Anda di halaman 1dari 9

AGRIBISNIS KREATIF: Pilar Wirausaha Masa Depan,

Kekuatan Dunia Baru Menuju Kemakmuran Hijau

Tugas Resume

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas


Agribisnis Kreatif dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan semester
genap Program Studi Agribisnis

Dosen Pembimbing
Ariq Dewi Maharani, S. P., M.P.

Oleh
Putri Gazani Zahra
171510601148

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
I. IDENTITAS
Judul Buku : Agribisnis Kreatif: Pilar Wirausaha Masa Depan,
Kekuatan Dunia Baru Menuju Kemakmuran Hijau
Penulis : Iwan Setiawan
Penerbit : Penerbit Swadaya
Cetakan : I (Pertama)
Jumlah Halaman : 476
Tahun Terbit : 2012
Reviewer : Putri Gazani Zahra
Tanggal : 18 April 2020

II. PENDAHULUAN
Ekonomi dan industry kreatif berbasis pertanian telah tumbuh dan
berkembang di negara-negara maju. Negara-negara seperti Amerika Serikat,
Jepang, atau China telah lebih awal mengkreasi agribisnis untuk memenangkan
persaingan dalam pasar global. Produk-produk yang mereka unik dan tidak
banyak mendapat saingan dari negara lain sehingga bukan hanya unggul, tetapi
juga lebih murah dan kompetitif. Ironisnya, sebagian bahan baku produk kreatif
yang dihasilkan oleh mereka didatangkan dari Indonesia. Sebagai bangsa dan
negara yang lambat, instan, dan bangga dengan kreasi asing, berbagai kreasi dan
inovasi negara-negara lain juga diadopsi oleh para pelaku pertanian di Indonesia.
Hasilnya, dapat dibayangkan, produk agribisnis kita dianggap tidak asing, imitatif,
serta dipertanyakan dokumentasi dan legalitasnya sehingga tidak memiliki daya
saing yang kuat (second-closs). Akibatnya sebagian besar produk agribisnis
Indonesia sulit memimpin pasar.
Penemuan-penemuan besar yang memberi banyak manfaat dan mengguncang
dunia sebagian besar dihasilkan dari proses berpikir kreatif dan inovatif.
Agribisnis kreatif sebagai kesadaran melihat sisi agribisnis yang tidak dilihat
orang dan/atau mengerjakan sisi agribisnis yang tidak dikerjakan oleh orang lain.
Agribisnis kreatif itu bersifat dinamis dan menciptakan nilai, tetapi tidak bersifat
progesif. Baik dalam pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan maupun
kehutanan. ermasuk dalam agrowisata dan ekowisata. Potensi agribisnis kreatif
dapat tumbuh kembang apabila inisiasinya diintegrasikan dengan seni-budaya,
seni sastra, arsitektur, seni rupa dan desain, seni musik, informasi, seni pahat atau
seni ukir, seni pertunjukan, museum, serta teknologi komunikasi dan informasi.
Juga dengan biologi, kimia, fisika, geodesi, kedokteran, komunikasi, sastra,
farmasi, dan hukum. Potensi agribisnis kreatif juga berupa perpaduan dengan
pertamanan (landscape) kota dan gedung-gedung, bisnis properti, konstruksi jalan,
konstruksi jembatan, dan pabrik-pabrik. Sehingga perlu adanya menambah
wawasan sejarah mengenai jejak-jejak agribisnis kreatif di Dunia dan di
Indonesia.

III. PEMBAHASAN
A. Jejak-jejak Budaya Agribisnis Dunia
Pertanian sebagai titik pijak agribisnis sejatinya telah ada sejak generasi
pertama adam dan hawa. Dalam AI-Qur'an dan Bibel, disinggung bahwa aktivitas
pertanian (petani) diwakili oleh aktivitas Qabil, sedangkan aktivitas beternak
(peternak) diwakili oleh aktivitas Habil. Sekelompok manusia di daerah bula
sabit Mesopotamia yang subur (di Lembah Sungai Tigris dan Eufrat) telah
melakukan aktivitas yang lain dari yang lain, yakni pertanian menctap
(domestication). Itulah kreativitas pertama dalam sejarah agribisnis dunia (8.000
SM). Faktanya, ada berbagai jenis tanaman dan ternak tertentu yang diusahakan
(dibudidayakan), ada lumbung tempat penyimpanan surplus produksi, dan ada
alat-alat pengolahannya. Lembah Mesopotamia merupakan pusat keragaman
hayati dan praktik pemuliaan tanaman budi daya pertama di dunia. Diperkirakan,
32 dari 56 spesies biji-bijian budi daya berasal dari lembah subur ini, diantaranya
adalah gandum, buncis, kacang arab, jelai, kurma, ara, zaitun, dan anggur.
Kreativitas agribisnis selanjutnya diketahui 500 tahun kemudian (7.500 SM)
di Tiongkok, ketika segelintir manusia kreatif mulai mengusahakan padi,
jawawut, kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang azuki. Sebuah aktivitas kreatif
yang praktik budi dayanya meluas pada 6.000 tahun SM hingga ke Asia Tenggara
(3.000 SM), Jepang dan Korea (1.000 SM). Tahun 5.000 SM, kreativitas juga
berlangsung di segelintir manusia Amerika yang hidup di lembah Amazon, suku
Aztec (Meksiko) dan suku Inca (Peru) yang membudidayakan jagung, kentang,
tembakau, dan bunga matahari. Anggur dan zaitun juga dibudidayakan
masyarakat Mesir dan Yunani Kuno sekitar tahun 4.000-3.000 SM.
Segelintir manusia di Lembah Mesopotamia juga mulai membangun lumbung
dengan sistem pencatatan (6.000 SM). Selain itu, berkembang juga sistem
pengairan beririgasi. Temuan arkeolog mengidentifikasi bahwa 4.000 tahun yang
lalu irigasi sudah dibangun secara modern dan mampu mengairi areal seluas
10.000 mil persegi. Bahkan, mereka sangat mahir dalam mengembangkan teknik
pengairan, drainase dan irigasi. Orang Mesir Kuno juga sudah pandai menaikan
air sebagaimana masih berjalan hingga kini. Inovasi pertama dalam bidang irigasi
adalah shaduf (sejenis alat untuk menaikan air sekitar 2.250 liter air setinggi 18
meter setiap hari kerja). Cara kerjanya hampir sama dengan kincir air atau kincir
angin yang memindahkan air ke daerah yang lebih tinggi.
Sejarah juga mencatat bahwa cangkul pertama kali digunakan untuk bertani
di Mesir. Begitu juga bajak sederhana yang ditarik manusia atau ditarik binatang
dan sabit (alat panen). Produk kreatif agribisnis Mesir Kuno terus meluas ke
bagian penanganan hasil panen, seperti dalam penyimpanan (lumbung pangan)4,
teknologi pengawetan (fermentasi, pembuatan acar, pengeringan, pengasapan dan
penggaraman). Tidak sampai di situ, berkembang pula inovasi dalam pengolahan,
seperti pengolahan papirus untuk kertas, jarak untuk minyak.
Kreativitas agribisnis bergeser ke Timur Tengah (700–1400 M). Pada masa
peradaban Islam, agribisnis kreatif (value creation) tumbuh kembang karena
didukung dengan iklim sistem yang kondusif bagi tumbuh kembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kreativitas agribisnis pada peradaban Islam lebih
banyak tumbuh dalam tatanan atau kelembagaan bisnis dan pengelolaan produk
agribisnis, seperti perluasan pasar, pengelolaan rantai pasok, pengelolaan pusat
pemasaran bersama, pengelolaan jaringan informasi atau jalur-jalur produk
(seperti jalur sutera, jalur rempah-rempah), dan lembaga perlindungan pangan
(baitul mal wattanwil).
Agribisnis kreatif kemudian bergeser ke Eropa, Amerika (1400—1900) dan
Asia Pasifik. Era modern ini, agribisnis kreatif maju pesat, tetapi hanya
memuncak di negara-negara maju yang mendominasi teknologi. Eropa Barat,
Amerika Utara, dan Jepang sangat mendominasi agribsnis kreatif dunia abad
modern. Berbagai inovasi agribisnis tumbuh kembang berkat revolusi industri dan
terutama revolusi hijau (green revolutions) yang dimotori kemajuan teknologi bio
(biotechnology) yang terdorong oleh dan memuncak akibat kekhawatiran
terjadinya kerawanan dan perang pangan sebagaimana diramalkan Thomas R.
Malthus.

B. Jejak-jejak Budaya Agribisnis Indonesia


Secara empiris, jejak agribisnis kreatif bangsa Indonesia dapat teridentifikasi
dari aneka peninggalan sejarah, aneka teknik tanam, aneka varietas lokal, aneka
alat pertanian, aneka teknik pengolahan lahan, aneka teknik penanganan hasil
panen, aneka teknik pengendalian hama penyakit tanaman, aneka produk kuliner,
aneka kerajinan tangan, serta aneka seni-budaya tani dan/atau yang berlatar
belakang aktivitas pertanian. Beberapa gambaran mengenai kreativitas pertanian
masa lalu petani Nusantara dapat kita temu kenali pada catatan-catatan sejarah,
seperti pahatan-pahatan pada dinding Candi Borobudur, Prambanan, Singosari,
dan Kalasan; motif-motif bangunan peninggalan sejarah dan tradisi-tradisi yang
masih dipegang kuat oleh masyarakat adat. Secara sederhana, perkembangan
agribisnis kreatif di Nusantara dan Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Produk kreatif paling terlihat pada masa-masa pra sejarah adalah
ditemukannya alat-alat berburu dan bertani yang terbuat dari batu dan
perunggu.
2. Pengaruh India (Hindustan) yang masuk abad ke 4 SM memperkenalkan
system padi sawah yang menggunakan bajak dan sengan system irigasi
3. Berdasarkan catatan sejarah, awal abad Masehi, rempah-rempah yang
berharga mahal yang menjadi ciri Nusantara sudah sampai ke pasar-pasar
Eropa (Romawi) melalui para pedagang Arab (Yaman).
4. Agribisnis kreatif yang eksis dalam masyarakat adat Aceh, Minang, Melayu,
Batak, Kubu, Mentawai, Sunda, Dayak, Jawa, Bali, Makasar, Toraja, Sasak,
Sumba, Maluku, Dani Baliem hingga Asmat, merupakan produk orisinalitas
dengan nilai kreatif yang tinggi. Berbagai produk anyaman dari serat kulit
kayu, daun kelapa, bambu, rotan, pelepah, daun lontar dan akar tanaman
merupakan produk kreatif yang tidak terhingga nilainya. Begitu juga berbagai
produk seni ukir kayu, seni tari, dan seni rupa dari Aceh sampai Asmat
Papua. Berbagai peralatan rumah tangga, peralatan bertani, gaya tempat
tinggal, tempat menyimpan makanan, kandang ternak, peralatan berburu, dan
pakaian juga merupakan produk kreatif yang bukan saja sangat banyak, tetapi
juga beraneka dan bernilai tinggi.
5. Agribisnis kreatif mengalami perubahan yang nyata pada periode kolonial
Belanda dan Portugis. Di satu sisi banyak inovasi pertanian dari luar (Eropa,
Asia, Afrika, dan Amerika) baik komoditas, teknik budidaya, fasilitas,
teknologi, serta kelembagaan yang diintroduksikan dan dibangun pemerintah
kolonial Belanda di berbagai wilayah Nusantara. Di sisi lain, tekanan tanam
paksa (cultuurstelses) selama 40 tahun (1830-1870) telah membuat tidak
tumbuhnya kreativitas lokal.
6. Periode orde lama (1945-1966) merupakan masa transisi sehingga tidak
banyak produk kreatif agribisnis yang terbangun. Kecenderungannya, pada
masa ini lebih banyak tumbuh organisasi masyarakat petani seperti BTI,
PETANI, STII, PERTANU, KATA PANCASILA, dsb. Selain organisasi
petani, juga dibentuk kelembagaan pertanian, seperti BMPT (Badan Usaha
Bahan Makanan dan Pembukaan Tanah) yang pada tahun 1961 diubah
menjadi BPU Pertani yang kemudian diubah lagi menjadi PN Pertani yang
berperan dalam penyaluran kebutuhan sarana produksi (Saprodi) pertanian
(khususnya yang berkaitan dengan Perusahaan Padi Sentra). Inovasi
agribisnis yang berskala besar hanya tampak dalam pembangunan Pabrik
Pupuk Sriwijaya (Pusri) di Palembang Sumatera Selatan dan waduk raksasa
Jatiluhur di Purwakarta Jawa Barat, selainnya adalah membangun lembaga
pendidikan dan pelatihan pertanian.
7. Periode orde baru (1966—1997) merupakan masa cerah dan masa suram bagi
agribisnis kreatif Indonesia. Disebut masa cerah karena berbagai inovasi
pertanian dari luar yang termuat dalam gerbong revolusi hijau (green
revolution) mengalir deras ke Indonesia. Modernisasi pertanian yang
diimplementasikan lewat introduksi dan adopsi input input luar, seperti benih
unggul, pupuk kimia, pestisida kimia, alat mesin pertanian serta irigasi teknis,
kredit usaha tani (utang luar negeri), dan pembentukan kelembagaan
pertanian telah secara nyata meningkatkan hasil produksi petani beberapa kali
lipat.
8. Selama periode 1970-1997, ada banyak perusahaan-perusahaan agro swasta
lokal yang berusaha memproduksi benih, alat mesin, pestisida dan pupuk
kimia alternatif, namun karena kurang percaya diri, kurang efisien, kurang
efektif, kurang mendapat pemihakan (dari pemerintah dan masyarakat) dan
kalah dalam persaingan pasar, eksistensinya kian hari kian melemah dan
akhirnya banyak yang runtuh.
9. Memasuki periode reformasi (1998-sekarang), karya agribisnis kreatif lokal
dan nasional mulai mendapatkan ruang, meski harus berjuang keras
menghadapi gempuran produk agribisnis kreatif impor yang semakin longgar
memasuki pasar domestik. Berbagai produk agribisnis kreatif lokal, baik yang
baru maupun hasil rekonstruksi, mulai menggeliat, dikelola produksi dan
distribusinya secara progresif, baik dalam ruang perkotaan maupun
perdesaan. Sebut saja maraknya industri kecil, bisnis kuliner lokal, banyak
tumbuhnya toko-toko buah, bisnis kedai kopi, berkembangnya, kampung-
kampung komoditas, melemahnya pola dominasi bisnis ditribusi, pemasaran
dan pengolahan hasil pertanian.

IV. REVIEW  
Ketika pertanian Indonesia semakin modern dan menmbaik namun masih ada
permasalahan yang dihadapi. Persoalannya, perilaku konsumsi bangsa yang
gandrung produk impor (import minded) dan struktur birokrasi yang korup tidak
banyak direformasi dan direvitalisasi. Implikasinya, produk-produk agro lokal
yang sempat mendapat tempat dan melambung pada periode krisis (1998-2000)
kembali tersisih produk-produk agro impor yang masuk secara tidak terkendali.
Ironisnya, alih-alih merevitalisasi pasar-pasar tradisional, pemerintah malah
gencar memacu izin pembangunan pasar-pasar modern (supermarket dan
minimarket) hingga ke pelosok. Benar bahwa kehadiran pasar modern merupakan
sebuah inovasi kelembagaan, tetapi masalahnya, kehadiran pasar-pasar modern
tidak banyak memberi ruang kepada produk agro lokal. Kecenderungannya justru
semakin mempercepat arus distribusi dan penyebaran produk-produk agro impor.
Akibatnya, pasar tradisional pedesaan melemah bersama larutnya masyarakat
kelas menengah pedesaan ke dalam jebakan produk impor.
Agribisnis kreatif di Indonesia tidak lepas dari sejarah peradaban agribisnis
kreatif di dunia. Agribisnis kreatif telah ada sejak adam dan hawa, yang
membuktikkan bahwa kreativitas manusia telah ada sejak jaman dahulu.
Perkembangan peradaban yang semakin maju dan modern membuktikan bahwa
tidak sepatutnya pertanian di Indonesia masih berjalan di tempat. Perlu adanya
kerjasama seluruh pihak agar pertanian di Indonesia berkembang baik dari
pemerintah, masyarakat, maupun petani. Pemerintah perlu menampung manusia-
manusia kreatif yang ada di Indonesia untuk memberikan dukungan baik dana
maupun apresiasi agar tidak menyurutkan kreatifitas. Sedangkan petani sebaiknya
mulai membiasakan diri untuk penerapan teknologi baru dan mulai berinovasi
membuat berbagai sarana prasana pertanian menjadi unik, efektif, dan efisien.
Bagi masyarakat Indonesia yang cenderung menyukai produk luar daripada
produk local sebaiknya mulai merubah mindset tersebut dan mengapresiasi kinerja
para petani di Indonesia.
V. DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, I. 2012. Agribisnis kreatif: pilar wirausaha masa depan, kekuatan
dunia baru menuju kemakmuran hijau. Depok: Penebar Swadaya Grup.

Anda mungkin juga menyukai