KAJIAN KEPUSTAKAAN
yang meliputi segala aktivitas teknis dan ekonomis dalam hal pemeliharaan
sehari-hari seperti reproduksi, cara dan sistem pemberian pakan, sanitasi, serta
point) tahun 1983. Faktor-faktor penentu teknis merupakan tolak ukur dalam
menilai tingkat tatalaksana peternakan sapi perah. Standarisasi impact point yang
peternakan sapi perah dalam Guide to Good Dairy Farming Practice edisi
pertama terbit tahun 2004 dan edisi kedua terbit tahun 2011. Edisi pertama
lingkungan. Edisi kedua juga membahas lima aspek tersebut dan satu aspek
makanan yang berkualitas baik, tingkat produksi akan tetap rendah atau tingkat
11
Sapi perah dara dapat dikawinkan pertama kali pada umur 15 bulan
apabila sudah mencapai bobot 275 kg jika sapi dara sudah dikawinkan pada umur
tersebut maka pada umur 24-30 bulan sapi dara sudah beranak pertama (Sudono,
dkk. 2005). Umur beranak pertama kurang dari 2 tahun dapat menurunkan
produktivitas, baik untuk beranak lagi ataupun untuk berproduksi susu (Prihatin,
dkk. 2007). Sapi FH dan keturunannya dapat beranak pertama pada umur 24 bulan
asalkan manajemen pakan pada saat pedet dan dara dilakukan dengan baik
namun penundaan lebih dari 24 bulan produksi susu akan menurun (Nilforooshan
gangguan reproduksi dan mendapatkan angka konsepsi yang tinggi sebaiknya sapi
histology, involusi benar-benar terjadi secara sempurna antara 50-60 hari setelah
beranak. Di KUD Sinar Jaya rata-rata induk sapi perah dikawinkan pada interval
32-188 hari atau rata-rata 77,82 ± 29,61 hari setelah beranak (Rasad, 2009).
12
pelayanan (service) yang dibutuhkan oleh seekor betina untuk sampai terjadi
kebuntingan (Toelihere 1993). Service per conception yang tinggi dapat terjadi
karena manajemen perkawinan yang buruk. Nilai S/C sapi FH untuk beberapa
daerah di pulau Jawa memperlihatkan nilai lebih dari 2.0. Menurut Sarwiyono,
dkk. (1993) sapi FH di wilayah Jawa Timur mempunyai nilai S/C 2.5 di daerah
Menurut Hafez (2000) dan Izquierdo, dkk (2008) selang beranak adalah
jangka waktu dari saat induk beranak hingga saat beranak berikutnya yaitu selama
12-13 bulan. Penelitian yang telah dilakukan di daerah Bogor dan Lembang
mendapatkan bahwa selang beranak yang lebih dari 365 hari akan mengurangi
(calving interval) yang optimal untuk sapi perah adalah 12-13 bulan (Sudono,
dkk. 2005).
Hazard atau bahaya yang berkaitan dengan keamanan pangan asal ternak
dapat terjadi pada setiap mata rantai (Bahri, 2008). Bahaya tersebut meliputi
penyakit ternak, penyakit yang ditularkan melalui pangan atau yang disebut food
borne diseases, dan kontaminan bahan kimia atau bahan toksik lainnya. Program
manejeman pada proses on farm penting diterapkan mengingat susu yang baik
berasal dari sapi yang sehat. Poin penting dalam manajemen kesehatan:
13
penggunaan obat-obatan serta bahan kimia secara aman (FAO dan IDF, 2011).
mencegah masuk atau keluarnya suatu penyakit oleh karena itu, biosecurity dapat
dan upaya untuk memutuskan rantai masuknya agen penyakit ke induk semang
dan atau untuk menjaga agen penyakit yang disimpan dan diisolasi dalam suatu
hewan selama masa karantina, serta menempatkan dan menangani ternak yang
penggunaannya dan sesuai dengan syarat disinfektan yang baik: aman, efektif, dan
peternak telah menyebabkan penyimpangan residu obat pada produk ternak lebih
dari 60, sekitar 50% disebabkan tidak dipatuhinya waktu henti pemberian obat.
14
Peternak sapi perah di Jawa Barat hanya 20% yang mengetahui jenis obat yang
digunakan oleh petugas Dinas Peternakan atau koperasi, dari 20% hanya 14,28%
yang mengetahui waktu henti obat dan sebanyak 8,16% tidak menjual susu ke
koperasi selama 2-5 hari setelah pengobatan hanya. (Kusmaningsih, dkk., 1996).
Residu antibiotik dalam pangan asal ternak dapat mengakibatkan reaksi alergi,
memerah yang efektif dan efisien, menjamin kesehatan ternak, dan kualitas susu
yang dihasilkan (FAO dan IDF, 2011). Manajemen pemerahan terbagi menjadi
ambing menggunakan air hangat, dan pemerahan awal yaitu mengeluarkan 3-4
pancaran susu awal dari masing-masing puting. Hasil penelitian Pavicic, dkk.
(2008), bahwa pembersihan dan suci hama ambing serta puting sapi mempunyai
dampak yang signifikan dalam menurunkan jumlah bakteri patogen dan sel
somatik. Menurut Handayani dan Purwanti (2010), jumlah sel somatik dan
kandungan bakteri dapat dijadikan indikator kesehatan ambing. Suci hama ambing
dan puting sebelum pemerahan juga secara signifikan dapat menurunkan infeksi
bersih, menjaga tangan tetep bersih dan kering, dan memotong kuku secara teratur
(FAO dan IDF, 2011). Hasil penelitian Handayani dan Purwanti (2010), tangan
dan koliform. Forsythe dan Hayes (1998) juga menjelaskan bahwa di bawah kuku
manusia dapat ditemukan bakteri patogen sampai 107 CFU/cm2, dengan demikian
jarak, waktu, dan metode pemerahan. Pemerahan harus berada dalam selang
waktu yang dianjurkan yaitu 12 dan 12 jam atau 9 dan 15 jam. Pemerahan harus
menyaring susu menggunakan kain yang higienis, dan menyetor susu ke TPK.
desinfektan pada puting sapi dengan tujuan untuk mencegah masuknya bakteri
dari luar. Desinfektan yang digunakan dapat menutup saluran-saluran susu pada
puting agar tidak terkontaminasi bakteri dari udara sekitar yang dapat
FAO dan IDF (2011) menyatakan bahwa penggunaan bahan kimia termasuk
terdiri dari lindan (0,0029 mg/kg), heptakhlor (0,0099 mg/kg) dan klorfirifos
dapat mempengaruhi kualitas produk ternak baik berupa daging atau susu.
berkadar protein tinggi, mudah dibudidayakan, daya adaptasi tinggi, dan produksi
tinggi merupakan suatu masalah yang sering terjadi di daerah tropis terutama pada
menggunakan hijauan lokal (Saragi, 2014). Bahan baku pakan lokal adalah setiap
dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Sukria dan Krisnan 2009). Limbah pertanian
dapat dikatakan sebagai bahan pakan hijauan lokal. Berdasarkan penelitian Saragi
berpotensi untuk dijadikan pakan ternak, yaitu jerami padi, jerami jagung, limbah
Pemberian hijauan sekitar 10% dari bobot badan hanya mampu memenuhi
kebutuhan hidup pokok serta produksi susu sebanyak 3-4 liter/hari (Sutarno dan
Adiarto 2002). Penambahan konsentrat terutama pada sapi perah yang sedang
konsentrat yang lazim diberikan pada sapi perah di daerah sentra produksi adalah
yang diproduksi oleh koperasi susu yang umumnya berbahan dasar sisa hasil
pertanian dan agroindustri dengan harga yang relatif murah dengan nilai nutrisi
yang bervariasi. Pakan yang seimbang adalah pakan dengan kandungan nutrisi
dalam jumlah dan proporsi yang memenuhi kebutuhan fisiologis, reproduksi dan
welfare adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peternakan sapi perah. Prinsip
1). Bebas dari rasa lapar dan haus. Sapi perah yang dipelihara harus cukup
2). Bebas dari rasa tidak nyaman. Temperatur dan kelembaban sesuai untuk
hidup, terlindung dan secara fisik nyaman untuk bergerak dan beristirahat.
3). Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit. Program pencegahan penyakit
baik infeksi ataupun non infeksi, pengamatan dini terhadap tingkah laku
tidak normal, dan melakukan diagnosis yang cepat dalam usaha mengatasi
4). Bebas dari rasa takut dan stres. Selama pemeliharaan ternak harus terjamin
5). Bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah. Ruang yang cukup
pakan dan air, kandang dan peralatan, manajemen peternakan, dan manajemen
19
kesehatan (IDF, 2008). Peternak atau orang yang bekerja pada suatu peternakan
harus memiliki skill yang terlatih dan memiliki kemampuan dasar : membedakan
kondisi sapi yang sehat atau tidak, memahami arti dari perubahan tingkah laku
2.2.6. Lingkungan
berdampak pada seluruh aspek lingkungan, seperti udara, lahan dan tanah, air,
perubahan iklim dan keanekaragaman hayati baik secara langsung ataupun tidak
digunakan untuk peternakan dan dari total lahan agriculture 70% diantaranya
total persediaan air global 7% diantaranya digunakan untuk iragasi tanaman pakan
pencemaran tersebut berasal dari limbah ternak, antibiotik dan hormon, bahan
(CO2), metana (CH4), dan dinitro oksida (N2O). Gas Rumah Kaca yang dihasilkan
oleh peternakan jauh lebih besar dari sumbangan gas rumah kaca
Menurut Herawati (2012), aspek yang mempengaruhi besar kecilnya emisi gas
Usaha peternakan sapi perah harus memberikan manfaat baik dari segi
ekonomi ataupun dari segi sosial. Menurut FAO dan IDF (2011) social
Keduanya membahas dua resiko dalam menjalankan usaha sapi perah yaitu
Sumber Daya Manusia (SDM) dan manajeman keuangan. Kedua elemen tersebut
harus dijalankan secara seimbang dan berkesinambungan, dalam hal ini suatu
yang berlaku, diantaranya beban kerja yang sesuai, tidak adanya eksploitasi (anak
dibawah umur), keamanan dalam kerja harus terjamin, dan kesejahteraan serta
memberikan dampak yang baik pula bagi keuntungan usaha sapi perah. Membuat
anggaran adalah hal mendasar dari manajeman keuangan, hal tersebut dapat