Disusun Oleh :
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga saya masih diberikan kesempatan untuk
menyusun makalah ini dengan tidak ada halangan dan tepat pada waktunya . Dalam
makalah ini saya membahas tentang ”Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Hordeolum”. Makalah ini dibuat melalui bantuan beberapa pihak untuk
menyelesaikan tugas salah satu mata kuliah yaitu, “Keperawatan Medikal Bedah II”.
Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................2
3.1 Kesimpulan..............................................................................................
3.2 Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atrium Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa
lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena
kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.Penyakit jantung bawaan ini
menempati urutan kedua penyakit jantung bawaan pada anak setelah Ventrikel
Septal Defect (VSD). Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang)
abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri.Kelainan
jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek
sekat atrium.Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi
jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada,
penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang sering ditemukan. Di
amerika serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8 – 10 dari 1000
kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi
kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan
pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di Indonesia pada tahun
2007, dengan populasi lebih dari 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup
2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita (www.google//http.inside rate
of atrium septal defect.com) Berdasar data diatas maka penulis merasa tertarik
untuk menyusun tentang Atrium Septal Defect dam Ventrikel Septal Devect dan
asuhan keperawatannya.
Dampak penyakit jantung bawaan mengenai ASD+VSD terjadi
pembengkakan di kaki, perut dan daerah di sekitar mata, Sesak napas saat
menyusui, beban yang terlalu berat dari ventrikel menyebabkan hipertrofi dan
pembesaran jantung, dengan meningkatnya resistensi vascular paru, sering
terdapat dispneu dan infeksi paru, pertumbuhan bayi terganggu dan kesulitan
dalam asupan nutrisi.
Solusi dari penyakit tersebut bila diberi minum susu, bayi penderita
penyakit jantung bawaan mudah lelah, minumnya hanya sedikit. Disarankan
memberi susu bukan langsung dari botol tapi dengan sendok atau bisa juga
dengan pipet (alat untuk meneteskan obat ke mulut bayi). Jadi bayi dapat minum
lebih banyak tanpa harus banyak menguras tenaganya saat mengisap susu dari
botol.
Berdasarkan latar belakang diatas maka pada makalah ini akan diuraikan
mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan kasus ASD+VSD.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Atrial Septal Defect (ASD)?
2. Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini
adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada kasus Atrial
Septal Defect (ASD)?
C. Tujuan
Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Kardiovaskuler
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran mengenai Atrial Septal Defect (ASD) dan
Ventrikel Septal Defect (VSD)
b. Mahasiswa mampu memahami penyebab ASD dan VSD
c. Mahasiswa mampu mengetahui gejala ASD dan VSD
d. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan
Atrium Septal Defect (ASD) dan Ventrikel Septal Defect (VSD)
D. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Kegunaan Ilmiah
a. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa
b. Sebagai salah satu tugas akademik
2. Kegunaan Praktis
Bermanfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada
klien dengan Atrium Septal Defect (ASD) dan Ventrikel Septal Defect (VSD).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Katup Jantung
(Dikutip dari kepustakaan 7)
4
- Ostium coronary atau sinus coronarius, yaitu muara atau lubang yang terdapat
di atrium kanan yang menghubungkan sistem vena jantung dengan atrium
kanan.
- Ostium vena pulmonalis, yaitu muara atau lubang yang terdapat di atrium kiri
yang menghubungkan antara vena pulmonalis dengan atrium kiri yang
mempunyai 4 muara.
Bagian dalam kedua ruang ventrikel dibatasi oleh septal ventrikel, baik
ventrikel maupun atrium dibentuk oleh kumpulan otot jantung yang mana bagian
lapisan dalam dari masing-masing ruangan dilapisi oleh sel endotelium yang
kontak langsung dengan darah.Bagian otot jantung di bagian dalam ventrikel
yang berupa tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan dinamakan trabecula. Kedua
otot atrium dan ventrikel dihubungkan dengan jaringan penghubung yang juga
membentuk katup jatung dinamakan sulcus coronary, dan 2 sulcus yang lain
adalah anterior dan posterior interventrikuler yang keduanya menghubungkan
dan memisahkan antara kiri dan kanan kedua ventrikel.
Perlu diketahui bahwa tekanan jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan
dengan tekanan jantung sebelah kanan, karena jantung kiri menghadapi aliran
darah sistemik atau sirkulasi sistemik yang terdiri dari beberapa organ tubuh
sehingga dibutuhkan tekanan yang besar dibandingkan dengan jantung kanan
yang hanya bertanggung jawab pada organ paru-paru saja, sehingga otot jantung
sebelah kiri khususnya otot ventrikel sebelah kiri lebih tebal dibandingkan otot
ventrikel kanan.
5
Pembuluh Darah Besar Jantung
Ada beberapa pembuluh besar yang perlu anda ketahui, yaitu:
1. Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
atas diafragma menuju atrium kanan.
2. Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan.
3. Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
4. Pulmonary Trunk,yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah kotor
dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
5. Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
6. Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa
darah bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
7. Assending Aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih
dari ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab
dengan organ tubuh bagian atas.
8. Desending Aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
Sirkulasi Jantung
a. Sirkulasi Sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonalis. Darah di atrium kiri
mengalir ke dalam ventrikel kiri melewati katup atrioventrikel (AV), yang
terletak di taut atrium dan ventrikel kiri. Katup ini disebut katup mitral.
6
Semua katup jantung membuka jika tekanan dalam ruang jantung atau
pembuluh yang berada di atasnya lebih besar dari tekanan di dalam ruang
atau pembuluh yang ada di bawah.
Aliran keluar darah dari ventrikel kiri adalah menuju sebuah arteri
besar berotot yang disebut aorta. Darah mengalir dari ventrikel kiri ke aorta
melalui katup aorta. Darah di aorta disalurkan ke seluruh sirkulasi sistemik,
melalui arteri, arteriol, dan kapiler, yang kemudian menyatu kembali untuk
membentuk vena. Vena dari bagian bawah tubuh mengembalikan darah ke
vena terbesar , vena cava inferior. Vena dari bagian atas tubuh
mengembalikan darah ke vena cava superior. Kedua vena cava bermuara di
atrium kanan.
b. Sirkulasi Paru
Darah di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan melalui katup AV
lainnya, yang disebut katup tricuspid. Darah keluar dari ventrikel kanan dan
mengalir melewati katup ke empat, katup pulmonalis, ke dalam arteri
pulmonalis. Arteri pulmonalis bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis
kanan dan kiri yang masing-masing mengalir ke paru kanan dan kiri
berturut-turut. Di paru, arteri pulmonalis bercabang berkali-kali menjadi
arteriol dan kemudian kapiler. Masing-masing kapiler memperfusi alveolus
yang merupakan unit pernafasan. Semua kapiler menyatu kembali untuk
menjadi venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk
membentuk vena pulmonalis besar. Darah mengalir di dalam vena
pulmonalis kembali ke atrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah.
7
sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan
hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sedangkan PJB non sianotik
umumnya memilki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap
saja lebih dari 90 % di antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka
untuk pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti
kebocoran sekat bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri
seiring dengan pertambahan usia anak. Salah satu kelainan jantung congenital
asianosis yang banyak terjadi adalah Atrial Septal Defect (ASD) yang ditandai
dengan adanya lubang yang persisten pada septum antar atrial yang disebabkan
oleh karena kegagalan pembekuan sekat, yang menyebabkan adanya hubungan
antara atrium kanan dan atrium kiri.
Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
a. Ostium secundum: merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang
terjadi terletak pada bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis, meskipun
sesungguhnya fosa ovalis merupakan septum primum.umumnya defek
bersifat tunggal tetapi pada keadaan tertentu dapat terjadi beberapa fenestrasi
kecil, dan sering disertai dengan aneurisma fosa ovalis
b. Ostium primum merupakan bagian dari defek septum atrioventrikular dan
pada bagian atas berbatas dengan fosa ovalis sedangkan bagian bawah
dengan katup atrioventrikular
c. Defek Sinus venosus, defek terjadi dekat muara vena besar (vena cava
superior), sehingga terjadi koneksi biatrial. Sering vena pulmonalis dari
paru-paru kanan juga mengalami anomali, dimana vena tersebut bermuara ke
vena cava superior dekat muaranya di atrium. Dapat juga terjadi defek sinus
venosus tipe vena cava inferior, dengan lokasi di bawah foramen ovale dan
bergabung dengan dasar vena cava inferior.
8
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Genetik
Resiko penyakit jantung kongenital meningkat 2 sampai 6% jika terdapat
riwayat keluarga yang terkena sebelumnya. Selain itu, 5-8% penderita
penyakit jantung kongenital mempunyai keterkaitan dengan kelainan
kromosom.
2. Faktor lingkungan
Penyakit jantung kongenital juga dihubungkan dengan lingkungan ibu
selama kehamilan. Seringnya terpapar dengan sinar radioaktif dipercaya
dapat menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit jantung kongenital pada
bayi.
3. Obat-obatan
Meliputi obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan, misalnya
litium, busulfan, reinoids, trimetadion, thalidomide, dan agen antikonsulvan,
antihipertensi, eritromicin, dan clomipramin.
4. Kesehatan Ibu
Beberapa penyakit yang di derita oleh ibu hamil dapat berakibat pada
janinnya, misalnya diabetes melitus, fenilketouria, lupus eritematosus
siskemik, sindrom rubella kongenital.
IV. PATOFISIOLOGI
Pada Atrial Septal Defect, aliran darah yang ada di atrium sinistra bocor
ke atrium dextra karena ada defect di septum interatrial-nya yang disebabkan
oleh gagalnya menutup sebuah septum maupun karena adanya gangguan
pertumbuhan. Karena tekanan di ventrikel sinistra yang notabene memompa
darah ke seluruh tubuh lebih besar maka darah dari atrium dextra tidak dapat
masuk ke atrium sinistra sehingga dapat dikatakan darah jalan dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah (dari Atrium Sinistra ke Atrium Dextra). Di atrium
dextra dan ventrikel dextra terjadi overload darah yang mengakibatkan
hipertrofi atrium dan ventrikel dextra. Darah kemudian masuk ke arteri
pulmonalis melewati katup pulmonal, yang otomatis terlalu sempit untuk jalan
darah yang begitu banyak. Hal ini disebut stenosis pulmonal relative. Akibatnya
arteri pulmonalis menjadi dilatasi. Selanjutnya terjadi turbulensi disana yang
menyebabkan terjadinya bunyi murmur systole.
V. MANIFESTASI KLINIS
9
Sebagian besar asimptomatik, terutama pada bayi dan anak kecil. Sangat
jarang ditemukan gagal jantung pada defek septum atrium. Bila pirau cukup
besar, pasien mengalami sesak napas, sering mengalami infeksi paru, dan berat
badan akan sedikit turun. Jantung umumnya normal, atau hanya sedikit
membesar.
b. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Gambar 6. Perekaman pada anak umur 3 tahun dengan Atrial Septal Defect
(ASD)
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah
1. Foto Thorax
10
Jika jantung membesar atau hipertensi pulmonal ada, itu mungkin
yang disebabkan oleh ASD. Jika kita mencurigai sebuah ASD kita harus
memperhatikan hal-hal berikut ini:
- Jantung mungkin membesar. Penentuan CTR yaitu dengan
membandingkan lebar thorax dan lebar dari pada jantung. Jika
diameter jantung lebih besar daripada diameter thorax, itu adalah
pembesaran jantung
- Perhatikan bentuk jantung.pertama, perhatikan apexnya yang mana
sering terjadi pembesaran pada ventrikel kanan dan kadang-kadang
terlihat jelas diafragma terangkat. Selanjutnya lihat batas dari jantung
kanan. Karena atrium kanan membesar, batas dari jantung kanan
terlihat lebih lebar dari normalnya
- Perhatikan posisi dari jantung dengan membandingkan pada posisi
dari vertebra. Pada ASD, jantung kadang bergeser ke kiri dan terlihat
juga ke tepi kanan dari columna vertebra
- Perhatikan tonjolan dan lengkungan aorta. Itu sering mengecil jika
ASD ada, karena darah dialirkan melalui atrium kanan, tidak melalui
aorta.
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis
yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan corakan
vaskularisasi paru yang prominent sesuai dengan besarnya pirau.
Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus tampak
denyutan (pada fluoroskopi) dan disebut sebagai hilar dance. Hilar dance
ini terjadi karena arteri pulmonalis penuh darah dan melebar, sehingga
pulsasi ventrikel kanan merambat sampai ke hilus. Makin besar defeknya,
makin kecil jumlah darah yang mengalir ke ventrikel kiri, karena sebagian
besar darah dari atrium kiri mengalir ke atrium kanan melalui defek.
Aorta menjadi kecil, hampir sukar dilihat, sedangkan arteri pulmonalis
menjadi 3-5 kali lebih besar. Pembuluh darah hilus melebar demikian
juga cabang-cabangnya. Lambat laun pembuluh darah paru bagian tepi
menyempit dan tinggal pembuluh dari sentral (hilus) saja yang melebar.
Bentuk hilus lebar, meruncing ke bawah berbentuk sebagai tanda koma
terbalik (‛).
11
A
B C
Gambar 7. (A). Foto PA: Kebocoran Septum Atrium (ASD), hemodinamika,
belum ada HP, atrium kanan membesar dan atrium kiri tidak. (B). Foto PA: hilus
melebar sekali, berbentuk koma terbalik. Vaskular paru bagian tepi sempit. Tanda
hipertensi pulmonal. (C). Foto lateral: tampak ventrikel kanan yang membesar
sekali. Atrium kiri dan ventrikel kiri normal.
2. Ekokardiografi
12
sisi kanan jantung baik terlihat dan dominasi volume overload ventrikel
kanan akan sering dilihat sebagai gerakan septum ‘paradoxical’. Ini
adalah gerakan anterior abnormal dari septum interventrikular selama
sistole ventricular.
Defek ostium primum (juga dikenal sebagai defek septum
atrioventrikular parsial) juga baik terlihat, seperti anatomi katup
atrioventrikular. Defek sinus venosus yang kurang umum lebih sulit
untuk divisualisasikan, karena letaknya tinggi pada atrium yaitu dekat
muara vena kava superior. Studi transesophageal sering digunakan
menunjukkan lesi yang sulit ini. Semua studi dari ASD harus disertai
dengan pemeriksaan yang teliti yaitu memeriksa hubungan dari vena
pulmonal dan sistemik, karena ini sering abnormal.
Studi doppler akan melengkapi informasi diagnostik. Pemetaan
aliran warna sangat membantu dalam diagnosis dari setiap defek dan
anomali vena (Gambar 10.C). waktu akselerasi yang singkat dalam aliran
arteri pulmonal kadang-kadang bisa menunjukkan adanya hipertensi
pulmonal, seperti kecepatan tinggi jet pada regurgitasi trikuspid. Rasio
aliran sistemik untuk paru dapat dihitung menggunakan teknik dopler,
tetapi ini sangat memakan waktu dan rentan terhadap kesalahan.
Sederhana dan lebih akurat penilaian dengan non invasif pada tingkat
shunting kiri ke kanan dapat dicapai dengan terlebih dahulu studi
radionuklide sebelumnya. Studi radionuklida sebelumnya juga membantu
pada anak yang lebih tua dengan kecurigaan ASD yang mana pencitraan
subkostal bukan sebuah diagnostik.
Transthoracis echocardiography, kadang-kadang ditambah dengan
transesophageal, merupakan diagnostic dalam kebanyakan kasus. Shunt
yang besar akan menyebabkan kelebihan volume ventrikel kanan dengan
pembalikan gerakan septum. Defek Ostium primum dan ostium
sekundum dapat dibedakan dengan mudah ; defek sinus venosus mungkin
sulit untuk digambarkan. Warna aliran dopler akan menunjukkan shunt
dan setiap regurgitasi katup. Kecepatan dari setiap regurgitasi tricuspid
akan memperkirakan tekanan arteri pulmonalis. Dengan pengalaman,
operator dapat menetapkan tambahan katup AV cordal pada cacat primum
dan mendeteksi anomaly drainase pembuluh darah lobus kanan atas untuk
SVC yang sering mempersulit defek sinus venosus dan terlihat sesekali
pada ASDs lainnya.
13
A B
C
Gambar 11. (A). Modifikasi apikal echocardiogram empat ruang dari pasien
dengan ASD secundum. Ruang sisi kanan jauh diperbesar. (B). M-Mode
echocardiogram dari seorang pasien dengan ASD dan volume overload pada
ventrikel kanan. Ada gerakan paradoks dari Septum interventriculare (tanda
panah). (C). Studi aliran warna Doppler pada pasien dengan ASDs. Mengalir
melalui defek menuju katup tricuspid yang berwarna merah (arah transduser)
14
tentu umumnya terkait dengan bentuk lain dari penyakit jantung bawaan
yang mana diperlukan kateterisasi jantung untuk diagnosis.
Kateterisasi jantung sekarang jarang diindikasikan pada ASD
(kecuali untuk terapi intervensi), karena sebagian besar untuk diagnosis
telah beralih ke echocardiogrphy. Sebuah kateter dari pembuluh darah di
kaki biasanya lewat dari RA melalui ASD ke LA. Suntikan media kontras
ke LA akan menunjukkan shunt kiri-ke kanan atrium. Suntikan ke PA
akan menunjukkan shunt kiri-ke-kanan selama fase laevo. Sekali shunt
atrium telah dibuktikan, tidak mungkin untuk mengidentifikasi distal
shunt lagi (misalnya VSD atau PDA).
Defek Ostium primum ini dapat didiagnosis dengan angiografi LV
pada film frontal sebagai batas kanan atas LV ini sangat melekuk dengan
kurva cekungan halus yang disebabkan oleh kesalahan tempat katup
mitral. Karakteristik penampilan 'leher angsa ' seringkali disertai dengan
regurgitasi mitral, aliran inkompeten sering diarahkan melalui defek
ostium primum ke RA.
Pada angiocardiography ECD yang lengkap dapat menunjukkan
refluks dari kedua ventrikel sampai ke kedua atrium dan shunt kiri-ke-
kanan pada level kedua atrium dan ventrikel. Beberapa Suntikan
angiografik akan diperlukan dan LAO 30° dengan 40° dengan kemiringan
caudocranial merupakan proyeksi yang optimal. Penyimpangan vena
pulmonalis kadang-kadang dapat dideteksi dengan angiografi jantung
kanan pada tahap laevo tetapi hanya tipe sinus venosus atau vena yang
berbentuk seperti pedang dapat divisualisasikan.
Bedah penutupan paling sering dilakukan pada ASD (ASD
sekundum) - sekarang telah banyak bukti dilakukannya echodiagnostic,
ini untuk menyingkirkan diagnostik kateterisasi jantung dan angiografi.20
15
sangat dekat dengan jantung tanpa ada intervensi dari jaringan paru-paru,
dapat memberikan gambar yang sangat baik. Selain itu, jarak yang
pendek memungkinkan penggunaan frekuensi transduser yang lebih
tinggi dengan resolusi gambar yang lebih baik. Biasanya frekuensi
transduser yang lebih tinggi tidak dapat digunakan untuk TTE karena
kedalaman penetrasi ultrasound di frekuensi yang lebih tinggi pada orang
dewasa.
VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Bedah
16
tindakan operasi yang digunakan untuk melakukan koreksi pada ASD ini,
yaitu:
a) Bedah jantung terbuka
b) Amplatzer septal occlude (ASO)
ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang
sendiri (self expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-
0,0075 inci yang teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang
penghubung 3-4 mm. Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari
benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga
lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
Tindakan pemasangan ASO telah mendapat persetujuan dari American Food
and Drug Administration (FDA) pada bulan Desember 2001. Di Indonesia,
tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun 2002.
Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :
1. ASD sekundum
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban
volume pada ventrikel kanan
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.
17
b. Pembedahan
- Kateterisasi Jantung
Prosedur dilakukan untuk memperbaiki ASD sekundum, namun untuk
ASD sekundum besar mungkin tidak dapat diperbaiki melalui
kateterisai jantung, dan mungkin memerlukan operasi jantung terbuka
- Operasi jantung terbuka
Prosedur ini adalah pengobatan pilihan untuk jenis ASD tertentu
(primum, venosus sinus dan sinus coroner), dan jenis-jenis cacat
atrium yang hanya dapat diperbaiki melalui operasi jantung terbuka
c. Terapi Medis
- Pemberian beta blocker untuk menjaga detak jantung agar tetap teratur
Misal: Lopressor
Dosis:
a) Hipertensi : awalnya 100-200 mg sebagai dosis tunggal atau dalam
2 dosisi terbagi. Pemberian dosis di atas 200 mg dibagi menjadi 2
kali pemberian dalam sehari
b) Angina pectoris : 2 x sehari 100-200 mg
c) Gangguan denyut jantung : 100-150 mg dalam 2-3 dosisi terbagi
18
- Pemberian anti koagulan untuk mengurangi resiko pembekakan darah
- Pemberian obat untuk meningkatkan kekuatan kontraksi
Misal: Digoxin (lanoxin). Dosis: Dewasa : Untuk digitalisasi cepat (24-36
jam) : 4-6 tablet , kemudian 1 tablet pada interval tertentu sampai
kompensasi tercapai. Untuk digitalisasi lambat (3-5 hari) : 2-6 tablet/hari
dalam dosis terbagi. Pemeliharaan : 1/2-3 tablet/hari. Anak : Untuk
digitalisasi cepat : 25 mcg/kg berat badan dengan selang waktu tertentu
sampai kompensasi tercapai. Pemeliharaan : 10-20 mcg/kg berat
badan/hari.
- Pemberian obat untuk mengurangi jumlah cairan dalam sirkulasi dan paru-
paru, disebut diuretic
Misal: Furosemide (Lasix).
Dosis: furosemide diberikan dengan dosis :
Dosis lazim dewasa untuk ascites, gagal jantung kongestif, edema,
hipertensi, oliguria nonobstruktif, edema paru, gagal ginjal, dan
oliguria :
oral : awal : 20 – 80 mg / dosis
Pemeliharaan : tingkatkan secara bertahap dari 20 – 40 mg / dosis setiap 6
– 8 jam. Berikan 1 – 2 x sehari, dengan dosis harian maksimum 600 mg.
Intravena / intramuskular : 10 – 20 mg sekali selama 1 – 2 menit. ulangi
dalam waktu 2 jam jika respon tidak memadai.
infus Intravena : 0.1 mg / kg sebagai dosis bolus awal, selanjutnya
tingkatkan dua kali lipat setiap 2 jam sampai maksimal 0.4 mg / kg / jam.
Dosis lazim dewasa untuk hiperkalsemia
Oral : 10 – 40 mg 4 x sehari.
Intravena : 20 – 100 mg setiap 1 – 2 jam selama 1 – 2 menit.
d. Keperawatan
- Pantau tanda dan gejala penurunan curah jantung
- Jika pasien sesak beri posisi semi fowler
- Tenangkan pasien jika cemas dan bantu pasien untuk melakukan nafas
dalam
- Berikan lingkungan yang man dan nyaman
- Jika pasien nyeri lakukan teknik distraksi dan relaksasi
- Observasi tanda-tanda vital pasien
19
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang akan timbul jika tidak dilakukan penutupan defek
adalah pembesaran jantung kanan dan penurunan komplians ventrikel kanan,
aritmia, dan kemungkinan untuk menyebabkan penyakit vaskular paru
obstruktif. Sindroma eisenmenger adalah keadaan pirau kanan ke kiri parsial
atau total pada pasien dengan defek septum akibat perubahan vaskular paru.
Pada defek septum yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, peningkatan
alirah darah ke paru menyebabkan perubahan histologis pada pembuluh darah
paru. Hal ini menyebabkan tekanan darah di paru meningkat, sehingga pirau
berbalik arah menjadi dari kanan ke kiri. Gejala yang timbul berupa sianosis,
dyspnea, lelah dan disritmia. Pada tahap akhir penyakit, dapat timbul gagal
jantung, nyeri dada, sinkop dan hemoptisis.
Beberapa komplikasi menyertai tindakan penutupan defek septum,
baik trans-kateter atau melalui pembedahan. Komplikasi mayor, yaitu
komplikasi yang perlu penanganan segera antara lain kematian, dekompensasi
hemodinamik yang mengancam nyawa, memerlukan intervensi bedah, dan
lesi fungsional atau anatomi yang permanen akibat tindakan kateterisasi.
Komplikasi yang dapat timbul dari tindakan pembedahan antara lain aritmia
atrial, blok jantung. Komplikasi lain yang berhubungan dengan alat-alat oklusi
transkateter adalah embolisasi yang kadang memerlukan pembedahan ulang,
aritmia, trombus. Komplikasi yang jarang terjadi adalah efusi perikardial,
transient ischemic attack,dansudden death.
2. Keluhan Utama :
Nyeri pada dada, dispnea, pusing, tergantung tingkat keparahan ASD.
20
Sesak napas, pusing, tubuh terasa lemah, BB turun, pasien terlihat pucat,
banyak keringat yang keluar, ujung-ujung jari hiperemik, diameter dada
bertambah (terlihat benjolan dada kiri).
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya dilakukan
dengan tes
GCS demgan kriteria :
- 15 s/d 12 = komposmentis
21
- 11 s/d 8 = somnolen
- 7 s/d 4 = apatis
- 3 = koma
b. Sistem respirasi
Menunjukkan adanya ronkhi kering, kasar, mengi.
c. Sistem kardiovaskuler
Aktivitas ventrikel kanan jelas teraba parasternal kanan dan thrill (25%)
di sela iga II atau kiri, pada auskultasi didapatkan sistolis murmur II.
d. Sistem muskuloskeletas
Melakukan pemeriksaan kekuatan tonus otot.
e. Sistem penginderaan
Tidak ada gangguan penglihatan, pendenaran dan perasa.
f. Abdomen
Dilakukan dengan teknik bimanual untuk mengetahui adanya
hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada daerah supra simisfer pada keadaan
retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dark lien
akan merasa ingin miksi.
g. Ekstremitas
Pada ekstremitas superior dan inferior simetris kanan dan kiri dan tidak
ada kelemahan anggota gerak.
22
- Pasien tidak gelisah
Intervensi :
a. Beri posisi semifowler
R/: posisi semifowler dapat mengurangi penekanan paru-paru
terhadap jantung.
b. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi O2
R/: Terapi O2 dapat memudahkan pasien umntuk bernapas
c. Observasi TTV pasien
R/: Memantau perkembangan konsisi pasien
3. Intoleransi aktivitas b.d gangguan sistem transport oksigen
Tujuan : mempertahankan tingkat energy yang adekuat tanpa stress
Kriteria Hasil : - klien mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan.
- Klien melakukan istriahat /tidur dengan tepat.
Intervensi :
a. Beri periode istirahat sering dan periode tifur tanpa gangguan.
R/: untuk memaksimalkan pola tidur pasien
b. Bantu pasien memilih aktivitas sesuai kemampuan
R/: untuk memandirikan pasien dalam melakukan aktivitas sesuai
kemampuan.
c. Hindari suhu lingkungan yang ekstrim seperti
hipertermia/hipotermia.
R/: karena hipotermia dan hipertermia dapat meningkatkan keluahan
O2.
III. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang
telah dibuat untuk mencapai hasil efektif. Dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh
setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan
demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai.
IV. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pasien dengan Atrium Septal Defect
(ASD)
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
A. PENGKAJIAN
Tempat : Ruang Camelia RSUD Dr. Soetomo Surabaya
No. Registrasi : 12486283
Tanggal Pengkajian : 3 Juni 2016
Tanggal MRS : 1 Juni 2016
I. Data Subyektif
23
1. Biodata
a. Nama : Ny. M
b. Umur : 37 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Alamat : Tembus Mantuil, Banjarmasin, Kaltim
e. Suku/bangsa : Banjar/Indonesia
f. Status perkawinan : Menikah
g. Agama : Islam
h. Pendidikan : Tamat SMA
i. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
j. Diagnosa Medis : ASD sekundum bidirectional shunt denim R to
L + PHT berat + post SVT unstable + post
cardioversi + post vomiting
2. Riwayat Keperawatan
a. Alasan utama MRS
Pasien merasa dada berdebar-debar sejak pagi
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh dada berdebar debar
c. Upaya yang Dilakukan
Keluarga Pasien mengatakan upaya yang telah dilakukan yaitu
membawa pasien ke RS Banjarmasin
d. Terapi/operasi yang pernah dilakukan
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah melakukan
operasi apapun.
e. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan sejak kecil mudah kecapekan dan kaget. Lalu
ketika tahun 2010 periksa ke dokter spesialis penyakit dalam dan di
diagnosa menderita ASD. Hingga 4 tahun kemudian tidak pernah
kontrol lagi. Pada bulan Desember 2015 berobat ke dokter spesialis
jantung dan pembuluh darah di RS Banjarmasin dan disarankan ke RS
Dr. Soetomo. Di RSDS pasien dilakukan pemeriksaan echokardiografi 2
kali. Lalu ada rencana operasi akhir Mei, tetapi ketika MRS 2 hari di
ruang Camelia pasien menstruasi dan operasi di tunda lalu pasien KRS
pada tanggal 28 Mei 2016.
f. Riwayat Penyakit Sekarang
Setelah pasien KRS pada tanggal 28 Mei 2016, pada tanggal 1 Juni
2016 pasien datang ke IGD dengan keluhan dada berdebar debar ketika
naik tangga, muntah 2 kali, badan lemas. Lalu pasien dirawat di ICCU,
setelah kondisi pasien stabil pasien dipindah ke ruang Camelia pada hari
Jum’at tanggal 3 Juni 2016.
g. Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat obatan maupun
makanan apapun.
h. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan di keluarga pasien tidak ada yang menderita
hipertensi, diabetes maupun penyakit jantung.
24
Genogram :
Keterangan :
= Laki-laki
= Laki-laki meninggal
= Perempuan
= Perempuan meninggal
= Penderita
= Garis pernikahan
= Garis keturunan
= Tinggal serumah
25
- Pasien minum air putih ±2000 ml/hari
MRS : - Pasien mengatakan di rumah sakit pasienmakan 3 x sehari .
- Pasien minum air putih dibatasi ±600-1000 ml/hari
d. Pola Eliminasi
SMRS : BAB 1-2x sehari, warna kuning kecokelatan dengan
konsistensi
padat, bau khas feses. BAK ±5-8 kali sehari, warna kuning
jernih, bau khas urine.
MRS : selama di rumah sakit pasien belum bisa BAB. BAK ±3-5
kali sehari, warna kuning jernih, bau khas urine menggunakan karteter
urine.
e. Pola Tidur – Istirahat
SMRS : Pasien mengatakan dalam sehari pasien tidur dengan
frekuensi 6-8 jam perhari
MRS : Pasien mengatakan lebih banyak tidur di RS karena tidak
banyak aktivitas yang dilakukan
f. Pola Hubungan dan Peran
SMRS : Keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dengan
keluarganya, tetangga, maupun lingkungannya baik.
MRS : Keluarga pasien mengatakan keluarga selalu menjaganya dan
hubungan pasien dengan pasien lain dan perawat juga baik.
g. Pola Sensori – Kognitif
SMRS : Pasien mengatakan tidak punya gangguan pada mata dan
telinga
MRS : Pasien mengatakan tidak ada gangguan pada kognitif dan
sensorinya.
h. Pola Persepsi – Konsep Diri
SMRS : Pasien mengatakan bersyukur atas keadaan fisiknya.
MRS : Pasien terkadang merasa sedih dengan keadaanya sekarang
dan terkadang pasien menangis.
i. Pola seksual reproduksi
Pasien memiliki 2 anak semuanya berjenis kelamin laki-laki.
j. Pola mekanisme kopping stres
Pasien mengatakan belum memahami penyebab penyakit ASD yang
dideritanya, pasien sering bertanya kepada dokter dan perawat. Pasien masih bingung
tindakan apa yang akan dilakukan untuk mengobati penyakitnya, dan apakah
penyakitnya bisa sembuh.
k. Pola tata nilai kepercayaan
SMRS : Pasien mengatakan beragama Islam dan rutin menjalankan
sholat.
MRS : Pasien beribadah dengan kondisi keterbatasan fisiknya.
26
a. Tekanan darah : 80/60 mmHg
b. Nadi : 75x/menit
c. Suhu : 36,5˚C
d. Pernafasan : 20x/menit
4. Tinggi badan : 170 cm
5. Berat badan : 65 kg
6. Status mental
Pasien mengetahui dimana pasien berada, waktu, dan orang disekitarnya.
7. Penampilan
Penampilan pasien sesuai dengan usia dan jenis kelamin, fitur wajah
simetris.
8. Struktur tubuh dan mobilitas
Pasien dapat duduk dan berjalan dengan baik, tetapi pasien mudah lelah
ketika berjalan.
9. Perilaku
Kontak mata baik, kooperatif dengan orang baru, pasien tampak bersih
dan rapi, pasien terlihat cemas
27
Ekstremitas normal, akral hangat, tidak ada edema, kaki mudah lelah
jika berjalan agak jauh
i. Sistem persarafan
Tonus otot normal, kekuatan otot 5, tidak ada kelainan saraf
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik
Tanggal : 1 Juni 2016
28
Terapi yang diberikan
1. Infus
a. Infus Nacl 0,9% 1500cc/24 jam
2. Injeksi
a. Injeksi ranitidine 2 x 1 ampul (pukul 08.00 dan 20.00)
3. Obat oral
a. Bioprolol 1 x 25mg
b. Dorner 3x1
c. Silsenafil 3 x 25g , bila TDS>90mmHg
d. Furosemid ½
4. Diit TKTPRG 1000kkal/hari
ANALISA DATA
NO PENGELOMPOKAN DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
29
1. Ds: Pasien mengatakan nyeri pada Faktor predisposisi leukimia Nyeri
tulang belakang
Leukiemia
Do : TD: 130/90 mmHg
N : 100 x/menit CML
R : 20 x/menit
Skala nyeri : 6 dari (1-10) Leukositopeni
P : Nyeri ditimbulkan karena
aktifitas dan istirahat di Myloproliferasi
tempat tidur
Q :Nyeri seperti tertusuk-tusuk, Infiltrasi sumsum tulang
terasa perih
R : Nyeri terpusat di tulang Retraksi reseptor
belakang Nervus ending
T : Nyeri kadang-kadang
muncul dengan frekuensi rata Nyeri tulang belakang
rata setiap 3 jam
Pasien terlihat gelisah
30
Penekanan BM gangguan
pembentukan komponen darah
Anemia
Lemah
31
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama/Umur : Tn M / 55 Th
TANGGAL NAMA
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN DITEMUKAN DIATASI JELAS
1. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi 13 Oktober
sumsum tulang yang di tandai dengan 2015
Do: TD : 120/80 mmHg
N : 100 x/menit
R : 20 x/menit
Skala nyeri : 6 dari (1-10)
P : Nyeri ditimbulkan karena aktifitas dan
gangguan pembentukan leukosit di
tulang belakang
Q :Nyeri seperti tertusuk-tusuk, terasa
perih
R : Nyeri terpusat di tulang belakang
T : Nyeri kadang-kadang muncul
Pasien terlihat gelisah
32
33
RENCANA KEPERAWATAN
Nama/Umur : Tn M / 55 Th
Nomor Register : 12425725
Diagnosa Medis: Chronic Myloid Leukemia (CML)
Ruangan : Ruang Pandan 1 RSUD Dr.Soetomo
NO DIAGNOSA TUJUAN
KRITERIA RENCANA TINDAKAN RASIONAL
KEPERAWATAN
HASIL
1. Nyeri yang Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri 1. Membantu mengkaji
berhubungan Setelah dilakukan Setiap 6 jam kebutuhan untuk
dengan infiltrasi asuahan keperawatan intervensi,
sumsum tulang selama 2x24 jam, mengindikasi
dari leukemia nyeri hilang atau terjadinya
berkurang 2. Cek monitoring vital komplikasi
2. Membantu
sign TD,N,S,RR setiap
mengevaluasi
KH : 6 jam
pernyataan verbal
- Nyeri hilang atau
dan kefefektifan
berkurang menjadi
intervensi
skala 3
3. Meningkatkan
- Pasien tampak rileks
3. Berikan lingkungan
istirahat dan
dan mampu
tenang dan kurangi
mningkatkan
beristirahat dengan
rangsangan penuh stres,
kemampuan koping
tepat
batasi pengunjung
4. Tempatkan pada posisi
4. Dapat menurunkan
yang nyaman dan
ketidaknyamanan
sokong sendi,
tulang sendi
ekstremitas dengan
bantalan
5. Anjurkan teknik
5. Memudahkan
manejemn nyeri,
relaksasi, terapi
relaksasi: tarik nafas
farmakologi
dalam
tambahan dan
meningkatkan
kemampuan koping
6. Kolaborasi dengan
6. Untuk mengurangi
dokter untuk pemberian
rasa nyeri
terapi obat Injeksi
34
ranitidine 2 x 2mg
(pukul 08.00 dan 20.00)
Injeksi ceftriaxone 1 x
1gr (pukul 08.00)
Ketorolax 2 x 10 mg
Obat oral
Asam folat 3 x 1 tablet
1mg
PCT 3 x 1 tablet 500mg
1. Mengobservasi tanda-
tanda vital
2. Membatasi aktivitas
1. Untuk mengetahui
fisik
2. Intoleransi Tujuan : batas normal tanda-
aktifitas Setelah dilakukan tanda vital pasien
berhubungan asuahan keperawatan TD : 120/80mmHg
3. Anjurkan untuk bedrest
dengan anemia selama 2x24 jam, N : 70-80 x/menit
yang di tandai pasien tidak S : 36,6-37,5⁰C
dengan penurunan mengalami tanda- R : 16-20 x/menit
4. Berkolaborasi dalam
kadar Hb 9,9 g/dL tanda perdarahan 2. Memaksimalkan
pemberian tranfusi TC
dan pendarahan sediaan energi untuk
10 bag
gusi KH : berktivitas atau
- TTV Normal 5. Pantau adanya perawatan diri
3. Menghemat energi
TD : 120/80 mmHg pendarahan
untuk aktfitas dan
N : 70-80 x/menit
regenerasi seluler
S : 36,6-37,5⁰C
atau penyambungan
R : 16-20 x/menit
jaringan
- Tidak terdapat
4. Tranfusi darah dapat
pendarahan
meningktkan kadar
- Hb
L: 14-18 g/dL Hb didalam darah
35
P : 12-16 g/Dl pasien.
5. Untuk mencegah
adanya pendarahan
kembali
36
PELAKSANAAN
NO TANGGAL/ TANDA
TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA JAM TANGAN
37
13 Oktober 2015/
08.00 1 Memberikan injeksi:
a. Ceftriaxon 1 x 1g
b. Ranitidin 1 x 2mg
c. Ketorolax 1 x 10mg
38
relaksasi
39
13 Oktober 2015/
08.30 1. Memberikan obat injeksi:
a. Cepriaxon
b. Ranitidin
c. Ceftriaxon
14 Oktober 2015/
15.30 1. Memberikan injeksi:
d. Cepriaxon
e. Ranitidin
f. Ceftriaxon
40
CATATAN PERKEMBANGAN
NO.
TANGGAL PERKEMBANGAN PELAKSANA
Dx.KEP
13 Oktober Dx 1 S : Pasien mengatakan nyeri berada di skala 6
2015 O : Tanda-tanda vital:
TD : 120/80 mmHg
N : 100 x/menit
S : 36,7⁰C
R : 20 x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3,4,5,6
41
S : Pasien mengatakan gusinya tidak berdarah
O : Kojungtiva anemis
TD : 100/60 mmHg
14 Oktober Dx 2 N : 93 x/menit
2015 S : 36,3⁰C
R : 20 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3,4,5
42
PEMBAHASAN
43
Pada riwayat penyakit dahulu, klien tidak mempunyai riwayat penyakit
apapun sebelum didiagnosa penyakit CML dan 3 tahun yang lalu klien pernah
mengalami penyakit CML dan saat ini penyakit CML timbul lagi, orang yang
pernah mengalami penyakit CML dan dinyatakan sembuh bisa menjadi karier
tifoid, sehingga penyakit CML dapat kambuh lagi. Individu yang beresiko
terkena penyakit CML ini salah satunya adalah orang yang dulu pernah terkena
penyakit ini. Hal inisesuaidenganteori (Wiernik,1985 ), bahwakliendengancml
kemungkinanbesarmenderitapenyakit yang sama yang di deritasebelumnya
Pada pengkajian pola eliminasi, tidak di dapatkan klien dengan CML
mengalami kekurang volume cairan, dengan hasil observasi BAB 1x warna
kuning kecoklatan dnegan konsistensi padat, bau khas feses, BAK 3-5 kali
warna kunig jernih, bau khas urine. klien tidak mengalami defisit volume cairan.
Pada pemeriksaan fisik, tidak didapatkan klien mengalami peningkatan
suhu tubuh, suhu tubuh klien 360 C, halinisesuaidenganteori(Tamsuri A 2007),
bahwanilaisuhutubuh orang dewasa 360 C - 370 C
Pada pemeriksaan mata, mulut, hidung, telinga, leher, dan dada/ thorak,
tidak terdapat sekret, kunjingtiva anemis, pengliahatan baik, mukosa bibir kering,
tidak terdapat lesi, bentuk hidung simetris, tidak ada pembekakan, tidak terdapat
sekret, telinga pada saat inspeksi tidak terdapat serumen (bersih), tidak ada lesi
dan tidak terdapat benjolan, tidak ada peradangan, pendengaran baik, leher warna
kulit merata dan tidak terdapat pembesaran venajugularis, dan pemeriksaan
dada/thorak tidak terdapat benjolan, paru-paru kiri dan kanan sama, bunyi suara
jantung S1 S2 tunggal, vaskuler. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik bahwa
hasil pemeriksaan fisik klien CML pada bagian kepala adalah didapatkannya
mukosa mulut kering. Tanda dan gejala seperti mukosa mulut kering, bisa
disebabkan karena meningkatnya suhu tubuh sehingga proses evaporasi juga
meningkat, sehingga mukosa tubuh menjadi kering.
Pada pengkajian terapi medis, klien mendapatkan terapi infus:
aminofluid, nacl 0, 9% (pz) 14 tpm , injeksi ranitidin 2x ampul, ceftriaxone
1vial ,ketorolax, obat gizi: asam folat 3x1, pct 3x1. Klien mendapatkan ranitidin
untuk menangani gejala akibat produksi asam lambung yang berlebihan.
Ceftriaxone adalah golongan antibiotik cephalosporin yang dapat digunakan
untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri, dan infeksi pada pasien
dengan sel darah putih yang rendah. Selain itu, ceftriaxone juga bisa diberikan
kepada pasien yang akan menjalani operasi-operasi tertentu untuk mencegah
terjadinya infeksi. Diit klien yaitu diit NT TKTP. Hal ini klien mendapatkan
antibiotik yang dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab CML.
44
Penulis tidak menemukan kesenjangan antara tinjauan pustaka dan
tinjauan kasus. Hal tersebut dibuktikan dalam hasil pengkajian yang ditemukan
pada klien. Hanya saja pada tanda dan gejala tidak semua yang ada pada teori
muncul pada klien.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang
terjadipadaklienadalahnyeriberhubungandenganefek fisologis,
halinisesuaidenganteori(Iman,
1997)yaituDepresisumsumtulangyangtakkanberdampakpadapenurunanlekosit,
eritrosit,
factorpembekuandanpeningkatantekananjaringan.Adanyainfiltrasipadaekstramed
ularakanberakibatterjadinyapembesaranhati, limfe, noduslimfe,
dannyeripersendian karena hasil pengkajian pada kedua klien mendukung
diangkatnya masalah keperawatan tersebut.
C. Perencanaan
Pada perumusan perencanaan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan
kasus tidak terdapat kesenjangan yang terjadi. Pada tinjauan pustaka perencanaan
menggunakan kriteria hasil yang mengacu pada pencapaian tujuan yang sesuai
dengan perencanaan pada tinjauan kasus. Penulis berupaya untuk memandirikan
pasien dan keluarga dalam pelaksanaan asuhan keperawatan melalui peningkatan
pengetahuan, keterampilan dalam menyelesaikan,mengurangi masalah, dan
perubahan tingkah laku
Dalam tujuan tinjauan kasus pada kedua pasien dicantumkan kriteria
waktu untuk mengatasi masalah pasien secara efektif dan efisien yang
disesuaikan dengan keadaan kedua pasien secara langsung. Perencanaan
keperawatan yang disusun juga tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjauan kasus.
Pada diagnosa keperawatannyeri yang
berhubungandenganefekfisiologisdarileukimia terdapat 6 perencanaan yaitu
observasitanda-tanda vital, ciptakanlingkungan yang tenang,
ajarkanteknikdistraksidanrelaksasi,
aturposisipasiensenyamanmungkinsesuaikeinginanpasien,
dankolaborasidengandokteruntukpemberianobat-obat anti nyerisecarateratur.
Semua perencanaan tersebut dilakukan padaklien karena kondisi klinis klien.
D. Pelaksanaan
45
Pada perencanaan, dituliskan bahwa tindakan keperawatan akan
dilakukan dalam 2x24 jam, dalam pelaksanaan sebenarnya dilakukan sesuai
perencanaan yaitu 2x24 jam. Pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan apa
yang direncanakan, dan dilakukan secara berurutan, pelaksaan yang dilaksanakan
untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien.
E. Pembahasan Evaluasi
46