1
Salah satu sistem pemeliharaan ternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian adalah
sistem umo, sistem umo dilakukan dengan cara ternak kerbau digembalakan
selama 6 bulan di lahan sawah habis panen, dan 6 bulan berikutnya ternak kerbau
dikandangkan pada saat musim menanam padi. Sistem umo telah lama diterapkan
oleh peternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian bahkan sistem umo ini bersifat
turun temurun.
2
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas peternak kerbau
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian memiliki usia
produktif (75,00 %) dan hanya sebagian kecil usia tidak produktif (25,00%). Hal
ini menunjukan bahwa peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo yang ada
di Kecamatan Muara Bulian dalam masa usia produktif dan sedang sangat giat
untuk bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyono dan Heri (2013) yang
menyatakan umur tenaga kerja yang berada dalam usia produktif (15-60 tahun)
memiliki berhubungan positif dengan produktivitas tenaga kerja. Artinya jika
umur tenaga kerja pada kategori produktif maka produktivitas kerjanya akan
meningkat. Ini dikarenakan pada tingkat usia produktif tenaga kerja memiliki
kreatifitas yang tinggi terhadap pekerjaan sebab didukung oleh pengetahuan dan
wawasan yang lebih baik serta mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap
tugas yang diberikan. Kemudian Ukkas (2017) menambahkan Produktivitas
tenaga kerja merupakan barometer seberapa jauh pekerja dipergunakan dengan
efektif dalam suatu proses produksi untuk mencapai output yang diharapkan.
Salah satu unsur penunjangnya yaitu tingkat usia tenaga kerja.
3
Pendidikan peternak dikelompok menjadi empat yaitu kelompok SD,
kelompok SMP, kelompok SMA dan kelompok perguruan tinggi (S1). Hasil
penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan peternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian sebagian besar pada kelompok
pendidikan SD terdapat 29 peternak (48,33%), pada kelompok pendidikan SMP
terdapat 15 peternak (25,00 %) kemudian kelompok pendidikan SMA terdapat 8
peternak (13,33 %) dan hanya sebagian kecil pada kelompok pendidikan S1
terdapat 8 orang (13,33 %). Dari tingkat pendidikan terlihat bahwa pendidikan
peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
masih cukup rendah. Menurut Indrayani dan Andri (2018) Tingkat pendidikan
memiliki pengaruh terhadap usaha ternak baik secara teknis, pengelolaan maupun
terhadap manajemen usaha ternak dalam penerapan teknologi baru, dengan
tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan para peternak mampu menjalankan
kegiatan usaha ternaknya dengan lebih baik, karena didukung oleh pengetahuan
dan wawasan yang semakin luas. Kemudian Utami dkk (2015) menambahkan
Produktivitas tenaga kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur,
tingkat pendidikan formal, pengalaman bekerja di usaha peternakan, upah, dan
curahan tenaga kerja.
4
Tabel 9. Jumlah Anggota Keluarga Peternak di Kecamatan Muara Bulian
No Jumlah Anggota Jumlah Persentase
Keluarga Peternak(orang) %
1 1-2 3 5,00
2 3-4 37 61,67
3 >5 20 33,33
Jumlah 60 100
Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa mayoritas 61,67 % jumlah anggota
keluarga peternak masih cukup banyak yaitu 3-4 orang dan 33,33 % jumlah
anggota keluarga peternak >5, hal ini menandakan bahwa masih cukup banyak
tanggungan anggota keluarga peternak dimana cukup banyak juga kebutuhan yang
harus dipenuhi disetiap harinya, dan dikhawatirkan tanggungan keluarga ini bisa
mempengaruhi jalannya produktivitas usaha ternak kerbau. Hal ini sesuai dengan
pendapat Vidiawan dan Made (2015) menyatakan semakin banyak anggota
keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus
dipenuhi, Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga berarti
semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga, tingginya
kebutuhan yang harus terpenuhi dilihat dari jumlah anggota keluarga yang akan
menjadikan beban bagi rumah tangga tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Kemudian Permana dkk (2013) menambahkan bahwa tanggungan keluarga
mempengaruhi pengeluaran rumah tangga peternak. Hal demikian jumlah anggota
keluarga akan mempengaruhi pula keputusan peternak dalam memilih usaha
rumah tangga yang dikelola.
5
mencakup kekuatan internal yang mendorong pengembangan usaha. Berikut
beberapa kekuatan yang dimiliki peternak kerbau di Kecamatan Muara Bulian
pada sistem pemeliharaan umo.
6
yang berada pada usia produktif cenderung lebih kuat dari segi fisik dibanding
pekerja usia non produktif, semakin tinggi usia tenaga kerja maka produktivitas
kerja akan semakin menurun, tenaga kerja yang memiliki usia lebih tua cenderung
memiliki produktivitas yang rendah.
7
lebih lama akan lebih mudah mengambil keputusan yang baik pada saat yang
tepat.
Pengalaman beternak sangat berpengaruh terhadap produktivitas usaha
ternak kerbau, adanya pengalaman beternak yang cukup lama diharapkan
meningkatkan kemampuan dan kecakapan dalam mengelolah usaha peternakan
kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian sehingga
usaha ternak kerbau semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Ukkas
(2017) menyatakan Adanya tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja
diharapkan memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya. Semakin lama
seseorang dalam pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya maka diharapkan
akan mampu meningkatkan produktivitasnya. Maka dapat dikatakan bahwa
pengalaman kerja memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas usaha dan
tenaga kerja.
8
sistem pemeliharaan umo adalah sebanyak 79 ekor dalam setahun (54,11 %) dari
keseluruhan ternak induk yang berjumlah 146 ekor. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dikatakan bahwa ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo memiliki
persentase kelahiran yang cukup tinggi untuk menunjang bertambahnya
pertambahan populasi. Maka dari itu kelahiran ternak kerbau menjadi kekuatan
peternak untuk melakukan pengembangan usaha ternak kerbau, semakin tinggi
angka ternak yang lahir maka semakin bertambah jumlah populasi ternak kerbau,
namun peternak juga harus mengurangi angka kematian dan kehilangan ternak
kerbau. Lendhanie (2005) menyatakan bahwa aktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kelahiran anak kerbau adalah 1) tingkat fertilitas induk dan pejantan; 2)
pengaturan teknik perkawinan; dan 3) ketersediaan pakan.
9
ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian,
peternak terus berupaya dalam pengembangan ternak kerbau karena, peternak
kerbau menyadari bahwa dalam sebuah usaha peternakan jumlah ternak yang
dimiliki oleh masing-masing peternak merupakan salah satu faktor penting dalam
pengembangan ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
Bulian. hal ini sejalan dengan pendapat Wahyuni (2017) menyatakan mengingat
jumlah peternak yang semakin meningkat dan para peternak saling berlomba
untuk meningkatkan dan memperluas usahanya. Sehingga diharapkan, para
peternak sapi/kerbau dapat menentukan langkah-langkah yang perlu diambil dan
diperhatikan agar mampu meningkatkan usahanya. Kemudia Fauziyah dkk (2017)
menambahkan pertumbuhan usaha dilihat dari pertumbuhan jumlah ternak yang
dimiliki dan profitabilitas dilihat dari pertumbuhan jumlah ternak dijual.
10
Ketersediaan pakan khususnya di lahan penggembalaa baik kualitas,
kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam
menentukan keberhasilan usaha peternakan ternak ruminansia, selain itu untuk
mempertahankan kesuburan tahan pada lahan penggembalaan kotoran ternak
kerbau secara tidak langsung dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesuburan lahan
penggembalaan.. Kecukupan pakan harus ditunjang oleh usaha penyediaan pakan
secara kontiniu dan mencukupi kebutuhaan ternak. Hal ini sejalan dengan
pendapat Komariah dkk (2018) menyatakan ketersediaan pakan secara kontinyu
dengan jumlah cukup dan kualitas yang baik sangat diperlukan untuk
pertumbuhan ternak, potensi pengembangan ternak sangat bergantung dengan
ketersediaan hijauan di suatu wilayah.
11
karena tidak menjaga dan memagari sawah nya dengan baik maka peternak tidak
diberikan sanksi, namun apabila ternak kerbau masuk dan merusah sawah pada
saat malam hari maka akan dikenakan sanksi berupa membayar denda yang telah
ditentukan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan peternak dilapangan
yaitu demi menjaga hubungan sosial antara petani dan peternak, maka. jika sudah
mulai memasuki musim menanam padi maka peternak mulai mengandangkan dan
menjaga ternak nya agar tidak merusak sawah baik disiang ataupun dimalam hari,
begitupun dengan petani jika mulai menanam padi pada akan memagari dan
menjaga sawahnya dari ternak kerbau Peraturan dalam beternak tersebut sudah
lama diterapkan dan dalam bentuk peraturan desa secara tertulis nya sedang
dirancang bersama antara peternak, perangkat desa dan tetua-tetua desa.
Sistem pemeliharaan umo ini juga diterapkan dibeberapa daerah salah
satunya di Kabupaten Tana Toraja hanya saja mereka mengenal sistem
pemeliharaan umo ini dengan istilah musim manguruang dan malope. Hal ini
sejalan dengan pendapat Asryani (2016) menyatakan sistem pemeliharaan ternak
kerbau tergantung pada waktu sebelum masa panen dan waktu sesudah masa
panen, waktu sebelum masa panen dikenal dengan istilah musim manguruang
yaitu waktu dimana kerbau dikandangkan dan digembalakan, sedangkan waktu 6
bulan setelah masa panen dikenal dengan istilah musim malope, dimana kerbau
dilepas di lokasi tertentu, misalnya di ladang atau sawah yang sudah dipanen.
Kurun waktu musim manguruang dan malope masing-masing lebih kurang 6
bulan. Oleh sebab itu, masa tanam dan masa panen menjadi dasar waktu untuk
menentukan musim madui dan musim marere pare atau musim manguruang dan
malope. Saam dan Arlizon (2011) berpendapat, kearifan lokal dilakukan oleh
kelompok tertentu yang sifatnya lokal atau menurut budaya tertentu. Tindakan
atau perbuatan masyarakat lokal tertentu tersebut merupakan tradisi yang
mempunyai unsur kepiawaian lokal (local expertice) yang sarat dengan nilai-nilai
yang menjadi pegangan, penuntun, petunjuk untuk bertingkah dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
12
4.4. Faktor Internal (Kelemahan) Pengembangan Ternak Kerbau Pada
Sistem Pemeliharaan umo Di Kecamatan Muara Bulian Kabupaten
Batang Hari.
Faktor internal berupa kelemahan adalah salah satu faktor yang
berpengaruh dalam strategi pengembangan ternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Menurut Subaktilah dkk (2018)
menyatakan kelemahan mencaku kelemahan internal yang dapat mempengaruhi
jalannya usaha. Berikut beberapa kelemahan yang dimiliki peternak kerbau pada
sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari :
13
dan meningkatkan terjadinya penyebaran penyakit reproduksi. Kemudian
Sudirman (2016) menambahkan salah satu indikator performans reproduksi ternak
betina adalah keberhasilan kebuntingan, kaitannya dengan metode perkawinan
yang terarah, melalui kawin alam maupun IB.
Sulitnya mendeteksi kapan ternak betina birahi menyulitkan peternak untuk
melakukan IB (inseminasi Buatan). Deteksi birahi merupakan hal yang sangat
penting dalam pelaksanaan IB pada ternak, karena dengan melakukan
pendeteksian birahi akan dapat ditentukan kapan saatnya yang tepat untuk
melakukan pelayanan inseminasi pada saat ternak betina berada pada puncak
kesuburannya. Namun karena ternak kerbau betina mengalami silent heat (birahi
tenang) menyulitkan pendeteksian birahi. Kondisi ini sejalan dengan pendapat
Tambing dkk (2000) menyatakan Inseminasi Buatan sebagai alat yang efektif
untuk memperbaiki mutu genetik dan meningkatkan populasi ternak, dalam hal ini
masih memerlukan penanganan dan perhatian yang serius pada ternak kerbau,
karena adanya fenomena kesulitan mendeteksi berahi yang berkaitan dengan
adanya fenomena silent heat (birahi tenang).
14
populasi ternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara
Bulian. Penyakit ternak merupakan gangguan kesehatan pada hewan ternak yang
disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif, gangguan metabolisme, trauma,
keracunan, infestasi parasit, dan infeksi mikroorganisme patogen. Beberapa
penyakit yang pernah menyerang ternak kerbau yaitu penyakit ngorok
(Septicaemia Epizootica), menurut Tarmudji (2003) menyatakan adanya wabah
penyakit menular sangat berperan dalam penurunan populasi kebau di Indonesia.
Misalnya, Septicaemia Epizootica (SE) dan Malignant Catarrhal Fever (MCF)
pada kerbau yang bersifat akut dan fatal kemudian Tarmudji (2003)
menambahkan Penyakit SE yang menyerang ternak kerbau dapat bersifat akut dan
fatal, kerbau lebih peka terhadap serangan SE dibanding sapi dan penyakit ini
akan mudah terjadi apabila hewan mengalami stres.
15
Peternak kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
sebagian besar berpendidikan rendah yaitu tamatan SD 48,33 %, tingginya
persentase peternak yang berpendidikan SD mencerminkan bahwa kualitas
sumber daya manusia (SDM) dalam menerapkan inovasi-inovasi terbaru dalam
pengembangan ternak kerbau, pendidikan sangat berpengaruh dalam hal
penerimaan inovasi baru tentang peternakan kerbau, pendidikan juga sangat
menentukan sikap peternak dalam menjalankan usaha ternak kerbaunya, Keadaan
mencerminkan bahwa pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak cenderung
naik dengan semakin tinggi nya pendidikan formal yang ditempuh oleh peternak
kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Hal ini
sejalan dengan pendapa Makatita dkk (2014) menyatakan pendidikan merupakan
salah satu aspek penting dalam upaya meningkatkan kualitas SDM. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kualitas mereka akan semakin
meningkat dan sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka kualitas
mereka baik dari segi pengetahuan, keterampilan, sikap dan wawasan,
pengembangan daya nalar, dan analisis semakin rendah pula. Kemudian Ukkas
(2017) menambahkan pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan produktivitas
kerja yang lebih tinggi dan oleh sebab itu memungkinkan penghasilan yang lebih
tinggi juga, pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan
sumber daya manusia.
16
lingkungan sekitarnya. Konstruksi kandang yang baik harus kuat dan tahan lama,
penataan dan perlengkapan kandang kandang hendaknya dapat memberikan
kenyamaman bagi ternak Menurut Farida dan Kaharudin (2010) menyatakan
beberapa persyaratan yang diperlukan dalam mendirikan kandang antara lain (1)
memenuhi persyaratan kesehatan ternaknya, (2) mempunyai ventilasi yang baik,
(3) efisiensi dalam pengelolaan (4) melindungi ternak dari pengaruh iklim dan
keamanan kecurian (5) serta tidak berdampak terhadap lingkungan sekitarnya.
Kemudian Farida dan Kaharudin (2010) menambahkan konstruksi kandang harus
kuat, mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab dan
mempunyai tempat penampungan kotoran, Kontruksi kandang harus mampu
menahan beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak, serta menjaga
keamanan ternak dari pencurian.
17
produktivitas usaha ternak kerbau namun dari penjualan ini dapat mengurangi
jumlah ternak kerbau yang dimiliki peternak sementara usaha peternakan kerbau
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian ini masih dengan
skala usaha yang kecil dan hanya sebagai usaha atau pekerjaan sampingan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Priyanto (2009) menyatakan faktor penjualan ternak akan
menurunkan jumlah ternak dalam kandang.
18
memotong kerbau pada pesta adat . Kemudian Sirajudin (2013) menambahkan
pada pesta kematian (rambu solo’) dilakukan pemotongan ternak kerbau yang
tidak sedikit, dan bagi orang Toraja, kerbau dijadikan sebagai hewan kurban
dalam acara ritual pada upacara adat kematian (rambu solo’). Menurut Rohaeni
(2007) Penurunan populasi antara lain disebabkan oleh rendahnya tingkat
produktivitas, pemotongan yang tinggi, mortalitas anak yang tinggi, daya dukung
lahan (pakan) yang terbatas dan kualitas pakan rendah serta faktor penyakit.
19
salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah kurangnya pengetahuan
peternak terhadap penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian
dan tidak lagi beternak akibat adanya kematian pada ternaknya.
20
berkualitas adalah dengan melaksanakan kegiatan pendidikan non formal atau
penyuluhan. Kemudian Yunasaf dan Didin (2012) menambahkan penyuluhan
sebagai bagian dari sistem pendidikan yang sifatnya non formal akan memberikan
penguatan kepada para peternak, karena peternak akan memungkinkan untuk
berubah perilakunya ke arah yang diharapkan, sehingga pengetahuannya akan
lebih meningkat, sikapnya akan lebih positif terhadap perubahan dan penerimaan
inovasi, dan akan lebih terampil di dalam melaksanakan usaha ternaknya.
21
permintaan ternak dan produk asal ternak serta 5) daya dukung lahan yang masih
luas. Menurut Madjid (2005) beberapa peluang yang dapat dijadikan pendorong
dalam pengembangan ternak kerbau antara lain :1) permintaan ternak dan produk
asal ternak meningkat, 2) produksi ternak dan produk olahan secara kuantitas dan
kualitas belum optimal. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain: 1) sistem
pemeliharaan ternak oleh masyarakat masih ekstensif tradisional, 2) terbatasnya
ketersediaan pakan sepanjang tahun serta 3) terbatasnya dana/modal.
22
guna memenuhi kebutuhan konsumsi pada periode awal puasa dan menjelang
Hari Raya Idul Fitri.
23
diterima oleh peternak menjadi semakin kecil, dengan kondisi seperti ini, akses
peternak terhadap informasi pasar pada umumnya juga sangat lemah.
24
ternak hilang ataupun terjadi pencurian ternak kerbau. Menurut Fariani (2008)
menyatakan tindak pencurian ternak menyebabkan beberapa orang peternak
merasa dirugikan dan trauma sehingga berhenti untuk memelihara ternak
ruminansia, hal inilah yang menyebabkan populasi ternak ruminansia menjadi
berkurang. Kemudian Priyanto (2016) menambahkan bahwa kasus pencurian
ternak yang tinggi akan menurunkan minat peternak dalam usaha ternak.
25
lahan sawah menjadi lahan nonsawah antara lain faktor sosial, ekonomi, dan
kebijaksanaan pembangunan, faktor sosial ditunjukkan dengan peningkatan
jumlah penduduk yang mendorong kebutuhan lahan yang semakin tinggi.
Berdasarkan dari hasil analisis matriks IFE, faktor kekuatan terdiri dari 6
faktor kekuatan yaitu umur peternak memiliki nilai 0,10 , pengalaman beternak
memilki nilai 0,08, kelahiran ternak kerbau memiliki nilai 0,05, jumlah ternak
kerbau memiliki nilai 0,06, ketersediaan lahan hujauan 0,04, kearifan lokal 0,06.
Dengan demikian ketika 6 faktor kekuatan tersebut dijumlahkan maka
mendapatkan hasil nilai total faktor kekuatan sebesar 1,48.
Selanjutnya selain faktor kekuatan terdapat juga analisis faktor kelemahan
yang digunakan untuk mengetahui nilai faktor yang dapat menghambat dan
menghalangi strategi pengembangan peternakan kerbau pada sistem pemeliharan
26
umo di Kecamatan Muara Bulian. Untuk lebih jelasnya pengolahan analisis faktor
kelemahan tersaji pada tabel 20
Tabel 20. Hasil Analisis Faktor Kelemahan
Bobot Rating Nilai Total
No Penilaian Kelemahan
Rata-Rata Rata-Rata Kelemahan
1 Sistem Perkawinan 0,05 2 0,15
2 Penyakit ternak kerbau 0,08 2 0,23
3 Pendidikan peternak rendah 0,09 1 0,27
4 Perkandangan ternak kerbau 0,10 2 0,29
5 Penjualan Ternak Kerbau 0,08 2 0,24
6 Pemotongan ternak kerbau 0,10 2 0,20
7 Kematian ternak kerbau 0,12 2 0,35
Total Faktor Kelemahan 0,61 13.00 1,13
Total Nilai IFE 1,00 36,00 2,61
Sumber : Data olahan penelitian
27
untuk mengetahui seberapa besar peranan dari factor – factor internal yang
terdapat pada perusahaan. Matriks IFE menunjukkan kondisi internal perusahaan
berupa kekuatan dan kelemahan yang dihitung berdasarkan rating dan bobot.
Hasil perhitungan matriks IFE dapat dilihat pada tabel ?? dan tabel ??.
Berdasarkan dari hasil analisis, maka faktor peluang terdiri dari 4 faktor
yaitu program pemerintah memiliki nilai 0,36, permintaan ternak kerbau memiliki
nilai 0,36, harga ternak kerbau memiliki nilai 0,50 dan adanya pasar ternak
memiliki nilai 0,42 jika dijumlahkan didapatkan hasil 1,65.
Selain faktor peluang yang terdiri dari 4 faktor yaitu permintaan ternak
kerbau, program pemerintah, pendapatan masyarakat tinggi dan harga ternak
kerbau, terdapat juga faktor ancaman peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan
umo di Kecamatan Muara Bulian yang terdiri dari kehilangan ternak kerbau dan
tidak adanya pasar ternak. Kemudian dilakukan juga analisis pada faktor ancaman
untuk memperoleh nilai total dari faktor ancaman yang dimiliki oleh peternakan
kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian. Hasil analisis
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
28
Tabel 22. Hasil Analisis Faktor Ancaman
Bobot Rating Nilai Total
No. Penilaian Ancaman
Rata-Rata Rata-Rata Ancaman
1 Kehilangan ternak sapi 0,21 3 0,64
2 Alih fungsi lahan 0,30 3 0,91
Total Faktor Ancaman 0,52 6 1,55
Total Nilai EFE 1,00 20 3,20
Sumber : Data olahan penelitian
Setelah dilakukan analisis maka diperoleh 2 faktor ancaman kehilangan
ternak sapi memiliki nilai 0,64 dan alih fungsi lahan memiliki nilai sebesar 0,91.
Total faktor ancaman yang di peroleh adalah 3,20.
Berdasarkan hasil analisis faktor peluang dan ancaman didapatkan total skor
bobot EFE yang diperoleh dari faktor peluang berjumlah 1,65 dan faktor ancaman
berjumlah 1,55. Maka diperoleh hasil bahwa total skor EFE (Eksternal Factor
Evaluation) sebesar 3,20. Hasil perhitungan mengindikasikan bahwa respon
peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
mampu memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman yang ada, oleh karena
itu termasuk kedalam kategori kuat. Pada matriks EFE Total skor pembobotan
berkisar antara 1 sampai 4 dengan rata-rata 2,5. Hal ini sejalan dengan pendapat
Setyorini (2016) menyatakanpada matriks EFE nilai 4 artinya perusahaan
mempunyai kemampuan sangat baik/kuat dalam meraih faktor peluang tersebut
dengan faktor ancaman tersebut memberikan pengaruh yang sangat lemah
terhadap usaha, Nilai 3, artinya perusahaan mempunyai kemampuan baik/sedang
dalam meraih faktor peluang tersebut dan faktor ancaman memberikan pengaruh
yang lemah terhadap usaha, Nilai 2, artinya mempunyai kemampuan cukup baik
dalam meraih faktor peluang tersebut dan faktor ancaman memberikan pengaruh
yang kuat terhadap usaha, Nilai 1, artinya perusahaan mempunyai kemampuan
tidak baik/lemah dalam meraih faktor peluang tersebut dan faktor ancaman
memberikan pengaruh yang kuat terhadap usaha. Astuti dan Shinta (2020)
menambahkan matriks EFE digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari
factor – factor eksternal perusahaan. Matriks EFE menggambarkan kondisi
peluang dan ancaman perusahaan yang dihitung berdasarkan rating dan bobot.
29
4.9. Matriks IE (Internal - Eksternal)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tahap pengolahan data menggunakan
analisis matriks IFE dan EFE, maka diketahui nilai total matriks IFE peternakan
peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
adalah sebesar 2,61 dan nilai total matriks EFE peternakan kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian adalah sebesar 3,20.
Maka dari itu didapatkan hasil analisis matriks IE (internal-eksternal)
peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian
berada pada sel I yang berarti tumbuh dan membangun (growth and build).
Strategi yang tepat untuk diterapkan pada sel II adalah strategi intensif (penetrasi
pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk. Hal ini sejalan dengan
pendapat Setyorini (2016) menyatakan Grow and Build (Tumbuh dan Bina)
berada dalam sel I, II atau IV. Strategi yang cocok adalah intensif (penetrasi pasar,
pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integrasi (integrasi ke
belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). Hasil analisis matriks IE
dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini :
30
pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian adalah strategi
penetrasi pasar, strategi pengembangan pasar, dan strategi pengembangan produk.
31
4.9.3. Strategi Pengembangan Produk
Pengembangan produk adalah strategi bagaimana meningkatkan penjualan
dengan cara memberdayakan peternak melalui penguatan kelembagaan tani dan
penyuluhan, penguatan modal, penguasaan teknologi, serta menjalin usaha
kemitraan yang diatur dalam regulasi. Dari usaha peternakan kerbau, peternak
bisanya hanya menjual berupa ternak kerbau hidup, padahal dari usaha peternakan
kerbau bisa menghasilkan beberapa produk diantaranya susu ternak kerbau atau
daging ternak kerbau dapat di olah menjadi rendang, bakso dan produk lainnya
yang akan memberikan nilai tambah yang lebih besar. Namun untuk itu
diperlukan adanya perencanaan kelompok ternak dan dorongan pemerintah
daerah.
32
Coman dan Boaz (2009) menyatakan analisis SWOT memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya model analisis ini mampu mendeteksikan setiap kelemahan
dan kelebihan sebuah institusi sehingga bermanfaat dalam meminimalisasikan
dampak atau konsekuensi yang akan terjadi dimasa akan datang. Beberapa
alternatif strategi yang dapat diterapkan oleh peternakan kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara Bulian dapat dilihat pada tabel 23 berikut
ini :
33
Tabel 23. Hasil Analisis Matriks SWOT
Faktor Internal KEKUATAN-S KELEMAHAN-W
1. Penyakit Ternak
1. Umur Peternak Kerbau
2. Pengalaman Beternak 2. Perkawinan ternak
3. Kelahiran Ternak kerbau
4. Jumlah ternak Kerbau 3. Pendidikan Peternak
5. Ketersediaan lahan hijauan Rendah
6. Kearifan Lokal 4. Perkandangan ternak
kerbau
5. Penjualan ternak
Faktor 6. Pemotongan Ternak
Eksternal 7. Kematian Ternak
kerbau
PELUANG-O STRATEGI SO STRATEGI WO
1. Program 1. Meningkatkan populasi 4.Memperbaiki
Pemerintah dengan memanfaatkan perkandangan ternak
2. Permintaan kelahiran ternak yang tinggi kerbau dengan
ternak kerbau agar dapat memenuhi memanfaatkan Program
3. Harga Ternak permintaan ternak kerbau yang Pemerintah(W4-O1)
Kerbau terus mengalami peningkatan
4. Adanya Pasar (S4-O2).
Ternak 2. Mempertahankan Kearifan 5. Penjualan ternak
lokal dalam pengembangan kerbau lebih kompetitif
ternak kerbau dengan melalui di Pasar
memanfaatkan program ternak(W5-O4)
pemerintah(S6-O1).
3. Jumlah populasi ternak yang
tinggi dapat dimanfaatkan
melalui penjualan di pasar
ternak dengan harga yang
mahal(S4-O4)
ANCAMAN-T STRATEGI ST STRATEGI WT
1. Kehilangan 6. Memanfaatkan umur 8. Meningkatkan
Ternak Kerbau peternak yang masih produktif populasi ternak melalui
2. Alih fungsi untuk mengontrol ternak pada sistem perkawinan yang
Lahan saat digembalakan sehingga lebih terkendali(W2-T1)
dapat menghindari resiko 9. memperbaiki
kehilangan ternak(S1-T1) Perkandangan untuk
7. Mempertahankan kearifan menjaga ternak agar
lokal dengan mempertahan tidak mudah hilang
lahan sawah sebagai tempat ataupun dicuri oleh
penggembalaan (S6-T2) orang(W4-T1)
34
4.10.1. Strategi S-O (Strengths - Opportunities)
Strategi S-O (Aggressive Strategy) adalah menyusun strategi yang
menggunakan kekuatan peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di
Kecamatan Muara Bulian agar memanfaatkan peluang. Strategi yang dapat
digunakan oleh peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo adalah dengan
meningkatkan populasi dengan memanfaatkan kelahiran ternak yang tinggi
supaya dapat memenuhi permintaan ternak kerbau yang terus mengalami
peningkatan (S1). Penerapan strategi ini digunakan untuk memanfaatkan angka
kelahiran ternak kerbau yang tinggi pada sistem pemeliharaan umo akan
meningkatkan jumlah populasi ternak kerba dan dapat memenuhi permintaan
ternak kerbau yang terus mengalami peningkatan.
Strategi selanjutnya yang dapat diterapkan yaitu mempertahankan kearifan
lokal dalam pengembangan ternak kerbau dengan memanfaatkan program
pemerintah. (S2). Strategi ini dapat digunakan dengan adanya kearifan lokal yang
tetap terjaga dan didukung dengan program pemerintah diharapkan peternakan
kerbau pada sistem pemeliharaan umo akan terus berkembang lebih baik.
Strategi berikutnya dalam pengembangan ternak kerbau pada sistem
pemeliharaan umo di Kecamatan Muara bulian yaitu jumlah populasi ternak yang
tinggi dapat dimanfaatkan melalui penjualan di pasar ternak dengan harga yang
mahal (S3). Dalam penerapan strategi ini harga ternak dan populasi ternak yang
tinggi dapat dimanfaatkan melalui penjualan dipasar ternak. Pendirian pasar
ternak bertujuan untuk mengendalikan proses pemasaran ternak agar
hanya ternak yang legal dan sehat yang beredar di tengah masyarakat. Melalui
pasar ternak, pemerintah dapat memantau proses jual-beli dan pemanfaatan
ternak, dalam upaya memberikan manfaat yang lebih baik bagi semua pihak,
sistem pemasaran ternak harus lebih transparan baik dalam menentukan harga
maupun berat bobot ternak. Oleh karenanya pasar ternak harus memiliki fasilitas
sarana dan prasarana yang lebih baik serta pengelolaan yang lebih terarah.
35
umo agar memanfaatkan peluang. Strategi yang dapat digunakan adalah dengan
memperbaiki perkandangan ternak kerbau dengan memanfaatkan program
pemerintah. (S4). Perkandangan ternak kerbau yang kurang memadai dapat
memberikan pengaruh tidak baik untuk ternak kerbau maka diperlukan program
pemerintah bantua berupa atap kandang atau yang lainnya untuk menunjang
perkandangan ternak kerbau yang lebih baik.
Strategi selanjutnya yang dapat diterapkan yaitu penjualan ternak kerbau
lebih kompetitif melalui di pasar ternak. (S5). Pasar ternak ini tentunya memiliki
tujuan, selain untuk menyediakan fasilitas jual beli ternak yang memadai, juga
agar tercipta iklim perdagangan yang sehat dan tertib melalui pengendalian harga
ternak dan standar mutu produksi. Adanya pasar ternak ini diharapkan peternak
mendapatkan harga yang sesuai dengan harga pasar dalam menjual ternaknya.
36
jumlah populasi ternak kerbau maka kebutuhan penggunaan lahan penggembalaan
cenderung ikut meningkat. Diharapkan strategi ini dapat menjadi alternatife
pengendalian agar tidak terjadi alih fungsi lahan
37
penting eksternal dan internal yang diidentifikasi sebelumnya. QSPM menentukan
daya tarik relatif dari berbagai strategi yang dibangun pada tahap pencocokan.
Tabel.17. Hasil Analisis Matriks QSPM
No. Alternatif Strategi QSPM Nilai TAS
Mempertahankan kearifan lokal dengan dengan
1 mempertahan lahan sawah sebagai lahan tempat 5,21
penggembalaan(Alternatif Strategi 7)
Jumlah populasi ternak yang tinggi
dapat dimanfaatkan melalui penjualan
2 5,13
di pasar ternak dengan harga yang
mahal(Alternatif Strategi 3)
Memanfaatkan umur peternak yang
masih produktif untuk mengontrol
3 ternak pada saat digembalakan sehingga 5,11
dapat menghindari resiko kehilangan
ternak(Alternatif Strategi 6)
Penjualan ternak kerbau lebih
4 kompetitif melalui di Pasar ternak 5,10
(Alternatif Strategi 5)
Meningkatkan populasi ternak melalui
5 sistem perkawinan yang lebih terkendali 5,03
(Alternatif Strategi 8)
Memperbaiki Perkandangan untuk
menjaga ternak agar tidak mudah hilang
6 4,96
ataupun dicuri oleh orang (Alternatif
Strategi 9)
Meningkatkan populasi dengan
memanfaatkan kelahiran ternak yang
7 tinggi agar dapat memenuhi permintaan 4,82
ternak kerbau yang terus mengalami
peningkatan (Alternatif Strategi 1)
Mempertahankan Kearifan lokal dalam
pengembangan ternak kerbau dengan
8 4,55
memanfaatkan program pemerintah
(Alternatif Strategi 2)
Memperbaiki perkandangan ternak
9 kerbau dengan memanfaatkan Program 4,12
Pemerintah(Alternatif Strategi 4)
Sumber : Data olahan penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan pada tahap sebelumnya (Matching Stage)
yang menggunakan matriks IE (internal-external), selanjutnya pada tahap
pengambilan keputusan (Decission Stage) penulis menggunakan matriks QSPM.
38
Matriks ini untuk mengetahui daya tarik relatif dari beberapa pilihan alternatif
strategi secara objektif dan kemudian memilih salah satu strategi yang paling
menarik menjadi alternative atau pilihan. Menurut Setyorini (2016) menyatakan
matriks yang digunakan dalam keputusan ini adalah QSPM. Analisis QSPM
digunakan untuk mengevaluasi strategi secara obyektif berdasarkan faktorfaktor
sukses utama internal-eksternal yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan analisis matriks QSPM
menunjukkan bahwa dari sembilan alternative strategi yang didapatkan dari
penggunaan matriks SWOT. maka dapat diketahui bahwa alternatif strategi yang
paling menarik dan paling direkomendasikan dalam upaya pengembangan
peternakan peternakan kerbau pada sistem pemeliharaan umo di Kecamatan
Muara Bulian yaitu mempertahankan kearifan lokal dengan mempertahan lahan
sawah sebagai tempat penggembalaan, dan strategi ini memiliki nilai Total
Attractive Score (TAS) yang paling tinggi dari alternatif strategi yang lainnya
yaitu 5,21.
39