PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang
dipelajari secara turun temurun, tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah
mengundang risiko bagi timbulnya suatu penyakit. Kebudayaan tidak
dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai
struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu
sendiri
Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi
selanjutnya. Budaya terbentuk dari unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan
karya seni.
Obat encok golongan itu punya efek samping, terlebih bagi mereka
yang sudah usia lanjut, mengganggu lambung dan saluran cerna. Kasus
usia lanjut mengalami perdarahan usus sehabis mengonsumsi obat encok,
bukan kejadian yang jarang.
Demikian pula obat encok impor nakal pun, termasuk sebagian jamu
pereda pegal-linu, mencampurkan jenis obat ini. Tidak jarang
mencampurnya dengan obat golongan kortikosteroid. Obat jenis ini
tergolong obat dewa karena membuat yang mengonsumsi merasa lebih
segar. Ini jenis hormon (produksi kelenjar anak ginjal suprarenalis), yang
dibutuhkan tubuh dalam kondisi siap-siaga-waspada.
Pemakaian golongan obat jenis ini dibatasi tak lebih dari seminggu. Kalau
perlu lebih lama, tak boleh berhenti mendadak (tapering off) agar tak
berefek buruk terhadap tubuh. Dalam dunia medis, pemakaian obat apa
pun selalu mempertimbangkan risiko maslahatnya. Apalagi jenis obat
yang buruk efek sampingnya.
Pemecahan :
Minum jamu akan berbahaya bagi kesehatan ginjal jika diminum melebihi
dosisnya dan atau tanpa disertai dengan banyak-banyak minum air,
karena ginjal itu tugasnya membuang air, sisa cairan dan metabolit di
dalamnya dengan menyaring darah yang tersuplai ke ginjal. Jika tidak
disertai dengan kebiasaan banyak minum, bisa dibayangkan darah yang
dialirkan ke ginjal untuk disaring dan dibuang itu berkonsentrasi yang
cukup pekat, ditambah lagi dengan adanya senyawa metabolit jamu.
Organ ginjal bisa cepat rusak kalau harus menyaring cairan konsentrat
terus menerus. Dan akan lebih berbahaya lagi, kalau ternyata jamu yang
dibeli dan dikonsumsi itu ternyata mengandung senyawa obat sintetis
(dikhawatirkan reaksi antara jamu dan obat sintetis ternyata saling
bertolak belakang). Bisa-bisa terjadi reaksi komplikasi. Juga pemakaian
jamu yang dalam jangka waktu lama bisa berdampak penumpukan
senyawa metabolitnya di organ-organ, misalnya di hati, saluran
pencernaan ataupun ginjal.
11. Tidak boleh tidur siang supaya air ketuban tidak terlalu
banyak/polihydramnion
Fakta: Istirahat merupakan hal yang dibutuhkan oleh seorang ibu
hamil. Polyhidramnion terjadi pada janin dengan anensefalus, spina
bifida dan korioangioma (tumor pembuluh darah plasenta) serta
pada agenesis ginjal bawaan.
12. Tidak boleh makan di depan pintu supaya persalinan lancar
Fakta: Tidak ada hubungan antara makan di depan pintu dengan
lancar atau tidaknya persalinan. Secara medis, lancar atau
tidaknya persalinan ditentukan oleh power (kekuatan mengejan
ibu), passage (jalan lahir), passanger (janin), serta pimpinan dalam
persalinan.
13. Minum jamu jawa supaya bayi lahir sehat
Fakta: Jamu yang diminum saat kehamilan dapat mengakibatkan
air ketuban menjadi keruh.
3. Dalam kesehatan
1. Jika seseorang sedang mengalami Haid atau menstruasi, lalu ia
menginjak ibu jari kaki temannya secara sengaja. Maka temannya itu akan
mengalami menstruasi juga, tidak lama setelah ibu jari kakinya diinjak.
Hal ini menyatakan bahwa adanya kepercayaan oleh orang-orang
Yogyakarta. Karena percaya atau tidak percaya, biasanya kejadian ini
sungguh-sungguh terjadi. Karena ada pengalaman yang telah banyak
orang alami.
2. Orang tua dulu sering mengatakan bahwa tidak boleh jika makan tebu
saat hamil.
Karena saat proses melahirkan nanti, sang ibu akan mengeluarkan
darah dari kandungannya.
- Namun secara ilmu kesehatan itu tidak dibenarkan. Justru zat gula
yang ada pada tebu dapat menambah tenaga.
3. Tidak boleh memakan kerak saat hamil. Karena saat melahirkan nanti,
plasenta bayi akan sulit diambil.
6. Anak laki-laki sehabis khitanan tidak boleh makan telur. Karena lukanya
tidak cepat kering.
- Namun secara ilmu kesehatan itu tidak benar, justru telur itu banyak
mengandung protein yang bagus untuk mempercepat pengeringan
luka.
7. Ibu yang setelah melahirkan tidak boleh makan ayam. Karena lukanya
tidak akan cepat kering.
- Sama seperti mitos telur tadi, itu tidak benar, karena daging ayam
kaya akan protein dan lemak yang mempercepat proses
pengeringan luka.
8. Saat masih kecil, jika gigi patah di bagian bawah, harusnya dibuang di
atas. Seperti di genting atau atap rumah. Jika gigi yang patah di bagian
atas, maka dibuangnya di bawah (tanah). Hal ini dilakukan supaya gigi
berikutnya jadi cepat tumbuh.
9. Ibu yang menyusui tidak boleh makan yang pedas-pedas, karena nanti
ASInya jadi pedas juga.
- Hal ini tidak dibenarkan dalam kesehatan, karena dalam cabai banyak
mengandung vitamin c yang bagus untuk bayi. Dan apa yang dimakan
Ibu sama sekali tidak berpengaruh pada ASI.
10.Tidak boleh makan sambil berdiri, karena nanti bisa sakit perut.
- Hal ini tidak dibenar dan tidak salah juga, jika meludah dalam
sumur tidak membuat bibir sumbing, namun air ludah kita
mengandung bakteri, jika dikonsumsi dapat menyebabkan diare.
12.Anak kecil tidak boleh keluar malam hari, karena nanti ketemu setan.
- Dalam ilmu kesehatan ini tidak dibenarkan, tapi udara malam itu
tidak sehat untuk anak-anak.
- Hal ini secara ilmu kesehatan tidak dibenarkan, justru air bekas
rebusan itu banyak mengandung bakteri.
3. dawet
4. telor bebek
BAB III
PENUTUP
Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah
TRANSCULTURAL NURSING THEORY. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi
dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-
nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa
sangatlah penting memperhatikan keaneragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan pada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh
perawat, akan mengakitbatkan terjadinya CULTURAL SHOCK.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal
ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan
dan beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan
adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara
diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak
atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri
hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak
sopan, maka ketika perawat mendapatkan klien tersebut berteriak atau
menangis, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau
memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah
menganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah menumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai latar belakang budaya klien (Giger And Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
sunrise model yaitu :
a. Faktor tekhnologi (techconological factors)
Tekhnologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi
klien tentang penggunaan dan pemanfaatan tehknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakitbatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran diatas segalanya,
bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji
oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit,cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positifterhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap,
nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status,
tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan
klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perku dikaji pada faktor ini
adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,
bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang
dalam kondisi sakit, pesepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
faktors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (andrew and boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari
kantor atau patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji oleh pada tahap ini adalah : tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar
secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya :
- Jangan mengunakan asumsi
- Jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal : orang pada
pelit, orang jawa halus
- Menerima dan memahami metode komnikasi
- Menghargai perbedaan individual
- Menghargai kebutuhan personal dari setiap individu
- Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien
- Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan (Giger And Davidhizar, 1995).
Terdapat 3 diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial
berhubungan dengan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam transkultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat. Dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Giger And Davidhizar, 1995) ada 3 pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew And Boyle, 1995) yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila
budaya klien Kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya
klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance/mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya :
- Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
- Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan
klien
- Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation/negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang
lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain .
- Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
- Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negoisasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c. Cultural care Repartening/ Reconstruction/Restrukturisasi Budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan
sesuai dengan keyakinan yang dianut.
- Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
- Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
- Gunakan pihak ketiga bila perlu
- Terjemahkan terminologi gejala pasien kedalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
- Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masing-masing melalui proses akulturasi yaitu proses
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya
akan memperkaya budaya-budaya mereka.
- Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat
dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat
mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat
dan klien yang bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan
atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertententangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien.
3.2 Kesimpulan
1. Masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa,
alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara
rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari
pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-
faktor risiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
2. Kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu.
Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan
besar bayi. Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu,
terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja
persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang
siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.
3.3 Saran
Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini yaitu setiap aspek
sosial budaya yang melintas atau menjadi dasar bagi pola kehidupan manusia
sehari-hari hendaknya dapat disaring, karena tidak setiap aspek sosial budaya
yang masuk adalah postif.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transkultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed,
Philadelphia, JB Lippincot Company
Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transkultural Nursing : Assessment and
Intervention , 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc
http://www.tanyadokteranda.com/kesehatan/2007/11/hati-hati-minum-
jamu/diakses tanggal 28 Maret 2012
http://thontowijauhari.blogspot.com/2007/09/kasus-jamu-berbahaya-sering-
terhenti-di.htmldiakses tanggal 22 April 2012
http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2013/06/13/yuks-lebih-
mengenal-tradisi-dan-fakta-kesehatan-ibu-dan-bayi-568392.html
https://ariyantanugraha.wordpress.com/2012/09/21/hubungan-kebudayaan-
dengan-kesehatan/