NIM : 22210309
PRODI : AGRIBISNIS
PRODI AGRIBISNIS
WAINGAPU
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan kasih
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “sejarah dan ruang
lingkup pertanian“ ini dengan baik.
Makalah ini bertujuan membahas mengenai sejarah pertanian dan ruang lingkupnya
dalam masyarakat. Kami berharap agar makalah ini dapat menjadi bahan belajar bagi pembaca.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dan saran yang membangun dari pembaca. Selamat membaca.
Penulis
Daftar Isi
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar belakang
1.2. Rumusan masalah
Bab II Pembahasan
2.1. Pengertian Pertanian
2.2. Sejarah pertanian
2.3. Ruang Lingkup pertanian
2.4. Sistem pertanian di Indonesia
2.5 Upaya Pembangunan pertanian Indonesia
Bab III Penutup
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian sebagai mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia di beberapa bagian
dunia telah mengalami proses perkembangan yang cukup panjang dalam sejarah kebudayaan
manusia. Hal itu sejalan dengan tahap perkembangan pengetahuan manusia tentang jenis-
jenis tanaman pangan dan cara penanamannya.
Pada tahap awal, usaha manusia untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidupnya
ialah dengan berusaha mengumpulkan hasil bumi dan berburu binatang di sekitar tempat
hidup mereka. Kegiatan manusia pada masa lalu seperti itu dikenal dengan istilah sistem
mata pencaharian berburu dan meramu. Dalam kehidupan selanjutnya, ke dalam sistem mata
pencaharian tersebut termasuk pula kegiatan menangkap ikan. Ketiga sistem mata
pencaharian itu kemudian dikenal dengan istilah “ekonomi pengumpul pangan” (food
gathering economics).
Sejak akhir abad ke-19, sistem mata pencaharian itu mulai lenyap. Sementara itu muncul
suatu tingkat perkembangan lain dari kegiatan manusia untuk mempertahankan hidupnya,
yaitu mata pencaharian bercocok tanam di ladang. Kegiatan ini di Jawa Barat dikenal dengan
sebutan ngahuma.
1.2 Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Hipotesis Oasis dikemukakan oleh Raphael Pumpelly pada tahun 1908 dan dipopulerkan
oleh Vere Gordon Childe yang merangkum hipotesis tersebut ke dalam buku Man Makes
Himself. Hipotesis ini menyatakan bahwa ketika iklim menjadi lebih kering, komunitas
populasi manusia mengerucut ke oasis dan sumber air lainnya bersama dengan hewan
lain. Domestikasi hewan berlangsung bersamaan dengan penanaman benih tanaman.
Hipotesis Lereng Berbukit (Hilly Flanks) dikemukakan oleh Robert Braidwood pada
tahun 1948 yang memperkirakan bahwa pertanian dimulai di lereng berbukit pegunungan
Taurus dan Zagros, yang berkembang dari aktivitas pengumpulan biji-bijian di kawasan
tersebut.
Teori Demografik diusulkan oleh Carl Sauer pada tahun 1952, yang diadaptasikan oleh
Lewis Binford dan Kent Flannery. Mereka menjelaskan bahwa peningkatan populasi
akan semakin mendekati kapasitas penyediaan oleh lingkungan sehingga akan
membutuhkan makanan lebih banyak dari yang bisa dikumpulkan. Berbagai faktor sosial
dan ekonomi juga mendorong keinginan untuk mendapatkan makanan lebih banyak.[6][7]
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan
pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk
kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan
pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama
yang bersifat semusim.
Ruang lingkup disiplin ekonomi pertanian sangat luas, yang secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi kegiatan berproduksi, konsumsi, pemasaran dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
1. Kegiatan produksi
Kegiatan produksi yang dimaksud ialah kegiatan produksi produk pertanian. Jumlah
tanaman yang harus ditanam agar dapat memenuhi permintaan minimal. Ketika tidak
dihitung dengan ilmu ekonomi kita tidak mengetahui berapa banyak yang dibutuhkan
masyarakat dalam kurun waktu tertentu.
Kegiatan produksi ini juga menentukan bagaimana agar ahli pertanian memberikan
informasi kepada pihak-pihak terkait tetang cadangan pangan, jumlah yang harus
ditawarkan, dan jumlah permintaan.
Ahli pertanian dapat mempersiapkan bibit yang dibutuhkan untuk masa satu kali tanam.
Informasi yang dihasilkan kemudian disampaikan ke pihak tertentu sehingga kegiatan
penanaman tanaman dapat berjalan dengan baik sesuai dengan kebutuhan.
2. Kegiatan konsumsi
Kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat harus dihitung secara benar agar
tidak terjadi kekurangan bahan makanan. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi
dampak lain yang akan timbul.
Konsumsi hasil pertanian tidak dapat ditinggalkan karena hasil pertanian merupakan
makanan yang banyak gizi dan semua orang pasti mengkonsumsi produk ini. Ketika kita
membahas kebutuhan pasti tidak terbatas hanya saja ahli pertanian mencoba menghitung
agar tidak merasa kekurangan dan timbul dampak negatif.
3. Pemasaran
Ketika telah memproduksi produk pertanian maka tahap selanjutnya ialah melakukan
pemasaran atas barang tersebut. Petani dapat menggunakan ilmu ekonomi untuk
memasarkan produk yang ditawarkan. Kegiatan pemasaran produk ini merupakan faktor
yang paling penting.
Ketika seseorang dapat memasarkan dengan baik maka tidak akan terjadi penumpukan
produk pada suatu gudang dan permintaan dapat terpenuhi. Ketika tidak mampu
memasarkan dengan baik maka barang tidak dapat dijual dan permintaan di pasar tidak
dapat terpenuhi.
Sistem ladang merupakan sistem pertanian yang paling primitif. Suatu sistem peralihan
dari tahap budaya pengumpul ke tahap budaya penanam. Pengolahan tanahnya sangat
minimum, produktivitas bergantung kepada ketersediaan lapisan humus yang ada, yang
terjadi karena sistem hutan. Sistem ini pada umumnya terdapat di daerah yang
berpenduduk sedikit dengan ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang diusahakan
umumnya tanaman pangan, seperti padi darat, jagung, atau umbi-umbian.
· Sistem sawah, merupakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan
tanah dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi, sehingga
kesuburan tanah dapat dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang
sinambung dan drainase yang baik. Sistem sawah merupakan potensi besar untuk
produksi pangan, baik padi maupun palawija. Di beberapa daerah, pertanian tebu dan
tembakau menggunakan sistem sawah.
Terkait dengan hal tersebut, berbagai upaya telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian
dalam rangka mempertahankan swasembada pangan. Misalnya, secara terus menerus
Balitbang Tanaman Pangan Kementerian Pertanian melakukan penelitian dan
pengembangan tanaman jagung, termasuk inovasi teknologi pembudidayaan jagung.
Agar hasil karya para peneliti tersebut dapat diaplikasikan oleh petani, maka perlu
disosialisasikan kepada masyarakat luas pada umumnya, dan masyarakat petani pada
khususnya. Sosialisasi yang dilaksanakan dapat berupa Gelar Teknologi Tepat Guna
(TTG), Jambore Sekolah Lapangan Pengelolaan Sumberdaya Tanaman Terpadu (SL-
PTT) Padi-Jagung-Kedelai, Pekan Serelia Nasional (PSN) dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi, sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia di
beberapa bagian dunia dan sektor pertanian telah mengalami proses perkembangan yang
cukup panjang dalam sejarah kebudayaan manusia serta sejalan dengan tahap
perkembangan pengetahuan manusia tentang jenis-jenis tanaman pangan dan cara
penanamannya.
Begitu pula di Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang sebagian besar mata
pencahariannya adalah dalam sektor pertanian. Hal ini didukung dengan kondisi yang ada
di Indonesia. Akan tetapi, dalam sektor pertanian Indonesia masih menganlami banyak
kendala yang mengakibatkan terhambatnya perkembangan sektor pertanian.
3.2 Saran
Saran saya adalah agar mahasiswa lebih bersemangat mempelajari mengenai pertanian
dan tentu saja kami mengharapkan materi yang memadai dari dosen
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian