Anda di halaman 1dari 12

DASAR ILMU PETERNAKAN

(ANIMAL WELFARE)

DosenPengampu : Ir. R. EdhyMirwandhono, M.Si., MP

DI SUSUN OLEH :
TRI ANNISA (210306027)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DESEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Dasar Ilmu Peternakan
yang berjudul Animal Welfare.
Sebagai manusia saya menyadari bahwa tidak luput dari kesalahan dan
ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran yang
membangunakan saya jadikan sebagaia cuan perbaikan selanjutnya. Semoga
laporan ini bermanfaat. Terimakasih.

Medan, Desember 2021

Tri Annisa
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Unggas merupakan salah satu komoditas peternakan yang sering diteliti dan
dikembangkan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk peningkatan produksi unggas dengan melalui
seleksi bibit unggul yang mempunyai produktivitas tinggi sekaligus tahan penyakit;
penelitian dibidang nutrisi unggas serta penelitan penyakit unggas.
Penggunaan unggas sebagai hewan coba perlu memenuhi standar etika penggunaan
hewan coba yang sudah mulai menjadi keharusan bagi setiap instansi. Apalagi saat ini untuk
persyaratan publikasi sudah banyak jurnal ilmiah yang mensyaratkan setiap penelitian telah
memiliki regristrasi etik dari instansinya. Oleh karena itu perlu dibuatkan panduan bagi
peneliti di lingkup Balitbangtan untuk membantu peneliti agar dapat menerapkan kaidah-
kaidah penggunaan hewan coba dalam hal ini unggas dalam melaksanakan penelitiannya,
maupun penggunaan dalam tujuan pendidikan/pelatihan atau pengajaran.

1.2 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Animal Welfare.

2. Mengetahui manfaat dari Animal Welfare.

3. Mengetahui prinsip-prinsip Animal Welfare.


II

ISI

2.1 Gambaran Umum

Indonesia memiliki sumber daya alam hayati yang beranekaragam dan memiliki
kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia. Hal ini sejalan dengan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945 bahwa perlu adanya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam hayati secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Hewan adalah salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki keterkaitan erat
dengan kehidupan manusia sehari-hari. Manusia membutuhkan hewan untuk dikonsumsi,
namun juga untuk beberapa hewan, manusia membutuhkan hewan sebagai teman dalam
menjalani kehidupannya.

Animal welfare memperhatikan kenyamanan, kesenangan maupun kesehatan hewan.


Hal-hal yang harus diperhatikan pada proses penyembelihan hewan sesuai dengan animal
welfare, yakni penurunan hewan dari truk ke kandang penampungan, penggiringan hewan
dari kandang penampungan hewan menuju ruang pemotongan, perebahan hewan, proses
penyembelihan hewan dan penentuan kematian hewan. Keuntungan pemotongan hewan
dengan pendekatan animal welafere, yaitu memudahkan penanganan hewan, memperkecil
terjadinya kecelakaan hewan dan tukang potong, memperoleh kualitas daging yang ASUH
(aman, sehat, utuh dan halal), tidak menurunkan kandungan gizi serta tidakmembahayakan
kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi daging (Swacita (2013).

Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 Animal Welfare adalah segala urusan yang
berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan
yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang
yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
Animal Welfare memiliki 3 aspek penting yaitu : Welfare Science, etika dan hukum.
Welfare science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda,
dari sudut pandang hewan. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya
memperlakukan hewan. Welfare law mengenai bagaimana manusia harus memperlakukan
hewan.
Animal welfare berbicara tentang kepedulian dan perlakuan manusia pada masing-
masing satwa, dalam meningkatkan kualitas hidup satwa secara individual. Sasaran Animal
Welfare adalah semua hewan yang berinteraksi dengan manusia dimana intervensi manusia
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup hewan, bukan yang hidup di alam. Dalam hal ini
adalah hewan liar dalam kurungan (lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan
ternak dan hewan potong (ternak besar/kecil), hewan kerja dan hewan kesayangan.
Cara untuk menilai kesejahteraan hewan dikenal dengan konsep “Lima Kebebasan”
(Five of Freedom) yang dicetuskan oleh Inggris sejak tahun 1992. Lima unsur kebebasan
tersebut adalah:
- Bebas dari rasa lapar dan haus
- Bebas dari rasa tidak nyaman
- Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
- Bebas mengekspresikan perilaku normal
- Bebas dari rasa stress dan tertekan.
Kelima faktor dari 5 kebebasan saling berkait dan akan berpengaruh pada semua faktor
apabila salah satu tidak terpenuhi atau terganggu.
Bebas dari rasa lapar dan haus dimaksudkan sebagai kemudahan akses akan air
minum dan makanan yang dapat mempertahankan kesehatan dan tenaga. Dalam hal ini
adalah penyediaan pakan yang sesuai dengan species dan keseimbangan gizi. Apabila
keadaan ini gagal dipenuhi maka akan memicu timbulnya penyakit dan penderitaan.
Bebas dari rasa tidak nyaman dipenuhi dengan penyediaan ingkungan yang layak
termasuk shelter dan areal istirahat yang nyaman. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka
akan menimbulkan penderitaan dan rasa sakit secara mental yang akan berdampak pada
kondisi fisik dan psikologi hewan.
Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit meliputi upaya pencegahan penyakit atau
diagnosa dan treatmen yang cepat. Kondisi ini dipenuhi melalui penerapan pemeriksaan
medis yang reguler. Apabila kondisi ini terabaikan maka akan memicu timbulnya penyakit
dan ancaman transmisi penyakit baik pada hewan lain maupun manusia. Contohnya: penyakit
Hepatitis dan TBC pada orangutan yang direhabilitasi.
Sementara bebas mengekspresikan perilaku normal adalah penyediaan ruang yang
cukup, fasilitas yang tepat dan adanya teman dari jenis yang sama. Apabila keadaan ini tidak
terpenuhi maka akan muncul perilaku abnormal seperti stereotype, dan berakhir dengan
gangguan fisik lainnya.
Faktor terakhir adalah bebas dari rasa takut dan tertekan yaitu memberikan kondisi
dan perlakuan yang mencegah penderitaan mental. Stress umumnya diartikan sebagai
antithesis daripada sejahtera. Distress merupakan kondisi lanjutan dari stress yang
mengakibatkan perubahan patologis. Lebih lanjut kondisi ini terlihat pada respon perilaku
seperti menghindar dari stressor (contoh: menghindar dari temperatur dingin ke tempat yang
lebih hangat dan sebaliknya), menunjukkan perilaku displacement (contoh; menunjukkan
perilaku display yang tidak relevan terhadap situasi konflik dimana tidak ada fungsi nyata),
dan bila tidak ditangani akan muncul perilaku stereotipik yang merupakan gerakan
pengulangan dan secara relatif kelangsungan gerakan tidak bervariasi dan tidak punya tujuan
jelas.
Berdasarkan uraian diatas maka gangguan pada kesejahteraan hewan dapat diamati
berdasarkan 3 indikator yaitu: Indikator fisiologi dan psikologi, indikator immun dan
produksi serta indikator perilaku. Perubahan yang terjadi pada hewan dapat diamati
berdasarkan perubahan pada fisik, mental maupun perilaku. Kondisi kesejahteraan yang
buruk yang berkelanjutan akan memicu timbulnya penyakit sebagai bentuk nyata dari
gangguan kesejahteraan hewan. Yang mana efek penyakit pada kesejahteraan satwa adalah
penderitaan panjang pada hewan.
Secara fisiologi kondisi perubahan kesejahteraan hewan akan mengaktifkan sistem
saraf pusat (SSP) dan memberikan respon baik pada sistem saraf otonom maupun sistem
endokrin. Akibat dari respon sistem saraf otonom akan berdampak pada Sistem SAM
(Simpatetic Adrenal Medulary) dan Sistem PNS (Parasimpatetic Nervous System). Respon
Sistem SAM mengakibatkan peningkatan Cardiac output (tachycardia, cardiac muscle
contraction), peningkatan aliran darah ke otot (vasokontriksi perifer, kontraksi limfa),
peningkatan air intake (respiratory rate, relaksasi bronkhiol). Sementara respon dari Sistem
PNS (Parasimpatetic Nervous System) adalah penurunan Cardiac output (branchicerdia).
Secara umum akibat dari perubahan animal welfare adalah munculnya stress dengan
gejala seperti Peningkatan aktifitas adrenocortical, penurunan aktifitas hormonal reproduksi,
penurunan performance, peningkatan tekanan darah kronis, meningkatnya kerentanan
penyakit, gastric ulcer, penyembuhan luka yang lama, Cardiovascular pathologis,
immunosuppressive dan juga kematian.
Wahyu (2010) mengatakan bahwa, pengabaian kesejahteraan hewan pada hewan
ternak dan hewan potong akan menimbulkan ketakutan, stres dan rasa sakit. Keadaan ini
seringkali terjadi selama proses penyembelihan, pengangkutan, pemasaran dan persediaan
pakan dan minum yang buruk. Efek stress pada hewan sebelum dipotong akan berdampak
buruk pada kualitas karkas yang disebut Dark Firm Dry (DFD) yang terjadi akibat dari stres
pre-slaughter sehingga mengosongkan persediaan glycogen pada otot.

Keadaan ini menyebabkan kadar asam laktat pada otot berkurang dan meningkatkan
pH daging melebihi dari normal. Pada kondisi seperti ini maka proses post-mortem tidak
berjalan sempurna terlihat pada warna daging lebih gelap, kaku dan kering. pH daging yang
tinggi akan mengakibatkan daging lebih sensitif terhadap tumbuhnya bakteri. Dark Firm Dry
(DFD) beef adalah indikator dari stres, luka, penyakit atau kelelahan pada hewan sebelum
disembelih. Pemeriksaan daging dapat menunjukkan kesehatan hewan, sehingga mengurangi
risiko penyakit dan meningkatkan produksi daging (Authority, 2013).

Keadaan diatas dapat dikurangi dengan memberikan perlakuan yang lebih baik pada
hewan sebelum dipotong dengan menerapkan lima faktor kebebasan, yaitu bebas dari rasa
lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit, bebas
mengekspresikan perilaku normal, bebas dari rasa stress dan tertekan, serta dengan
menerapkan metode “stunning”, yaitu proses pemingsanan pada hewan sebelum dipotong.
Tujuannya adalah membuat hewan tidak sadar hanya dalam waktu singkat sehingga pada saat
proses pemotongan tidak terjadi stres (Wahyu, 2010).

Dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2009 Pasal 66 ayat 1-4 Tentang Kesejahteraan
Hewan, dikemukakan bahwa:

(1) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan
penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan;
pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar
terhadap hewan.

(2) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara manusiawi yang meliputi: (a) Penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya
harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi; (b)
Penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan
hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya; (c) Pemeliharaan, pengamanan, perawatan,
dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaikbaiknya sehingga hewan bebas dari rasa
lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;
(d) Pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa
takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan; (e) Penggunaan dan pemanfaatan hewan
dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan
penyalahgunaan; (f) Pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiayaan, dan
penyalahgunaan; dan (g) Perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan
penganiayaan dan penyalahgunaan.

(3) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan


bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang
belakang yang dapat merasa sakit.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pada pasal 62 UU 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan dinyatakan,


bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memiliki rumah potong hewan yang
memenuhi persyaratan teknis. Dari pernyataan ini, jelaslah bahwa undang-undang
mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk memenuhi persyaratan teknis RPH di
wilayahnya. Para pengusaha jagal (pemotong ternak) masih berfikir sangat sederhana, yaitu
pemotongan ternak dan prosesing daging dilakukan asal halal menurut syariat Islam. Dalam
proses pemotongan, ternak perlu diistirahatkan dengan waktu yang cukup, yaitu 12-24 jam
dan tidak boleh dilakukan penyiksaan. Seharusnya ternak sebelum dipotong sudah
diistirahatkan, dimandikan dan dipotong pada keadaan tenang sehingga proses ketegangan
otot dapat dihindarkan. Faktanya, dalam proses pemotongan, ternak masih diperlakukan
semena-mena. Dampak dari cara pemotongan yang tradisional tersebut, diperoleh daging
yang berkualitas rendah.

Ada 4 faktor penyebab terjadinya pemotongan hewan yang mengabaikan animal


welfare, yaitu ketidaktahuan mengenai animal welfare, tidak memiliki pengalaman mengenai
animal welfare, tidak terlatih karena tidak diberikan tata cara dan keterampilan tentang
animal welfare serta tidak ada kepedulian bahwa hewan sebagai makhluk hidup perlu
penanganan tersendiri.

Penerapan animal welfare pada proses pemotongan ternak dapat mengurangi


penderitaan ternak sebelum disembelih dan menghasilkan kualitas daging yang baik
(Webster, 2001)
2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Penerapan Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)
Prof. Drh. Dondin Sajuthi, MST. Ph.D (2012) didalam Workshop on Bioethics
memaparkan prinsip-prinsip dasar penerapan kesejahteraan hewan (animal welfare) di dalam
penelitian biomedis. Ada 3 prinsip etika di dalam melakukan suatu penelitian, yakni
menghargai bentuk kehidupan/hewan (respect), melakukan analisis manfaat dan kerugian
(beneficiary), dan memenuhi rasa keadilan (justice). Sedangkan prinsip etika ketika hendak
melakukan penelitian menggunakan hewan haruslah mengikuti prinsip 3 R (replacement,
reduction, refinement) dan prinsip 5 F (freedom).
Respect atau menghargai hewan sebagai bentuk kehidupan dan ciptaan Allah SWT
akan mencegah kita di dalam melakukan bentuk-bentuk penelitian yang tidak bermanfaat,
yang hanya sekedar memuaskan rasa ingin tahu dan mengabaikan rasa keadilan dan peri-
kehewanan di dalam memperlakukan hewan di dalam penelitian.
Contoh-contoh bentuk tindakan yang tidak memenuhi prinsip etika di dalam penelitian
menggunakan hewan, diantaranya:
- Perlakuan injeksi berulang atau pembedahan berkali-kali hanya dikarenakan untuk
mengurangi jumlah hewan yang digunakan
- Penggunaan obat euthanasia yang tidak dianjurkan yang menimbulkan rasa kesakitan
atau efek samping yang berbahaya hanya dikarenakan harga yang lebih murah
dibandingkan obat euthanasia yang direkomendasikan.
Pada Declaration of Helsinki tahun 1964, World Medical Association menyebutkan
beberapa prinsip yang mengandung pernyataan tentang penggunaan hewan di dalam
penelitian, yakni:
- Medical research involving human subjects must conform to generally accepted
scientific principles, be based on a thorough knowledge of the scientific literature,
other relevant sources of information, and on adequate laboratory and, where
appropriate, animal experimentation (Penelitian medis yang melibatkan subyek
manusia harus sesuai dengan prinsip ilmiah yang berlaku umum, didasarkan pada
pengetahuan menyeluruh tentang literatur ilmiah, sumber informasi lain yang relevan,
dan laboratorium yang memadai dan, jika sesuai, eksperimen hewan).
- Appropriate caution must be exercised in the conduct of research which may affect
the environment, and the welfare of animals used for research must be
respected(Perhatian yang tepat harus dilakukan dalam melakukan penelitian yang
dapat mempengaruhi lingkungan, dan kesejahteraan hewan yang digunakan untuk
penelitian harus dihormati).
Prinsip 3R akan membantu kita di dalam menentukan jumlah dan jenis hewan yang
memadai untuk jenis penelitian yang ingin dilakukan.
Prinsip pertama Replacement (menggantikan) ialah menghindari sebisa mungkin
penggunaan hewan di dalam penelitian. Pada prinsip ini kita diminta menjajaki kemungkinan
penggunaan kultur organ/jaringan/sel sebagai pengganti penggunaan hewan hidup. Selain itu
penjajakan penggunaan hewan yang lebih rendah ordonya, misal alih-alih menggunakan
monyet, kita dapat menggunakan tikus; tikus digantikan dengan unggas, unggas digantikan
dengan ikan, dan seterusnya.
Pada prinsip kedua Reduction (pengurangan) ialah mengembangkan strategi
penggunaan hewan dalam jumlah yang lebih sedikit untuk menghasilkan data yang serupa
yang diharapkan dari penelitian. Prinsip ini juga meliputi memaksimalkan informasi yang
diperoleh dari suatu percobaan tanpa menambah jumlah hewan atau jumlah perlakuan (rasa
kesakitan yang ditimbulkan oleh tindakan penelitian) sehingga manfaat yang diperoleh dapat
dimaksimalkan tanpa menambah penderitaan dan jumlah hewan coba.
Prinsip ketiga Refinement (memperhalus) ialah upaya melakukan modifikasi di dalam
manajemen pemeliharaan atau prosedur tindakan penelitian sedemikian rupa sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan hewan atau mengurangi/menghilangkan rasa sakit dan stress
pada hewan coba.
Ketiga prinsip etika ini haruslah dikombinasikan dengan 5 prinsip freedom dalam
kesejahteraan hewan, yakni:
- Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus)
- Freedom from discomfort (bebas dari rasa tidak nyaman)
- Freedom from pain, injury and diseases (bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit)
- Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan stres)
- Freedom to express natural behavior (bebas untuk mengekspresikan tingkah-laku
alamiah)
III

PENUTUP

Kesimpulan :
1. Animal Welfareadalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan
mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan
ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak
terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
2. Mamfaat dari Animal Welfare adalahpengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam
hayati secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Hewan adalah salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki
keterkaitan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Manusia membutuhkan
hewan untuk dikonsumsi, namun juga untuk beberapa hewan, manusia membutuhkan
hewan sebagai teman dalam menjalani kehidupannya.
3. Prinsip-prinsip Animal Welfare meliputi 3R (Replacement, Reduction, Refinement)
dan 5 prinsip freedom dalam kesejahteraan hewan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abrianto, 2009. Kesejahteraan Hewan. http://duniasapi.com/kesejahteraan-hewan
2. Wahyu W. 2010. Kesejahteraan Hewan Bagi Kesehatan Manusia. Profauna Indonesia.
http://www.profauna.org/content/id/aware/kesejahteraan_hewan_bagi_kesehatan_man
usi a.html
3. Stoochi R, Nicholas AM, Maria M, Natalina C, Anna RL, Stefano R. 2014. Animal
welfare
4. Swacita IBN. 2013. Kesrawan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Hal. 1 – 5
5. Meat and Livestock Australia. 2012. Prosedur Standar Operasional untuk
Kesejahteraan

Anda mungkin juga menyukai