Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan penggunaan teknologi pertanian sangat pesat dalam upaya


meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi bahan pangan sebagai salah satu
kebutuhan pokok hidup manusia yang terus bertambah. Penerapan teknologi
pertanian baik dalam kegiatan prapanen maupun pasca panen, menjadi penentu
dalam mencapai kecukupan pangan baik kuantitas maupun kualitas produksi.
Teknologi pertanian telah berperan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas
usahatani komoditas pangan di negara-negara maju dan negara-negara berkembang
termasuk Indonesia

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu teknologi pertanian ?

2. Sejarah teknologi pertanian ?

3. Apa teknik pengolahan pangan ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami definisi teknologi pertanian

2. Untuk mengetahui teknologi pengolahan pangan


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Teknologi Pertanian

Teknologi pertanian merupakan penerapan prinsip-prinsip matematika dan ilmu


pengetahuan alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumber daya
pertanian dan sumber daya alam untuk kesejahteraan manusia.Falsafahnya
teknologi pertanian merupakan praktik-empirik yang bersifat pragmatik finalistik,
dilandasi paham mekanistik-vitalistik dengan penekanan pada objek formal
kerekayasaan dalam pembuatan dan penerapan peralatan, bangunan, lingkungan,
sistem produksi serta pengolahan dan pengamanan hasil produksi.Objek formal
dalam ilmu pertanian budidaya reproduksi berada dalam fokus budidaya,
pemeliharaan, pemungutan hasil dari flora dan fauna, peningkatan mutu hasil panen
yang diperoleh, penanganan, pengolahan,dan pengamanan serta pemasaran
hasil.Oleh sebab itu, secara luas cakupan teknologi pertanian meliputi berbagai
penerapan ilmu teknik pada cakupan objek formal dari budidaya sampai pemasaran.

1. Sejarah Teknologi Pertanian


Bidang teknologi pertanian secara keilmuan merupakan hibrida dari ilmu teknik
dan ilmu pertanian. Sejarah lahirnya ilmu-ilmu dalam lingkup teknologi pertanian
dipicu oleh kebutuhan untuk pemenuhan pembukaan dan pengerjaan lahan
pertanian secara luas di Amerika Serikat maupun eropa pada pertengahan abad ke-
18. Perkembangan pendidikan tinggi teknologi pertanian di Indonesia yang dimulai
awal tahun 1960-an tidak terlepas dari perkembangan pendidikan tinggi teknik dan
pertanian sejak zaman pendudukan Belanda yang memang secara historis
meletakkan dasarnya di Indonesia. Perang dunia I yang terjadi di Eropa telah
menyebabkan gangguan hubungan internasional antara lain, armada sulit untuk
masuk ke Samudra Hindia sehingga tenaga-tenaga ahli yang sebelumnya banyak
didatangkan dari Eropa mengalami kesulitan.Pencetakan tenaga ahli teknik
menengah dan tinggi (baik untuk bidang teknik dan pertanian) menjadi kebutuhan
oleh pemerintah Hindia Belanda pada waktu pendudukan di Indonesia. Untuk
mencukupi kebutuhan tenaga terampil bidang pertanian, peternakan dan
perkebunan yang secara intensif dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Jawa
dan Sumatra dalam program cultur stelseels pada awal abad ke-19.
Kawasan Hilal Subur di Asia Barat, serta Mesir dan India merupakan lokasi awal
pembudidayaan tanaman untuk mendapatkan hasilnya. Sebelum aktivitas ini
dimulai, manusia terbiasa mencari sumber makanan di alam liar. Pertanian
berkembang secara independen di berbagai tempat di dunia, yaitu di China, Afrika,
Papua, India, dan Amerika. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian
telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi
industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan
pertama yang dialami manusia. Setiap bagian di dunia memiliki perkembangan
penguasaan teknologi pertanian yang berbeda-beda, sehingga garis waktu
perkembangan pertanian bervariasi di setiap tempat. Di beberapa bagian di Afrika
dan Asia Tengah masih dijumpai masyarakat yang semi-nomaden (setengah
pengembara), yang telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau bercocok
tanam, namun tetap berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara
itu, di Amerika Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu orang
telah mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang.
Berbagai teori dan hipotesis mengemuka mengenai bagaimana manusia berpindah
dari budaya berburu ke budaya bercocok tanam.
a . Hipotesis Oasis
Dikemukakan oleh Raphael Pumpelly pada tahun 1908 dan dipopulerkan oleh
Vere Gordon Childe yang merangkum hipotesis tersebut ke dalam buku Man Makes
Himself. Hipotesis ini menyatakan bahwa ketika iklim menjadi lebih kering,
komunitas populasi manusia mengerucut ke oasis dan sumber air lainnya bersama
dengan hewan lain. Domestikasi hewan berlangsung bersamaan dengan penanaman
benih tanaman.
b . Hipotesis Lereng Berbukit (Hilly Flanks).
Dikemukakan oleh Robert Braidwood pada tahun 1948 yang memperkirakan
bahwa pertanian dimulai di lereng berbukit pegunungan Taurus dan Zagros, yang
berkembang dari aktivitas pengumpulan biji-bijian di kawasan tersebut.
c . Hipotesis Perjamuan
Dikemukakan oleh Brian Hayden yang memperkirakan bahwa pertanian
digerakkan oleh keinginan untuk berkuasa dan dibutuhkan sebuah perjamuan besar
untuk menarik perhatian dan rasa hormat dari komunitas. Hal ini membutuhkan
sejumlah besar makanan.
d . Teori Demigrafik
Diusulkan oleh Carl Sauer pada tahun 1952, yang diadaptasikan oleh Lewis Binford
dan Kent Flannery. Mereka menjelaskan bahwa peningkatan populasi akan semakin
mendekati kapasitas penyediaan oleh lingkungan sehingga akan membutuhkan
makanan lebih banyak dari yang bisa dikumpulkan. Berbagai faktor sosial dan
ekonomi juga mendorong keinginan untuk mendapatkan makanan lebih.
e . Hipotesis Evolusioner oleh David Rindos
Mengusulkan bahwa pertanian merupakan adaptasi evolusi bersama antara
tumbuhan dan manusia. Diawali dengan perlindungan terhadap spesies liar,
manusia lalu menginovasikan praktik budi daya berdasarkan lokasi sehingga
domestikasi terjadi.

2. Perkembangan Teknologi Pertanian


Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli prasejarah saat ini
bersepakat bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di daerah "bulan sabit
yang subur" di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada waktu itu daerah ini masih lebih
hijau daripada keadaan sekarang. Berdasarkan suatu kajian, 32 dari 56 spesies biji-
bijian budidaya berasal dari daerah ini. Daerah ini juga menjadi satu dari pusat
keanekaragaman tanaman budidaya (center of origin) menurut Nikolai Vavilov.
Jenis-jenis tanaman yang pertama kali dibudidayakan di sini adalah gandum, jelai
(barley), buncis (pea), kacang arab (chickpea), dan flax (Linum usitatissimum).
Di daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan jenis tanaman lain sesuai
keadaan topografi dan iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza sativa) dan jewawut (dalam
pengertian umum sebagai padanan millet) mulai didomestikasi sejak 7500 SM dan
diikuti dengan kedelai, kacang hijau, dan kacang azuki. Padi (Oryza glaberrima) dan
sorgum dikembangkan di daerah Sahel, Afrika 5000 SM. Tanaman lokal yang
berbeda mungkin telah dibudidayakan juga secara tersendiri di Afrika Barat,
Ethiopia, dan Papua. Tiga daerah yang terpisah di Amerika (yaitu Amerika Tengah,
daerah Peru-Bolivia, dan hulu Amazon) secara terpisah mulai membudidayakan
jagung, labu, kentang, dan bunga matahari.
Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk Indonesia, cenderung
mengembangkan masyarakat yang tetap mempertahankan perburuan dan
peramuan karena relatif mudahnya memperoleh bahan pangan. Migrasi masyarakat
Austronesia yang telah mengenal pertanian ke wilayah kepulauan Indonesia
membawa serta teknologi budi daya padi sawah serta perladangan.
3. Sejarah Teknologi Pertanian Berdasarkan lokasi
a. Kerajaan Romawi
Pertanian pada zaman Romawi berkembang dengan berdasarkan praktik
pertanian yang telah ditemukan oleh bangsa Sumeria yang ditransfer melalui
runtunan kebudayaan. Pertanian bangsa Romawi memiliki fokus utama sebagai
perdagangan dan ekspor. Bangsa Romawi meletakkan dasar sistem ekonomi yang
menjadi pondasi Abad Pertengahan. Ukuran lahan usaha tani dapat dibagi menadi
tiga kategori, yaitu lahan usaha tani ukuran kecil (berukuran 18-88 iugera), ukuran
menengah (80-500 iugera), dan ukuran besar (disebut latifunda, berukuran lebih
dari 500 iugera). Ukuran satu iugera sekitar 0.65 acre.
Bangsa romawi memiliki empat sistem manajemen pertanian, yaitu diatur langsung
oleh pemilik lahan dan keluarganya; memanfaatkan budak pekerja dengan diawasi
oleh pengawas budak; sistem bagi hasil (sharecropping) antara pemilik lahan dan
penyewa lahan; dan disewakan. Setiap provinsi memiliki spesialisasi tersendiri dan
saling mensuplai hasil pertanian satu sama lain. Beberapa memproduksi serealia,
lainnya memproduksi minuman anggur, dan yang lainnya memproduksi zaitun,
tergantung jenis lahan yang terdapat diprovinsi tersebut.
b. China
Catatan sejarah yang ada sejak tahun 481 SM hingga 220 M menggambarkan
perkembangan pertanian di China yang mencakup sistem lumbung nasional dan
praktik serikultur atau budi daya ulat sutra. Perdagangan dan pemanfaatan secara
kuliner juga tercatat.
China telah mengembangkan mesin tumbuk bertenaga air pada abad ke 1 SM
khusus digunakan untuk pertanian. Pompa rantai telah ditemukan pada abad ke 1 M
bertenaga air maupun hewan, yang menggerakan sistem roda mekanik.Pompa ini
terutama digunakan untuk mengairi saluran irigasi, namun juga bisa digunakan
untuk menyediakan air bagi masyarakat.
c. Indus
Kapas dibudidayakan pertama kali pada milenium ke 5 SM di India.Sedangkan
gandum dan barley didomestikasikan sejak tahun 9000 SM. Domestikasi domba,
kambing, dan sapi terjadi beberapa lama setelah itu. Sekitar tahun 8000 SM- hingga
6000 SM, domestikasi gajah juga terjadi. Praktik pertanian yang paling mencolok
mencakup perontokan, penanaman dengan sistem baris, dan sistem lumbung. Pada
milenium ke 5 SM, peradaban pertanian menjadi umum di Kashmir. Padi telah
menjadi bahan baku makanan utama masyarakat India sejak tahun 8000
SM.Perkembangan kebudayaan lainnya pada bidang pertanian lalu muncul dan
mengembangkan budi daya padi di Asia Tenggara.
Irigasi berkembang di peradaban lembah sungai Indus sekitar 4500 SM.Ukuran
peradaban dan kesejahteraan tumbuh sehingga membutuhkan perencanaan sipil
seperti drainase dan selokan. Bajak yang ditarik oleh hewan dimulai pada tahun
2500 SM di tempat tersebut.
d. Amerika Tengah
Di Amerika Tengah, teosinte liar didomestikasikan melalui seleksi sehingga
memunculkan jagung, lebih dari 6000 tahun yang lalu. Jagung lalu tersebar di
Amerika Utara dan menjadi tanaman pertanian utama masyarakat pribumi di sana
hingga kehadiran bangsa penjelajah dari Eropa.Tanaman pertanian utama lainnya
meliputi labu, kacang-kacangan, dan kakao. Kalkun juga didomestikasikan pertama
kali di Meksiko atau selatan Amerika Serikat.
Di Amerika Tengah, bangsa Aztec merupakan masyarakat yang aktif bercocok
tanam dan memiliki ekonomi berbasis pertanian. Lahan di sekitar danau Texcoco
ketika itu merupakan lahan yang subur dan cukup untuk memproduksi pangan bagi
kerajaan yang sedang berkembang. Bangsa Aztec juga mengembangkan irigasi, teras
di lereng gunung, dan pemupukan. Chinampa merupakan salah satu temuan
terbesar mereka, yang disebut juga dengan "kebun terapung".
e . Amerika Selatan
Di sekitar kawasan Andes, Amerika Selatan, kentang menjadi tanaman
domestikasi utama yang terjadi sejak 5000 tahun yang lalu. Sejumlah besar kacang-
kacangan juga didomestikasikan. Llama, alpaca, dan guinea pig menjadi hewan yang
didomestikasikan. Tumbuhan koka masih menjadi tanaman pertanian utama sampai
sekarang.
Peradaban Andes didominasi oleh masyarakat pertanian. Bangsa Inca telah
memahami peran cuaca dan tanah bagi pertanian. Adaptasi teknologi pertanian
telah digunakan secara terencana dan memungkinkan produksi berbagai jenis hasil
pertanian di berbagai tempat seperti pinggir pantai, gunung, dan hutan.
f. Amerika Utara
Masyarakat pribumi di kawasan timur Amerika Serikat telah membudidayakan
berbagai jenis tanaman seperti bunga matahari, tembakau, berbagai jenis labu dan
Chenopodium, juga tanaman yang tidak lagi dibudidayakan seperti marshelder dan
jelai kecil. Padi liar dan maple juga telah dibudidayakan. Strawberry dibudidayakan
pertama kali di Amerika bagian timur laut. Pecan dan anggur Concord, pernah
dibudidayakan, namun sempat menghilang hingga kembali dibudidayakan pada
abad ke 19.
Masyarakat pribumi di kawasan yang saat ini California dan Pasifik melakukan
berbagai jenis usaha kebun hutan dan pertanian tongkat api (fire-stick farming) di
kawasan padang rumput, hutan, dan rawa. Mereka mampu memanfaatkan ekologi
api sehingga tidak menyebabkan kebakaran hutan dan mampu menunjang usaha
pertanian berkelanjutan secara berpindah (permakultur alam liar").
g. Australia
Hingga dimulainya kolonisasi Inggris di Australia pada tahun 1788, masyarakat
pribumi Australia dicirikan sebagai masyarakat pemburu dan pengumpul yang tidak
melakukan aktivitas pertanian atau bentuk produksi pangan lainnya. Namun Rhys
Jones mengemukakan pada tahun 1969 bahwa masyarakat pribumi Australia
mungkin melakukan pembakaran padang rumput dan hutan secara sistematis untuk
mempertahankan tanaman tertentu dan menghilangkan tanaman yang tidak
dibutuhkannya. Pada tahun 1970an dan 1980an, sebuah penelitian arkeologi yang
dilakukan di Victoria menemukan bahwa pemeliharaan belut dan sistem penjebakan
ikan telah ada sejak 5000 tahun yang lalu.
2.2. Teknik Pengolahan Pangan
Teknik Pengolahan Pangan, Adapun teknik dasar pengolahan bahan pangan
dibedakan menjadi dua yaitu teknik pengolahan makanan panas basah (moist heat)
dan teknik pengolahan panas kering (dry heat cooking).
Teknik pengolahan makanan panas basah (moist heat) adalah mengolah bahan
makanan dengan menggunakan bahan dasar cairan untuk mematangkannya. Suhu
cairan pada teknik pengolahan makanan panas basah tidak pernah lebih dari suhu
didih. Berikut ini yang termasuk teknik pengolahan pangan panas basah :
a . Teknik merebus (boiling)
Adalah mengolah bahan makanan dalam cairan yang sudah mendidih. Cairan yang
digunakan dapat berupa air, kaldu, atau susu. Caranya bahan makanan dapat
dimasukkan ke dalam cairan yang masih dalam keadaan dingin atau dalam air yang
panas.
b . Teknik poaching
Ialah cara memasak bahan makanan dalam bahan cair sebatas menutupi bahan
makanan yang direbus dengan api kecil di bawah titik didih (92° – 96°C). Bahan
makanan yang di-poach ini adalah bahan makanan yang lunak atau lembut dan tidak
memerlukan waktu lama dalam memasaknya seperti buah-buahan, sayuran, telur,
dan ikan. Cairan bisa berupa kaldu, air yang diberi asam, cuka, dan susu.
c . Teknik braising
Adalah teknik merebus bahan makanan dengan sedikit cairan (kira-kira setengah
dari bahan yang akan direbus) dalam panci tertutup dengan api dikecilkan secara
perlahan-lahan. Efek dari braising ini sama dengan menyetup, yaitu untuk
menghasilkan bahan makanan yang lebih lunak dan aroma yang keluar menyatu
dengan cairannya.
d. Stewing (menggulai/menyetup)
Mengolah bahan makanan yang terlebih dahulu ditumis bumbunya, dan direbus
dengan cairan yang berbumbu dan cairan yang tidak terlalu banyak dengan api
sedang. Maksud dari dimasak dengan api sedang dan dalam waktu yang lama agar
aroma dari bahan masakan keluar dengan sempurna. Pengolahan dengan teknik ini
harus sering diaduk secara hati-hati agar tidak mudah hancur. Pada proses stewing,
cairan yang dipakai yaitu air, susu, santan, dan kaldu.
f.Teknik mengukus (steaming)
Memasak bahan makanan dengan uap air mendidih. Sebelum mengukus bahan
makanan alat pengukus yang sudah berisi air harus dipanaskan terlebih dahulu
hingga mendidih dan mengeluarkan uap, baru masukkan bahan makanan pada
steamer atau pengukus. Uap air panas akan mengalir ke sekeliling bahan makanan
yang sedang dikukus. Efek dari teknik ini ialah menjadikan makanan lebih lunak dan
lembut. Nilai gizi bahan makanan tidak banyak yang hilang karena tidak bersentuhan
langsung dengan air. Makanan yang diolah dengan cara ini yaitu puding, bolu,
maupun sayuran, ikan dan ayam.
g.Teknik simmering
Teknik memasak bahan makanan dengan saus atau bahan cair lainnya yang
dididihkan dahulu, kemudian api dikecilkan di bawah titik didih dan direbus lama, di
mana di permukaannya muncul gelembung–gelembung kecil. Teknik ini biasanya
digunakan untuk membuat kaldu yang mengeluarkan ekstrak dari daging yang
direbus.
h.Teknik mengetim
Memasak bahan makanan dengan menggunakan dua buah panci yang berbeda
ukuran, Salah satu panci berukuran lebih kecil. Cara ini memang memerlukan waktu
yang lama, seperti membuat nasi tim dan cokelat.
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Perkembangan penggunaan teknologi pertanian sangat pesat dalam upaya


meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi bahan pangan sebagai salah satu
kebutuhan pokok hidup manusia yang terus bertambah. Penerapan teknologi
pertanian baik dalam kegiatan prapanen maupun pasca panen, menjadi penentu
dalam mencapai kecukupan pangan baik kuantitas maupun kualitas produksi.
Teknologi pertanian telah berperan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas
usahatani komoditas pangan di negara-negara maju dan negara-negara berkembang
termasuk Indonesia.
3.2. Saran

Kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk menyempurnakan makalah
teknologi pertanian dan teknik pengolahan pangan di berbagai zaman ini sebab kami
sebagai penyusun sadar bahwa makalah yang kami susun jauh dari kata sempurna

DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sejarah_pertanian
https://buguruku-com.cdn.ampproject.org/v/s/buguruku.com/teknik-pengolahan-
pangan/?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16372436721642&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fbuguruku.com%2Fteknik-pengolahan-pangan%2F

Anda mungkin juga menyukai