jumlah pupuk SP 36 sebesar 1 persen
(ceteris paribus), maka akan diikuti oleh peningkatan produksi cabai merah
sebesar 0,46323 persen. Kondisi sebaliknya yaitu terjadi penurunan produksi
sebesar 0,46323 persen jika jumlah pupuk SP 36 dikurangi 1 persen.
Pupuk SP 36 dapat dikatakan mempunyai pengaruh yang paling besar
dibanding peubah pupuk kimia yang lain. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
elastisitas produksi (parsial) yang paling besar dibanding faktor produksi yang
lain. Hubungan kuat antara peubah tersebut dengan produksi cabai merah
karena kandungan pupuk SP 36 sangat diperlukan untuk pertumbuhan generatif.
Pertumbuhan tersebut dapat dipercepat dengan pemberian pupuk SP 36,
sehingga panen dapat dilakukan lebih awal dan dalam jangka waktu yang lebih
panjang.
Faktor produksi pupuk SP 36 sudah digunakan secara rasional jika dilihat
dari nilai elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,46323. Hukum pengembalian
semakin berkurang (diminishing return) berlaku pada setiap unit faktor produksi
pupuk SP 36 yang digunakan. Diminishing return dapat diinterpretasikan bahwa
produksi yang diperoleh selalu lebih kecil dari unit pupuk SP 36 yang digunakan.
Kondisi skala pengembalian tersebut merupakan indikasi bahwa efisiensi teknis
(syarat keharusan) sudah dicapai. Syarat kecukupan yaitu efisiensi harga pada
tingkat penggunaan pupuk Sp 36 dapat diketahui dari analisis efisiensi harga.

5. KCl (Ln X
6
)
Pupuk KCl mempunyai kandungan unsur kalium yang diperlukan
tanaman. Unsur tersebut diperlukan dalam penyusunan protein dan karbohidrat.
Pengerasan bagian tanaman yang berkayu (batang dan cabang), peningkatan

kualitas buah, peningkatan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan


serangan hama penyakit. Tiga hal tersebut merupakan tujuan pupuk KCl
diberikan pada tanaman.
Hipotesis awal yang diuji yaitu faktor produksi pupuk KCl tidak mempunyai
pengaruh pada produksi cabai merah ketika semua faktor produksi yang lain
dipertahankan konstan. Hipotesis tersebut diuji dengan pendekatan uji beda
nyata satu arah terhadap elastisitas produksi (parsial) pada taraf nyata 5 persen
dan derajat bebas 21. Nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t tabel,
sehingga hipotesis awal yang diuji dapat ditolak pada taraf nyata 5 persen.
Interpretasi dari kesimpulan tersebut yaitu pupuk KCl mempunyai pengaruh yang
nyata pada taraf nyata 5 persen.
Pupuk KCl mempunyai pengaruh positif terhadap produksi cabai merah
yang nyata pada taraf nyata 5 persen. Pengaruh pupuk KCl ditunjukkan dengan
elastisitas produksi (parsial) sebesar 0,12576. Elastisitas tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa perubahan sebesar 1 persen pada jumlah pupuk KCl
ketika semua faktor produksi yang lain dipertahankan konstan, maka produksi
cabai merah akan mengalami perubahan sebesar 0,12576 persen dengan arah
yang sama. Peningkatan pada jumlah pupuk KCl yang digunakan akan diikuti
dengan produksi yang mengalami peningkatan.
Tanaman cabai merah mempunyai buah dan daun yang lebat, sehingga
diperlukan batang yang kuat sebagai penopang beban tersebut. Unsur kalium
diperlukan untuk memperkeras bagian tanaman yang berkayu. Kebutuhan unsur
tersebut dipenuhi dari pupuk KCl. Pengaruh pupuk KCl terhadap produksi cabai
merah lebih rendah dibanding pupuk SP 36. Perbedaan tersebut disebabkan
karena pupuk KCl lebih dominan diperlukan untuk memperkuat batang tanaman,
sedangkan pupuk SP 36 lebih dominan pada pembentukkan dan pemasakan
buah.

Tingkat pengembalian yang semakin berkurang berlaku pada setiap unit


pupuk KCL yang digunakan. Produksi yang diperoleh selalu lebih kecil dibanding
unit pupuk KCL yang digunakan. Pupuk KCl sudah digunakan pada daerah
produksi rasional. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan nilai elastisitas produksi
(parsial) bernilai positif tetapi lebih kecil dari satu.

6. Pupuk Kandang (Ln X
8
)
Hipotesis awal yang diuji yaitu faktor produksi pupuk kandang tidak
mempunyai pengaruh pada produksi cabai merah ketika semua faktorfaktor
produksi yang lain dipertahankan konstan. Hipotesis tersebut diuji dengan
pendekatan uji beda nyata satu arah pada taraf nyata 5 persen dan derajat
bebas 21. Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis tersebut adalah nilai t hitung
(4,31) lebih besar dari t tabel (1,72), sehingga hipotesis awal dapat ditolak. Hasil
uji tersebut dapat diinterpretasikan bahwa produksi cabai merah dipengaruhi oleh
pupuk kandang, dan secara statistik hubungan tersebut nyata pada taraf nyata 5
persen.
Pupuk kandang mempunyai pengaruh positif terhadap produksi cabai
merah dan secara statistik nyata pada selang kepercayaan 95 persen.
Hubungan pupuk kandang dan produksi cabai merah adalah positif dan searah,
berarti jika jumlah pupuk kandang ditingkatkan maka produksi cabai merah akan
mengalami peningkatan. Pengaruh pupuk kandang relatif lebih besar
dibandingkan benih, tenaga kerja, pupuk urea dan KCl. Pupuk kandang pada
dasarnya mempunyai kandungan fosfor (P), kalium (K) dan nitrogen (N),
sehingga dapat dikategorikan sebagai pupuk majemuk.
Pupuk kandang mempunyai kandungan nitrogen (N), fosfor (P), kalium
(K) dan beberapa unsur mikro dalam jumlah relatif sedikit. Pupuk kandang
digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti porositas tanah,

struktur tanah dan daya menahan air tanah. Tanah yang paling sesuai untuk
tanaman cabai merah hibirida adalah tanah bertekstur remah, gembur, tidak
terlalu liat, tidak terlalu porus serta kaya bahan organik.
Tekstur tanah yang remah mempunyai tata udara yang baik, sehingga
unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Tanah yang mempunyai
kemampuan menahan air tanah yang tinggi dibutuhkan oleh tanaman cabai
merah hibrida. Pupuk yang diberikan pada tanaman tidak mudah tercuci atau
hilang karena kemampuan menahan air tanah yang baik (Prajnanta, 2002).
Tingkat penggunaan pupuk kandang sudah sesuai dengan ketentuan, sehingga
kandungan unsur hara tanah menjadi lebih baik. Fungsi pupuk kandang dan
tingkat penggunaan yang sesuai ketentuan tersebut, diduga menyebabkan
pupuk tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produksi cabai
merah.
Pupuk kandang digunakan pada area rasional, karena nilai elastisitas
produksi (parsial) yang mempunyai nilai positif tetapi kurang dari satu. Pengaruh
pupuk kandang ditunjukkan dengan elastisitas produksi (parsial) sebesar
0,38984. Elastisitas tersebut dapat diartikan bahwa perubahan sebesar 1 persen
pada pupuk kandang yang digunakan, sementara semua faktor produksi yang
lain dipertahankan konstan, maka akan terjadi perubahan produksi sebesar
0,38984 persen.

7.2.2. Skala Usaha Cabang usahatani Cabai Merah di Lokasi Penelitian.

Skala usaha merupakan ukuran rasio persentase peningkatan keluaran
dibanding persentase peningkatan masukan, jika semua masukan ditingkatkan
secara sebanding (proporsional). Skala usaha (return to scale) merupakan
respon dari produksi terhadap perubahan faktor produksi pada proporsi yang

tetap, sedemikian sehingga terjadi kenaikan produksi sepanjang garis faktor


(Nofialdi, 1997).
Hipotesis penelitian bahwa cabang usahatani mempunyai skala usaha
(RTS) konstan dapat diuji secara statistik. Uji hipotesis dilakukan dengan
pendekatan secara langsung, yaitu dengan menggunakan restriksi (kendala)
pada awal prosedur pendugaan model. Restriksi yang digunakan yaitu b
3
= 1 - b
1
- b
2
- b
4
- b
5
- b
6
- b
7
- b
8
, berdasarkan restriksi tersebut maka paremater penduga
b
3
dapat dieliminasi dari model. Model restriksi secara lengkap disajikan dalam
lampiran 3. Hal yang perlu ditekankan yaitu model tersebut hanya digunakan
pada uji skala usaha. Model III adalah model yang digunakan dalam analisis
produksi cabang usahatani cabai merah.
Pendekatan uji F digunakan sebagai pendekatan uji skala usaha cabang
usahatani cabai merah. Jumlah kuadrat regresi model tanpa restriksi
diperbandingkan dengan model restriksi dalam uji tersebut. Model tanpa restriksi
mempunyai jumlah kuadrat regresi sebesar 1,19512 sedangkan model restriksi
sebesar 2,06757. Hasil pengujian skala usaha (RTS) cabang usahatani cabai
merah dapat dilihat pada Tabel 25. Perhitungan nilai F selengkapnya dapat
disimak pada Lampiran 25.

Tabel 25. Hasil Uji Skala Usaha Cabang Usahatani Cabai Merah di Desa
Sukagalih, 2007.
Model Penduga JKR Hipotesis Nilai F Kesimpulan
Tanpa restriksi 1,19512 Ho : b
i
= 1

H1 : b
i
1
F
hitung
= 14,60*
F
tabel (0,05,m,n-k)
=
4,45
Tolak Ho
Restriksi 2,06757
Keterangan :
*Perhitungan nilai F hitung dapat dilihat pada lampiran 24.
m = jumlah restriksi (kendala) yang digunakan, yaitu 1 parameter penduga (b
3
) yang dieliminasi.
n = jumlah observasi (responden) yang digunakan pada pengdugaan model fungsi produksi.
k = jumlah parameter penduga pada model (b
i
) termasuk konstanta.
n k = 30 9 = 21.

Nilai F hitung pada uji skala usaha lebih besar dari nilai F tabel pada taraf
nyata 5 persen, sehingga hipotesis awal ditolak. Kesimpulan dari uji tersebut
yaitu skala usaha cabang usahatani cabai merah di lokasi penelitian bukan
constan return to scale. Skala usaha yang sesuai mungkin adalah decreasing
return to scale atau increasing return to scale. Skala usaha kemudian didekati
berdasarkan elastisitas produksi.
Elastisitas produksi pada model penduga fungsi produksi merupakan
hasil penjumlahan seluruh koefisien regresi (elastisitas produksi parsial).
Elastisitas produksi yang dimaksud merupakan penjumlahan dari koefisien
regresi peubah tenaga kerja, benih, kapur, urea, SP 36, KCl, pupuk kandang,
dan nilai obat-obatan. Hasil penjumlahan beberapa koefisien regresi tersebut
diketahui sebesar 1,28533. Elastisitas produksi lebih besar dari satu, sehingga
dapat disimpulkan bahwa cabang usahatani cabai merah mempunyai skala
usaha meningkat (increasing return to scale).
Skala usaha meningkat (Increasing return to scale) dapat diartikan jika
seluruh faktor produksi ditingkatkan dengan proporsi (K) yang sama, maka akan
diperoleh produksi yang mengalami peningkatan dengan proporsi yang lebih
besar sejumlah nilai elastisitas produksi dikalikan K. Elasisitas produksi tersebut
berarti jika seluruh faktor produksi ditingkatkan sebesar 1 persen maka akan
diperoleh tambahan produksi sebesar 1,28533 persen.
Cabang usahatani cabai merah berada pada skala usaha yang
meningkat (increasing return to scale) sehingga masih menguntungkan jika skala
usaha akan ditingkatkan. Efisiensi penggunaan faktor produksi pada tahap IRTS
mengalami peningkatan. Efisiensi tersebut digambarkan dengan nilai produk
rata-rata yang terus mengalami peningkatan. Keputusan produksi pada skala
pengembalian meningkat (increasing return to scale) merupakan tindakan yang
tidak rasional jika dilihat dari teori produksi klasik.

7.3. Analisis Tingkat Penggunaan Faktor-Faktor Produksi.


Produksi cabang usahatani cabai merah pada tahap IRTS, berarti kondisi
optimal belum dicapai. Kondisi optimal (keuntungan maksimum) menurut
Suhendar (1989), hanya dapat dicapai ketika nilai elastisitas produksinya lebih
kecil dari 1 (bi < 1). Keuntungan maksimum dicapai jika tingkat penggunaan
faktor-faktor produksi sudah optimum. Tingkat optimum penggunaan faktor-faktor
produksi di lokasi penelitian didekati melalui efisiensi harga.
Analisis tingkat penggunaan faktor-faktor produksi ini, hanya
dihubungkan dengan kegiatan produksi cabang usahatani cabai merah, pada
periode tanam April Desember 2007. Analisis tersebut dilakukan terhadap
faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh nyata dalam produksi cabai
merah. Faktorfaktor produksi yang dimaksud yaitu tenaga kerja (X
1
), benih (X
2
),
pupuk urea (X
4
), pupuk SP 36 (X
5
), pupuk KCl (X
6
), dan pupuk kandang (X
7
).
Tingkat penggunaan faktorfaktor produksi optimum adalah tingkat penggunaan
faktor produksi yang memaksimumkan keuntungan. Alokasi optimum faktor
produksi pada dasarnya dapat dianalisis melalui pengujian kesamaan antara nilai
elastisitas produksi (parsial) dengan pangsa biaya masukan yang bersangkutan
terhadap penerimaan (PS
i
). Tingkat penggunaan faktor produksi yang
memaksimumkan keuntungan diperoleh jika elastisitas produksi (parsial) sama
dengan besar pangsa biaya terhadap penerimaan.
Kesamaan elastisitas produksi parsial setiap faktor produksi dengan
pangsa harga (persamaan 41) diuji dengan pendekatan uji beda nyata dua arah.
Hipotesis awal yang diuji yaitu elastisitas produksi (parsial) sama dengan pangsa
biaya korbanan terhadap nilai produksi untuk faktor produksi X
i
. Tingkat
penggunaan faktorfaktor produksi pada cabang usahatani cabai merah sudah
optimum (keuntungan maksimum dicapai) jika hipotesis tersebut diterima. Hasil
uji terhadap tersebut dapat dilihat pada Tabel 28.

Hasil uji pada Tabel 26 berarti bahwa secara umum tingkat penggunaan
faktor produksi belum optimum, kecuali benih. Kondisi tersebut dapat terjadi
karena dua kemungkinan. Pertama, penggunaan faktor produksi terlalu rendah
sehingga nilai produk marjinal lebih besar dibanding harga faktor produksi
tersebut. Kondisi tersebut berarti setiap tambahan faktor produksi masih akan
meningkatkan penerimaan total. Kemungkinan yang kedua yaitu faktor produksi
digunakan dalam jumlah berlebihan, sehingga nilai produk marjinal lebih rendah
dibanding harga faktor produksi tersebut.

Tabel 26. Uji Kesamaan Elastisitas Produksi (Parsial) dengan Rasio Biaya
Korbanan terhadap Nilai Produksi.
Faktor Produksi Hipotesis PS |Thit| Kesimpulan
Tenaga Kerja (Ln X
2
)
H
o
: b
2
= PS
2

H
1
: b
2
PS
2

0,4792 6,07 Tolak H
0

Benih (Ln X
3
)
H
o
: b
3
= PS
3

H
1
: b
3
PS
3

0,0179 1,56 Terima H
0
Urea (Ln X
5
)
H
o
: b
5
= PS
5

H
1
: b
5
PS
5
0,0044 2,12 Tolak H
0
SP 36 (Ln X
6
)
H
o
: b
6
= PS
6
H
1
: b
6
PS
6
0,0043 5,55 Tolak H
0

KCl (Ln X
7
)
H
o
: b
7
= PS
7
H
1
: b
7
PS
7
0,0041 2,27 Tolak H
0

Pupuk kandang (Ln X
8
)
H
o
: b
8
= PS
8
H
1
: b
8
PS
8

0,0612 4,03 Tolak H
0

Keterangan :
t
(0,025, 20)
= 2,086
PS
i
= Pangsa biaya korbanan marjinal terhadap nilai produk marjinal faktor produksi ke-i

Yi PYi
Xi PXi
PSi

=


Kemungkinan penyebab alokasi tenaga kerja, urea, SP 36, KCL dan
pupuk kandang tidak optimum ditelusuri berdasarkan nisbah NPM terhadap
BKM. Tingkat penggunaan faktor produksi optimum ditunjukkan dengan nisbah
sebesar satu. Hasil analisis rasio nilai produk marjinal terhadap biaya korbanan
marjinal dapat dilihat pada Tabel 27.

Berdasarkan Tabel 27 dapat dilihat bahwa rasio nilai produk marjinal dan
biaya korbanan marjinal tidak sama dengan satu. Hal ini merupakan indikasi
ahwa alokasi faktor produksi cabang usahatani cabai merah dilokasi penelitian
masih belum efisien.

Tabel 27. Rasio Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal Cabang
Usahatani Cabai merah di Desa Sukagalih, 2007.
Faktor Produksi
Per Hektar
Ratarata
Geometrik
Elastisitas
Produksi
NPM BKM
BKM
NPM

Tenaga Kerja (Ln X
1
) 813,02 0,12849 10 725,83 40 000,00 0,268
Urea (Ln X
4
) 207,47 0,21360 69 874,68 1 446,67 48,300
SP 36 (Ln X
5
) 147,66 0,46323 212 916,28 1 980,00 107,533
KCl (Ln X
6
) 133,62 0,12576 63 874,33 2 063,33 30,957
Pupuk kandang (Ln X
7
) 24910,30 0,38984 1 062,11 166,67 6,373
Keterangan :
Y rata-rata geometrik = 9.713,72 Kg
Py rata-rata geometrik = Rp 6 986,81/kg


Berdasarkan Tabel 26 dan 27 dapat diuraikan beberapa hal sebagai
berikut :
Faktor produksi tenaga kerja mempunyai nilai produksi marjinal sebesar
Rp 10 725, 83, nilai tersebut merupakan tambahan penerimaan yang akan
diperoleh petani untuk setiap tambahan 1 HKP tenaga kerja yang digunakan.
Nilai marjinal produk tersebut secara ekonomis tidak menguntungkan karena
biaya korbanan yang dikeluarkan lebih besar. Rasio NPM : BKM sebesar 0,268
berarti setiap Rp 1,00 biaya tenaga kerja yang dikeluarkan, maka tambahan
penerimaan yang diperoleh petani hanya Rp 0,268. Rasio tersebut merupakan
indikasi penggunaan tenaga kerja telah melebihi ketentuan optimum.
Kondisi tersebut diduga disebabkan karena sebagian besar responden
(56,67 persen) merupakan petani yang baru membuka lahan pertanian baru.
Kondisi lahan tersebut dipenuhi dengan rumput dan semak, sehingga diperlukan
tenaga kerja yang cukup besar untuk proses pembukaan dan pengolahan lahan.
Kebutuhan tenaga kerja terbesar adalah pada kegiatan panen. Panen biasanya

harus diselesaikan pada pagi hari, agar hasil panen dapat langsung dijual ke
pasar atau ke pedagang pengumpul.
Intensitas panen yang dilakukan sekali dalam seminggu, sehingga jumlah
cabai merah yang siap panen relatif lebih banyak. Kondisi tersebut berakibat
pada kebutuhan (jumlah) tenaga kerja yang relatif lebih besar. Upaya efisiensi
dapat dilakukan dengan intensitas panen yang lebih sering, dan dilakukan pada
pagi dan sore hari. Kebutuhan tenaga kerja diharapkan dapat ditekan melalui
upaya tersebut, sehingga dapat dipenuhi dari keluarga petani saja. Panen cabai
merah dapat dilakukan pada pagi dan sore hari, menurut Prajnanta (2002) panen
dapat dilakukan 3 hari sekali.
Pupuk urea mempunyai nilai produk marjinal sebesar Rp 69 874, 68,
tambahan penerimaan tersebut diperoleh dari setiap 1 kilogram tambahan pupuk
urea yang dikeluarkan. Rasio nilai NPM : BKM pupuk urea adalah 48,300,
sehingga tingkat keuntungan yang lebih besar masih berpeluang diperoleh
melalui penambahan jumlah pupuk urea. Tambahan penerimaan yang akan
diperoleh jauh lebih besar dari biaya korbanan yang dikeluarkan. Biaya korbanan
pupuk urea adalah Rp 1 446,67 sedangkan tambahan penerimaan yang
dihasilkan 48,300 kali lebih besar yaitu Rp 69 874, 68.
Tingkat penggunaan pupuk urea dilokasi penelitian adalah sebesar
207,47 kilogram per hektar, angka tersebut relatif lebih rendah dibanding dosis
yang dianjurkan yaitu 250 kilogram per hektar. Dosis pupuk sebenarnya masih
dapat ditingkatkan, mengingat tambahan produksi sebesar 0,2 persen dapat
diperoleh dari setiap persen tambahan pupuk urea.
Tambahan penerimaan yang dihasilkan dari setiap kilogram pupuk KCl
adalah Rp 63 874, 33. Tambahan penerimaan tersebut 30, 957 kali lebih besar
dibanding biaya korbanan yang dikeluarkan yaitu Rp 2 063,33 per kilogram
pupuk KCl. Rasio NPM yang lebih besar dibanding BKM merupakan indikasi

bahwa efisiensi harga belum dicapai. Jumlah pupuk KCl yang digunakan dapat
ditambah sehingga efisiensi harga tercapai.
Rasio NPM terhadap BKM pupuk KCl lebih besar dari 1 merupakan
indikasi jumlah pupuk masih dapat ditinkatkan. Dosis pupuk KCl sebesar 133,62
kilogram per hektar. Dosis tersebut sebenarnya masih lebih rendah dibanding
ketentuan yang dianjurkan yaitu 400 kilogram per hektar (Prajnanta,2002). Dosis
pupuk KCl secara teknis masih dapat ditingkatkan, karena dosis yang digunakan
jauh lebih rendah dari ketentuan. Tambahan pupuk KCl secara ekonomis juga
masih menguntungkan petani, karena manfaat yang diperoleh lebih besar dari
biaya tambahan yang dikeluarkan.
Tingkat penggunaan pupuk SP 36 belum sesuai dengan kriteria efisiensi
harga (allocative efficiency). Tambahan penerimaan yang diperoleh dari setiap
kilogram pupuk SP 36 sebesar Rp 212 916, 28. Nilai produk marjinal tersebut
hampir 107,533 kali lebih besar dari biaya korbanan marjinalnya. Porsi NPM
yang lebih besar dari BKM merupakan indikasi bahwa jumlah pupuk SP 36 yang
digunakan masih dapat ditingkatkan. Biaya korbanan marjinal merupakan harga
pupuk SP 36 per kilogram yaitu Rp 1 980,00.
Rasio NPM terhadap BKM sebesar 6,373 merupakan indikasi bahwa
efisiensi harga belum dicapai. Rasio tersebut merupakan indikasi bahwa jumlah
pupuk kandang yang digunakan relatif lebih rendah dibanding tingkat
optimumnya. Tingkat penggunaan pupuk kandang masih dapat ditingkatkan,
karena secara ekonomis juga masih menguntungkan. Penerimaan marjinal
sebesar Rp 1 062, 11 diperoleh dari setiap tambahan 1 kilogram pupuk kandang.
Jumlah rata-rata pupuk kandang yang digunakan adalah 24.910,30
kilogram per hektar, sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Dosis pupuk kandang
yan g dianjurkan adalah 1827 ton per hektar, sehingga dosis yang digunakan
saat ini masih dapat ditingkatkan. Penambahan jumlah pupuk kandang secara

teknis masih menguntungkan, karena tambahan produksi sebesar 0,39 persen


berpeluang diperoleh dari setiap persen tambahan pupuk kandang.
Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam cabang usahatani cabai
merah secara umum belum sesuai dengan kriteria efisiensi harga (allocative
efficiency). Tingkat penggunaan faktor produksi harus disesuaikan dengan
imbangan antara penerimaan marjinal dan biaya marjinalnya. Kondisi efisiensi
harga dicapai ketika tambahan penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya
tambahan yang dikeluarkan.

7.4. Analisis Pengaruh Perubahan Harga Output terhadap Tingkat
Optimum Penggunaan Faktor-Faktor Produksi.

Tingkat optimum penggunaan faktor produksi ditentukan berdasarkan
rasio NPM terhadap BKM. Tiga hal yang berpengaruh pada rasio tersebut yaitu
produk marjinal, harga output dan input. Cabai merah mempunyai harga yang
cenderung berfluktuasi. Analisis pengaruh perubahan harga dilakukan
berdasarkan tingkat fluktuasi tertinggi dalam kurun tahun 1999-2005. Fluktuasi
harga tertinggi terjadi pada tahun 2002, yaitu sebesar 22,23 persen dari harga
rata-rata.
Harga rata-rata cabai merah pada waktu penelitian adalah Rp 6 986, 81
per kilogram. Kisaran harga kemudian ditentukan berdasarkan tingkat fluktuasi
sebesar 22,23 persen. Harga tertinggi adalah sebesar Rp 8 539, 97 per kilogram
sedangkan harga paling rendah sebesar Rp 5 433, 64 per kilogram. Kisaran
harga tersebut selanjutnya digunakan pada analisis pengaruh perubahan harga.
Pengaruh peningkatan harga terhadap tingkat optimum penggunaan faktor
produksi disajikan dalam Tabel 28.
Perubahan rasio NPM terhadap BKM pada Tabel 28 didasarkan pada
peningkatan harga cabai merah, sedangkan harga faktor-faktor produksi dan
produk marjinal diasumsikan tidak berubah. Rasio NPM : BKM cenderung

mengalami peningkatan, karena harga cabai merah menjadi lebih mahal.


Peningkatan harga output hanya berpengaruh pada peningkatan nilai marjinal
produk saja. Nilai produk marjinal menjadi lebih tinggi, sedangkan biaya
korbanan marjinalnya tidak berubah. Kondisi tersebut yang menyebabkan rasio
NPM : BKM menjadi lebih tinggi.
Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu akan semakin
mendekati satu, akibat peningkatan harga cabai merah. Kondisi sebaliknya jika
rasio tersebut semula sudah diatas satu, maka rasio tersebut semakin jauh lebih
besar dari satu. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 28 sebagai berikut.

Tabel 28. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Peningkatan Harga Cabai
Merah Sebesar 22,23 Persen, 2007.
Faktor Produksi b
i
Pangsa Biaya Input
terhadap Output*
Rasio NPM : BKM
Aktual**
Perubahan***
Aktual**
Perubahan***
Tenaga Kerja (Ln X
1
) 0,12849 0,4792 0,3920 0,268 0,328
Urea (Ln X
4
) 0,21360 0,0044 0,0036 48,300 59,042
SP 36 (Ln X
5
) 0,46323 0,0043 0,0035 107,533 131,449
KCl (Ln X
6
) 0,12576 0,0041 0,0033 30,957 37,842
Pupuk kandang (Ln X
7
) 0,38984 0,0612 0,0500 6,373 7,790
Keterangan :
* pangsa harga faktor produksi ke-i
Yi PYi
Xi PXi
PSi

=
** berdasarkan harga cabai merah sebesar Rp 6 986, 81 per kilogram.
*** berdasarkan harga cabai merah sebesar Rp 8 539, 97 per kilogram.

Perubahan harga cabai merah mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap tingkat optimum penggunaan faktor produksi. Faktor produksi yang
digunakan secara berlebihan, akan semakin mendekati titik optimum karena
terjadi peningkatan harga. Kondisi tersebut dapat dilihat pada rasio NPM : BKM
tenaga kerja. Rasio NPK : BKM tenaga kerja semakin mendekati satu, sehingga
semakin mendekati tingkat optimum. Hal ini menjadi indikasi bahwa jumlah
tenaga kerja yang harus dikurangi, relatif lebih sedikit dibanding kondisi aktual.
Kondisi sebaliknya terjadi pada pupuk kimia (urea, SP 36 dan KCl) dan pupuk

kandang. Pupuk kimia dan pupuk kandang harus ditingkatkan dalam jumlah yang
lebih besar dibanding kondisi aktual. Hal ini disebabkan oleh rasio NPM : BKM
semakin besar, pasca peningkatan harga cabai merah sebesar 22,23 persen.
Perubahan rasio NPM : BKM yang disebabkan perurunan harga cabai
merah sebesar 22,23 persen disajikan dalam Tabel 29. Pangsa biaya masukan
terhadap keluaran produksi cenderung lebih tinggi, jika dibandingkan dengan
kondisi sebelum terjadi penurunan harga cabai merah. Rasio NPM : BKM
cenderung semakin kecil akibat penurunan harga cabai merah.

Tabel 29. Perubahan Rasio NPM : BKM akibat Penurunan Harga Cabai
Merah sebesar 22,23 Persen, 2007.
Faktor Produksi b
i
Pangsa Biaya Input
terhadap Output*
Rasio NPM : BKM
Aktual** Perubahan*** Aktual** Perubahan***
Tenaga Kerja (Ln X
1
) 0,12849 0,4792 0,6162 0,268 0,209
Urea (Ln X
4
) 0,21360 0,0044 0,0057 48,300 37,558
SP 36 (Ln X
5
) 0,46323 0,0043 0,0055 107,533 83,618
KCl (Ln X
6
) 0,12576 0,0041 0,0052 30,957 24,072
Pupuk kandang (Ln X
7
) 0,38984 0,0612
0,0787
6,373 4,955
Keterangan :
* pangsa harga faktor produksi ke-i
Yi PYi
Xi PXi
PSi

=
** berdasarkan harga cabai merah sebesar Rp 6 986, 81 per kilogram.
*** berdasarkan harga cabai merah sebesar Rp 5 433, 64 per kilogram.


Rasio NPM : BKM yang semula lebih rendah dari satu akan semakin
kecil akibat penurunan harga cabai merah. Kondisi tersebut terjadi pada tenaga
kerja, rasio NPM : BKM semakin kecil sehingga jumlah tenaga kerja yang harus
dikurangi semakin besar. Hal ini merupakan indikasi bahwa tingkat penggunaan
tenaga kerja semakin jauh dari titik optimum karena penurunan harga cabai
merah. Rasio NPM : BKM yang lebih besar dari satu akan semakin kecil akibat
penurunan harga, sehingga relatif lebih mendekati titik optimum. Pupuk kimia
dan pupuk kandang dapat dikatakan semakin mendekati tingkat optimum setelah
terjadi penurunan harga cabai merah.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN




VIII. Kesimpulan
Kesimpulan dari analisis pendapatan dan produksi cabang usahatani
cabai merah sebagai berikut :
1. Pendapatan kerja petani sebesar Rp 4 597 870, 97, dan pendapatan
keluarga petani sebesar Rp 7 278 902, 09 diperoleh dari lahan cabang
usahatani cabai merah seluas 2.080 meter persegi. Rasio penerimaan
dengan pengeluaran berdasarkan biaya tunai dan total, masing-masing
sebesar 2,59 dan 1,59. Ukuran rasio tersebut merupakan indikator bahwa
cabang usahatani cabai merah sudah menguntungkan bagi petani.
2. Faktor yang berpengaruh terhadap produksi cabang usahatani cabai merah
yaitu tenaga kerja, benih, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk kandang.
Elastisitas produksi sebesar 1,28533, berarti cabang usahatani tersebut
berada pada skala meningkat (increasing return to scale). Skala tersebut
dapat diinterpretasikan jika tingkat penggunaan semua faktor produksi
digandakan secara proporsional, maka akan diperoleh peningkatan hasil
yang lebih besar dari tingkat penggandaan faktor produksi.
3. Tingkat penggunaan tenaga kerja, pupuk urea, SP 36, KCl dan pupuk
kandang belum optimum atau dapat dikatakan bahwa efisiensi harga belum
dicapai. Kondisi tersebut tidak berubah meskipun terjadi fluktuasi harga
hingga 22,23 persen dari harga rata-rata.

8.2. Saran

Keuntungan maksimum pada cabang usahatani cabai merah di lokasi
penelitian belum dicapai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keuntungan
maksimum dapat dicapai dengan tingkat penggunaan faktor produksi yang

optimum, meskipun diakui bahwa tingkat optimum tersebut hanya berlaku pada
tingkat harga rata-rata tertentu.
Penelitian ini memiliki keterbatasan karena tidak berhasil memberikan
informasi tentang berapa besar perubahan pada tingkat penggunaan faktor
produksi, sehingga dicapai tingkat keuntungan maksimum. Keterbatasan
tersebut menjadi dasar bahwa masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
tingkat penggunaan faktor produksi yang optimum.
Saran yang dapat diajukan antara lain peningkatan jumlah pupuk kimia
maupun pupuk kandang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang digunakan
dikurangi, sehingga diharapkan terjadi tingkat penggunaan input produksi yang
efisien. Tingkat penggunaan input yang efisien diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas tanaman cabai merah.














DAFTAR PUSTAKA


Ali. Mubarik (Ed). 2000. Dynamics Of Vegetable Production, Distribution And
Cosumption In Asia. Asian Vegetable Research And Development
Center.

Astuti. A, Widodo. S. dan Masyhuri. 1994. Analisis Resiko dan Perilaku Petani
Bawang Putih di Kabupaten Bantul. Agro Ekonomi. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2006. Harga Konsumen Barang dan Jasa di 20
Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat 2005. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Hortikultura Tahun 2005, Angka Tetap.
Badan Pusat Statistik, Jakarta.

__________________. 2006. Statistik Pertanian 2006. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.

__________________. 2006. Kota Bogor dalam Angka 2006. Badan Pusat
Statistik, Bogor.

__________________. 2007. Kabupaten Bogor dalam Angka 2007. Badan
Pusat Statistik, Bogor.

Buse, Rueben C and Bromley, Daniel W. 1975. Apllied Economics : Resource
Allocation in Rural America. Iowa State University Press. Ames.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2007. Monografi Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2006. Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor

__________________________________________. 2007. Laporan Tahunan
2006. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.

__________________________________________. 2007. Analisa Usaha Tani
Pertanian Tahun 2006. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bogor. Bogor

Direktorat Jendral Hortikultura. 2006. Analisis Rumahtangga Usaha Tanaman
Hortikultura. Direktorat Jendral Hortikultura. Jakarta.

Doll, John P and Orazem, Frank. 1984. Production Economics Theory with
applications. Grid Inc. Ohio

Fleisher, Beverly. 1990. Agricultural Risk Management. Lynne Rienner
Publishers. London.

Gumbira-Said, E. dan Harizt Intan, A. 2004. Manajemen Agribisnis. Ghalia


Indonesia. Jakarta.

Gujarati, Damodar N. 1988. Basic Econometrics. Second Edition. McGraw-Hill
Book Company. New York.

_________________. 2003. Basic Econometrics. Third Edition. McGraw-Hill
Book Company. New York.

Hanafi, Mamduh M. 2006. Manajemen Risiko. Unit Penerbit dan Percetakan
Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta.

Hars. Stephen B, Connor. Larry J. and Schwab. Gerald D. 1981. Managing The
Farm Business. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

Heady, Earl O and Dillon, Jhon L. 1961. Agricultural Production Fungtions. Iowa
State University Press. Ames. Iowa.

Heady, Earl O and Hopkins, John A.1955. Frm Records and Accounting. The
Iowa State College Press. Ames. Iowa. U. S. A.

Hutabarat. B. 1987. Rice Farmers Risk Attitude : An Analisys Of Production
Risk In Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Agro Ekonomi
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.

Irawan, Bambang dan Hutabarat, Budiman. 1991. Analisis Efisiensi Penggunaan
Masukan dan Ekonomi Skala Usaha pada Usahatani Tebu di Jawa
Timur. Jurnal Agro Ekonomi vol. 10, No 1 dan 2, Oktober. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Irawati, Ira Novita. 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-
faktor Produksi Usahatani Padi Program PTT dan Non-Program PTT.
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kay. Ronald D, et. al. 2004. Farm Management . Mcgraw-Hill. New York.

Lukitasari. Dyah. 2003 Analisis Manajemen Resiko Terhadap Peningkatan
Budidaya Jamur Tiram Putih. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Mandaka, Syafrudin dan Hutagaol, M, Parulian. 2005. Analisis Fungsi
Keuntungan, Efisiensi Ekonomi dan Kemungkinan Skema Kredit bagi
Pengembangan Skala Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di
Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi Vol.23 No. 2,
Oktober 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Bogor.

Maya, Dede.. 2006. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan
Pendapatan Usahatani Salak Bongkok. Skripsi. Program Ekstensi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor

McCormick, Robert E. 1993. Managerial Economics. Prentice Hall, Inc.


senglewood Cliffs. Ney Jersey.

Murbayanto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Murjoko. 2004. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan
Pendapatan Usahatani Ayam Ras Pedaging. Departemen Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Mursito, Danan. 1999. Analsis Resiko pada Usaha Pemasaran Buah Lokal dan
Buah Impor di Tingkat Pengecer Kotamadya Bogor. Skripsi. Jurusan
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Usman, Hardius. 2006. Pendekatan Populer dan
Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Nasution, Yunita Hafni. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran
Salak Sidimpuan. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nofialdi, H. 1997. Efisiensi, Skala Produksi dan Resiko Usaha Peternakan
Rakyat dan Kecil Ayam Ras Petelur di Kabupaten 50 Kota Sumatera
Barat. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nuriman. 2001. Analisis Perbandingan Efisiensi Produksi dan Pendapatan
Usahatani Tomat antara Petani Gapoktan dan Non Gapoktan. Skripsi.
Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Nurliah, Elly. 2002. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Cabai Merah
Keriting. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Nurmalita, Dyah. 1998. Analisis Pendapatan dan Tingkat Resiko Usaha pada
Sayuran Lokal dan Non Lokal. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Purba, Hendri Metro. 2005. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Cabang Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Karawang.
Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2007. Buletin Bulanan Indikator Makro
Sektor Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Jakarta.

____________________________________. Buletin Agribisnis Bulan : Juni
2007. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Jakarta.

Pindyck, Robert S and Rubinfeld, Daniel L. 1983. econometric Models and
Economic Forecast. Mcgraw-Hill Book Company Japan, Ltd. Tokyo.

Rae. Allan N. 1994. Agricultural Management Economics.CAB International.


Wallingford. United Kingdom.

Retmawati, Latika. 2005. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi
Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang. Skripsi. Depertemen Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Instutut Pertanian Bogor. Bogor.

Roumasset et. al. 1979. Risk, Uncertainty and Agricultural Development.
Agricultural Development Council. Newyork.

Rubtzky, Vincent E and Yamaguchi, Mas. 1999. Sayuran Dunia : Prinsip,
Produksi dan Gizi, jilid 3. Penerbit ITB. Bandung.

Rusjdi, Aos R. 1986. analisis Usaha Peternakan Ayam Pedaging pada Peternak
Bimas dan Non Bimas di Kabupaten Sukabumi. Kumpulan Makalah
Seminar Kelompok Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Santika, Adhi. 2001. Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Saragih, Bilmar. 2001. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah. Skripsi.
Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Simatupang, Pantjar. 1988. Penentuan Skala Usaha dengan Fungsi Keuntungan
: Landasan Teoritis dengan contoh Fungsi Produksi Cobb-Douglas dan
Translog. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 7, No. 1, Mei 1988. Pusat Penelitian
Agro Ekonomi. Bogor.

Snodgrass, Milton M and Wallace, Luther T. 1964. Agriculture Economics and
Growth. Meredith Publishing Company. New York.

Soeharjo, A dan Patong, Dahlan. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani.
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial-Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi, et. al. 1984. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan
Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

______________. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian ; Teori dan Aplikasi.
PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

______________. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan
Analisis fungsi Cobb-douglas. Rajawali Pers. Jakarta.

Stone, John A. 1968. Accounting for Management in Agriculture. Angus and
Robertson Ltd. Sydney. Australia.


Suhendar, Endang. 1989. Alokasi Efisiensi Usahatani Padigogo di Wilayah Aliran
Sungai Citanduy (Kasus Kecamatan Cibeureum Kabupaten
Tasikmalaya). Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Sukiyono, Ketut. 2003. Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Teknik Usahatani Cabai
Merah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal
Agro Ekonomi Vol. 23 No. 2, Oktober 2005.Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Sulistiyawati. 2005. Analisis Pendapatan dan Risiko Diversifikasi Usaha Tani
Sayur-sayuran pada Perusahaan Pacet Segar, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Susanto, Harry. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor
Produksi Usahatani Padi Gogo secara Tumpangsari dengan Jagung di
Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Depertemen
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Susila, Wayan R. 1999. Penggunaan Pemrograman Risiko Kuadratik dalam
Pengembangan suatu Pola Usahatani. Mimbar Sosek. Jurnal Sosial
Ekonomi Pertanian Volume 12 No. 1 April 1999. Jurusan Ilmu-ilmu sosial
Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Turner, Jonathan and Taylor, Martin. 1998. Applied Farm Management.
Blackwell Science Ltd. London.

Vidiyanti, Anita. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-
faktor Produksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah. Departemen Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widjaja, Kartika. 1991. Analisis Ekonomi Usahatani Keluarga pada Koperasi
Peternak Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Pangalengan Jawa Barat,
Indonesia. Laporan Penelitian. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan.
Fakultas Peternakaan. Institut Pertanian Bogor.

Wyllie, James.1955. Farm Management. Farmer and Stock-breeder Publications
Ltd. London.













LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Harga Cabai Merah Ditingkat Petani di Jawa Barat (Rp/100kg)


Bulan
Tahun
1999 2000 2001 2002 2004 2005
1 793 548,16 426 252,39 634 752,27 1 099 030,60 608 610,76 586 833,31
2 1 032 644,22 579 149,12 642 115,40 1 282 788,52 676 686,27 532 807,00
3 951 788,17 704 824,48 655 535,61 1 217 109,75 546 333,33 512 576,28
4 902 200,01 700 806,98 667 073,04 1 242 060,50 619 090,91 500 631,59
5 768 674,41 818 402,40 786 212,28 1 266 529,09 615 416,67 433 290,31
6 660 291,32 715 856,58 865 855,59 1 103 780,10 649 687,50 480 915,25
7 529 421,58 708 912,77 1 013 224,21 1 135 458,59 760 816,33 656 509,06
8 349 312,36 654 326,48 931 457,01 1 181 444,66 739 416,67 709 021,50
9 295 657,98 616 964,44 903 327,01 1 313 766,47 600 000,00 654 869,56
10 298 200,64 630 846,14 977 219,16 1 314 817,48 550 313,73 1 222 675,00
11 324 979,05 677 402,59 1 071 813,98 1 811 818,49 526 620,00 989 875,00
12 350 392,42 672 051,11 1 125 940,58 2 070 364,98 509 716,98 937 236,81
Rata-rata 604 759,19 658 816,29 856 210,51 1 336 580,77 616 892,43 684 770,06
Stdev 279 774,09 94 685,34 176 412,28 297 173,98 79 649,83 242 991,20
Sumber : Statistik Harga Produsen Tanaman Pangan dan Perkebunan Rakyat, 1996-2000, 1998-
2002 dan 2002-2005.


















Lampiran 2. Penurunan Fungsi Produksi Untuk Pendugaan Return To Scale

+
+
+
+
+
+
+
><
+ + + + + + + ><
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
8
X
b8
8
b8X
8
X
8
b
8
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
7
X
b7
7
b7X
7
X
8
b
8
X 7
b
7
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
6
X
b6
6
b6X
6
X
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
5
X
b5
5
b5X
5
X
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
4
X
b4
4
b4X
4
X
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
3
X
b3
3
b3X
3
X
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 1
b
1
X a
2
X
b2
2
b2X
2
X
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X a
1
X
b1
1
b1X
1
X Y
8
dX
dY
8
X
7
dX
dY
7
X
6
dX
dY
6
X
5
dX
dY
5
X
4
dX
dY
4
X
3
dX
dY
3
X
2
dX
dY
2
X
1
dX
dY
1
X Y

Lampiran 2. Lanjutan

( )
( )
( )
8
b
7
b
6
b
5
b
4
b
3
b
2
b
1
b
8
b
7
b
6
b
5
b
4
b
3
b
2
b
1
b
Y
Y
Y
8
b
7
b
6
b
5
b
4
b
3
b
2
b
1
b Y
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
9
b
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
8
b
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
7
b
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
6
b
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
5
b
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
4
b
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X 1
b
1
X a
3
b
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X
b2
2
X 1
b
1
X a
2
b
8
b
8
X 7
b
7
X 6
b
6
X 5
b
5
X 4
b
4
X 3
b
3
X 2
b
2
X
b1
1
aX
1
b Y
+ + + + + + + ><
+ + + + + + + ><
+ + + + + + + ><
+
+
+
+
+
+
+
+ ><

Lampiran 3. Penurunan Model Penduga Fungsi Produksi dengan Restriksi



( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( )
u
3
X
8
X
ln
8
b
3
X
7
X
ln
7
b
3
X
6
X
ln
6
b
3
X
5
X
ln
5
b
3
X
4
X
ln
4
b
3
X
2
X
ln
2
b
3
X
1
X
ln
1
b a ln
3
X
Y
ln
u
3
lnX
8
lnX
8
b
3
lnX
7
lnX
7
b
3
lnX
6
lnX
6
b
3
lnX
5
lnX
5
b
3
lnX
4
lnX
4
b
3
lnX
2
lnX
2
b
3
lnX
1
lnX
1
b a ln
3
lnX lnY
u
8
lnX
8
b
7
lnX
7
b
6
lnX
6
b
5
lnX
5
b
4
lnX
4
b
3
lnX )
8
b
7
b
6
b
5
b
4
b
2
b
1
b - (1
2
lnX
2
b
1
lnX
1
b a ln lnY
1
8
b
7
b
6
b
5
b
4
b
3
b
2
b
1
b : restriksi
u
8
lnX
8
b
7
lnX
7
b
6
lnX
6
b
5
lnX
5
b
4
lnX
4
b
3
lnX
3
b
2
lnX
2
b
1
lnX
1
b a ln lnY
+ + + + +
+ + + =
+ +
+ + +
+ + + =
+ + + + + +
+ + + =
= + + + + + + +
+ + + +
+ + + + + =



The r egr essi on equat i on i s
PRODUKSI = 3. 71 + 0. 0809 HOK + 0. 0152 BENI H + 0. 253 UREA + 0. 438 SP36
+ 0. 148 KCL + 0. 228 PUKAN - 0. 0689 ni l ai obat

Pr edi ct or Coef SE Coef T P
Const ant 3. 7086 0. 4612 8. 04 0. 000
HOK 0. 08092 0. 06365 1. 27 0. 216
BENI H 0. 01521 0. 03255 0. 47 0. 645
UREA 0. 2528 0. 1097 2. 30 0. 031
SP36 0. 43836 0. 09268 4. 73 0. 000
KCL 0. 14760 0. 05752 2. 57 0. 017
PUKAN 0. 22781 0. 05904 3. 86 0. 001
ni l ai obat - 0. 06886 0. 04335 - 1. 59 0. 126

S = 0. 0574048 R- Sq = 96. 5% R- Sq( adj ) = 95. 4%

Anal ysi s of Var i ance
Sour ce DF SS MS F P
Regr essi on 7 2. 06757 0. 29537 89. 63 0. 000
Resi dual Er r or 23 0. 07579 0. 00330
Tot al 30 2. 14336

Lampiran 4. Frekuensi Petani Berdasarkan Indikator Efisiensi dan


Karakteristik Responden
Karakteristik
Rasio R/C
Tunai
Rasio R/C
Total
Produktivitas
(Kg/Ha)
Penerimaan
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Lahan
0.048 - 0.192 Ha 9 5 3 11 10 4 0 14
0.192 - 0.336 Ha 6 5 8 3 5 6 6.00 5.00
0.336 - 0.480 Ha 0 5 3 2 0 5 5.00 0.00
Jumlah 15 15 14 16 15 15 11 19
Keanggotaan
Anggota 10 6 7 9 8 8 6 10
Bukan 5 9 9 5 7 7 5.00 9.00
Jumlah 15 15 16 14 15 15 11.00 19.00
Umur
30-36 4 5 4 5 6 3 3 6
36-42 10 3 7 6 6 7 5.00 8.00
42-48 1 7 4 4 3 5 6 2
Jumlah 15 15 15 15 15 15 14 16

Lampiran 5. Nilai Harapan Berdasarkan Indikator Efisiensi dan
Karakteristik Responden
Karakteristik

Rasio R/C Tunai Rasio R/C Total
Produktivitas
(Kg/Ha) Penerimaan
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Lahan
0.048 - 0.192 Ha 7,00 7,00 6,53 7,47 7,00 7,00 5,13 8,87
0.192 - 0.336 Ha 5,50 5,50 5,13 5,87 5,50 5,50 4,03 6,97
0.336 - 0.480 Ha 2,50 2,50 2,33 2,67 2,50 2,50 1,83 3,17
Keanggotaan
Anggota 8,00 8,00 8,53 7,47 8,00 8,00 5,87 10,13
Bukan 7,00 7,00 7,47 6,53 7,00 7,00 5,13 8,87
Umur
30-36 4,50 4,50 4,50 4,50 4,50 4,50 4,20 4,80
36-42 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,07 6,93
42-48 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 3,73 4,27



Lampiran 6. Nilai Khi Kuadrat Berdasarkan Indikator Efisiensi dan


Karakteristik Responden
Karakteristik
R/C Atas Biaya Produktivitas
Penerimaan
Tunai Total (Kg/Ha)
Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
LAHAN
0.048 - 0.192 Ha 0,571 0,571 1,911 1,672 1,286 1,286 5,133 2,972
0.192 - 0.336 Ha 0,045 0,045 1,601 1,401 0,045 0,045 1,000 2,000
0.336 - 0.480 Ha 0,000 2,500 0,190 0,167 0,000 2,500 5,470 3,167
JUMLAH 3,734 6,942 5,162 19,742
KEANGGOTAAN
ANGGOTA 0,500 0,500 0,276 0,315 0,000 0,000 0,003 0,002
BUKAN 0,571 0,571 0,315 0,360 0,000 0,000 0,003 0,002
JUMLAH 2,143 1,265 0,000 0,010
UMUR
30-36 0,056 0,056 0,056 0,056 0,500 0,500 0,343 0,300
36-42 1,885 1,885 0,038 0,038 0,038 0,038 0,188 0,164
42-48 2,250 2,250 0,000 0,000 0,250 0,250 1,376 1,204
JUMLAH 8,380 0,188 1,577 3,575

Lampiran 7. Harga Beli Sarana Produksi Per Responden pada Cabang


Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Ribu Rp per kemasan)
Responden Benih Kapur Urea KCl SP 36 Pukan
O.
Padat
O.
Cair
Ajir Tali
Ujang
95 17,5 85 125 105 5 60 200 0,125 30
Kosasih
80 15,0 75 105 100 5 55 380 0,150 15
Ajud
80 15,0 70 80 90 5 60 200 0,150 15
Nurdin
75 15,0 70 80 90 5 60 150 0,150 15
Mahmur
80 15,0 70 100 90 5 60 200 0,150 15
Usup
80 15,0 70 105 100 5 55 180 0,150 15
Sulaiman
80 15,0 75 100 105 5 110 200 0,125 15
Udin
80 15,0 75 120 125 5 55 200 0,125 35
Sarin2
85 15,0 70 110 100 5 60 350 0,150 15
Banan
80 15,0 70 110 100 5 60 380 0,125 15
Eman
85 17,5 70 105 100 5 55 380 0,150 15
Sukatma
95 17,5 85 125 105 5 60 200 0,125 30
Dede
Rahman
90 15,0 75 105 100 5 55 180 0,150 15
Parman
85 15,0 70 100 100 5 60 175 0,100 12,5
Baban
85 17,0 70 85 75 5 55 185 0,125 15
Sarin
100 15,0 75 100 90 5 60 180 0,150 15
Juli
80 15,0 70 105 100 5 55 180 0,150 15
Umar
90 15,0 70 100 100 5 60 200 0,125 15
Dadang
95 15,0 95 105 105 5 60 185 0,125 15
Dahrimi
90 15,0 70 100 95 5 60 250 0,150 15
Saobarudin
90 15,0 70 100 95 5 60 250 0,150 15
Suhaemi
90 15,0 70 105 100 5 60 350 0,125 15
Daman
80 15,0 70 110 100 5 60 380 0,125 15
Yanto
90 15,0 70 110 100 5 60 350 0,125 15
Irwan
80 15,0 65 100 100 5 55 375 0,125 15
Saefuloh
80 15,0 65 100 100 5 55 375 0,125 15
Apud
85 15,0 70 100 100 5 55 250 0,150 12,5
Upah
90 15,0 70 100 100 5 60 250 0,125 15
Pahru
80 17,0 70 100 100 5 60 250 0,150 15
Saripa
90 15,0 70 105 100 5 60 200 0,125 15
Rata - Rata
85,5 15,38 72,33 103,16 99 5 60 252,83 0,136 16,5
Keterangan :
Volume sarana produksi per kemasan
Benih : 10 gram per kemasan
Kapur : 50 kilogram per karung
Pupuk Urea : 50 kilogram per karung
Pupuk SP 36 : 50 kilogram per karung
Pupuk KCl : 50 kilogram per karung
Pupuk Kandang : 30 kilogram per karung
Obat padat : 1 kilogram per kemasan
Obat Cair : 1 liter per kemasan
Ajir : 1 batang per unit
Tali : 1 gulung per unit.

Lampiran 8. Biaya Sarana Produksi Per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Merah Di Desa Sukagalih, Rupiah.
Responden Lahan Benih Kapur Urea KCl SP 36 PUKAN O. Padat O. Cair Ajir Tali
Ujang 0,096 85500 30767 28933 30950 39600 500000 420000 379250 271667 16500
Kosasih 0,192 171000 61533 50633 61900 39600 750000 600000 505667 543333 49500
Ajud 0,288 513000 76917 72333 82533 59400 1000000 900000 505667 815000 33000
Nurdin 0,288 513000 92300 86800 92850 59400 1000000 600000 252833 815000 99000
Mahmur 0,096 85500 30767 28933 30950 29700 500000 360000 252833 271667 16500
Usup 0,192 171000 61533 50633 61900 39600 750000 600000 252833 543333 66000
Sulaiman 0,192 171000 61533 57867 61900 59400 750000 480000 505667 543333 66000
Udin 0,144 128250 30767 36167 30950 29700 583333 360000 252833 407500 16500
Sarin2 0,480 855000 153833 144667 123800 118800 1750000 1800000 758500 1358333 247500
Banan 0,144 171000 46150 50633 41267 29700 750000 360000 505667 407500 33000
Eman 0,192 171000 46150 50633 51583 49500 750000 480000 505667 543333 49500
Sukatma 0,192 85500 30767 28933 30950 39600 500000 420000 379250 271667 16500
Dede
Rahman
0,048 42750 15383 21700 30950 29700 250000 360000 252833 135833 16500
Parman 0,096 85500 30767 28933 30950 29700 500000 240000 252833 271667 33000
Baban 0,048 42750 15383 21700 20633 9900 166667 360000 252833 135833 33000
Sarin 0,048 42750 15383 14467 20633 19800 166667 300000 252833 135833 16500
Juli 0,144 128250 30767 43400 30950 29700 583333 360000 252833 407500 66000
Umar 0,384 684000 107683 108500 92850 89100 1500000 1200000 758500 1086667 132000
Dadang 0,480 855000 153833 144667 123800 118800 1750000 2700000 758500 1358333 66000
Dahrimi 0,384 684000 123067 108500 103167 79200 1250000 900000 252833 1086667 99000
Saobarudin 0,144 128250 30767 36167 30950 29700 750000 600000 505667 407500 49500
Suhaemi 0,288 513000 92300 86800 92850 89100 1000000 900000 1011333 815000 99000
Daman 0,096 85500 30767 28933 30950 19800 500000 360000 252833 271667 33000
Yanto 0,288 513000 92300 86800 92850 89100 1000000 900000 505667 543333 66000
Irwan 0,192 171000 61533 57867 61900 39600 750000 600000 505667 543333 49500
Saefuloh 0,384 684000 123067 115733 103167 89100 1500000 900000 758500 1086667 165000
Apud 0,144 171000 46150 50633 41267 39600 750000 360000 505667 407500 33000
Upah 0,144 171000 30767 50633 41267 39600 750000 480000 505667 407500 49500
Pahru 0,144 128250 30767 21700 20633 19800 500000 360000 252833 407500 33000
Saripa 0,288 513000 153833 86800 92850 89100 1000000 600000 758500 815000 66000
Rata - Rata 0,208 292125 63584, 44 60036, 37 58805, 00 51480, 00 808333, 33 662000, 00 455100, 00 570500, 00 60500, 00

Lampiran 9. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Luar Keluarga (HKP)
Responden
Kegiatan
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 2.25 2.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12.29 18.08
2 9.00 10.40 0.70 3.33 0.00 0.00 0.00 0.93 2.23 0.41 0.00 0.00 0.00 0.00 2.91 27.66 57.58
3 4.50 5.20 0.70 1.67 0.00 0.00 0.00 0.93 0.69 0.41 0.00 0.96 0.00 0.00 8.72 27.66 51.44
4 6.75 5.20 0.00 0.83 0.00 0.00 0.00 0.93 0.69 0.41 2.57 0.00 0.00 0.00 3.63 27.66 48.68
5 2.25 2.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.69 0.41 2.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8.00
6 2.25 2.60 0.70 0.83 0.70 0.00 0.00 0.93 1.55 0.41 2.05 0.96 0.00 0.00 2.91 27.66 43.56
7 9.00 5.20 0.70 0.83 0.70 0.00 0.00 0.00 0.69 0.41 2.05 0.00 0.00 0.00 2.91 27.66 50.16
8 2.25 2.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 24.59 29.85
9 20.25 10.40 2.11 2.50 2.11 0.00 0.00 1.87 2.06 0.83 8.21 0.96 2.65 4.08 8.72 24.59 91.34
10 9.00 10.40 0.70 0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 1.37 0.41 4.11 0.00 4.24 0.00 2.91 12.29 46.37
11 9.00 10.40 0.70 0.83 0.70 0.00 0.00 0.93 1.37 0.41 2.05 0.96 0.00 0.00 5.81 27.66 60.85
12 2.25 2.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12.29 18.08
13 2.25 2.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.85
14 2.25 2.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 0.69 0.41 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.88
15 1.80 2.08 0.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.69 0.41 2.05 0.00 0.00 0.00 2.91 12.29 22.90
16 1.80 0.00 0.00 0.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.69 0.41 2.05 0.00 0.00 0.00 2.91 12.29 20.82
17 2.25 2.60 0.70 0.83 0.00 0.00 0.00 0.93 1.55 0.41 2.05 0.96 0.00 0.00 0.00 12.29 24.58
18 9.00 10.40 0.70 0.83 0.70 0.00 0.00 0.93 1.55 0.41 2.57 0.96 2.12 4.08 2.91 39.95 77.12
19 20.25 5.20 0.70 1.67 0.00 0.00 0.00 0.93 1.37 0.41 2.05 0.96 2.65 4.08 5.81 73.76 119.86
20 9.00 10.40 0.70 0.83 0.70 0.00 0.00 0.93 0.69 0.41 2.05 0.96 2.65 0.00 2.91 27.66 59.90
21 2.25 2.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 27.66 33.44
22 4.50 2.60 0.70 0.83 0.70 0.00 0.00 0.93 1.37 0.41 6.16 0.96 0.00 0.00 2.91 24.59 46.67
23 9.00 2.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 1.37 0.41 0.00 0.00 0.00 0.00 2.91 12.29 29.52
24 9.00 7.80 0.70 0.83 0.70 0.00 0.00 0.93 1.37 0.41 4.11 0.96 2.12 0.00 8.72 36.88 74.55
25 6.75 7.80 0.70 3.33 0.00 0.00 0.00 0.93 1.37 0.41 0.00 0.96 2.65 0.00 0.00 24.59 49.50
26 9.00 10.40 0.70 0.83 0.70 0.00 0.00 0.93 0.69 0.41 2.05 0.96 2.65 0.00 2.91 27.66 59.90
27 2.25 2.60 0.00 0.83 0.00 0.00 0.00 0.93 1.37 0.41 0.00 0.00 2.12 0.00 0.00 24.59 35.11
28 4.50 2.60 0.00 0.83 0.70 0.00 0.00 0.93 0.69 0.41 2.05 0.00 0.00 0.00 2.91 0.00 15.63
29 6.75 2.60 0.00 0.83 0.00 0.00 0.00 0.93 1.55 0.41 2.05 0.00 0.00 0.00 2.91 0.00 18.04
30 6.75 7.80 1.41 1.67 1.41 0.00 0.00 0.93 1.55 0.41 4.62 0.96 2.12 0.00 2.91 27.66 60.19
Rata - rata 6.27 5.18 0.45 0.88 0.33 0.00 0.00 0.78 1.00 0.37 1.90 0.42 0.87 0.41 2.74 21.21 42.78

Lampiran 10. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria dari Keluarga (HKP)
responden
Kegiatan
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,00 1,55 0,93 4,62 1,73 2,65 4,08 6,54 27,66 70,36
2 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 4,62 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 70,52
3 2,25 2,60 0,70 0,83 1,27 0,28 13,23 0,93 0,69 0,41 4,62 0,96 2,65 4,08 2,91 27,66 66,08
4 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,69 0,41 4,62 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 69,15
5 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,69 0,41 2,05 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 66,58
6 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,41 2,05 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 67,44
7 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,69 0,41 2,05 0,96 2,65 4,08 2,91 27,66 62,95
8 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,41 4,62 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 70,01
9 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,41 4,62 0,96 4,77 4,08 6,54 27,66 72,13
10 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,41 4,62 0,96 4,77 4,08 6,54 27,66 72,13
11 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,41 4,62 0,96 4,77 4,08 6,54 27,66 72,13
12 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,00 1,55 0,93 4,62 1,73 2,65 4,08 6,54 27,66 70,36
13 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 4,62 0,96 2,65 4,08 0,00 27,66 63,98
14 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,69 0,41 4,62 0,96 2,65 4,08 3,63 27,66 66,24
15 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,86 0,41 2,57 0,96 2,65 4,08 3,63 15,37 52,07
16 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,86 0,52 2,57 0,96 2,65 4,08 3,63 15,37 52,17
17 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 2,05 0,96 2,65 4,08 0,00 27,66 61,42
18 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 4,62 0,96 4,77 4,08 6,54 27,66 72,64
19 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,69 0,41 2,05 0,96 2,65 4,08 2,91 12,29 47,58
20 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,69 0,41 2,05 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 66,58
21 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 4,62 0,96 2,65 4,08 3,63 27,66 67,62
22 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 4,62 0,96 4,77 4,08 6,54 27,66 72,64
23 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 4,62 0,96 4,77 4,08 6,54 27,66 72,64
24 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 4,62 0,96 2,12 4,08 6,54 27,66 69,99
25 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 4,62 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 70,52
26 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,69 0,41 2,05 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 66,58
27 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,93 4,62 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 70,52
28 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 0,69 0,93 4,62 0,96 2,65 4,08 6,54 27,66 69,67
29 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,41 2,05 0,96 4,77 4,08 2,91 27,66 65,93
30 2,25 2,60 0,70 0,83 0,70 0,28 13,23 0,93 1,55 0,41 4,62 0,96 4,77 4,08 6,54 27,66 72,13
Rata - rata 2,25 2,60 0,70 0,83 0,72 0,28 13,23 0,87 1,24 0,64 3,80 1,01 3,20 4,08 5,23 26,33 67,03

Lampiran 11. Jumlah Tenaga Kerja Setara Pria TKDK dan TKLK pada Cabang Usahatani Cabai Merah (HKP)
Responden
Kegiatan
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 4.50 5.20 0.70 0.83 0.70 0.28 13.23 0.93 1.55 0.93 4.62 1.73 2.65 4.08 6.54 39.95 88.43
2 11.25 13.00 1.41 4.17 0.70 0.28 13.23 1.87 3.78 1.34 4.62 0.96 2.65 4.08 9.45 55.32 128.11
3 6.75 7.80 1.41 2.50 1.27 0.28 13.23 1.87 1.37 0.83 4.62 1.92 2.65 4.08 11.63 55.32 117.52
4 9.00 7.80 0.70 1.67 0.70 0.28 13.23 1.87 1.37 0.83 7.19 0.96 2.65 4.08 10.17 55.32 117.83
5 4.50 5.20 0.70 0.83 0.70 0.28 13.23 0.93 1.37 0.83 4.11 0.96 2.65 4.08 6.54 27.66 74.59
6 4.50 5.20 1.41 1.67 1.41 0.28 13.23 1.87 3.09 0.83 4.11 1.92 2.65 4.08 9.45 55.32 111.00
7 11.25 7.80 1.41 1.67 1.41 0.28 13.23 0.93 1.37 0.83 4.11 0.96 2.65 4.08 5.81 55.32 113.11
8 4.50 5.20 0.70 0.83 0.70 0.28 13.23 0.93 1.55 0.83 4.62 0.96 2.65 4.08 6.54 52.25 99.86
9 22.50 13.00 2.82 3.33 2.82 0.28 13.23 2.80 3.61 1.24 12.83 1.92 7.42 8.17 15.26 52.25 163.47
10 11.25 13.00 1.41 0.83 0.70 0.28 13.23 1.87 2.92 0.83 8.73 0.96 9.01 4.08 9.45 39.95 118.50
11 11.25 13.00 1.41 1.67 1.41 0.28 13.23 1.87 2.92 0.83 6.67 1.92 4.77 4.08 12.35 55.32 132.97
12 4.50 5.20 0.70 0.83 0.70 0.28 13.23 0.93 1.55 0.93 4.62 1.73 2.65 4.08 6.54 39.95 88.43
13 4.50 5.20 0.70 0.83 0.70 0.28 13.23 0.93 1.55 0.93 4.62 0.96 2.65 4.08 0.00 27.66 68.83
14 4.50 5.20 0.70 0.83 0.70 0.28 13.23 1.87 1.37 0.83 4.62 0.96 2.65 4.08 3.63 27.66 73.13
15 4.05 4.68 0.70 1.50 0.70 0.28 13.23 0.93 1.55 0.83 4.62 0.96 2.65 4.08 6.54 27.66 74.97
16 4.05 2.60 0.70 1.50 0.70 0.28 13.23 0.93 1.55 0.93 4.62 0.96 2.65 4.08 6.54 27.66 72.99
17 4.50 5.20 1.41 1.67 0.70 0.28 13.23 1.87 3.09 1.34 4.11 1.92 2.65 4.08 0.00 39.95 86.00
18 11.25 13.00 1.41 1.67 1.41 0.28 13.23 1.87 3.09 1.34 7.19 1.92 6.89 8.17 9.45 67.61 149.77
19 22.50 7.80 1.41 2.50 0.70 0.28 13.23 1.87 2.06 0.83 4.11 1.92 5.30 8.17 8.72 86.05 167.44
20 11.25 13.00 1.41 1.67 1.41 0.28 13.23 1.87 1.37 0.83 4.11 1.92 5.30 4.08 9.45 55.32 126.49
21 4.50 5.20 0.70 0.83 0.70 0.28 13.23 1.87 1.55 0.93 4.62 0.96 2.65 4.08 3.63 55.32 101.06
22 6.75 5.20 1.41 1.67 1.41 0.28 13.23 1.87 2.92 1.34 10.78 1.92 4.77 4.08 9.45 52.25 119.32
23 11.25 5.20 0.70 0.83 0.70 0.28 13.23 1.87 2.92 1.34 4.62 0.96 4.77 4.08 9.45 39.95 102.16
24 11.25 10.40 1.41 1.67 1.41 0.28 13.23 1.87 2.92 1.34 8.73 1.92 4.24 4.08 15.26 64.54 144.54
25 9.00 10.40 1.41 4.17 0.70 0.28 13.23 1.87 2.92 1.34 4.62 1.92 5.30 4.08 6.54 52.25 120.03
26 11.25 13.00 1.41 1.67 1.41 0.28 13.23 1.87 1.37 0.83 4.11 1.92 5.30 4.08 9.45 55.32 126.49
27 4.50 5.20 0.70 1.67 0.70 0.28 13.23 1.87 2.92 1.34 4.62 0.96 4.77 4.08 6.54 52.25 105.63
28 6.75 5.20 0.70 1.67 1.41 0.28 13.23 1.87 1.37 1.34 6.67 0.96 2.65 4.08 9.45 27.66 85.30
29 9.00 5.20 0.70 1.67 0.70 0.28 13.23 1.87 3.09 0.83 4.11 0.96 4.77 4.08 5.81 27.66 83.96
30 9.00 10.40 2.11 2.50 2.11 0.28 13.23 1.87 3.09 0.83 9.24 1.92 6.89 4.08 9.45 55.32 132.32
Rata - rata 8.52 7.78 1.15 1.71 1.05 0.28 13.23 1.65 2.24 1.01 5.70 1.42 4.06 4.49 7.97 47.53 109.81

Lampiran 12. Data Dasar Penghitungan Biaya Penyusutan per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih.
N
Jumlah Nilai Beli Nilai Sisa Porsi
Areal
Cabai
Lama
produksi
Bobot
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 2 1 1 2 1 70 000 25 000 350 000 20 000 50 000 0 0 150 000 0 0 0.50 8.00 0.33
2 2 2 1 0 0 25 000 10 000 350 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.33 8.00 0.22
3 2 1 2 0 0 30 000 15 000 350 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.50 8.00 0.33
4 2 0 2 0 0 35 000 0 400 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.50 8.00 0.33
5 1 0 1 0 0 25 000 0 375 000 0 0 0 0 75 000 0 0 0.50 8.00 0.33
6 1 0 1 0 0 25 000 0 320 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.50 8.00 0.33
7 2 1 1 0 0 70 000 25 000 375 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.50 8.00 0.33
8 2 0 1 0 0 35 000 0 350 000 0 0 0 0 75 000 0 0 0.50 8.00 0.33
9 4 3 3 0 0 35 000 15 000 400 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.50 8.00 0.33
10 1 1 1 0 0 30 000 25 000 350 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.25 8.00 0.17
11 1 1 1 0 0 25 000 15 000 400 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.33 8.00 0.22
12 1 0 1 0 0 25 000 0 350 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.50 8.00 0.33
13 1 0 1 0 0 25 000 0 400 000 0 0 0 0 125 000 0 0 1.00 8.00 0.67
14 1 1 1 0 0 25 000 15 000 350 000 0 0 0 0 100 000 0 0 1.00 8.00 0.67
15 1 0 1 0 0 25 000 0 375 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.50 8.00 0.33
16 1 1 1 0 0 30 000 25 000 350 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.50 8.00 0.33
17 1 0 1 0 0 30 000 0 375 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.50 8.00 0.33
18 3 0 2 0 0 25 000 0 400 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.50 8.00 0.33
19 5 1 2 0 0 30 000 15 000 350 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.65 8.00 0.43
20 3 1 2 0 0 30 000 25 000 400 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.50 8.00 0.33
21 3 0 1 0 0 35 000 0 400 000 0 0 0 0 100 000 0 0 1.00 8.00 0.67
22 3 1 2 0 0 25 000 15 000 350 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.50 8.00 0.33
23 1 0 1 0 0 30 000 0 350 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.50 8.00 0.33
24 2 1 2 0 0 25 000 15 000 350 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.60 8.00 0.40
25 3 1 2 0 0 30 000 15 000 350 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.40 8.00 0.27
26 4 2 2 0 0 30 000 20 000 400 000 0 0 0 0 125 000 0 0 0.40 8.00 0.27
27 1 1 1 0 0 30 000 15 000 350 000 0 0 0 0 75 000 0 0 0.38 8.00 0.25
28 1 0 1 0 0 20 000 0 350 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.25 8.00 0.17
29 1 0 1 0 0 25 000 0 350 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.30 8.00 0.20
30 2 1 2 0 0 30 000 15 000 425 000 0 0 0 0 100 000 0 0 0.50 8.00 0.33
rata - rata
1.93 0.70 1.40 2.00 1.00 31 000, 00 10 166, 67 368 166, 67 20 000, 00 50 000, 00 0.00 0.00 109 166, 67 0.00 0.00 0.51 8.00 0.34

Lampiran 13. Biaya Sewa Lahan per Responden Cabang Usahatani Cabai.
Responden
Luas Lahan
(Ha)
Biaya Sewa
(Rp)
Sewa Per Ha
(Rp)
Sewa 1000m2
(Rp)
Ujang 0.096 288000 2880000.00 288000
Kosasih 0.192 576000 2880000.00 288000
Ajud 0.288 864000 2880000.00 288000
Nurdin 0.288 864000 2880000.00 288000
Mahmur 0.096 288000 2880000.00 288000
Usup 0.192 576000 2880000.00 288000
Sulaiman 0.192 576000 2880000.00 288000
Udin 0.144 432000 2880000.00 288000
Sarin2 0.480 1440000 2880000.00 288000
Banan 0.144 432000 2880000.00 288000
Eman 0.192 800000 4000000.00 400000
Sukatma 0.192 480000 4800000.00 480000
Dede Rahman 0.048 144000 2880000.00 288000
Parman 0.096 288000 2880000.00 288000
Baban 0.048 144000 2880000.00 288000
Sarin 0.048 144000 2880000.00 288000
Juli 0.144 432000 2880000.00 288000
Umar 0.384 1152000 2880000.00 288000
Dadang 0.480 1920000 3840000.00 384000
Dahrimi 0.384 1536000 3840000.00 384000
Saobarudin 0.144 432000 2880000.00 288000
Suhaemi 0.288 864000 2880000.00 288000
Daman 0.096 240000 2400000.00 240000
Yanto 0.288 1008000 3360000.00 336000
Irwan 0.192 768000 3840000.00 384000
Saefuloh 0.384 1152000 2880000.00 288000
Apud 0.144 432000 2880000.00 288000
Upah 0.144 432000 2880000.00 288000
Pahru 0.144 432000 2880000.00 288000
Saripa 0.288 864000 2880000.00 288000
Rata - rata 3077333.33 307733.3












Lampiran 14. Harga per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, (Rupiah per kilogram)
Responden
Panen ke-
Rata rata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Ujang 7 000, 00 7 000, 00 8 500, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 4 500, 00 5 000, 00 10 000, 00 0, 00 0, 00 5 500, 00
Kosasih 6 000, 00 6 200, 00 6 200, 00 6 200, 00 6 500, 00 7 700, 00 8 000, 00 8 000, 00 8 000, 00 8 000, 00 0, 00 0, 00 5 900, 00
Ajud 7 000, 00 4 500, 00 4 500, 00 3 500, 00 4 500, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 5 000, 00 0, 00 0, 00 4 416, 67
Nurdin 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 4 500, 00 5 000, 00 8 000, 00 8 000, 00 8 000, 00 10 500, 00 12 000, 00 12 000, 00 12 000, 00 8 166, 67
Mahmur 7 000, 00 7 500, 00 4 000, 00 4 200, 00 3 500, 00 2 500, 00 10 000, 00 9 000, 00 9 000, 00 9 000, 00 0, 00 0, 00 5 475, 00
Usup 5 000, 00 5 000, 00 6 000, 00 6 500, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 500, 00 7 500, 00 4 000, 00 4 000, 00 0, 00 0, 00 4 958, 33
Sulaiman 5 000, 00 5 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 12 000, 00 12 000, 00 12 000, 00 0, 00 0, 00 6 750, 00
Udin 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 4 500, 00 5 000, 00 5 000, 00 8 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 2 500, 00 2 500, 00 2 500, 00 5 250, 00
Sarin 2 7 000, 00 7 000, 00 6 500, 00 4 000, 00 4 000, 00 5 200, 00 6 000, 00 6 500, 00 5 500, 00 5 500, 00 0, 00 0, 00 4 766, 67
Banan 7 000, 00 7 000, 00 6 500, 00 6 000, 00 5 500, 00 5 700, 00 7 000, 00 7 000, 00 6 500, 00 7 000, 00 0, 00 0, 00 5 433, 33
Eman 7 000, 00 7 000, 00 8 200, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 7 500, 00 11 000, 00 15 000, 00 12 500, 00 0, 00 0, 00 7 183, 33
Sukatma 6 000, 00 6 500, 00 7 000, 00 7 200, 00 8 000, 00 8 500, 00 9 000, 00 7 000, 00 10 000, 00 10 000, 00 0, 00 0, 00 6 600, 00
Dede
Rahman
7 000, 00 7 000, 00 6 000, 00 4 500, 00 4 500, 00 3 200, 00 2 500, 00 4 200, 00 4 200, 00 4 200, 00 0, 00 0, 00 3 941, 67
Parman 5 000, 00 5 000, 00 5 200, 00 5 200, 00 4 000, 00 4 000, 00 3 000, 00 3 000, 00 3 700, 00 3 700, 00 0, 00 0, 00 3 483, 33
Baban 4 000, 00 3 000, 00 2 500, 00 4 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 5 000, 00 4 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 5 208, 33
Sarin 5 000, 00 5 000, 00 4 500, 00 6 000, 00 6 000, 00 8 000, 00 8 000, 00 12 000, 00 15 000, 00 16 000, 00 0, 00 0, 00 7 125, 00
Juli 4 000, 00 4 000, 00 4 500, 00 4 500, 00 6 700, 00 6 700, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 0, 00 0, 00 4 533, 33
Umar 7 500, 00 7 500, 00 6 000, 00 6 000, 00 4 300, 00 5 000, 00 5 500, 00 8 000, 00 10 500, 00 10 500, 00 0, 00 0, 00 5 900, 00
Dadang 6 000, 00 6 000, 00 6 500, 00 6 250, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 8 000, 00 15 000, 00 12 000, 00 12 000, 00 8 312, 50
Dahrimi 8 000, 00 8 000, 00 8 000, 00 9 500, 00 9 500, 00 6 000, 00 6 000, 00 4 500, 00 4 500, 00 3 000, 00 15 000, 00 15 000, 00 8 083, 33
Saobarudin 7 000, 00 7 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 5 000, 00 5 000, 00 10 000, 00 10 000, 00 12 000, 00 12 000, 00 12 000, 00 8 166, 67
Suhaemi 8 000, 00 8 000, 00 7 000, 00 5 700, 00 5 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 6 500, 00 0, 00 0, 00 5 683, 33
Daman 3 000, 00 3 000, 00 4 000, 00 4 000, 00 6 200, 00 6 200, 00 5 500, 00 5 500, 00 5 500, 00 5 500, 00 0, 00 0, 00 4 033, 33
Yanto 7 500, 00 7 500, 00 7 800, 00 9 000, 00 9 000, 00 9 000, 00 4 700, 00 4 000, 00 4 000, 00 4 000, 00 4 000, 00 4 000, 00 6 208, 33
Irwan 4 500, 00 4 500, 00 4 500, 00 5 000, 00 5 700, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 000, 00 5 516, 67
Saefuloh 5 000, 00 5 000, 00 5 500, 00 5 750, 00 6 000, 00 7 500, 00 8 000, 00 8 000, 00 8 700, 00 8 500, 00 9 000, 00 9 000, 00 7 162, 50
Apud 3 000, 00 3 000, 00 4 200, 00 6 000, 00 6 100, 00 7 500, 00 7 500, 00 6 900, 00 7 000, 00 7 000, 00 9 000, 00 9 000, 00 6 350, 00
Upah 4 000, 00 4 000, 00 3 700, 00 4 500, 00 6 000, 00 6 000, 00 7 100, 00 7 500, 00 7 500, 00 7 500, 00 0, 00 0, 00 4 816, 67
Pahru 4 000, 00 4 000, 00 3 000, 00 3 500, 00 6 000, 00 6 000, 00 6 200, 00 6 500, 00 6 000, 00 6 000, 00 0, 00 0, 00 4 266, 67
Saripa 4 000, 00 4 000, 00 7 000, 00 7 000, 00 3 750, 00 4 000, 00 5 000, 00 5 000, 00 7 200, 00 12 000, 00 12 000, 00 12 000, 00 6 912, 50
Rata - Rata 5 783, 33 5 706, 67 5 776, 67 5 600, 00 5 891, 67 6 190, 00 6 533, 33 6 986, 67 7 443, 33 7 830, 00 10 050, 00 10 050, 00 6 986, 81

Lampiran 15. Hasil Panen per Responden pada Cabang Usahatani Cabai Di Desa Sukagalih, ( Kilogram).
Responden
Panen Ke-
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Ujang 10 25 45 100 195 220 200 150 90 50 0 0 1085.00
Kosasih 60 115 140 285 325 285 200 150 95 55 0 0 1710.00
Ajud 60 116 180 230 350 435 370 235 270 175 0 0 2421.00
Nurdin 90 125 180 250 360 430 480 320 280 225 150 90 2980.00
Mahmur 20 45 80 125 160 225 190 115 50 35 0 0 1045.00
Usup 45 90 115 150 260 350 300 175 90 60 0 0 1635.00
Sulaiman 80 100 170 260 305 340 315 120 140 55 0 0 1885.00
Udin 15 30 40 80 170 170 225 170 135 90 50 30 1205.00
Sarin2 150 200 375 475 550 700 680 580 200 100 0 0 4010.00
Banan 50 80 100 150 280 325 200 180 75 60 0 0 1500.00
Eman 70 100 160 220 340 250 175 150 90 40 0 0 1595.00
Sukatma 70 130 150 200 270 250 200 160 100 50 0 0 1580.00
Dede Rahman 20 30 70 100 130 180 125 80 50 25 0 0 810.00
Parman 20 40 75 80 110 200 190 150 100 90 0 0 1055.00
Baban 10 15 20 40 65 75 75 90 65 35 20 10 520.00
Sarin 15 20 30 50 80 100 90 75 60 15 0 0 535.00
Juli 15 35 60 120 180 240 250 180 80 40 0 0 1200.00
Umar 100 150 220 310 420 550 600 520 320 210 0 0 3400.00
Dadang 75 100 185 320 400 500 600 620 500 350 180 90 3920.00
Dahrimi 60 95 190 240 280 385 480 575 425 290 100 80 3200.00
Saobarudin 50 100 100 120 150 175 145 95 70 65 40 20 1130.00
Suhaemi 70 115 180 225 325 520 570 530 430 120 0 0 3085.00
Daman 40 60 100 165 200 165 120 100 80 30 0 0 1060.00
Yanto 65 115 200 310 525 610 500 345 200 125 60 45 3100.00
Irwan 20 70 100 175 250 320 390 210 145 100 60 40 1880.00
Saefuloh 75 150 535 320 640 645 320 215 160 130 85 45 3320.00
Apud 25 55 130 220 310 360 220 150 90 40 0 0 1600.00
Upah 15 45 90 130 300 345 250 190 90 45 0 0 1500.00
Pahru 10 25 55 75 125 150 100 70 55 20 0 0 685.00
Saripa 125 165 200 330 415 620 500 370 200 125 70 30 3150.00
Rata - Rata 51.00 84.70 142.50 195.17 282.33 337.33 302.00 235.67 157.83 95.00 27.17 16.00 1926.70

Lampiran 16. Sebaran Efisiensi dan Penerimaan Cabang Usahatani


RESPONDEN
RASIO R/C PRODUKTIVITAS
PENERIMAAN (Rp)
TUNAI TOTAL Kg/Ha
UJANG 2.93 1.33 11302.08 6542500
KOSASIH 2.18 1.51 8906.25 12015000
AJUD 2.28 1.31 8406.25 12867000
NURDIN 4.26 2.52 10347.22 23655000
MAHMUR 3.47 1.64 10885.42 6145000
USUP 1.50 1.87 8515.63 10772500
SULAIMAN 2.81 1.70 9817.71 13587776.2
UDIN 2.69 1.26 8368.06 6710000
SARIN2 1.66 1.31 8354.17 22127500
BANAN 2.41 1.54 10416.67 9420000
EMAN 2.40 1.73 8307.29 12174500
SUKATMA 3.01 1.97 8229.17 12460000
DEDE RAHMAN 2.96 1.02 16875.00 3344500
PARMAN 2.60 1.03 10989.58 4069000
BABAN 2.31 1.04 10833.33 2940000
SARIN 3.22 1.53 11145.83 4650000
JULI 2.85 1.49 8333.33 7124000
UMAR 2.33 1.56 8854.17 22636000
DADANG 2.52 1.86 8166.67 31582500
DAHRIMI 2.14 1.60 8333.33 20960000
SAOBARUDIN 1.75 2.65 7847.22 8020000
SUHAEMI 2.78 1.95 10711.81 20777500
DAMAN 2.20 1.28 11041.67 5438000
YANTO 2.77 1.99 10763.89 21365000
IRWAN 1.98 1.28 9791.67 10745000
SAEFULOH 2.20 1.68 8645.83 22532000
APUD 3.08 1.63 11111.11 10292000
UPAH 3.10 1.62 10416.67 9240500
PAHRU 1.35 0.89 4756.94 3742500
SARIPA 2.62 1.60 10937.50 17396250
RATA-RATA 2.55 1.58 9713.72 12511050.87










Lampiran 17. Uji Nilai Tengah Sebaran Rasio R/C



One-Sample T: R/C TOTAL

Test of mu = 1 vs > 1


95%
Lower
Variable N Mean StDev SE Mean Bound T P
R/C TOTAL 30 1.57967 0.39808 0.07268 1.45618 7.98 0.000


One-Sample T: R/C TUNAI

Test of mu = 1 vs > 1


95%
Lower
Variable N Mean StDev SE Mean Bound T P
R/C TUNAI 30 2.54533 0.60696 0.11081 2.35704 13.95 0.000














Lampiran 18. Hasil Pendugaan Fungsi produksi Model I



The r egr essi on equat i on i s
LN PRODUKSI = 0. 215 - 0. 388 LN LAHAN + 0. 111 LN TK + 0. 185 LN BENI H +
0. 0654 LN KAPUR + 0. 237 LN UREA + 0. 403 LN SP36 + 0. 142 LN
KCL + 0. 340 LN PUKAN - 0. 157 LN O. PADAT - 0. 0185 LN O. CAI R


Pr edi ct or Coef SE Coef T P VI F
Const ant 0. 2146 0. 9203 0. 23 0. 818
Ln LAHAN - 0. 3884 0. 1146 - 3. 39 0. 003 73. 2
Ln TK 0. 11099 0. 05292 2. 10 0. 050 12. 8
Ln BENI H 0. 18549 0. 06036 3. 07 0. 006 41. 3
LmKAPUR 0. 06537 0. 05702 1. 15 0. 266 17. 4
Ln UREA 0. 23739 0. 09047 2. 62 0. 017 40. 6
Ln SP36 0. 40315 0. 08125 4. 96 0. 000 28. 8
Ln KCL 0. 14242 0. 04931 2. 89 0. 009 11. 8
Ln PUKAN 0. 33954 0. 07472 4. 54 0. 000 25. 2
Ln O. PADAT - 0. 15739 0. 04213 - 3. 74 0. 001 7. 2
Ln O. CAI R - 0. 01851 0. 02981 - 0. 62 0. 542 2. 5


S = 0. 0462370 R- Sq = 99. 6% R- Sq( adj ) = 99. 4%


Anal ysi s of Var i ance

Sour ce DF SS MS F P
Regr essi on 10 9. 71363 0. 97136 454. 36 0. 000
Resi dual Er r or 19 0. 04062 0. 00214
Tot al 29 9. 75425


Sour ce DF Seq SS
Ln LAHAN 1 8. 74378
Ln TK 1 0. 30196
Ln BENI H 1 0. 13114
Ln KAPUR 1 0. 00905
Ln UREA 1 0. 27893
Ln SP36 1 0. 12434
Ln KCL 1 0. 04492
Ln PUKAN 1 0. 04747
Ln O. PADAT 1 0. 03123
Ln O. CAI R 1 0. 00082


Unusual Obser vat i ons

LUAS
Obs LAHAN PRODUKSI Fi t SE Fi t Resi dual St Resi d
22 - 1. 24 8. 03431 7. 95667 0. 02764 0. 07763 2. 09R

R denot es an obser vat i on wi t h a l ar ge st andar di zed r esi dual .





Lampiran 19. Koefisien Korelasi antar Peubah Bebas pada Model I



Ln Lahan Ln TK Ln Beni h Ln Kapur Ln Ur ea
Ln TK 0. 923
0. 000

Ln Beni h 0. 975 0. 931
0. 000 0. 000

Ln Kapur 0. 933 0. 903 0. 899
0. 000 0. 000 0. 000

Ln Ur ea 0. 955 0. 945 0. 965 0. 910
0. 000 0. 000 0. 000 0. 000

Ln SP 36 0. 916 0. 933 0. 935 0. 908 0. 963
0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000

Ln KCl 0. 893 0. 893 0. 909 0. 863 0. 918
0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000

Ln Pukan 0. 966 0. 874 0. 933 0. 888 0. 936
0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000

Ln O. Padat 0. 837 0. 866 0. 855 0. 895 0. 857
0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000

Ln O. Ci ar 0. 653 0. 703 0. 662 0. 655 0. 697
0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000


Ln SP 36 Ln KCl Ln Pukan Ln O. Padat
Ln KCl 0. 938
0. 000

Ln Pukan 0. 874 0. 881
0. 000 0. 000

Ln O. Padat 0. 855 0. 822 0. 786
0. 000 0. 000 0. 000

Ln O. Ci ar 0. 668 0. 721 0. 674 0. 665
0. 000 0. 000 0. 000 0. 000


Cel l Cont ent s: Pear son cor r el at i on
P- Val ue








Lampiran 20. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model II



The r egr essi on equat i on i s
LN PRODUKSI = 0. 689 + 0. 116 LN TK + 0. 0836 LN BENI H + 0. 0022 LN KAPUR
+ 0. 229 LN UREA + 0. 469 LN SP 36 + 0. 130 LN KCL + 0. 351 LN
PUKAN - 0. 114 LN O. PADAT + 0. 0003 LN O. CAI R


Pr edi ct or Coef SE Coef T P VI F
Const ant 0. 6891 0. 9789 0. 70 0. 490
LN TK 0. 11643 0. 05781 2. 01 0. 058 2. 3
LN BENI H 0. 08363 0. 04283 1. 95 0. 065 2. 2
LN KAPUR 0. 00223 0. 05403 0. 04 0. 968 1. 8
LN UREA 0. 22873 0. 09884 2. 31 0. 031 4. 0
LN SP 36 0. 46940 0. 08263 5. 68 0. 000 5. 1
LN KCL 0. 13007 0. 05358 2. 43 0. 025 2. 7
LN PUKAN 0. 35102 0. 08152 4. 31 0. 000 2. 2
LN O. PADAT - 0. 11434 0. 04089 - 2. 80 0. 011 2. 3
LN O. CAI R 0. 00027 0. 03125 0. 01 0. 993 2. 6


S = 0. 0505638 R- Sq = 95. 9% R- Sq( adj ) = 94. 1%


Anal ysi s of Var i ance

Sour ce DF SS MS F P
Regr essi on 9 1. 20317 0. 13369 52. 29 0. 000
Resi dual Er r or 20 0. 05113 0. 00256
Tot al 29 1. 25431



















Lampiran 21. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model II



LN PRODUKSI LN TK LN BENI H LN KAPUR LN UREA
LN TK 0. 631
0. 000

LN BENI H - 0. 038 - 0. 119
0. 843 0. 531

LN KAPUR 0. 243 0. 365 - 0. 260
0. 195 0. 047 0. 166

LN UREA 0. 849 0. 617 0. 045 0. 237
0. 000 0. 000 0. 812 0. 207

LN SP 36 0. 887 0. 653 - 0. 101 0. 427 0. 773
0. 000 0. 000 0. 594 0. 019 0. 000

LN KCL 0. 777 0. 489 - 0. 062 0. 250 0. 550
0. 000 0. 006 0. 743 0. 184 0. 002

LN PUKAN 0. 410 0. 065 - 0. 469 - 0. 010 0. 307
0. 024 0. 732 0. 009 0. 960 0. 099

LN O. PADAT 0. 391 0. 565 - 0. 232 0. 603 0. 460
0. 033 0. 001 0. 217 0. 000 0. 010

LN O. CAI R 0. 508 0. 518 - 0. 482 0. 281 0. 452
0. 004 0. 003 0. 007 0. 133 0. 012


LN SP 36 LN KCL LN PUKAN LN O. PADAT
LN KCL 0. 720
0. 000

LN PUKAN 0. 144 0. 299
0. 447 0. 108

LN O. PADAT 0. 549 0. 434 0. 140
0. 002 0. 017 0. 461

LN O. CAI R 0. 474 0. 525 0. 480 0. 544
0. 008 0. 003 0. 007 0. 002


Cel l Cont ent s: Pear son cor r el at i on
P- Val ue









Lampiran 22. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Model III



The r egr essi on equat i on i s
LN PRODUKSI = 1. 51 + 0. 128 LN TK + 0. 0849 LN BENI H - 0. 0305 LN KAPUR
+ 0. 214 LN UREA + 0. 126 LN KCL + 0. 463 LN SP 36 + 0. 390 LN
PUKAN
- 0. 0901 LN NI LAI OBAT


Pr edi ct or Coef SE Coef T P VI F
Const ant 1. 507 1. 002 1. 50 0. 148
LN TK 0. 12849 0. 06205 2. 07 0. 051 2. 4
LN BENI H 0. 08494 0. 04161 2. 04 0. 054 1. 9
LN KAPUR - 0. 03046 0. 05315 - 0. 57 0. 573 1. 6
LN UREA 0. 2136 0. 1027 2. 08 0. 050 3. 9
LN KCL 0. 12576 0. 05396 2. 33 0. 030 2. 5
LN SP 36 0. 46323 0. 08632 5. 37 0. 000 5. 1
LN PUKAN 0. 38984 0. 08628 4. 52 0. 000 2. 2
LN NI LAI OBAT - 0. 09007 0. 04106 - 2. 19 0. 040 2. 2


S = 0. 0530875 R- Sq = 95. 3% R- Sq( adj ) = 93. 5%


Anal ysi s of Var i ance

Sour ce DF SS MS F P
Regr essi on 8 1. 19512 0. 14939 53. 01 0. 000
Resi dual Er r or 21 0. 05918 0. 00282
Tot al 29 1. 25431












Lampiran 23. Koefisien Korelasi antar Peubah pada Model III



LN PRODUKSI LN TK LN BENI H LN KAPUR
LN TK 0. 631
0. 000

LN BENI H - 0. 038 - 0. 119
0. 843 0. 531

LN KAPUR 0. 243 0. 365 - 0. 260
0. 195 0. 047 0. 166

LN UREA 0. 849 0. 617 0. 045 0. 237
0. 000 0. 000 0. 812 0. 207

LN SP 36 0. 887 0. 653 - 0. 101 0. 427
0. 000 0. 000 0. 594 0. 019

LN KCL 0. 777 0. 489 - 0. 062 0. 250
0. 000 0. 006 0. 743 0. 184

LN PUKAN 0. 410 0. 065 - 0. 469 - 0. 010
0. 024 0. 732 0. 009 0. 960

LN NI LAI OBA 0. 459 0. 610 - 0. 315 0. 488
0. 011 0. 000 0. 090 0. 006


LN UREA LN SP 36 LN KCL LN PUKAN
LN SP 36 0. 773
0. 000

LN KCL 0. 550 0. 720
0. 002 0. 000

LN PUKAN 0. 307 0. 144 0. 299
0. 099 0. 447 0. 108

LN NI LAI OBA 0. 485 0. 521 0. 459 0. 331
0. 007 0. 003 0. 011 0. 074


Cel l Cont ent s: Pear son cor r el at i on
P- Val ue










Lampiran 24. Uji Normalitas dan Heteroskedastisitas Sisaan pada Model III

Fitted Value
R
e
s
i
d
u
a
l
9.75 9.50 9.25 9.00 8.75 8.50
0.15
0.10
0.05
0.00
-0.05
Residuals Versus the Fitted Values
(response is LN PRODUKSI)

Plot Uji Heteroskedastisitas Sisaan

RESI1
P
e
r
c
e
n
t
0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05 -0.10
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Mean
0.207
-4.50010E-15
StDev 0.04518
N 30
AD 0.488
P-Value
uji kenormalan sisaan
Normal

Plot Uji Normalitas Sisaan

Lampiran 25. Uji Skala Usaha (Return to Scale)






H
0
: Ep = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 +b6 + b7 + b8 = 1
H
1
: Ep = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 +b6 + b7 + b8 1

( )
14,60
0,059756
0,87245
20
1,19512
1
1,19512 2,06757
k n
UR
RSS
m
UR
RSS
R
RSS
Fhitung
=
=



Wilayah kritik : F hitung>F
(k-1, n-k)
: tolak H
0
; F hitung<F
(k-1, n-k)
: tidak tolak H
0

F
tabel (1,20) ; 5%
= 4,45

Karena Fhitung > F tabel, maka H
0
dapat ditolak




Keterangan : JKR
R
= Jumlah kuadrat regresi pada model restriksi
JKS
UR
= Jumlah kuadrat sisaan pada model tanpa restriksi
m = Jumlah restriksi linier, pada model restriksi digunakan 1 restriksi.
n = Jumlah observasi
k = Jumlah parameter pada model tanpa restriksi

Lampiran 26. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Fungsi Produksi.


Responden
Produksi
(Kg/Ha)
Tenaga Kerja
(HKP/Ha)
Benih
(g/Ha)
Kapur
(Kg/Ha)
Urea
(Kg/Ha)
SP36
(Kg/Ha)
KCl
(Kg/Ha)
Pukan
(Kg/Ha)
O
Padat
(Kg/ha)
O Cair
(Lt/Ha)
Nilai Obat-
obatan (Rp)
Ujang 11302,08 1031,77 104,17 1041,67 208,33 156,25 208,33 31250,00 72,92 15,63 7 500 000, 00
Kosasih 8906,25 894,66 104,17 1041,67 182,29 156,25 104,17 23437,50 52,08 10,42 6 822 916, 67
Ajud 8406,25 586,81 208,33 694,44 173,61 138,89 104,17 20833,33 52,08 6,94 4 513 888, 89
Nurdin 10347,22 686,28 208,33 694,44 208,33 156,25 104,17 20833,33 34,72 3,47 2 604 166, 67
Mahmur 10885,42 607,29 104,17 1041,67 208,33 156,25 156,25 31250,00 62,50 10,42 5 833 333, 33
Usup 8515,63 610,94 104,17 1041,67 182,29 156,25 104,17 23437,50 52,08 5,21 3 802 083, 33
Sulaiman 9817,71 955,08 104,17 1041,67 208,33 156,25 156,25 23437,50 41,67 10,42 6 666 666, 67
Udin 8368,06 805,38 104,17 694,44 173,61 104,17 104,17 24305,56 41,67 6,94 3 680 555, 56
Sarin 2 8354,17 725,83 208,33 1041,67 208,33 125,00 125,00 21875,00 62,50 6,25 5 937 500, 00
Banan 10416,67 838,02 138,89 694,44 243,06 138,89 104,17 31250,00 41,67 13,89 7 777 777, 78
Eman 8307,29 673,96 104,17 520,83 182,29 130,21 130,21 23437,50 41,67 10,42 6 250 000, 00
Sukatma 8229,17 515,89 104,17 1041,67 182,29 130,21 130,21 23437,50 41,67 10,42 4 583 333, 33
Dede Rahman 16875,00 1195,31 104,17 1041,67 312,50 312,50 312,50 31250,00 125,00 20,83 10 625 000, 00
Parman 10989,58 711,98 104,17 520,83 208,33 156,25 156,25 31250,00 41,67 10,42 4 322 916, 67
Baban 10833,33 1282,29 104,17 1041,67 312,50 208,33 104,17 20833,33 125,00 20,83 10 729 166, 67
Sarin 1 11145,83 1308,85 104,17 1041,67 208,33 208,33 208,33 20833,33 104,17 20,83 10 000 000, 00
Juli 8333,33 627,43 104,17 694,44 208,33 104,17 104,17 24305,56 41,67 6,94 3 541 666, 67
Umar 8854,17 903,32 208,33 781,25 195,31 117,19 117,19 23437,50 52,08 7,81 4 687 500, 00
Dadang 8166,67 801,09 208,33 1041,67 208,33 125,00 125,00 21875,00 93,75 6,25 6 781 250, 00
Dahrimi 8333,33 728,65 208,33 651,04 195,31 130,21 104,17 19531,25 39,06 2,60 2 994 791, 67
Saobarudin 7847,22 720,49 104,17 694,44 173,61 104,17 104,17 31250,00 69,44 13,89 7 638 888, 89
Suhaemi 10711,81 690,63 208,33 868,06 208,33 156,25 156,25 20833,33 52,08 13,89 7 986 111, 11
Daman 11041,67 856,51 104,17 1041,67 208,33 156,25 104,17 31250,00 62,50 10,42 7 708 333, 33
Yanto 10763,89 941,23 208,33 694,44 208,33 156,25 156,25 20833,33 52,08 6,94 5 555 555, 56
Irwan 9791,67 1024,22 104,17 1041,67 208,33 156,25 104,17 23437,50 52,08 10,42 6 770 833, 33
Saefuloh 8645,83 716,15 208,33 651,04 208,33 130,21 117,19 23437,50 39,06 7,81 5 078 125, 00
Apud 11111,11 950,35 138,89 694,44 243,06 138,89 138,89 31250,00 41,67 13,89 5 763 888, 89
Upah 10416,67 631,60 138,89 694,44 243,06 138,89 138,89 31250,00 55,56 13,89 6 805 555, 56
Pahru 4756,94 502,43 104,17 694,44 104,17 69,44 69,44 20833,33 41,67 6,94 4 236 111, 11
Sarip A 10937,50 866,23 208,33 694,44 208,33 156,25 156,25 20833,33 34,72 10,42 4 166 666, 67
Rata rata 9713,72 813,02 142,36 839,12 207,47 147,66 133,62 24910,30 57,35 10,52 6 045 486, 11
Lampiran 27. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2080 meter persegi.
PENERIMAAN
Panen Ke- Hasil Harga Penerimaan
1 51,00 5 783, 33 294 950, 00
2 84,70 5 706, 67 483 354, 67
3 142,50 5 776, 67 823 175, 00
4 195,17 5 600, 00 1 092 933, 33
5 282,33 5 891, 67 1 663 413, 89
6 337,33 6 190, 00 2 088 093, 33
7 302,00 6 533, 33 1 973 066, 67
8 235,67 6 986, 67 1 646 524, 44
9 157,83 7 443, 33 1 174 806, 11
10 95,00 7 830, 00 743 850, 00
11 27,17 10 050, 00 273 025, 00
12 16,00 10 050, 00 160 800, 00
Total 1923,20 12 393 734, 32
II BIAYA TIDAK TETAP
BIAYA TENAGA KERJA
No Kegiatan
Biaya
Per HKP
Hari
Kerja
TKLK
(HKP)
TKDK
(HKP)
Tunai Diperhitungkan Total Biaya
1 Pembukaan Lahan 40 000, 00 2,25 6,27 2,25 250 800, 00 90 000, 00 340 800, 00
2 Pengolahan Tanah dan Pembentukan Bedengan 40 000, 00 2,60 5,18 2,60 207 306, 67 104 000, 00 311 306, 67
3 Pengapuran 40 000, 00 0,70 0,45 0,70 17 838, 89 28 166, 67 46 005, 56
4 Pemupukan (Pupuk Kandang) 40 000, 00 0,83 0,88 0,83 35 111, 11 33 333, 33 68 444, 44
5 Pemupukan (Pupuk Dasar) 40 000, 00 0,70 0,33 0,72 13 144, 44 28 917, 78 42 062, 22
6 Penyemaian 40 000, 00 0,28 0,00 0,28 - 11 166, 67 11 166, 67
7 Pembibitan 40 000, 00 13,23 0,00 13,23 - 529 333, 33 529 333, 33
8 Pembuatan Lubang Tanam 40 000, 00 0,93 0,78 0,87 31 111, 11 34 844, 44 65 955, 56
9 Penanaman 40 000, 00 0,86 1,00 1,24 39 826, 67 49 668, 89 89 495, 56
Penyulaman 40 000, 00 0,52 0,37 0,64 14 880, 00 25 626, 67 40 506, 67
10 Perampelan 40 000, 00 2,57 1,90 3,80 75 973, 33 151 946, 67 227 920, 00
11 Pemasangan Ajir 40 000, 00 0,96 0,42 1,01 16 611, 11 40 377, 78 56 988, 89
12 Pemupukan Susulan 40 000, 00 2,65 0,87 3,20 34 626, 67 127 906, 67 162 533, 33
13 Penyemprotan 40 000, 00 4,08 0,41 4,08 16 333, 33 163 333, 33 179 666, 67
14 Penyiangan 40 000, 00 3,63 2,74 5,23 109 484, 44 209 280, 00 318 764, 44
15 Pemanenan 40 000, 00 15,37 21,21 26,33 848 240, 00 1 053 128, 89 1 901 368, 89
Total 52,17 42,78 67,03 1 711 287, 78 2 681 031, 11 4 392 318, 89
Lampiran 27. Analisis Cabang Usahatani Cabai per 2080 meter persegi (Lanjutan).
BIAYA SARANA PRODUKSI
No Sarana Produksi Harga (Rp / Unit) Volume
1 Benih 8 550, 00 34,17 292 125, 00 0, 00 292 125, 00
2 Kapur 307, 67 206,67 63 584, 44 0, 00 63 584, 44
3 Pupuk Urea 1 446, 67 41,50 60 036, 67 0, 00 60 036, 67
5 Pupuk Kcl 2 063, 33 28,50 58 805, 00 0, 00 58 805, 00
6 Pupuk Sp-36 1 980, 00 26,00 51 480, 00 0, 00 51 480, 00
8 Pupuk Kandang 166, 67 4850,00 808 333, 33 0, 00 808 333, 33
9 Obat-Obatan Padat 60 000, 00 11,03 662 000, 00 0, 00 662 000, 00
10 Obat-Obatan Cair 252 833, 33 1,80 455 100, 00 0, 00 455 100, 00
12 Ajir 135, 83 4200,00 570 500, 00 0, 00 570 500, 00
13 Tali 16 500, 00 3,67 60 500, 00 0, 00 60 500, 00
Total 3 082 464, 44 0, 00 3 082 464, 44
Total Biaya Tidak Tetap 4 793 752, 22 2 681 031, 11 7 474 783, 33
III BIAYA TETAP
Biaya Penyusutan Alat
No Alat Nilai Beli Umur Nilai Sisa Jumlah Penyusutan
1 Cangkul 31 000,00 5,60 0,00 1,93 10 702, 38 0, 00 3 660, 61 3 660, 61
2 Sabit 10 166,67 5,73 0,00 0,70 1 241, 28 0, 00 424, 56 424, 56
3 Sprayer 368 166,67 3,70 109 166,67 1,40 98 000, 00 0, 00 33 519, 63 33 519, 63
Total 109 943, 66 0, 00 37 604, 80 37 604, 80
Bobot 0,34
Total Biaya Tetap 0, 00 37 604, 80 37 604, 80
Biaya Sewa dan Bunga
Lahan 0,208 Ha 0, 00 307 733, 33 307 733, 33
Total Biaya Sewa 0, 00 307 733, 33 307 733, 33

IV TOTAL BIAYA 4 793 752, 22 3 026 369, 25 7 820 121, 47

V PENDAPATAN
Pendapatan Kerja Petani 4 597 870, 97
Pendapatan Kerja Keluarga 7 278 902, 09
Rasio R/C atas Biaya Tunai 2,59
Rasio R/C atas Biaya Total 1,59

Anda mungkin juga menyukai