Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara turun
temurun, tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang risiko bagi timbulnya suatu penyakit.
Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai struktur-
struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri

Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari
kebudayaan bersifat abstrak.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak
dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Budaya terbentuk dari unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya
seni.

Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan ibu bersalin

1. Tradisi Masyarakat Jawa

Babaran/mbabar dapat diartikansebagai sudah selesai atau sudah menghasilkan dalam wujud yang
sempurna. Babaran juga menggambarkan selesaianya proses karya batik tradisional. Istilah babaran
juga dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya. ubarampe yang dibutuhkan untuk
selamatan kelahiran yaitu Brokohan. Ada macam macam ubarampe Brokohan. Pada jaman ini
Brokohan terdiri dari beras, telur, mie instan kering, gula, teh dan sebagainya. Namun jika
dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam selamatan bayi lahir, Brokohan cukup dengan
empat macam ubarampe saja yaitu :

1. kelapa, dapat utuh atau cuwilan

2. gula merah atau gula Jawa

3. dawet

4. telor bebek

Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah:

· Kelapa : daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuna)
yaitu sperma, benihnya laki-laki, bapak.
· Gula Jawa : berwarna merah adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuna) yaitu sel telur,
benihnya wanita, ibu.

· Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:

1. Santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya Bapak.

2. Juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel telur, benihnya Ibu.

3. Cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik kehidupan.

· Telor bebek : Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek, tidak memakai telor ayam.

o Alasan yang pertama : telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk menggambarkan langit biru,
alam awang-uwung, kuasa dari atas.

o Alasan kedua : biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan tidak dari endog
lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor bebek kalau diengrami dapat
menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam telor bebek.

Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu ingin
menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar seorang bayi dalam proses
babaran.

Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu menjelaskan bahwa
Tuhan telah berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan ciptaan baru,
mbabar putra.

Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan benihnya Ibu (gula Jawa) yang kemudian
membentuk jentik-jentik kehidupan (dawet), Tuhan telah meniupkan roh kehidupan (telor bebek)
dan terjadilah kelahiran ciptaan baru (brokohan).

Jika pun dalam perkembangannya selamatan Brokohan untuk mengiring kelahiran bayi menjadi
banyak macamnya, terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat dipahami sebagai ungkapan
rasa syukur yang ingin dibagikan dari keluarga kepada para kerabat dan tetangga. Namun keempat
ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula Jawa, dawet dan telor bebek, masih perlu untuk disertakan
dan direnungkan, agar kelahiran manjadi lebih bermakna.

Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain merupakan anugerah yang
sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung bayi hingga
bayi lahir, masyarakat Jawa mempunyai beberapa upacara adat untuk menyambut kelahiran bayi
tersebut. Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, Brokohan,
upacara puputan, sepasaran dan selapanan.

Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan
terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya), maka selapanannya akan
jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon, Kliwon,
Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari.
Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di luar logika itu, selapanan
mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi. Berulangnya hari weton bayi, pantas
untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun selapanan utamanya dilakukan sebagai wujud syukur
atas kelahiran dan kesehatan bayi.

Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan adalah potong rambut atau parasan.
Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan oleh
sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan
untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli adalah bawaan
dari lahir, yang masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya rambut bayi bisa tumbuh
bagus, oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3 kali. Namun pada tradisi
potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk menggunduli bayinya, maka pemotongan
rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk simbolisasi.

Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan
pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara pemotongan
rambut bayi ini dilakukan setelah waktu shalat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat,
tetangga terdekat serta pemimpin doa.

Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum
pemotongan rambut, masyarakat yang merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang
dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan mengandung
makna agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.

Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang
dibagikan di pincuk dari daun pisang. Gudangan juga dilengkapi dengan potongan telur rebus atau
telur pindang, telur ini melambangkan asal mulanya kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran
dianggap mengandung suatu makna tertentu, seperti kacang panjang agar bayi panjang umur, serta
bayem supaya bayi hidupanya bisa tentram.

BAB III

PENUTUP

4.1. Simpulan

Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:

1. Masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati.
Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih
banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak
terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.

2. Kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik berkaitan
dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental
berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan
cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap
bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.

3. Masih banyak tradisi yang perlu mendapatkan perhatian akibat perlakuan yang kurang tepat
dalam penanganan perawatan ibu dan bayi baru lahir. Sebaiknya, ada program yang melakukan
pendekatan-pendekatan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil, calon ibu,
dan keluarga mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Pendekatan
kepada keluarga juga sangat diperlukan dikarenakan tindakan yang dilakukan kepada ibu dan bayi
cenderung atas masukan dari suami, ibu ayah kandung, ibu ayah mertua, atau kakek nenek yang
mewarisi tradisi-tradisi tersebut.

Saran

Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini yaitu setiap aspek sosial budaya yang
melintas atau menjadi dasar bagi pola kehidupan manusia sehari-hari hendaknya dapat disaring,
karena tidak setiap aspek sosial budaya yang masuk adalah postif.

DAFTAR PUSTAKA

http://franxiskusgaguknugraha.blogspot.com/2011/01/budaya-daerah-daerah-tentang-ibu.html

http://kesehatan.kompasiana.com/ibu-dan-anak/2013/06/13/yuks-lebih-mengenal-tradisi-dan-
fakta-kesehatan-ibu-dan-bayi-568392.html

http://puputzuliya-keperawatan.blogspot.com/2012/03/kesehatan-dan-masalah-sosial-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai