Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH POLA SUSUNAN BUDAYA TERHADAP

PENANGANAN KESEHATAN

NAMA : GLANCIUS NIRONSTA HAREFA

NIM : 11010066

KELAS: A2

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
1.1 Latar belakang

Seiring dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi, ternyata membawa banyak perubahan terhadap kehidupan
manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial
termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal
yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh
masyarakat yang tinggal dalam suatu tempat tertentu . Pengaruh sosial
budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya .
Kebudayaan merupakan budaya diartikan sebagai sekumpulan
pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat mereka sendiri.
Pengalaman hidup masyarakat tentu saja sangatlah banyak dan bervariatif,
termasuk di dalamnya bagaimana perilaku dan keyakinan atau
kepercayaan masyarakat itu sendiri. (Lehman, Himstree dan Baty)
Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya .

Hubungan antara budaya dan penanganan kesehatan sangatlah erat


hubungannya,sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang
sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan
tradisi mereka .

Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya


mempromosikan kesehatan , tapi juga membuat mereka mengerti tentang
proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan
atau budaya yang dianut hubungannya dengan penatalakasanaan
kesehatan.
1.2 Tujuan penulisan

Untuk mengetahui apa saja hubungan antara susunan budaya dan masalah
social budaya yang ada di masyarakat Indonesia dengan penanganan kesehatan
di Indonesia

1.3 Rumusan masalah

1. Apakah pengertian dari kebudayaan itu?

2. Bagaimana pengaruh sosial budaya terhadap penanganan kesehatan ?

3. Bagaimana hubungan antara kebudayaan dan sistem pelayanan kesehatan?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebudayaan

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang


merupakan bentuk jamak dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya
yang dihasilkan manusia dalam kehldupan bermasyarakat, yang dijadlkan
miliknya dengan belajar. (Koentjaraningrat. 2003:72)

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,


kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anpgota masyarakat.
Dengan lain perkataan, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau
dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari
segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya,
mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan
bertindak.(dalam Sukanto 172-173)
Kebudayaan tidak dibatasi olelh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi
mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari
masyarakat itu sendiri. Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari
sekelompok individu yang dipelajari secara turun temurun, tetapi sikap hidup ini
ada kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit.

2.2 Pengaruh Budaya Terhadap Perilaku Penanganan Kesehatan

Budaya yang Menguntungkan

Budaya Aceh, Masyarakat Aceh mempunyai suatu budaya perawatan selama


masa nifas tertentu yang sangat dipercaya. Nifas sendiri merupakan periode waktu
selama 6 sampai 8 minggu setelah persalinan dimana semua alat-alat reproduksi
akan kembali lagi seperti keadaan sebelum hamil. Biasanya satu hari setelah para
ibu melakukan persalinan di klinik, mereka akan pulang ke rumah kemudian
besoknya mandi dengan air hangat untuk mencegah masuk angin. Setelah itu
diletakkan pilis di dahi, param di badan, tapal di perut, dan betadin di tempat
kemaluan agar tidak terjadi infeksi, lalu memakai gurita.

Mereka juga meminum jamu yang dibuat sendiri secara tradisonal dengan
bahan-bahan alami, seperti kunyit yang ditumbuk lalu diperas dan diminum. Jamu
ini dipercaya dapat membuat darah nifas lebih cepat mengering dan juga tidak bau
badan. Terkadang mereka juga memakan tape untuk menghangatkan tubuh
mereka dan sebagai sumber tenaga karena mengandung alkohol dan karbohidrat.

Budaya Sumatera Barat, Suku Minangkabau adalah salah satu dari ratusan
suku bangsa di Indonesia yang berasal dari Propinsi Sumatera Barat. Suku ini
merupakan etnik mayoritas setelah Batak Mandailing dan Mentawai. Mereka
memiliki kebudayaan yang telah dianggap mapan, yang sesungguhnya memiliki
hubungan etnik kultural dengan nenek moyang.
Menurut beberapa ibu-ibu yang bersuku Minang, perawatan ibu postpartum
menurut budaya Minang meliputi minum telur dan kopi, penguapan dari bahan
rempah-rempah (betangeh), pemanasan batu bata (duduk di atas batu bata),
meletakkan bahan-bahan alami di atas perut ibu (tapal), minum jamu dari bahan
rempah-rempah, dan membersihkan alat kelamin dengan air rebusan daun sirih.

Budaya Lampung, Cara makan budaya Lampung yaitu Midang, yang artinya
makan ramai-ramai secara lesehan, biasa dilakukan saat pesta adat atau kehidupan
sehari-hari, dan bertujuan untuk mengumpulkan seluruh anggota keluarga.
Makanan yang disajikan biasanya ikan yang dibakar atau digoreng, lalapan,
tempoyak, sambal seruit (pepadun/pedalaman), pekhos (saibatin/pesisir).
Hidangan tersebut dipercaya dapat menambah nafsu makan seseorang. Sambal
pekhos yaitu sambal mentah, yang terbuat dari cabe, tomat, terasi, bawang merah,
bawang putih, garam, biasanya diberi jeruk sambal.

Budaya yang Merugikan

Pemberian nutrisi pada bayi baru lahir di masyarakat Kerinci, Sumatera


Barat. Ada suatu kebiasaan yang ada pada masyarakat daerah ini yang kurang baik
untuk nutrisi bayi, yaitu ibu bayi tidak langsung memberikan ASInya pada bayi
tapi ibu bayi membuang ASI yang pertama kali keluar. Padahal ASI yang pertama
kali keluar mangandung colostrums yang sangat berperan dalam kekebalan tubuh
bayi. Masyarakat ini menganggap colostrums sebagai ASI yang sudah rusak
karena warnanya yang kekuningan. Selain itu, colostrums juga dianggap dapat
menyebakan diare, muntah, dan masuk angin pada bayi.

2.3 Kebudayaan dan Sistem Pelayanan Kesehatan.

Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru di perkenalkan ke dalam suatu


masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat, biasanya dengan segera
mereka akan menolak dan memilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah
mereka akan memilih cara baru atau lama, akan memberi petunjuk kepada kita
akan kepercayaan dan harapan pokok mereka lambat laun akan sadar apakah
pengobatan baru tersebut berfaedah , sama sekali tidak berguna, atau lambat
memberi pegaruh. Namun mereka lebih menyukai pengobatan tradisional karena
berhubungan erat dengan dasar hidup mereka. Maka cara baru itu akan
dipergunakan secara sangat terbatas, atau untuk kasus-kasus tertentu saja.
Pelayanan kesehatan yang modern oleh sebab itu harus disesuaikan dengan
kebudayaan setempat, akan sia-sia jika ingin memaksakan sekaligus cara-cara
moderen dan menyapu semua cara-cara tradisional. Bila tenaga kesehatan berasal
dari lain suku atau bangsa, sering mereka merasa asing dengna penduduk
setempat . ini tidak aan terjadi jika tenaga kesehatan tersebut berusaha
mempelajari kebudayaan mereka dan menjembatani jarak yang ada diantara
mereka. Dengan sikap yang tidak simpatik serta tangan besi, maka jarak tersebut
akan semakin lebar. Setiap masyarakat mempunyai cara pengobatan dan
kebiasaan yang berhubungan dengan ksehatan masing-masing. Sedikit usaha
untuk mempelajari kebudayaan mereka . akan mempermudah memberikan
gagasan yang baru yang sebelumnya tidak mereka terima.
Pemuka-pemuka didalam masyarakat itu harus di yakinkan sehingga mereka
dapat memberikan dukungan dan yakin bahwa cara-cara baru tersebut bukan
untuk melunturkan kekuasaan mereka tetapi sebaliknya akan memberika manfaat
yang lebih besar.pilihan pengobatan dapat menimbulkan kesulitan. Misalnya bila
pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti
mengiris-iris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita,akan tidak puas hanya
dengan memberikan pil untuk diminum. Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu
penghalang dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya
waktu mereka akan berfikir dan menerima
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,


kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anpgota masyarakat.
Dengan lain perkataan, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau
dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari
segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya,
mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan
bertindak.(dalam Sukanto 172-173)
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya sebagai
salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan
cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur
dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam
segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi
tenaga kesehatan memahami hubungan antara budaya dengan penanganan
kesehatan dan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat
mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana
meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

3.2 Saran
Bagi petugas kesehatan penting memiliki pengetahuan dan memahami
tentang kebudayaan karena dalam promosi dan praktik kesehatan merupakan
kontak terhadap masyarakat yang notabene terikat tatanan nilai dan norma yang
telah diatur oleh budayanya.
Disini peran petugas sangatlah penting untuk meluruskan dan memberi
pengertian kepada tatacara penanganan kesehatan yang menyimpang. Dan dapat
dilakukan dengan cara persuasif yaitu penyuluhan. Jadi, meskipun hidup dalam
keberagaman tetapi tetap satu dan memiliki kualtias kesahatan yang bermutu.

DAFTAR PUSTAKA

Foster dan Anderson. Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia Press,


Jakarta, 1986.
Havilan, A William. Antropologi. Jakarta. 1985
Hawari Dadang, Ilmu Kedokteran dan Kebudayan, Dana Bhakti Prima Yasa,
Jakarta, 1996.
Heddy Shri Ahimsa Putra. Etnosains dan Etnometodologi: Sebuah
Perbandingan, Jurnal Antropologi Tahun Ke XII No 2, 1985.
Hamdani, Nailul. Peranan Dukun Dalam Pengobatan Pasien.Universitas
Andalas, Padang, 2005.
Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi –Jilid 1, cetakan kedua, Jakarta:
Rineka Cipta.
Soerjono Soekanto. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan ke-37. Jakarta Raja
Grafindo Persada.
Usman Pelly dan Asih Menanti. 1994. Teori-teori Sosial Budaya. Jakarta: Proyek
P&PMTK Dirjen PT. Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai