Anda di halaman 1dari 19

Drh. Luki K.

Wardhani
Malang - Jawa Timur drh-luki@telkom.net

Konsep Kesejahteraan Hewan Untuk Peternakan Ayam


Lebih dari 1,15 milyar ayam dipelihara secara intensif di Indonesia. Sistem pemeliharan yang menghasilkan lebih banyak telur dan daging ayam dalam waktu yang relatif singkat, namun menyebabkan penderitaan fisik maupun psikologis bagi ayam.

Farmer Education oleh Srikandi Animal Care (SAC) di Blitar, Jawa Timur.

Dengan alasan untuk meningkatkan kehidupan ayam sealami mungkin dengan menyediakan kandang yang meleluaskan bagi ayam untuk bergerak, mengepakkan sayap, bertengger, mandi debu, serta mencari serangga untuk kebutuhan makan bahkan untuk bersarang. Maka karena alasan tersebut, dibeberapa negara Eropa pemeliharaan ayam dalam kandang intensive dilarang. Hal yang lebih serious terhadap upaya pelarangan tersebut adalah perhatian terhadap kelangsungan ketersediaan makanan asal hewan yang sehat dan berkualitas, mencegah penyebaran penyakit, dampak buruk terhadap lingkungan serta kondisi ekonomi masyarakat pedesaan dari pemeliharaan ayam secara intensive. Di beberapa negara Asia promosi terhadap sistem pemeliharaan yang kurang mensejahterakan hewan dan akan berdampak terhadap kesehatan dan penyebaran penyakit mulai diperkenalkan. Apalagi kasus flu burung yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan manusia serta perekonomian Indonesia baru saja usai.. Bagaimana kita menyikapi informasi yang tergolong masih baru ini? Dengan adanya promosi konsep kesejahteraan hewan untuk industri ternak ayam sebagai komoditi pangan, menjadi tantangan bagi Indonesia untuk kedepannya sanggup mendirikan kawasan peternakan ayam yang mengarah ke peningkatan kualiats hidup ternak ayam demi penyediaan hasil ternak yang sehat dan berkualitas. Dengan adanya tantangan tersebut, Srikandi Animal Care (SAC) didukung oleh Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animal (RSPCA) International, dan bekerja sama dengan Dinas Peternakan kabupaten Blitar serta Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia cabang Jawa Timur II, mengadakan sosialisasi KONSEP KESEJAHTERAAN HEWAN untuk Peternakan Ayam dalam bentuk FARMER EDUCATION. Tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan ini adalah : 1. 2. Meningkatkan pengetahuan peternak tentang manajemen kesehatan ternak ayam Menambah wawasan peternak ayam tentang pentingnya kesejahteraan hewan ternak

Penyelenggaraan FARMER EDUCATION dipusatkan di Blitar. Sebagai pusat peternakan ayam di Jawa Timur dengan populasi ayam sekitar 15 juta ekor dengan jumlah peternak sekitar 300 peternak. Hasil

produksi ternak ayam di Blitar mampu mensupply 30% kebutuhan nasional. Kegiatan sosialisasi kesejahteraan hewan untuk ternak ayam, diadakan di beberapa tempat yaitu Wlingi, Kademangan, Wonodadi, Srengat dengan mengunjungi kelompok peternak dan beberapa kandang peternak ayam. Selama kegiatan berlangsung team SAC memberikan penjelasan tentang KONSEP KESEJAHTERAAN HEWAN untuk ternak ayam yang dapat meningkatkan produksi ternak ayam yang sehat dan berkualitas, mengurangi penyebaran penyakit, mencipkan peternakan yang ramah lingkungan dan menigkatkan pendapatan peternak.

http://koranpdhi.com/buletin-edisi11/edisi11-kesejahteraanayam.htm

Kesejahteraan Hewan (Termasuk Ternak)

Kesejahteraan dapat diartikan sebagai kebahagiaan, kemakmuran, kecukupan dalam kesehatan atau keberhasilan (Moss, 1992). Kesejahteraan ini melingkupi fisik dan mental sehingga terdapat banyak aspek yang dapat menilainya. Animal welfare atau kesejahteraan hewan dapat diartikan sebagai kondisi kecukupan dari aspek fisik dan mental (psikis) yang memperhatikan kebutuhan dasar hewan. Kesejahteraan hewan dalam peternakan adalah memperlakukan hewan ternak sebagaimana mestinya dari aspek fisis dan psikis hewan ternak serta layak dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar hewan dalam peternakan (Moss 1992) sebagai berikut :

1. Kondisi nyaman dan perlindungan yang layak. 2. Kecukupan air yang bersih dan pakan untuk menjaga kesehatan. 3. Kebebasan dalam bergerak. 4. Kebebasan untuk berinteraksi dengan hewan lain. 5. Kesempatan untuk beraktivitas sesuai dengan prilaku alaminya. 6. Pencahayaan yang cukup. 7. Lantai yang baik dan tidak rusak. 8. Pencegahan atau diagnosa berkala, pengobatan dari perlakuan yang buruk, perlukaan, infestasi parasit dan penyakit. 9. Pencegahan dari pemotongan yang tidak beralasan.

Perhatian terhadap kebutuhan dasar ini secara langsung menjadi bagian dari prinsip kesejahteraan hewan. Prinsip pelaksanaan kesejahteraan hewan menurut OIE (Office International des Epizootica) dapat diterapkan pada hewan yang diperuntukkan dalam peternakan. Kesejahteraan hewan dapat diterapkan pada peternakan dari hulu hingga hilir dimana hewan mendapat perlakuan. Hal ini membuat perlakuan harus mensejahterakan hewan ternak di dalam peternakan, pasar hewan, proses tranportasi hingga di rumah potong hewan. Proses mensejahterakan hewan ternak dari bagian hulu peternakan hingga bagian hilir (stable to table) sangat erat kaitannya dan terhubung dengan etika serta profesionalitas dokter hewan (WVA1997).

Etika dan Profesionalitas Dokter Hewan. Dokter hewan dalam menjalankan perannya dituntut memiliki etika dan profesionalitas. Etika dan profesionalitas ini masuk dalam profesi (profesio = pengakuan) yang didapat dokter hewan. Etika profesi adalah segala nilai yang dianggap baik dan buruk, salah atau benar yang berlaku untuk sekelompok orang dengan profesi yang sama atau kepentingan yang sama dan menjadi batasan-batasan bagi para anggota profesi tersebut dalam hal tindakan, perilaku dan sikapnya dalam menjalankan profesinya. Profesionalitas merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, memenuhi stndar dan kaidah-kaidah keilmuan yang mempunyai kekuatan hukum dan dinyatakan dengan sertifikasi dan lisensi.

Beranjak dari definisi ini maka dokter hewan secara harfiah memiliki paham untuk mensejahterakan hewan. Hal ini disebabkan oleh tanggungjawab yang diemban oleh dokter hewan dalam membuat hewan menjadi sehat atau bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (bagian dari five freedom). Dasar dari tanggungjawab ini yang membuat peran dokter hewan menjadi vital dalam tindakan mensejahterakan hewan di peternakan.

Tindakan yang Termasuk Dalam Kesejahteraan Hewan di Peternakan. Kegiatan dalam membuat hewan sejahteran di dalam peternakan terkadang menghadapi berbagai masalah. Masalah pokok dalam kesejahteraan hewan ternak yang sering ditemukan adalah : Kandang yang ukurannya tidak mencukupi. Kondisi kandang yang menjemukan.

Kurangnya kontak sosial/permainan/exercise. Frustasi yang dicerminkan dengan berbagai tingkah laku seperti mandi debu, menggigit kandang dan membuat sarang.

Stimulasi yang berlebihan, misalnya kandang yang terlalu besar, mencampur hewan yang tidak sekawan dan suara ribut.

Breeding/masalah genetik/tekanan produksi sampai pada kelemahan teknologi Kematian dini/penyakit/mutilasi. Terpapar panas-hujan / kurangnya peneduh. Metode pemeliharaan yang tidak manusiawi, misalnya force feeding, sapi glonggong. Masalah selama transportasi, misalnya stress dan luka. Masalah akibat penanganan, misalnya kasar. Penyembelihan, misalnya tukang potong yang tidak ahli, metode pemotongan yang tidak manusiawi. Masalah-masalah pokok ini secara garis besar dapat diperbaiki dengan memperhatikan kriteria penilaian kesejahteraan hewan. The Royal Society for Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) di United Kingdom percaya bahwa kesejahteraan pada hewan ternak dapat dipenuhi melalui pemenuhan lima kebebasan. Lima kebebasan (five freedom) diantaranya freedom from hunger and thirst (bebas dari lapar dan haus), freedom from discomfort (bebas dari ketidaknyamanan), freedom from pain, injury, and disease (bebas dari sakit dan penyakit), freedom from fear and distress (bebas dari takut dan tertekan) dan freedom to express normal behavior (bebas melakukan prilaku normal). Berdasar dari five freedom tersebut maka masalah-masalah pokok kesejahteraan hewan dapat diatasi dengan tindakan seperti : 1. Perbaikan manajemen kandang. Perbaikan manajemen kandang akan membuat hewan menjadi nyaman, tidak tertekan dan tidak takut. Hewan ternak akan tercukupi karena kondisi lantai yang baik, bahan perkandangan tidak melukai, penerangan yang nyaman, sanitasi yang baik (udara dan air bersih), pakan yang sehat, suhu dan kelembaban sesuai, pengelompokan umur yang sesuai dan kepadatan yang sesuai. 2. Perbaikan manajemen kesehatan.

Perbaikan manajemen kesehatan ini akan memberi kesehatan optimum dari hewan ternak karena program pemeriksaan berkala, pengobatan dan pemberian nutrisi yang cukup. 3. Perbaikan prilaku alami hewan. Prilaku alami hewan ternak bisa teraktualisasikan jika terdapat ruang yang cukup, adanya kesempatan, tidak tersakiti dan tidak terganggu.

4. Perbaikan penanganan penyakit. Dalam penanganan wabah penyakit pada hewan ternak terkadang dalam pemusnahan masal hewan yang terjangkit penyakit dilakukan tidak dengan manusiawi. Hewan yang terjangkit penyakit sebisa mungkin dalam memusnahkannya, hewan ternak tidak merasakan sakit. Hewan yang sakit selayaknya mendapat pemeriksaan, pengkontrolan, dan pengobatan. Perbaikan di atas tentu masih dapat dinilai pelaksanaannya berdasarkan kriteria yang sesuai. Adapun penilaian pelaksanaan animal welfare dalam peternakan seperti tabel di bawah ini.

Tabel 1. Kriteria Penilaian Pelaksanaan Animal Welfare Berdasarkan 5 Freedom. Aspek Parameter

Rasa haus dan lapar (hunger and Kebutuhan pakan thirst) Ketidaknyamanan (discomfort) Kondisi tubuh Kualitas udara Kuantitas udara Suhu kandang Kondisi fisiologis Intensitas cahaya Aktivitas Sakit dan kesakitan (pain, injury, and disease) Program pengendalian penyakit Seleksi genetic Mutilasi Sarana pemeliharaan kesehatan Euthanasia Biosekuriti

Fasilitas pengobatan Rasa takut dan tertekan (fear and distress) Prilaku pengelola Kontrol predator Peralatan dan kepadatan ternak Ekspresi prilaku alamiah (express normal behaviour) Kebutuhan biologis/reproduksi Kehidupan sosial Kompetisi Kepadatan ternak

Kesejahteraan pada hewan ternak akan memberi manfaat bagi kwalitas hidup hewan ternak maupun manusia itu sendiri. Hewan ternak yang memiliki kwalitas hidup yang baik maka dari peternakan akan diperoleh produk peternakan yang berkwalitas pula. Produk peternakan yang berkwalitas akan membawa pengaruh positif bagi kwalitas hidup manusia.

Kesejahteraan Hewan Versus Livestock Industri Pembangunan peternakan tidak akan lepas dari upaya industrialisasi peternakan. Industrialisasi akan mendekatkan pada aspek komersialitas sehingga akan memunculkan paham profit oriented. Usaha peternakan (peternakan kecil hingga industri) akan berupaya mengeksploitasi hewan demi keuntungan. Produktifitas dan efisiensi seakan menjadi landasan untuk kemajuan pembangunan peternakan. Beberapa paham kesejahteraan hewan percaya bahwa hewan seharusnya tidak untuk dieksploitasi dengan berbagai cara. Pandangan ini jelas akan menimbulkan pertanyaan apakah aplikasi kesejahteraan hewan dalam peternakan dapat memberi keuntungan yang sama pada cara peternakan dengan eksploitasi hewan secara berlebihan?, jawabannya tentu saja bisa bahkan dapat lebih.

Peternakan yang memperhatikan aspek kesejahteraan hewan tentu akan membutuhkan modal yang cukup besar. Kondisi kandang, sanitasi kandang, sumber air, pakan yang baik untuk kesehatan, lingkungan sekitar kandang, suhu lingkungan, kelembapan lingkungan, kepadatan ternak sampai pada tingkat kebisingan harus diperhatikan. Perihal inilah yang mungkin menjadi dilema dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Penyertaan modal yang besar dalam pendirian peternakan yang menerapkan aspek kesejahteraan hewan masih menjadi alasan utama

kebanyakan peternak untuk menghindari prinsip animal welfare di peternakan mereka.

Kondisi demikian harus diperhatikan oleh pemerintah dengan niat politik (political will) untuk menerapkan prinsip animal welfare di peternakan. Niat politik ini dapat berupa Undang-Undang atau peraturan lainnya.

Legislasi Animal Welfare Aspek legislasi merupakan penyelaras dalam pelaksanaan kesejahteraan pada hewan ternak. United Kingdom (Inggris) sadar bahwa dengan penguatan di bidang legislasi akan memberi pengaruh yang nyata pada aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Pada tahun 1911, Inggris mulai mengumpulkan aturan tentang perlindungan hewan dari tahun 1786 (The Knackers Act Scct. 4) sampai tahun 1907 (The Injured Animals Act) untuk dijadikan hukum negara. Hukum negara tentang perlindungan hewan ini dikenal dengan Protection of Animals Act 1911. Kesadaran akan kebutuhan terhadap hukum ini membuat perkembangan yang baik terhadap kesejahteraan pada hewan ternak hingga kini. Kesadaran muncul dengan dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap undang-undang yang telah ada. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Agriculture Act 1968 Part 1 Welfare of Livestock. 2. The Walfare of Livestock Regulations 1978. 3. The Walfare of Livestock Regulations 1987

Legislasi tentang kesejahteraan hewan dalam sektor peternakan di Indonesia masih jauh dari harapan. Sejak tahun 1967, legislasi berupa Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 1967 tetang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menjelaskan kesejahteraan hewan belum juga terdapat perubahan yang berarti. Undang-Undang yang telah mengamanatkan pelaksanaan kesejahteraan hewan hingga kini belum diatur pelaksanaanya. Aturan pelaksanaan kesejahteraan hewan seperti Peraturan Pemerintah (PP) belum terdapat hingga kini sehingga dirasa pelaksanaanya belum jelas. Tidak terdapatnya PP sebagai aturan pelaksana maka akan sulit bagi masyarakat untuk menterjemahkan aturan tentang kesejahteraan hewan. Hal ini tentunya menjadi masalah dalam aplikasi kesejahteraan pada hewan ternak. Banyak sikap yang telah disampaikan untuk

memperbaiki kondisi ini seperti pada Musyawarah Nasional Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) tahun 2001 di Bali yang menghasilkan beberapa rekomendasi. 1. Rekomendasi PDHI terkait dengan kesejahteraan hewan seperti : Mendorong pemerintah segera mengeluarkan PP tentang Kesejahteraan hewan. 2. Menyarankan kepada Menteri Pertanian untuk membentuk 2 komisi yakni, komisi kesejahteraan hewan dan komisi etika hewan. 3. Menyampaikan draf PP kesejahteraan hewan.

Pemerintah sudah saatnya memperhatikan dengan serius permasalahan kesejahteraan pada hewan ternak. Hal ini merupakan isu global yang harus diantisipasi dengan tindakan nyata. Bila isu global ini (animal welfare) tidak diantisipasi dengan baik dan tidak dipecahkan permasalahanya maka akan membuat implikasi ditolaknya pruduk peternakan Indonesia di pasar global.

Pemerintah harus membuat keputusan tentang badan atau lembaga pemerintah mana yang bertanggungjawab dalam menjawab permasalahan kesejahteraan hewan. Perihal yang baik tampak pada regulasi yang berlaku di Swiss. Pemerintahan Swiss memiliki badan yang bertanggungjawab pada segala permasalahan tentang kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan ini dikenal dengan nama Federal Veterinary Office (FVO). Indonesia sudah selayaknya memiliki badan otoritas serupa yang berwenang terhadap permasalahan kesehatan hewan termasuk kesejahteraan hewan. Badan otoritas ini harus memiliki payung hukum dan aturan pelaksanaan yang terstruktur dengan baik sehingga diharapkan dapat berfungsi dengan baik dalam menjamin pelaksanaan yang baik terhadap kesejahteraan hewan ternak.

Konsep Kesejahteraan Hewan Untuk Peternakan Ayam Lebih dari 1,15 milyar ayam dipelihara secara intensif di Indonesia. Sistem pemeliharan yang menghasilkan lebih banyak telur dan daging ayam dalam waktu yang relatif singkat, namun menyebabkan penderitaan fisik maupun psikologis bagi ayam.

Dengan alasan untuk meningkatkan kehidupan ayam sealami mungkin dengan menyediakan kandang yang meleluaskan bagi ayam untuk bergerak, mengepakkan sayap, bertengger, mandi debu, serta mencari serangga untuk kebutuhan makan bahkan untuk bersarang. Maka karena alasan tersebut, dibeberapa negara Eropa pemeliharaan ayam dalam kandang intensive dilarang. Hal yang lebih serius terhadap upaya pelarangan tersebut adalah perhatian terhadap kelangsungan ketersediaan makanan asal hewan yang sehat dan berkualitas, mencegah penyebaran penyakit, dampak buruk terhadap lingkungan serta kondisi ekonomi masyarakat pedesaan dari pemeliharaan ayam secara intensive. Di beberapa negara Asia promosi terhadap sistem pemeliharaan yang kurang mensejahterakan hewan dan akan berdampak terhadap kesehatan dan penyebaran penyakit mulai diperkenalkan. Apalagi kasus flu burung yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan manusia serta perekonomian Indonesia baru saja usai.. Bagaimana kita menyikapi informasi yang tergolong masih baru ini? Dengan adanya promosi konsep kesejahteraan hewan untuk industri ternak ayam sebagai komoditi pangan, menjadi tantangan bagi Indonesia untuk kedepannya sanggup mendirikan kawasan peternakan ayam yang mengarah ke peningkatan kualiats hidup ternak ayam demi penyediaan hasil ternak yang sehat dan berkualitas. Dengan adanya tantangan tersebut, Srikandi Animal Care (SAC) didukung oleh Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animal (RSPCA) International, dan bekerja sama dengan Dinas Peternakan kabupaten Blitar serta Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia cabang Jawa Timur II, mengadakan sosialisasi KONSEP KESEJAHTERAAN HEWAN untuk Peternakan Ayam dalam bentuk FARMER EDUCATION. Tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan ini adalah : 1. Meningkatkan peternak tentang pengetahuan manajemen

kesehatan ternak ayam 2. Menambah wawasan peternak ayam tentang pentingnya kesejahteraan hewan ternak Penyelenggaraan FARMER EDUCATION dipusatkan di Blitar. Sebagai pusat peternakan ayam di Jawa Timur dengan populasi ayam sekitar 15 juta ekor dengan jumlah peternak sekitar 300

peternak. Hasil produksi ternak ayam di Blitar mampu mensupply 30% kebutuhan nasional. Kegiatan sosialisasi kesejahteraan hewan untuk ternak ayam, diadakan di beberapa tempat yaitu Wlingi, Kademangan, Wonodadi, Srengat dengan mengunjungi kelompok peternak dan beberapa kandang peternak ayam. Selama kegiatan berlangsung team SAC memberikan penjelasan tentang KONSEP KESEJAHTERAAN HEWAN untuk ternak ayam yang dapat meningkatkan produksi ternak ayam yang sehat dan berkualitas, mengurangi penyebaran penyakit, mencipkan peternakan yang ramah lingkungan dan menigkatkan pendapatan peternak Kesejahteraan Hewan di Bali Kesejahteraan hewan diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan dimana hewan menikmati kenyamanan, sehingga dapat hidup secara normal dan senang. Keadaan sejahtera bagi hewan, apabila hewan di dalam hidupnya menikmati lima kebebasan, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidak-nyamanan, bebas dari rasa sakit, celaka/terluka, dan penyakit, bebas dari kekangan untuk menampilkan tingkah laku normalnya dan bebas dari rasa ketakutan dan tertekan. Perlakuan manusia terhadap hewan merupakan salah satu bagian yang diatur dalam tata perikalu masyarakat Bali melalui Tri Hita Karana, yakni tiga tindakan untuk mewujudkan keseimbangan, terdiri dari melakukan hubungan baik dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sang Pencipta dan Pengendali Kehidupan (Parahyangan), melakukan hubungan baik dengan sesama manusia (Pawongan) dan berperilaku baik terhadap lingkungan (Palemahan) yang salah satu komponennya adalah hewan maupun ternak. Perlakuan yang baik terhadap lingkungan termasuk hewan di dalamnya, akan membuat hewan dapat hidup sejahtera, lingkungan lestari, yang pada akhirnya akan memberikan hasil/produksi yang baik dan sehat yang menjadikan manusia hidup sejahtera. Sejahtera bagi manusia mengandung makna hidup tidak berkekurangan, sehat jasmani-rohani, aman damai, nyaman tenteram lahir dan bathin (gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo). Bagaimana manusia mewujudkan kesejahteraan hewan? Mewujudkan kesejahteraan hewan dapat dilakukan dengan berpatokan kepada lima kebebasan bagi hewan yaitu : bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidak-nyamanan, bebas dari rasa sakit, celaka/terluka, dan penyakit, bebas

dari kekangan untuk menampilkan tingkah laku normalnya dan bebas dari rasa ketakutan dan tertekan. Tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari dilakukan dengan memberi pakan dan minum yang baik mutunya dan cukup jumlahnya kepada hewan/ternak yang dipelihara, membuatkan kandang yang memungkinkan hewan hidup tenang di dalamnya, tidak kehujanan atau kepanasan, dapat bergerak dengan leluasa seperti berdiri, rebahan/tidur atau duduk, berputar atau gerakan lain sesuai dengan perilaku normalnya. Misalnya ayam (unggas) mempunyai kegemaran bertengger, dan juga mandi debu. Maka peternak hendaknya menyediakan kandang yang dilengkapi dengan tempat bertengger dan tempat berpasir untuk ayam mandi debu. Selain juga melengkapi kandang sarana yang dibutuhkan ayam seperti tempat pakan, tempat minum dan tempat bertelur.
http://mrzaen.blogspot.com/2012/04/lingkungan-ternak.html

Apa Itu KESRAWAN?


Konsep Kesejahteraan Hewan : Animallium Homnique Saluti Manusya Mriga Satwa Sewaka Makna Filosofis : Pengelolaan Hewan Untuk Kesejahteraan Manusia 5 PRINSIP KEBEBASAN HEWAN 1. Bebas dari rasa haus dan lapar; 2. Bebas dari rasa tidak nyaman; 3. Bebas dari rasa nyeri, celaka dan penyakit; 4. Bebas mengekspresikan tingkah laku secara normal ; 5. Bebas dari rasa sakit dan stress KESEJAHTERAAN HEWAN (KESEJAHTERAAN HEWAN) 1. Perlakuan hewan secara wajar, alami dan terkendali dalam kerangka perlindungan hewan dari tindak semena-mena manusia. 2. Sudut pandang nilai kemanusiaan Anthropometri : KURANG TEPAT. 3. Tujuan Kesejahteraan hewan pada hakekatnya untuk kesejahteraan manusia, khususnya hewan produksi terkait dengan produk pangan ASUH. Kehidupan di alam suatu EKOSISTEM ( manusia, flora, fauna dan lingkungan) : Saling Ketergantungan (interdependency) dan Saling Keterkaitan (Interrelationship). Issu perdagangan bebas yang harus disikapi : Isu HAM Isu lingkungan Animal welfare (Kesrawan) Bioetika : Perilaku manusia terhadap suatu obyek (makhluk hidup) yang didasari dengan landasan nilai-nilai manusiawi (cipta, rasa dan karsa)terhadap berbagai masalah yang timbul sebagai implikasi negatif dari kemajuan teknologi. Penyimpangan HUKUM ALAM karena kecenderungan manusia untuk semena -mena bila berkuasa atas nasib makhluk lain baik sesama manusia ataupun hewan. Kebijakan Penerapan Kesrawan

Penerapan KESRAWAN (hewan produksi) dalam penyediaan daging (ideal) : mulai dari peternakan sampai penyembelihan Tujuan penerapan KESRAWAN dalam penyediaan daging: 1. Sesuai dengan konsep Halalan dan Thoyyiban. 2. Menghasilkan daging yang berkualitas baik, aman dan layak serta berdaya saing tinggi. 3. Memenuhi tuntutan masyarakat kesejahteraan hewan internasional (perdagangan bebas). KEGIATAN PEMBINAAN KESRAWAN 1. Sosialisasi nilai Kesejahteraan Hewan kepada petugas pengelola hewan / ternak. 2. Fasilitasi dalam penerapan teknis kesrawan khususnya di RPH. 3. Advokasi konsumen terhadap produk pangan yang berasal dari hewan yang bebas dari perlakuan tidak wajar disaat hidupnya. 4. Penyusunan peraturan perundangan dan pedoman praktis penanganan hewan. Pengaruh Kesrawan Terhadap Kualitas Daging Makna penerapan KESRAWAN dalam penyediaan daging : 1. Sesuai dengan konsep Halalan dan Thoyyiban. 2. Menghasilkan daging yang berkualitas baik, aman dan layak konsumsi. 3. Memenuhi perlakuan hewan secara ikhsan. PROSES PENYEMBELIHAN A. Penyembelihan hewan dilaksanakan dengan mempedomani hukum agama khususnya Islam agar memenuhi standar kehalalan guna menjamin ketentraman batin konsumen Indonesia B. Penyembelihan dilakukan dengan pisau yang tajam pada bagian ventral leher (8-10 cm di belakang lengkung rahang bawah) sehingga trachea, vena jugularis - arteria communis dan oesophagus terpotong sekaligus. C. Perlakuan lebih lanjut pasca penyembelihan dilakukan apabila hewan mati sempurna reflek kelopak mata PENYEMBELIHAN HEWAN Prinsip penyembelihan mempersingkat penderitaan hewan, mempercepat proses kematian. Proses penghayatan (niat & konsentrasi) bagi pelaksana momentum ibadah. Hilangnya respon otak (referens) 2 a. Carotis + v. jugularis 14 detik 2 v. jugularis 70 detik Jantung yg diinduksi listrik 298 detik Cardiac arest 28 detik Mati Sempurna : Kematian fungsi otak hilangnya respon reflek palpebrae / kelopak mata. Proses Pengulitan & Pengeluaran Jeroan : Sebelum proses pengulitan, dilakukan pengikatan saluran makanan (oesofagus) dan anus agar isi lambung dan usus tidak mencemari daging. PEMERIKSAAN POST MORTEM - Pemeriksaan postmortem harus segera dilakukan setelah hewan disembelih. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter hewan atau juru uji daging atau petugas teknis yang telah mendapatkan pelatihan tentang meat inspector. - Pemeriksaan postmortem lebih diutamakan pada kelainan organ yang spesifik. Untuk mendapatkan daging yang Halalan Thoyyiban diperlukan : 1. Persyaratan hewan sembelih Merupakan jenis hewan yang memenuhi persyaratan potong. - Hewan sehat yang dinyatakan dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan. 2. Persyaratan Juru Sembelih - Memahami dan menerapkan kaidah aspek kehalalan, aspek kesejahteraan hewan dan teknis higiene-sanitasi. 3. Persyaratan Prosedur - Penyembelihan sesuai dengan syariah Islam dan memenuhi aspek kesejahteraan hewan.

- Dilakukan pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem oleh dokter hewan berwenang. Penanganan daging sesuai aspek higiene sanitasi. PENGERTIAN ASUH: Aman: Tidak mengandung bahaya biologis, kimiawi dan fisik atau bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Sehat: Mengandung bahan-bahan yang dapat menyehatkan manusia (baik untuk kesehatan). Utuh: Tidak dikurangi atau dicampur dengan bahan lain. Halal: Disembelih dan ditangani sesuai syariat agama Islam. Sumber: Diolah dari materi drh. Krisnandana, Direktorat Kesmavet, Ditjennak pada WORKSHOP MANAJEMEN RUMAH POTONG HEWAN di Mataram, 2 Juni 2009

http://drhyudi.blogspot.com/2009/07/apa-itu-kesrawan.html

Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

SISTEM KANDANG TERTUTUP DALAM MANAJEMEN PETERNAKAN UNGGAS


Danang Dwi Cahyadi*, Mochammad Rifqi Wijaya, Nurida Dessalma S, Pradipta Nuri Adiyati 1Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, Bogor, Jawa Barat, Indonesia *Email: danang_dwicahyadi@yahoo.com

Abstrak
Sistem perkandangan unggas memiliki perbedaan dengan pekandangan pada ternak lainnya. Pengawasan kesehatan unggas mengacu pada good breeding dan good farming practices. Lokasi pendirian peternakan unggas harus sesuai dengan RUTR (Rencana Umum Tata Ruang), RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) dan persyaratan isolasi. Sistem perkandangan tertutup dapat merealisasikan good breeding dan good farming practices melalui pengaturan otomatis. Kandang tertutup dapat diaplikasikan dalam peternakan unggas dan memiliki beberapa keuntungan untuk meningkatkan produktivitas dan kesehatan unggas. Sistem ini memungkinkan pengawasan konsumsi pakan, kesehatan, dan pengendalian parasit. Kondisi bioklimat mempengaruhi secara langsung kondisi fisiologi unggas yang berpengaruh terhadap kesehatan dan produksi unggas. Permasalahan bioklimat dapat diatasi dengan manajemen kandang tertutup dengan pengaturan temperatur untuk mengurangi faktor stres yang disebabkan oleh perubahan suhu. Terdapat dua macam sistem kandang tertutup, yaitu sistem tunnel dan cooling pad. Kedua sistem tersebut dapat menyediakan sirkulasi udara yang baik untuk meminimalkan faktor stres di peternakan unggas. Dengan menggunakan sistem kandang tertutup, zona nyaman bagi unggas dapat dicapai untuk peningkatan produksi dan kesehatan unggas. Kata kunci: unggas; kandang tertutup; kesehatan unggas

Pendahuluan Dunia perunggasan di Indonesia sudah semakin berkembang, baik pengelolaan maupun teknologinya. Pengembangan manajemen usaha perunggasan juga sudah semakin mempertimbangkan target pencapaian produksi yang optimal serta penurunan tingkat kegagalan panen akibat penyakit dan masalah manajemen. Aceh sebagai salah satu propinsi yang memiliki lahan yang cukup luas, mempunyai prospek baik dalam dunia perunggasan. Hal ini terkait dengan perencanaan pembangunan Aceh ke depan, masih banyak lahan yang bisa dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan lahan yang begitu luas perlu memperhatikan berbagai aspek penting, seperti sosial, budaya, ekonomi, hingga masalah iklim. Lahan yang tersedia di Aceh cukup luas, tetapi pemanfaatan lahan tersebut belum

optimal. Propinsi ini terletak di ujung barat dan menempati posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas laut selat Malaka. Luas wilayah Aceh 57.365,57 km2, kawasan lindung seluas 26.440,81 km2, dan kawasan budidaya seluas 30.924,76 km2 [1]. Aceh merupakan salah satu propinsi yang memiliki sumberdaya paling lengkap di Indonesia. Tetapi bencana gempa dan tsunami tahun 2004 menyebabkan banyak sarana peternakan rusak sehingga perlu dilakukan pembangunan berkelanjutan.
Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

Peternakan unggas merupakan salah satu peluang dalam pengembangan Aceh ke depan, mengingat masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan. Selain memiliki lahan yang luas, peranan subsektor peternakan dalam perekonomian Aceh menduduki posisi kedua setelah subsektor tanaman pangan dan holtikultura [2]. Pembangunan peternakan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan untuk mengembangkan kemampuan masyarakat, khususnya peternak, agar mampu melaksanakan usaha produktif di bidang peternakan secara mandiri. Usaha tersebut dilaksanakan oleh peternak, pelaku usaha, dan pemerintah sebagai fasilitator yang mengarah kepada berkembangnya usaha peternakan yang efisien dan memberi manfaat bagi peternak. Pembangunan peternakan di Propinsi Aceh ditujukan kepada upaya peningkatan produksi peternakan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, menciptakan kesempatan kerja dan berusaha, mendorong pengembangan agroindustri dan agribisnis, serta mengembangkan sumberdaya peternakan dalam rangka kelestarian lingkungan. Pendirian peternakan unggas tentu saja berbeda dari sistem yang diterapkan pada ternak lain. Peternakan unggas yang dibangun secara umum harus memperhatikan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang ditetapkan pemerintah, sehingga tidak akan menimbulkan konflik dan ketidakseimbangan ekologi. Maksudnya, bahwa peternakan unggas tidak boleh dibangun di tengah-tengah pemukiman penduduk atau lokasinya berdekatan dengan tempat-tempat yang menjadi fasilitas umum. Persyaratan isolasi berupa pemberian pagar keliling juga menjadi salah satu syarat bagi peternakan unggas yang baik. Ketentuan tersebut memiliki alasan karena umumnya peternakan unggas di Indonesia menggunakan sistem kandang terbuka yang menimbulkan permasalahan klasik, yaitu masalah pencemaran udara dan lalat. Hal ini tentu saja mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat serta unggas itu sendiri. Isu lain yang perlu dicermati dalam peternakan unggas, baik unggas pedaging maupun petelur, adalah masalah kesejahteraan hewan (animal welfare) dan biosekuriti. Kesejahteraan hewan sangat penting karena memperlakukan unggas dengan baik akan berpengaruh pada kondisi fisiologis, kesehatan, serta produktivitas unggas tersebut. Van Horne dan Achterbosch (2008) menjelaskan bahwa masalah kesejahteraan hewan mendapat banyak perhatian di Eropa dibandingkan dengan negara lain di dunia. Kesejahteraan unggas di Eropa saat ini memiliki standar yang lebih tinggi dari pada negara lain sebagai supplier produk unggas [3]. Upaya pengembangan usaha peternakan yang memperhatikan aspek kesejahteraan hewan dan biosekuriti dapat menjadi pangkal tolak pembangunan Aceh pascabencana gempa dan tsunami. Pembangunan peternakan, subsektor unggas khususnya, apabila dilakukan dengan manajemen yang baik akan memberikan produktivitas tinggi yang dapat bermanfaat untuk masyarakat dan Pemerintah Aceh. Sistem Kandang Tertutup Pengelolaan kesehatan unggas dan tingkat produksi dalam suatu peternakan tidak dapat dilepaskan dari manajemen perkandangan. Kandang menjadi hal yang sangat penting karena kenyamanan (comfort zone) kandang berpengaruh terhadap kondisi fisiologi tubuh unggas yang akhirnya akan mempengaruhi produktivitas unggas

tersebut. Oleh karena itu, konstruksi maupun jenis kandang yang digunakan dalam suatu peternakan ditentukan pula oleh jenis iklim di daerah setempat. Menurut Fadilah (2004), kandang sistem tertutup (close house) banyak diterapkan di daerah yang beriklim panas, sedangkan pada daerah sejuk cukup menggunakan kandang sistem postal atau beralas semen [4]. Iklim sangat berpengaruh terhadap penentuan konstruksi dan kapasitas kandang.
Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

Kandang adalah lingkungan terkecil tempat unggas hidup dan berproduksi. Oleh karena itu, dibutuhkan kandang yang nyaman dan berpengaruh terhadap kesehatan unggas yang prima dan menghasilkan produksi yang maksimal. Salah satu bagian kandang yang berperan sebagai penyedia udara yang bersih adalah sistem ventilasi yang baik. Aliran udara yang cukup akan mampu memberikan suplai oksigen untuk kebutuhan pernapasan ayam sekaligus mengeluarkan CO2 dan amonia dari dalam kandang. Selain itu, ventilasi yang baik akan menurunkan konsentrasi debu dan mikroorganisme penyebab penyakit. Aliran udara dari dan ke kandang akan sangat baik jika dibantu oleh tiupan angin secara alami. Jika tiupan angin kurang baik dapat dibantu dengan kipas angin yang dipasang di tempat-tempat tertentu di dalam kandang [5]. Penerapan peternakan unggas dengan menggunakan sistem kandang tertutup harus memperhatikan konstruksi kandang dan juga peralatan kandang. Semua bentuk kandang yang dibuat ditujukan agar ayam bisa nyaman dengan lingkungan sehingga ayam dapat berproduksi dengan maksimal. Konstruksi kandang yang baik seharusnya turut memperhatikan sistem ventilasi kandang. Sirkulasi udara dalam kandang close house dapat menggunakan sistem tunnel dan cooling pad. Cooling pad mengalirkan udara segar yang dibutuhkan ke dalam kandang dan exhaust fan mengeluarkan udara kotor ke luar kandang. Kandang tertutup dengan sistem tunnel menggunakan kipas untuk menarik udara ke dalam kandang serta dikeluarkan melalui exhaust fan. Pemilihan model dan sistem kandang sebaiknya memperhatikan kenyamanan unggas yang dipelihara untuk mendapatkan hasil yang maksimal, karena kandang merupakan salah satu unsur penting dalam keberhasilan pembibitan unggas. Bentuk serta kapasitas kandang dapat menyediakan lingkungan yang sesuai untuk kehidupan unggas sehingga memungkinkan unggas dapat berproduksi secara maksimal [6]. Model kandang sistem terbuka tidak sesuai lagi dengan perkembangan mutu genetik ayam ras saat ini, yaitu ayam dengan strain-strain modern dengan tingkat pertumbuhan yang cepat bila dibandingkan dengan strain-strain ayam tempo dulu. Kandang model tertutup dimaksudkan untuk meminimalkan kontak antara ayam dengan kondisi lingkungan di luar kandang. Tujuan pembangunan kandang sistem tertutup adalah menciptakan lingkungan ideal dalam kandang, meningkatkan produktivitas ayam, efisiensi lahan dan tenaga kerja serta menciptakan usaha peternakan yang ramah lingkungan [7]. Kondisi fisiologis dan metabolisme tubuh unggas sangat tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungan atau kandang tempat unggas tersebut dipelihara. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi produktivitas, kesehatan, dan penampilan unggas meliputi suhu, kelembaban relatif, pencahayaan, sistem perkandangan, dan ventilasi [8]. Pengaturan suhu dan kelembaban memberikan zona nyaman (comfort zone) sehingga meningkatkan produktivitas unggas tersebut. Suhu lingkungan kandang untuk pemeliharaan ayam adalah 25-28C dengan kelembaban relatif 60-70% [9]. Apabila suhu lingkungan kandang berada di atas zona nyaman, peluang terjadinya heat stress akan semakin tinggi. Heat stress merupakan cekaman yang diakibatkan oleh suhu lingkungan kandang yang berada di atas zona nyaman (comfort zone) atau suhu yang fluktuatif. Heat stress terjadi karena ayam tidak bisa menyeimbangkan antara produksi dan pembuangan panas tubuhnya [10].

Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

Penyediaan bibit unggas di Indonesia, baik ayam pedaging maupun petelur, masih berupa hasil kerja sama dengan perusahaan induk penyedia bibit Grand Parent Stock. Perusahaan induk tersebut berada di daerah beriklim subtropis dan menggunakan sistem kandang tertutup. Pemeliharaan unggas dengan sistem kandang yang berbeda dari asalnya tentu saja akan mengubah kualitas unggas tersebut. Oleh karena itu, penerapan sistem kandang tertutup dapat mengontrol kondisi kandang sesuai dengan kondisi di pembibitan sehingga produktivitas dan kesehatan unggas dari strain yang baik dapat dipertahankan. Penggunaan sistem kandang tertutup di banyak negara maju dan beberapa peternakan unggas di Indonesia diharapkan mampu memberikan sirkulasi udara yang terbaik bagi ayam. Di Indonesia baru sedikit peternakan yang menggunakan kandang sistem tertutup. Hal ini disebabkan biaya investasi yang cukup tinggi padahal beberapa peternakan yang sudah menerapkan sistem kandang tersebut memperoleh keuntungan yang cenderung meningkat [5]. Selain itu, penerapan sistem kandang tertutup di beberapa negara menjadi salah satu solusi dalam mengatasi kasus flu burung, dimana sistem ini menyediakan keadaaan lingkungan terkendali dan mencegah kontak langsung antara unggas di peternakan dengan burung liar atau hewan lain yang membawa mikroorganisme patogen [11]. Manajemen Peternakan Unggas dengan Sistem Kandang Tertutup Peternakan unggas yang menggunakan sistem kandang tertutup (close house system) memiliki beberapa keuntungan dari segi manajemennya. Keuntungan dari penerapan sistem kandang tertutup yaitu efisiensi lahan, pemberian pakan dan minum, tenaga kerja, dan pengelolaan kesehatan. Peternak unggas di berbagai wilayah di dunia telah mengerti bahwa untuk memelihara unggas dengan efisiensi maksimal, beberapa kondisi harus dipenuhi, yaitu pencegahan stres, pemberian pakan dan minum yang baik, dan sanitasi. Dengan memenuhi kondisi tersebut, pada dasarnya peternak sudah menjamin terlaksananya prinsip kesejahteraan hewan. Meskipun demikian, produktivitas tinggi dan kesehatan unggas tidak menjamin kesejahteraan unggas yang baik [3]. Peternakan unggas dengan sistem kandang tertutup menyediakan suhu dan kelembaban kandang yang terkontrol. Kepadatan populasi unggas dalam kandang sistem tertutup bisa mencapai 15 ekor per meter persegi. Dibandingkan dengan sistem kandang terbuka, dengan populasi 10 ekor per meter persegi, penggunaan lahan untuk kandang lebih efisien dengan sistem kandang tertutup [12]. Sistem otomatisasi pada kandang sistem tertutup dapat mengefisienkan pemberian pakan dan minum. Pemberian pakan dalam kandang menggunakan perangkat yang secara otomatis akan mendistribusikan pakan ke seluruh flok kandang secara merata. Pada sistem kandang tertutup, efisiensi pakan dapat dilakukan dengan mengatur temperatur dan kelembaban. Card dan Nesheim (1972) menyatakan bahwa semakin tinggi temperatur maka akan berpengaruh pada penurunan konsumsi pakan unggas. Penurunan konsumsi pakan tersebut berdampak pada produktivitas unggas. Suhu dan kelembaban yang terkontrol diharapkan dapat meningkatkan konsumsi pakan, sehingga penampilan dan produktivitas unggas dapat dimaksimalkan dan dari segi ekonomis dapat menurunkan biaya investasi [13]. Pemberian minum juga dilakukan secara otomatis dan ad-libitum. Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam manajemen peternakan dengan sistem kandang tertutup relatif lebih sedikit. Tenaga kerja yang bertugas di kandang sistem tertutup hanya bersifat mengontrol waktu pemberian pakan dan pengawasan. Pada dasarnya peternak awam lebih mudah mengelola peternakan unggas dengan sistem
Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

kandang tertutup dari pada dengan sistem kandang terbuka. Pengelolaan

peternakan unggas dengan sistem kandang terbuka (open house system) membutuhkan tenaga kerja yang memilki keterampilan dan pengalaman, karena permasalahan kompleks yang muncul lebih banyak. Dilihat dari segi kuantitas, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengelola peternakan unggas dengan sistem kandang tertutup tidak perlu sebanyak yang dibutuhkan dalam sistem kandang terbuka.
Gambar 1: Contoh pemberian minum pada salah satu kandang tertutup di wilayah Bogor, Jawa Barat Gambar 2: Kondisi di dalam peternakan ayam yang menggunakan sistem kandang tertutup

Penggunaan sistem kandang tertutup dalam suatu peternakan unggas memberikan keuntungan dalam pengelolaan kesehatan unggas yang dipelihara. Pengelolaan kesehatan unggas dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya faktor manajemen kandang. Terbatasnya kontak unggas dengan unggas liar dan agen patogen dari luar kandang akan mengurangi kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari vektor atau unggas lain di luar kandang. Hal ini dapat menurunkan tingkat kematian unggas dalam suatu peternakan. Efisiensi pengelolaan kesehatan unggas terkait dengan penerapan biosekuriti, yaitu penerapan biosekuriti yang lebih baik dengan sistem kandang tertutup akan mengurangi biaya pengobatan serta kerugian akibat tingginya tingkat kematian. Program vaksinasi dapat dikurangi dengan penggunaan sistem kandang tertutup. Bentuk kandang yang umum dijumpai di lapangan adalah kandang sistem terbuka atau open house baik sistem panggung maupun sistem postal. Model kandang sistem terbuka memberikan kontribusi yang kurang baik bila dibandingkan dengan model kandang sistem tertutup. Di samping itu, model kandang sistem terbuka tidak sesuai lagi dengan perkembangan mutu genetik ayam ras saat ini, yakni ayam dengan strain-strain modern dengan tingkat pertumbuhan yang cepat bila dibandingkan dengan strain-strain ayam terdahulu.
Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

Kandang model tertutup dimaksudkan untuk mengurangi kontak antara ayam dengan kondisi lingkungan di luar kandang, menciptakan lingkungan ideal dalam kandang, meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ayam, efisiensi lahan, dan tenaga kerja serta menciptakan usaha peternakan yang ramah lingkungan [14]. Penggunaan kandang tertutup memiliki keuntungan, yaitu memudahkan pengawasan, pengaturan suhu dan kelembaban, pengaturan cahaya, mempunyai ventilasi yang baik serta penyebaran penyakit mudah diatasi [15]. Penggunaan sistem kandang tertutup akan memberikan kualitas unggas yang lebih baik dengan tingkat kematian yang rendah, kondisi pertumbuhan unggas yang merata, dan penampilan unggas yang dihasilkan baik secara maksimal [16]. Pengelolaan kesehatan unggas di peternakan yang menggunakan sistem kandang tertutup didukung dengan manajemen yang baik, meliputi pemeriksaan kondisi ayam secara konsisten, pengawasan terhadap kesehatan lingkungan kandang, penerapan isolasi terhadap unggas yang sakit, pelaksanaan sanitasi, program vaksinasi dan pemberian obat, vitamin, dan antibiotik, serta pemusnahan unggas yang mati [17]. Biosekuriti pada Sistem Kandang Tertutup Sistem manajemen yang baik dalam seluruh aspek yang terkait dengan peternakan unggas mutlak diperlukan, karena sangat menentukan kualitas hasil ternak unggas yang akan berdampak pula terhadap konsumen. Manajemen kesehatan hewan, pemeliharaan, pakan, sanitasi dan desinfeksi merupakan beberapa contoh manajemen yang perlu diperhatikan. Manajemen kesehatan hewan erat kaitannya dengan biosekuriti. Biosekuriti bertujuan untuk mematikan agen penyakit agar tidak

menyebar baik dari dalam kandang ke lingkungan luar maupun mencegah masuknya agen penyakit dari luar ke dalam kandang. Lingkungan peternakan harus mendukung kesehatan dan kenyamanan bagi ternak sehingga mampu berproduksi maksimal. Sanitasi yang diterapkan pada pekerja, peralatan, kendaraan, lingkungan, dan kandang dapat dilakukan dengan menggunakan desinfektan sehingga sumber penyakit yang ada dapat dicegah dan dapat dikurangi agar produksi ternak maksimal. Penerapan biosekuriti dalam peternakan unggas sangat penting, terkait dengan penyebaran penyakit yang mudah menular dalam sistem kandang tertutup. Kegagalan penerapan biosekuriti ini akan berpengaruh terhadap penyebaran penyakit. Penerapan biosekuriti dalam pemeliharaan dan pengamanan peternakan unggas di indonesia terbagi dalam empat sektor, dimana sektor satu merupakan penerapan biosekuriti yang paling baik dengan adanya pembatasan terhadap lalu lintas kendaraan ataupun orang dengan tingkat keamanan yang cukup tinggi [18]. Program penerapan biosekuriti merupakan salah satu tindakan untuk menghindari terjadinya kontak antara hewan dan mikroorganisme untuk pertahanan pertama dalam upaya pengendalian penyebaran penyakit seperti ND (Newcastle Disease), IBD (Infectious Bursal Disease), dan AI (Avian Influenza). Biosekuriti menurut FAO meliputi manajemen terhadap risiko biologis secara komprehensif untuk mewujudkan keamanan pangan, melindungi kesehatan hewan, manusia dan tanaman, melindungi lingkungan, serta berkontribusi dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan [19]. Manajemen peternakan unggas harus didasarkan pada prinsip biosekuriti yang tepat, diantaranya: (1) melakukan kontrol dan pembatasan terhadap kontaminasi antara unggas, manusia, dan jenis hewan lainnya, (2) melaksanakan program sanitasi dan desinfeksi dengan melakukan program kebersihan secara rutin untuk menciptakan lingkungan kandang yang bersih dan bebas dari hama penyakit, dan (3) melaksanakan program vaksinasi secara tepat dan akurat dalam upaya pencegahan
Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

penyakit dengan pengobatan secara rutin [20]. Menurut Fadilah et al (2007) pelaksanaan manajemen pemeliharaan yang baik meliputi manajemen produksi, cara penanganan ayam mati, penanganan kotoran ternak, serta proses pencucian kandang [21]. Penerapan biosekuriti akan berdampak baik pada kondisi fisiologi maupun produktivitas unggas. Dalam bidang peternakan, biosekuriti termasuk dalam praktek yang dirancang untuk mencegah penyebaran penyakit dari dan ke dalam suatu peternakan. Biosekuriti di dalam peternakan unggas merupakan serangkaian tahapan manajemen yang diambil untuk melindungi masuknya agen infeksius ke dalam suatu kelompok atau flock ternak hewan [19]. Penerapan sistem kandang tertutup secara keseluruhan dapat menyediakan lingkungan kandang yang terkontrol dan mencegah terjadinya kontak antara unggas dengan unggas liar dari luar kandang atau agen patogen lain. Penerapan sistem kandang tertutup lebih mengefektifkan biaya karena sistem yang dijalankan merupakan bentuk pengendalian dan pencegahan utama [11]. Kesimpulan Pembangunan Aceh pada subsektor peternakan unggas dapat dicapai melalui pengelolaan peternakan unggas dengan sistem yang tepat. Pengaruh kondisi lingkungan dan iklim dapat diatasi dengan sistem kandang tertutup (close house system). Penerapan sistem kandang tertutup memiliki kelebihan dalam efisiensi lahan, tenaga kerja, pakan, dan pengelolaan kesehatan unggas sehingga dapat menjadi solusi bagi pembangunan Aceh. References
[1] http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNADM119.pdf

[2] http://atdr.tdmrc.org:8084/jspui/handle/12345678 9/272?mode=full [3] Van Horne P.L.M., Achterbosch T.J., Animal welfare in poultry production systems: impact of EU standards on world trade, Worlds Poultry Science Journal 64 (2008) 40-52 [4] Fadilah R., Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial, (AgroMedia Pustaka, Jakarta, 2004). [5] Z. Abidin, Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur, (Agromedia Pustaka, Jakarta, 2003). [6] Winter A.R., E.M. Funk, Poultry Science and Practice, Fifth Edition, (J.B. Lippincott Company, Chicago, Philadelphia, New York, U.S. A., 1956). [7] http://www.majalahinfovet.com/2009/01/saatnya-rekonstruksi-kandang-open-atau.html [8] Elijah O.A., Adedapo A, The effect of climate on poultry productivity in Ilorin Kwara State, Nigeria, International Journal of Poultry Science 5 (2006) 1061-1068 [9] http://chickaholic.wordpress.com/2010/06/13/optimalkan-produksi-saat-heat-stress/ [10] Butcher G.D., Miles R, Heat Stress Management in Broilers, (Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida, 2009). [11] Jullabutradee S., Kyule M.N., Baumann M.P.O., Zessin K.H., Safety and quality practices in closed-house poultry production in Thailand: lessons from 2004-avian influenza outbreak, Internet Journal of Food Safety 8 (2004) 3-6 [12] Direktorat Budidaya Ternak-Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, Pedoman Budidaya Ternak Ayam Pedaging yang Baik (Good Farming Practice), (Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, Jakarta, 2002).
Aceh Development International Conference 2011 (ADIC 2011) 26-28 March 2011, UKM-Bangi, Malaysia

[13] Card L.E., M.C. Nesheim, Poultry Production, (United State of America, 1972). [14] Fadilah R., Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis, (AgroMedia Pustaka, Jakarta, 2000). [15] Sudaryani T., Santoso H, Pembibitan Ayam Buras, (Penebar Swadaya, Jakarta, 2004). [16] http://www.majalahinfovet.com/2010/08/close-house-cara-modern-tingkatkan. html [17] Rahmadi F.I., Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan Dony Farm Kabupaten Magelang, (Tugas Akhir Program Diploma, Program Diploma III Agribisnis Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2009). [18] B. Akoso, Waspada Flu Burung Penyakit Menular Pada Hewan dan Manusia, (Kanisius, Jakarta, 2006). [19] http://higiene-pangan.blogspot.com/2010/02/biosekuriti.html [20] Yaman A., Ayam Kampung Unggul Enam Minggu Panen, (Penebar Swadaya, Jakarta, 2010). [21] Fadilah R., Iswandiari, Polana A, Beternak Unggas Bebas Flu Burung, (AgroMedia Pustaka, Jakarta, 2007).

Anda mungkin juga menyukai