PAPER
Oleh:
Kelompok C
II. PEMBAHASAN
A. Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong
1. Karakteristik Peternak
Umur merupakan salah satu hal yang dapat memperngaruhi aktivitas
seseorang. Umur seorang peternak dapat berpengaruh pada produktifitas kerja
mereka dalam kegiatan usaha peternakan. Umur juga erat kaitannya dengan pola
pikir peternak dalam menentukan sistem manajemen yang akan diterapkan dalam
kegiatan usaha peternakan (Anggraini dan Putra, 2017). Rata-rata umur para
peternak di Kecamatan Tabaru masih tergolong dalam usia produktif yaitu antara
15-57 tahun.
Pendidikan formal merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
kemampuan peternak dalam mengadopsi informasi dan inovasi baru. Tingkat
pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir peternak dalam menjalankan
usahanya. Peningkatan pengetahuan peternak dapat dilakukan melalui pendidikan
informal seperti pelatihan dan bimbingan teknis.
Tujuan pemeliharaan sebagai ternak potong dan kerja, sedangkan motivasi
peternak dalam memelihara ternak yaitu sebagai tabungan masa depan dan
menambah pendapatan keluarga. Pengalaman beternak menjadi indikator
keberhasilan peternak. Pengalaman beternak bisa dianggap peternak sudah lebih
berpengalaman dan akan mempengaruhi cara berfikir dan pengambilan keputusan
yang berhubungan dengan proses produksi.
Tabel 1. Karakteristik Peternak di Kecamatan Tabaru
No Karakteristik Responden
a. Umur Peternak (Tahun)
1 29-41 9
2 42-54 11
3 55-67 4
Rata-rata 44,6
b. Tingkat Pendidikan
1 Tidak Tamat SD 2
2 SD 12
3 SMP 8
4 SMA-PT 2
c. Jumlah Kepemilikan Ternak (Ekor)
1 1-13 19
2 14-27 4
3 ≥28 1
Rata-rata 10,2
d. Pengalaman Beternak (Tahun)
1 1,5-14 17
2 15-28 5
3 ≥29 2
Rata-rata 12,7
Sumber: Data Primer (2018)
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahu bahwa karakteristik peternak di
Kecamatan Tabaru terdiri dari umur peternak, tingkat pendidikan, jumlah
kepemilikan ternak dan pengalaman beternak. Rata-rata umur peternak di
Kecamatan Tabaru yaitu 44,6 tahun. Tingkat pendidikan peternak di Kecamatan
Tabaru paling banyak berada di tingkat SD, yaitu 12 orang. Rata-rata kepemilikan
ternak di Kecamatan Tabaru yaitu 10,2 ekor. Rata-rata pengalaman beternak di
Kecamatan Tabaru yaitu 12,7 tahun.
2. Manajemen Beternak
Manajemen beternak meliputi sistem pemeliharaan, kesehatan ternak dan
reproduksi. Pemeliharaan ternak sapi masih bersifat tradisional. Ternak anak
dilepas sepanjang hari di bawah pohon kelapa, sedangkan ternak betina dan
pejantan dewasa diikat di bawah pohon dan pada pagi/sore hari ternak digiring
oleh pemilik berpindah tempat untuk ternak beristrirahat.
Tabel 2. Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong di Kecamatan Tabaru
No Uraian Satuan
1. Sistem pemeliharaan (%)
Ternak digembalakan sepanjang hari di bawah 100
pohon kelapa
2. Pengobatan penyakit pada ternak (%)
Tradisional 100
3. Pengetahuan tentang tanda-tanda birahi (%)
Tahu 90
Tidak 10
4. Pengetahun tentang teknologi produksi (%)
Tahu 0
Tidak 100
5. Sistem perkawinan (%)
Kawin alam 100
Inseminasi buatan 0
6. Pengetahuan tentang pelarangan penjualan
betina produktif (%)
Tahu 0
Tidak 100
Sumber: Data Primer (2018)
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa pada sistem pemeliharaan,
persentase peternak yang menggembalakan ternaknya sepanjang hari di bawah
pohon kelapa yaitu sebanyak 100%. Pengobatan penyakit pada ternak di
Kecamatan Tabaru yaitu dilakukan secara tradisional dengan persentase sebesar
100%. Pengetahuan tentang tanda-tanda birahi memiliki persentase tahu sebanyak
90% dan tidak tahu sebanyak 10%. Persentase pengetahuan tentang teknologi
resproduksi yaitu sebanyak 100% peternak tidak tahu. Sistem perkawinan yaitu
dilakukan secara kawin alam dengan persentase sebanyak 100%. Pengetahuan
tentang pelarangan penjualan betina produktif yaitu sebanyak 100% peternak
tidak tahu.
3. Sumber Daya Pakan dan Produktivitas Ternak
a. Produksi Hijauan Makanan Ternak dan Kualitas Pakan
Produksi hijauan pada lahan pengembalaan di bawah pohon kelapa sebanyak
32,91 ton/ha/tahun produksi segar atau setara dengan 7,05 ton/ha/tahun produksi
bahan kering. Analisis kualitas pakan dari hijauan yang berada di bawah pohon
kelapa berdasarkan komposisi zat-zat makanan, kandungan protein cukup baik
yakni 9,43. Hijauan yang terdapat di bawah pohon kelapa tergolong dalam
kelompok hijauan yang berkualitas tinggi dan mengandung sumber serat yang
baik untuk ternak sapi.
b. Kapasitas Tampung
Adanya upaya pemanfaatan terhadap padang penggembalaan yang ada,
dilakukan dengan menentukan kapasitas tampung. Kapasitas tampung merupakan
analisis kemampuan areal padang penggembalaan atau kebun rumput untuk dapat
menampung sejumlah ternak, sehingga kebutuhan hijauan rumput dalam satu
tahun bagi makanan ternak tersedia dengan cukup. Kapasitas tampung padang
pengembalaan atau kebun rumput, erat berhubungan dengan jenis ternak, produksi
hijauan rumput, musim, dan luas padang penggembalaan atau kebun rumput.
Rata-rata produksi hijauan rumput yaitu 219 gram/cuplikan dengan kapasitas
produksi 32.19 ton hijauan segar/ha. Berdasarkan data produksi hijauan tiap
hektar perkebunan kelapa dapat menampung sapi potong sebanyak 2.5 UT. Satu
unit ternak setara dengan satu ekor sapi potong dewasa dengan bobot 350 kg.
c. Produktivitas Ternak
Produktivitas ternak yang dimaksud adalah rata–rata bobot badan ternak
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rata-rata bobot ternak pada lokasi penelitian
adalah berdasarkan jenis kelamin dan umur adalah sapi jantan dewasa di atas 2
tahun adalah 305,94 kg dan betina 278,16 kg. Bobot sapi jantan anak dengan
umur 1 tahun sampai dengan 2 tahun adalah 144,71 dan betina anak 125,40 kg.
Bobot badan sapi potong di Kecamatan Tabaru Kabupaten Halmahera dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Bobot Badan Sapi Potong Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur
Uraian Jantan Betina
Anak Dewasa Anak Dewasa
Jumlah Ternak (ekor) 39 103 23 88
Bobot badan (kg) 144,71 305,94 125,4 278,16
0
Sumber: Data Primer (2018)
5. Kelembagaan/Fasilitas Pendukung
Faktor kelembagaan peternak turut berpengaruh dalam kegiatan usaha ternak,
dimana kelembagaan dapat menunjang keberhasilan dari usaha tersebut. Tetapi
dalam prakteknya dilokasi penelitian tidak ada kelompok tani yang terbentuk dan
usahanya hanya bersifat pribadi. Fasilitas pendukung berupa poskeswan juga
belum tersediah di Kecamatan. Adanya pihak perbankan dan koperasi
menyediakan dana peminjaman modal melalui kredit usaha belum dimanfaatkan
oleh hampir secara keseluruhan peternak.
520000
518484.03
510000
Ton
506660.77
500000
497971.7
490000
490420.77
486319.65
480000
470000
2015 2016 2017 2018 2019
Sumber: BPS, 2020
Gambar 1. Produksi Daging Sapi di Indonesia Tahun 2015-2020
Berdasarkan gambar, produksi daging sapi di Indonesia mengalami fluktuatif
pada tahun 2015 hingga 2019. Tahun 2016 merupakan titik tertinggi sebesar
518.484 ton, yaitu terjadi kenaikan sebesar 2,3% dari tahun 2015. Kemudian
mengalami penurunan dan kenaikan berturut-turut pada tahun 2017 dan 2018
yaitu sebesar 486.319,7 ton dan 497.971,7 ton. Pada tahun 2019 merupakan titik
terendah dengan produksi sebesar 490.420,8 ton, yaitu terjadu penurunan sebesar
1,5%.
Langkah-langkah
pengembangan dan
pemanfaatan
III. PENUTUP
Dalam pengembangan potensi ternak sapi potong dapat dilakukan dengan
cara ; 1) penerapan sentra peternakan rakyat, cara tersebut dilakukan dengan cara
menjadikan peternakan rakyat sebagai sumber pengghasilan utama yang akhirnya
akan membuat peternakan lebih berkembang. 2) Melakukan Integrasi Ternak Sapi
Potong dengan Sektor Pertanian, Pola integrasi ini dinilai mampu meningkatkan
hasil produktivitas perkebunan sawit maupun peternakan sapi serta mampu
menciptakan tambahan penghasilan berupa produk pemanfaatan limbah
perkebunan dan peternakan. 3) Produk pengembangan ternak sapi potong,
pengembangan yang dimaksud ialah pembuatan kompos dengan bahan baku feses
sapi atau kotoran sapi dan pembuatan rambak dengan menggunakan kulit sapi.
Daya saing merupakan tolak ukur kemampuan suatu perusahaan yang
menjadi pembeda dengan perusahaan lain yang terdiri dari keunggulan kompetitif
dan keunggulan komparatif. Faktor-faktor penetu daya saing usaha sapi adalah
sumber daya, tenaga kerja, dan teknologi.
Rouf, A. A., A. Daryanto, dan A. Fariyanti. 2014. Daya Saing Usaha Sapi Potong
Di Indonesia: Pendekatan Domestic Resources Cost. Wartazoa, 24(2): 97-
107.