Anda di halaman 1dari 10

            PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Oleh:
DWI RAHAYU

PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

I.                   PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagaian besar penduduknya bermata

pencaharian sebagai petani dan peternak. Namun kebutuhan masyarakat akan kebutuhan bahan

pangan khususnya pangan hewani asal ruminansia sangatlah terbatas. Apabila pertumbuhan

penduduk yang cepat tidak diimbangi dengan produktivitas ternak ruminanisa menyebabkan

kebutuhan masyarakat akan bahan pangan hewani asal ruminansia harus diimport dari negara

lain. Swasembada daging dilakukan untuk mengurangi import upaya yang sehingga mampu

memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa bergantung pada negara lain. Upaya swasembada dapat

dilakukan dengan melarang adanya pemotongan betina produktif dan meningkatakan produktivitas

ternak melalui peningkatan angka kelahiran ternak dengan memperbaiki sistem perkawinan, salah

satunyan dengan Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi buatan merupakan metode perkawinan yang

cukup efektif dan mudah untuk dilakukan dan memiliki angka kebuntingan yang relatif tinggi.

1.2. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan

Inseminasi Buatan (IB) yang dilakukan oleh inseminator pada Pos Inseminasi Buatan (IB)

di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan untuk meningkatkan ketrampilan mahasiswa dalam

melakukan inseminasi buatan. Manfaat yang diperoleh adalah mahasiswa mampu memahami

tatalaksana inseminasi buatan dengan benar sesuai dengan  teori yang diajarkan dalam perkuliahan.

II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Inseminasi Buatan

            Inseminasi buatan merupakan proses perkawinan tanpa adanya aksi perkawinan antara

ternak jantan dan betina. Inseminasi buatan tidak hanya proses desposisi semen dalam organ

reproduksi betina namun juga meliputi kegiatan pemilihan pejantan unggul, pemeliharaan pejantan,

penampungan semen, pengujian kualitas semen, proses pembekuan semen, penyimpanan,

pengenceran (thawing),  sampai deposisi semen pada organ reproduksi betina dan evaluasi

hasil inseminasi buatan. Perkawinan dengan inseminasi buatan merupakan metode yang

dimodifikasi sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat berperan penting dan mampu

meningkatkan angka kebuntingan pada ternak (Rudiah, 2008).  Keberhasilan  program  IB

dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor yaitu   ternak  betina  itu  sendiri,

ketrampilan  inseminator  dalam mendeposisikan  semen,  ketepatan  waktu  IB,  deteksi  berahi,

dan  kualitas  semen (Susilowati, 2011).

2.2.      Persiapan Inseminasi Buatan

Sebelum proses inseminasi buatan dilaksanakan, segala sesuatu yang berhubungan dengan

inseminasi harus depersiapkan. Persiapan meliputi persiapan alat, persiapan ternak dan inseminator

itu sendiri. Alat yang akan digunakan untuk inseminasi harus tersedia dalam kondisi yang baik dan
layak untuk digunakan. Alat yang digunakan meliputi container, beker glass, thermometer,

inseminasion gun, timer, plastic sheet dan plastic glove. Kemudian persiapan induk sapi yang

sedang  birahi, induk sapi yang sedang birahi di handling terlebih dahulu agar memudahkan saat

melakukan deteksi birahi muapun inseminasi.

Sapi betina yang sedang birahi akan menunjukkan tanda-tanda birahi yaitu 3A ( abang, abuh,

dan anget) pada vulva, keluar lender dari vagina, gelisah, (menaiki sapi lain jika ada sapi

disampingnya), vagina sedikit bengkak, hangat, dan warna kemerahan serta diam ketika dinaiki

pejantan (Endarwati et al., 2010).  Selain alat dan betina yang harus dipersiapkan adalah

inseminator. Kesiapan inseminator dalam menerima berbagai laporan tentang tanda-tanda birahi

juga mempengaruhi keberhasilan proses inseminasi buatan (Koibur, 2005).

2.3.      Teknis Pelaksanaan Inseminasi Buatan

            Ternak betina berbeda dengan ternak jantan, ternak betina hanya akan b erahi pada saat

tertentu sedangkan ternak jantan dapat libido kapan pun. Keterlambatan dalam waktu

mengawinkan ternak akan mempengaruhi keberhasilan kebuntingan. Pelaksanaan kawin suntik

hanya bisa dilakukan oleh petugas disetiap daerah yang telah memperoleh sertifikat untuk dapat

melaksanakan IB. Tahapan dalam melakukan inseminasi buatan pada sapi meliputi penangan induk

birahi dengan memasukkan kedalam kandang perkawinan, inseminasi dilakukan 8-12 jam setelah

induk mengalami gejala birahi (Fikar dan Dadi, 2010). Waktu yang tepat untuk mengawinkan ternak

yang tepat dengan cara inseminasi buatan yaitu pada saat pertengahan estrus sampai menjelang

berakhirnya estrus. Jika sapi menunjukkan estrus pada pagi hari maka waktu yang tepat untuk

melakukan inseminasi buatan yaitu pada sore hari, sebalikya jika menunjukkan tanda estrus sore

hari maka waktu yang tepat melakukan inseminasi buatan adalah pagi hari (Pemayun  et al.,  2014).

                        Thawing merupakan proses mencairkan semen beku untuk digunakan dalam proses

inseminasi buatan. Thawing dilakukan dengan cara memasukkan semen beku yang ada

pada  straw kedalam beker glass atau wadah yang lain yang berisi air dalam kondisi bersih agar

semen tidak terkontaminasi. Thawing  dilakukan selama 30 detik dalam suhu 37 0C (Arifiantini et
al ., 2005).  Prosedur Thawing semen beku dalam proses inseminasi buatan merupakan faktor yang

sangat penting dalam keberhasilan inseminasi buatan.  Hal  ini  dikarena

penggunaan  metode  thawing   yang  tidak  tepat  akan  menyebabkan  kerusakan  spermatozoa

sehingga  menurunkan  kualitas  semen (Hoesni, 2013).

            Prosedur inseminasi yang banyak digunakan yaitu metode vaginoskop (speculum) dan

metode rektovaginal. Metode vaginoskop merupakan metode inseminasi buatan dengan cara

menguak vagina. Metode vaginoskop jarang digunakan sebab kurang efektif dan efisien. Metode

yang banyak digunakan adalah metode rektovaginal sebab cara ini sederhana dan mudah dilakukan

(Murtidjo, 1990). Metode rektovaginal dilakukan dengan memasukkan tangan pada rektum untuk

meraba bagian servik yang keras untuk memasukkan semen sehingga deposisi semen pada badan

uterus sehingga dapat mencapai fertilitas terbaik (Bearden dan Fuquay, 1980). 

Sedikitnya volume semen yang ada pada straw saat inseminasi buatan dibandingkan dengan

perkawinanan alami, maka deposisi semen sebaiknya dilakukan setelah inseminasion gun melewati

serviks. Pendesposisin semen sebaiknya jangan terlalu ke dalam karena dimungkinkan akan melukai

organ kelamin bagian dalam sapi betina. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam

pelaksanaan inseminasi buatan adalah deposisi semen pada alat reproduksi sapi betina, sehingga

saat melakukan deposisi semen perlu diperhatikan secara maksimal (Susilawati,

2005). Metode rektovaginal dilakukan dengan memasukkan tangan pada rektum untuk meraba

bagian servik yang keras untuk memasukkan semen sehingga pendesposisian semen pada badan

uterus dapat mencapai  fertilitas terbaik (Bearden dan Fuquay, 1980).

2.4.      Evaluasi
Evalusai inseminasi buatan adalah  suatu kegiatan yang dilakuakan secara berkala untuk

mengetahui keberhasilan dari suatu proses inseminasi yaitu berupa terjadinya kebuntingan. Metode

evaluasi keberhasilan inseminasi buatan antara laian Non Return Rate (NRR), Service per

conceptions (S/C), dan Conceptions Rate  (CR). NRR merupakan metode evaluasi keberhasilan

inseminasi buatan dengan melihat adanya ternak yang estrus atau minta dikawinkan kembali setelah

pelaksanaan inseminasi buatan (Susilawati, 2011).  Conseption Rate merupakan metode yang

digunakan dengan menganalisa berapa banyak sapi betina yang bunting pada inseminasi buatan

yang pertama. Efisiensi reproduksi dikatakan baik apabila Conseption Rate mencapai 65-75%

(Rosita et al.,  2012). S/C yaitu metode evaluasi keberhasilan inseminasi buatan dengan cara

menghitung banyaknya layanan yang dilakukan untuk menghasilkan satu kali kebuntingan, nilai S/C

yang normal yaitu berkisar antara 1,6 - 2,0. Semakin rendah nilai tersebut, maka makin tinggi nilai

kesuburan hewan-hewan betina tersebut. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan S/C diantaranya

adalah kualitas semen, BCS dan bobot hidup.

III.               MATERI DAN METODE

3.1.      Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) akan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 26 Januari

2015 sampai dengan hari Kamis tanggal 26 Februari 2015 di Pos Inseminasi Buatan Daerah

Kabupaten Nganjuk.

3.2.      Materi

Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah sapi yang akan

diinseminasi, semen beku, dan peralatan inseminasi buatan yang terdiri dari insemination

gun,  straw, container dan tempat thawing semen beku.


3.3.      Metode

Metode yang dilaksanakan dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL)  adalah dengan melakukan

observasi atau pengamatan langsung, dan mengikuti kegiatan inseminator di Dinas Peternakan dan

Perikanan Daerah Kabupaten Nganjuk. Mengamati dan melakukan praktek

langsung  proses pelaksanaan deteksi birahi dan inseminasi buatan pada sapi.

Melakukan wawancara dengan pihak yang melaksanakan deteksi birahi dan inseminasi buatan,

dan melakukan analisis deskriptif  pada rangkaian tatalaksana proses inseminasi buatan.

JADWAL KEGIATAN

Desember Januari Februari Maret April Mei


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan PKL

Pelaksanaan PKL

Pengolahan data

Penyusunan
laporan

Konsultasi

Penyelesaian
laporan

DAFTAR PUSTAKA
Arifiantini, I., T. L. Yusuf, dan Graha. 2005. Longivitas dan recovery    rate  paska thawing semen beku
sapi fresian holstein menggunakan bahan pengencer  yang berbeda. BuletinPeternakan. Buletin
Peternakan. 29 (2) :  53- 61.

Bearden, H.J.,  and  Fuquay,  J.W.  1984. Applied  Animal  Reproduction.


Second  Edition.  Reston  Publishing Company.  Inc.  A  Principle  Hall Company Reston. Virginia.
Fikar, S dan R. Dadi, 2010. Beternak Dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta

Hoesni. F. 2013. Pengaruh penggunaan metode thawing yang berbeda  terhadap kualitas spermatozoa
semen sapi perah berpengencer   tris sitrat kuning telur. Jurnal Ilmiah.13 (4) : 108-126.

Koibur, J. 2005. Evalusai tingkat keberhasilan inseminasi buatan sapi bali di daerah jayapura. Buletin
Peternakan. 29 (3): 150-155.

Murtidjo, B. A. 1990. beternak sapi potong. Kansius. yokyakarta

Rudiah, 2008. Pengaruh metode perkawinan terhadap keberhasilan kebuntingan domba local palu. Jurnal
Agroland. 15 (3) : 236-240.

Rosita. E, E. Susilowati, dan S. Wahyuningsih. Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing
dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross. Jurnal Ilmu Peternakan. 24 (1) : 72-76.

Susilawati. 2011. Tingkat  keberhasilan inseminasi buatan dengan kualitas dan deposisi semen  yang
berbeda pada sapi peranakan  ongole. J. Ternak Tropika. 12 (2) : 15-24.     

Susilowati, T. 2005. Tingkat keberhasilan kebuntingan dan ketepatan jenis kelamin hasil inseminasi buatan
menggunakan semen beku sexing pada sapi peranakan ongole.  Animal Production. 7 (3) : 161-167.

KOESIONER

Data Umum
1. Kapan Dinas Peternakan Kabupaten Nganjuk berdiri?

2. Komoditas ternak apa yang diberi layanan IB?

3. Bagaimana kondisi lingkungan di Dinas Peternakan Kabupatan Nganjuk?


4. Bagaimna letak geografis Dinas Peternakan Kabupaten Nganjuk?

5. Bagaimana pendapat masyarakat mengenai layanan IB dari Dinas Peternakan Kabupaten

Nganjuk?

Struktur Organisasi

1. Berapa jumlah tenaga kerja yang ada di Dinas Peternakan dan Perikanan Daerah Kabupaten

Nganjuk?

2. Bagaimana struktur organisasi di Dinas Peternakan dan Perikanan Daerah Kabupaten

Nganjuk?

3. Berapa tenaga inseminator di Dinas Peternakan dan Perikanan Daerah Kabupaten Nganjuk?

4. Apa saja latar belakang pendidikan petugas inseminator di Dinas Peternakkan dan Perikanan

Daerah Kabupaten Nganjuk?

5. Bagaimana pembagian wilayah kerja setiap inseminator di Dinas Peternakan dan Perikanan

Daerah Kabupaten Nganjuk?

Tatalaksana Inseminasi Buatan

1. Bagaimana cara deteksi birahi ternak betina yang akan di IB?

2. Apa ciri-ciri betina yang sedang birahi?

3. Bagaimana penanganan ternak yang mengalami silent heat?

4. Apa metode yang digunakan dalam proses IB?

5. Dari mana semen beku yang akan digunkan untuk IB didatangkan?

6. Peralatan apa saja yang digunakan dalam proses IB?

7. Bagaimana teknik thawing yang dilakukan?

8. Berapa dosis semen yang didesposisikan sat IB?

9. Dimana deposisi semen dilakukan?

10.  Pada usia berapa dilakukan diagnose kebuntingan?

11. Apa ciri-ciri ternak yang sedang bunting?

Anda mungkin juga menyukai