Anda di halaman 1dari 39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian


Kecamatan Muara Bulian merupakan lokasi dalam penelitian dimana
Kecamatan Muara bulian ini termasuk dalam salah satu kecamatan yang berada di
Kabupaten Batang Hari. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan
Muara Bulian yang memiliki luas wilayah 417,97 km dengan jumlah penduduk
sebanyak 63.195 orang dengan masing-masing laki-laki 32,018 jiwa dan
perempuan 31,177 jiwa. Kecamatan Muara Bulian terdiri dari 16 desa dan 5
kelurahan, batas wilayah Kecamatan Muara Bulian antara lain sebelah Timur
berbatas dengan Kecamatan Pemayung, sebelah Utara berbatas dengan
Kecamatan Bajubang, sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Muara Tembesi
dan Kecamatan Maro Sebo Ilir, sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Maro
Sebo Ilir dan Kecamatan Pemayung.

Gambar 2. Peta Kecamatan Muara Bulian


Kecamatan Muara Bulian merupakan salah satu wilayah potensial dalam
pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Batang Hari, data BPS (2020)
melaporkan bahwa kecamatan Muara Bulian menempati urutan ke-2 populasi
ternak kerbau tertinggi di Kabupaten Batang Hari. BPS (2020) juga melaporkan
bahwa populasi ternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian berjumlah 689 ekor.

1
Salah satu sistem pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian adalah
sistem umo, sistem umo dilakukan dengan cara ternak kerbau digembalakan
selama 6 bulan di lahan sawah habis panen, dan 6 bulan berikutnya ternak kerbau
dikandangkan pada saat musim menanam padi. Sistem umo telah lama diterapkan
oleh peternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian bahkan sistem umo ini bersifat
turun temurun.

4.2. Karakteristik Peternak Kerbau di Kecamatan Muara Bulian


Karakteristik peternak merupakan salah satu ujung tombak dari tinggi
rendahnya populasi ternak kerbau baik penerimaan terhadap teknologi dan
inovasi yang berdampak pada meningkatkan dan pengembangan usaha beternak.
Menurut Ikun (2018) menyatakan umur peternak, pengalaman, jumlah
tanggungan keluarga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pola
petani/peternaksebagai variabel yang dapat menentukan upaya dan metode
pemeliharaan dan perkembangan ternak kerbau. Karakteristik yang berhubungan
dengan diri peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
Bulian Kabupaten Batang Hari terdiri dari umur, pendidikan dan jumlah anggota
keluarga dengan hasil sebagai berikut:

4.2.1. Umur Peternak


Umur merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kemampuan fisik
seseorang. Umur seorang peternak dapat berpengaruh pada produktifitas kerja
mereka dalam kegiatan usaha peternakan. Umur akan mempengaruhi peternak
dalam mempelajari, memahami dan mengadopsi inovasi dalam usaha peternakan
yang dijalankannya. Umur juga erat kaitannya dengan pola pikir peternak dalam
menentukan sistem manajemen yang akan di terapkan dalam kegiatan usaha
peternakan (Hastang dkk 2018).
Tabel 7. Jumlah Peternak Berdasarkan Umur di Kecamatan Muara Bulian
No Umur Peternak Persentase %
1 Produktif (< 60) 45 75,00
2 Tidak Produktif ( ≥ 60) 15 25,00
Jumlah 60 100

2
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas peternak kerbau
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian memiliki usia
produktif (75,00 %) dan hanya sebagian kecil usia tidak produktif (25,00%). Hal
ini menunjukan bahwa peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo yang ada
di Kecamatan Muara Bulian dalam masa usia produktif dan sedang sangat giat
untuk bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyono dan Heri (2013) yang
menyatakan umur tenaga kerja yang berada dalam usia produktif (15-60 tahun)
memiliki berhubungan positif dengan produktivitas tenaga kerja. Artinya jika
umur tenaga kerja pada kategori produktif maka produktivitas kerjanya akan
meningkat. Ini dikarenakan pada tingkat usia produktif tenaga kerja memiliki
kreatifitas yang tinggi terhadap pekerjaan sebab didukung oleh pengetahuan dan
wawasan yang lebih baik serta mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap
tugas yang diberikan. Kemudian Ukkas (2017) menambahkan Produktivitas
tenaga kerja merupakan barometer seberapa jauh pekerja dipergunakan dengan
efektif dalam suatu proses produksi untuk mencapai output yang diharapkan.
Salah satu unsur penunjangnya yaitu tingkat usia tenaga kerja.

4.2.2. Pendidikan Peternak


Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenja
ng, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Jenjang
pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan formal
terakhir yang pernah diikuti oleh peternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian.
Tabel 8. Jumlah Peternak Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Muara Bulian
No Pendidikan Peternak Persentase ( % )
1 SD 29 48,33
2 SMP 15 25,00
3 SMA 8 13,33
4 S1 8 13,33
Jumlah 60 100

3
Pendidikan peternak dikelompok menjadi empat yaitu kelompok SD,
kelompok SMP, kelompok SMA dan kelompok perguruan tinggi (S1). Hasil
penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan peternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian sebagian besar pada kelompok
pendidikan SD terdapat 29 peternak (48,33%), pada kelompok pendidikan SMP
terdapat 15 peternak (25,00 %) kemudian kelompok pendidikan SMA terdapat 8
peternak (13,33 %) dan hanya sebagian kecil pada kelompok pendidikan S1
terdapat 8 orang (13,33 %). Dari tingkat pendidikan terlihat bahwa pendidikan
peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
masih cukup rendah. Menurut Indrayani dan Andri (2018) Tingkat pendidikan
memiliki pengaruh terhadap usaha ternak baik secara teknis, pengelolaan maupun
terhadap manajemen usaha ternak dalam penerapan teknologi baru, dengan
tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan para peternak mampu menjalankan
kegiatan usaha ternaknya dengan lebih baik, karena didukung oleh pengetahuan
dan wawasan yang semakin luas. Kemudian Utami dkk (2015) menambahkan
Produktivitas tenaga kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur,
tingkat pendidikan formal, pengalaman bekerja di usaha peternakan, upah, dan
curahan tenaga kerja.

4.2.3. Jumlah Anggota Keluarga


Jumlah anggota keluarga adalah anggota keluarga yang tinggal dan makan
bersama dalam satu rumah dan satu dapur, Jumlah anggota keluarga sangat
menentukan jumlah kebutuhan keluarga. Dari hasil penelitian mendapatkan hasil
bahwa mayoritas 61,67 % peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian memiliki anggota keluarga 3-4 orang, kemudian 33,3 %
memiliki jumlah anggota keluarga >5 orang dan hanya sebagian kecil 5% yang
memiliki anggota keluarga 1-2 orang. Untuk lebih jelas bisa dilihat pada tabel 9
berikut ini.

4
Tabel 9. Jumlah Anggota Keluarga Peternak di Kecamatan Muara Bulian
No Jumlah Anggota Jumlah Persentase
Keluarga Peternak(orang) %
1 1-2 3 5,00
2 3-4 37 61,67
3 >5 20 33,33
Jumlah 60 100
Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa mayoritas 61,67 % jumlah anggota
keluarga peternak masih cukup banyak yaitu 3-4 orang dan 33,33 % jumlah
anggota keluarga peternak >5, hal ini menandakan bahwa masih cukup banyak
tanggungan anggota keluarga peternak dimana cukup banyak juga kebutuhan yang
harus dipenuhi disetiap harinya, dan dikhawatirkan tanggungan keluarga ini bisa
mempengaruhi jalannya produktivitas usaha ternak kerbau. Hal ini sesuai dengan
pendapat Vidiawan dan Made (2015) menyatakan semakin banyak anggota
keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus
dipenuhi, Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga berarti
semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga, tingginya
kebutuhan yang harus terpenuhi dilihat dari jumlah anggota keluarga yang akan
menjadikan beban bagi rumah tangga tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Kemudian Permana dkk (2013) menambahkan bahwa tanggungan keluarga
mempengaruhi pengeluaran rumah tangga peternak. Hal demikian jumlah anggota
keluarga akan mempengaruhi pula keputusan peternak dalam memilih usaha
rumah tangga yang dikelola.

4.3. Faktor Internal (Kekuatan) Pengembangan Ternak Kerbau Pada


Sistem Pemeliharaan Umo Di Kecamatan Muara Bulian Kabupaten
Batang Hari
Faktor internal (kekuatan) merupakan keuntungan atau kelebihan yang dapat
dijadikan penunjang dalam strategi pengembangan ternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari, hal ini
sejalan dengan pendapat Subaktilah dkk (2018) menyatakan Kekuatan yaitu

5
mencakup kekuatan internal yang mendorong pengembangan usaha. Berikut
beberapa kekuatan yang dimiliki peternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian
pada sistem pemeliharaan umo.

4.3.1. Umur Peternak


Faktor internal pertama berupa kekuatan yang dimiliki peternak kerbau
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian adalah umur peternak
dimana hasil penelitian menunjuk mayoritas (75 %) umur peternak pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian masih tergolong usia produktif
seperti yang tertera pada tabel 1. Dalam hal ini menunjukkan bahwa peternak
kerbau dalam keadaan sedang giatnya mengelola usaha peternakan kerbau dengan
sistem pemeliharaan umo. Hal ini sejalan dengan pendapat Aprilyanti (2017)
menyatakan usia yang masih dalam masa produktif biasanya mempunyai tingkat
produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja yang sudah berusia
tua sehingga fisik yang dimiliki menjadi lemah dan terbatas. Suyono dan Heri
(2013) menyatakan umur tenaga kerja yang berada dalam usia produktif (15-60
tahun) memiliki hubungan positif dengan produktivitas tenaga kerja. Artinya jika
umur tenaga kerja pada kategori produktif maka produktivitas kerjanya akan
meningkat, ini dikarenakan pada tingkat usia produktif tenaga kerja memiliki
kreatifitas yang tinggi terhadap pekerjaan sebab didukung oleh pengetahuan dan
wawasan yang lebih baik serta mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap
tugas yang diberikan.
Adanya pengaruh usia dalam produktivitas pemeliharaan ternak kerbau
maka peternak yang dalam usia nya masih tergolong produktif dianggap masih
mampu dalam mengelola usaha ternak kerbau nya, usia yang masih produktif
mencerminkan fisik yang kuat sehingga mampu bekerja dengan cepat dan
pendapatan yang dihasilkan juga meningkat, kemampuan secara fisik sangat
dipengaruhi oleh umur, karena pada usia yang tidak produktif kekuatan atau
tenaga fisik akan cenderung menurun. Hal ini sejalan dengan pendapat Ukkas
(2017) menyatakan tingkat usia sangatlah berpengaruh terhadap produktivitas
tenaga kerja sebab terkait dengan kemampuan fisik seorang tenaga kerja. Pekerja

6
yang berada pada usia produktif cenderung lebih kuat dari segi fisik dibanding
pekerja usia non produktif, semakin tinggi usia tenaga kerja maka produktivitas
kerja akan semakin menurun, tenaga kerja yang memiliki usia lebih tua cenderung
memiliki produktivitas yang rendah.

4.3.2. Pengalaman Beternak


Faktor internal (kekuatan) selanjunya adalah pengalaman beternak yang
dimiliki peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
Bulian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak kerbau di Kecamatan
Muara Bulian dalam memelihara ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo
cukup lama, karena sebagian besar 46,67 % memiliki pengalaman beternak >10
tahun. Untuk melihat data lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 10. Pengalaman Beternak di Kecamatan Muara Bulian
No Pengalaman Beternak Jumlah Persentase
(tahun) Peternak (orang) %
1 1-5 22 36,67
2 6-10 10 16,67
3 >10 28 46,67
Jumlah 60 100
Dari hasil penelitian diatas menunjukan bahwa peternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian memiliki pengalaman beternak
bervariasi mulai dari 1-5 tahun 36,67 % . Kemudian pengalaman beternak 6-10
tahun 16,67% dan sebagian besar pengalaman beternak dalam memelihara ternak
kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian yaitu >10
tahun 46,67%. Dalam hal ini menunjukkan bahwa pengalaman beternak yang
dimiliki oleh peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
Bulian sudah cukup lama sehingga pengalaman yang lebih lama dalam beternak
menunjang efektivitas dalam memelihara ternak kerbau pada sistem pemeliharaan
umo di Kecamatan Muara Bulian. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasrudin dkk
(2011) yang menyatakan pengalaman dalam beternak akan menentukan
keberhasilan usaha peternakannya, peternak dengan pengalaman beternak yang

7
lebih lama akan lebih mudah mengambil keputusan yang baik pada saat yang
tepat.
Pengalaman beternak sangat berpengaruh terhadap produktivitas usaha
ternak kerbau, adanya pengalaman beternak yang cukup lama diharapkan
meningkatkan kemampuan dan kecakapan dalam mengelolah usaha peternakan
kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian sehingga
usaha ternak kerbau semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Ukkas
(2017) menyatakan Adanya tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja
diharapkan memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Semakin lama
seseorang dalam pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya maka diharapkan
akan mampu meningkatkan produktivitasnya. Maka dapat dikatakan bahwa
pengalaman kerja memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas usaha dan
tenaga kerja.

4.3.3. Kelahiran Ternak Kerbau


Faktor internal (kekuatan) selanjunya adalah kelahiran ternak kerbau yang
terjadi pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Kelahiran
ternak kerbau merupakan faktor yang penting dalam aktivitas pengembangan
ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Untuk
lebih jelasnya jumlah ternak kerbau yang lahir dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 11. Jumlah kelahiran ternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian
No Desa Jumlah Jumlah Ternak Lahir Persentase
Induk (ekor) (ekor) %
1 Napal sisik 48 28 58,33
2 Malapari 64 35 54,69
3 Pasar Terusan 34 16 47,06
Jumlah 146 79 54,11
Hasil penelitian menunjukan jumlah kelahiran ternak kerbau pada sistem
pemelihraan umo di Kecamatan Muara Bulian, pada Desa Napal Sisisk sebanyak
28 ekor (58,33%), kemudian Desa Malapari sebanyak 35 ekor (54,69%) dan Desa
Pasar Terusan sebanyak 16 ekor (47,06%) maka didapatkan total kelahiran pada

8
sistem pemeliharaan umo adalah sebanyak 79 ekor dalam setahun (54,11 %) dari
keseluruhan ternak induk yang berjumlah 146 ekor. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dikatakan bahwa ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo memiliki
persentase kelahiran yang cukup tinggi untuk menunjang bertambahnya
pertambahan populasi. Maka dari itu kelahiran ternak kerbau menjadi kekuatan
peternak untuk melakukan pengembangan usaha ternak kerbau, semakin tinggi
angka ternak yang lahir maka semakin bertambah jumlah populasi ternak kerbau,
namun peternak juga harus mengurangi angka kematian dan kehilangan ternak
kerbau. Lendhanie (2005) menyatakan bahwa aktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kelahiran anak kerbau adalah 1) tingkat fertilitas induk dan pejantan; 2)
pengaturan teknik perkawinan; dan 3) ketersediaan pakan.

4.3.5. Jumlah Ternak Kerbau


Faktor internal (kekuatan) selanjunya adalah jumlah ternak kerbau yang
dimiliki peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
Bulian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian pada Desa Napal Sisik berjumlah
sebanyak 121 ekor (4,32 %), kemudian Desa Makapari 149 ekor (6.48 %) dan
Desa Pasar Terusan berjumlah sebanyak 104 ekor (11,57 %), sehingga jumlah
ternak pada sistem pemelihaarn umo dalam penelitian ini sebanyak 374 ekor
(6,23%) dari total peternak sebanyak 60 orang. untuk data lebih jelas dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 12. Jumlah Ternak Kerbau di Kecamatan Muara Bulian
No Desa Jumlah Peternak Jumlah ternak Persentase
(Orang) (ekor) %
1 Napal sisik 28 121 4,32

2 Malapari 23 149 6,48

3 Pasar Terusan 9 104 11,57

Jumlah 60 374 6,23


Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa jumlah ternak
kerbau yang dimiliki peternak cukup banyak dan menunjang peningkatan populasi

9
ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian,
peternak terus berupaya dalam pengembangan ternak kerbau karena, peternak
kerbau menyadari bahwa dalam sebuah usaha peternakan jumlah ternak yang
dimiliki oleh masing-masing peternak merupakan salah satu faktor penting dalam
pengembangan ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
Bulian. hal ini sejalan dengan pendapat Wahyuni (2017) menyatakan mengingat
jumlah peternak yang semakin meningkat dan para peternak saling berlomba
untuk meningkatkan dan memperluas usahanya. Sehingga diharapkan, para
peternak sapi/kerbau dapat menentukan langkah-langkah yang perlu diambil dan
diperhatikan agar mampu meningkatkan usahanya. Kemudia Fauziyah dkk (2017)
menambahkan pertumbuhan usaha dilihat dari pertumbuhan jumlah ternak yang
dimiliki dan profitabilitas dilihat dari pertumbuhan jumlah ternak dijual.

4.3.6. Ketersediaan Lahan Penggembalaan


Ketersediaan lahan penggembalaan merupakan sumber pakan untuk ternak
kerbau maka dari itu hal ini menjadi salah satu faktor kekuatan dalam sistem
pemeliharaan umo ternak kerbau. Peternakan kerbau pada sistem pemeliharan
umo di Kecamatan Muara Bulian ketersediaan lahan sangat baik berdasarkan data
BPS (2020) menunjukkan Kecamatan Muara Bulian memiliki lahan sawah
dengan luas sekitar 1.850 Ha, berdasarkan informasi dari peternak luas sawah
pada Desa Napal Sisik, Desa Malapari dan Desa Pasar Terusan ±100 Ha. Peternak
kerbau pada sistem pemelilahaan umo menjadikan sawah sebagai tempat ternak
kerbau dilepas selama 6 bulan, dimana lahan sawah ini bisa dimanfaatkan sebagai
pakan ternak dan adanya jerami padi yang melimpah dapat disimpan dan
dimanfaatkan untuk menunjang ketersediaan pakan ternak. Menurut Syamsu
(2006) mengemukakan lahan hijauan berupa sawah dan kebun menjadi basis
ekologis bagi ternak sebagai penyedia hijauan dan tempat pemeliharaan ternak.
Kemudian Fariani dkk (2014) menambahkan lahan yang diperlukan untuk
menunjang usaha peternakan adalah lahan garapan yang terdiri atas sawah,
tegalan, kebun, ladang dan huma. Lahan sawah mencakup sawah perairan, tadah
hujan, sawah pasang surut, rembesan, lebak dan sebagainya.

10
Ketersediaan pakan khususnya di lahan penggembalaa baik kualitas,
kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam
menentukan keberhasilan usaha peternakan ternak ruminansia, selain itu untuk
mempertahankan kesuburan tahan pada lahan penggembalaan kotoran ternak
kerbau secara tidak langsung dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesuburan lahan
penggembalaan.. Kecukupan pakan harus ditunjang oleh usaha penyediaan pakan
secara kontiniu dan mencukupi kebutuhaan ternak. Hal ini sejalan dengan
pendapat Komariah dkk (2018) menyatakan ketersediaan pakan secara kontinyu
dengan jumlah cukup dan kualitas yang baik sangat diperlukan untuk
pertumbuhan ternak, potensi pengembangan ternak sangat bergantung dengan
ketersediaan hijauan di suatu wilayah.

4.3.7. Kearifan Lokal Dalam Pemeliharaan Ternak Kerbau


Peternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian menerapkan sistem
pemeliharaan umo, dimana pemeliharaan nya dilakukan dengan cara ternak
kerbau selama 6 bulan dilepas dilahan sawah pada saat musin panen, kemudian
pada 6 bulan berikutnya pada saat musim menanam padi ternak kerbau harus di
dikandangkan. Sistem pemeliharaan umo ini sudah lama diterapkan oleh peternak
dan sistem pemeliharaan umo ini bersifat turun temurun kemudian sistem
pemeliharaan umo ini pun diatur di dalam adat istiadat dan peraturan desa. Hal ini
dalam peraturan adat istiadat dengan seloko yang berbunyi “Umo betali ijuk,
Ternak betali mato” yang memiliki arti bahwa sawah atau kebun harus dipagari
atau diikat dengan tali kuat sehingga apabila ada ternak yang masuk kedalam
sawah pagar atau tali yang kuat akan sulit untuk dirusak ternak dan juga pada saat
musim menanam padi ternak harus diawasi oleh peternak supaya ternak tidak
merusah sawah milik petani kemudian jika sudah memasuki masa panen sawah
maka ternak boleh dilepas dilahan sawah.
Seloko selanjutnya yang berbunyi “Umo bekandang siang, kerbau bekandang
malam” yang memiliki arti sawah harus dipagari dan dijaga oleh petani pada
siang hari dan ternak harus dikandangkan pada malam hari. Apabila ternak kerbau
masuk dan memakan padi petani pada siang hari maka itu adalah kesalahan petani

11
karena tidak menjaga dan memagari sawah nya dengan baik maka peternak tidak
diberikan sanksi, namun apabila ternak kerbau masuk dan merusah sawah pada
saat malam hari maka akan dikenakan sanksi berupa membayar denda yang telah
ditentukan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan peternak dilapangan
yaitu demi menjaga hubungan sosial antara petani dan peternak, maka. jika sudah
mulai memasuki musim menanam padi maka peternak mulai mengandangkan dan
menjaga ternak nya agar tidak merusak sawah baik disiang ataupun dimalam hari,
begitupun dengan petani jika mulai menanam padi pada akan memagari dan
menjaga sawahnya dari ternak kerbau Peraturan dalam beternak tersebut sudah
lama diterapkan dan dalam bentuk peraturan desa secara tertulis nya sedang
dirancang bersama antara peternak, perangkat desa dan tetua-tetua desa.
Sistem pemeliharaan umo ini juga diterapkan dibeberapa daerah salah
satunya di Kabupaten Tana Toraja hanya saja mereka mengenal sistem
pemeliharaan umo ini dengan istilah musim manguruang dan malope. Hal ini
sejalan dengan pendapat Asryani (2016) menyatakan sistem pemeliharaan ternak
kerbau tergantung pada waktu sebelum masa panen dan waktu sesudah masa
panen, waktu sebelum masa panen dikenal dengan istilah musim manguruang
yaitu waktu dimana kerbau dikandangkan dan digembalakan, sedangkan waktu 6
bulan setelah masa panen dikenal dengan istilah musim malope, dimana kerbau
dilepas di lokasi tertentu, misalnya di ladang atau sawah yang sudah dipanen.
Kurun waktu musim manguruang dan malope masing-masing lebih kurang 6
bulan. Oleh sebab itu, masa tanam dan masa panen menjadi dasar waktu untuk
menentukan musim madui dan musim marere pare atau musim manguruang dan
malope. Saam dan Arlizon (2011) berpendapat, kearifan lokal dilakukan oleh
kelompok tertentu yang sifatnya lokal atau menurut budaya tertentu. Tindakan
atau perbuatan masyarakat lokal tertentu tersebut merupakan tradisi yang
mempunyai unsur kepiawaian lokal (local expertice) yang sarat dengan nilai-nilai
yang menjadi pegangan, penuntun, petunjuk untuk bertingkah dan berinteraksi
dengan lingkungannya.

12
4.4. Faktor Internal (Kelemahan) Pengembangan Ternak Kerbau Pada
Sistem Pemeliharaan umo Di Kecamatan Muara Bulian Kabupaten
Batang Hari.
Faktor internal berupa kelemahan adalah salah satu faktor yang
berpengaruh dalam strategi pengembangan ternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Menurut Subaktilah dkk (2018)
menyatakan kelemahan mencaku kelemahan internal yang dapat mempengaruhi
jalannya usaha. Berikut beberapa kelemahan yang dimiliki peternak kerbau pada
sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari :

4.4.1. Perkawinan Ternak Kerbau


Faktor internal (kelemahan) selanjutnya adalah perkawinan ternak kerbau
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Hasil penelitian
menunjukan peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
Bulian menggunakan sistem perkawinan alami dikarenakan lebih menghemat
biaya.
Tabel 13. Sistem Perkawinan Ternak Kerbau di Kecamatan Muara Bulian
No Sistem Perkawinan Jumlah Peternak (orang) Persentase (%)
1 Alami 60 100,00
2 IB 0 0
Jumlah 60 100,00
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas 100,00 % peternak kerbau
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian lebih memilih
mengawinkan ternak kerbau nya secara alami. Peternak kerbau kurang tertarik
untuk melakukan perkawinan secara buatan karena kesulitan dalam mendeteksi
kapan ternak kerbau betina birahi. Sistem perkawinan secara alami memiliki
kekurangan antara lain mengakibatkan ternak melahirkan anak dengan mutu
genetik yang rendah ditambah tidak adanya pembibitan pejantan unggul,
kemudian peluang terjadinya inbreeding cukup besar jika perkawinan dilakukan
secara alami. Hal ini sejalan dengan pendapat Sitepu (2019) menyatakan
perkawinan alami memiliki kekurangan antara lain mutu genetik rendah
karena berasal dari pejantan lokal, meningkatkan peluang terjadinya inbreeding

13
dan meningkatkan terjadinya penyebaran penyakit reproduksi. Kemudian
Sudirman (2016) menambahkan salah satu indikator performans reproduksi ternak
betina adalah keberhasilan kebuntingan, kaitannya dengan metode perkawinan
yang terarah, melalui kawin alam maupun IB.
Sulitnya mendeteksi kapan ternak betina birahi menyulitkan peternak untuk
melakukan IB (inseminasi Buatan). Deteksi birahi merupakan hal yang sangat
penting dalam pelaksanaan IB pada ternak, karena dengan melakukan
pendeteksian birahi akan dapat ditentukan kapan saatnya yang tepat untuk
melakukan pelayanan inseminasi pada saat ternak betina berada pada puncak
kesuburannya. Namun karena ternak kerbau betina mengalami silent heat (birahi
tenang) menyulitkan pendeteksian birahi. Kondisi ini sejalan dengan pendapat
Tambing dkk (2000) menyatakan Inseminasi Buatan sebagai alat yang efektif
untuk memperbaiki mutu genetik dan meningkatkan populasi ternak, dalam hal ini
masih memerlukan penanganan dan perhatian yang serius pada ternak kerbau,
karena adanya fenomena kesulitan mendeteksi berahi yang berkaitan dengan
adanya fenomena silent heat (birahi tenang).

4.4.2. Penyakit Ternak Kerbau


Faktor internal (kelemahan) selanjunya adalah penyakit pada ternak
kerbau, hasil penelitian menunjukkan hanya sebagian kecil 36,6 % yang ternaknya
pernah terserang penyakit dan sebagian besar 63,33 % peternak pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian ternak kerbaunya tidak pernah
terserang penyakit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 14. Jumlah Peternak Berdasarkan Penyakit Ternak Kerbau di Kecamata
Muara Bulian
No Penyakit Ternak Jumlah Peternak (orang) Persentase (%)
1 Ada 22 36,67
2 Tidak Ada 38 63,33
Jumlah 60 100,00
Meskipun jumlah ternak yang sakit sedikit namun jika ini tidak ditindak
lanjuti dengan pengobatan dan pemeriksaan kesehatan ternak dikhawatirkan akan
bertambah jumlah ternak yang sakit dan berdampak pada penurunan jumlah

14
populasi ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
Bulian. Penyakit ternak merupakan gangguan kesehatan pada hewan ternak yang
disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif, gangguan metabolisme, trauma,
keracunan, infestasi parasit, dan infeksi mikroorganisme patogen. Beberapa
penyakit yang pernah menyerang ternak kerbau yaitu penyakit ngorok
(Septicaemia Epizootica), menurut Tarmudji (2003) menyatakan adanya wabah
penyakit menular sangat berperan dalam penurunan populasi kebau di Indonesia.
Misalnya, Septicaemia Epizootica (SE) dan Malignant Catarrhal Fever (MCF)
pada kerbau yang bersifat akut dan fatal kemudian Tarmudji (2003)
menambahkan Penyakit SE yang menyerang ternak kerbau dapat bersifat akut dan
fatal, kerbau lebih peka terhadap serangan SE dibanding sapi dan penyakit ini
akan mudah terjadi apabila hewan mengalami stres.

4.4.3. Pendidikan Peternak Rendah


Kelemahan yang dimiliki peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo
adalah pendidikan peternak yang rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel.2
menunjukkan bahwa peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian sebanyak 29 orang (48,33 %) peternak kerbau hanya
menempuh pendidikan sebatas tamatan SD kemudian 15 orang (25,00 %)
menempuh pendidikan sebatas SMP kemudian 8 orang (13,33 %) menempuh
pendidikan sebatas SMA dan hanya 8 orang (13,33 %) yang menempuh
pendidikan sampai pada jenjang S1. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan
bahwa tingkat pendidikan peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian masih tergolong rendah. Menurut Kurnia dkk (2019)
menyatakan tingkat pendidikan yang masih rendah ini akan mempersulit di dalam
upaya perkembangan sumber daya manusia (SDM) karena biasanya kemampuan
menerapkan teknologi dan memahami informasi dalam bidang peternakan juga
rendah. Hal ini sama dengan pendapat Maryam dkk (2016) bahwa pendidikan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan usaha dimana
pendidikan berpengaruh pada pola pikir, sikap dan kemampuan pada produktivitas
usaha peternakan.

15
Peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
sebagian besar berpendidikan rendah yaitu tamatan SD 48,33 %, tingginya
persentase peternak yang berpendidikan SD mencerminkan bahwa kualitas
sumber daya manusia (SDM) dalam menerapkan inovasi-inovasi terbaru dalam
pengembangan ternak kerbau, pendidikan sangat berpengaruh dalam hal
penerimaan inovasi baru tentang peternakan kerbau, pendidikan juga sangat
menentukan sikap peternak dalam menjalankan usaha ternak kerbaunya, Keadaan
mencerminkan bahwa pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak cenderung
naik dengan semakin tinggi nya pendidikan formal yang ditempuh oleh peternak
kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Hal ini
sejalan dengan pendapa Makatita dkk (2014) menyatakan pendidikan merupakan
salah satu aspek penting dalam upaya meningkatkan kualitas SDM. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kualitas mereka akan semakin
meningkat dan sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka kualitas
mereka baik dari segi pengetahuan, keterampilan, sikap dan wawasan,
pengembangan daya nalar, dan analisis semakin rendah pula. Kemudian Ukkas
(2017) menambahkan pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan produktivitas
kerja yang lebih tinggi dan oleh sebab itu memungkinkan penghasilan yang lebih
tinggi juga, pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan
sumber daya manusia.

4.4.4. Perkandangan Ternak Kerbau


Tatalaksana perkandangan merupakan salah satu faktor produksi yang
belum mendapat perhatian dalam usaha peternakan ruminansia khususnya
peternakan dalam skala kecil. Berdasarkan hasil penelitian peternakan kerbau
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian mayoritas peternak
kerbau memiliki kandang namun kondisi kandang belum meberikan kenyamanan
dan kesehatan bagi ternak., bahkan kandang ternak kerbau hanya berpagar kawat
disekeliling kawasan perkandangan dan tidak memiliki atap kandang. Kontruksi
kandang belum sesuai dengan persyaratan teknis akan mengganggu produktivitas
ternak, kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan berdampak terhadap

16
lingkungan sekitarnya. Konstruksi kandang yang baik harus kuat dan tahan lama,
penataan dan perlengkapan kandang kandang hendaknya dapat memberikan
kenyamaman bagi ternak Menurut Farida dan Kaharudin (2010) menyatakan
beberapa persyaratan yang diperlukan dalam mendirikan kandang antara lain (1)
memenuhi persyaratan kesehatan ternaknya, (2) mempunyai ventilasi yang baik,
(3) efisiensi dalam pengelolaan (4) melindungi ternak dari pengaruh iklim dan
keamanan kecurian (5) serta tidak berdampak terhadap lingkungan sekitarnya.
Kemudian Farida dan Kaharudin (2010) menambahkan konstruksi kandang harus
kuat, mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab dan
mempunyai tempat penampungan kotoran, Kontruksi kandang harus mampu
menahan beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak, serta menjaga
keamanan ternak dari pencurian.

4.4.5. Penjualan Ternak Kerbau


Tabel 15. Jumlah penjualan ternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian
No Desa Jumlah Jumlah Ternak dijual Persentase%
ternak (ekor) (ekor)
1 Napal sisik 121 6 4,96
2 Malapari 149 9 6,04
3 Pasar Terusa 104 20 19,23
Jumlah 374 35 9.36
Penjualan ternak kerbau merupakan faktor internal (kelemahan). Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa penjualan ternak kerbau pada sistem pemeliharaan
umo di Kecamatan Muara Bulian dalam satu tahun terakhir dari tiga desa yaitu
desa Napal Sisik sebanyak 6 ekor, Desa Malapari sebanyak 9 ekor dan Desa
Pasar Terusan 20 ekor, maka jumlah ternak kerbau yang terjual kerbau sebanyak
35 ekor (9,36 %).
Berdasarkan hasil pengamatan mayoritas peternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian biasa menjual ternak kerbau pada
masyarakat yang menggunakan ternak kerbau pada acara pernikahan, upacara adat
atau sedekahan lainnya, hanya sebagian kecil yang menjual ternaknya di pasar
ternak. Semakin banyak penjualan ternak kerbau maka ini menunjang jalannya

17
produktivitas usaha ternak kerbau namun dari penjualan ini dapat mengurangi
jumlah ternak kerbau yang dimiliki peternak sementara usaha peternakan kerbau
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian ini masih dengan
skala usaha yang kecil dan hanya sebagai usaha atau pekerjaan sampingan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Priyanto (2009) menyatakan faktor penjualan ternak akan
menurunkan jumlah ternak dalam kandang.

4.4.6. Pemotongan ternak kerbau


Pemotongan ternak kerbau menjadi salah satu kelemahan pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Pemotongan ternak kerbau harus
di imbangi dengan kelahiran dan penambahan jumlah ternak kerbau, walaupun
pemotongan ternak kerbau masih tergolong rendah namun jika tidak imbang
dengan kelahiran ernak hal ini juga dikhawatirkan akan mengakibatkan
produktivitas usaha ternak kerbau terhambat dan membuat populasi ternak kerbau
menurun. Untuk lebih jelasnya jumlah pemotongan ternak kerbau di Kecamatan
Muara Bulian dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 16. Jumlah Pemotongan ternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian
No Desa Jumlah Jumlah Ternak Persentase%
ternak (ekor) dipotong (ekor)
1 Napal sisik 121 1 0,83
2 Malapari 149 9 6,04
3 Pasar Terusan 104 18 17,31
Jumlah 374 28 7,49
Pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian pada Desa
Napal Sisik hanya 1 ekor (0,83 %), kemudian pemotongan ternak kerbau Desa
Malapari sebanyak 9 ekor (6,04 %) dan pada Desa Pasar Terusan pemotongan
ternak kerbau sebanyak 18 ekor (17,31 %) sehingga jumlah ternak dipotong
sebanyak 28 ekor (7,49%). Pemotongan ternak kerbau biasanya dilakukan untuk
acara pernikahan, sedekahan dan upacara kematian ataupun upacara adat istiadat,
ternak kerbau merupakan hewan ternak yang melekat pada status sosial
masyarakat hal ini sejalan dengan pendapat Sirajudin (2013) menyatakan sebagian
besar yang menganggap kemampuan ekonomi sebagai motivasi mereka

18
memotong kerbau pada pesta adat . Kemudian Sirajudin (2013) menambahkan
pada pesta kematian (rambu solo’) dilakukan pemotongan ternak kerbau yang
tidak sedikit, dan bagi orang Toraja, kerbau dijadikan sebagai hewan kurban
dalam acara ritual pada upacara adat kematian (rambu solo’). Menurut Rohaeni
(2007) Penurunan populasi antara lain disebabkan oleh rendahnya tingkat
produktivitas, pemotongan yang tinggi, mortalitas anak yang tinggi, daya dukung
lahan (pakan) yang terbatas dan kualitas pakan rendah serta faktor penyakit.

4.4.7. Kematian Ternak Kerbau


Kematian ternak kerbau merupakan kelemahan bagi peternak kerbau pada
sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Hasil penelitian
menunjukkan kematian ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo yaitu Desa
Napal sisik jumlah ternak yang mati sebanyak 4 ekor (3,31 %), kemudian Desa
Malapari 17 ekor (11,41 %) dan Desa Pasar Terusan sebanyak 7 ekor (6,73 %) .
Kematian ternak kerbau ini menjadi kelemahan karena menyebabkan kerugian
terutama pada peternak ditambah terkadang tidak diketahui apa penyebab
kematian ternak kerbau.
Tabel 17. Jumlah Kematian Ternak Kerbau di Kecamatan Muara Bulian
No Desa Jumlah Jumlah Ternak Mati Persentase%
ternak (ekor) (ekor)
1 Napal sisik 121 4 3,31
2 Malapari 149 17 11,41
3 Pasar Terusan 104 7 6,73
Jumlah 374 28 7,49
Terlihat pada tabel diatas tingkat kematian ternak masih tergolong cukup
rendah yaitu 28 ekor (7,49 %) per tahun, namun jika peternak tidak menindak
lanjuti penyebab kematian ternak kerbau, dikhawatirkan terjadi peningkatan
kematian ternak kerbau dan hal ini dapat menyebabkan populasi ternak kerbau di
Kecamatan Muara Bulian menurun. Menurut Saputra dkk (2021). Tingkat
kematian tersebut disebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan petani/peternak
tentang beternak kerbau, sehingga memungkinkan angka kematian akan lebih
tinggi kedepan. Kemudian Pari (2018) menambahkan dalam pemeliharaan ternak,

19
salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah kurangnya pengetahuan
peternak terhadap penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian
dan tidak lagi beternak akibat adanya kematian pada ternaknya.

4.5. Faktor Eksternal (Peluang) Pengembangan Ternak Kerbau Pada


Sistem Pemeliharaan Semi Intensif Di Kecamatan Muara Bulian
Kabupaten Batang Hari.

Selain memiliki faktor internal, ternak kerbau pada sistem pemeliharaan


umo di Kecamatan Muara Bulian juga memiliki faktor eksternal atau faktor yang
berasal dari luar. Analisis faktor eksternal dilakukan dengan mengolah faktor-
faktor eksternal berupa peluang dan ancaman.. Menurut Surbaktilah (2018)
peluang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk meningkatkan usaha. Adapun
peluang sebagai berikut ini:

4.5.1. Program Pemerintah


Program pemerintah menjadi peluang dalam pengembangan ternak kerbau
pada sistem pemeliharan umo di Kecamatan Muara Bulian. Peternak kerbau pada
sistem pemeliharaan umo sangat membutuhkan bantuan program pemerintah
berupa bibit, pakan maupun bantuan berupa atap kandang untuk menunjang
produktivitas usaha ternak kerbau. Berdasarkan hasil pengamatan bantuan
program pemerintah yang sudah berjalan yaitu adanya pembangunan pagar beton
yang memagari area sawah dan perkandangan ternak kerbau. Pagar ini sangat
berfungsi agar ternak kerbau tidak memasuki atau berkeliaran di sawah pada saat
musim menanam padi.
Selain itu adanya penyuluh pertanian/peternak disetiap desa yang
membantu peternak dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
dihadapi peternak, Penyuluh tidak hanya menyampaikan informasi kepada petani-
ternak tetapi juga harus mampu menambah, mengubah, dan membangun aspek-
aspek pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan
(psychomotoric) petani-peternak sehingga mereka mampu bertani dan berusaha
lebih baik serta menguntungkan. Menurut Yunasaf dan Didin (2012) menyatakan
salah satu pilar utama di dalam mempercepat tumbuhnya peternak yang

20
berkualitas adalah dengan melaksanakan kegiatan pendidikan non formal atau
penyuluhan. Kemudian Yunasaf dan Didin (2012) menambahkan penyuluhan
sebagai bagian dari sistem pendidikan yang sifatnya non formal akan memberikan
penguatan kepada para peternak, karena peternak akan memungkinkan untuk
berubah perilakunya ke arah yang diharapkan, sehingga pengetahuannya akan
lebih meningkat, sikapnya akan lebih positif terhadap perubahan dan penerimaan
inovasi, dan akan lebih terampil di dalam melaksanakan usaha ternaknya.

4.5.2. Permintaan Ternak Kerbau Tinggi


Peranan utama ternak kerbau secara nasional adalah sebagai penghasil
daging. Faktor peluang peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari yaitu permintaan daging ternak
kerbau tinggi dan selalu meningkat terutama pada hari raya idul fitri dan hari raya
idul adha tentunya pada saat hari raya produksi ternak kerbau sangat meningkat
untuk memenuhi permintaan pasar akan daging kerbau. Kabupaten Batang Hari
merupakan wilayah dengan tingkat permintaan daging kerbau yang tinggi.
Adanya permintaan daging ternak kerbau yang tinggi ini menjadi peluang bagi
pengembangan usaha ternak kerbau, hal ini terkait tradisi sosial masyarakatnya
yang lebih menyukai daging ternak kerbau, ditambah pada acara-acara tertentu
yang mengharuskan mengkonsumsi daging ternak kerbau. Adanya peningkatan
produksi daging kerbau dari tahun 2015-2020 yaitu dimana menurut data BPS
(2020) pada tahun 2015 produksi daging kerbau sebanyak 310.608 kg kemudian
meningkat pada tahun 2020 sebanyak 364.918 kg atau meningkat secara rata-rata
sebesar 50,69%. Dalam hal ini menunjukkan bahwa produksi daging kerbau
selama 5 tahun terakhir terus mengalami peningkatan.
Permintaan ternak kerbau yang tinggi ini tentunya menjadi peluang dalam
pengembangan ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
bulian. Hal ini sejalan dengan pendapat Muthalib (2006) menyatakan beberapa
potensi bagi pengembangan agribisnis peternakan kerbau antara lain :1)
tersedianya tenaga kerja peternak/petani, 2) keunggulan ternak lokal yang 8
dimiliki, 3) status bebas beberapa penyakit hewan menular, 4) besarnya

21
permintaan ternak dan produk asal ternak serta 5) daya dukung lahan yang masih
luas. Menurut Madjid (2005) beberapa peluang yang dapat dijadikan pendorong
dalam pengembangan ternak kerbau antara lain :1) permintaan ternak dan produk
asal ternak meningkat, 2) produksi ternak dan produk olahan secara kuantitas dan
kualitas belum optimal. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain: 1) sistem
pemeliharaan ternak oleh masyarakat masih ekstensif tradisional, 2) terbatasnya
ketersediaan pakan sepanjang tahun serta 3) terbatasnya dana/modal.

4.5.3. Harga Ternak Kerbau


Ternak kerbau dalam keadaan khusus dianggap mewah oleh sebagian
masyarakat Indonesia. Kondisi sosial budaya pada sebagian masyarakat Indonesia
mendukung pengembangan peternakan kerbau. Kerbau bagi beberapa kalangan
menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan pada
upacara adat tertentu, kerbau merupakan ternak penting yang harus selalu tersedia.
Kondisi sosial budaya tersebut, menjadikan kerbau memiliki peluang pasar yang
cukup tinggi. Hal ini membuat harga ternak kerbau sering kali jauh lebih mahal
dari pada sapi. Hasil survei menunjukkan harga satu ekor kerbau mencapai
Rp.17.000.000-Rp.20.000.00,-/ekor. Tergantung dengan bobot badan ternak
kerbau semakin berat bobot badan makan semakin tinggi harga per ekor nya.
Menurut Ikun (2018) Jika dilihat dari harga ternak kerbau lebih mahal
dibandingkan ternak sapi, sehingga perlu adanya upaya pelestarian plasma nutfah
ternak kerbau.
Berdasarkan hasil pengamatan permintaan ternak kerbau akan lebih
meningkat pada hari raya idul fitri dan idul adha dengan harga yang meningkat
berkisar Rp.18.000.000- Rp.25.000.000 dengan umur ternak kerbau minimal 2,5
tahun atau lebih. Adanya peningkatan harga pada hari Raya Idul Fitri dan Idul
Adha ini sejalan dengan pendapat Priyanti dan Ismeth (2016) perilaku
perkembangan kenaikan harga daging sapi dan kerbau secara konsisten selalu
meningkat menjelang dan pada saat Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan harga ini
disebabkan oleh meningkatnya permintaan pasar akan daging sapi dan kerbau

22
guna memenuhi kebutuhan konsumsi pada periode awal puasa dan menjelang
Hari Raya Idul Fitri.

4.5.4. Adanya Pasar Ternak


Pasar Ternak merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam
pemasaran hasil peternakan, khususnya ternak hidup sebagai upaya dalam
melakukan pemasaran ternak yang terkendali, legal dan layak. Hal ini menjadi
peluang bagi pemeliharaan ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian. Posisi keberadaan pasar ternak menjadi penting, selain
sebagai tempat transaksi jual-beli ternak yang sesuai dengan mekanisme
pemasaran, juga sebagai akses para peternak dalam mendapatkan informasi harga
jual ternak. maka dari itu dengan adanya pasar ternak di Kecamatan Muara Bulian
menjadi peluang yang sangat besar untuk peternak kerbau pada sistem
pemeliharaaan umo memasarkan ternaknya. Namun jika pasar ternak ini tidak
memiliki fasilitas maupun sarana dan prasarana yang baik, seperti kondisi pagar
yang tidak memadai dikhawatirkan jika ternak lepas dalam pasar akibat pagar
tidak ada, tentu bahaya karena ternak lari ke jalan raya akhirnya menimbulkan
efek kerugian terhadap peternak maupun mengganggu lalu lintas, selain itu tempat
penampungan hewan di pasar ternak tersebut dibiarkan terbuka tak dilengkapi
dengan atap peneduh kemudian ketersediaan air minum untuk hewaan ternak
kurang memadai sehingga terkadang kekuarangan air minum dan akibatnya
menimbulkan stress bagi hewan ternak.
Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk memaksimal
pasar ternak di Kecamatan Muara Bulian. Hal ini sejalan dengan Nuryono (2012)
menyatakan dalam upaya memberikan manfaat yang lebih baik bagi semua pihak,
sistem pemasaran ternak harus lebih transparan baik dalam menentukan harga
maupun berat ternak, oleh karenanya pasar ternak harus memiliki fasilitas
prasarana dan sarana yang lebih baik serta pengelolaan yang lebih terarah.
Kemudian Nuryono (2012) menambahkan posisi tawar peternak akan lebih buruk
lagi apabila ada wilayah sentra produksi yang tidak memiliki pasar ternak, pada
situasi seperti ini, rantai pemasaran menjadi semakin panjang dan harga yang

23
diterima oleh peternak menjadi semakin kecil, dengan kondisi seperti ini, akses
peternak terhadap informasi pasar pada umumnya juga sangat lemah.

4.6. Faktor Eksternal (Ancaman) Pengembangan Ternak Kerbau Pada


Sistem Pemeliharaan Semi Intensif Di Kecamatan Muara Bulian
Kabupaten Batang Hari

Faktor eksternal (Peluang) selanjutnya adalah Ancaman yang dapat


mempengaruhi strategi pengembangan ternak kerbau pada sistem pemeliharaan
umo di Kecamatan Muara Bulian. Surbaktilah dkk (2018) menyatakan ancaman
merupakan faktor eksternal perusahaan yang dapat menghambat kelancaran
pengembangan usaha.

4.6.1. Kehilangan Ternak Kerbau


Kehilangan ternak kerbau merupakan ancaman pertama yang dapat
mempengaruhi pengembangan ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian. Adapun jumlah ternak hilang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 18. Jumlah Ternak Kerbau Hilang Di Kecamatan Muara Bulian
No Desa Jumlah Ternak Jumlah Ternak Persentase
(ekor) Hilang(ekor) %
1 Napal sisik 121 0 0,00
2 Malapari 149 5 3,36
3 Pasar Terusan 104 0 0,00
Jumlah 374 5 3,36
Hasil penelitian menunjukkan ternak hilang terjadi di Desa Malapari
sebanyak 5 ekor (3,36%), dengan jumlah ternak di Kecamatan Muara Bulian
sebanyak 374 ekor. Angka kehilangan ternak kerbau pada sistem pemeliharaan
umo masih tergolong rendah, namun jika hal ini terus terjadi maka akan menjadi
mengancam produktivitas usaha ternak kerbau dan dampak yang paling cepat
terlihat adalah penurunan jumlah populasi ternak kerbau. Peternak kerbau pada
sistem pemeliharaan umo dipelihara secara lepas selama 6 bulan dilahan sawah,
pada saat 6 bulan tersebut ternak kebau berkeliaran dilahan sawah dan hanya
sesekali diawasi oleh peternak, hal ini bisa menyebabkan kemungkinan besar

24
ternak hilang ataupun terjadi pencurian ternak kerbau. Menurut Fariani (2008)
menyatakan tindak pencurian ternak menyebabkan beberapa orang peternak
merasa dirugikan dan trauma sehingga berhenti untuk memelihara ternak
ruminansia, hal inilah yang menyebabkan populasi ternak ruminansia menjadi
berkurang. Kemudian Priyanto (2016) menambahkan bahwa kasus pencurian
ternak yang tinggi akan menurunkan minat peternak dalam usaha ternak.

4.6.2. Alih Fungsi Lahan


Ancaman terakhir peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian yaitu alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan dapat
diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya
semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap
lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Pembangunan dan pertumbuhan jumlah
penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan akan jumlah lahan yang tidak
sedikit, sehingga lahan yang dapat dimanfaatkan semakin terbatas, sedangkan
permintaan akan kebutuhan lahan oleh manusia, selaku subjek agraria semakin
meningkat. Hal ini dapat berujung pada terjadinya konversi lahan atau alih fungsi
lahan. Konversi lahan merupakan perubahan fungsi lahan baik dari lahan
pertanian ke non-pertanian ataupun sebaliknya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Isa (2020) menyatakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi
lahan atau konversi lahan yaitu faktor kependudukan : pesatnya peningkatan
jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jasa,
industri, dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, peningkatan taraf hidup
masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan akibat
peningkatan intensitas kegiatan masyarakat.
Alih fungsi lahan menjadi ancaman bagi peternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian, sebab sistem pemeliharaan ternak
kerbau yang tergantung pada waktu sebelum masa panen dan waktu sesudah masa
panen sawah, dimana pada waktu sesudah masa panen peternak pada sistem
pemeliharaan umo melepas ternak nya selama 6 bulan dilahan sawah. Menurut
Hidayati dan Rilus (2013) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konversi

25
lahan sawah menjadi lahan nonsawah antara lain faktor sosial, ekonomi, dan
kebijaksanaan pembangunan, faktor sosial ditunjukkan dengan peningkatan
jumlah penduduk yang mendorong kebutuhan lahan yang semakin tinggi.

4.7. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)


Analisis lingkungan internal dilakukan dengan menggunakan matriks IFE
(Internal Factor Evaluation). Matriks IFE berfungsi untuk mengetahui seberapa
besar peranan faktor kekuatan dan kelemahan yang terdapat pada petternak kerbau
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Kekuatan utama
yang ditandai dengan nilai total terbesar 1,48 yaitu pengalaman beternak
sedangkan kelemahan utama yang ditandai dengan nilai total terkecil 0,05 yaitu
sistem perkawinan.
Tabel.19. Hasil Analisis Faktor Kekuatan
Bobot Rating Nilai Total
No Penilaian Kekuatan
Rata-Rata Rata-Rata Kekuatan
1 Umur peternak 0.10 4 0.41
2 Pengalaman beternak 0.08 3 0.23
3 Kelahiran ternak 0.05 4 0.21
4 Jumlah ternak kerbau 0.06 4 0.23
5 Ketersediaan Lahan Hijauan 0.04 4 0.16
6 Kearifan Lokal 0.06 4 0.23
Total Faktor Kekuatan 0,39 23.0 1.48
Sumber : Data olahan penelitian

Berdasarkan dari hasil analisis matriks IFE, faktor kekuatan terdiri dari 6
faktor kekuatan yaitu umur peternak memiliki nilai 0,10 , pengalaman beternak
memilki nilai 0,08, kelahiran ternak kerbau memiliki nilai 0,05, jumlah ternak
kerbau memiliki nilai 0,06, ketersediaan lahan hujauan 0,04, kearifan lokal 0,06.
Dengan demikian ketika 6 faktor kekuatan tersebut dijumlahkan maka
mendapatkan hasil nilai total faktor kekuatan sebesar 1,48.
Selanjutnya selain faktor kekuatan terdapat juga analisis faktor kelemahan
yang digunakan untuk mengetahui nilai faktor yang dapat menghambat dan
menghalangi strategi pengembangan peternakan kerbau pada sistem pemeliharan

26
umo di Kecamatan Muara Bulian. Untuk lebih jelasnya pengolahan analisis faktor
kelemahan tersaji pada tabel 20
Tabel 20. Hasil Analisis Faktor Kelemahan
Bobot Rating Nilai Total
No Penilaian Kelemahan
Rata-Rata Rata-Rata Kelemahan
1 Sistem Perkawinan 0,05 2 0,15
2 Penyakit ternak kerbau 0,08 2 0,23
3 Pendidikan peternak rendah 0,09 1 0,27
4 Perkandangan ternak kerbau 0,10 2 0,29
5 Penjualan Ternak Kerbau 0,08 2 0,24
6 Pemotongan ternak kerbau 0,10 2 0,20
7 Kematian ternak kerbau 0,12 2 0,35
Total Faktor Kelemahan 0,61 13.00 1,13
Total Nilai IFE 1,00 36,00 2,61
Sumber : Data olahan penelitian

Berdasarkan dari hasil analisis matriks IFE, faktor kelemahan memiliki 7


faktor yaitu sistem perkawinan 0,05, penyakit ternak kerbau dengan nilai 0,08,
pendidikan peternak rendah dengan nilai 0,09, perkandangan ternak kerbau
dengan nilai0,10, penjualan ternak kerbau 0,08, pemotongan ternak kerbau dengan
nilai 0,10, dan kematian ternak kerbau dengan nilai 0,12. Dari nilai 7 faktor
kelemahan tersebut dijumlahkan maka diperoleh hasil perhitungan total faktor
kelemahan yaitu sebesar 1,13.
Total skor bobot IFE yang diperoleh dari total nilai faktor kekuatan sebesar
1,48 dan total nilai faktor kelemahan sebesar 1,13. Maka, total skor IFE (Internal
Factor Evaluation) sebesar 2,61. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa respon
peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
dalam kondisi mampu mengatasi kelemahan serta memanfaatkan kekuatan yang
ada. Sehingga faktor internal peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian berada dalam kategori kuat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ningsih dan Hamamah (2018)skor total ilai rata-rata adalah 2,5. Total
rata-rata tertimbang di bawah 2,5 menggambarkan organisasi yang lemah secara
internal, sementara total nilai di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang
kuat. Kemudian Astuti dan Shinta (2020) menambahkan Matriks IFE digunakan

27
untuk mengetahui seberapa besar peranan dari factor – factor internal yang
terdapat pada perusahaan. Matriks IFE menunjukkan kondisi internal perusahaan
berupa kekuatan dan kelemahan yang dihitung berdasarkan rating dan bobot.
Hasil perhitungan matriks IFE dapat dilihat pada tabel ?? dan tabel ??.

4.8. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation)


Matriks EFE digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari factor –
factor eksternal perusahaan. Matriks EFE menggambarkan kondisi peluang dan
ancaman perusahaan yang dihitung berdasarkan rating dan bobot (Astuti dan
Shinta 2020).
Tabel 21. Hasil Analisis Faktor Peluang
Bobot Rating Nilai Total
No Penilaian Peluang
Rata-Rata Rata-Rata Peluang
1 Program Pemerintah 0,12 3 0,36
2 Permintaan ternak kerbau 0,09 4 0,36
3 Harga ternak kerbau 0,17 3 0,50
4 Adanya Pasar Ternak 0,11 4 0,42
Total Faktor Peluang 0,48 14 1,65
Sumber : Data olahan penelitian

Berdasarkan dari hasil analisis, maka faktor peluang terdiri dari 4 faktor
yaitu program pemerintah memiliki nilai 0,36, permintaan ternak kerbau memiliki
nilai 0,36, harga ternak kerbau memiliki nilai 0,50 dan adanya pasar ternak
memiliki nilai 0,42 jika dijumlahkan didapatkan hasil 1,65.
Selain faktor peluang yang terdiri dari 4 faktor yaitu permintaan ternak
kerbau, program pemerintah, pendapatan masyarakat tinggi dan harga ternak
kerbau, terdapat juga faktor ancaman peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan
umo di Kecamatan Muara Bulian yang terdiri dari kehilangan ternak kerbau dan
tidak adanya pasar ternak. Kemudian dilakukan juga analisis pada faktor ancaman
untuk memperoleh nilai total dari faktor ancaman yang dimiliki oleh peternakan
kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Hasil analisis
dapat dilihat pada tabel berikut ini :

28
Tabel 22. Hasil Analisis Faktor Ancaman
Bobot Rating Nilai Total
No. Penilaian Ancaman
Rata-Rata Rata-Rata Ancaman
1 Kehilangan ternak sapi 0,21 3 0,64
2 Alih fungsi lahan 0,30 3 0,91
Total Faktor Ancaman 0,52 6 1,55
Total Nilai EFE 1,00 20 3,20
Sumber : Data olahan penelitian
Setelah dilakukan analisis maka diperoleh 2 faktor ancaman kehilangan
ternak sapi memiliki nilai 0,64 dan alih fungsi lahan memiliki nilai sebesar 0,91.
Total faktor ancaman yang di peroleh adalah 3,20.
Berdasarkan hasil analisis faktor peluang dan ancaman didapatkan total skor
bobot EFE yang diperoleh dari faktor peluang berjumlah 1,65 dan faktor ancaman
berjumlah 1,55. Maka diperoleh hasil bahwa total skor EFE (Eksternal Factor
Evaluation) sebesar 3,20. Hasil perhitungan mengindikasikan bahwa respon
peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
mampu memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman yang ada, oleh karena
itu termasuk kedalam kategori kuat. Pada matriks EFE Total skor pembobotan
berkisar antara 1 sampai 4 dengan rata-rata 2,5. Hal ini sejalan dengan pendapat
Setyorini (2016) menyatakanpada matriks EFE nilai 4 artinya perusahaan
mempunyai kemampuan sangat baik/kuat dalam meraih faktor peluang tersebut
dengan faktor ancaman tersebut memberikan pengaruh yang sangat lemah
terhadap usaha, Nilai 3, artinya perusahaan mempunyai kemampuan baik/sedang
dalam meraih faktor peluang tersebut dan faktor ancaman memberikan pengaruh
yang lemah terhadap usaha, Nilai 2, artinya mempunyai kemampuan cukup baik
dalam meraih faktor peluang tersebut dan faktor ancaman memberikan pengaruh
yang kuat terhadap usaha, Nilai 1, artinya perusahaan mempunyai kemampuan
tidak baik/lemah dalam meraih faktor peluang tersebut dan faktor ancaman
memberikan pengaruh yang kuat terhadap usaha. Astuti dan Shinta (2020)
menambahkan matriks EFE digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari
factor – factor eksternal perusahaan. Matriks EFE menggambarkan kondisi
peluang dan ancaman perusahaan yang dihitung berdasarkan rating dan bobot.

29
4.9. Matriks IE (Internal - Eksternal)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tahap pengolahan data menggunakan
analisis matriks IFE dan EFE, maka diketahui nilai total matriks IFE peternakan
peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
adalah sebesar 2,61 dan nilai total matriks EFE peternakan kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian adalah sebesar 3,20.
Maka dari itu didapatkan hasil analisis matriks IE (internal-eksternal)
peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
berada pada sel I yang berarti tumbuh dan membangun (growth and build).
Strategi yang tepat untuk diterapkan pada sel II adalah strategi intensif (penetrasi
pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk. Hal ini sejalan dengan
pendapat Setyorini (2016) menyatakan Grow and Build (Tumbuh dan Bina)
berada dalam sel I, II atau IV. Strategi yang cocok adalah intensif (penetrasi pasar,
pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integrasi (integrasi ke
belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). Hasil analisis matriks IE
dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini :

Gambar 3. Hasil Matriks IE Peternakan Kerbau di Kecamatan Muara Bulian


Berdasarkan hasil penelitian mengenai matriks IE (internal-eksternal) maka
dapat diketahui strategi yang bisa diterapkan pada peternakan peternakan kerbau

30
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian adalah strategi
penetrasi pasar, strategi pengembangan pasar, dan strategi pengembangan produk.

4.9.1. Strategi Penetrasi Pasar


Strategi penetrasi pasar merupakan cara yang digunakan untuk
mengembangkan strategi untuk memperluas cakupan pangsa pasar untuk suatu
produk atau jasa tertentu. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu
meningkatkan efektivitas pemasaran atau memperluas jaringan pemasaran dengan
melakukan penetrasi pasar, misalnya dengan membuka tempat pemotongan ternak
kerbau baru. Di samping itu jaringan pemasaran dapat pula diperluas karena
pangsa pasar komoditi ternak masih sangat luas baik didalam negri dan juga diluar
negeri. Maka dari itu diperlukan alternative penetrasi pasar seperti meningkatkan
pemasaran, promosi dan penjualan ternak kerbau ke daerah lain atau menjalin
lebih banyak kerjasama dengan pihak distributor terutama distributor dari luar
daerah. Hal ini sejalan dengan pendapat Lainawa dan Judy (2018) menyatakkan
penetrasi pasar meliputi penambahan jumlah penjualan dan jumlah pasar,
meningkatkan promosi atau menawarkan produk promosi serta melipat gandakan
upaya-upaya pemasaran.

4.9.2. Strategi Pengembangan Pasar


Pengembangan pasar merupakan bagian dari pertumbuhan intensif yang
juga terdiri atas penetrasi pasar dan pengembangan produk. Upaya ini hanya
menggerakkan strategi untuk meningkatkan kegiatan penjualan. Pengembangan
pasar dilakukan dalam meningkatkan penjualan dari hasil produk yang
dihasilkannya. Kegiatan ini merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan
pertumbuhan produktivitas suatu usaha. Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu
terobosan kreatif inovatif melalui strategi pengembangan pasar tradisional sesuai
kebutuhan stakeholder agar tercipta keunggulan bersaing, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau mengentaskan kemiskinan.
pengembangan pasar meliputi pengenalan produk ke daerah atau wilayah
geografis baru.

31
4.9.3. Strategi Pengembangan Produk
Pengembangan produk adalah strategi bagaimana meningkatkan penjualan
dengan cara memberdayakan peternak melalui penguatan kelembagaan tani dan
penyuluhan, penguatan modal, penguasaan teknologi, serta menjalin usaha
kemitraan yang diatur dalam regulasi. Dari usaha peternakan kerbau, peternak
bisanya hanya menjual berupa ternak kerbau hidup, padahal dari usaha peternakan
kerbau bisa menghasilkan beberapa produk diantaranya susu ternak kerbau atau
daging ternak kerbau dapat di olah menjadi rendang, bakso dan produk lainnya
yang akan memberikan nilai tambah yang lebih besar. Namun untuk itu
diperlukan adanya perencanaan kelompok ternak dan dorongan pemerintah
daerah.

4.10. Matriks SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats)


Berdasarkan hasil analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities,
Threats) pada penelitian ini terdapat 6 faktor kekuatan internal yaitu umur
peternak, pengalaman beternak, kelahiran ternak, jumlah ternak kerbau,
ketersediaan lahan dan kearifan local. Selain fakor kekuatan, terdapat juga 7
faktor kelemahan internal yaitu penyakit ternak kerbau, perkawinan ternak kerbau,
pendidikan peternak rendah, perkandangan ternak kerbau, penjualan ternak
kerbau, pemotongan ternak kerbau dan kematian ternak kerbau. Kemudian
terdapat faktor eksternal berupa peluang yaitu . program pemerintah, permintaan
ternak kerbau, harga ternak kerbau dan adanya pasar ternak selanjutnya faktor
eksternal berupa ancaman terdiri dari kehilangan ternak kerbau dan alih fungsi
lahan. Menurut Subaktilah dkk (2018) menyatakan analisis faktor internal dapat
digunakan untuk mengetahui faktor internal apa saja yang dapat mempengaruhi
pengembangan usaha baik kelemahan maupun kekuatan, analisis faktor eksternal
digunakan untuk menentukan peluang serta ancaman yang dihadapi perusahaan
dalam pengembangan usahanya.
Berdasarkan faktor internal kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal
peluang dan ancaman melalui analisis eksternal, oleh karena itu dapat menyusun
alternatif - alternatif strategi dalam menggunakan matriks SWOT. Menurut

32
Coman dan Boaz (2009) menyatakan analisis SWOT memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya model analisis ini mampu mendeteksikan setiap kelemahan
dan kelebihan sebuah institusi sehingga bermanfaat dalam meminimalisasikan
dampak atau konsekuensi yang akan terjadi dimasa akan datang. Beberapa
alternatif strategi yang dapat diterapkan oleh peternakan kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian dapat dilihat pada tabel 23 berikut
ini :

33
Tabel 23. Hasil Analisis Matriks SWOT
Faktor Internal KEKUATAN-S KELEMAHAN-W
1. Penyakit Ternak
1. Umur Peternak Kerbau
2. Pengalaman Beternak 2. Perkawinan ternak
3. Kelahiran Ternak kerbau
4. Jumlah ternak Kerbau 3. Pendidikan Peternak
5. Ketersediaan lahan hijauan Rendah
6. Kearifan Lokal 4. Perkandangan ternak
kerbau
5. Penjualan ternak
Faktor 6. Pemotongan Ternak
Eksternal 7. Kematian Ternak
kerbau
PELUANG-O STRATEGI SO STRATEGI WO
1. Program 1. Meningkatkan populasi 4.Memperbaiki
Pemerintah dengan memanfaatkan perkandangan ternak
2. Permintaan kelahiran ternak yang tinggi kerbau dengan
ternak kerbau agar dapat memenuhi memanfaatkan Program
3. Harga Ternak permintaan ternak kerbau yang Pemerintah(W4-O1)
Kerbau terus mengalami peningkatan
4. Adanya Pasar (S4-O2).
Ternak 2. Mempertahankan Kearifan 5. Penjualan ternak
lokal dalam pengembangan kerbau lebih kompetitif
ternak kerbau dengan melalui di Pasar
memanfaatkan program ternak(W5-O4)
pemerintah(S6-O1).
3. Jumlah populasi ternak yang
tinggi dapat dimanfaatkan
melalui penjualan di pasar
ternak dengan harga yang
mahal(S4-O4)
ANCAMAN-T STRATEGI ST STRATEGI WT
1. Kehilangan 6. Memanfaatkan umur 8. Meningkatkan
Ternak Kerbau peternak yang masih produktif populasi ternak melalui
2. Alih fungsi untuk mengontrol ternak pada sistem perkawinan yang
Lahan saat digembalakan sehingga lebih terkendali(W2-T1)
dapat menghindari resiko 9. memperbaiki
kehilangan ternak(S1-T1) Perkandangan untuk
7. Mempertahankan kearifan menjaga ternak agar
lokal dengan mempertahan tidak mudah hilang
lahan sawah sebagai tempat ataupun dicuri oleh
penggembalaan (S6-T2) orang(W4-T1)

34
4.10.1. Strategi S-O (Strengths - Opportunities)
Strategi S-O (Aggressive Strategy) adalah menyusun strategi yang
menggunakan kekuatan peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian agar memanfaatkan peluang. Strategi yang dapat
digunakan oleh peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo adalah dengan
meningkatkan populasi dengan memanfaatkan kelahiran ternak yang tinggi
supaya dapat memenuhi permintaan ternak kerbau yang terus mengalami
peningkatan (S1). Penerapan strategi ini digunakan untuk memanfaatkan angka
kelahiran ternak kerbau yang tinggi pada sistem pemeliharaan umo akan
meningkatkan jumlah populasi ternak kerba dan dapat memenuhi permintaan
ternak kerbau yang terus mengalami peningkatan.
Strategi selanjutnya yang dapat diterapkan yaitu mempertahankan kearifan
lokal dalam pengembangan ternak kerbau dengan memanfaatkan program
pemerintah. (S2). Strategi ini dapat digunakan dengan adanya kearifan lokal yang
tetap terjaga dan didukung dengan program pemerintah diharapkan peternakan
kerbau pada sistem pemeliharaan umo akan terus berkembang lebih baik.
Strategi berikutnya dalam pengembangan ternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara bulian yaitu jumlah populasi ternak yang
tinggi dapat dimanfaatkan melalui penjualan di pasar ternak dengan harga yang
mahal (S3). Dalam penerapan strategi ini harga ternak dan populasi ternak yang
tinggi dapat dimanfaatkan melalui penjualan dipasar ternak. Pendirian pasar
ternak bertujuan untuk mengendalikan proses pemasaran ternak agar
hanya ternak yang legal dan sehat yang beredar di tengah masyarakat. Melalui
pasar ternak, pemerintah dapat memantau proses jual-beli dan pemanfaatan
ternak, dalam upaya memberikan manfaat yang lebih baik bagi semua pihak,
sistem pemasaran ternak harus lebih transparan baik dalam menentukan harga
maupun berat bobot ternak. Oleh karenanya pasar ternak harus memiliki fasilitas
sarana dan prasarana yang lebih baik serta pengelolaan yang lebih terarah.

4.10.2. Strategi W-O (Weaknesses - Opportunities)


Strategi W-O (Turn-arround Strategy) adalah menyusun strategi untuk
mengatasi kelemahan peternakan peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan

35
umo agar memanfaatkan peluang. Strategi yang dapat digunakan adalah dengan
memperbaiki perkandangan ternak kerbau dengan memanfaatkan program
pemerintah. (S4). Perkandangan ternak kerbau yang kurang memadai dapat
memberikan pengaruh tidak baik untuk ternak kerbau maka diperlukan program
pemerintah bantua berupa atap kandang atau yang lainnya untuk menunjang
perkandangan ternak kerbau yang lebih baik.
Strategi selanjutnya yang dapat diterapkan yaitu penjualan ternak kerbau
lebih kompetitif melalui di pasar ternak. (S5). Pasar ternak ini tentunya memiliki
tujuan, selain untuk menyediakan fasilitas jual beli ternak yang memadai, juga
agar tercipta iklim perdagangan yang sehat dan tertib melalui pengendalian harga
ternak dan standar mutu produksi. Adanya pasar ternak ini diharapkan peternak
mendapatkan harga yang sesuai dengan harga pasar dalam menjual ternaknya.

4.10.3. Strategi S-T (Strengths - Threats)


Strategi S-T (Diversification Strategy) merupakan menyusun strategi yang
menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal. Strategi
yang dapat diterapkan peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian yaitu memanfaatkan umur peternak yang masih
produktif untuk mengawasi ternak pada saat digembalakan sehingga dapat
menghindari resiko kehilangan ternak (S6). Penerapan Strategi ini digunakan
untuk meminimalisir ternak hilang terutama pada saat digembalakan selama 6
bulan pada saat musim menanam padi, diharapkan umur peternak yang masih
dalam kategori produktif diharapkan lebih ketat dalam mengontrol ternak kerbau
saat digembalakan sehingga mengurangi resiko ternak kerbau hilang.
Strategi selanjutnya yaitu menjaga mempertahankan kearifan lokal dengan
mempertahan lahan sawah sebagai tempat penggembalaan (S7). Dalam penerapan
strategi ini yaitu dengan memperhatikan kearifan lokal yang di atur dalam
peraturan adat kemudian dipertahankan oleh tetua-tetua desa ataupun pemangku
adat dan dirancang untuk menjadi peraturan Desa, hal ini diharapkan menjadi
kekuatan untuk mempertahankan lahan penggembalaan agar tidak terjadi alih
fungsi lahan. Penerapan strategi ini dilakukan dengan seiring bertambahnya

36
jumlah populasi ternak kerbau maka kebutuhan penggunaan lahan penggembalaan
cenderung ikut meningkat. Diharapkan strategi ini dapat menjadi alternatife
pengendalian agar tidak terjadi alih fungsi lahan

4.10.4. Strategi W-T (Weaknesses - Treats)


Strategi W-T (Defensive Startegy) adalah menyusun strategi untuk
menggunakan kelemahan yang dimiliki dan menghindari ancaman. Strategi yang
dapat diterapkan pada peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian yaitu meningkatkan populasi ternak melalui sistem
perkawinan yang lebih terkendali (S8). Dalam penerapan strategi ini melalui
perkawinan ternak kerbau kemudian ternak betina akan bunting dan melahirkan
maka anak kerbau ini akan menggantikan ternak kerbau yang hilang tentunya
dengan perkawinan yang terkendali dengan menyediakan pejantan unggul,
kemudian selain itu dengan perkembang biakan ternak melalui perkawinan ini
akan menjadikan ternak kerbau semakin berkembang dan semakin membutuhkan
lahan penggembalaan sehingga mengurangi resiko terjadinya alih fungsi lahan.
Strategi lainnya yang dapat diterapkan oleh peternakan kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian yaitu memperbaiki perkandangan
untuk menjaga ternak agar tidak mudah hilang ataupun dicuri oleh orang(S9).
Dalam penerapan strategi ini yaitu dengan memperbaiki perkandangan ternak
kerbau agar lebih memadai sehingga nantinya diharapkan akan meminimalisir
resiko terjadinya ternak kerbau hilang pada saat dikandangkan selama 6 bulan
ketika musim menanam padi.

4.11.Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matriks)


Matriks QSPM merupakan matriks yang digunakan untuk penentuan strategi
priorotas yang dapat diterapkan oleh peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan
umo di Kecamatan Muara Bulian. Alternatif strategi didapatkan dari matriks
SWOT di mana matriks tersebut menghasilkan beberapa alternatif strategi melalui
faktor internal dan eksternal perusahaan. Menurut Fretes dkk (2013) QSPM
adalah matriks yang memungkinkan para penyusun strategi mengevaluasi
berbagai strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor keberhasilan

37
penting eksternal dan internal yang diidentifikasi sebelumnya. QSPM menentukan
daya tarik relatif dari berbagai strategi yang dibangun pada tahap pencocokan.
Tabel.17. Hasil Analisis Matriks QSPM
No. Alternatif Strategi QSPM Nilai TAS
Mempertahankan kearifan lokal dengan dengan
1 mempertahan lahan sawah sebagai lahan tempat 5,21
penggembalaan(Alternatif Strategi 7)
Jumlah populasi ternak yang tinggi
dapat dimanfaatkan melalui penjualan
2 5,13
di pasar ternak dengan harga yang
mahal(Alternatif Strategi 3)
Memanfaatkan umur peternak yang
masih produktif untuk mengontrol
3 ternak pada saat digembalakan sehingga 5,11
dapat menghindari resiko kehilangan
ternak(Alternatif Strategi 6)
Penjualan ternak kerbau lebih
4 kompetitif melalui di Pasar ternak 5,10
(Alternatif Strategi 5)
Meningkatkan populasi ternak melalui
5 sistem perkawinan yang lebih terkendali 5,03
(Alternatif Strategi 8)
Memperbaiki Perkandangan untuk
menjaga ternak agar tidak mudah hilang
6 4,96
ataupun dicuri oleh orang (Alternatif
Strategi 9)
Meningkatkan populasi dengan
memanfaatkan kelahiran ternak yang
7 tinggi agar dapat memenuhi permintaan 4,82
ternak kerbau yang terus mengalami
peningkatan (Alternatif Strategi 1)
Mempertahankan Kearifan lokal dalam
pengembangan ternak kerbau dengan
8 4,55
memanfaatkan program pemerintah
(Alternatif Strategi 2)
Memperbaiki perkandangan ternak
9 kerbau dengan memanfaatkan Program 4,12
Pemerintah(Alternatif Strategi 4)
Sumber : Data olahan penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan pada tahap sebelumnya (Matching Stage)
yang menggunakan matriks IE (internal-external), selanjutnya pada tahap
pengambilan keputusan (Decission Stage) penulis menggunakan matriks QSPM.

38
Matriks ini untuk mengetahui daya tarik relatif dari beberapa pilihan alternatif
strategi secara objektif dan kemudian memilih salah satu strategi yang paling
menarik menjadi alternative atau pilihan. Menurut Setyorini (2016) menyatakan
matriks yang digunakan dalam keputusan ini adalah QSPM. Analisis QSPM
digunakan untuk mengevaluasi strategi secara obyektif berdasarkan faktorfaktor
sukses utama internal-eksternal yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan analisis matriks QSPM
menunjukkan bahwa dari sembilan alternative strategi yang didapatkan dari
penggunaan matriks SWOT. maka dapat diketahui bahwa alternatif strategi yang
paling menarik dan paling direkomendasikan dalam upaya pengembangan
peternakan peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan
Muara Bulian yaitu mempertahankan kearifan lokal dengan mempertahan lahan
sawah sebagai tempat penggembalaan, dan strategi ini memiliki nilai Total
Attractive Score (TAS) yang paling tinggi dari alternatif strategi yang lainnya
yaitu 5,21.

39

Anda mungkin juga menyukai