Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, utamanya di pedesaan daerah Jawa berlaku begitu


banyak mitos seputar maternitas yang beredar di masyarakat.. Tradisi ini
amat kuat diterapkan oleh masyarakat. Beberapa mitos bahkan dipercaya
sebagai amanat / pesan dari nenek moyang yang jika tidak ditaati akan
menimbulkan dampak / karma yang tidak menyenangkan.
Padahal jika dinalar dengan akal sehat, diteliti dari segi medis,
maupun dari segi aqidah, banyak mitos yang tidak berhubungan.
Walaupun maksud dari nenek moyang semuanya adalah baik tetapi tidak
semua dari nasehat atau pantangan kehamilan yang diberitahukan itu
benar secara medis maupun ilmiah. Kebanyakan hanya berdasarkan
mitos atau kepercayan saja daripada kenyataannya.
Pada dasarnya tujuan dari orang-orang terdahulu menciptakan mitos
bermacam-macam tentang kehamilan hanyalah supaya si Ibu hamil
maupun suaminya dapat menjaga kehamilan dengan baik. Tujuannya
untuk menyiapkan kehamilan yang sehat. Sehingga bisa menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan. Terutama yang berkaitan dengan
kebiasaan, konsumsi bahan makanan, dan sebagainya.

1.2 Tinjauan Teori


A. Konsep Tranculture
Kazier Barabara (1983) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of
Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan
adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan
dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi
perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu sosial . Konsep
ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi
target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio psycho social
spiritual . Oleh karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada
tindakan yang komperhensif sekaligus holistik.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang
nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma ,
adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang
lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu
diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya .
Keberlangsungan terus menerus dan lama merupakan proses internalisasi
dari suatu nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir ,
pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada
pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing approach ).
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh
sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang
dirawat (Pasien). Misalnya kebiasaan hidup sehari-hari, seperti tidur, makan,
kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan social, praktik kesehatan, pendidikan
anak, ekspresi perasaan, hubungan kekeluargaaan, peranan masing-masing
orang menurut umur. Kultur juga terbagi dalam subkultur. Subkultur adalah
kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan
keompok kultur yang lebih besar atau member makna yang berbeda .
Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural.
Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang
ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional). Caring
practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan
kesehatan.

B. Budaya Jawa dan Kesehatan


Tradisi minum jamu tradisional tidak lepas dari budaya Indonesia, terlebih
lagi budaya Jawa dengan basis kraton Jogja dan Solo. Tradisi luhur dari para
keluarga raja baik di kraton Jogja maupun Solo, dan kemungkinan juga di
tempat lainnya, tetap menjaga Tradisi Minum Jamu, baik untuk kepentingan
kecantikan, kesehatan, ataupun perawatan badan. Kita lihat saja pada even
yang belum ada sebulan ini berjalan, dimana ada pernikahan agung putri
Sultan Hamengkubuwono X. Sebelum tiba waktu istimewa itu sang
pengantin, GKR Bendara diberikan banyak perawatan badan, kecantikan dan
juga untuk kepentingan kesehatan badan beberapa waktu sebelumnya secara
intensif. Selain itu, sekitar 2 atau 3 bulan juga diadakan Festival Jamu di
Kraton Yogyakarta. Belum lagi di masing-masing lingkungan kita, yang
memiliki taman toga, tanaman obat untuk keluarga. Semua itu merupakan
segala bentuk obat-obat tradisional yang merupakan Tradisi Minum Jamu.

C. Penyakit Akibat Budaya


Budaya suku Jawa secara turun-temurun adalah mengonsumsi jamu.
Mengonsumsi jamu kerap menjadi pilihan karena dianggap lebih alami dan
tidak ada efek samping. dr. Dante Saksono, SpPD, PhD, dari RS Cipto
Mangunkusumo mengakui memang orang yang memiliki masalah di ginjal
harus lebih berhati-hati mengonsumsi jamu. Maka dari itu jika ingin minum
jamu harus yang sudah benar-benar teruji secara klinis. Minum jamu bisa
berbahaya jika tidak disertai dengan banyak minum air. Air putih ini
membantu cairan yang disaring ke ginjal tidak terlalu pekat sehingga tidak
mengganggu kerja ginjal.
Dr. Dante juga membantah anggapan orang bahwa obat-obat medislah
yang lebih berbahaya bagi ginjal. Menurutnya jika obat yang diminum sesuai
aturan dan tidak dikonsumsi sembarangan maka risikonya minim. Dijelaskan,
ada dua jenis sistem ekskresi (pembuangan) dalam tubuh, yaitu melalui ginjal
dan sistem cerna. Jamu yang belum diuji klinis karena belum diketahui
komposisinya bisa membuat kerja ginjal berat jika senyawa metabolitnya
mengendap di ginjal atau saluran cerna.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang
dipelajari secara turun temurun, tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah
mengundang risiko bagi timbulnya suatu penyakit. Kebudayaan tidak
dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai
struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu
sendiri

Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan


dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang


merupakan bentuk jamak dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi
selanjutnya. Budaya terbentuk dari unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan
karya seni.

2.2 Berikut adalah beberapa mitos / adat istiadat Jawa yang


berhubungan dengan kehamilan:
1. Jamu nakal nyatanya bisa bebas mencampurkan obat resep dokter
jenis apa saja. Dua obat yang sering dicampurkan dalam jamu nakal, yakni
golongan obat encok golongan NSAID (non-steroid-anti-inflammatory
drug), dan obat golongan kortikosteroid. Keduanya bikin badan jadi enteng
dan hilang pegal-linunya. Dalam dunia medis, pemakaian gabungan kedua
jenis obat ini tidak lazim mengingat masing-masing efek samping yang
disandangnya.

Obat encok golongan itu punya efek samping, terlebih bagi mereka
yang sudah usia lanjut, mengganggu lambung dan saluran cerna. Kasus
usia lanjut mengalami perdarahan usus sehabis mengonsumsi obat encok,
bukan kejadian yang jarang.

Demikian pula obat encok impor nakal pun, termasuk sebagian jamu
pereda pegal-linu, mencampurkan jenis obat ini. Tidak jarang
mencampurnya dengan obat golongan kortikosteroid. Obat jenis ini
tergolong obat dewa karena membuat yang mengonsumsi merasa lebih
segar. Ini jenis hormon (produksi kelenjar anak ginjal suprarenalis), yang
dibutuhkan tubuh dalam kondisi siap-siaga-waspada.

Obat ini juga berkhasiat anti-peradangan, umum dipakai untuk kasus


alergi, pereda penyakit autoimun, dan tentu siap memikul efek
sampingnya, yakni pengeroposan tulang (osteoporosis), memperburuk
darah tinggi dan diabetes, selain menjadikan kulit jadi kasar berbulu.

Pemakaian golongan obat jenis ini dibatasi tak lebih dari seminggu. Kalau
perlu lebih lama, tak boleh berhenti mendadak (tapering off) agar tak
berefek buruk terhadap tubuh. Dalam dunia medis, pemakaian obat apa
pun selalu mempertimbangkan risiko maslahatnya. Apalagi jenis obat
yang buruk efek sampingnya.

Pemecahan :

Minum jamu akan berbahaya bagi kesehatan ginjal jika diminum melebihi
dosisnya dan atau tanpa disertai dengan banyak-banyak minum air,
karena ginjal itu tugasnya membuang air, sisa cairan dan metabolit di
dalamnya dengan menyaring darah yang tersuplai ke ginjal. Jika tidak
disertai dengan kebiasaan banyak minum, bisa dibayangkan darah yang
dialirkan ke ginjal untuk disaring dan dibuang itu berkonsentrasi yang
cukup pekat, ditambah lagi dengan adanya senyawa metabolit jamu.
Organ ginjal bisa cepat rusak kalau harus menyaring cairan konsentrat
terus menerus. Dan akan lebih berbahaya lagi, kalau ternyata jamu yang
dibeli dan dikonsumsi itu ternyata mengandung senyawa obat sintetis
(dikhawatirkan reaksi antara jamu dan obat sintetis ternyata saling
bertolak belakang). Bisa-bisa terjadi reaksi komplikasi. Juga pemakaian
jamu yang dalam jangka waktu lama bisa berdampak penumpukan
senyawa metabolitnya di organ-organ, misalnya di hati, saluran
pencernaan ataupun ginjal.

Di samping itu, berhati-hatilah membeli produk jamu di pasaran. Jamu


yang beredar di pasaran banyak yang belum melalui penelitian. Bahkan
dapat terjadi pula adanya Perusahaan jamu nakal yang selain
mencampurkan bahan-bahan alam yang berkhasiat, juga mencampurkan
obat dokter seperti antalgin atau paracetamol untuk jamunya. Tentunya ini
menimbulkan keuntungan bagi perusahaan tersebut.

2. Tradisi masa kehamilan :


1. Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang. Sebab,
jika itu dilakukan, bisa menimbulkan cacat pada janin sesuai
dengan perbuatannya itu.
Fakta: Tentu saja tak demikian. Cacat janin disebabkan oleh
kesalahan/kekurangan gizi, penyakit, keturunan atau pengaruh
radiasi. Sedangkan gugurnya janin paling banyak disebabkan
karena penyakit, gerakan ekstrem yang dilakukan oleh ibu (misal
benturan) dan karena psikologis (misalnya shock, stres, pingsan).
Tapi, yang perlu diingat, membunuh atau menganiaya binatang
adalah perbuatan yang tak bisa dibenarkan.
2. Membawa gunting kecil / pisau / benda tajam lainnya di kantung
baju si Ibu agar janin terhindar dari marabahaya
Fakta: Hal ini justru lebih membahayakan apabila benda tajam itu
melukai si Ibu.
3. Ibu hamil tidak boleh keluar malam, karena banyak roh jahat
yang akan mengganggu janin.
Fakta: Secara psikologis, Ibu hamil mentalnya sensitif dan mudah
takut sehingga pada malam hari tidak dianjurkan bepergian.
Secara medis-biologis, ibu hamil tidak dianjurkan kelaur malam
terlalu lama, apalagi larut malam. Kondisi ibu dan janin bisa
terancam karena udara malam kurang bersahabat disebabkan
banyak mengendapkan karbon dioksida (CO2).
4. Ibu hamil dilarang melilitkan handuk di leher agar anak yang
dikandungnya tak terlilit tali pusat.
Fakta: Ini pun jelas mengada-ada karena tak ada kaitan antara
handuk di leher dengan bayi yang berada di rahim. Secara medis,
hiperaktivitas gerakan bayi, diduga dapat menyebabkan lilitan tali
pusat karena ibunya terlalu aktif.
5 . Ibu hamil tidak boleh benci terhadap seseorang secara
berlebihan, nanti anaknya jadi mirip seperti orang yang dibenci
tersebut.
Fakta: Jelas ini bertujuan supaya Ibu yang sedang hamil dapat
menjaga batinnya agar tidak membenci seseorang berlebihan.
6. Ibu hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti anaknya
jadi kembar siam.
Fakta: Secara medis-biologis, lahirnya anak kembar dempet /
kembar siam tidak dipengaruhi oleh makanan pisang dempet yang
dimakan oleh ibu hamil. Jelas ini hanyalah sebuah mitos.
7. Ngidam adalah perilaku khas perempuan hamil yang
menginginkan sesuatu, makanan atau sifat tertentu terutama di
awal kehamilannya. Jika tidak dituruti maka anaknya akan mudah
mengeluarkan air liur.
8.Dilarang makan nanas, nanas dipercaya dapat menyebabkan
janin dalam kandungan gugur.
Fakta: Secara medis-biologis, getah nanas muda mengandung
senyawa yang dapat melunakkan daging. Tetapi buah nanas yang
sudah tua atau disimpan lama akan semakin berkurang kadar
getahnya. Demikian juga nanas olahan. Yang pasti nanas
mengandung vitamin C (asam askorbat) dengan kadar tinggi
sehingga baik untuk kesehatan.
9. Jangan makan ikan mentah agar bayinya tak bau amis.
Fakta: Bayi yang baru saja dilahirkan dan belum dibersihkan
memang sedikit berbau amis darah. Tapi ini bukan lantaran ikan
yang dikonsumsi ibu hamil, melainkan karena aroma (bau) cairan
ketuban. Yang terbaik, tentu saja makan ikan matang. Karena
kebersihannya jelas terjaga ketimbang ikan mentah.
10. Wanita hamil dianjurkan minum minyak kelapa (satu sendok
makan per hari) menjelang kelahiran. Maksudnya agar proses
persalinan berjalan lancar.
Fakta: Ini jelas tidak berkaitan. Semua unsur makanan akan
dipecah dalam usus halus menjadi asam amino, glukosa, asam
lemak, dan lain-lain agar mudah diserap oleh usus.

11. Tidak boleh tidur siang supaya air ketuban tidak terlalu
banyak/polihydramnion
Fakta: Istirahat merupakan hal yang dibutuhkan oleh seorang ibu
hamil. Polyhidramnion terjadi pada janin dengan anensefalus, spina
bifida dan korioangioma (tumor pembuluh darah plasenta) serta
pada agenesis ginjal bawaan.
12. Tidak boleh makan di depan pintu supaya persalinan lancar
Fakta: Tidak ada hubungan antara makan di depan pintu dengan
lancar atau tidaknya persalinan. Secara medis, lancar atau
tidaknya persalinan ditentukan oleh power (kekuatan mengejan
ibu), passage (jalan lahir), passanger (janin), serta pimpinan dalam
persalinan.
13. Minum jamu jawa supaya bayi lahir sehat
Fakta: Jamu yang diminum saat kehamilan dapat mengakibatkan
air ketuban menjadi keruh.

Tradisi pasca kehamilan/perlakuan terhadap anak yang baru


lahir :
1. Tidak boleh makan ikan-ikanan / yang amis-amis supaya jahitan
cepat kering
Fakta: Protein yang terkandung dalam ikan, daging, telur, serta
lauk pauk dapat membantu mempercepat proses penyembuhan
luka serta luka jahitan cepat kering.
2. Memakai kendit/stagen sepanjang 7-10 meter dengan kencang
Fakta: Apabila memakai stagen terlalu kencang akan menyakiti ibu
sebenarnya pemakaian stagen tidak begitu berpengaruh pada
kembalinya uterus karena uterus akan kembali normal dengan
sendirinya.
3. Berjalan dengan kaki sejajar agar jahitan bagus.
Fakta: Secara medis, jahitan akan menjadi bagus apabila
perawatan perineum/perawatan pada luka jahitan dilakukan
dengan baik (personal hygiene ditingkatkan) serta mengonsumsi
makanan tinggi protein.
4. Bayi dipakaikan gurita agar tidak kembung.
Fakta: Mitos ini tak benar, karena organ dalam tubuh malah akan
kekurangan ruangan. Jika bayi menggunakan gurita, maka ruangan
untuk pertumbuhan organ-organ seperti rongga dada dan perut
serta organ lain akan terhambat. Kalau mau tetap memakaikan
gurita, boleh saja. Asal ikatan bagian atas dilonggarkan, sehingga
jantung dan paru-paru bisa berkembang

5. Tak boleh memotong kuku bayi sebelum usia 40 hari.


Fakta: Tentu ini tak tepat. Karena kalau tidak dipotong, kuku yang
panjang itu bisa berisiko melukai wajah bayi. Bahkan, bisa melukai
kornea mata. Larangan ini mungkin lebih disebabkan kekhawatiran
akan melukai kulit jari tangan/kaki si bayi saat ibu mengguntingi
kuku-kukunya.
6. Pusar bayi ditindih koin agar tidak bodong
Fakta: Secara ilmiah memang ada betulnya. Koin itu hanya alat
untuk menekan, karena jendela rongga perut ke pusar belum
menutup sempurna, jadi menonjol (bodong).
7. Hidung bayi ditarik agar mancung
Fakta: Ini jelas salah, karena tidak ada hubungannya menarik
pucuk hidung dengan mancung-tidaknya hidung. Mancung-
tidaknya hidung seseorang ditentukan oleh bentuk tulang hidung
yang sifatnya bawaan.

3. Dalam kesehatan
1. Jika seseorang sedang mengalami Haid atau menstruasi, lalu ia
menginjak ibu jari kaki temannya secara sengaja. Maka temannya itu akan
mengalami menstruasi juga, tidak lama setelah ibu jari kakinya diinjak.
Hal ini menyatakan bahwa adanya kepercayaan oleh orang-orang
Yogyakarta. Karena percaya atau tidak percaya, biasanya kejadian ini
sungguh-sungguh terjadi. Karena ada pengalaman yang telah banyak
orang alami.

- Namun secara ilmu kesehatan itu tidak dibenarkan, karena menstruasi


sendiri terjadi secara alamiah, dan tiap-tiap orang berbeda.

2. Orang tua dulu sering mengatakan bahwa tidak boleh jika makan tebu
saat hamil.
Karena saat proses melahirkan nanti, sang ibu akan mengeluarkan
darah dari kandungannya.
- Namun secara ilmu kesehatan itu tidak dibenarkan. Justru zat gula
yang ada pada tebu dapat menambah tenaga.

3. Tidak boleh memakan kerak saat hamil. Karena saat melahirkan nanti,
plasenta bayi akan sulit diambil.

4. Saat seorang istri sedang hamil, sebaiknya suami tidak membunuh


hewan apa pun. Karena bisa jadi anaknya nanti akan terlahir mirip
dengan hewan yang dibunuhnya. Menurut pengalaman, ada seorang
gadis yang mirip dengan kera. Karena saat ibunya mengandung gadis
tersebut, ayahnya membunuh kera secara kejam di Tawangmangu,
Jawa Tengah.

5. Tidak boleh berbicara atau banyak bergerak saat membersihkan


telinga. Karena telinga akan mengalami gangguan, seperti congekan
(otitis). Hal ini dikarenakan, jika terlalu banyak bergerak takutnya akan
terjadi goresan, dan dari goresan tersebut bisa memicu infeksi.

6. Anak laki-laki sehabis khitanan tidak boleh makan telur. Karena lukanya
tidak cepat kering.

- Namun secara ilmu kesehatan itu tidak benar, justru telur itu banyak
mengandung protein yang bagus untuk mempercepat pengeringan
luka.

7. Ibu yang setelah melahirkan tidak boleh makan ayam. Karena lukanya
tidak akan cepat kering.

- Sama seperti mitos telur tadi, itu tidak benar, karena daging ayam
kaya akan protein dan lemak yang mempercepat proses
pengeringan luka.

8. Saat masih kecil, jika gigi patah di bagian bawah, harusnya dibuang di
atas. Seperti di genting atau atap rumah. Jika gigi yang patah di bagian
atas, maka dibuangnya di bawah (tanah). Hal ini dilakukan supaya gigi
berikutnya jadi cepat tumbuh.

- Namun secara ilmu kesehatan ini tidak dibenarkan, tumbuh atau


tidaknya gigi seseorang tergantung pada zat kalsium yang dimiliki
orang tersebut.

9. Ibu yang menyusui tidak boleh makan yang pedas-pedas, karena nanti
ASInya jadi pedas juga.

- Hal ini tidak dibenarkan dalam kesehatan, karena dalam cabai banyak
mengandung vitamin c yang bagus untuk bayi. Dan apa yang dimakan
Ibu sama sekali tidak berpengaruh pada ASI.

10.Tidak boleh makan sambil berdiri, karena nanti bisa sakit perut.

- Secara ilmu kesehatan ini dibenarkan, karena jika makan dengan


berdiri, makanan akan cepat turun, sehingga proses mengolah
makanan tidak berjalan sempurna.

11.Jangan meludah didalam sumur, nanti bibir bisa sumbing.

- Hal ini tidak dibenar dan tidak salah juga, jika meludah dalam
sumur tidak membuat bibir sumbing, namun air ludah kita
mengandung bakteri, jika dikonsumsi dapat menyebabkan diare.

12.Anak kecil tidak boleh keluar malam hari, karena nanti ketemu setan.

- Dalam ilmu kesehatan ini tidak dibenarkan, tapi udara malam itu
tidak sehat untuk anak-anak.

13.Kebudayaan yang menganjurkan ibu hamil minum air kacang hijau


agar rambut bayinya lebat. Kacang hijau sangat baik bagi kesehatan
karena banyak mengandung vitamin B yang berguna bagi metabolisme
tubuh.

- Petugas kesehatan mendukung kebiasaan minum air kacang hijau


tetapi meluruskan anggapan bahwa bukan membuat rambut bayi
lebat tetapi karena memang air kacang hujau banyak vitaminnya.

14.Ada juga kebudayaan yang menganjurkan ibu menyusui untuk makan


jagung goring (di Jawa disebut marning) untuk melancarkan air susu.

- Hal ini tidak bertentangan dengan kesehatan. Bila ibu makan


jagung goring maka dia akan mudah haus. Karena haus dia akan
minum banyak. Banyak minum inilah yang dapat melancarkan air
susu.

15.Jika seseorang mengalami mimisan, bisa diobati dengan menggunakan


daun sirih.

- Hal ini dibenarkan karena sirih mengandung vitamin K yang


berguna untuk mengikat darah.
16.Jika ada seseorang yang terkena cacar air, maka disarankan untuk
mandi dengan air bekas rebusan ayam. Niscaya bisa sembuh.

- Hal ini secara ilmu kesehatan tidak dibenarkan, justru air bekas
rebusan itu banyak mengandung bakteri.

17. Tradisi Masyarakat Jawa


Babaran/mbabar dapat diartikansebagai sudah selesai atau sudah
menghasilkan dalam wujud yang sempurna. Istilah babaran juga
dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya. ubarampe yang
dibutuhkan untuk selamatan kelahiran yaitu Brokohan. Ada macam
macam ubarampe Brokohan. Pada jaman ini Brokohan terdiri dari
beras, telur, mie instan kering, gula, teh dan sebagainya. Namun jika
dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam selamatan bayi
lahir, Brokohan cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu :
1. kelapa, dapat utuh atau cuwilan

2. gula merah atau gula Jawa

3. dawet

4. telor bebek

Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah:


Kelapa : daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi
dari sukra (bahasa Jawa kuna) yaitu sperma, benihnya laki-laki, bapak.
Gula Jawa : berwarna merah adalah manifestasi dari swanita
(bahasa Jawa kuna) yaitu sel telur, benihnya wanita, ibu.
Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:
1. Santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya
Bapak.
2. Juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel
telur, benihnya Ibu.
3. Cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik
kehidupan.
4. Telor bebek : Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek,
tidak memakai telor ayam.
Alasan yang pertama : telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk
menggambarkan langit biru, alam awang-uwung, kuasa dari
atas.
Alasan kedua : biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan
bebek jantan tidak dari endog lemu atau bertelur karena faktor
makanan. Dengan demikian telor bebek kalau diengrami dapat
menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam telor bebek.
Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir
tersebut, para leluhur dahulu ingin menyatakan perasaannya
yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar seorang bayi
dalam proses babaran.
Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan
tersebut mampu menjelaskan bahwa Tuhan telah berkenan
mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan
ciptaan baru, mbabar putra.
Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan benihnya
Ibu (gula Jawa) yang kemudian membentuk jentik-jentik
kehidupan (dawet), Tuhan telah meniupkan roh kehidupan (telor
bebek) dan terjadilah kelahiran ciptaan baru (brokohan).
Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia,
selain merupakan anugerah yang sangat besar, juga mempunyai
makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung bayi
hingga bayi lahir, masyarakat Jawa mempunyai beberapa
upacara adat untuk menyambut kelahiran bayi tersebut.
Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni, upacara
mendhem ari-ari, Brokohan, upacara puputan, sepasaran dan
selapanan.
Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke
35 ini, hari lahir si bayi akan terulang lagi. Misalnya bayi yang
lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya), maka selapanannya akan
jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa, yang
berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon, Kliwon, Legi) akan bertemu
pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang
berjumlah 7 hari. Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu
angka dari kelipatan 5 dan 7. Di luar logika itu, selapanan
mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi.
Berulangnya hari weton bayi, pantas untuk dirayakan seperti
ulang tahun. Namun selapanan utamanya dilakukan sebagai
wujud syukur atas kelahiran dan kesehatan bayi.
Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan adalah
potong rambut atau parasan. Pemotongan rambut pertama-
tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan
oleh sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi
dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan untuk mendapatkan
rambut bayi yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli
adalah bawaan dari lahir, yang masih terkena air ketuban.
Alasan lainnya adalah supaya rambut bayi bisa tumbuh bagus,
oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3
kali. Namun pada tradisi potong rambut ini, beberapa orang ada
yang takut untuk menggunduli bayinya, maka pemotongan
rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk
simbolisasi.
Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam
rangkaian ini, dilakukan pembacaan doa-doa untuk keselamatan
dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara pemotongan
rambut bayi ini dilakukan setelah waktu shalat Maghrib, dan
dihadiri oleh keluarga, kerabat, tetangga terdekat serta
pemimpin doa.
Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana
mungkin. Sore harinya, sebelum pemotongan rambut,
masyarakat yang merayakan selapanan biasanya membuat
bancaan yang dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di
seputaran tempat tinggalnya. Bancaan mengandung makna
agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Implikasi Dalam Keperawatan

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-


21 termasuk tuntunan terhadap asuhan keperawatn yang berkualitas akan
semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar
negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adanya pergeseran terhadap
tuntutan asuhan keperawatan.

Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan BODY OF KNOWLEDGE


yang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek
keperawatan. Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level
perkembangan yaitu : METHA THEORY, GRAND THEORY, MIDLE RANGE THEORY,
DAN PARACTICE THEORY.

Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah
TRANSCULTURAL NURSING THEORY. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi
dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-
nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa
sangatlah penting memperhatikan keaneragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan pada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh
perawat, akan mengakitbatkan terjadinya CULTURAL SHOCK.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal
ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan
dan beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan
adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara
diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak
atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri
hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak
sopan, maka ketika perawat mendapatkan klien tersebut berteriak atau
menangis, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau
memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah
menganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan


asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (SUNRISE MODEL). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andre And Boyle, 1995). Pengelolaan
asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan,perencanaan dan pelaksanaan dan evaluasi .

1. Pengkajian
Pengkajian adalah menumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai latar belakang budaya klien (Giger And Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
sunrise model yaitu :
a. Faktor tekhnologi (techconological factors)
Tekhnologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi
klien tentang penggunaan dan pemanfaatan tehknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakitbatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran diatas segalanya,
bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji
oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit,cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positifterhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap,
nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status,
tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan
klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perku dikaji pada faktor ini
adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,
bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang
dalam kondisi sakit, pesepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
faktors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (andrew and boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari
kantor atau patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji oleh pada tahap ini adalah : tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar
secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya :
- Jangan mengunakan asumsi
- Jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal : orang pada
pelit, orang jawa halus
- Menerima dan memahami metode komnikasi
- Menghargai perbedaan individual
- Menghargai kebutuhan personal dari setiap individu
- Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien
- Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan (Giger And Davidhizar, 1995).
Terdapat 3 diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial
berhubungan dengan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam transkultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat. Dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Giger And Davidhizar, 1995) ada 3 pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew And Boyle, 1995) yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila
budaya klien Kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya
klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance/mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya :
- Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
- Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan
klien
- Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation/negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang
lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain .
- Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
- Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negoisasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c. Cultural care Repartening/ Reconstruction/Restrukturisasi Budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan
sesuai dengan keyakinan yang dianut.
- Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
- Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
- Gunakan pihak ketiga bila perlu
- Terjemahkan terminologi gejala pasien kedalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
- Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masing-masing melalui proses akulturasi yaitu proses
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya
akan memperkaya budaya-budaya mereka.
- Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat
dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat
mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat
dan klien yang bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan
atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertententangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien.

3.2 Kesimpulan

Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:

1. Masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa,
alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara
rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari
pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-
faktor risiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
2. Kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu.
Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan
besar bayi. Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu,
terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja
persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang
siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.

3. Masih banyak tradisi yang perlu mendapatkan perhatian akibat perlakuan


yang kurang tepat dalam penanganan perawatan ibu dan bayi baru lahir.
Sebaiknya, ada program yang melakukan pendekatan-pendekatan kepada
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil, calon ibu, dan keluarga
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Pendekatan
kepada keluarga juga sangat diperlukan dikarenakan tindakan yang dilakukan
kepada ibu dan bayi cenderung atas masukan dari suami, ibu ayah kandung, ibu
ayah mertua, atau kakek nenek yang mewarisi tradisi-tradisi tersebut.

3.3 Saran

Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini yaitu setiap aspek
sosial budaya yang melintas atau menjadi dasar bagi pola kehidupan manusia
sehari-hari hendaknya dapat disaring, karena tidak setiap aspek sosial budaya
yang masuk adalah postif.
DAFTAR PUSTAKA

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transkultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed,
Philadelphia, JB Lippincot Company

Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transkultural Nursing : Assessment and
Intervention , 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc

Gunawijaya, J (2010), Kuliah umum tentang budaya dan perspektif transkultural


dalam keperawatan Mata ajar KDK 11 2010, semester genap FIK-UI

Iskandar, R (2010), Aplikasi teori trancultural nursing dalam peoses keperawatan,


diambil dari http://www.....

Koentjaraningrat (1990), Pengantar ilmu antropologi, Jakarta : Rineka cipta

Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,


Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies

Syadiyah (2010), Aplikasi asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan


transkultural. Diambil dari http://www....

http://www.tanyadokteranda.com/kesehatan/2007/11/hati-hati-minum-
jamu/diakses tanggal 28 Maret 2012

http://thontowijauhari.blogspot.com/2007/09/kasus-jamu-berbahaya-sering-
terhenti-di.htmldiakses tanggal 22 April 2012

http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2013/06/13/yuks-lebih-
mengenal-tradisi-dan-fakta-kesehatan-ibu-dan-bayi-568392.html

https://ariyantanugraha.wordpress.com/2012/09/21/hubungan-kebudayaan-
dengan-kesehatan/

Anda mungkin juga menyukai