Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PENGANTAR USAHA TANI

“Sejarah Tanaman Jagung”

Oleh :
Kelas G

Kelompok 2

1. Sherina Syafitri Hidayat 175040200111049


2. Amelia Nuklis 175040201111055
3. Amalia Nurul Jannah 175040200111056
4. Muhammad Rasyid Nurfauzi 175040200111061
5. Christianus Fitra Nuara Mory 175040200111069

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2019
1. PENDAHULUAN
Sejarah pertanian merupakan bagian dari sejarah kebudayaan manusia.
Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga dan memenuhi
kebutuhan pangan bagi dirinya sendiri. Kebudayaan masyarakat pada aspek
pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris. Pertanian membawa revolusi
besar pada kehidupan manusia sebelum revolusi industri.
Pertanian dalam arti luas ialah mencakup semua kegiatan yang melibatkan
pemanfaatan makhluk hidup (tanaman, hewan, dan mikroba) untuk kepentingan
manusia. Sedangkan dalam arti sempit pertanian diartikan sebagai kegiatan
budidaya jenis tanaman tertentu. Dalam pertanian terdapat suatu usaha yang
memiliki nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu seperti kehutanan,
peternakan, dan perikanan. Kehutanan ialah suatu usaha tani dengan subjek
tumbuhan, peternakan ialah suatu usaha tani dengan subjek hewan darat, dan
perikanan ialah suatu usaha dengan subjek hewan yang memiliki habitat di
perairan.
Semua usaha pertanian pada dasarnya ialah suatu kegiatan ekonomi
sehingga memerlukan dasar pengetahuan yang meliputi pengelolaan tempat usaha,
pemilihan benih atau bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi
produk, pengelolaan, dan pemasaran. Apabila petani dapat melakukan semua
aspek tersebut dan memertimbangkan untuk mencapai keuntungan maksimal
maka usaha pertanian tersebut dapat dikatakan pertanian intensif yang
penerapannya hampir sama dengan pertanian industrial yang menerapkan aspek
tersebut tetapi pada pertanian industrial juga memasukkan aspek pengetahuan
lokal dan mempertimbangkan aspek kelestarian daya dukung lahan
(memperhatikan lingkungan) dalam perhitungan efisiensinya.
Salah satu bentuk usaha pertanian yaitu pertanaman jagung. Jagung
merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, sesuai ditanam di
wilayah bersuhu tinggi, dan pematangan tongkol ditentukan oleh akumulasi panas
yang diperoleh tanaman. Luas pertanaman jagung di seluruh dunia lebih dari 100
juta ha, menyebar di 70 negara, termasuk 53 negara berkembang. Penyebaran
tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai
lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU dan 50° LS,

1
dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl),
dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun
(Dowswell et al., 1996). Pusat produksi jagung di dunia tersebar di negara tropis
dan subtropis.
Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik,
dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang
dari 40% kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada dataran rendah,
umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dpl
berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap
kenaikan tinggi tempat 50 m dari permukaan laut, umur panen jagung akan
mundur satu hari (Hyene, 1987).
Areal dan agroekologi pertanaman jagung sangat bervariasi, dari dataran
rendah sampai dataran tinggi, pada berbagai jenis tanah, berbagai tipe iklim dan
bermacam pola tanam. Tanaman jagung dapat ditanam pada lahan kering beriklim
basah dan beriklim kering, sawah irigasi dan sawah tadah hujan, toleran terhadap
kompetisi pada pola tanam tumpang sari, sesuai untuk pertanian subsistem,
pertanian komersial skala kecil, menengah, hingga skala sangat besar. Suhu
optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 26-300C dan pH tanah 5,7-
6,8 (Subandi et al., 1988). Produksi jagung berbeda antardaerah, terutama
disebabkan oleh perbedaan kesuburan tanah, ketersediaan air, dan varietas yang
ditanam. Variasi lingkungan tumbuh akan mengakibatkan adanya interaksi
genotipe dengan lingkungan (Allard and Brashaw, 1964), yang berarti agroekologi
spesifik memerlukan varietas yang spesifik untuk dapat memperoleh produktivitas
optimal.

2
2. SEJARAH USAHA TANI
Perkembangan pertanian di Indonesia berkembang dengan sangat pesat dari
zaman penjajahan hingga saat ini. Perdagangan menjadi salah satu aspek penting
dalam mendorong perkembangan pertanian terutama dalam memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat Indonesia. Pertanian di Indonesia diawali dari sistem ladang
berpindah dengan membuka hutan dengan cara membakar yang dapat dipanen 3 -
4 kali. Setelah beberapa tahun, petani kembali ke ladang awal mereka untuk
kembali bercocok tanam. Sistem pertanian ladang berpindah didorong oleh
tingkah laku sosial masyarakat Indonesia saat itu yang tidak bermukim secara
tetap atau sering berpindah-pindah. Barulah setelah beberapa tahun, orang-orang
mulai tinggal secara menetap dan berkembanglah sistem pertanian yang kita kenal
saat ini seperti sawah, kebun, tegalan dan lainnya.
Salah satu sejarah pertanian yang paling dikenal adalah diberlakukannya
tanam paksa oleh gubernur VOC pada masa penjajahan Belanda. Tanam paksa
digunakan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi VOC saat itu.
Dalam sistem ini setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya untuk
komoditi yang ditentukan oleh VOC seperti kopi, tebu, nila dan tembakau.
Sejarah tersebut disebut sebagai salah satu alasan beberapa komoditi terus
berkembang hingga saat ini seperti kopi dan tebu. Setelah Indonesia merdeka
dikenal sejarah revolusi hijau yang kala itu sempat membuat petani Indonesia
berjaya.
Revolusi hijau pada era orde baru memang membuahkan produksi yang
melimpah bagi sektor pertanian di Indonesia namun dibalik itu ada masalah yang
muncul dari balik layar. Salah satunya adalah dampak lingkungan yang muncul
akibat pemberdayaan pestisida dan pupuk kimia selama era revolusi hijau.
Kemampuan lahan di Indonesia semakin menurun akibat sumber hara yang terus
dikuras hingga saat ini sehingga banyak komoditas yang tidak mampu mencapai
produksi maksimumnya. Akhirnya pertanian di Indonesia mengalami
keterpurukan pada tahun 1998 akibat adanya krisis multi dimensi. Kredit
pertanian dicabut, suku bunga kredit membumbung tinggi sehinga tidak ada kredit
pertanian yang tersisa. Keterpurukan ini didalangi oleh krisis moneter yang
merupakan buah kepemimpinan orde baru saat itu. Upaya yang dilakukan untuk

3
melindungi pertanian Indonesia saat itu dibuat oleh presiden ke-3 Republik
Indonesia B.J Habibie dengan melakukan pembangunan sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi.
Sistem usaha tani yang ada saat ini tidak memliki perbedaan yang cukup
signifikan dengan cetusan agribisnis saat itu, hanya saja banyak kebijakan yang
difokuskan terutama yang berkaitan dengan pertanian berkelanjutan seperti
pertanian organik, diversifikasi, diferensiasi dan kebijakan harga yang ditetapkan
sebisa mungkin mampu menguntungkan bagi petani maupun konsumen (Sutoro,
2015).

4
3. SEJARAH USAHA TANI JAGUNG
Sekitar abad 15-an, pedagang Portugis membawa jagung ke Afrika. Pada
awalnya jagung tidak mendapat perhatian disana, baru pada abad 17-an tanaman
ini menjadi populer di Afrika Barat dan Tengah, khususnya di Kongo, Benin, dan
Nigeria bagian barat. Pedagang Portugis dan pedagang Arab membawa jagung ke
Asia Selatan melalui jalur darat dan laut pada awal tahun 15-an, kemudian
memperkenalkan jagung di pesisir pantai India bagian barat dan Pakistan bagian
barat laut. Para pedagang juga memperkenalkan jagung di daerah pegunungan
Himalaya. Anderson (1945) serta Stonor dan Anderson (1949) mengklaim bahwa
Himalaya merupakan pusat kedua asal tanaman jagung. Beberapa bentuk tanaman
jagung ditemukan di daerah Sikkim dan Bhuton Himalaya dan tidak ditemukan di
tempat lain, seperti jagung tradisional Sikkim.
Jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan abad 15-an
dan pada awal abad 16-an, yang berkembang menjadi tanaman yang banyak
dibudidayakan di Asia, khusunya Indonesia, Filipina, dan Thailand. Ada
pendapat, bahwa jagung telah ada di Filipina sebelum Magellan tiba di negara ini,
pada tahun 1521.
Pada pertengahan abad 17-an, tanaman jagung secara luas tumbuh di Cina,
di selatan Fukien, Hunan, dan Szechwan. Populasi jagung berkembang dengan
cepat sejak abad 18. Di Cina, jagung didigunakan sebagai bahan makanan,
terutama di bagian utara, dari sini tanaman jagung menyebar ke Korea dan
Jepang. Menurut Suto dan Yoshida (1956) jagung diperkenalkan di Jepang sekitar
tahun 1580an oleh Pelaut Portugis. Kurang dari 300 tahun sejak 1.500 M,
tanaman jagung telah tersebar di seluruh dunia dan menjadi bahan makanan
penting bagi kebanyakan penduduk di berbagai negara di dunia

5
4. PRODUKTIVITAS JAGUNG
Hingga akhir abad ke 19 penggunaan jagung tetap sebagai pangan, terutama
di Amerika Selatan, Asia, dan negara-negara Afrika. Biji jagung mengandung
karbohidrat (75%), protein (8-9%), dan minyak (5%) yang tinggi, sehingga mulai
abad ke-20 jagung telah berubah menjadi komoditas multiguna. Dari total
produksi jagung dunia pada tahun 2009 sekitar 709 juta ton, 472 juta ton atau 66%
di antaranya digunakan untuk pakan, 20% diolah dalam industri, dan 14% sebagai
pangan manusia (Orenstein 2010). Di Amerika Serikat sejak 2007 sebanyak 83
juta ton biji jagung diolah menjadi ethanol sebagai bahan bioenergi dan
kecenderungan penggunaannya terus meningkat (Orenstein 2010). Di Asia, total
produksi jagung sekitar 180 juta ton, terbesar di China (140,4 juta ton) dan India
(14,7 juta ton) sedangkan Indonesia hanya memproduksi 6,8 juta ton per tahun.
Menurut data BPS (2014) produksi jagung di Indonesia mencapai 17 juta ton per
tahun. Penggunaan jagung di Asia, termasuk Indonesia, selain untuk industri
pakan juga sebagai bahan pangan.
Menurut Sutoro (2015) dari hasil penelitian jagung di Indonesia dapat
menghasilkan 10-11 t/ha, namum produktivitas di lahan petani sangat beragam,
berkisar antara 3,2-8 t/ha. Produktivitas jagung nasional pada tahun 2014 menurut
data BPS adalah 4,8 t/ha. Secara empiris keragaman produktivitas jagung
antarwilayah di Indonesia dan antarpetani disebabkan oleh perbedaan penerapan
teknologi budi daya yang mencakup benih, varietas, pupuk, dan pengelolaan air.
Di Indonesia wilayah tengah dan barat, usahatani jagung pada umumnya
dilakukan secara komersil, menggunakan benih varietas hibrida, pupuk anorganik
dan suplementasi pengairan pada musim kemarau. Akan tetapi di wilayah timur,
jagung sebagian besar merupakan komponen usahatani subsistensi, menggunakan
benih varietas lokal, pemupukan minimal atau pupuk organik dosis rendah dan
sumber air sepenuhnya berasal dari hujan.
Menurut BPPP (2018) Produksi jagung di Indonesia dalam kurun waktu 5
tahun terakhir ini terus mengalami peningkatan, terutama pada tahun 2017.
Berdasarkan Angka Ramalan II BPS, produksi jagung di Indonesia pada tahun
2017 mencapai 27,851 juta ton atau mengalami kenaikan sebesar 18,55% jika
dibandingkan dengan produksi pada tahun 2016. Pada tahun 2018, produksi

6
jagung diperkirakan meningkat jika dibandingkan denga produksi pada tahun
2017. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Direktur Jenderal
Kementerian Pertanian dalam konferensi pers pada awal bulan Oktober 2018,
hingga akhir tahun 2018 produksi jagung di dalam negeri mencapai 30,05 juta ton
dengan luas panen 5,73 juta hektar. Produksi ini meningkat sebesar 12,5% dalam
kurun waktu lima tahun terakhir. Lebih lanjut, produksi tertinggi berada pada
bulan Februari 2018 sebesar 4,29 juta ton. Sementara, produksi terendah pada
bulan November 2018 sebesar 1,52 juta ton.
Menurut Sutoro (2015) Varietas unggul bersari bebas yang masih ditanam
petani hingga kini antara lain Arjuna, Bisma, Kalingga, Lamuru, dan Sukmaraga,
menempati lahan kering subsisten, terutama di NTT, NTB, Maluku dan wilayah
pegunungan di Jawa. Potensi hasil jagung hibrida berkisar antara 7,7-9,2 t/ha pada
musim hujan. Penanaman varietas hibrida yang lebih luas mulai awal tahun 2000
dan telah berkontribusi nyata terhadap kenaikan produksi jagung nasional, dari 8,1
juta ton pada tahun 1995 menjadi 12,5 juta ton pada tahun 2005 dan 18 juta ton
pada tahun 2013 (BPS 2014).

7
DAFTAR PUSTAKA

Allard, R.W. and A.D. Bradshaw.1964. Implication of genotype-environment


interaction in applied plant breeding. Crop Sci. 4: 503-507.
Badan Pusat Statistik. 2014. Jakarta.
BPPP. 2018. Analisis Perkembangan Harga Pangan Pokok di Pasar Domestik dan
Internasional. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Kementreian Peragangan Republik Indonesia.
Dowswell, C.R. R.L.Paliwal, and R. P.Cantrell. 1996. Maize in The Third World.
Westview Press.
Hyene, K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia-I. Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan Bogor.
Iriany R.N, M. Yasin H.G., dan Andi Takdir M. 2007. Asal, Sejarah, Evolusi, dan
Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Orenstein, O. 2010. Asian maize market opportunities small and large. p.3-4. In:
P.H. Zaidi, M. Azrai, and K. Pixley (eds.): Maize for Asia. Proc.Of the 10th
Asian Regional Maize Workshop.Ministry of Agriculture (Indonesia),
CIMMYT, ADB and S.M. Sehgal Foundation.IAARD. Jakarta.
Subandi, I. Manwan, and A. Blumenschein. 1988. National Coordinated Research
Program: Corn. Central Research Institute for Food Crops. Bogor. p.83.
Suto, T. and Y. Yoshida. 1956. Characteristics of the oriental maize. In H.Kihara,
ed. Land and crops of Nepal Himalaya, vol. 2, p. 375-530. Kyoto, Japan,
Fauna and Flora Res. Soc. Kyoto University.
Sutoro. 2015. Determinan Agronomis Produktivitas Jagung. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian Bogor. IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 1 2015.

Anda mungkin juga menyukai