Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PKL MANAJEMEN KESEHATAN SAPI

LIMOUSIN DI BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN


SINGOSARI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Keberhasilan usaha pembibitan sapi sangat tergantung pada tatalaksana pemeliharaan yang

diterapkan. Tatalaksana pemeliharaan yang tidak benar akan berpengaruh terhadap hasil produksi

bahkan dapat mengakibatkan kerugian yang besar. Umumnya pengembangan pembibitan sapi

potong di Indonesia masih sangat diperlukan perbaikan dari manejemen pemuliaan ternak yang

terarah dan berkesinambungan sehingga mampu memproduksi bibit sesuai standar

(Permentan,2014).

Pemeliharaan dan pengembangan sapi pejantan sebagai pejantan unggul untuk diambil

semennya sering mengalami kesulitan, karena diperlukan pengetahuan,pengalaman dan kriteria

dasar. Kriteria dasar tersebut meliputi pemilihan bangsa, genetik dan kesehatan ternak. Pemeriksaan

kesehatan perlu dilakukan terutama terhadap kemungkinan terserang atau mengidap penyakit yang

dapat ditularkan memalui perkawinan. Penyakit-penyakit yang akan mengganggu kemampuan

reproduksi perlu di ketahui dan di petakan secarah akurat, sehingga upaya pengendalian,

pencegahan dan penanganan bisa membuahkan hasil yang optimal (Santoso,2014). Beberapa

permasalahan seperti kualitas semen pejantan yang sering mengalami penurunan, bahkan semen

tidak bisa ditampung karena pejantan tidak bisa menaiki pemancing (Libido rendah).

            Faktor utama produktifitas ternak adalah kesehatan ternak, pakan dan lingkungan sekitar

ternak. Pengendalian penyakit pada suatu peternakan merupakan salah satu bagian yang penting

dalam sebuah usaha peternakan, karena pengendalian penyakit berhubungan langsung dengan

kesehatan ternak yang merupakan bagian dari faktor pendukung produktifitas ternak. Kesehatan

ternak dapat diketahui dengan melihat status fisiologisnya, melalui dari tingkah laku hingga
konsumsi pakan hariannya (Akoso,2006). Ternak yang terserang penyakit akan mengakibatkan

turunya produksi semen dan kualitas semen yang dihasilkan, bahkan dampak yang paling fatal

adalah dapat menyebabkan kematian pada ternak tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam kegiatan praktik kerja lapang adalah bagaimana manajemen

kesehatan sapi Limousin di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari.

1.3. Tujuan

Tujuan praktik kerja lapang di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari  adalah untuk

mengetahui manajemen kesehatan sapi Limousin di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB)  Singosari

serta mengidentifikasi kasus penyakit yang pernah menyerang sapi pejantan Limousin di Balai Besar

Inseminasi Buatan Singosari Kabupaten Malang, Jawa Timur

1.4. Manfaat

Manfaat dari praktik kerja lapang di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari untuk

memperoleh pengalaman secara langsung dan memperoleh wawasan yang lebih luas mengenai

dunia peternakan khususnya di dunia kesehatan ternak serta memperoleh bekal yang dapat

digunakan dalam dunia kerja.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Sapi limousin

            Sapi Limousin termasuk  Bos taurus berasal dari Perancis, merupakan sapi potong

yang berkualitas baik. Secara genetik sapi Limousin adalah sapi potong yang berasal dari wilayah

beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary
intake  (kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi

dan metabolic rate  yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan lebih teratur. Sapi

Limousin mempunyai beberapa keistimewaan di bandingankan dengan sapi bangsa lainnya yaitu

merupakan sapi tipe besar dengan pertumbuhan yang lebih cepat dengan kualitas daging sapi lebih

bagus, tampa lemak, dagingnya empuk dan lezat, serta lebih tahan terhadap serangan penyakit juga

mempunyai karakteristik reproduksi yang tinggi dan mudah digunakan dalam proses persilangan

(Yulianto dan Suprianto,2014).

2.2. Ciri-Ciri Sapi Sehat

Ciri-ciri sapi sehat harus diketahui oleh petugas peternak atau peternak, karena hal ini

penting untuk menetapkan diagnosa awal dari status fisiologi. Sapi yang sehat memiliki ciri mata

yang bersinar, kondisi tubuhnya normal, bagian tubuh aktif bergerak, serta tanggap dengan keadaan

sekitar (Akoso,2006). Sapi yang memiliki dada yang lebar dengan tulang rusuk yang panjang serta

tanpa adanya cacat pada tubuhnya, ciri lain dari ternak yang sehat adalah kulit dan bulunya tampak

bersih,mengkilap serta halus dan alat gerakanya terutama ekor selalu aktif mengibas (Sugeng 2000).

2.3. Biosecurity

            Sistem biosecurity merupakan upaya pencegahan penyebaran suatu penyakit yang

memungkinkan dapat menginfeksi pada ternak disuatu farm. Menurut komara (2008) tindakan

pencegahan penyakit merupakan tindakan yang bijaksana untuk mencegah berbagai macam

timbulnya penyakit (Sugeng dan Sudarmono, 2008).

            Tujuan dari sistim Biosecurity adalah untuk meminimalisir keberadaan penyebab penyakit,

meminimalkan kesempatan agen penyakit berhubungan dengan induk semang, dan membuat

kontaminasi lingkungan oleh agen seminimal mungkin (Sudarisman, 2000).

2.4. Pemeriksaan Sapi

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pengamatan jarak jauh dan pengamatan jarak dekat

terhadap sapi. Sapi yang sehat akan menunjukan sikap aktif, sigap dan tanggap terhadap keadaan di
lingkungan sekitarnya (Akoso,2006). Sedangkan sapi yang tidak sehat akan menunjukan sikap yang

selayaknya yaitu mata bersinar, mulut dan hidung tidak berlendir serta bagian tubuh aktif bergerak.

2.5.  Penyakit Pada Ternak sapi

Penyakit merupakan hal yang merugikan dalam usaha ternak baik dalam pembibitan

maupun penggemukan, contoh penyakit yang dapat menular melalui perkawinan seperti Brucellosis,

Leptospirosis, Enzootic Bovine Leucosis  (EBL) dan infection Bovine Rhinotracheitis (IBR) yang bisa

berpengaruh terhadap kualitas semen yang dihasilkan (Hartati, 2010). Adanya dua belas (12),

penyakit yang harus bebas pada sapi jantan maupun betina dalam usaha breeding yang dilakukan

yaitu, Brucellosis, infectious Bovine Rhinotracheitis, Tuberculosis, Antrax, Anaplasmosis,

Leptospirosis, Salmonellosis, Bovine Genital Campylobacteriosis, Johne’s Disease, Pink

eye,  dan Clostridial disease  (Ditjen Peternakan  dan Kesehatan Hewan, 2012)

2.6. Pencegahan Penyakit

            Pencegahan penyakit perlu dilakukan guna menghindari penularan penyakit berbahaya yang

dapat mengganggu produktifitas. Pencegahan penyakit menular dipusatkan pada penggunaan agen

biologis melalui pemberian vitamin, serta melakukan tindakan isolasi terhadap ternak yang terserang

penyakit untuk mencegah penularan penyakit berbahaya pada ternak lainnya (Akoso 2008).

Pencegahan penyakit yang paling sederhana dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan sapi dan

kandang serta pemberian vitamin atau mengisolasi ternak yang terjangkit dan melakukan

pengobatan kepada ternak yang  terserang penyakit tersebut (Saparinto,2014).

2.7. Penanganan Penyakit

Pengobatan  penyakit yang menyerang ternak sapi biasanya dilakukan   pemberian obat-

obatan berdasarkan  pada gejala klinis yang muncul, berdasarkan hasil dari pemeriksaan fisik dan

diagnosa  penyakit.  Terapi yang diberikan bisa berupa terapi symtomatis  misalkan

obat analgesik dan antipiretik, kuasatif (Penyebab) misalnya menggunakan obat antibiotik,

dan suportif misalnya meggunakan vitamin B-complex.


2.8.  Recording

Recording  merupakan pencatatan terhadap riwayat ternak yang meliputi pencatatan identitas

ternak,status fisiologi ternak serta riwayat penyakit yang pernah menyerang ternak

tersebut. Recording sangat penting untuk mengetahui sejauh mana kondisi kesehatan ternak.

Manfaat Recording  diantaranya adalah sebagai data identifikasi, informasi produktifitas, informasi

reproduksi serta data status kesehatan ternak (Kurnianto dkk.2008).

Recording  sangat diperlukan dalam usaha peternakan karena dapat dijadikan evaluasi pengelolaan

dan perencanaan pengelolaan suatu usaha peternakan.

2.9. Vaksinasi

Pengendalian penyakit hewan adalah suatu upaya mengurangi interaksi antara hospes agent

(penyebab penyakit) sampai pada tingkat dimana hanya sedikit hewan yang terinfeksi, karena

jumlah agen penyakit telah dikurangi atau dimatikan, oleh sebab itu hospes telah dilindungi dan

infeksi pada hospes dapat dicegah. Salah satu cara untuk melakukan pengendalian terhadap

penyakit adalah dengan melakukan upaya pencegahan penyakit diantaranya dengan melakukan

vaksinasi. Tujuan vaksinasi adalah memberikan kekebalan (antibodi) pada ternak sehingga dapat

melawan antigen atau mikroorganisme penyebab penyakit.

Vaksinasi adalah pemberian antigen untuk merangsang sistem kekebalan menghasilkan

antibodi khusus terhadap penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus,bakteri dan protozoa.

‘Pengebalan hewan” dapat dilakukan melalui vaksinasi, imunisasi (pemberian antisera), peningkatan

status gizi dan hal lain yang mampu meningkatkan kekebalan hewan (Roth H.J. & Gay C.G. 2006).

Mekanisme efektor dalam respon imun spesifik dilaksanakan melalui 2 cara yaitu:

a)      Imunitas humoral, yang menggunakan substansi berbentuk globulin yang dinamakan antibody yang

bersifat sangat spesifik

b)      Imunitas seluler, yang melibatkan jenis limfosit atau sering dinamakan limfosit T.

Vaksinasi juga mendukung kepentingan ekonomi yang disebabkan oleh penyakit. Artinya,

menurunkan kejadian penyakit berarti mengurangi biaya pemeliharaan, mencegah menurunnya


pertumbuhan berat badan, dan produksi susu ataupun fertilitas yang diakibatkan oleh penyakit.

Beberapa vaksin juga dapat melindungi manusia agar tidak tertular oleh penyakit zoonosis.

2.10.  Diagnosa Laboratorium sebagai Diagnosa Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai pemeriksaan penapisan (screening)

dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan penapisan dimaksudkan untuk mendeteksi adanya suatu

penyakit sedini mungkin agar intervensi dapat dilakukan lebih efektif. Umumnya pemeriksaan

penapisan relatif sederhana dan mempunyai kepekaan tinggi. Pemeriksaan diagnostik dilakukan

pada pasien yang memiliki gejala, tanda klinik, riwayat penyakit atau nilai pemeriksaan penapisan

yang abnormal. Pemeriksaan diagnostik ini cenderung lebih rumit dan spesifiK untuk pasien secara

individual. Pemeriksaan laboratorium seperti hematologi, urinalisis, kimia darah perlu dilakukan

untuk menunjang diagnosa suatu penyakit pada hewan ternak (KEMENKES,2011).

2.11. Sanitasi

            Tindakan sanitasi adalah tindakan yang yang dijalankan dalam pemeliharaan sapi bertujuan

untuk menjaga kesehatan melalui kebersihan agar ternak terbebas dari infeksi penyakit. Menurut

Santoso (2006), tingkat sanitasi dan higine merupakan indikator kebaikan manajemen kesehatan

ternak. Oleh karnanya ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menyusun program kesehatan

ternak yaitu:

a)      Sanitasi lingkungan yang terbaik adalah menjaga kebersihan. Penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme dan parasite lebih mudah berkembang biak pada lingkungan yang kotor.

b)       Keadaan yang harus bersih hama pada peralatan oprasional yang digunakan dalam melakukan

tatalaksana, sehingga menjamin kebersihan kesehatan.

c)       Digunakan beberapa desinfektan, tetapi harus diingat bahwa desinfektan sering inaktif bila terjadi

kontak dengan bahan organik seperti darah, jaringan tinja, atau tanaman (sisa pakan) desinfektan

biasannya diaplikasikan pada benda mati seperti perlatan.


BAB III

MATERI DAN METODE

3.1.Lokasi dan waktu Kegiatan

Praktik Kerja Lapang ini dilaksanakan di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari yang

berada di Desa Toyomarto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, Jawa Timur. PKL ini dilaksanakan

selama satu bulan dua minggu mulai tanggal 25 September sampai dengan 07 November 2018.

3.2.Khalayak Sasaran

Khalayak sasaran dan Khalayak sarana pada pelaksanaan praktik kerja lapang adalah

Pejantan Sapi Limousim di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur

3.3.Materi

Materi yang digunakan dalam praktik kerja lapang yaitu 78 ekor Sapi Limousin di Balai Besar

Inseminasi Buatan Singosari Kabupaten Malang, sebagai objek pengamatan utama dan

data recording kesehatan Sapi Limousin di BBIB Singosari. Alat yang digunakan dalam penyusunan

Laporan Praktik Kerja Lapang untuk mendokumentasikan setiap kegiatan penanganan penyakit yang

terjadi di BBIB Singosari.

3.4.Metode

Metode yang digunakan dalam praktik kerja lapang ini adalah:

a)      Observasi

Pengambilan data primer dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lokasi praktik kerja

lapang Manajemen kesehatan sapi Limousin dilokasi meliputi: Pemantauan kesehatan harian,

Biosecurity, Survailence penyakit, Tindakan pencegahan penyakit, Desinfeksi kandang, Tindakan

penanganan, penyakit, Pemberian vitamin, Pemberian obat cacing, Perawatan kuku, Tindakan

karantika, Rekomendasi medik  dan isolasi, Pengobatan.


b)      Partisipasi aktif  dan ikut terlibat langsung dalam seluruh kegiatan yang ada pada saat Praktik Kerja

Lapang (PKL)

c)      Wawancara langsung dengan karyawan dan juga petugas KESWAN Balai Besar Inseminasi Buatan

Singosari secara langsung

3.5.Analisis Data             

            Data yang di peroleh dianalisa secara deskriptif kemudian dibandingkan dengan pustaka

BAB  IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Lokasi Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari

            Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari terletak di Dusun Glatik, Desa Toyomarto,

Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari

berada pada ketinggian 800-1200 m diatas permukaan laut, dengan rata-rata suhu antara 16-22 ºC,

kelembaban udara berkisar antara 70-90% dan curah hujan 2,233 mm/tahun.

            Luas areal Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari adalah 67,72 hektar dilengkapi

dengan bangunan perkantoran, asrama, gedung belajar, audiotorium, guest house, kebun tanaman

pakan ternak, kandang sapi dan kambing, serta laboratorium.

4.2. Sejarah Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari

            Pemerintah Jawa Timur pada tahun 1976 melakukan kerjasama dengan Pemerintahan Belgia

(AB05 dan ATA73) dengan tujuan untuk mendirikan laboratorium di daerah Wonocolo, Surabya Jawa

Timur. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.314/Kpts/Org/5/1978 pada tanggal 25 Mei


1978, Pemerintah pusat mengambil alih pengolahan laboratorium dan menetapkan sebagai Cabang

Balai Inseminasi Buatan Wonocolo. Pada tahun 1982, laboratorium di Wonocolo dipindahkan ke

Singosari Malang Jawa Timur, kemudian pada tahun 1984 Direktur Jendral menetapkan sebagai

Cabang Balai Inseminasi Buatan (BIB) Singosari. Pada tahun 1986 terjadi kerjasama dengan

Pemerintahan Jepang dalam pengembangan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Singosari “The

Strenghening of Singosari Artificial Center – ATA 223”  , melaui Japan Intational Cooperation Agency

(JICA).

            Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.193/Kpts/OT>212/2/1988 tanggal 29 Februari

1988, dilakukan peningkatan status Cabang Balai Inseminasi Buatan (BIB) Singosari menjadi Balai

Inseminasi Buatan (BIB) Singosari. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan

No.52/OT.210/Kpts/0896 pada tanggal 29 Agustus 1996 Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB)

Singosari ditetapkan sebagai Pusat Pelatihan Inseminasi Buatan. Berdasarkan Keputusan Menteri

Pertanian No.681/Kpts/OT.140/11/2004 pada tanggal 25 November 2004 status intitusional Balai

Inseminasi Buatan (BIB) Singosari menjadi Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, kemudian

pada tanggal 5 Februari 2010 Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari ditetapkan menjadi Pola

Pengolahan Keuangan PPK-BLU berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan

No.54/KMK.05/2010.

Gambar 1.Motto Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari.

4.2.1.  Motto Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari


Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari memiliki motto “Setetes Mani Sejuta

Harapan”  yang telah teregistrasi di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia No.IDM000138723.

Dengan motto tersebut Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari senantiasa memproduksi

semen beku berkualitas sesuai dengan SNI 01-4869-1-2008 dengan menggunakan bahan pengencer

yang berkualitas dan mesin-mesin moderen.

            Sebagai jaminan terhadap kualitas semen beku Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari,

laboratorium Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari telah terakditasi yang kedua kalinya

pada tanggal 19 Februari 2010, Menerapkan dan Memelihara Sistim Mutu sesuai ISO/IEC

17025;2005.

4.4. Visi dan Misi

Visi dari Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari yaitu:

 “Menjadi Model BLU yang Handal, Akuntabel, dan Inovatif Berbasis Teknologi Peternakan Bertaraf

Internasional”.

            Sedangangkan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari adalah:

1.      Meningkatkan produksi dan diserfikasi semen beku serta produk layanan penunjang yang

berkualitas.

2.      Melaksanakan replacement pejantan dan produksi bibit unggul secara berkesinambungan yang

ditunjang oleh optimalisasi pakan ternak dan biosecurity.

3.      Meningkatakan profesionalisme SDM melalui pendidikan dan pelatihan serta promosi dan

penempatan berdasarkan kompetensi guna tercapainya kesejahteraan.

4.      Mengoptimalkan fasilitas serta meningkatkan nilai tambah aset fisik dan intelektual pengembangan

teknologi dan pendaftaran hak paten merek.

5.      Meningkatkan kualitas pelayanan, pemasaran dan penjualan produk, monitoring dan evaluasi.
6.      Meningkatkan tertib administrasi dan keuangan, efisiensi dan akuntabilitas, koordinsi dan

komunikasi serta pelayanan guna mewujudkan manajemen bisnis moderen.

4.5. Struktur Organisasi


Struktur organisasi di balai besar inseminasi buatan (BBIB) singosari berdasarkan peraturan menteri

pertanian nomor : 40/permentan/OT.140/6/2012 tanggal 5 juni 2012 adalah terdiri dari

4.6. Tugas Pokok Dan Fungsi Organisasi                                                  

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 40/permentan/OT.140/6/2012, tanggal 5

Juni 2012, BBIB Singosari memiliki tugas pokok sebagai berikut :

4.6.1.Tugas Pokok                                                                            
Produksi, Distribusi, Pemasaran dan pemantauan mutu semen ternak unggul serta

pengembangan inseminasi buatan”

4.6.2. Fungsi Organisasi                                                                                           

Balai besar inseminasi buatan (BBIB) Singosari memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Penyusunan program, evaluasi dan laporan kegiatan produksi, pemasaran dan pemantauan

mutu semen ternak unggul, serta pengembangan inseminasi buatan;

2. Pelaksanaan produksi dan pemberian saran teknis produksi semen ternak unggul;

3. Pelaksanaan pengujian dan pemantauan mutu semen ternak unggul;

4. Pelaksanaan pengembangan inseminasi buatan dan metoda produksi;

5. Pelaksanaan pemeliharaan pejantan ternak unggul;

6. Pelaksanaan perawatan kesehatan pejantan ternak unggul;

7. Pelaksanaan pengawasan dan penyedian pakan pejantan ternak unggul;

8. Pelaksanaan pengujian keturunan dan peningkatan mutu genetik pejantan ternak unggul;

9. Pelaksanaan kerjasama dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya;

10. Pelaksanaan penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran hasil produksi;

11. Pengelolaan prasarana dan sarana produksi;

12. Pengelolaan informasi dan promosi hasil produksi;

13. Pengelolaan urusan tata usaha, rumah tangga dan perlengkapan.

4.7.Inovasi Organisasi

BBIB Singosari telah mengembangkan beberapa “Inovasi” baik dalam produksi semen ataupun

inovasi dalam kerjasama dalam dan luar negeri. Berikut adalah beberapa inovasi BBIB Singosari :

4.7.1.Inovasi Produksi Semen

1. Produksi Semen Beku Ikan pada tahun 1996

2. Produksi Semen Beku Sexing pada tahun 2004

3. Produksi Semen Beku Kambing Gembrong pada tahun 2014


4. Produksi Semen Beku Domba Sapudi pada tahun 2014

5. Produksi Semen Ayam pada tahun 2014

6. Produksi Semen Beku Kuda pada tahun 2014

7. Produksi Semen Banteng Cross pada tahun 2015

4.7.2.Inovasi Kerjasama Dalam Negeri

1. Riset Inovasi Produktif UB-LPDP-BBIB Singosari

2. Bimbingan Teknis Kolaborasi BBIB Singsosari dengan Rumah Kelinci

3. Produksi Semen Wagyu dengan IPB

4. Kolaborasi Wisata Alam BBIB Singosari denga Komunitas Off Road

5. CSR kepada masyarakat sekitar BBIB Singosari

4.7.3.Inovasi Kerjasama Luar Negeri 

1. Kerjasama Selatan Selatan Triangular (KSST) BBIB Singosari sebagai Implementing Agencies

2. Reverse Linkage Project antara ndonesia – IDB – Kyrgyzstan


4.8. Kesehatan Hewan

Kesehatan hewan  di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari merupakan suatu bagian dari

seksi pemeliharaan dan peningkatan mutu genetik ternak yang berfungsi untuk menjaga kesehatan

hewan, mencegah timbulnya suatu penyakit pada hewan dan melakukan pengobatan pada hewan.

Kesehatan hewan dapat dibagi menjadi beberapa bagian pokok yang meliputi pencegahan,

perawatan dan pengobatan.

Semen yang berkualitas baik akan berbanding lurus dengan kondisi kesehatan pejantan

dimana kesehatan merupakan salah satu kunci keberhasilan dari pembibitan pejantan  dan

merupakan faktor yang mempengaruhi performa pejantan. Pejantan yang sakit akan mengalami

penurunan performa dan apabila pejantan terserang penyakit yang menular serta tidak ada

penanganan khusus yang dilakukan maka akan berakibat fatal. Menurut pendapat Nainggolan (2013)

bahwa keberhasilan suatu usaha peternakan sapi sangat ditentukan oleh kesehatan pejantan itu

sendiri, pejantan harus bebas dari penyakit sehingga dapat tumbuh, berproduksi secara optimal

dapat dijual dan dikembangbiakan lebih cepat, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal
bagi pemeliharanya. Beberapa tindakan seperti pemeliharaan kesehatan pejantan dan upaya yang

dilakukan untuk menjaga kesehatan dan pencegahan penyakit yaitu meliputi pemantauan kesehatan

harian, pengobatan,disinfeksi,

pemotongan dan perawatan kuku, pemberian vitamin, kontrol Biosecurity pencegahan dan tindakan

karantina.

4.9. Manajemen Kesehatan

4.9.1. Biosecurity

Biosecurity merupakan salah satu cara untuk mencegah timbulnya penyakit yang disebabkan

dari luar oleh kendaraan maupun manusia. Biosecurity  sendiri merupakan semua tindakan yang

bertujuan untuk mengendalikan wabah serta untuk mencegah semua kemungkinan terjadinya

penularan (Virus dan Bakteri) yang dapat masuk dari luar.

            Tindakan Biosecurity yang terdapat di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari sendiri meliputi

1. 1)      Lokasi kandang harus terbebas dari gangguan binatang liar yang dapat merugikan,

membatasi kendaraan dan manusia yang masuk atau keluar serta memberikan fasilitas khusus bagi

pengunjung dengan menyediakan kereta Biosecurity

2. 2)      Setiap petugas yang akan masuk kekandang diharuskan menggunakan wearpack dan

sepatu boot serta sebelum masuk harus mencelupkan (dipping) sepatu boot kedalam bak biosecurity

yaitu wadah yang berisi desinfektan yang sudah disediakan

3. 3)      Setiap kendaraan yang masuk ke area Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari harus

melewati bak biosecurity  dan disemprot (sprayer) dengan cairan desinfektan.

4. 4)      Aktivitas di dalam laboratorium harus menggunakan pakain khusus (jas lab) dan alas kaki

khusus untuk laboratorium.

Hal ini sesuai dengan Permentan (2014), bahwa pelaksanaan biosecurity dalam rangka

pelaksanaan kesehatan hewan, setiap pembibitan sapi potong harus memperhatikan lokasi usaha
yang tidak mudah dimasuki binatang liar dan bebas dari hewan peliharaan lainnya yang dapat

menularkan penyakit, melakukan desinfektan kandang dan peralatan dan menyemprotkan

desinfektan, melakukan penyemprotan insektisida pembasmi serangga, lalat dan hama lainnya

disekitar kandang, untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak

keternak lainnya, pelayanan dilakukan mulai dari ternak yang sehat keternak yang sakit, menjaga

agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang memungkinkan terjadinnya

penularan penyakit, menyediakan fasilitas desinfektan untuk staf atau karyawan dan kendaraan

tamu dipintu masuk kawasan  perusahaan, segera mengeluarkan ternak yang mati dari dalam

kandang untuk dikubur atau dimusnakan dan mengeluarkan ternak yang sakit dari dalam kandang

untuk segera diobati atau dipotong. 

4.9.2. Pemantauan Kesehatan Harian

            Pemantauan kesehatan harian di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari dilakukan dua

kali sehari, yaitu pagi hari sebelum dilakukan perawatan harian dan sore hari setelah pemberian

pakan. Pemantauan kesehatan harian bertujuan untuk melihat kondisi pejantan apabila abnormal,

sehingga dapat dilakukan pengobatan. Menurut pendapat (Nainggolan,2013.) bahwa mengetahui

penyakit yang menyerang sapi sedini mungkin sangatlah baik, sehingga nantinya penyakit tersebut

tidak menjadi lebih serius.

            Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemantauan kesehatan harian

diantaranya nafsu makan pejantan, apabila pejantan memiliki nafsu makan yang baik maka dapat

menjadi ukuran bahwa pejantan dalam keadaan baik, sedangkan apabila pejantan tidak nafsu

makan  maka perlu pemeriksaan lebih lanjut dari status fisiologi pejantan tersebut diantarannya

denyut jantung, pernafasan, suhu tubuh dan hidung pejantan apakah kering, kemudian mengamati

keadaan sekitar pejantan yaitu feses  dan urin yang dikeluarkan apakah bermasalah atau tidak,

mengamati pejantan berdiri atau bergerak, ada atau tidaknya luka atau pembekakkan serta  ada

tidaknya eksudat pada lubang kumlah. Menurut pendapat (Nainggolan,2013.) bahwa pemeriksaan

fisik yang dilakukan meliputi tindakan pemeriksaan status kesehatan hewan umum seperti
perhitungan frekuensi nadi dan pulsus,  perhitung frekuensi nafas,pengukuran suhu tubuh,

pengamatan terhadap mukosa, kulit dan keadaan penting lainnya.

            Ketika pemantauan kesehatan harian perlu dilakukan Recording atau pencatatan

abnormalitas yang terjadi sehingga terdapat data yang lengkap mengenai riwayat penyakit yang

pernah diderita pejantan. Menurut pendapat Kurnianto ddk.(2008) bahwa recording  merupakan

pencatatan terhadap riwayat ternak yang meliputi pencatatan indentitas ternak, status fisiologi

ternak serta riwayat penyakit yang pernah menyerang ternak tersebut. Menurut pendapat

(Nainggolan,2013.) bahwa pemeriksaan fisik merupakan suatu tindakan pemeriksaan keadaan

hewan untuk menemukan tanda-tanda klinis suatu penyakit, hasil pemeriksaan ini akan dicatat

dalam catatan medis (rekam medis) yang akan membantu dalam penegakan diagnosa dan

perencanaan perawatan.

Gambar 3.Pemantauan kesehatan Harian (Dokumen pribadi)

4.9.3.  Tindakan Pencegahan

            Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya

penyakit dengan melakukan penanganan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan sapi pejantan

agar tetap dalam keadaan sehat. Tindakan pencegahan yang dilakukan di Balai Besar Inseminasi

Buatan (BBIB) Singosari yaitu tindakan karantina, surveillance penyakit, pemantauan kesehatan

harian, penyemprotan disinfektan, biosecurity dan rekomendasi medik guna isolasi. Menurut

pendapat Sugeng (2001) bahwa tindakan untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit yaitu

perlu adanya kandang karantina atau isolasi untuk sapi yang baru datang atau sapi yang sedang

sakit, pemberian obat cacing (deworming) dan pemberian obat obat kutu (deticking), serta tindakan

kearah (higienis). Hal ini diperkuat dengan pendapat Santoso (2014) bahwa pencegahan penyakit
bisa dilakukan dengan sanitasi kandang dan lingkungan kandang, pengobatan dan isolasi hewan yang

terinfeksi.

4.9.4. Tindakan Karantina

            Tindakan karantina merupakan tindakan sebelum pejantan masuk kedalam Balai Besar

Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari. Pejantan yang masuk dalam kandang karantina merupakan

pejantan yang  telah di seleksi dan bebas dari 12 penyakit pada sapi . Tindakan karantina sendiri

dilakukan selama 14-21 hari yang bertujuan untuk pejantan beradaptasi dengan lingkungan, pakan

serta untuk memastikan ternak pejantan yang baru masuk  terbebas dari penyakit

            Kandang karantina terletak jauh dari lokasi perkandangan ternak pejantan lain yang bertujuan

untuk menghindari penularan penyakit oleh ternak pejantan baru. Hal ini disesuaikan dengan

Permenta (2007) bahwa pejantan yang digunakan adalah pejantan unggul yang bebas  seleksi  12

penyakit pada ternak pejantan. Secara teknis, pejantan harus memenuhi persyaratan yaitu memiliki

catatan silsilah yang jelas,terseleksi secara benar dan terarah sebagai pejantan unggul berdasarkan

kemampuan produksi, reproduksi dari garis keturunannya serta memenuhi persyaratan kesehatan

hewan. Menurut Susilowati dan Masito (2010)  bahwa kandang karantina digunakan untuk

mengisolasi pejantan dari pejantan yang lain dengan tujuan pengobatan dan pencegahan

penyebaran suatu penyakit, kandang karantina itu sendiri berada jauh dan terpisah dengan kandang

lainnya.

Gambar 4 : Kandang Karantina (Dokumen pribadi)

4.9.5.Desinfeksi Kandang
            Desinfeksi kandang di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari dilakukan setiap satu

minggu sekali dengan menggunakan sprayer yang telah terisi larutan desinfektan dan disemprotkan

keseluruh kandang yaitu lantai, dinding dan halaman kandang. Tujuan dari penyemprotan

desinfektan yaitu untuk mengendalikan populasi mikroorganisme yang berpotensi menimbulkan

bibit penyakit yang dapat menyerang pejantan serta merugikan kesehatan pejantan. Menurut

Susilowati dan mastio (2010) bahwa manejemen kesehata yang baik meliputi kesehatan sapi

(program pengobatan dan pemberian vitamin), kebersihan kandang dan lingkungan (sanitasi dan

desinfektan) sehingga dapat meminimalisasi agen patogen(bakteri,virus, jamur, protozoa), yang

dapat mengganggu kesehatan sapi. Kegiatan desinfeksi di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari

menggunakan Benzalkomnium Chloride  20% dengan cara pemakaian larutan desinfektan sebanyak

125 ml lalu tambahkan air sebanyak 25 liter dimasukan kedalam sprayer dan disemprotkan.

Gambar 5.Desinfeksi Kandang (Dokumen pribadi)

4.10.6. Surveillance penyakit

            Surveillance  penyakit merupakan tahap dimana dilakukan pemeriksaan secara laboratorium

dengan menggunakan sampel darah,feses,preputium washing dan sampel lainnya untuk dilakukan

pengujian sesuai dengan jenis penyaki di BBVET wates, Yogyakarta dan BaliVET, Bogor. Balai Besar

Inseminasi Buatan Singosari melakukan surveillance penyakit setiap 6 bulan sekali dan saat pejantan

akan masuk ke Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari. Menurut pendapat Santoso (2014) bahwa

sampel darah diperiksa secara serologi kompleks (Elisa dan PCR). Data yang diperoleh dilakukan

analisis sederhana ,apabila hasilnya positif maka pejantan akan di isolasi untuk melakukan
penanganan lanjutan serta semen yang ditampung tidak didistribusikan terlebih dahulu (waiting

semen) untuk ternak yang positif terserang penyakit yang dikarenakan virus

            Surveillance penyakit yang dilakukan untuk mengidentifikasi 12 penyakit menular pada ternak

pejantan antara lain:

        1)      Anaplasmosis

2)      Trichomoniasis

3)      Brucellosis

4)      Babesiosis

5)      Bovine Viral Diarhe (BVD)

6)      Paratuberculosis

7)      Enzootik Bovine Leucocis (EBL)

8)      Infektious Bovine Rhinotacheitis (IBR)

9)      Leptospirocis

10)  Theileriosis

11)  Antrax12)  Camphylobacterosis13)  Jembrana  pada Sapi Bali

Pejantan yang digunakan harus terbebas dari 12 penyakit tersebut,karena penyakit tersebut

merupakan penyakit yang berefek menular baik kepada pejantan ke pejantan lainnya yang dapat

mengganggu reproduksi, mortalitas dan morbiditas pejantan sehingga berdampak pada kerugian

ekonomi dan penyakit yang bersifat zoonosis  (menular pada manusia)

Pengambilan sampel di BBIB Singosari dilakukan tiap 6 bulan sekali. Sampel yang diambil adalah

sebagai berikut:

a)      Feses 

Feses yang diambil didalam rectum dan dimasukan kantong plastik, kemudian kantong

plastik tersebut diberi label identitas pejantan. Pemeriksaan feses dilakukan untuk mengetahui apa

ada telur cacing disaluran pencernaan ternak


b)      Preputium washing

Preputium washing merupakan dilakukan untuk mencegah penyakit reproduksi pada ternak,

preputium washing dilakukan dengan cara mencuci preputium menggunakan cairan NaCl fisiologis

sebanyak 10cc

c)      Darah

Dilakukan pengambilan serum pada vena jugularis dengan menggunakan vacum venoject

sebanyak 10 ml, dan kemudian diberi label dan dibiarkan selama 2 jam. Tabung venolject yang

berisi antioagulan contohnya berisi ETDA dan heparin. Pengambilan whole blood bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya penyakit yang ditimbulkan oleh parasit seperti Anaplasmosis,

Theileriosis dan  Babeosis  dan dilakjutkan keprosedur selanjutnya.

d)     Nasal swab

Nasal swab  adalah metode pengambilan sampel dengan memeriksa cairan mukosa yang

terdapat pada hidung ternak menggunakan wiper. Metode ini digunakan untuk memeriksa penyakit

yang menyerang alat pernapasan ternak atau penyakit IBR.

e)      Memo Pengistirahatan Ternak

Pembuatan memo pengistirahatan bertujuan untuk memberi kesempatan kepada ternak

yang teridentifikasi penyakit untuk istirahat total dan tidak melakukan penampungan selama belum

direkomendasikan oleh bagian kesehatan hewan..


1)      Bovine viral diarrhea  (BVD)

Penyakit BVD sering disebut dengan diare ganas yang merupakan penyaki viral pada Sapi yang di

sebabkan oleh Bovine Viral Diarrhea Virus (BVDV). Termasuk dalam genus Gestivirus dan famili

Flavividea. Sudarisman (2011). Diare biasanya profuse  dan berair, berbauh busuk dan berisi mukus

dan darah. Pengobatan secarah khusus terhadap BVD tidak mengurangi infeksi sekunder dan

mengurangi kekurusan yang melanjut. Pakan yang diberikan diganti dengan pakan yang lunak dan

bergizi (konsentrat).
2)      Brucellosis
Brucellosis adalah penyakit ternak menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi

dan sekunder berbagai jenis ternak lainnya serta manusia. Pada sapi penyakit ini dikenal sebagai

penyakit Kluron atau penyakit Bang.  Brucellosis pada sapi atau keluron menular adalah penyakit

yang disebabkan oleh infeksi bakteri Brucella abortus. Penyakit ini dapat mengakibat keguguran,

angka kematian sangat kecil atau tidak terjadi namun kerugian ekonomi yang ditimbulkan sangat

besar berupa keguguran, anak lahir lemah (weakness), lahir mati (stillbirth), fertilitas dan infertilitas.

Pada sapi jantan brucellosis dapat menyebabkan peradangan testis (orchitis). Diagnosis penyakit

dapat dilakukan secara serologis dan dengan isolasi bakteri. Uji serologis dapat dilakukan dengan

Rose Bengal Test,Complement Fixation Test (Subronto 2008).


3)      Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR)

Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit menular yang mengganggu

sistem reproduksi ternak sapi. Penyebabnya adalah Bovine Herpes Virus-1 yang termasuk

dalam famili Herpesviridae. IBR merupakan penyakit viral yang menifestasinya pada saluran

pernafasan, gangguan pada penglihatan sistem reproduksi, syaraf, pencernaan dan kelainan pada

kulit (Sudarisman 2011). Pada saluran pernafasan gejalah yang timbul yaitu kenaikan suhu tubuh

hingga 42°C, lesu, hipersalivasi, lakrimasi dan adanya edema pada konjungtiva. Radang dapat

ditemukan pada hidung, sinus dan tenggorokan. Mukosa hidung tampak hiperemik, ingus

bersifat fibirinomukoid  atau purulen dan mukosa dibawahnya sering mengalami nekrois. Jika kerak

mengelupas, maka timbul red mose. Bentuk konjungtiv akan mengalami winter pink eye (Ditjen dan

keswan Kementan 2012).

Pada sapi pejantan virus menginfeksi alat kelamin jantan sehingga disebut Balanopostitis. Pada

sapi jantan juga akan luka pada preputium disertai reaksi peradangan dan eksudat yang kental.

Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan vaksinasi, kebersihan dan sanitasi kandang

,pemberian vitamin dan antibiotik untuk mengurangi infeksi sekunder.

4)      Camphylobacterosis

Campylobacteriosis merupakan penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh

bakteri Campylobacter jejuni.
 Campylobacteriosis adalah penyakit diare akut, dimana banyak kasus infeksi terhadap manusia dan

hewan tidak menunjukkan adanya gejala. Gejala-gejala dari penyakit campylobacteriosis yaitu diare

(kadang-kadang sampai berdarah, sakit pada bagian perut, demam,mual, dan muntah-muntah.

Gejala-gejala tersebut biasanya mulai terlihat setelah 2 hari hingga 5 hari setelah proses infeksi.

5)      Tuberculosis

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang

terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yangdapat hidup terutama di paru /

berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya

menyerang paru tetapi dapat menyebar kehampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal,

tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu. Individu kemudian dapat mengalami

penyakit aktif karena gangguan atau ketidak efektifan respon imun. Tuberkulosis adalah penyakit

kronis yang menyerang semua jenis hewan dan manusia. Tuberkulosis pada sapi secara ekonomis

sangat merugikan dan sekaligus merupakan ancaman bagi kesehatan manusia. Penyakit TB

disebabkan oleh bakteri tahan asam Mycobacterium tuberculosis.Ada tiga tipe bakteri TB yaitu,

tipe human (orang), tipe bovine (sapi), dan avian (unggas), namun demikian ketiga tipe tersebut

dapat menginfeksi hewan.

6)      Theileriosis

adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa dari genus Theileria yang ditularkan

melalui vektor caplak. Theileriosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit dari

genus Theileria spp. Terdapat beberapa genus Theileria spp diantaranya adalah T. parva, T. annulata

T.lestoquardi, T. Towenshuni, dan T. uilenbergi. Namun yang sering menyerang pada ternak

ruminansia adalah T.parva dan T.annulata. Sedangkan T.lestoquardi, T.towenshuni,

danT.uilenbergi sering ditemukan pada domba yang menjadi penyebab utama kematian.  

Tanda atau Gejala Umum Ternak Ruminansia Terkena Theileriosis

Suhu tubuh meningkat di atas 40°C, terlihat lemah sehingga sering berbaring, bulu terlihat kusam,

nafsu makan berkurang, Bobot badan turun drastis, Sering diare (fases bercampur darah dan lendir).
7)      Enzootic Bovine Leucosis (EBL)

 adalah penyakit yang sangat fatal bagi sapi dewasadiatas umur 2 tahun, umumnya dijumpai

pada umur 4-8 tahun. Penyakit ini disebabkan oleh virus Bovine Leukos yaitu Oncovirus  tipe-C. Pada

sapi dewasa sebagian besar (25-90%), menunjukan adanya pembesaran hampir semua organ

tetapi abomasum, jantung, organ viscera  dan kelenjar linfe yang merupakan organ yang paling

sering terkena EBL. Gejalah klinis yang yang tampak tergantung dari organ yang terlibat antara lain

terdapat gejalah syaraf seperti paralisis atau kepincangan, bila tumor menekan tulang dan saraf.

Pada hampir semua organ ditemukan masa tumor yang berwarna putih. Secara hestopatologis

tumor terdiri dari sel limfosit  (Ditjen dan Keswan Kementa,2012)


8)      Babesiosis

Babesiosis adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kutu. Kutu biasanya

membawa organisme mikrosopis bernama Babesia. Karena parasit babesia menginfeksi dan

menghancurkan sel darah merah, babesiosis bisa menyebabkan jenis anemia khusus yang disebut

anemia hemolitik. Anemia jenis ini bisa menyebabkan  jaundice (menguningnya kulit) dan urin jadi

berwarna gelap. gejala babesiosis pada terna ditandai dengan demam, meriang, Kelelahan dan

radang sendi

parasit penyebab babesiosis  adalah parasit yang sangat kecil bernama babesia

microti  merupakan penyebab kebanyakan kasus infeksi ini. Kutu kijang yang

bernama Ixodes Scapularis merupakan kutu yang biasanya membawa parasit tersebut.

Infeksi babesia microti dan Borrelia Burgdorferi (bakteri yang menyebabkan penyakit  Lyme)  juga

dapat terjadi karena kutu biasanya membawa kedua parasit tersebut.


9)      Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira spp.

Penyakit ini mempunyai arti penting ditinjau dari segi ekonomi peternakan dan kesehatan

masyarakat.

Hewan yang terinfeksi akan menularkan bakteri dalam urinenya yang bertahan selama berbulan-

bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kuman Leptospira dapat memasuki tubuh lewat luka atau
kerusakan kulit lainnya atau melalui selaput lendir (seperti bagian dalam mulut dan hidung).Setelah

melewati barrier  kulit, bakteri memasuki aliran darah dan dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh.

Infeksi menyebabkan kerusakan pada lapisan dalam pembuluh darah. Hati, ginjal, jantung, paru-

paru, sistem saraf pusat dan dapat juga mempengaruhi mata.

Infeksi pada sapi yang paling sering terjadi disebabkan oleh serovar

harjo, sedangkan serovar  pomona merupakan serovar yang paling banyak menyebabkan infeksi

akut. Penularan penyakit melalui kulit yang luka atau lewat selaput lendir mata, hidung dan saluran

pencernaan. Diagnosis leptospirosis dapat dilakukan dengan uji MAT (Microscopic Agglutination

Test) dari plasma darah, air kencing dan berbagai organ. Isolasi bakteri dapat dilakukan dari

spesimen hati dan ginjal hewan yang baru saja mati atau dari organ janin yang abortus (ginjal, paru

dan cairan rongga dada). Diagnosis banding penyakit ini adalah anaplasmosis,

babesiosis dan infeksi  Clostridium hemoliticum (hemoglobinuria basiler). Pengobatan penyakit

dengan beberapa jenis antibiotika harus segera dilakukan pada sapi yang terinfeksi untuk

menghindari kerusakan jaringan dan perkembangan bakteri dalam tubuh ternak. Vaksinasi dapat

dilakukan bersamaan dengan pemberian antibiotika. Untuk kelompok ternak terbatas vaksinasi

diberikan setiap tahun, sedangkan pada ternak yang menyebar dilakukan setiap 6 bulan.
10)  Anaplasmosis

Merupakan penyakit menular yang tidak  ditularkan secara kontak (non contagious) yang dapat

bersifat perakut sampai kronis. Ditandai dengan demam tinggi, anemia,

ichterus tanpa hemoglobinuria, di dalam eritrosit hewan penderita terdapat agen penyakit yang

bentuknya seperti ”titik“ yang disebut Anaplasma, biasanya yang patogen

adalah  anaplasma marginal.  Penyakit ini lebih sering menyerang ternak sapi dan kerbau.

Anaplasma maupun Piroplasma termasuk dalam golongan rikettsia  yang ditularkan oleh lalat

penghisap darah.
11)   Antrax

Anthrax adalah penyakit menular akut yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dan sangat

mematikan dalam bentuknya yang paling ganas. Penyakit antrax  atau radang limpa merupakan

penyakit yang disertai bakteriemia pada kebanyakan spesies hewan. Antraks  disebabkan


oleh Bacillus anthracis, dan bakteri ini dapat membentuk spora bila terbawah udara dan tahan hidup

hidup di tanah, di lingkungan yang panas dan bahan kimia atau desinfektan. Apabila terjadi

perubahan ekologik seperti datangnya musim hujan, spora yang semula bersifat laten akan

berkembang dan meningkat populasinya.

Sumber utama penularan antraks pada hewan adalah tanah yang tercemar dan air yang masuk

ketubuh melalui luka, terhirup bersama udara atau tertelan. Gejala yang menciri akibat

serangan antraks adalah gejala septisemia yang ditandai adanya kematian mendadak dan

perdarahan bersifat sianotik dari lubang-lubang alami.  Pencegahan dan pengendalian antrax  dapat

dilakukan dengan melakukan vaksinasi pada ternak. Diagnosis banding dari antraks  adalah

keracunan tumbuhan, black leg, enterotoksemia. Hewan yang terserang atau diduga

terserang antrax dilarang keras dipotong.  dan alat yang tercemar harus dibakar dan kemudian

dikubur dengan dilapisi gampin.

             4.10.7. Rekomendasi medik dan Isolasi

    Rekomendasi medik dan Isolasi di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari merupakan

penanganan yang dilakukan apabila pejantan dalam keadaan sakit atau terserang penyakit.

Rekomendasi medik yang dikeluarkan apabila pejantan terserang penyakit yang tidak

memungkinkan pejantan untuk melakukan pengambilan semen atau pejantan dalam keadaan yang

lemah dan perlu dilakukan perawatan lebih lanjut. Isolasi dilakukan dalam rangka untuk mencegah

penularan penyakit yang akan ditularkan oleh pejantan yang mengalami penyakit menular. Menurut

Santoso (2014) bahwa pengendalian penyakit meliputi sanitasi yang baik,isolasi hewan sakit serta

hindari pakan dan minuman dari pencemaran

4.10.8. Pengobatan dan Perawatan

Pengobatan  dan perawatan pada ternak merupakan tindakan yang dilakukan untuk

merawat pejantan yang sakit sehingga pejantan sehat kembali. Pengobatan dan perawatan ternak

yang dilakukan di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari berdasarkan diagnosa yang telah dilakukan

dari proses pengamatan klinis dan non klinis yang timbul,maka dapat ditentukan bagaimana proses

penanganan dan pengobatan pejantan dapat ditangani secara segera mungkin. Penanganan  yang
dilakukan di Balai Besar inseminasi Buatan Singosari yaitu melakukan pemeriksaan klinis,

pengobatan, pemotongan dan perawatan kuku, pemberian vitamin, kontrol ektoparasit dan

pemberian obat cacing. Menurut pendapat Nainggolan (2013) bahwa penanganan masalah

kesehatan pejantan merupakan mata rantai kegiatan yang menjamin keberhasilan

perkembangbiakan dan peningkatan produksi pejantan, pemberian pakan yang cukup, baik kualitas

maupun kuantitas, vaksinasi dan deworming yang harus dilakukan secara teratur.

4.10.9. Pemotongan dan Perawatan Kuku

            Pemotongan dan Perawatan Kuku merupakan kegiatan yang dilakukan oleh unit

kesehatan hewan di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Pemotongan kuku pada setiap

ternak umumnya dilakukan secara rutin yaitu setiap 6 bulan sekali. Tetapi apabila ditemukan

masalah seperti ternak yang kukunya sudah panjang atau antara kuku luar dan dalam panjangnya

tidak seimbang maka pemotongan kuku dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai kondisi ternak

tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan kotoran

pada celah kuku, menghindari pincang, mempermudah pada saat penampungan dan deteksi dini

terhadap laminitis dan kemungkinan terjadinya infeksi pada kuku.

Kuku harus mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada di dalam kandang.

Hal ini dapat menyebabkan kuku menjadi lebih lunak karena sering terkena feses dan urine serta

luka akibat terperosok dalam selokan pembuang kotoran yang menyebabkan infeksi busuk pada

kuku. Biasanya ternak yang berada di kandang dengan lantai karpet pertumbuhan kukunya lebih

cepat dibandingkan dengan ternak yang berada di kandang berlantai semen. Hal ini karena setiap

hari ternak berpijak pada permukaan lantai yang kasar, sehingga kuku sedikit demi sedikit akan

terkikis dengan sendirinya. Alat-alat yang digunakan adalah mesin potong kuku, kama gata

teito (pisau pemotong kuku), rennet, gerinda, mistar ukur, dan tali hirauci. Bahan dan obat-obatan

yang diperlukan adalah perban, kapas, Providon iodine, Gusanex, antibiotik, antiinflamasi, dan salep.
Gambar 6.Proses Pemotongan Kuku (Dokumen pribadi)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pemotongan kuku antara lain :

1)      Siapkan peralatan untuk memotong kuku (gerinda,kama gata teito,rennet,tali penopang dan mesin

semi  hidrolik), bahan dan obatan yang digunakan (perban,kapas,povidon iodin,salep,claw pasta dan

desinfektan).

2)      Mengeluarkan pejantan dari dalam kandang yang telah dimandikan dan diberi pakan.

3)      Pejantan dimasukan kedalam mesin semi hidrolik,kemudian pejantan ditali dengan tali

penopang tubuh depan,tengah dan belakang yang sudah dikaitkan pada mesin semi  hidrolik  dengan

cara melingkarkan pada bagian perut dan dada kemudian dikencangkan.

4)      Lalu tekan tombol pada mesin hidrolik untuk mengangkat tubuh pejantan agar pejantan berada

pada keadaan terbaring dengan kemiringan 90°,kemudian ikat kaki pejantan dengan tali pada tiang

mesin semi  hidrolik,bersihkan kotoran pada kaki pejantan dengan air dan digosokan dengan

menggunakan sikat

5)      Buat pola pada kuku pejantan agar dapat mengukur ketebalan pemotongan kuku dengan

mengunakan gerinda.

6)      Potong kuku dengan menggunakan pisau kama gata teito dengan cara menarik pisau sedengan

pola vertikal dari arah atas kebawah,lakukan pemotongan dengan garis pola yang sudah dibuat

secara rata sampai kedua belah kuku benar-benar simentris dan jangan sampai pemotongan kuku

terlalu tipis agar tidak terluka.

7)       Apabila terdapat lubang atau cengkungan bersihkan dengan menggunakan pisau rennet.

8)      Rapikan kembali menggunakan gerinda agar terlihat lebih rata.


9)      Setelah selesai proses pemotongan kuku,tali pengikat kaki dilepaskan dengan secara perlahan

dan pejantan diberdirikan kembali serta melepas tali penopang pada bagian tubuh pejantan .

10)  Melakukan proses dipping pada pejantan yang telah selesai di potong kuku ke bak dipping yang

tersedia di depan tepat pemotongan kuku selama 15 menit.setelah selesai kembalikan pejantan

kekandang dan melakukan sanitasi pada mesin dan tempat pemotongan agar tetap terawat dan

terjaga kebersihannya.

4.9.10. Pemeriksaan Klinis

            Pemeriksaan Klinis di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari bertujuan untuk

melakukan pemeriksaan dan penanganan  medis dan penanganan medis pada pejantan yang sakit

sehingga pejantan dapat segera diobati. Penanganan kesehatan pejantan dilakukan saat ditemukan

kelainan atau gejalah klinis yang terlihat pada pejantan setelah dilakukan pemeriksaan dan

pengontrolan. Menurut pendapat Nainggolan (2013) bahwa pemeriksaan klinis merupakan suatu

tindakan pemeriksaan keadaan hewan untuk menemukan tanda-tanda klinis suatu penyakit yang

hasil pemeriksaannya akan dicatat dalam catatan medis (rekam medis) yang akan membantu dalam

penegakan diagnosa dan perencanaan perawatan.

            Pejantan yang terlihat menunjukan adanya gejalah klinis maka akan dilakukan

penanganan.Penanganan tersebut dilakukan sebelum pengobatan dilakukan yang meliputi

a)      Pengukuran suhu tubuh melalui rektum dengan cara memasukan thermometer kedalam rektum dan

dibiarkan selama beberapa  menit, kemudia dibaca suhunya

b)      Pengukuran denyut jantung dilakukan menggunakan stetoskop

c)      Pengukuran frekuensi napas dan lapang paru-paru untuk mengetahui apakah frekuensi pernafasan

pada ternak normal atau tidak

d)     Palpasi yaitu dengan sentuh atau rabaan pada bagian yang akan diperiksa apakah normal atau tidak.

Pengobatan dilakukan apabila telah ditemukan dan dapat didiagnosa sakit berdasarkan

pengamatan klinis dan non klinis serta penanganan medis yang dilakukan. Pengobatan di Balai Besar

Inseminasi Buatan Singosari dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan dengan dosis
obat yang telah disesuaikan dengan kebutuhan ternak tersebut. Ternak yang sakit diistirahatkan

hingga dinyatakan sehat oleh unit kesehatan hewan.

4.9.11. Kontrol Ektoparasit

            Kontrol ektoparasit merupakan tindakan untuk membunuh parasit yang hidup menumpang

pada bagian luar atau permukaan tubuh inangnya yang berada pada pejantan, seperti berbagai jenis

serangga (Lalat,nyamuk,kutu dll), serta jenis akari (caplak, tungau dll). Keberadaan ektoparasit akan

mengakibatkan pejantan merasa tidak nyaman (stress), sehingga nafsu makan pejantan menurun

dan akan berdampak pada kualitas produksi pejantan serta dapat mengakibatkan timbulnya

penyakit. Menurut pendapat Ahmad (2014), bahwa dua jenis ektoparasit seperti caplak dan tungau

dapat menimbulkan kerugian ekonomi dan kesehatan pada ternak seperti merusak kulit, khususnya

pada caplak yang dapat berperan sebagai vektor berbagai penyakit virus, bakteri, protozoa dan

riketsia yang berdamapak pada kematian. Penyemprotan anti ektoparasit merupakan solusi yang

dapat mencegah tumbuhnya ektoparasit pada pejantan yang dapat mengganggu kesehatan

pejantan.

            Penyemprotan anti ektoparasit di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari dilakukan rutin

setiap 2 minggu sekali menggunakan alat yang bernama sprayer dengan obat anti ektoparasit yang

mengandung 25% Cypermethrin  atau 250 gram per 1 kg/kemasan dengan dosis pencampuran

30g/10 liter air. Penyemprotan dilakukan kebagian tubuh pejantan seperti perut, kaki dan punggung,

usahakan penyemprotan tidak mengenai tempat pakan serta serta tempat minum

pejantan. Cypermethrin merupakan  piretroid sintetis  yang diginakan untuk keperluan rumah tangga

yang berperan sebagai neurotoksin  cepat bertindak pada serangga yang mudah terdegradasi oleh

tanah dan tanaman. Cypermethrin sangat beracun bagi ikan, lebah dan serangga air

            Anti ektoparasit lain yang digunakan untuk ternak di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari

yaitu gusanex yang digunakan untuk mengobati luka pada ternak dengan cara menyemprotkan pada

tubuh ternak yang terluka dengan tujuan untuk mempercepat proses penyembuhan luka, agar luka
tersebut tidak dihinggapi oleh lalat yang menjadikan luka tersebut sebagai tempat perkembangan

telur lalat dan ektoparasit lainnya

Gambar 7:Penyemprotan Kontrol Ekstoparasit (Dokumen pribadi)

4.9.12. Pemberian Vitamin

            Pemberian vitamin di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari rutin dilakukan sebulan

sekali pada ternak sapi dan pemberian vitamin pada ternak kambing dilakukan dua kali dalam satu

bulan. Vitamin yang diberikan antara lain A, D, E dan E-selen. Pemberian vitamin dilakukan untuk

menjaga kondisi kesehatan ternak sehingga produksi semen yang dihasilkan tetap terjaga dan

berkualitas baik. Menurut pendapat Flohe dan Traber (1999), menyatakan bahwa vitamin E sangat

esensial untuk reproduksi. Hal ini diperkuat dengan pendapat Ogbuewu (2010) bahwa vitamin E

mampu mencegah kerusakan spermatozoa pada ternak pejantan dan menjaga perkembangan zigot

pada ternak. Pada proses spermatogenesis vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang mampu

menetralkan radikal bebas hasil metabolismeaerob. Dosis yang diberikan dengan cara injeksi intra

muscular  dan peroral. Menurut pendapat Nainggolan (2013) bahwa untuk mencegah agen penyakit

yang dapat menular selain pemberian vaksin dan pemberian obat juga dibutuhkan pemberian

vitamin. Seperti vitamin A, D, E dan E-selen serta vitamin pendukung lainnya sehinnga sistem

kekebalan tubuh ternak dapat terjaga.


Gambar 8: Pemberian Vitamin (Dokumen pribadi).

             4.10.13. Pemberian Obat Cacing

Pembeian obat cacing di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari dilakukan secara oral
maupun injeksi dilakukan setiap enam bulan sekali. Obat yang digunakan memiliki
kandungan Albendozole  diberikan secara rutin serta Fluconix diperikan jika dibutuhkan yang
digunakan untuk membasmi cacing hati. Pemberian obat cacing berfungsi untuk mencegah dan
membunuh cacing pada ternak.

5.1.1. Pengobatan dan perawatan

Gambar 9: Data Pengobatan Sapi Limousin di BBIB Singosari


Terdapat 30 kasus penanganan pengobatan penyakit pada sapi Limousin sejak bulan

September hingga Oktober 2018 yang dilakukan di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari, terdiri

dari penanganan Laminitis 15 kasus, traumatic 5 kasus, Paralisa 8 kasus, abses 2 kasus.

Pengobatan yang dilakukan di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari mengacu pada diagnosa awal

sehingga penanganan pengobatan awal dapat dilakukan sesuai dengan keadaan pejantan. Proses

penentuan diagnosa sendiri dilihat dari keadaan klinis dan fisik serta riwayat penyakit yang diderita

pejantan dengan menentukan diagnosa maka kita dapat menentukan pengobatan atau terapi yang

dilakukan terhadap pejantan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Subronto (1985) yang

menyatakan bahwa pemantauan diagnosa sendiri berdasarkan riwayat kejadian penyakit serta

pemeriksaan fisik pada pejantan.

            Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pengobatan penyakit yang sering muncul yaitu

Traumatic dan Lamanitis.Traumatic merupakan kasus dimana pejantan mengalami trauma akibat

terjatuh dan luka maupun sakit yang menyebabkan ternak memerlukan perhatian dan perawatan

khusus untuk memulihkan pejntan seperti semula.Lamanitis merupakan peradangaan jaringan kaki

atau kuku pada ternak yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah, gejalah yang sering muncul

yaitu cara berjalan yang abnormal / pincang, susah berdiri dan kuku berlubang. Menurut pendapat

Kloosterman (2007). bahwa faktor-faktor manejemen seperti trauma pada kuku akibat lantai

kandang yang keras dan kotor, perubahan pakan mendadak, ketidak seimbangan antara konsentrat

dan serat yang disertai penyakit lain sebagai fakto predisposisi, laminitis merupakan an kejadian

penyakit yang telah berjalan sistematik yang memiliki satu atau lebih lesion (luka) pada kuku,

diantarannya pendarahan dan  nekrosa (cedera) pada bagian white line pada kuku.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen  kesehatan sapi

Limousin  di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari sudah sangat baik dan sesuai dengan

standar operasional yang telah diterapkan yang meliputi kegiatan pencegahan, perawatan dan

pengobatan. Penanganan kesehatan hewan di BBIB Singosari berada dibawah unit kesehatan hewan

yang memiliki berbagai kegiatan yaitu surveilance  penyakit, karantina, pemeriksaan kesehatan

harian, pengobatan, desinfeksi, perawatan kuku, pemberian vitamin,kontrol biosecurity, pemberian

obat cacing, tindakan isolasi dan kontrol ekstoparasit.

5.2. Saran

            Saran yang sebaiknya perlu adanya perbaikan kandang pada dinding dan lantai kandang yang

berlubang agar pejantan tidak terluka maupun mengalami cedera.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R .Z.2014. Cendawan metarhizium anisopliae sebagai pengendali hayati ektoparasit caplak dan
tungau pada ternak. Balai penelitian Veterin,Bogor. WARTOZOA (2):73-78.

Akoso T. B. 2006.Kesehatan Sapi. Kanisus. Yogyakarta.


Dwinata, M.I. 2004. Prevelensi cacing nematoda pada rusa yang ditangkarkan. Jurnal Veteriner. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Bali.

Flohe, R.G dan M.G. Traber. 1999. Vitamin E: Function and metabolism. J. FESEB. 13 (10):1145-1155.
Glaze  2009.Penilaian keadaan status gizi pada hewan dengan Body Condition Scoring (BCS). Body

Condition Scores  angka yang dipergunakan untuk mengukur kegemukan sapi


Hartati , A. Rasyid dan J. Efendy. 2010. Petunjuk Teknis Pemeliharaan Pejantan Sapi Potong. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian, Jakarta.

Jackson dan Cockroft (2002), penghitungan frekuensi nafas pada sapi


Kelly 2005; Anonimus 2007.Pemeriksaan Laboratorium kesehatan ternak DINKESWA INDONESIA

KEMENKES 2011. Pemeriksaan laboratorium hematologi, urinalisis, diagnosa  penyakit pada hewan
ternak

Kloosterman, P. 2007. Laminitis-prevention,diagnosis,dan treatmen. WCDS Advances in Dairy


Technology. 19 (8) : 157-166.

Larsen, M. 2000. Prospect for controlling animalparasitic nematodes by predacius micro fungi.
Parasitology. 120 (15) : 121-131.

Nainggolan Y.D.A. 2013. Studi Ekstoparasit Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongle (PO) Oleh
Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Sumatra Utara. Fakultas
Kedokteran Hewan ITP Bogor

Ogbuewu, I.P.,N.O. Aladin, I.F. Etuk, M.N. Opera,M.C. Uchegbu,I.C. Ocoli,dan M.U. Iloeje. 2010.
Relevance of oxygenn free radicals and antioxidants in sperm produktion and function. J. Vet.Sci.25
(3) : 134-138

Permentan. 2007. Petunjuk teknis dan Distribusi Semen Beku. Peraturan Direktur Jendral Peternakan.
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan,  Jakarta.

Permentan. 2012 Pedoman Pelaksanaan Pengawalan dan Koordinasi Pembibitan. Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Jakarta.

Permentan.2014. Pedomn Pembibitan Sapi Potong yang Baik. Ditjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan ,Jakarta..No. 101/Permentan/OT.140/7/2014.
Sisilawati, E. Dan Mastio. 2010. Teknologi Pembibitan Ternak Sapi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jambi, Jambi

Sugeng B.2001. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sugeng Y, B. 2000. Ternak Potong dan Kerja. Edisi 1. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yulianto,P. Dan C.  2010. Pembesaran Sapi Potong Secar Insentif. Penebar Swadaya,  Jakarta.

Yulianto,P. Dan C. Saparinto. 2014. Beternak Sapi Limousin. Penebar Swadya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai