Anda di halaman 1dari 50

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara pertanian. Mayoritas

penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian baik itu sub

sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, maupun

kehutanan. Hal tersebut didukung pula oleh keadaan tanah dan iklim yang sesuai

sehingga memungkinkan produksi yang lebih besar dari berbagai sub sektor

pertanian yang ada di Indonesia.

Dalam perekonomian Indonesia komoditas pangan lainnya memiliki

peranan yang cukup besar. Peranan komoditas pangan lainnya dalam menunjang

pendapatan petani sangat penting sebab beberapa komoditas lainnya memiliki

komoditas yang cukup tinggi selain komoditas migas. Sehingga kebijaksanaan

pembangunan pertanian tanaman pangan lainnya yang merupakan sub sektor

bidang pertanian akan terus dilanjutkan dan diarahkan menuju pertanian yang

tangguh dengan tujuan meningkatkan hasil-hasil produksi dari sektor tersebut, guna

memenuhi kebutuhan pangan yang diharapkan mampu menigkatkan pendapatan

baik bagi masyarakat, daerah maupun bagi negara

Pembangunan pertanian Hortikultura yang meliputi tanaman sayur-sayuran,

buah-buahan, tanaman hias serta tanaman obat-obatan tumbuh di kembangkan

menjadi agribisnis dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada karena iklim

yang bervariasi, lahan subur dan cukup tersedia serta menyerap tenaga kerja yang

banyak.

Penelitian Mustamir (2018) penerimaan cabai rawit dengan luas lahan

setengah hektar yaitu sebasar Rp. 56.705.000,00 dengan rasio keuntungan sebesar 3
2

kali. Penerimaan cabai rawit dengan luas lahan seprtiga hektar yaitu Rp. 50.

195.500,00 dengan rasio keuntungan sebesar 2.69 kali. Penerimaan cabai rawit

dengan luas lahan seperempat hektar yaitu Rp. 43.736,00 dengan rasio keuntungan

sebesar 4 kali.

Penelitian I Made Tamba (2015) Penerimaan usahatani merupakan hasil

kali total produksi dengan harga satuannya. Produksi adalah total hasil dari

usahatani yang dinyatakan dalam bentuk fisik. Sedangkan pendapatan merupakan

selisih antara total penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan selama

berlangsungnya proses produksi dari usahatani cabai. Berdasarkan wawancara

langsung dengan responden, tanaman cabai dipanen setiap 7 hari sekali setelah usia

tanaman 100 hari. Rata-rata proses pemanenan bisa berlangsung selama satu

tahun. Dengan demikian satu musim tanam usahatani cabai kurang lebih adalah

satu tahun tiga bulan. Rata-rata kuantitas produksi cabai selama satu musim tanam

adalah 2.590 kg, dengan harga Rp. 35.000,-/kg. Jadi, rata-rata penerimaan

usahatani cabai dalam luas lahan per satu kali musim tanam adalah sebesar Rp.

90.650.000,-.

Efisiensi pendapatan usahatani dicirikan dengan revenue cost ratio (R/C)

yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya produksi. Jadi,

dengan rata-rata penerimaan usahatani cabai sebesar Rp. 90.650.000 dan total biaya

produksinya sebesar Rp. 4.464.000,- maka tingkat efisiensi pendapatan usahatani

cabai rawit di desa Lambandia adalah 20,4. Dari hasil perhitungan R/C tersebut di

atas dapat dijelaskan bahwa usahatani cabai mempunyai nilai R/C ratio lebih besar

dari 1, ini menunjukkan bahwa usahatani cabai rawit sangat efisien atau

menguntungkan bila diusahakan. Besarnya rata-rata pendapatan yang diperoleh


3

selama satu musim tanam pada usahatani cabai sebesar Rp. 86.186.000,- dengan

R/C ratio usahatani cabai lebih besar dari 1, jadi usaha tani cabai sangat efisien

untuk diusahakan. Masalah utama yang dihadapi dalam berusahatani cabai adalah

adanya serangan hama/penyakit.

Lebih lanjut penelitian Irman (2019) hasil analisis biaya menunjukkan

bahwa biaya yang dikeluarkan dalam usahatani cabai merah sebesar Rp.

109.046.017,- atau dengan rata-rata perhektar sebesar Rp 24.232.448,- penerimaan

yang diperoleh dalam usahatani cabai merah sebesar 245.940.000,- dengan rata-rata

perhektar sebesar Rp. 54.653.333,- dan pendapatan yang diperoleh patani cabai

rawit merah cukup optimal yaitu sebesar Rp. 136.893.983 atau rata-rata perhektar

sebesar 30.420.885,- petani permusim tanam.

Hortikultura, utamanya sayuran merupakan komoditi pertanian yang

memiliki harga cukup tinggi di pasaran. Salah satu komoditi sayut yang sangat

dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai lapisan masyarakat adalah cabai

rawit, sehingga tidak mengherankan bila volume peredaran di pasaran dalam skala

besar. Peningkatan produksi pertanian akan berpengaruh pada petani. Dalam

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, sering dihadapkan pada

permasalahan pengetahuan petani yang masih relatif rendah, keterbatasan modal,

lahan garapan yang sempit serta kurangnya keterampilan petani yang nantinya akan

berpengaruh pada penerimaan petani (Antara dkk, 2000).

Cabai (Capcicum annum, L) merupakan salah satu jenis komoditi sayur -

sayuran yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari -

hari, selain berfungsi sebagai bahan makanan cabai juga banyak mengandung zat -
4

zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia seperti protein,

(Capsaicin) lemak, (Flavenoid) karbohidrat, (Esensial). Rostini, 2012).

Selain sebagai pembangkit makanan, cabai dengan rasa pedasnya tersebut

bermanfaat untuk mengatur peredaran darah, memperkuat jantung, nadi, dan

syaraf, mencegah flu dan demam, meningkatkan semangat dalam tubuh, serta

mengurangi encok dan rematik. Meskipun banyak manfaat cabai juga mempunyai

efek yang kurang baik bagi kesehatan.

Bagi masyarakat di Kecamatan Wonggeduku, terutama di Desa Duriaasi

dalam menanam tanaman cabai rawit yang dibudidayakan selama ini merupakan

tanaman selingan disamping tanaman utama seperti tanaman padi, jagung serta

kacang tanah. Walaupun demikian tanaman cabai yang diusahakan dapat

memopang kehidupan petani dengan pendapatan yang beragam. Tanaman cabai

rawit yang diusahakan mempunyai harga yang menjanjikan selama tahun 2019 ini,

dan produksi yang dihasilkan dapat menghidupkan 2 sampai 4 keluarga selama

jangka waktu satu bulan.

Berdasarkan status pengusaan lahan petani di Kecamatan Wonggeduku,

kemungkinan perbedaan pendapatan petani cabai sangat bervariasi. Ini disebabkan

perbedaan penggunaan berbagai faktor-faktor produksi yang dilakukan petani di

wilayah tersebut. Perbedaan ini menyebabkan hasil yang diperoleh petani atas

milik lahan merupakan hasil keseluruhan pendapatan petani tersebut.

Realita yang terjadi di kalangan petani setelah produksi tanamannya tidak

jarang petani yang menghitung detail analisis usahatani secara ekonomi. Artinya

mereka tidak pernah membuat perincian biaya-biaya yang dikeluarkan baik

berupa biaya pembelian pupuk, pestisida, sewa lahan, maupun biaya tenaga kerja
5

serta tidak pernah menghitung jumlah penerimaan dalam sekali panen. Sehingga

berapa keuntungan yang didapatkan dalam sekali panen hampir tidak diketahui.

Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pendidikan dan pengetahuan petani itu

sendiri.

Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh petani sangat mempengaruhi

motivasi petani itu sendiri dalam melakukan usahatani. Semakin besar pendapatan

yang diperoleh petani maka semakin giat dan bersemangat petani tersebut

melakukan usahataninya. Begitu juga sebaliknya semakin kecil pendapatan yang

diperoleh oleh petani maka semakin malas dan tidak bersemangat petani tersebut

dalam melakukan usahataninya, hal ini sangat menjanjikan dengan harga cabai

rawit yang tinggi selama tahun 2019, dan kebutuhan pasar yang sangat

meningkat akan permintaan cabai rawit ini. Dengan harga cabai rawit yang

tinggi secara otomatis pendapatan petani juga bertambah disamping pendapatan

sampingan lainnya. Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis terinspirasi

untuk menganalisis dengan judul” Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Cabai

Rawit Di Desa Duriaasi Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe .”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Seberapa besar pendapatan usahatani cabai rawit di Desa Duriaasi Kecamatan

wonggeduku Kabupaten konawe.

2. Apakah usahatani cabai rawit di Desa Duriaasi Kecamatan Wonggeduku

Kabupaten Konawe layak untuk di jalankan ?


6

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk menganalisis biaya dan pendapatan usahatani cabai rawit di Desa

Duriaasi Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe.

2. Untuk mempelajari layak tidaknya usahatani cabai rawit di Desa Duriaasi

Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe

D. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi petani dalam upaya meningkatkan

sumber pendapatan

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam merumuskan

kebijakan dibidang pembangunan pertanian

3. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya

4. Sebagai bahan acuan untuk peneliti sendiri


7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Cabai Rawit

Cabai (Capsicum annum L) atau lombok termasuk kedalam family

Solanacea merupakan tanaman musiman yang tumbuh tegak dengan batang

berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk

tanaman hingga 90 cm. Umumnya daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau

gelap tergantung varietasnya. Cabai merupakan tanaman asli Amerika Tengah

tepatnya berasal dari daerah bolivia. Awalnya cabai tumbuh liar dan penyebaran

bijinya dibantu oleh bangsa burung (aves) dan tanpa sengaja melakukan

penyerbukan silang dari beberapa varietas cabai yang ada hingga menjadi kultivar

(Anonim, 2008)

Orang yang paling berjasa dalam penyebaran tanaman cabai hingga

keseluruh dunia adalah Christophorus Colombus (1451-1506). Columbus adalah

seorang pelaut dari italia yang mendarat di pegunungan Guanahani, yang kemudian

ia namakan sebagai pantai sun salvador di Kepulauan Bahama di Laut Karibia pada

tanggal 12 oktober 1492. Di benua baru itu, ia menemukan penduduk asli yang

banyak menggunakan buah merah menyala berasa pedas sebagai bumbu masakan.

Columbus berlayar untuk menemukan pulau rempah -rempah, karena tersesat arah

secara tidak sengaja Colombus menemukan Benua Amerika termasuk komoditas

cabainya. Ia sempat melakukan tiga kali perjalanan ke benua baru tersebut,

diperkirakan cabai di Indonesia pertama kali di bawa oleh seorang pelaut Portugis

bernama Ferdinand Magellan (1480-1521).


8

Ia melakukan pelayaran hingga ke Maluku pada tahun 1519 melalui jalur laut dari

sebelah barat.

Pada umumnya cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai ketinggian

1000 meter diatas permukaan laut. Cabai dapat beradaptasi dengan baik pada

temperatur 24 – 270C dengan kelembaban yang tidak terlalu tinggi. Tanaman cabai

dapat ditanam pada tanah sawah maupun tegalan yang gembur, subur, tidak terlalu

liat dan cukup air. Permukaan tanah yang paling ideal adalah datar dengan sudut

kemiringan lahan 0 - 100 serta membutuhkan sinar matahari penuh dan tidak

ternaungi pH tanah yang optimal antara 5,5 – 7. Dalam pembudidayaan cabai, perlu

keterampilan dan pengalaman lapangan yang memadai. Pemilihan varietas sangat

penting untuk menyesuaikan dengan kondisi lahan dan kebutuhan pasar.

Tahap awal budidaya cabai adalah membuat persemaian guna menyiapkan

bibit tanaman yang sehat, kuat dan seragam sebagai bahan tanam di lapangan.

Media semai yang dipergunakan hendaknya mempunyai struktur yang remah, tidak

menahan air dan cukup nutrisi. Bahan yang dapat digunakan adalah campuran

kompos, tanah, dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. Untuk menambahkan nutrisi

berikan pupuk NPK grand S-15 sebanyak 80 gram yang telah dihaluskan untuk tiap

3 ember campuran bahan tersebut. Setelah bahan tercampur, masukkan bahan pada

kantung plastik dengan ukuran 8 x 9 cm sampai 90 % penuh, dan buat lubang

pembuangan air pada plastik bagian bawah yang telah terisi media. Atur media

pada bedeng semai yang telah disiapkan. Bedeng semai dibuat dengan tinggi 20 -

50 cm dengan lebar 80 – 100 cm dan panjang menyesuaikan kondisi. Arah

bedengan diatur membujur utara selatan dengan memberikan atap penutup dari

plastik dengan tiang penyangga bagian timur 100 cm dan bagian barat 80 cm atau
9

atap dapat dibuat dengan model ½ lingkaran. Hal ini dimaksudkan agar bibit yang

tumbuh cukup mendapatkan sinar matahari sehingga tidak mengalami etiolasi.

Langkah selanjutnya adalah pemeraman benih yang bertujuan untuk

mengecambahkan benih. Media pemeraman yang digunakan adalah kain handuk

atau 3 - 5 lapis kertas merang yang disemprot dengan larutan fungisida Vitory

dengan konsentrasi 3 gram / liter. Benih ditaburkan secara merata pada media dan

diusahakan tidak menumpuk. Benih yang digunakan sebaiknya benih cabai hibrida

yang telah diberi perlakuan pestisida

Media digulung atau dilipat dan dismpan dalam suhu kamar. Untuk

menjaga kebersihan media peram, semprotkan air dengan handsprai setiap pagi dan

sore. Setelah 4 sampai 7 hari, benih akan mengeluarkan radikula atau calon akar.

Dengan bantuan penjepit, benih yang telah mengeluarkan calon akar di tanam pada

media semai yang disiram terlebih dahulu. Setiap pagi dan sore persemaian perlu

disiram. Untuk mencegah gangguan cendawan, semprot persemaian dengan

insektisida winder 100 cc dengan konsentrasi 0,5 cc/ liter. Persemaian juga dapat

dilakukan dengan meletakkan benih secara langsung pada media semai tanpa

diperam terlebih dahulu. Lahan yang akan dipakai tempat penanaman harus

dibersihkan dari segala macam gulma dan akar bekas tanaman lama, agar

pertumbuhan akar tidak terganggu dan untuk menghilangkan tumbuhan yang

menjadi inang hama dan penyakit. Apabila lahan banyak ditumbuhi gulma,

pembersihannya lebih baik menggunakan Herbisida sistemik seperti rambo 480AS

dengan dosis 2 sampai 4 liter per hektar. Selanjutnya lahan dibajak dan digaru

dengan hewan ternak maupun bajak traktor,. Pembajakaan dan penggaruan


10

bertujuan untuk menggemburkan, memperbaiki aerasi tanah dan untuk

menghilangkan OPT yang bersembunyi di tanah.

Buat bedengan dengan ukuran lebar 100 -110 cm dengan ketinggian

bedengan 50-60 cm dan lebar parit 50-60 cm. Panjang bedengan disesuaikan

dengan kondisi lahan. Pengukuran pH tanah juga perlu dilakukan dengan alat pH

meter atau dengan kertas lakmus. Untuk menaikkan pH tanah lakukan pengapuran

lahan menggunakan dolomint atau kapur gamping dengan dosis 2 - 4 ton / Ha atau

200 - 400 gram / meter persegi tergantung pH tanah yang akan dinaikkan.

Pengapuran diberikan pada saat pembajakan atau pada saat pembuatan bedengan

bersamaan dengan sebar kompos atau pupuk kandang. Pupuk kandang yang

diperlukan adalah 10 sampai 20 ton / Ha atau ½ - 1 zak untuk 10 meter panjang

bedengan. Pupuk dasar yang di berikan adalah pupuk NPK grand S-15, 2 kg untuk

10 meter panjang bedengan atau 2 ton / hektar.

Tahap berikutnya adalah pemasangan mulsa plastik hitam perak yang

berguna untuk menekan perkembangbiakkan hama dan penyakit, pertumbuhan

gulma, mengurangi penguapan, mencegah erosi tanah, mempertahankan srtuktur,

suhu dan kelembaban tanah serta dapat mencegah terjadinya pencucian pupuk.

Pemasangan mulsa dilakukan dengan cara membentang dan menarik antara dua sisi

dengan permukaan perak di bagian atas. Setiap ujung dan sisi mulsa dikancing

dengan pasak. Agar pemasangan mulsa lebih optimal dan dapat menutup

permukaan bedengan dengan baik, sebaiknya dilakukan pada siang hari atau saat

cuaca panas.

Jarak tanam yang digunakan adalah 50 – 60 cm jarak antar lubang 60 – 70

cm untuk jarak antar barisan dengan pola penanaman model segitiga atau zig-zag.
11

Pembuatan lubang pada mulsa yang berpedoman pada pola yang dipakai dan sesuai

jarak tanam yang dianjurkan. Pembuatan lubang pada mulsa dapat juga

menggunakan sistem pemanasan dengan menggunakan kaleng dengan diameter

kurang lebih 8 - 10 cm. Lubang tanam dibuat dengan cara menugal tanah sedalam 8

- 10 cm.

Bibit cabai di persemaian yang telah berumur 15 - 17 hari atau telah

memiliki 3 atau 4 daun, siap dipindah tanam pada lahan. Semprot bibit dengan

fungisida dan insektisida 1 - 3 hari sebelum memindahkan tanaman untuk

mencegah serangan penyakit jamur dan hama, sesaat setelah pindah tanam seleksi

dan pengelompokan bibit berdasarkan ukuran besar kecil dan kesehatannya.

Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pada saat cuaca tidak terlalu

panas, dengan cara merobek kantong semai dan diusahakan media tidak pecah dan

langsung dimasukkan pada lubang tanam (Sitohang, 2010).

B. Usahatani

Usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang

mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan

memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila

petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang

dikuasai) sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya

tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (Soekartawi,

2017)

Usahatani didefinisikan bahwa suatu kegiatan dalam bidang pertanian

dengan menggunakan sumberdaya atau faktor - faktor produksi yang ada seperti,

tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen yang bermanfaat untuk menghasilkan
12

produk-produk pertanian. Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor

produksi yaitu, alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang di usahakan oleh

perseorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang

dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Karakteristik umum petani di Indonesia

adalah petani kecil. Dimana para petani tersebut memiliki lahan yang kurang dari

0,5 hektar ( sempit ), tingkat pendapatan yang rendah sekitar kurang dari 240

kilogram beras perkapita pertahun, mengalami kekurangan modal dalam bertani

serta kurang dinamisnya perkembangan pola bercocok tanam.

Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu

usahatani subsistem dan usahatani komersial. Usahatani subsistem bertujuan

memenuhi konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersial adalah usahatani

dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Soekartawi 2015,

menyatakan bahwa ciri petani komersial adalah :

a. Cepat dalam mengadopsi inovasi pertanian

b. Cepat dan tanggap dalam mencari informasi

c. Lebih berani dalam mengambil resiko dalam berusaha

d. Memiliki sumberdaya yang cukup

Berdasarkan tingkat keberhasilan usahatani dilihat dari produksi serta

produktivitas usahatani itu sendiri. Keberhasilan produksi dititikberatkan kepada

pola budidaya dan perkembangan teknologi pertanian yang diterapkan dalam suatu

usahatani. Adapun beberapa aspek budidaya yang perlu diperhatikan adalah:

 Penggunaan benih / bibit unggul (sesuai dengan standar benih bermutu)


13

 Penerapan sistem pola tanam yang sesuai dengan kondisi lahan (sistem

tunggal komoditi)

 Pemeliharaan tanaman harus diperhatikan dari pemberian pupuk, pengairan,

penyulaman, penyiangan serta pengendalian hama dan penyakit. Penanganan

panen dan pasca panen termasuk penyimpanan, sehingga menghasilkan kondisi

produk yang baik dan berkualitas.

Warsana (2017) mengemukakan bahwa usahatani adalah sebagian dari

kegiatan dipermukaan bumi dimana seorang petani sebuah keluarga atau manajer

yang di gaji bercocok tanam atau memelihara ternak.

Hermanto (2014) mendefinisikan bahwa usahatani sebagai organisasi dari

alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang ditujukan untuk memperoleh

produksi dilapangan pertanian. Dari batasan tersebut di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa dari empat sumber daya yang merupakan faktor produksi

penting dalam usahatani yaitu (1) tanah, meliputi kuantitas (luas) dan kualitasnya,

(2) tenaga kerja, meliputi kuantitas (jumlah) dan kuantitasnya, (3) modal, bangunan

iventaris dan modal kerja untuk pembelian input variabel dan (4) keterampilan

manajemen dari petani.

Pengelolaan usahatani yang efisien akan mendatangkan pendapatan yang

positif atau suatu keuntungan, usahatani yang tidak efisien akan mendatangkan

suatu kerugian. Usahatani yang efisien adalah usahatani yang produktivitasnya

tinggi. Ini bisa dicapai kalau manajemen pertaniannya baik. Dalam faktor-faktor

produksi dibedakan menjadi dua kelompok :


14

 Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam - macam tingkat

kesuburan, benih, pupuk, obat-obatan, gulma dan sebagainya

 Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat

pendidikan, status pertanian, tersedianya kredit dan sebagainya (Soekartawi,

2010)

Umumnya setiap petani dalam berusahatani akan berbeda - beda dalam

melakukan kegiatan atau pekerjaan yang berhubungan dengan proses - proses

produksi khususnya dalam usahatani cabai. Berikut akan dipaparkan pengenalan

tanaman cabai, syarat pertumbuhan dan pedoman teknis budidaya cabai secara

umum.

C. Produksi

Usahatani sesungguhnya tidak sekedar hanya terbatas pada pengambilan

hasil melainkan nyata merupakan suatu usaha produksi. Dalam hal ini akan

berlangsung pendayagunaan tanah, modal, tenaga kerja, dan keterampilan sebagai

faktor produksi tersebut. Jika pendayagunaannya dilakukan dengan baik akan

menghasilkan hasil yang baik pula sebaliknya jika pengelolaanya tidak berjalan

dengan baik maka hasilnya tidak padat diandalkan. Jika hasil - hasilnya tersebut

sangat baik ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas akan menghasilkan suatu

kepuasan bagi produsen itu sendiri. Dengan demikian dalam produksi komoditi

pertanian terdapat berbagai kegiatan dan hubungan antara sumber-sumber produksi

yang digunakan dengan hasil komoditasnya (Ginting, 2010).

Ditinjau dari pengertian teknis maka produksi merupakan suatu proses

pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia agar hasil yang diperoleh lebih
15

besar dari pengorbanan yang diberikan. Sedangkan bila ditinjau dari segi ekonomi

maka pengertian produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber

yang telah tersedia sehingga memperoleh suatu hasil yang kualitas dan

kuantitasnya baik, sehingga menjadi komoditi yang layak diperdagangkan (Ginting,

2010).

Agar lebih jelas tentang pengertian produksi maka kita dapat melihat

pengertian produksi menurut Assauri (2016) mengatakan bahwa, yang dimaksud

dengan produksi adalah segala kegiatan dalam rangka menciptakan dan menambah

kegunaan atau utility suatu barang dan jasa untuk kegiatan yang mana dibutuhkan

faktor-faktor produksi yang didalam ilmu ekonomi terdiri dari tanah, modal, tenaga

kerja dan keterampilan. Selanjutnya Siahaan (2011) mengemukakan bahwa faktor

produksi dalam usahatani mencakup tanah, modal, tenaga kerja dan manajemen

atau pengelolaan. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa

tanah rasanya mustahil usahatani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah

banyak lagi faktor yang harus diperhatikan, katakan luasnya, tofografinya,

kesuburannya, keadaan fisiknya, lingkungannya, lerengnya dan lain sebagainya.

Dengan mengetahui semua keadaan mengenai tanah, usaha pertanian dapat

dilakukan dengan baik.

Sebagai faktor produksi, tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha

pertanian,. Tanpa modal sudah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling baik modal

dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga kerja. Kecukupan modal

mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam penggunaan input

(Siahaan, 2011).
16

Tenaga kerja merupakan faktor yang penting bagi keberhasilan atau

produksi. Dalam usahatani ditemukan dua macam tenaga kerja yaitu tenaga kerja

dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga adalah

tenaga kerja dalam usahatani tidak dibayar upahnya, sedangkan tenaga kerja luar

keluarga adalah tenaga dalam usahatani yang dibayarkan upahnya sehingga

dinamakan tenaga upahan (Siahaan, 2011).

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani menentukan,

mengkoordanisakan faktor produksi yang dikuasainya sebaik - baiknya dan mampu

memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan (Siahaan, 2011). Selanjutnya

Mubyarto, 2015 mengemukakan bahwa, untuk menghasilkan produksi (output)

diperlukan bantuan kerjasama beberapa faktor produksi sekaligus. Masalah

ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani dapat mengkombinasikan

faktor-faktor produksi tersebut agar tercapai efisiensi setinggi-tingginya baik secara

fisik maupun secara ekonomis. Besar kecilnya produksi sangat tergantung dari

peranan faktor produksi, namun patut diperhitungkan bahwa besar kecilnya

produksi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi setempat mengingat sifat pertanian

yang adaptasinya tergantung pada kondisi setempat (local specific). Faktor

produksi adalah semua biaya yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut

mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Di berbagai literatur faktor

produksi dikenal pula dengan istilah input, faktor produksi dan pengeluaran

produksi. Hubungan faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut

dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor ralationship (Soekartawi,

2010).
17

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi ialah suatu kegiatan atau

aktifitas yang dapat menambah nilai guna dan manfaat barang atau jasa untuk

memenuhi kebutuhan manusia. Produksi merupakan suatu kegiatan yang mengubah

input menjadi output. Menurut Mosher (2005) menyatakan bahwa usahatani adalah

bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga tani atau

bagian usaha lainnya bercocok tanam / memelihara ternak. Dalam kegiatan

usahataninya, seorang petani, mempunyai peran sebagai penggerak / pelaksana dari

seluruh kegiatan yang diperlukan untuk pertanian. Ini berarti petanilah yang

menggerakkan setiap elemen yang akan menghasilkan suatu produk. Selanjutnya

Anwas Adiwilaga (2005) menyatakan bahwa setiap usaha dalam berusahatani

memerlukan penguasaan sumberdaya yang meliputi tenaga kerja modal, tanah

sarana produksi serta alat-alat lainnya. Sejalan dengan Soeharjo dan Patong (2005)

bahwa petani biasanya memiliki modal dan tenaga kerja yang terbatas sehingga

petani harus dapat menentukan nilai jenis sarana dan peralatan yang akan di

belinya.

Ditinjau dari sudut pembangunan hal terpenting mengenai usahatani

hendaknya senantiasa berubah, baik di dalam ukuran maupun susunannya, untuk

memanfaatkan metode usahatani yang senantiasa berkembang, secara lebih efisien.

Corak usahatani bagi pertanian yang masih primitif bukanlah corak yang produktif

apabila sudah tersedia metode-metode yang modern.

Usaha penigkatan produksi dalam bidang pertanian bukan lagi semata-mata

bertujuan untuk meningkatkan produksi tetapi juga ditujukan untuk meningkatkan

pendapatan. Oleh karena itu dalam rangka tujuan tersebut, maka penerapan

teknologi yang lebih baik dari cara yang sebelumnya sangat dibutuhkan oleh
18

petani. Teknologi yang selalu diterapkan dalam bidang pertanian selalu

dimaksudkan untuk menaikan produktivitas pertanian, apakah mengenai

produktivitas tanah, modal dan tenaga kerja (Mubyarto, 2015).

Menurut Shinta (2011) usaha tani adalah usaha menggunakan sumberdaya

secara efektif dan efisien pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal,

sumber daya yang dimaksud adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen”

selaras dengan pendapat tersebut. Soetriono dkk (2006) berpendapat bahwa usaha

tani dan merupakan proses menentukan faktor mengkoordinasikan penggunaan

faktor produksi pertanian untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Hal ini

sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Daniel (2004) usaha tani adalah suatu

kegiatan yang mengorganisasikan sarana produksi pertanian dan teknologi dalam

suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian dengan tujuan memperoleh

keuntungan. Berdasarkan beberapa pengertian usaha tani tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan usaha tani adalah usaha pemanfaatkan

lahan, tenaga kerja, modal dan teknologi yang dilakukan oleh petani dengan tujuan

memperoleh keuntungan (profitabilitas) secara maksimal.

Profitabilitas merupakan gambaran kemampuan suatu usaha untuk

mendapatkan keuntungan bersih dari modal operasional yang dikeluarkan atau

operasional biaya/biaya produksi (Soekartawi, 2005). Menurut Hernanto (2011)

keuntungan usaha tani adalah selisih antara penerimaan (total revenue) dan semua

biaya yang dikeluarkan (total cost) oleh petani. Hal senada juga dikemukakan oleh

Gustiyana (2004) bahwa keuntungan (profitabilitas) usaha tani dapat diukur melalui

selisih antara penerimaan dengan biaya total atau biaya yang secara actual

dikeluarkan oleh petani. Dalam ilmu ekonomi pertanian juga dikatakan bahwa
19

keuntungan usaha tani dapat dinitung dengan membandingkan antara hasil yang

diharapkan akan diterima pada waktu panen (total revenue) dengan biaya (total

cost) yang harus dikeluarkan.

Untuk mengetahui tingkat keuntungan dalam usaha tani yaitu deangan cara

menghitung selisih pendapatan dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Pendapatan usahatani merupakan hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi

yang dinilai dalam rupiah berdasarkan harga per satuan berat pada saat panen

Siregar (2011). Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Ahmadi

(2005) bahwa pendapatan usaha tani merupakan hasil perkalian jumlah produk total

dengan satuan harga jual.

Hansen dan Mowen (2004) mengemukakan bahwa biaya produksi

merupakan biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa.

Menurut Soekartawi (2005) biaya produksi dalam usaha tani merupakan semua

pengeluaran yang digunakan dalam usaha tani baik biaya tetap maupun biaya tidak

tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya

produksi yang akan dihasilkan sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi.

Pada saat ini para petani dihadapkan pada alternativ pilihan tanaman salah

satunya yaitu cabai, tanaman cabai dengan berbagai macam varietas diantaranya

varietas cabai rawit hibrida dan cabai rawit lokal. Kedua jenis ini memiliki banyak

perbedaan jika dilihat dari teknik produksi, harga pasar, dan biaya faktor produksi

(benih, pupuk dan pestisida). Dari kedua jenis cabai rawit

tersebut jika dilihat dari keuntungannya (profitabilitas) para petani memerlukan

perhitungan secara ekonomis untuk memperoleh hasil kerja yang optimal.


20

D. Biaya Usahatani

Biaya merupakan nilai dari faktor produksi yang dikeluarkan untuk

menghasilkan output dalam waktu tertentu. Biaya yang dikeluarkan oleh

seorang petani pada proses produksi dan menjadikan sebuah produk disebut

biaya produksi. Berdasarkan sifatnya, biaya produksi digolongkan menjadi

biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap

adalah biaya yang tidak berpengaruh dengan jumlah barang yang

diproduksi. Contoh biaya yang tergolong dalam biaya tetap adalah sewa

lahan, biaya penyusutan alat dan bangunan pertanian, serta iuran irigasi.

Biaya tidak tetap adalah biaya yang berpengaruh terhadap jumlah barang

yang diproduksi. Contoh biaya yang tergolong dalam biaya variabel antara lain

biaya pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, serta tenaga

kerja upahan (Ristiawati, 2007).

Jumlah biaya tetap seluruhnya dan biaya variabel seluruhnya merupakan

biaya total produksi dalam notasi matematika dituliskan :

TC = TFC + TVC

Dimana :

TC = Biaya total produksi

TFC = Biaya tetap total

TVC = Biaya variabel total

Penelitian Iwan (2017) Biaya total yang dihitung dalam penelitian ini

meliputi biaya tetap total ditambah dengan biaya variabel total. Hasil perhitungan

memperlihatkan bahwa rata-rata besarnya biaya total yang dikeluarkan petani


21

cabe merah di Desa Lamooso adalah sebesar Rp 14.671.958,4 per satu kali musim

tanam.

Biaya tetap yang dihitung dalam penelitian ini meliputi biaya penyusutan

alat, bunga modal (1,5% per satu kali musim tanam) dan biaya sewa lahan.

Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan masing-masing responden berbeda-beda.

Hasil perhitungan rata-rata biaya tetap usahatani cabe merah sebesar Rp

2.758.651,31 per satu kali musim tanam.

Biaya penyusutan alat dipengaruhi oleh jenis dan banyaknya alat pertanian

yang digunakan dan dimiliki petani dalam usahatani cabe merah tersebut. Jenis alat

yang digunakan meliputi : cangkul, garpu, ajir, sprayer, drum, tali rapia, timbangan,

golok, mulsa, power sprayer, selang/paralon, box dan ember. Rata-rata penyusutan

alat pada usahatani cabe merah di Desa Cibeureum yaitu sebesar Rp

2.310.463,71 per satu kali musim tanam. Biaya sewa lahan yang dikeluarkan

petani cabe merah dalam penelitian ini sebesar Rp 1.000.000 per hektar. Dengan

demikian, rata-rata biaya sewa lahan yang dikeluarkan oleh petani cabe merah

adalah sebesar Rp 407.419,35 per hektar.

Biaya variabel yang dihitung dalam penelitian ini meliputi upah tenaga

kerja, benih, pupuk organik, NPK, Urea, ZA, KCL, SP-36, insektisida dan bunga

modal variabel (1,5% per satu kali musim tanam). Hasil perhitungan

memperlihatkan bahwa rata-rata besarnya biaya variabel yang dikeluarkan petani

cabe merah sebesar Rp 11.913.307,11 per satu kali musim tanam.

Dalam melakukan kegiatan usahatani cabe merah membutuhkan tenaga kerja, baik

yang berasal dari tenaga kerja dalam keluarga maupun dari luar keluarga petani
22

cabe merah. Sistem pembayaran sesuai dengan upah yang berlaku di daerah

penelitian yang dibayar secara tunai dengan upah Rp 27.000,- sampai Rp 37.000,-

per orang. Rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani cabe merah

adalah sebesar Rp 3.188.483,87 per satu kali musim tanam.

Penelitian Ratnawati (2019) Biaya pada usahatani cabai merah di Desa

Mekar Sari Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan rata-rata Rp.

57.515.062,37 per hektar per satu kali musim tanam. Sedangkan penerimaannya

adalah Rp. 161.010.453 per hektar per satu kali musim tanam. Pendapatan pada

usahatani cabara merah di Desa Mekar Sari Kecamatan Konda Kabupaten Konawe

Selatan rata-rata Rp. 103.495.391 per hektar per satu kali musim tanam.

R/C pada usahatani cabai merah di Desa Mekar Sari Kecamatan Konda

Kabupaten Konawe Selatan rata-rata 2,80, artinya setiap pengeluaran biaya Rp.

1,00 maka petani mendapat penerimaan Rp. 2,80 dan keuntungan Rp. 1,8 dan layak

untuk diusahakan.

E. Penerimaan

Perbedaan penggunaan input serta cara budidaya akan berpengaruh

terhadap hasil produksi. Hasil produksi merupakan salah satu faktor yang

menentukan penerimaan petani selain harga output. Penerimaan usahatani

atau nilai output didapat dari jumlah ouput yang produksi dikalikan dengan

harga output per satuan unit. Pada usahatani kecil, tidak semua output yang

dihasilkan dijual oleh petani. Ada output yang dihasilkan digunakan untuk

dikonsumsi rumah tangga petani, ada yang digunakan kembali dalam

berusahatani sebagai bibit atau untuk makanan ternak, atau digunakan


23

sebagai pembayaran atau bisa juga disimpan (Nugraha, 2017). Pernyataan tersebut

dapat dituliskan secara matematika

TR = P X Q

Keterangan :

TR = Penerimaan (Total Revenue)

P = Harga jual (Price)

Q = Total produksi

Penelitian Ratnawati (2019) menunjukkan Penerimaan diperoleh dari

jumlah seluruh produksi cabai merah yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual

pada saat penelitian, rata-rata hasil penerimaan dari usahatani cabai merah

untuk satu kali musim tanam sebesar Rp. 161.010.453.

F. Pendapatan

Pendapatan dalam usahatani dibedakan menjadi pendapatan kotor dan

pendapatan bersih. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah

total penerimaan (total revenue) dari pemakaian sumber daya dalam

usahatani. Pendapatan kotor adalah nilai dari semua produksi. Produksi

tanaman merupakan penjumlahan dari nilai produksi yang dijual,

dikonsumsi sendiri, yang digunakan untuk benih, dan pembayaran upah

(bawon). Sedangkan pendapatan bersih (net farm income) merupakan selisih

antara pendapatan kotor usahatai dengan total biaya. Pendapatan bersih

berarti juga sebagai keuntungan (profit) dari usahatani (Tain, 2005). Secara

matematis perhitungan pendapatan sebagai berikut :

π = TR-TC
24

Keterangan :

π : Pendapatan,

TR : Total Penerimaan (Total Revenue),

TC : Total Cost

Pada penelitian Iwan (2017) Pendapatan merupakan selisih antara

penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan, sedangkan penerimaan

merupakan hasil perkalian antara harga jual cabe merah dengan banyaknya

produksi cabe merah yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian harga jual cabe

merah pada saat penelitian adalah Rp 9.000,- per kilogram, sedangkan rata-rata

produksi cabe merah yang dihasilkan per satu kali musim tanam sebesar 5.108,93

kilogram, sehingga didapat penerimaan sebesar Rp 45.980.419,35 dengan biaya

yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 14.671.958,4 sehingga diperoleh pendapatan

rata-rata sebesar Rp 31.308.460,72 per satu kali musim tanam.

Hasil penelitian Ani Suryani (2016) menunjukkan bahwa pendapatan rata-

rata atas biaya total usahatani cabai merah di Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe

yang diterima petani sebesar Rp 85.617.642,88 per hektar. Besarnya nilai R/C atas

biaya total adalah 2,83 yang berarti setiap penambahan Rp 100,00 biaya total yang

dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 283,00. Nilai R/C yang

lebih besar dari satu berarti bahwa usahatani cabai merah menguntungkan untuk

diusahakan dan layak untuk diusahakan kembali.. Struktur biaya yang dikeluarkan

untuk biaya variabel lebih tinggi dibandingkan biaya tetap, dengan struktur biaya

yang terbesar yaitu biaya tenaga kerja sebesar 44,01%. Harga Pokok Produksi

(HPP) cabai merah perkilogram sebesar Rp6.327,30 lebih kecil dari harga jual rata-

rata cabai merah sebesar Rp17.868,72. Hasil analisis sensitivitas usahatani cabai
25

merah terhadap penurunan produksi, penurunan harga, dan peningkatan total biaya

produksi memberikan nilai pendapatan yang positif pada usahatani cabai merah.

G. Efisiensi

Efisiensi merupakan gambaran perbandingan terbaik antara suatu

usaha dan hasil yang dicapai. Efisien tidaknya suatu usaha ditentukan oleh

besar kecilnya hasil yang diperoleh dari usaha tersebut serta besar kecilnya

biaya yang diperlukan untuk memperoleh hasil tersebut. Tingkat efisiensi

suatu usaha biasa ditentukan dengan menghitung per cost ratio yaitu timbangan

antara hasil usaha dengan total biaya produksinya. Efisiensi suatu usahatani dapat

diukur menggunakan analisis R / C Ratio.

Menurut Soekartawi, R / C Ratio adalah singkatan dari Return Cost

Ratio, atau dikenal sebagai pembandingan ( nisbah ) antara penerimaan dan biaya.

Secara matematik hal ini dituliskan: a = R/C Keterangan : a = pembanding (nisbah)

antara penerimaan dan biaya R = penerimaan C = Biaya Kriteria uji: jika R/C > 1,

layak untuk diusahakan Jika R/C < 1, tidak layak untuk diusahakan (Sukisti, 2010).

Penelitian iwan (2017) menunjukkan R/C (Revenue Cost Ratio) diketahui

dengan cara pembagian antara penerimaan dengan biaya total. Pepnerimaan sebesar

Rp 45.980.419,35 dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 14.671.958,4.

Berdasarkan penelitian diketahui rata-rata R/C sebesar 3,05 artinya setiap

pengeluaran biaya sebesar Rp 1,00 maka petani cabe merah akan mendapat

penerimaan sebesar Rp 3,05 sehingga petani cabe merah memperoleh keuntungan

sebesar Rp 2,05

H. Kerangka Pikir
26

Desa Duriaasi Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe merupakan

desa yang memiliki potensi untuk mengembangkan tanaman hortikultura

khususnya tanaman cabai rawit sebagai komoditas unggulan. Kegiatan usahatani

cabai rawit sebagai suatu proses produksi yang dilakukan secara efisien, sehingga

diperoleh pendapatan yang maksimum. Identifikasi biaya dilakukan agar biaya-

biaya produksi yang dikeluarkan dalam usahatani dapat diketahui. Harga jual juga

diperlukan karena merupakan komponen penerimaan usahatani. Pendapatan

diperoleh dari total penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan.

Petani

Usahatani
Cabai Rawit

Input Output Biaya

Penerimaan

Pendapatan
27

Gambar 1. Kerangka pikir analisis biaya dan pendapatan usahatani cabai rawit di

Desa Duriasi Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe

Petani merupakan orang yang mengusahakan tanaman cabai rawit di desa

Duriasi dengan kemampuan dan keahlian yang dimilki dalam berusaha tani.

Usahatani didefinisikan bahwa suatu kegiatan dalam bidang pertanian dengan

menggunakan sumberdaya atau faktor - faktor produksi yang ada seperti, tanah,

tenaga kerja, modal dan manajemen yang bermanfaat untuk menghasilkan produk-

produk pertanian. Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi

yaitu, alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang di usahakan oleh

perseorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang

dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Karakteristik umum petani di Indonesia

adalah petani kecil. Input atau Faktor produksi adalah semua biaya yang diberikan

pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan

baik. Di berbagai literatur faktor produksi dikenal pula dengan istilah input, faktor

produksi dan pengeluaran produksi.

Output atau produksi ialah suatu kegiatan atau aktifitas yang dapat

menambah nilai guna dan manfaat barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

manusia. Produksi merupakan suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output.

Dari pengelolaan biaya dan penerimaan akan menghasilkan pendapatan dimana

Pendapatan dalam usahatani dibedakan menjadi pendapatan kotor dan

pendapatan bersih. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah

total penerimaan (total revenue) dari pemakaian sumber daya dalam

usahatani. Pendapatan kotor adalah nilai dari semua produksi. Produksi


28

tanaman merupakan penjumlahan dari nilai produksi yang dijual,

dikonsumsi sendiri, yang digunakan untuk benih, dan pembayaran upah.

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2020 sampai dengan bulan

Mei 2020 di Desa Duriaasi Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe.

Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu berdasarkan

pertimbangan lokasi penelitian tersebut yang sebagian besar masyarakatnya

bermata pencaharian sebagai petani dan mengusahakan tanaman cabai rawit.

B. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani yang berusahatani

tanaman cabai rawit di Desa Duriaasi Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe

dengan jumlah 30 KK, penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara

sensus artinya seluruh populasi dijadikan sampel

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data kualitatif dan

kuantitatif. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan

petani sampel dengan bantuan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah

disediakan.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai instansi terkait dan

literatur - literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Data meliputi


29

gambaran umum wilayah (letak dan luas wilayah, keadaan iklim topografi,

demografi dan sarana prasarana).

D. Variabel Yang Diamati

Variabel yang diamati atau diukur dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. Identitas petani responden meliputi : umur, pendidikan, pengalaman

berusahatani, dan jumlah tanggungan keluarga.

2. Keadaan usahatani meliputi : biaya, penerimaan, pendapatan, efisiensi

usahatani

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

a. Biaya

Biaya adalah pengeluaran dari sumber ekonomi yang diukur dalam satuan

uang yang terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.

Untuk menghitung biaya yang dikeluarkan secara proses usahatani cabai rawit

adalah sebagai berikut :

TC = TFC + TVC

Dimana :

TC = Total Cost / biaya total (Rp)

TFC = Total Biaya Tetap (Rp)

TVC = Total Biaya Variabel (Rp)

b. Penerimaan

Penerimaan usaha adalah penerimaan dari semua usaha yang meliputi

jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai yang dikonsumsi.
30

Penerimaan usaha dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan bersih usaha dan

penerimaan kotor usaha (gross income). Untuk mengetahui total penerimaan yang

didapatkan oleh petani adalah sebagai berikut :

TR = P x Q

Dimana :

TR = Total Revenue / Penerimaan total (Rp)

P = Harga produksi (Rp)

Q = Jumlah Produk (Rp)

c. Pendapatan

Pendapatan adalah selisih jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang

dikeluarkan dalam menjalankan kegiatan usaha. Sedangkan laba bersih adalah

jumlah pendapatan setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Data yang telah

terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani cabai

rawit, dengan formulasi rumus :

I = TR – TC

Dimana :

I = Income / Pendapatan usaha (Rp)

TR = Total Revenue / Penerimaan total (Rp)

TC = Total Cost / Biaya total (Rp)

d. Kelayakan Usaha

Untuk mengetahui kelayakan usahatani cabai rawit, digunakan rumus

(Suratiyah, 2006), sebagai berikut :

TR
R/C =
TC
31

Keterangan :

R/C = Ratio Penerimaan


TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya

F. Konsep Operasional

Adapun konsep operasional adalah sebagai berikut:

1. Petani responden yaitu petani yang mengusahakan tanaman cabai rawit

2. Pendidikan responden adalah pendidikan formal yang pernah diikuti oleh

petani responden

3. Tanggungan keluarga adalah banyaknya orang yang tinggal didalam satu

rumah hidupnya ditanggung oleh petani yang bersangkutan (jiwa)

4. Luas lahan garapan adalah luas lahan yang diusahakan atau yang digarap untuk

usahatani cabai rawit selama satu musim tanam (Ha)

5. Pekerjaan pokok yaitu pekerjaan utama yang dilakukan oleh responden pada

saat musim tanam

6. Pengalaman berusahatani adalah lamanya petani mengusahakan pekerjaan

usahataninya

7. Modal adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat dan mesin,

tanaman dilapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan untuk

menghasilkan tanaman cabai rawit

8. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi baik

untuk persiapan bibit, pengolahan, penanaman dan pemeliharaan, pemanenan

dan pengangkutan. Tenaga kerja ini dibedakan menjadi tenaga kerja yang

berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Seluruh tenaga kerja
32

desetarakan dengan hari orang kerja (HOK) dengan lama kerja 6 – 8 jam kerja

per hari. Tingkat upah berdasarkan pada tingkat upah yang berlaku didaerah

penelitian.

9. Produksi total adalah hasil cabai rawit yang diperolah dari luas tertentu, diukur

dalam kilogram (Kg)

10. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya tidak tunai

(biaya yang diperhitungkan yang dikeluarkan dalam satu musim tanam).

Besarnya biaya total diukur dalam satuan rupiah

11. Penerimaan adalah jumlah barang yang dijual dikalikan dengan harga

penjualan yang diukur dalam rupiah ( Rp )

12. Pendapatan adalah perhitungan akan besarnya penerimaan dan pengeluaran

suatu usaha
33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Desa Duriasi terletak di wilayah administrasi Kecamatan Wonggeduku

Kabupaten Konawe dengan jarak kurang lebih 1 kilometer dari Ibukota Kecamatan,

22 kilometer dari Ibukota Kabupaten dan 57 kilometer dari Ibukota Propinsi.

Secara geografis Desa Duriaasi terletak di antara 5,15 0 – 5,20 LS dan di antara

122,360-122,000 BT.

1. Letak, Luas dan Topografi Wilayah

Luas wilayah Desa Duriaasi 236,175 Ha, dengan kondisi topografi yang

datar, dengan ketinggian antara 700 meter dari permukaan air laut dengan batas –

batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Puday

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kel. Puuduria/ Dawi-Dawi

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Wawonggole

 Sebelah barat berbatasan dengan Desa Linonggasai/Teteona

2. Keadaan Iklim dan Tanah

Jenis tanah di Desa Duriaasi adalah podzolik merah kuning (tanah ultisol)

Keasaman tanah (pH) berada pada kisaran 5-6. Khusus pada lahan persawahan
34

berdasarkan hasil perangkap uji tanah, tanah sawah (PUTS) dan pada tanah kering

bervariasi antara alluvial dan mediteren.

Berdasarkan data yang diperoleh dari balai Penyuluhan dan Kehutanan

(BPPK) tipe iklim Desa Duriasai adalah tipe iklim C-2 yaitu 5 – 6 bulan basah dan

5 – 6 bulan kering dengan curah hujan rata-rata 200 mm per bulan serta suhu udara

rata-rata 240 C – 340C.

3. Keadaan Penduduk

a. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Jumlah kepala keluarga (KK) menuut mata pencaharian di Desa Duriaasi

dalam Tahun 2020 dapat disajikan pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Keadaan Penduduk Menurut Mata pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah (KK) Persentase (%)

1. Petani 271 75,91

2. Peternak 22 6,17

3. PNS/POLRI 6 1,68

4. Montir 4 1,12

5. Buruh Tani 36 10,08

6. Pedagang 18 5,04

Jumlah 357 100

Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Data Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Duriaasi

berjumlah 1.275 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga berjumlah 357 KK. Yang
35

terdiri dari laki-laki 651 jiwa dan perempuan 624 jiwa. Keadaan penduduk

berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Keadaan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan umur

No. Kelompok umur Jenis Kelamin Jumlah Persentase


Laki-laki Perempuan (%)
1. 0-14 170 179 349 27,41

2. 15-54 458 464 922 72,42

3. 55 keatas 2 2 4 3,14

Jumlah 630 645 1.273 100

Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Berdasarkan Tabel 2 diatas keadaan penduduk dari segi jenis kelamin dan

golongan umur, terlihat bahwa sebagian besar berada pada golongan umur

produktif untuk bekerja yaitu usia 15 – 54 tahun sebesar 72,42 %

c. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat diperoleh melalui 2 (dua) cara yaitu melalui bangku

sekolah (pendidikan formal) dan pendidikan yang diperolah melalui pelatihan,

kursus serta pengalaman dalama lingkungan (pendidikan non formal). Pendidkan

merupakan salah satu factor terpenting dalam pembangunanpertanian.

Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe memiliki sarana pendidikan

yaitu TK, SD, SMP, dan SMA. Khususnya di Desa Duriaasi hanya memiliki satu
36

unit SD. Ditinjau dari tingkat pendidikan penduduk Desa Duriaasi dapat dilihat

pada Tabel 3 berikut ini

Tabel 3. Keadaan Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)


1. Belum Sekolah 45 0,75
2. Tidak Sekolah 10 0,16
3. SD 262 43,67
4. SMP 124 20,67
5. SMA 141 0,23
6. Akademik dan PT (S1) 18 0,3
Jumlah 600 100
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Keadaan pendudk menurut tingkat pendidikan yang diperhatikan pada

Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal penduduk Desa Duriaasi

sudah cukup memadai. Ini terlihat dari setengah jumlah pendudk yang telah

mengenyam pendidkan dasar sebesar 262 (43,67%) bahkan sampai jenjang

pendidikan yang tinggi yaitu tingkat akademik atau perguruan tinggi

4. Keadaan pertanian

a. Tanaman pangan dan Hortikultura

Jenis tanaman pangan dan hortikultura yang diusahakan oleh petani desa

duriaasi dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Keadaan Tanaman pangan dan Hortikultura

No. Jenis tanaman Luas (Ha)


37

1. Cabai Rawit 225


2. Palawija 32
3. Sayur-sayuran 25
Jumlah 282
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa cabai rawir merupakan tanaman pangan

yang paling banyak diusahakan oleh peani di Desa Duriaasi yaitu seluas 225 Ha

b. Peternakan

jenis ternak yang diusahakan di Desa Duriaasi adalah sapi, ayam itik/bebek

dan kambing untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah ternak menurut jenisnya

No. Jenis Ternak Populasi (ekor)


1. Sapi 30
2. Ayam 120
3. Itik/bebek 100
4. Kambing 15
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa jenis ternak yang banyak diusahakan

adalah ayam sebanyak 120 ekor, ayam ini sebagian dijual dan sebagian dikonsumsi.

5. Pola penggunaan tanah

Tanah di Desa Duriaasi sebagian besar dimanfaatkan untuk kegiatan

produktif seperti persawahan, tegalan, perkebunan dan lain-lainnya. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Pola penggunaan tanah

No. Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)


1. Perumahan dan pekarangan 39,5 17,3
2. Sekolah dan perkantoran 0,75 04
3. Masjid dan fasilitas umum lainnya 3 0,2
38

4. Pemakaman umum 0,25 0,02


5. Persawahan 160,15 69,98
6. Perkebunan 14 6,12
7. Rawa 11,2 5
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar tanah di Desa Duriaasi

dipergunakan untuk kegiatan produktif persawahan 160,15 (69,98%) dari total

keseluruhan wilayah Desa Duriaasi

6. Keadaan sarana dan prasarana

Keberadaan prasarana merupakan afaktor penunjang yang penting dalam

kelancaran aktivitas penduduk dan dengan sarana dan prasarana yang baik dapat

mempercepat pembangunan didaerah tersebut. Keadaan sarana dan prasarana di

desa Duriaasi terbilang cukup memadai, dimana telah terpenuhinya segala bidang

prasarana baik dibidang pendidikan, keagamaan, kesehatan, perekonomian,

komunikasi, transportasi, maupun organisasi kemasyarakatan.

Untuk lebih jelasnya mengenai prasarana social ekonomi di Desa Duriaasi

dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Keadaan prasarana sosial ekonomi

No. Jenis sarana dan prasarana Jumlah


1. Keagamaan
Mesjid/Musollah 9 unit
Gereja 1 unit
Pura 1 unit
2. Kesehatan
Puskesmas 1 unit
3. Pendidikan
SD -
SMP -
SMA -
4. Perdagangan
KUD -
Kios 4 unit
39

5. Transportasi
Mobil 15 unit
Sepeda motor 150 unit
Sepeda 25 unit
6. Komunikasi
TV 208 unit
Radio 23 unit
HP 90% dari jumlah
penduduk menggunakan
HP
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Tabel 7 menunjukkan bahwa prasarana ekonomi atau kelembagaan

ekonomi pedesaan di daerah belum cukup memadai, ketersediaan kelembagaan

ekonomi di daerah penelitian belum lengkap

B. Karakteristik Petani responden

Keterampilan petani dalam mengelola usahanya akan sangat mempengaruhi

pada tingkat keberhasilan untuk mengantisipasi hambatan yang ada. Hambatan

tersebut dapat berupa keadaan alam, social ekonomi petani, bahkan juga

kebijaksanaan baru di bidang petani. Karakteristik responden yang diuraikan dalam

hasil penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga

dan pengalaman berusaha.

1. Umur

Tingkat umur petani sangat mempengaruhi kemampuan petani baik fisik,

cara berpikir dan cara mengelola usaha. Umur muda mempunyai kemampuan fisik

yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan umur tua. Tingkat umur pengusaha

sangat mempengaruhi kemampuan pengusaha baik fisik, cara berpikir dan cara

mengelola usaha. Hal ini di sebabkan karena telah banyaknya pengalaman yang ia

lalui sehingga mendorongnya untuk mempertahankan kebiasaan lama yang sifatnya

tradisional. Menurut soeharja dan patong (1984), bahwa kelompok umur yang
40

tergolong produktif yaitu berkisar antara 15-55 tahun sedangkan kelompok umur

yang tidak produktif berada pada kisaran 55 tahun keatas.

Hasil penelitian diketahui bahwa umur petani responden petani cabai rawit

di Desa Duriaasi bervariasi dari 15 – 55 tahun. Untuk lebih jelasnya keadaan umur

petani responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Keadaan petani responden menurut kelompok umur

No. Umur (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)


1. 15-55 (produktif) 30 100
2. > 55 (tidak produktif) 0 0
Jumlah 30 100
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Tabel 8 memperhatikan bahwa semua petani responden berusia produktif

yaitu umur 15-55 tahun adalah 30 petani responden atau 100%. Dari keadaan ini

dapat menunjukkan bahwa petani responden rata-rata mempunyai kemampuan

untuk bekerja giat, sehingga dapat mendukung responden untuk berusaha didalam

memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penentu dalam pembangunan petani. Hal ini

sesuai dengan penjelasan A.T Mosher (1983), bahwa salah satu syarat yang

diperlukan dalam pembangunan adalah pendidikan.

Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mampu dalam menerima

suatu informasi terutama dalam mengembangkan usahanya. Untuk mengetahui

jenis tingkat pendidikan petani responden dilokasi penelitian dilihat pada Tabel 9.
41

Tabel 9. Keadaan petani responden menurut tingkat pendidikan

No. Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)


1. SD 13 43,33
2. SMP 6 20
3. SMA 11 36,67
4. S1 - -
Jumlah 30 100
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani

responden ditingkat SMA sebanyak 11 petani responden (36,67%), SMP sebanyak

6 petani responden (20%), SD sebanyak 13 petani responden (43,33%).

Tingkat pendidikan petani responden di Desa Duriaasi dapat dikatakan

cukup memadai karena secara keseluruhan telah memperoleh pendidikan sehingga

setiap informasi dan inovasi mudah diterimanya.

3. Pengalaman Berusahatani

Pengalaman berusaha, seorang petani merupakan proses pendidikan yang

diperoleh dari luar bangku sekolah. Pengalaman berusaha akan selalu membawa

perubahan bagi petani yang mengelola usaha seorang petani dengan pengalaman

yang banyak diharapkan dapat menentukkan alternativ yang lebih baik sehubungan

dengan usaha. Pengalaman yang banyak dapat memberikansuatu pelajaran yang

bemanfaat bagi petani, sehingga petani dapat belajar dari kesalahan yang pernah

terjadi pada dirinya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam merubah kebiasaan-

kebiasaan buruk kearah yang lebih baik dimasa yang akan dating

Pengalaman usaha dikatakan cukup apabila telah menggeluti bidang

pekerjaan berusaha selama 5-10 tahun sedangkan 10 tahun keatas dikategorikan

berpengalaman dan kurang dari 5 tahun dikategorikan kurang berpengalaman


42

(Soeharjo dan Dahlan Patong, 1984). Gambaran mengenai petani responden

berdasarkan pengalaman berusaha dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Keadaan responden berdasarkan Pengalaman Berusaha

No. Pengalaman berusaha tani Jumlah (Jiwa) Persentase (%)


(tahun)
1. < 5 (kurang berpengalaman) 3 10
2. 5-10 (cukup pengalaman) 19 63,33
3. > 10 (sangat pengalaman) 8 26,67
Jumlah 30 100
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Tabel 10 menunjukkan bahwa semua petani responden dalam berusahatani

cabai rawit yang kurang pengalaman sebanyak 3 orang (10%) dan yang cukup

pengalaman sebanyak 19 orang (63,33%) serta sangat pengalaman sebanyak 8

orang (26,67%)

Melihat pengalaman petani tersebut diatas menunjukkan berpengalaman

dalam membudidayakan usahatani cabai rawit.

4. Jumlah tanggungan keluarga

Jumlah tanggungan keluarga yang ada pada usia produktif, dapat membantu

dalam mengelola usahataninya, dimana mereka merupakan sumberdaya manusia

yang dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja yang potensial. Selain itu dapat pula

berperan sebagai mitra diskusi untukmempertimbangkan dan menyikapi suatu


43

teknologi baru. Menurut soeharjo dan patong (1984) bahwa yang termasuk

tanggungan keluarga kecil yaitu berkisar 1-4 orang sedangkan tanggungan keluarga

>5 orang termasuk besar. Untuk mengetahui lebih jelasnya jumlah tanggungan

keluarga petani responden di lokasi petani, dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah tanggungan keluarga

No. Jumlah tanggungan keluarga Jumlah (Jiwa) Persentase (%)


1. 1-4 (keluarga kecil) 24 80
2. > 5 (besar) 6 20
Jumlah 30 100

Tabel 11 terlihat bahwa besarnya tanggungan > 5 orang sebanyak 6 petani

responden (20%), tanggungan 1 - 4 orang sebanyak 24 petani responden (80%).

Dengan demikian jumlah anggota petani keluarga responden yang termasuk

relative kecil dapat memperlancar kegiatan dalam membiayai usahanya karena

dengan jumlah tanggungan keluarga tersebut tidak terlalu membutuhkan biaya yang

besar dalam membiayai rumah tangga.

5. Luas lahan garapan

Luas lahan garapan yang dimaksud adalah jumlah luas lahan yang diolah

petani responden pada musim tanam 2020, ini berkaitan dengan penggunaan tenaga

kerja, penggunaan sarana produksi dan sekaligus mempengaruhi tingkat

pendapatan petani.
44

Semakin luas lahan garapan petani berarti semakin besar pula tenaga kerja

yang dibutuhkan petani dalam menggarap lahan tersebut, selain itu juga berarti

kebutuhan petani akan sarana produksi semakin meningkat. Begitu pula sebaliknya

semakin sempit lahan yang digarap semakin kecil pula kebutuhan petani akan

tenaga kerja dan sarana produksi (Soekartawi, 1996)

Menurut Tohir (1983) mengemukkan bahwa meskipun luas lahan garapan

potensial yang bersedia bagi petani cukup luas, namun karena adanya variasi

kemampuan kerja dan kondisi yang bervariasi dari petani sehingga luas lahan

garapan berbeda-beda antar petani. Luas lahan pertanian akan menentukan skala

usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu

usahataninya. Untuk lebih jelasnya mengenai luas lahan garapan yang diolah petani

responden dapat lihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Keadaan petani responden menurut luas lahan garapan

No. Luas lahan garapan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)


1. < 0,5 (sempit) - -
2. 0,5 – 0,20 (sedang) 27 90
3. > 0,20 (luas) 3 3
Jumlah 30 100
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Tabel 12 terlihat bahwa petani yang mempunyai luas lahan garapan 0,5 –

0,20 Ha sebanyak 27 orang (90%). Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan yang

dimiliki petani responden dapat dikategorikan lahan sedang, sehingga perlu

memperhatikan dalam mengusahakan tanaman cabai agar bias mendatangkan input

yang lebih baik.

6. Produksi Usahatani Cabai


45

Menurut Soetriana (2006) menyatakan bahwa untuk tanaman cabai merah

jumlah produksi merupakan salah satu yang menentukan besarnya penerimaan atau

usahati. Besarnya penerimaan dari perkebunan cabai merah diperhitungkan dengan

cara mengalihkan hasil produksi cabai rawit dengan masing-masing harganya

perkilogram pada saat panen. Untuk lebih jelasnya mengenai produksi yang

menghasilkan petani responden dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 jumlah responden berdasarkan hasil produksi petani

No. Produksi (Kg) Jumlah Responden Persentase (%)


1. 120 -140 (rendah) 21 70
2. 141 – 150 (sedang) 6 20
3. 151 – 178 (tinggi) 3 10
Jumlah 30 100
Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Tabel 13 menunjukkan bahwa produksi kategori rendah responden sebesar

120 – 140 dengan jumlah responden sebanyak 21 orang dengan rata-rata 70 %, dan

penerimaan yang kategori sedang jumlah responden yaitu 6 orang dengan rata-rata

30% serta penerimaan yang kategori tinggi dengan jumlah responden yaitu 3 orang

dengan rata-rata 10%.

C. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai merah

1. Penerimaan

Pendapatan adalah jumlah produksi dikalikan dengan jumlah harga jual

yang berlaku pada saat penelitian. Besar kecilnya penerimaan dari usahatani cabai

rawit ditentukan oleh besar kecilnya jumlah produksi yang dihasilkan dan harga
46

jual produk tersebut. Semakin tinggi harga jual akan semakin tinggi penerimaan

yang diperoleh petani

Untuk melihat besarnya penrimaan yang diterima oleh petani dapat dilihat

pada Tabel 14.

Tabel 14. Jumlah responden berdasarkan hasil penerimaan rata-rata petani/ha

Uraian Produksi (Kg) Harga Jual (Rp) Penerimaan (Rp)

Cabai rawit 911 60.000,- 30.246.663,-

Sumber kantor Desa Duriaasi, 2020

Tabel 14 menunjukkan bahwa penerimaan cabai rawit sebesar Rp.

30.246.663,- atau 100 persen dari total penerimaan

2. Biaya produksi

Penggunaan cabai rawit yang baik tentu akan dapat meningkatkan produksi

dan pendapatan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup petani. Cabai rawit yang

digunakan petani sebaiknya dari cabai rawit yang baik atau hasil sortiran sehingga

dapat meningkatkan produksi yang akan diterima oleh petani. Untuk mengetahui

penggunaan cabai rawit dalam satu kali (bulan) oleh petani responden dapat dilihat

pada Tabel 15.

Tabel 15. Biaya Variabel dan biaya Tetap rata – rata/Ha

Harga
Jumlah Persentase
No Uraian Jumlah satuan
(Rp) (%)
(Rp)
1 Biaya Variabel
- Benih 1.422 gr 980 1.393.778 5,86
- Pupuk kandang 400 Kg 1.000 400.000 1,68
- Ponska 219 Kg 2.000 437.778 1,84
- Pestisida 9 Ltr 160.000 1.457.778 6,13
Prepaton 251 HKP 80.000 20.092.000 84,49
47

- Tenaga kerja
Jumlah (1) 23.781.333 100
2 Biaya Tetap
- Penyusutan alat 1 musim 401.577 89,02
- Pajak tanam 49.537 10,98
1 musim
tanam
Jumlah (2) 451.115 100
Jumlah Total 24.232.448 100
Sumber : Data Primer Setelah diolah, Tahun 2020

Tabel 15 terlihat petani responden yang menggunakan biaya yang

dikeluarkan petani responden rata – rata perhektar sebanyak Rp. 24.232.448,-.

Besarnya biaya toatal yang dikeluarkan oleh responden karena terkait dengan biaya

variable dan biaya tetap dari kedua biaya tersebut yang perlu diperhatikan oleh

petani adalah biaya variabel karena biaya ini merupakan modal operasional yang

harus dimiliki oleh petani untuk menjalankan aktivitas usahataninya.

3. Pendapatan

Besar kecilnya pendapatan yang akan diterima petanai tergantung dari

bagaimana kemampuan petani dalam mengorganisir faktor – faktor produksi.

Besarnya tingkat pendapatan uasaha yang diperoleh merupakan ukuran

keberhasilan usaha yang dikelolanya dan juga menggambarkan kemajuan ekonomi

usahanya.

Untuk melihat besarnya pendapatan yang diterima oleh petani dapat dilihat

pada Tabel 16.

Tabel 16. Besarnya pendapatan petani

No Uraian Jumlah (Rp)

1 Biaya variabel 23.781.333


48

Biaya Tetap 451.115


Biaya Total (I) 24.232.448
2 Penerimaan (II) 54.653.333
3 Pendapatan (II-I) 30.420.885
Sumber : Data primer setelah diolah, Tahun 2020

Tabel 16 menunjukan bahwa pendapatan usahatani cabai dilakukan selama

musim tanam perhektar adalah Rp. 30.420.885,- atau 100 persen dari total

pendapatan.

4. Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

Berdasarkan hasil analisis data diketahui total penerimaan (revenue) rata –

rata responden sebesar Rp. 54.653.333,- per usahatani sedangkan total biaya

produksi (cost) rata-rata per usahatani sebesar Rp. 24.232.448,- sehingga diperoleh

R/C ratio sebesar 1,16

Nilai R/C lebih besar dari satu berarti bahwa setiap Rp. 1.000.000 biaya

yang dikorbankan dalam usahatani menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 2,25

R/C Ratio = Total Revenue (TR)


Total Cost (TC)

Dimana :

TR = Total Revenue/penerimaan rata-rata


TC = Total Cost/biaya rata-rata

Jadi :

54.653.333
R/C Ratio = = 2,25
24.232.448
49

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan adalah

1. Hasil analisis biaya menunjukan bahwa biaya yang dikeluarkan dalam

usahatani cabai rawit sebesar Rp. 109.046.017,- atau dengan rata – rata

perhektar sebesar Rp. 24.232 448,-, penerimaan yang diperoleh dalam

usahatani cabai rawit sebesar Rp. 245.940.000,- dengan rata – rata perhektar

sebesar Rp. 54.653.333,- dan pendapatan yang diperoleh petani cabai rawit

di desa duriaasi kecamatan wonggeduku kabupaten konawe sudah cukup

optimal yaitu sebesar Rp. 136.893.983,- atau rata –rata perhektar sebesar

Rp. 30.420.885,- petani permusim tanam.


50

2. Dengan nilai R/C usahatani cabai rawit adalah sebesar 2,25 atau dengan

kata lain R/C lebih dari 1, maka usahatani cabai rawit sangat

menguntungkan atau layak untuk dijalankan/ diusahakan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpilan maka penulis menyarankan :

1. Khususnya petani cabai rawit di Desa Duriaasi Kecamatan Wonggeduku

agar mengalokasikan biaya dengan lebih efisien untuk meningkatkan

pendapatan usahanya.

2. Disarankan agar petani terus menyempurnakan penerapan teknologi agar

produksi dan pendapatan yang diperoleh lebih meningkat lagi.

3. Perlu adanya pembinaan dalam bentuk penyuluhan dari instansi yang terkait

yang lebih insentif lagi tentang cara pengolahan hasil pertanian yang lebih

baik khususnya usahatani cabai rawit.

Anda mungkin juga menyukai