Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG

BAB 1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
(Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain
gandum dan padi. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan
bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal
menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan
orang Inggris menamakannya corn. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di
Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai bahan makanan pokok.
Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, kemudian teknologi
ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah
pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik menunjukkan
bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea
maysssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya , yang berlangsung paling tidak 7000
tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea
mays ssp.mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua
spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung
merupakan satu-satunya spesietumbuhan yang tidak dapat hidup secaraliar di alam. Hingga
kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar.
Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, sesuai ditanam
di wilayah bersuhu tinggi, dan pematangan tongkol ditentukan oleh akumulasi panas yang
diperoleh tanaman. Luas pertanaman jagung di seluruh dunia lebih dari 100 juta ha,
menyebar di 70 negara, termasuk 53 negara berkembang. Penyebaran tanaman jagung sangat
luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik
di wilayah tropis hingga 50 LU dan 50 LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m
di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500
mm per tahun. Pusat produksi jagung di dunia tersebar di negara tropis dan subtropis.
Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik, dengan
kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas
lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara
3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dpl berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung
sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 m daripermukaan laut, umur
panen jagung akan mundur satu hari.
Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara umum para
ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung
secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan
makanan sejak 10.000 tahun yang lalu. Menurut ahli biologi evolusi, jagung yang ada
sekarang telah mengalami evolusi dari tanaman serealia primitif, yang bijinya terbuka dan
jumlahnya sedikit, menjadi tanaman yang produktif, biji banyak pada tongkol tertutup,
mempunyai nilai jual yang tinggi, dan banyak ditanam sebagai bahan pangan. Nenek moyang
tanaman jagung masih menjadi kontroversi, ada tiga teori yang mengatakan tanaman jagung
berasal dari pod corn, kerabat liar jagung tripsacum dan teosinte.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami dan menerapkan prinsip teknik produksi jagung.
2. Melatih ketrampilan mahasiswa dalam menganalisa komponen teknologi produksi
jagung.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik, dengan
kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40% kapasitas
lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara
3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 m dpl berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung
sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 m dari permukaan laut, umur
panen jagung akan mundur satu hari. Areal dan agroekologi pertanaman jagung sangat
bervariasi, dari dataran rendah sampai dataran tinggi, pada berbagai jenis tanah, berbagai tipe
iklim dan bermacam pola tanam. Tanaman jagung dapat ditanam pada lahan kering beriklim
basah dan beriklim kering, sawah irigasi dan sawah tadah hujan, toleran terhadap kompetisi
pada pola tanam tumpang sari, sesuai untuk pertanian subsistem, pertanian komersial skala
kecil, menengah, hingga skala sangat besar. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman
jagung rata-rata 26-300C dan pH tanah 5,7-6,8 (Purwono, 2005).
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan
betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari axillary apices
tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Pada
tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual. Selama proses perkembangan,
primordial stamen pada axillary bunga tidak berkembang dan menjadi bunga betina.
Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang dan
menjadi bunga jantan. Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki sel vegetatif,
dua gamet jantan dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding tebalnya terbentuk dari dua
lapisan, exine dan intin, dan cukup keras. Karena adanya perbedaan perkembangan bunga
pada spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah dan ketidaksinkronan matangnya spike,
maka pollen pecah secara kontinu dari tiap tassel dalam tempo seminggu atau lebih (Subekti,
2007).
Produksi jagung berbeda antar daerah, terutama disebabkan oleh perbedaan
kesuburan tanah, ketersediaan air, dan varietas yang ditanam. Variasi lingkungan tumbuh
akan mengakibatkan adanya interaksi genotipe dengan lingkungan yang berarti agroekologi
spesifik memerlukan varietas yang spesifik untuk dapat memperoleh produktivitas optimal.
Jenis jagung dapat diklasifikasikan berdasarkan: sifat biji dan endosperm, warna biji,
lingkungan tempat tumbuh, umur panen, dan kegunaan. Jenis jagung berdasarkan lingkungan
tempat tumbuh meliputi: dataran rendah tropik (<1.000 m dpl), dataran rendah subtropik dan
mid-altitude (1.000-1.600 m dpl), dan dataran tinggi tropik (>1.600 mdpl). Jenis jagung
berdasarkan umur panen dikelompokkan menjadi dua yaitu jagung umur genjah dan umur
dalam. Jagung umur genjah adalah jagung yang dipanen pada umur kurang dari 90 hari,
jagung umur dalam dipanen pada umur lebih dari 90 hari. Sejalan dengan perkembangan
pemuliaan tanaman jagung, jenis jagung dapat dibedakan berdasarkan komposisi genetiknya,
yaitu jagung hibridadan jagung bersari bebas. Jagung hibrida mempunyai komposisi genetic
yang heterosigot homogenus, sedangkan jagung bersari bebas memiliki komposisi genetik
heterosigot heterogenus. Kelompok genotipe dengan karakteristik yang spesifik (distinct),
seragam (uniform), dan stabil disebut sebagai varietas atau kultivar, yaitu kelompok genotipe
dengan sifat-sifat tertentu yang dirakit oleh pemulia jagung. Diperkirakan di seluruh dunia
terdapat lebih dari 50.000 varietas jagung (Warismo, 2000).
Varietas unggul merupakan salah satu teknologi inovatif yang handal untuk mening-
katkan produktivitas tanaman jagung, baik melalui peningkatan potensi daya hasil tana-man,
maupun melalui peningkatan toleransi dan ketahanannya terhadap berbagai ceka-man
lingkungan biotik dan abiotik. Selain itu, pembentukan varietas unggul juga bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan nilai tambah produk dan upaya meningkatkan nilai eko-nomi.
Penerapan paket teknologi budidaya jagung mengutamakan pemanfaatan sumber-daya lokal,
penerapan teknologi budidaya ber-dasarkan karakteristik lahan, dan mempertim bangkan
kearifan lokal petani (Syafri, 2010).
Dalam produksi tanaman, untuk memperoleh hasil yang maksimum, ketersediaan
unsur hara merupakan syarat mutlak. Salah satu unsur hara penting yang ketersediaannya
harus dalam keadaan cukup adalah nitrogen. Pada kondisi lahan tertentu dengan tingkat
kesuburan rendah seperti pada Ultisol, pemupukan nitrogen dan unsur-unsur utama lainnya
seperti fosfor dan kalium, seringkali mutlak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Salah satu aspek penting dari pemupukan yang jarang sekali diperhatikan adalah efisiensi
pemupukan. Pemupukan nitrogen khususnya di daerah tropis dengan suhu dan kelembaban
tinggi serta iklim basah seperti Indonesia umumnya memiliki efisiensi yang rendah. Pada
kondisi ini, tanah banyak mengalami kehilangan nitrogen yang terjadi melalui pencucian,
panen, proses denitrifikasi, reaksi- reaksi kimia dan lain-lain. Pada batasan tertentu, masalah
efisiensi pemupukan dapat dikendalikan melalui manipulasi teknologi pemupukan yang
meliputi cara penggunaan, waktu pemberian, takaran yang tepat serta jenis pupuk yang
digunakan (Nyimas, 2004).
Permintaan terhadap jagung manis terus meningkat namun permintaan ini belum
dapat dipenuhi, karena pengembangan budidaya jagung manis di tingkat petani yang masih
belum berkembang dengan baik. Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi tanaman jagung manis di antaranya dengan melaksanakan program intensifikasi dan
perluasan areal pertanaman. Program intensifikasi dapat dilakukan di antaranya dengan
penambahan unsur hara melalui pemupukan dengan tujuan meningkatkan hasil tanaman.
Sedangkan perluasan areal penanaman jagung manis dapat dilakukan dengan memanfaatkan
lahan yang ada (Irianto, 2007).
Hasil tanaman produksi jagung yang dicapai di setiap sentra pengembangan sangat
bervariasi antara 4,5-6,5 t/ha. Angka tersebut masih lebih rendah di-banding hasil yang
dicapai dari kegiatan pene-litian yang dapat mencapai 8,5 t/ha. Salah satu faktor penyebabnya
ada-lah penerapan teknologi belum optimal di tingkat petani. Kendala utama yang dihadapi
petani dalam penerapan teknologi adalah ting-ginya harga pupuk terutama pupuk N, P, dan
K. Harga pupuk buatan terus mengalami ke-naikan, sementara harga dasar jagung cende-rung
stabil malah menurun terutama pada saat panen raya. Untuk mengantisipasi kenaikan pupuk
buatan tersebut, maka salah satu altrnatif ada-lah mencari jenis pupuk yang harganya lebih
murah dan lebih efektif dalam peningkatan produksi jagung antara lain pupuk organik dan
pupuk alternative lainnya, diantaranya adalah pupuk organik Saputra Nutrient. Se-mua pupuk
organik dan pupuk alternative yang akan beredar di tingkat petani perlu di-kaji pengaruh
positif dan negatifnya terhadap pertumbuhan tanaman, termasuk pengaruh-nya terhadap
peningkatan produksi tanaman serta serangan hama dan penyakit (Abdul 2010).
Dalam pertanian yang intensif, perhatian akan lingkungan sangat penting dalam
kaitannya untuk mengoptimalkan pengaturan sumber air. Perlunya pemahaman bagaimana
kaitannya antara cadangan sumber air dengan proses evapotranspirasi pada suatu tanaman
sangatlah penting dalam hal pertanian. Pemanfaatan ilmu geolistrik dengan metode
resistivitas mencoba untuk menggambarkan bagaimana keadaan bawah permukaan dari suatu
tanaman. Hal ini tidak hanya penting dalam penghitungan suplai air tetapi juga
menggambarkan perubahan dalam penyebaran ruangan di dalam tanah yang berkaitan dengan
pertumbuhan tanaman.Dalam penelitian ini metode tahanan listrik digunakan secara tidak
langsung dalam penentuan berkurangnya air karena peresapan dan proses evapotranspirasi.
Tanaman jagung dipilih dalam penelitian ini karena memiliki waktu perkembangan yang
relatif singkat ( 3 bulan) dari masa tanam hingga masa panen. Di samping itu juga memiliki
akar yang menyamping kemudian menurun ke kedalaman tanah, dengan kedalaman sekitar
1,20 meter. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis secara kuantitatif dan
kualitatif hasil penggambaranpseudosection di bawah permukaan tanaman jagung berkaitan
dengan proses evapotranspirasi dengan menggunakan program RES2DINV (Teguh, 2006).
Varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan perbaikan populasi akan berdampak
pada peningkatan produksi dan nilai tambah usahatani jagung, karena daerah produksi jagung
di Indonesia sangat beragam sifat agroklimatnya, yang masing-masing membutuhkan varietas
yang sesuai. Varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan (penyakit, hama dan
kekeringan) merupakan komponen penting dalam stabilitas hasil jagung (Purwono, 2002).

BAB 3. METODOLOGI


3.1 Waktu dan Tempat
Acara praktikum Teknologi Produksi Tanaman Jagung dilaksanakan pada tanggal 2
April 2012 pukul 07.00 di Agrotecnopark, Fakultas Pertanian Universitas Jember.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Gembor
2. Timba
3. Cangkul
4. Timbangan
5. Meteran

3.2.2 Bahan
1. Benih tanaman jagung varietas unggul (hibrida) dan non-hibrida.
2. Pupuk kandang atau pupuk kompos
3. Pupuk urea, SP-36, KCl
4. Pestisida

3.3 Cara Kerja
1. Peserta praktikum sebanyak 2 golongan A dan B yang terbagi dalam kelompok A1, A2,
B1 dan B2.
2. Pelaksanaan teknologi budidaya jagung meliputi:
a) Persiapan lahan dengan pembersihan tanah dari sisa-sisa tanaman dan gulma, kemudian
tanah diolah secara intensif dengan menbajak atau mencangkul sedalam 15-20cm sebanyak
2kali, diratakan dan dibuat saluran drainase.
b) Penanaman dilaksanakan dengan cara:
1) Kelompok A1 dan A2 masing-masing menanam jagung bersari bebas atau hibrida
jarak tanam 75 x 20cm dengan satu benih dan dua benih perlubang.
2) Kelompok B1 dan B2 masing-masing menanam jagung bersari bebas atau hibrida jarak
tanam 75 x 40cm dengan satu benih dan dua benih perlubang.
Penanaman dengan titugal selama 5cm dan benih dimasukkan kedalam lubang tanaman.
c) Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pemupukan, pengairan, penyiangan,
pembumbunan dan pengen dalian hama dan penyakit.
d) Penjaranagn dilakuakan setelah 1minggu setelah tanam, disisakan sesuai dengan
perlakuan.
e) Pemupukan menggunakan urea, SP 36 dan KCL dengan dosis masing-masing 250-300
kg/ha, 75-100 kg/ha dan 50-100 kg/ha. Seluruh bagian SP 36 dan KCL serta sepertiga bagian
urea diberikan saat tanam, sepertiga lagi urea diberikan umur tanaman 4 minggu dan sisa urea
sepertiga bagian diberikan umur 6 minggu.
f) Setelah benih ditanam, dilakukan pengairan dengan penyiraman secukupnya, kemudian
menjelang tanaman berbunga diperlukan air yang lebih banyak.
g) Penyiangan dilakuakan setelah tanaman berusia 15 hari setelah tanam dan dilakukan
setiap 2minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dilakuakan
dengan menggunakan tangan atau bantuan alat (koret).
h) Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertaman untuk memperkokoh
posisi batang tanaman agar tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan diatas
tanah. Pembumbunan berikutnya dilakukan saat tanaman berusia 6 minggu setelah tanam,
bersamaan dengan kegiatan pemupukan.
i) Pengendaliaan hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan hama dan penyakit yang ada.
Untuk menghindari penyakit bulai dikendaliakan dengan perlakuan benih (seed treadment)
yaitu campuran benih dengan fungisida metalaksil secara merata dengan takaran 2 g
metalaksil untuk setiap kg benih.
j) Penanaman dilakukan pada umur 90-100 hari setelah tanam. Jagung yang sudah dapat di
panen mempunyai kenampakan kelobot berwarna kuning, biji sudah cukup keras dan
mengkilap, apabila biji ditusuk dengan ibu jari maka biji tersebut tidak berbekas dan
mempunyai kadar air sekitar 25%.

3.4 Rancangan Evaluasi
1) Masing-masing kelompok A1, A2, B1 dan B2 mengamati beberapa parameter
pertumbuyhan organ vegetatif dan organ reproduktif tanaman jagung.
2) Mengamati pertumbuhan organ vegetatif dilakukan mulai umur 14 HST, 28 HST dan 42
HST interval 2 minggu sekali, meliputi:
a) Jumlah daun
b) Tinggi tanaman (cm)
3) Mengamati organ reproduktif dilakukan pada saat panen, meliputi;
1. Saat berbung (HST)
2. Bobot tongkol pertanaman (g)
3. Berat biji pertanaman (g)
4. Produksi biji per ha (kg)
4) Membuat grfik dari tiap-tiap parameter pengamatan, bandingkan antar perlakuan dan
berikan kesimpulan saudara.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Perlakuan Benih HST
Rerata Tinggi
Tanaman
Rerata Jumlah
Daun
75 x 20
1
7 7,46 3
14 15,7 3
21 25,4 6
28 55,8 6
35 59,4 7
42 97,5 10
49 103,3 10
2
7 6,24 2
14 12,5 4
21 20,8 6
28 35,67 8
35 71,15 9
42 107,9 11
49 159,1 12
75 x 40
1
7 7,67 3
14 11,81 4
21 25 2
28 28,02 8
35 93,41 9
42 119,97 10
49 180,3 12
2
7 6,76 3
14 20,5 4
21 24,30 7
28 51,84 10
35 93,9 11
42 147,2 12
49 193,3 13

Grafik Jarak Tanam 75X 20
Rerata tinggi tanaman
Rerata Jumlah Daun


Grafik Jarak Tanam 75 X 40
Rerata Tinggi Tanaman
Rerata Jumlah Daun
4.2 Pembahasan
Dalam kegiatan praktikum tentang teknologi produksi tanaman pangan dan tanaman
perkebunan parameter yang dihunakan adalah rata-rata tinggi tanaman dengan jumlah daun
pada tanaman. Interval pengamatan pada kegiatan praktikum ini adalah 49 hari dengan data
yang diambil tiap minggunya. Perlakuan yang diberikan yaitu tentang jarak tanam dan
penanaman benih dalm satu lubang. Dari kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan
diketahui bahwa pada jarak tanam 75X20 cm pada penanaman 2 benih tiap lubang
memberikan hasil data tinggi tanamandan jumlah daun yang signifikan dibanding dengan
penanaman 1 benih pada tiap lubang, hal ini diperkuat dari data yang diperoleh dari kegiatan
praktikum. Data tinggi tanaman pada penanaman 2 benih tiap lubang yaitu 159,1 cm dan
untuk parameter jumlah daunnya adalah 12 daun, hal ini berbeda dengan tanaman jagung
yang ditanam pada 1 benih perlubang yang tinggi dari tanamannya adalah 103,3 cm dengan
jumlah daun 10 helai pertanaman. Untuk jarak tanam 75X40 cm pada penanaman 1 benih
perlubang menunjukkan bahwa tinggi tanaman lebih baik dibandingkan dengan penanaman 2
benih perlubang, hal ini dapat dilihat dari data pengamatan terakhir yang menunjukkan
bahwa rata-rata tinggi tanaman pada penanaman 1 benih perlubang yaitu 180,3 cm dan
jumlah daunnya 12 helai, sedangkan untuk penanaman 2 benih per lubang tinggi tanamannya
menunjukkan hasil yang kurang signifikan yaitu 147,2 cm dan jumlah daunnya adalah 12
helai. Dari data tersebut juga dapat diketahui perbedaan tinggi tanaman pada tiap-tipa jarak
tanam, jarak tanam 75 X 40 menunjukkan hasil yang baik dibandingkan dengan jarak tanam
75 X 20. Perbedaan ini menunjukkan bahwa apabila jarak tanam semakin rapat maka
tanaman akan semakin ketat dalam bersaing baik dalam memperoleh unsur hara, intensitas
cahaya, kelembapan maupun daya serap air antar tanaman. sehingga dari pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa, untuk memperoleh produksi tanaman yang baik yaitu dapat dengan
memanipulasi lingkungan dengan mengatur kerapatan (jarak tanam) dari tanaman.
Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dalam
suatu pertanaman sering terjadi persaingan antar tanaman maupun antar tanaman dengan
gulma untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya matahari maupun ruang tumbuh. Salah satu
upaya yang dapat di lakukan untuk mengatasinya adalah dengan pengaturan jarak tanam.
Dengan tingkat kerapatan yang optimum maka akan diperoleh ILD yang optimum dengan
pembentukan bahan kering yang maksimum. Jarak tanam yang rapat akan meningkatkan
daya saing tanaman terhadap gulma karena tajuk tanaman menghambat pancaran cahaya ke
permukaan lahan sehingga pertumbuhan gulma menjadi terhambat, di samping juga laju
evaporasi dapat ditekan. Namun pada jarak tanam yang terlalu sempit mungkin tanaman
budidaya akan memberikan hasil yang relatif kurang karena adanya kompetisi antar tanaman
itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan jarak tanam yang optimum untuk memperoleh hasil
yang maksimum. Jarak tanam merupakan jarak antar satu individu tanaman dengan individu
tanaman lainnya, hal ini dilakukan untuk memperoleh keseragaman tanaman dalam
memperoleh cahaya matahari yang cukup merata, demi pertumbuhan tanaman yang tumbuh
tidak saling menutupi atau saling menaugi. Apabila kerapatan tanaman semakin tinggi akan
mengakibatkan tanaman itu tumbuh dengan batang yang tidak kekar dimana terjadi kompetisi
antara tanaman yang satu dengan yang lainnya dalam hal mengambil unsur hara serta faktor-
faktor lain. Pengaruh jarak tanam bertujuan untuk memberikan kemungkinan pada tanaman
untuk tumbuh dengan baik dalam luasan tertentu sekecil mungkin tanpa
mengalam persaingan antara tanaman budidaya dengan gulma maupun antar tanaman
budidaya sendiri.
Untuk meningkatkan produksi dari tanaman jagung terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penanaman jagung adalah waktu tanam, jarak dan populasi, serta cara
penanaman.
1. Waktu tanam
Umumnya usaha budi daya jagung di lahan kering maksimum hanya dilakukan dua
kali penanaman. Hal ini terutama berkaitan dengan kebutuhan air pada awal pertumbuhan
tanaman. Waktu tanam yang umum dilakukan adalah awal musim hujan (labuhan) antara
September-November dan awal musim kemarau (marengan) antara Februari-April.
2. Jarak tanam dan populasi tanaman
Penerapan jarak tanam tergantung varietas yang digunakan. Berikut jarak tanam dan
populasi tanmaan per hektar dari beberapa varietas jagung yang dapat ditanam di lahan
kering.
3. Cara penanaman
Penanaman jagung dilakukan deangan cara penugalan. Kedalaman lubang tanam
tergantung kelembapan tanah. Kedalaman lubang tanam pada tanah lembap dalam sedalam
2,5 cm, sedangkan pada tanah cukup kering dapat sedalam 5 cm. Jumlah benih untuk setiap
ranam dapat sebanyak 2-3 biji untuk varietas nonhibrida, sedangkan varietas hibrida dapat
sebanyak 1 biji (kecuali benih hibrida varietas CPI-1, Pioneer, dan IPB-4 dapat sebanyak 2
biji/lubang tanam).
Peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan cara pengaturan tingkat
kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman akan mempengaruhi penampilan dan produksi
tanaman terutama dalam efisiensi penggunaan intensitas cahaya. Umumnya produksi yang
tinggi untuk tiap satuan luas dapat tercapai dengan populasi tanaman yang tinggi, karena
tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum di awal pertumbuhan, tetapi pada akhirnya
akan menurun juga pertumbuhan tanaman, karena terjadi persaingan dalam memperoleh
cahaya dan efeknya mengurangi ukuran pada seluruh bagian-bagian tanaman. Semakin rapat
jarak tanam maka semakin tinggi tanaman, karena jumlah cahaya akan berkurang mengenai
tubuh tanaman dan pada akhirnya mempengaruhi luas daun dan bobot kering tanaman.
Dalam usaha budidaya tanaman jagung, terdapat tahapan-tahapan usaha budidaya,
antaralain :
A. Pembibitan
1. Persyaratan Benih
Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik maupun
fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak tercampur benih/varietas lain,
tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama dan penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh
bila menggunakan benih bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung
pada kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih.
Penggunaan benih jagung hibrida biasanya akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi.
Tetapi harga benihnya yang lebih mahal dan hanya dapat digunakan maksimal 2 kali turunan dan
tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa varietas unggul jagung untuk dipilih sebagai benih adalah:
Hibrida C 1, Hibrida C 2, Hibrida Pioneer 1, Pioneer 2, IPB 4, CPI-1, Kaliangga, Wiyasa, Arjuna,
Baster kuning, Kania Putih, Metro, Harapan, Bima, Permadi, Bogor Composite, Parikesit, Sadewa,
Nakula. Selain itu, jenis-jenis unggul yang belum lama dikembangkan adalah: CPI-2, BISI-1, BISI-2,
P-3, P-4, P-5, C-3, Semar 1 dan Semar 2 (semuanya jenis Hibrida).
2. Penyiapan Benih
Benih dapat diperoleh dari penanaman sendiri yang dipilih dari beberapa tanaman jagung
yang sehat pertumbuhannya. Dari tanaman terpilih, diambil yang tongkolnya besar, barisan biji lurus
dan penuh tertutup rapat oleh klobot, dan tidak terserang oleh hama penyakit. Tongkol dipetik pada
saat lewat fase matang fisiologi dengan ciri: biji sudah mengeras dan sebagian besar daun
menguning. Tongkol dikupas dan dikeringkan hingga kering betul. Apabila benih akan disimpan
dalam jangka lama, setelah dikeringkan tongkol dibungkus dan disimpan dan disimpan di tempat
kering. Dari tongkol yang sudah kering, diambil biji bagian tengah sebagai benih. Biji yang terdapat di
bagian ujung dan pangkal tidak digunakan sebagai benih. Daya tumbuh benih harus lebih dari 90%,
jika kurang dari itu sebaiknya benih diganti. Benih yang dibutuhkan adalah sebanyak 20-30 kg/ha.
3. Pemindahan Benih
Sebelum benih ditanam, sebaiknya dicampur dulu dengan fungisida seperti Benlate untuk menangkal
serangan jamur. Sedangkan bila diduga akan ada serangan lalat bibit dan ulat agrotis, sebaiknya
benih dimasukkan ke dalam lubang bersama-sama dengan insektisida butiran dan sistemik seperti
Furadan 3 G.
B. Pengolahan Media Tanam
Pengolahan tanah bertujuan untuk: memperbaiki kondisi tanah, dan memberikan kondisi
menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan tanah, drainase dan aerasi yang
kurang baik akan diperbaiki. Tanah diolah pada kondisi lembab tetapi tidak terlalu basah.
Tanah yang sudah gembur hanya diolah secara umum.
1. Persiapan
Dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh
tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan ditanami (calon tempat
barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Tanah yang keras
memerlukan pengolahan yang lebih banyak. Pertama-tama tanah dicangkul/dibajak lalu
dihaluskan dan diratakan.
2. Pembukaan Lahan
Pengolahan lahan diawali dengan membersihkan lahan dari sisa sisa tanaman
sebelumnya. Bila perlu sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke
dalam tanah, kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan dan pengolahan tanah dengan
bajak.
3. Pembentukan Bedengan
Setelah tanah diolah, setiap 3 meter dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar
saluran 25-30 cm dengan kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang
drainasenya jelek.
4. Pengapuran
Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur. Jumlah kapur yang diberikan
berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3 tahun. Pemberian dilakukan dengan cara
menyebar kapur secara merata atau pada barisan tanaman, sekitar 1 bulan sebelum tanam.
Dapat pula digunakan dosis 300 kg/ha per musim tanam dengan cara disebar pada barisan
tanaman.
5. Pemupukan
Apabila tanah yang akan ditanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup
maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung
pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran dosis rata-rata adalah:
Urea=200-300 kg/ha, TSP=75-100 kg/ha dan KCl=50-100 kg/ha. Adapun cara dan dosis
pemupukan untuk setiap hektar:
Pemupukan dasar: 1/3 bagian pupuk Urea dan 1 bagian pupuk TSP diberikan saat tanam, 7
cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu ditutup tanah;
Susulan I: 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 1/3 bagian pupuk KCl diberikan setelah tanaman
berumur 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 10 cm lalu di tutup
tanah;
Susulan II: 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 45 hari.
C. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun
dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung
dari hujan. Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:
Tumpang sari (intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau
berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda
umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh:
jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.
Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau
beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau
waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang
panen disisipkan kacang panjang.
Tanaman Campuran (Mixed Cropping): penanaman terdiri atas beberapa tanaman dan
tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan
efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran
seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu di perhatikan agar
benih tidak terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang tanam antara: 3-5 cm, dan tiap
lubang hanya diisi 1 butir benih.
Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya,
tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas. Jagung berumur
dalam/panjang dengan waktu panen 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya dibuat
40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur sedang (panen 80-100 hari), jarak tanamnya
25x75 cm (1 tanaman/lubang).
3. Cara Penanaman
Pada jarak tanam 75 x 25 cm setiap lubang ditanam satu tanaman. Dapat juga
digunakan jarak tanam 75 x 50 cm, setiap lubang ditanam dua tanaman.
Tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan baik pada saat air kurang atau saat air
berlebihan. Pada waktu musim penghujan atau waktu musim hujan hampir berakhir, benih
jagung ini dapat ditanam. Tetapi air hendaknya cukup tersedia selama pertumbuhan tanaman
jagung. Pada saat penanaman sebaiknya tanah dalam keadaan lembab dan tidak tergenang.
Apabila tanah kering, perlu diairi dahulu, kecuali bila diduga 1-2 hari lagi hujan akan turun.
Pembuatan lubang tanaman dan penanaman biasanya memerlukan 4 orang (2 orang membuat
lubang, 1 orang memasukkan benih, 1 orang lagi memasukkan pupuk dasar dan menutup
lubang). Jumlah benih yang dimasukkan per lubang tergantung yang dikehendaki, bila
dikehendaki 2 tanaman per lubang maka benih yang dimasukkan 3 biji per lubang, bila
dikehendaki 1 tanaman per lubang, maka benih yang dimasukkan 2 butir benih per lubang.
D. Pemeliharaan
1. Penjarangan dan Penyulaman
Dengan penjarangan maka dapat ditentukan jumlah tanaman per lubang sesuai dengan
yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 3 tanaman, sedangkan yang dikehendaki
hanya 2 atau 1, maka tanaman tersebut harus dikurangi. Tanaman yang tumbuhnya paling
tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam tepat di atas permukaan tanah.
Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar
tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih
yang tidak tumbuh/mati. Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah tanam. Jumlah dan jenis
benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman
hendaknya menggunakan benih dari jenis yang sama. Waktu penyulaman paling lambat dua
minggu setelah tanam.
2. Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu (gulma).
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda
biasanya dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting dalam
penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum
cukup kuat mencengkeram tanah. Hal ini biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 15
hari.
3. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk
memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu juga untuk
menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Kegiatan ini
dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan.
Caranya, tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian
ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.
Untuk efisiensi tenaga biasanya pembubunan dilakukan bersama dengan penyiangan kedua
yaitu setelah tanaman berumur 1 bulan.
4. Pemupukan
Dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea sebanyak 200-
300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50-100 kg.
Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (pupuk dasar), pupuk
diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk
diberikan setelah tanaman jagung berumur 3-4 minggu setelah tanam. Pada tahap ketiga
(pupuk susulan II), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 8 minggu atau setelah
malai keluar.
5. Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah
lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan tujuan menjaga agar tanaman
tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga
perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.
6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Penggunaan pestisida hanya diperkenankan setelah terlihat adanya hama yang dapat
membahayakan proses produksi jagung. Adapun pestisida yang digunakan yaitu pestisida
yang dipakai untuk mengendalikan ulat. Pelaksanaan penyemprotan hendaknya
memperlihatkan kelestarian musuh alami dan tingkat populasi hama yang menyerang,
sehingga perlakuan ini akan lebih efisien.
E. Panen
Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari
tujuan panen. Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat
dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak tua dan masak kering/masak
mati.
1. Ciri dan Umur Panen
Ciri jagung yang siap dipanen adalah:
a) Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam.
b) Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan
adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
c) Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.
Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh.
Saat itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen
ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak
terlalu keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok (beras
jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya dipanen jika sudah
matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan kelobot telah menguning.
Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman pada tangkainya (tempat
menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.
2. Cara Panen
Cara panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol
berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung. Pada
lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat mesin pemetikan.
3. Periode Panen
Pemetikan jagung pada waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan
penurunan kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan pecah,
terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan sayur, dapat dipetik 15 sampai
dengan 21 hari setelah tanaman berbunga. Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai
jagung rebus, tidak harus menunggu sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan 4 minggu
setelah tanaman berbunga atau dapat mengambil waktu panen antara umur panen jagung
sayur dan umur panen jagung masak mati.
Beberapa upaya yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi jagung diantara
lain Perluasan areal panen merupakan satu faktor potensial dalam mendukung peningkatan
produksi jagung. Berkaitan dengan perluasan areal panen ini dapat dilakukan upaya
ekstensifikasi,diversifikasi,rehabilitasi,peningkatan intensitas tanaman, dan penambahan
periode panen jagung.
a. Ekstensifikasi
Dalam pengertian umum,ekstensifikasi merupakan upaya pengadaan sumber
pertumbuhan baru berupa perluasan/penambahan areal panen.Bilaa berhasil menambah areal
baru ratusan ribu hektar per tahun maka akan terjadi lonjakan produksi jagung secara nyata di
tingkat nasional. Perluasan penanaman jagung disarankan dilakukan di daerah bukaan
baru,antara lain htan tanaman industri (HTI),daerah transmigrasi,lahan pasang surut,lahan
lebak,dan lahan marjinal lainnya (lahan tidur dan lahan belum produktif lain).Lahan produktif
di Indonesia masih sangat luas,tetapi belum dikelola.Pada kondisi ini progran ekstensifikasi
masih terbuka lebar untuk dilaksanakan.
b. Diversifikasi
Dalam kaitannya dengan usaha penungkatan produksi,diversifikasi diartikan sebagai
kegiatan penganekaragaman komoditas pertanian yang dibudidayakan.Pada program
diversifikasi ini peningkatan produksi jagung diupayakan dengan menjadikan jagung sebagai
tanaman pokok dalam suatu kegiatan pola tanam.Kegiatan tersbut dikenal dengan istilah
diversifiksi horizontal.Jenis diversifikasi lain adalah diversifikaso vertikal yang merupakan
kegiatan penganekaragaman prodouk industri yang menggunakan bahan baku jagung
.Jelaslah bahwa diversifikasi komoditas jagung dapat meningkatkan produksi melalui
penggantian tanaman lain ,tumpang sari,sisipan, atau sebagai tanaman susulan.
c. Rehabilitasi
Salah satu kegiatan rehabilitasi pada pembudidayaan jagung adalah perbaikan potensi
varietas unggul dengan pemurnian banih atau penggantian buah hibrida yang sudah berkali-
kali ditanam. Selain perbaikan varietas, program rehabilitasi ini pun menyangkut perbaikan
segala aspek penanaman, termasuk masalah lahan. Rehabilitasi lahan di antaranya ialah
perbaikan kesuburan lahan masam dengan pemberian kapur dan perbaikan drainase di lahan
pasang surut.
d. Peningkatan Intensitas Penanaman (IP)
Intensitas pertanaman (IP) diartikan sebagai banyaknya pertanaman dalam satu tahun
pola tanam disuatu daerah. Pola tanam padi-jagung-bera berarti mempunyai IP 200. IP ini
masih dapat ditingkatkan bila masa bera ditanami. Upaya peningkatan intensitas pertanaman
jagung ini ditujukan untuk lahan yang masih mempunyai IP kurang dari 300 atau lahan yang
belum diusahakan (lahan tidur). Peningkatan IP jagug ini dapat dilakukan dalam setahun,
baik dengan pola tanam monokultur maupun tupang sari. Cara ini merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan produksi jagug.
e. Penambahan periode panen jagung
Pertumbuhan tanaman jagung, terutama awal fase pertumbuhan sampai pengisian
tongkol, sangat tergantung pada ketersediaan air. Untuk dapat berproduksi tinggi,
penanamannya biasanya hanya dilakukan pada waktu tanam tertentu saja. Akibatnya,
produksi jagung mengalami fluktuasi, yaitu berlebihan pada musim panen dan kekurangan
pada musim paceklik sehingga kebituhannya harus dipenuhi dari impor. Salah satu upaya
mengurangi ketergantugan impor di musim paceklik adalah melakukan penanaman off season
(di luar musim tanam). Penamanam off season ini dapat dilakukan pada bulan dan lahan
penanaman tertentu.
Ketika tanaman jagung berada pada lingkungan yang kurang mendukung, maka
tanaman tersebut akan mengalami kondisi tercekam/stress. Dimana tingkat stress tergantung
dari besar kecilnya kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Semakin tinggi tingkat
cekaman maka semakin cepat tanaman tersebut mengalami kematian. Setiap tanaman dapat
berbeda-beda responya dalam mengatasi cekaman tersebut. Ada yang menyelesaikan siklus
hidupnya lebih cepat sebelum cekaman tersebut dating (Escape), ada yang mensintesis
senyawa-senyawa yang mampu menetralkan cekaman (avoidance) dan ada juga yang
menstimulir cekaman tersebut dalam tubuhnya sehingga tidak menyebar dan mempengaruhi
seluruh bagian dari tanaman (Tolerance). Ketika jagung tersebut dipaksakan ditanam pada
lingkungan yang ekstrim hanya tanaman yang unggul yang dapat bertahan,namun
produksinya tidak seoptimal ketika ditanam pada kondisi lingkungan yang optimal.
Sedangkan tanaman yang kurang unggul akan mengalami kematian. Sebagai contoh tanaman
jagung yang ditanam pada lingkungan yang kering, maka tanaman jagung tersebut akan
kekurangan asupan air dan nutrisi, sehingga tanaman akan tampak layu, kering dan
meranggas. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi, tanaman tersebut akan mati.
Dalam budidaya tanaman jagung apabila dilakukan pada kondisi lahan yang ekstrim
dapat menurunkan hasil dari produksi jagung per satuan luas. Namun hal ini sebenarnya
tergantung dari jenis varietas yang digunakan dalam budidaya tanaman jagung. Apabila
menggunakan varietas yang unggul, kondisi lahan yang ekstrim tidak akan berpengaruh
terhadap produksi dari tanaman jagung, dikarenakan jagung tersebut memiliki vigor dan
veabilitas yang baik. Vigor yang baik dapat membuat tanaman berproduksi secara normal
pada kondisi yang ekstrem dan menghasilkan produksi diatas normal pada kondisi yang
optimum. Dalam mengatasi kondisi yang ekstrim selain menggunakan varietas yang unggul
dapat juga dengan memanipulasi lingkungan hidup dari tanaman jagung, memanipulasi
dalam hal ini adalah mengatur kerapatan atau populasi tanaman. tindakan pengaturan
kerapatan / populasi tidak lain adalah suatu usaha bagaimana memanipulasi lingkungan
tumbuh dari tanman yang dibudidayakan, sehingga berguna secara efektif bagi pengusahaan
tanaman. tingkat kerapatan dan populasi tanaman beragam tergantung pada jenis tanaman dan
pada setiap keadaan lingkungan yang berbeda.
Menurut pendapat saya pemangkasan dalam budidaya jagung yang dilakaukan pada
saat tanaman telah muncul tongkol sangat perlu dilakukan, hal ini bertujuan agar tanaman
dalam pentransferan unsur hara maupun asupan air yang diserap oleh akar dapat
teroptimalisasi pada bagian tongkol jagung, sehingga tongkol jagung dapat menjadi lebih
besar dibandingkan dengan tanaman jagung yang tidak dipangkas. Pemangkasan ini dapat
juga mengurangi kanopi jagung yang dapat menutupi tanaman jagung lain yang sedang
berfotosintesis, sehingga dalam hal ini pemangkasan sangat perlu dilakukan dalam
peningkatan produksi jagung. Hasil pangkasan tersebut dapat dijadikan sebagai mulsa dan
bahan organik yang sangat menguntungkan bagi tanaman jagung itu sendiri.
Benih tanaman tiap lubang menurut ketentuan dari pemerintah untuk meningkatkan
produksi jagung adalah pada benih lokal dianjurkan pada tiap lubang tanaman diisi 2-3 benih,
namun untuk benih hibrida diwajibkan 1 benih pada tiap lubang, hal ini dikarenakan pada
benih jagung hibrida daya kecambah benih lebih tinggi dibandingkan dengan benih lokal.
Pemberian lebih dari 1 benih pada tiap lubang dapat menyebabkan tanaman bersaing dalam
segala hal baik dalam penyerapan unsur, serapan air dan intensitas cahaya matahari, dan hal
tersebut dapat menyebabkan produksi dari tanaman jagung menurun dan perakaran dari
tanaman jagung lebih pendek dan mudah roboh. Tetapi dari kegiatan pengamatan terakhir
dari praktikum yang telah dilaksanakan, pada lubang yang ditanam 2 benih pertumbuhan
tanaman jagungnya signifikan dan dapat mengimbangi tanaman yang tiap lubangnya
ditanami satu benih jagung, hal ini dapat dikarenakan pada kegiatan praktikum yang telah
dilaksanakan pada saat musim penghujan sehingga dalam ketersediaan air tanaman tetap
tercukupi meski dalam 1 lubang terdapat 2 benih tanaman dan dapat juga karena benih yang
digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah benih dibrida yang memiliki daya tumbuh
dan tingkat produksi yang tinggi.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Dari kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan tentang Teknologi Produksi
Budidaya Jagung dapat disimpulkan bahwa:
1. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penanaman jagung mulai dari persiapan
benih, bibit, pemeliharaan berupa penyulaman, pemupukan, pengairan, penyiangan,
pembubunan, pengendalian hama penyakit hingga panen dan lain-lain agar tanaman jagung
dapat tumbuh secara optimal dan menghasilkan produkksi tinggi.
2. Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dalam suatu
pertanaman sering terjadi persaingan antar tanaman maupun antar tanaman dengan gulma
untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya matahari maupun ruang tumbuh.
3. Untuk meningkatkan produksi dari tanaman jagung terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penanaman jagung adalah waktu tanam, jarak dan populasi, serta cara
penanaman.
4. Ketika tanaman jagung berada pada lingkungan yang kurang mendukung, maka tanaman
tersebut akan mengalami kondisi tercekam/stress.
5. Benih tanaman tiap lubang menurut ketentuan dari pemerintah untuk meningkatkan produksi
jagung adalah pada benih lokal dianjurkan pada tiap lubang tanaman diisi 2-3 benih, namun
untuk benih hibrida diwajibkan 1 benih pada tiap lubang, hal ini dikarenakan pada benih
jagung hibrida daya kecambah benih lebih tinggi dibandingkan dengan benih lokal.

5.2 Saran
Dalam kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan sebaiknya praktikan lebih
memperhatikan penjelasan dari asisten, hal ini bertujuan agar praktikum dapat berjalan lancar
dan data yang diperoleh valid. Selain itu dalam kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan
sebaiknya dalam pengamatan terakhir yaitu pada saat tanaman jagung mengeluarkan tongkol,
hal ini tujuannya adalah agar praktikan memahami apakah jarak tanam dan jumlah benih
yang ditanam dalam satu lubang berpengaruh terhadap produksi tongkol, besar tongkol dan
keseragaman kemasakan dari tongkol tanaman jagung.
DAFTAR PUSTAKA


Abdul, F. 2010. Efektivitas Pupuk Organik Saputra Nutrient Pada Tanaman Jagung. Journal Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp) Sulawesi Selatan.

Irianto. 2007. The Response Of Sweet Corn (Zea Mays Saccharata Sturt) On The Application Of
Town Waste Compost. Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 2.

Nyimas, M. 2004. Growth Of Maize (Zea Mays L.) Fertilized With Nitrogen Of Different Rates And
Methods Of Placement On Ultisols Land With Minimum Tillage System.Jurnal Agronomi
10(1):9-2.

Purwono, 2002. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya: Bogor

Purwono. 2005. AAK Jagung. Kanisius: Yogyakarta.

Subekti. 2007. Morfologi, Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia Maros.

Syafri, E. 2010. Kajian Paket Teknologi Budidaya Jagung Pada Lahan Kering Di Provinsi
Jambi. Journal Prosiding Pekan Serealia Nasional.Vol. 12.

Teguh, S. 2006. Penggambaran Pseudosection Bawah Permukaan Dari Suatu Proses Evapotranspirasi
Tanaman Jagung Menggunakan Program Res2dinv. Journal Berkala Fisika Vol.9: No.3, Hal
119-129.

Warismo, 2000. Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta.














1
PRODUKTIVITAS PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT
KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI
(Desa Bram Itam Kanan Kecamatan Betara)
Jumakir dan Endrizal
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi
ABSTRAK
Pembangunan pertanian diutamakan untuk meningkatkan produksi pertanian
terutama bahan pangan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini
dapat dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Dalam usaha memperluas areal
pertanian di Indonesia terdapat beberapa jenis lahan yang akan dimanfaatkan salah
satunya adalah lahan pasang surut. Lahan pasang surut di Desa Bram Itam Kanan
Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat, tanaman jagung merupakan
komoditas yang diusahakan sebagai tanaman campuran dan salah satu komoditas
penunjang dalam kegiatan usahatani. Potensi tanaman jagung di lahan pasang surut cukup
baik dan sebagai sumber pendapatan petani, namun rata-rata produktivitasnya rendah
2,21 t/ha. Rendahnya produktivitas tanaman jagung disebabkan karena masih
menggunakan benih lokal atau tidak bermutu, tanpa pemupukan, tanpa penambahan
bahan amelioran. Rendahnya produksi jagung mempengaruhi kontribusi pendapatan
petani. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produksi pertanaman jagung
perlu diperbaiki teknis budidaya melalui pendekatan PTT meliputi penggunaan benih
bermutu, varietas unggul, pemupukan sesuai anjuran dan dolomit.
Kata kunci : Jagung, Produktivitas dan masalah, Lahan pasang surut
ABSTRACT
Prioritized agricultural development to increase agricultural production, especially
of foodstuffs in order to meet domestic demand. This can be done with the intensification
and extensification. In an effort to expand the agricultural area in Indonesia there are
several types of land to be utilized one of which is tidal swamp land. Tidal swamp land in
the village of Bram Itam Kanan Sub District Betara Tanjung Jabung Barat District, maize
is cultivated as a crop commodity mix and one of supporting the activities of farm
commodities. The potential for corn crops in the swamp area quite well and as asource of
farmer income, but average productivity is low 2,21 t/ha. The low productivity of maize
crop due to still use local seeds or not qualified, without fertilization, without the addition
of ameliorant. The low production of maize affect the contribution of farmers income.
This show that to increase production of maize cultivation needs to be improved
technically over the PTT approch involves the use of quality seeds, improved varities,
fertilizer as directed and dolomite.
Key words : Maize, Productivity and issues, Tidal swamp land 2
PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian diutamakan untuk meningkatkan produksi pertanian
terutama bahan pangan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini
dapat dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Dalam usaha memperluas areal
pertanian di Indonesia terdapat beberapa jenis lahan yang akan dimanfaatkan salah
satunya adalah lahan pasang surut.
Lahan pasang surut merupakan lahan marjinal yang memegang peranan penting
dalam pengembangan pertanian tidak hanya untuk menyangga produksi pangan nasional
tapi juga memberikan peluang bagi diversifikasi pertumbuhan industri pedesaan,
peningkatan pendapatan dan pengembangan wilayah (Manwan et al. 1992). Pemanfaatan
lahan rawa pasang surut menjadi lahan pertanian sesunguhnya telah lama dimulai oleh
petani Bugis dan Banjar jauh sebelum PU mereklamasi lahan rawa pasang surut dalam
skala besar. Banyak diantara lahan tersebut yang direklamasi telah menjadi lahan
pertanian dan pemukiman yang berhasil, tetapi ada pula yang belum berhasil
menjadikannya sebagai daerah pertanian yang berkelanjutan (Sinukaban, 1999).
Provinsi Jambi diperkirakan memiliki lahan rawa seluas 684.000 ha. Dari luasan
tersebut berpotensi untuk pengembangan pertanian 246.481 ha terdiri dari lahan lahan
rawa pasang surut 206.832 ha dan lahan non pasang surut seluas 40.521 ha (Bappeda,
2000). Lahan pasang surut di Provinsi Jambi sebagian besar terdapat di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.
Lahan pasang surut Provinsi Jambi telah lama diusahakan oleh penduduk lokal
maupun penduduk transmigrasi. Tanaman yang berkembang pesat diusahakan petani
selain padi adalah palawija (jagung dan kedelai). Hasil penelitian Ismail et al. (1995)
menunjukkan bahwa lahan rawa pasang surut cukup potensial untuk usaha pertanian baik
untuk tanaman pangan, perkebunan, hortikultura maupun usaha peternakan. Kedepan
lahan rawa ini menjadi sangat strategis dan penting bagi pengembangan pertanian
sekaligus mendukung ketahanan pangan dan usaha agribisnis (Alihamsyah, 2003).
Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan penting dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Kebutuhan jagung nasional terus meningkat, terutama
untuk pakan dan industri. Untuk pakan permintaan jagung sudah mencapai lebih dari 50
% kebutuhan nasional. Hal ini menuntut perlunya upaya peningkatan produksi secara 3
berkelanjutan (Deptan, 2009). Di lahan pasang surut, khusunya di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat Kecamatan Betara Desa Bram Itam Kanan, tanaman jagung merupakan
komoditas yang diusahakan sebagai tanaman campuran dan salah satu komoditas
penunjang dalam kegiatan usahatani. Luas pertanaman jagung di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat 922 ha sedangkan di Kecamatan Betara 162 ha (BP4K Kabupaten
Tanjabbar, 2010). Pertanaman jagung di lahan pasang surut diusahakan petani diberbagai
tipologi lahan diantaranya lahan potensial, sulfat masam dan bergambut. Teknologi
budidaya tanaman jagung yang dilakukan petani belum berdasarkan budidaya sesuai
anjuran dan pemupukan tidak sesuai rekomendasi serta tanpa penambahan bahan
amelioran. Usaha peningkatan produksi tanaman tidak akan mampu meningkatkan
pendapatan petani apabila tidak dibarengi perbaikan teknologinya. Keadaan ini tentunya
memerlukan dukungan teknologi spesifik lokasi (Lopulisa dan Ala, 1998). Selanjutnya
Adnyana et al. (1993) dan Adnyana (2002) bahwa penerapan teknologi sesuai dengan
kondisi biofisik dan sosial ekonomi, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan
oleh produsen dalam meningkatkan nilai tambah. Untuk itu perlu pemahaman
permasalahan ditingkat petani sehingga memudahkan dalam merakit teknologi dan proses
adopsi teknologi tersebut dapat berlangsung lebih mudah. Pengkajian ini bertujuan
melihat produktivitas dan masalah pertanaman jagung di lahan pasang surut Desa Bram
Itam Kanan Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
KARAKTERISIK LAHAN PASANG SURUT
Lahan rawa umumnya dinilai sebagai ekosistem yang marjinal dan rapuh, namun
lahan tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan bagi pengembangan komoditas
tanaman pangan, perkebunan dan perikanan. Menurut Widjaya Adhi et al. (1992) bahwa
lahan rawa dibedakan berdasarkan sampainya pengaruh air pasang surut di musim hujan
dan pengaruh air laut di musim kemarau, terbagi atas tiga zone yaitu : 1) pasang surut
payau/salin (zone I), 2) pasang surut air tawar (zone II) dan non pasang surut/lebak (zone
III). Selanjutnya Djafar (1992) mengatakan bahwa lahan pasang surut adalah daerah rawa
yang dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut, terletak
dibagian muara sungai atau sepanjang pantai. Lahan lebak adalah daerah rawa yang 4
dalam proses pembentukannya tidak dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut, namun
dipengaruhi oleh banjir air sungai atau genangan air hujan yang terlambat keluar terletak
dibagian tengah dan hulu sungai.
Lahan pasang surut berdasarkan agroekosistem dapat dibedakan ke dalam 4
tipologi utama yaitu lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut dan lahan salin.
1) Lahan potensial adalah lahan yang lapisan atasnya 0-50 cm, mempunyai kadar pirit
rendah 2 persen dan belum mengalami proses oksidasi. 2) Lahan sulfat masam adalah
lahan yang mempunyai lapisan pirit atau sulfidik pada kedalaman < 50 cm dan semua
tanah yang memiliki lapisan sulfirik, walaupun kedalaman lapisan piritnya > 50 cm.
Lapisan pirit atau lapisan sulfidik adalah lapisan tanah yang kadar piritnya > 2 persen.
Horison sulfirik adalah lapisan yang menunjukkan adanya jerosite (brown layer) atau
proses oksidasi pirit pH (H2O) < 3,5. Lahan sulfat masam dibedakan dalam (i) lahan
sulfat masam aktual dan (ii) lahan sulfat masam potensial yang tidak atau belum
mengalami proses oksidasi pirit. 3) Lahan gambut adalah lahan rawa yang mempunyai
lapisan gambut dan digolongkan berdasarkan ketebalan gambut yaitu gambut dangkal
(ketebalan 50-100 cm), gambut sedang (ketebalan 100-200 cm), gambut dalam (200-300
cm) dan gambut sangat dalam (> 300 cm). Muktamar dan Adiprasetyo (1993)
mengatakan bahwa lahan gambut mempuntai prospek yang besar untuk budidaya
tanaman. Untuk budidaya kelapa dan kelapa sawit dapat dilakukan pada gambut sedang
dan dalam. 4) Lahan salin adalah lahan yang mendapat pengaruh air asin, apabila
mendapat pengaruh air laut/asin lebih dari 4 bulan dalam setahun dan kandungan Na
dalam larutan tanah 8 persen sampai 15 persen.
Lahan pasang surut berdasarkan hidrotopografi dibedakan menjadi empat tipe
yang membutuhkan manajemen yang berbeda. Tipe A merupakan daerah rawa yang
selalu terluapai air pasang besar maupun pasang kecil. Tipe B adalah lahan yang hanya
terluapi oleh pasang besar. Tipe C merupakan lahan yang tidak terluapi air pasang, baik
pasang besar maupun pasang kecil tetapi kedalaman air tanah kurang dari 50 cm dari
permukaan tanah. Tipe D adalah lahan tidak terluapi air pasang baik pasang besar
maupun pasang kecil tetapi kedalaman air tanah lebih dari 50 cm dari permukaan tanah.
Penataan lahan dan sistem tata air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pengembangan pertanian dilahan pasang surut dalam kaitannya dengan optimalisasi 5
pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya lahan. Lahan pasang surut dapat ditata sebagai
sawah, tegalan dan surjan disesuaikan dengan tipe luapan air dan tipologi lahan serta
tujuan pemanfaatannya (Tabel 1). Sistem tata air yang yang teruji baik dilahan pasang
surut adalah sistem aliran satu arah (one way flow system) dan sistem tabat (dam
overflow). Penetapan sistem tata air disesuaikan dengan tipologi lahan dan tipe luapan air
serta komoditas yang diusahakan. Pada lahan tipe luapan air A dengan sistem aliran satu
arah, sedangkan tipe luapan air B diatur dengan sistem satu arah dan tabat. Tipe luapan
air C dan D dengan sistem tabat dengan pintu stoplog. dengan pembuatan saluran, pintu
air dan tanggul.
Tabel 1. Acuan penataan lahan masing-masing tipologi lahan dan tipe luapan
air di lahan pasang surut
Tipologi Lahan Tipe luapan air
A B C D
Potensial Sawah Sawah/surjan Sawah/surjan/tegalan Sawah/tegalan/
kebun
Sulfat masam Sawah Sawah/surjan Sawah/surjan/tegalan Sawah/tegalan/
kebun
Bergambut Sawah Sawah/surjan Sawah/tegalan Sawah/tegalan/kebun
Gambut dangkal Sawah Sawah/surjan Sawah/tegalan Tegalan/kebun
Gambut sedang - konservasi Tegalan/perkebunan Perkebunan
Gambut dalam - Konservasi Tegalan/perkebunan Perkebunan
Salin Sawah/tambak Sawah/tambak - -
Sumber ; Widjaya Adhi (1995) dan Alihamsyah et al. (2003)
KARAKTERISTIK WILAYAH
Kabupaten Tanjung Jabung Barat merupakan kabupaten yang terbentuk dari
pemekaran Kabupaten Tanjung Jabung menjadi wilayah Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Terbentuknya Kabupaten Tanjung Jabung
Barat adalah berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 54 Tahun 1999
tanggal 4 Oktober 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo,
Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Wilayah Kabupaten
Tanjung Jabung Barat berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Tanjung Jabung yang
pada saat itu terdiri atas wilayah : Kecamatan Batang Asam, Kecamatan Tungkal Ulu,
Kecamatan Merlung, Kecamatan Tungkal Ilir, Kecamatan Betara, Kecamatan Pengabuan, 6
Kecamatan Bram Itam, Kecamatan Senyerang, Kecamatan Muara Papalik, Kecamatan
Ranah Mendaluh, Kecamatan Tebing Tinggi, dan Kecamatan Seberang Kota. Luas
wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah 5.503,5 km
2
dengan ibu kota yang
berkedudukan di Kuala Tungkal (BPS, 2008).
Kabupaten Tanjung Jabung Barat terletak antara 0
0
53 01
0
41

Lintang Selatan
dan antara 103
0
23 104
0
21

Bujur Timur. Beriklim tropis, dan memiliki ketinggian
yang bervariasi mulai dari kurang dari 0-25 m dpl (44,79 %), 25-500 m dpl (52,78 %),
dan > 500 m dpl (2,43 %). Usahatani yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat
terdiri dari tanaman pangan, tanaman perkebunan dan peternakan. Tanaman pangan yang
dominan di wilayah ini adalah padi sawah (13.902 Ha), padi ladang (1.427 Ha) dan
jagung (427 Ha). Tanaman perkebunan pada umumnya perkebunan rakyat. Luas
perkebunan rakyat adalah kelapa sawit (13.332,9 Ha), tanaman kelapa (55.610,6 Ha) dan
tanaman karet (15.458 Ha). Di wilayah ini juga terdapat perkebunan swasta yang terbesar
adalah kelapa sawit (42.825,2 Ha) dan karet (2.968 Ha). Jumlah ternak di wilayah ini
yang terbesar populasinya adalah kambing (10.099 ekor), sapi (972 ekor), dan kerbau
(522 ekor).
Desa Bram Itam Kanan merupakan salah satu desa di Kecamatan Betara
Kabupaten Tanjung Jabung Barat merupakan daerah yang memiliki luas wilayah 25.900
ha yang terdiri dari daratan 20.000 ha, dan sawah pasang surut 5.900 ha. Luas
pertanaman jagung sekitar 150 ha dan diusahakan sebagai tanaman campuran. Jumlah
penduduk 5.125 orang dan jumlah KK sebanyak 1.274 KK (Monografi desa, 2009).
Desa ini sebelah Utara berbatasan dengan desa Tanjung Sijulang, sebelah Selatan
desa purwodadi, sebelah Timur dengan desa Bram Itam Kiri dan sebelah Barat dengan
desa Parit Pudin. Jarak ke ibu kota kecamatan adalah 5 km dengan lama tempuh 10-15
menit perjalanan, dapat ditempuh dengan kendaraan umum atau sepeda motor atau jalan
air. Jarak ke ibu kota kabupaten adalah 20 km dengan lama tempuh 10-20 menit
perjalanan, dapat ditempuh dengan kendaraan umum atau sepeda motor atau jalan air.
Desa Bram Itam Kanan dengan topografi datar terletak pada ketinggian 2,5 m dari
permukaan laut. Keadaan tanah di desa Betara termasuk tipologi lahan sulfat masam dan
bergambut yang dipengaruhi oleh masuknya air asin pada bulan Juli sampai September
mempunyai pH antara 4 5. Usahatani dominan di desa ini adalah tanaman perkebunan 7
sekitar 60 persen dan tanaman pangan 40 persen. Tanaman perkebunan yang dominan
diusahakan petani adalah kelapa dalam sedangkan tanaman pangannya seperti padi dan
palawija diantaranya jagung.
PRODUKTIVITAS DAN MASALAH
Lahan rawa pasang surut termasuk lahan marginal namun potensinya cukup
menjanjikan sebagai daerah pertanian yang produktif seperti tanaman Jagung. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menghasilkan teknologi untuk pengelolaan
lahan rawa pasang surut dan teknologi budidaya jagung, namun dalam pelaksanaanya
masih ada kendala yang harus dihadapi diantaranya kendala agrofisik, biologis dan sosial
ekonomi sehingga pengembangannya memerlukan perencanaan, penangan dan
pengelolaam yang cermat (Alihamsyah, 2003). Produktivitas tanaman jagung masih
rendah yaitu 2,21 t/ha (Tabel 2), namun potensi tanaman jagung di lahan pasang surut
cukup baik dan sebagai sumber pendapatan petani. Ditingkat petani harga jagung Rp
2.500/kg pipilan kering dengan pemasaran 80 persen pasar lokal dan 20 persen pasar luar
(rantai pemasaran : Petani-pengumpul-pengecer-konsumen). Permasalahan pertanaman
jagung di desa Bram Itam Kanan diantaranya masih menggunakan benih lokal atau benih
unggul bermutu, tanaman jagung tidak dilakukan pemupukan sesuai teknologi anjuran
dan tanpa penambahan bahan amelioran, selain itu hama seperti burung (setelah tanam
umur 7-10 hari) dan babi (menjelang panen). Sedangkan menurut Alihamsyah (2003)
bahwa pertumbuhan tanaman di lahan pasang surut menghadapi berbagai kendala seperti
kemasaman tanah, keracunan dan defisiensi hara, salinitas serta air yang sering tidak
sesuai dengan kebutuhan tanaman. Oleh karena itu, peluang peningkatan produksi jagung
masih dapat ditingkatkan dengan cara mengikuti teknologi yang dianjurkan. 8
Tabel 2. Luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi tanaman jagung Kecamatan
Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat tahun 2008-2009
Jagung Kecamatan Betara Kabupaten Tanjabbar
2008 2009 2008 2009
Luas tanam (ha) 162 144 802 922
Luas panen (ha) 135 130 684 755
Produkivitas (t/ha) 2,15 2,21 2,17 2,18
Produksi (ton) 290 286,91 1.484 1.642,15
Sumber : BP4K Kabupaten Tanjabbar (2010)
Upaya untuk meningkatkan produktivitas jagung melalui penerapan teknologi
dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Komponen teknologi PTT
jagung adalah komponen teknologi dasar meliputi 1) varietas unggul baru, hibrida atau
komposit, 2) benih bermutu dan berlabel, 3) populasi 66.00-75.000 tanaman/ha dan
pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman serta penambahan bahan amelioran seperti
dolomit. Sedangkan komponen teknologi pilihan meliputi 1) penyiapan laha, 2)
pembuatan saluran drainase, 3) pemberian bahan organik, 4) pembubunan, 5)
pembumbunan, 6) pengendalian gulma, 7) pengendalian hama dan penyakit dan 8) panen
dan pasca panen (Deptan, 2009). Selanjutnya Abdurachman (2005), bahwa dalam upaya
meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman serta kesejahteraan petani perlu suatu
strategi yang didukung oleh teknologi tepat guna yang mengarah pada perbaikan
pengelolaan usahatani melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani serta
sekaligus mempertahankan kesuburan tanah melalui tindakan konservasi tanah dan air.
Strategi ditingkat petani secara luas dapat dilakukan melalui pengembangan agribisnis
yang mampu mengembangkan usaha pertanian komersial berorientasi pasar,
meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil pertanian secara optimal (Badan
Litbang Pertanian, 2005). 9
Tabel 3. Masalah dan pemecahannya pertanaman jagung di desa Bram Itam Kanan
Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi
Masalah Sumber Masalah Akar Masalah Pemecahan Masalah
1.Pengetahuan
dan ketrampilan
rendah
Pembinaan ditingkatkan melalui
pendekatan kelompok tani dan
sekolah lapang
1. Peningkatan dinamika
kelompok tani
2.Ketersediaan
saprodi terbatas
2. Kemitraan kelompok tani
dengan lembaga penyedia
saprodi
3. Modal terbatas Inovasi kelembagaan modal
Produktivitas
rendah
Teknologi
kurang
intensif
4.Penerapan
inovasi teknologi
kurang
Pembinaan ditingkatkan dan
introduksi inovasi teknologi
Pengusahaan tanaman jagung di desa Bram Itam Kanan mempunyai berbagai
permasalahan (Tabel 3), antara lain penerapan inovasi teknologi kurang, pengetahuan
dan ketrampilan rendah, ketersediaan saprodi terbatas, dan modal terbatas. Menurut
Bahrein (2008), bahwa penerapan inovasi teknologi untuk komoditas jagung merupakan
salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan sistem agribisnis jagung. Dengan
penerapan inovasi teknologi tepat guna spesifik lokasi diharapkan dapat dicapai
peningkatan produksi, produktivitas, efisiensi dan mutu produk yang selanjutnya akan
membawa peningkatan nilai tambah agribisnis bagi kesejahteraan petani. Menurut
Siregar (1999) bahwa kondisi sosial ekonomi petani sangat berpengaruh terhadap adopsi
teknologi budidaya tanaman. Selanjutnya Santoso et al. (2003) bahwa agar adopsi
teknologi budidaya tanaman dapat berlanjut perlu adanya bantuan modal berupa kredit
sehingga petani dapat menambah pembelian pupuk terutama P dan K serta dorongan
pemerintah daerah. Adopsi teknologi merupakan suatu proses mental dan perubahan
perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan petani sejak mengenal
sampai memutuskan untuk menerapkannya (Taryoto, 1996) 10
KESIMPULAN
1. Tanaman jagung di desa Bram Itam Kanan diusahakan sebagai tanaman campuran
dan salah satu komoditas penunjang dalam kegiatan usahatani.
2. Potensi tanaman jagung di lahan pasang surut cukup baik dan sebagai sumber
pendapatan petani, namun rata-rata produktivitas rendah 2,21 t/ha.
3. Rendahnya produktivitas tanaman jagung disebabkan karena masih menggunakan
varietas lokal/benih unggul bermutu, tidak dilakukan pemupukan sesuai anjuran, dan
tanpa penambahan bahan amelioran untuk meningkatkan produksi jagung perlu
diperbaiki teknis budidaya melalui pendekatan PTT diantaranya penggunaan varietas
unggul, benih bermutu/berlabel, pemberian pupuk dan dolomit.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana MD, M Syam dan I Manwan. 1993. Percepatan proses adopsi teknologi.
Dalam M Syam, Hermanto, H Kasim dan Sunihardi. Kinerja Penelitian Tanaman
Pangan. Bogor I.
Adnyana M. 2002. Konsep dan pengkajian sistem usahatani (SUT) dan sistem
usahatani pertanian (SUP). Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. BPTP
Jawa Timur. 5(1) : 1-16
Abdurachman , A. 2005. Rangkuman bahasan lahan kering di Indonesia. Teknologi
Pengelolaan lahan kering menuju pertanian produktif dan ramah lingkungan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor
Alihamsyah T. 2003. Hasil penelitian pertanian pada lahan pasang surut. Prosiding
Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik
Lokasi Jambi, 18-19 Desember 2003. BPTP Jambi dan Bappeda. Jambi
Alihamsyah T, D Nazeim, Mukhlis, I Khairullah, HD Noor, M Sarwani, Sutikno, Y
Rina, FN Saleh dan S Abdussamad. 2003. Empat puluh tahun Balittra;
Perkembangan dan Program Penelitian Ke Depan. Balai Penelitian Tanaman
Pangan Lahan Rawa. Badan Litbang Pertanian. Banjarbaru
Badan Litbang Pertanian. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis jagung.
Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian. Jakarta 11
Bahrein, S. 2008. Pengkajian pengembangan model agribisnis jagung pada lahan kering
di Kabupaten Ciamis. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian.Vol 11 Nomor 1, Maret 2008.
Bappeda. 2000. Potensi, prospek dan pengembangan usahatani lahan pasang surut.
Dalam Seminar Penelitian dan Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut.
Kuala Tungkal, 27-28 Maret 2000. ISDP. Jambi
BP4K. 2010. Programa penyuluhan pertanian perikanan dan kehutanan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat. BPS Kabupaten Tanjung Jabung Barat
BPS. 2008. Tanjung Jabung Barat dalam angka. Bappeda dan BPS Kabupaten Tanjung
Jabung Barat. Provinsi Jambi
Deptan. 2009. Pedoman umum PTT Jagung. Depatemen Pertanian. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta
Djafar ZR. 1992. Potensi lahan rawa lebak untuk pencapaian dan pelestarian swasembada
pangan. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pemanfaatan Lahan Rawa untuk
Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan. UNSRI Palembang.
Ismail IG, T Alihamsyah, IPG Widjaja Adhi, Suwarno, T Herawati, R Taher dan DE
Sianturi. 1993. Sewindu penelitian pertanian di lahan rawa (1985-1993)
Kontribusi dan prospek pengembangan. Swamps II. Badan Litbang Pertanian.
Jakarta
Lopulisa C dan A Ala. 1998. Klasifikasi tipologi sumberdaya lahan menuju
penerapan teknologi spesifik lokasi untuk pengembangan hortikultura. Dalam
Prosiding Seminar Hortikultura kerjasama Faperta Universitas Hasanuddin
dengan IPPP Janeponto
Manwan I, IG Ismail, T Alihamsyah dan S Hardjono. 1992. Teknologi untuk
pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut. Dalam Risalah Pertemuan
Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Cisarua
3-4 Maret. Puslitbangtan. Bogor
Muktamar Z dan T Adiprasetyo. 1993. Studi potensi lahan gambut di Provinsi Bengkulu
untuk tanaman semusim. Prosiding Seminar Nasional Gambut II.
Santoso, P., A. Suryadi, H. Subagiyo dan Yuniarti. 2003. Kajian Adopsi Paket Teknologi
Sistem Usaha Pertanian Kedelai di Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian 6 (1): 50-63.
Sinukaban N. 1999. Pembangunan pertanian berkelanjutan di lahan rawa. Lokakarya
Nasional Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Lahan rawa, 23-26 Nopember 1999.
Jakarta 12
Siregar M. 1999. Pembinaan Sistem Perbenihan Terpadu; kasus komoditas kedelai.
Forum Penelitian Agro Ekonomi. Bogor
Taryoto, AH. 1996. Telaah, Teoritik dan Empirik Difusi Inovasi Pertanian. Forum
Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian. Bogor
Widjaya Adhi IPG, K Nugroho, D Ardi dan AS Karama. 1992. Sumber daya lahan rawa :
Potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Prosiding: Pengembangan Terpadu
Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak.
Widjaja Adhi IPG. 1995. Pengelolaan tanah dan air dalam pengembangan sumber
daya lahan rawa untuk usahatani berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Karang Agung. Palembang.

Anda mungkin juga menyukai