AFRIZAL NUR
071514853015
pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925). Dia mengacu
pada kemampuan suatu media untuk menghasilkan dokumen visual tentang suatu
kejadian tertentu Menurut John Grierson sinema bukanlah seni atau hiburan,
melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan 100 cara
berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula Oleh karena itu, dokumenter pun
actuality).
dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan, dan tanpa
film dokumenter itu sendiri, karena semua bahan tersebut harus diatur, diolah
Bill Nichols menulis ada enam gaya filem dokumenter, yaitu; 1) Poetic
Mode, dengan bangunan struktur sinematik dan estetik yang sangat ketat. Filem
dengan gaya ini memainkan irama dan emosi penonton dalam kemasan
tentang membahasakan realitas melalui filem. Gaya ini sering dipakai dalam
dalam gaya ini Nichols memasukan reality show sebagai bagian dari gaya
Film-film seperti ini peduli terhadap perilaku masyarakat, suatu tempat atau suatu
aktivitas. (The Complete Film Dictionary, Edisi Ke-2, halaman 103). Selain itu
dalam buku (Directing The Documentary, Third Edition, Michael Rabiger, Focal
Press, singapore, 1998. hal 3-6) Film dokumenter juga berfungsi untuk
Dokumenter untuk menggugah sebuah kesadaran Salah satu fungsi ini adalah
penonton merasa penting untuk mendidik para calon praja dengan disiplin tinggi,
di satu sisi ada rasa kemanusiaan yang kadang terusik karena yang tampak seolah
khusus yang tengah terjadi. Film biasanya dibuat oleh suatu kelompok, sehingga
kesadaran ini akan muncul dalam diri individu-individu yang terlibat di dalamnya.
Film dokementer juga berfungsi untuk menangani masalah-masalah sosial
dan etika, yang akan meneliti kembali penataan kehidupan masyarakat dan lebih
dokumenter yang lahir pasca Reformasi, dengan berbagai isu yang diangkat. Yang
dilakukan Lexy Rambadeta dan beberapa aktivis lainnya. Tema kemiskinan dan
orang-orang tertindas menjadi tema utama filem-filem dokumenter pada masa ini.
Yang paling menarik adalah meski pada tahun 1999, telah lahir inisiatif dari
Indonesia, namun hampir seluruh karya-karya yang hadir adalah fiksi. Komunitas-
program dokumenter, seperti Anak Seribu Pulau (ada banyak sutradara yang
terlibat untuk program ini seperti; Garin Nugroho, Abduh Azis, Yudhi Datau yang
juga seorang juru kamera, Nan Achnas, Wisnu Adi, dan lain-lain) dan berbagai
dengan gambar-gambar cantik ini, dikuasai oleh alumni Institut Kesenian Jakarta.
Petualang dan sebagainya. Di sisi lain, ada banyak sutradara luar (internasional)
yang mulai masuk ke Indonesia dalam memproduksi filem dokumenter. Sebut
saja seperti Leonard Retel Helmrich, Curtis Levy, Robert Lemelson, Karel Doing,
dan banyak lagi lainnya yang menjadikan isu-isu di Indonesia sebagai makanan
lezat karya filem mereka. Jakarta International Film Festival (Jiffest), juga
IDFA. Selain Jiffest, di Yogyakarta hadir Festival Film Dokumenter, yang secara
khusus menghadirkan filem dokumenter. Lalu, Festival Film Indonesia (FFI) yang
memasukkan sesi filem dokumenter sebagai salah satu penjuriannya. Yang paling
heboh tentu kompetisi Eagle Award yang diadakan oleh Metro TV. Pada masa
sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat, dan sebagai bentuk kritik terhadap
negara yang seharusnya tidak miskin. Negara itu memang kaya raya, penuh
sumber daya alam, baik pertanian, peternakan maupun hasil tambang. Namun
sayang kekayaan itu tidak terdistribusi dengan baik dan hanya bisa dinikmat
segelintir orang saja. Orang-orang yang berkuasa di negeri itu lebih memilih
itu tidak lain dan tidak bukan negara kita sendiri, yaitu Indonesia. Dijelaskan
bagaimana sebuah celana pendek dijual berkali lipat lebih mahal daripada upah
buruh pembuatnya. Seorang pemain golf terkenal dibayar jauh lebih mahal untuk
mempromosikan sebuah sepatu olah raga daripada seluruh upah buruh yang
membuat sepatu itu. Dalam film ini, Pilgers juga melakukan investigasi terhadap
pada negara berkembang. Dijelaskan pula bagaimana peran rezim Orde Baru
Indonesia, yang oleh Presiden AS kala itu, Nixon, disebut sebagai The Greatest
Prize in Asia. Menurut Pilgers, globalisasi yang terjadi saat ini sebenarnya
2. Enjoy Poverty
kemiskinan, kelaparan, hingga eksploitasi masyarakat sipil serta sumber daya oleh
entitas kapital global, pahitnya hidup di daerah konflik dengan kemiskinan yang
membelit. Kematian yang bisa menghampiri kapan saja, entah karena kemiskinan
itu sendiri, atau perang. Maka Martens memulai kampanyenya dengan membawa
neon sign bertuliskan Enjoy the Poverty, dan dipasangnya secara marathon di
sejumlah kantung-kantung kemiskinan, membawanya dengan rakit melewati
harus ditelan oleh masyarakat, dan hanya jadi 'kudapan' ringan bagi publik di luar
Kongo.
Aforisma orang miskin selalu bersama kita sudah ada sejak zaman
dahulu, namun walau frase itu seakan masih berlaku hingga abad ke 21 ini, sedikit
yang bisa menjelaksan mengapa kemiskinan begitu tersebar luas di dunia ini.
Seorang aktivis dan pembuat film Philippe Diaz menyelidiki sejarah dan dampak
kesenjangan ekonomi di dunia ketiga dalam film ini. Diaz pun membuat
15.
ekonomi, ahli sosiologi dan ahli sejarah yang menjelaskan bagaimana kemiskinan
adalah konsekwensi alamiah dari kebijakan ekonomi pasar bebas. Kebijakan itu
miskin untuk menggerakkan asset mereka dan membuat uang hanya beredar di
tangan-tangan orang kaya dan tidak terdistribusi secara lebih merata ke tangan
mendapatkan dengan paksa bagian yang tidak proporsional dari sumber daya alam
dunia dan bagaimana ketidakseimbangan ini memiliki dampak yang mengerikan
4. Food Inc.
internasional. Disutradarai oleh pemenang Emmy Award Robert Kenner, film ini
menimbulkan dampak yang luar biasa bagi industri makanan berskala besar.
menampilkan Michael Pollan dan Eric Schlosser sebagai narator, dua kritikus
Film ini mengungkap praktik pembuatan daging dan sayur mayur yang
restoran fast food, yang selama ini dituding sebagai salah satu perusak kesehatan
terbesar, juga tidak lolos dari film ini. Monopoli kedelai oleh perusaahaan
kontroversial, Monsanto, juga tidak lepas dari pembahasan filim berdurasi sekitar
satu setengah jam ini. Singkat cerita, film ini membongkar habis kekejian
sosial, yang akan meneliti kembali penataan kehidupan masyarakat dan lebih jauh
pada masyarakat kepulauan kangean (pulau paliat dan sadulang) yang merupakan
adalah masyarakat yang terkenal ramah, sopan, dan beragama, menjunjung tinggi
nilai-nilai budaya, norma dan etika yang dianut dalam masyarakat, Selain itu,
masyarakatnya memiliki bahasa dan tutur kata (dialek) yang beraneka ragam antar
varian. Peran guru ngaji (kyae morok) menjadi sangat penting karena belajar
Alquran merupakan hal yang pertama dan utama bagi masyarakat Kangean. Anak
mampu mengaji Alquran diajarkan pertama kali oleh guru ngaji. Perkembangan
anak dari tidak mampu menjadi mampu mengaji menjadi bermakna bagi orang
tua, sebagaimana ungkapan mengaji Alquran sebagai modal akhirat (ngaji reya
1
Badan Pusat Statistik Sumenep, Sumenep dalam Angka l999. (Sumenep: BPS, 1999), 15-17.
bende akherat). Lokasi perkampungan yang terpencar di pesisir (paseser), antara
dua bukit (lembe) dan dera (perbukitan) menjadikan pengaruh guru mengaji itu
sangat kuat di wilayah masing masing itu. Di ketiga wilayah pemukiman itu
terdapat guru ngaji yang memiliki multiperan. Multiperan guru ngaji adalah
Islam. Guru ngaji juga merupakan pemimpin ritual yang menguasai magis religius
(pot eka) sehingga sering diidentikkan dengan dukun dan elit agama desa. Guru
ngaji tidak memungut bayaran secara formal atas jasa yang dilakukannya.
mulai dari gendeng dumik ,kokocoran, larung sesaji, ludruk, dan beberapa macam
tadarus,kompolon ngaji, dan ngaji ketab. Untuk kalangan anak usia muda
seperti geseng, lajur, errem-erremen dan lajengan, ini yang biasanya yang
sering dilakukan oleh masyarakat kangean dan kalangan anak muda kangean
lainnya. Tradisi dan berbagai macam permainan yang ada didalam masyarakat
pada waktu itu sangat sedikit sekali, dari sekian 500 penduduk yang mempunyai
televisi dan telepon hanya 2 s.d 3 orang. Kehadiran teknologi ini (televisi dan
pantai dengan bermodalkan obor dan senter hanya sekedar untuk menonton
kerumah yang mempunya televisi dikepulaun tersebut, pada masa itu untuk
menonton televisi harus mengantri dan membayar karcis sekitar Rp.500 (tahun
2000), tontonan masyarakat kepulauan kangean pada waktu itu biasanya adalah
genre film film serial angling dharma, mak lampir dan lain sebagainya yang se
satu rumpun genre dengan film serial tersebut. Seiring berjalannya waktu dan
tidak terlalu lama, beberapa orang sudah semakin banyak memiliki televisi
dan semakin banyak dirumah rumah, yang awalnya orang untuk menonton sebuah
menelpon saudara jauh harus meminjam (telepon), pada akhir 2015an sudah mulai
(televisi dan telepon) ini ternyata selain membawa membawa sesuatu yang positif
dan tradisi yang ada. Hal yang paling terasa dan terlihat adalah gaya hidup yang
sebgaian besar mulai hilang. Perubahan yang terjadi seperti gaya berpakain atau
menyerupai apa yang mereka lihat di televisi, seperti gaya berpakaian mirip
bintang sinetron boy (sinetron boy anak jalanan- RCTI) , soimah, dan ramzi
(Dangdut akademi : Indosiar) yang semuanya itu mereka lihat dari televisi,
sembako, rumah yang ideal atau pendidikan misalnya, mereka lebih cenderung
ditelevisi tersebut walaupun dengan harga yang sangat mahal, dan mereka tidak
mampu secara ekonomi untuk membeli barang tersebut, namun hal itu mereka
beli dengan cara berhutan dan dicicil, walaupun hutang yang mereka sudah
menumpuk banyak. Secara tidak sadar mereka digiring kepada budaya konsumtif
terhadap suatu barang yang mereka informasi tersebut mereka peroleh dari
televisi.
membutuhkah hal tersebut, karena smartphone yang mereka gunakan juga secara
fungsional lebih banyak digunakan kepada hal hal yang bersifat keinginan,
seperti bermain game- foto foto yang kadang mereka tunjukkan hanya sebagai
bentuk gaya hidup, takut dibilang tidak mengikuti jaman, hal ini mereka gunakan
lebih banyak bukan pada fungsi yang ada, perlu diketahui bahwa di kepulauan
kangean untuk signal telepone sangat terbatas, bahkan bisa dikatakan sulit jika
telepone tersebut kita letakkan didalam rumah,jadi secara logika hal ini untuk apa
mereka beli. Karena kebutuhan untuk bukan sesuatu hal yang prioritas, masih
kerajaan dengan menggunakan garis pasir sebagai pembatas) yang terjadi adalah
smartphone yang mereka gunakan, seperti PoU, angry Bird, COC, dan lain
sebagainya, yang menurut hemat penulis hal ini akan mengarah kepada
menguburkan nilai permainan budaya yang ada, bukannnya dalam hal ini penulis
anti dan tidak setuju dalam hal tersebut, namun jika hal itu terjadi dan semakin
marak, maka budaya budaya yang ada akan semakin terkikis dan tergantikan
oleh budaya budaya yang dibawa oleh teknologi tersebut dan tanpa sadar hal
(pemilik modal).
yang secara tidak sadar fenomena ini akan menggiring kepada masyarakat dengan
gaya hidup yang konsumtif, instan dan tidak terlalu mementingkan hal-hal yang
menggarkan itu dalam kehidupan mereka sehari-hari. Padahal disisi lain mereka
kurang memiliki kemampuan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, baik
dari segi finansial maupun ketahanan secara moral dalam menghadapi berbagai
rangsangan melalui berbagai hiburan sinetron dan dangdut Akademi ditelevisi,
pada akhirnya terkadang juga mereka friustasi karena kuatnya hasrat untuk
di kepulauan kangean mempunyai penghasilan yang rendah, hal tersebut tentu saja
mewah melalui tayangan sinetron-sinetron televisi. Terlebih lagi jika ada desakan
hasrat yang kuat untuk segera memilki berbagai macam kebutuhan yang
sebenarnya mereka tidak perlu miliki, jika hal tersebut untuk mendapatkan
barang-barang yang mereka lihat dan mereka inginkan tidak berhasil diperoleh
maka bisa saja menimbulkan rasa malu dan rendah diri pada masyarakat
disekelilingnya tak pade pade ben oreng dan hal tersebut bisa memicu
munculnya gangguan batin, iri dan dengki. Keadaan seperti ini sangat mudah
memicu terjadinya perilaku yang melanggar norma, dan bisa saja terkadang
menjadi sebuah masalah sosial yang terjadi pada masyarakat kepualaun kangean.
2. Rumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian ini
adalah :
tidak terelakan?
creatif media project ini adalah untuk menggambarkan masalah masalah sosial
4. Manfaat Penelitian
akademisi ilmu sosial dan masyarakat. Manfaat yang diharapkan peneliti dapat
masalah sosial yang ada didalam masyarakat yang dipengaruhi oleh teknologi dan
faktor lainnya.
wawasan bagi masyarakat tentang masalah masalah sosial karena adanya fungsi
televesi sebagai pisau bermata dua, yang memberikan efek positif dan negatif
masalah sosial masyarakat yang ada saat ini, memahami dan menggambarkan
1. Penelitian Terdahulu
dalam film (antropologi media dan film-film bertema tragedi 1965) yang ditulis
oleh purwantari mahasiswa Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Tesis ini menceiritakan tentang Perubahan politik pada tahun 1998, Film
ekonomi, dan budaya masa lalu. Ini memberikan penting untuk mengetahui
ini telah jelas menjadi proses penyembuhan untuk selamat dari tragedi ini serta
peristiwa 1965 mencapai fase baru ketika terjadi perubahan politik di negeri ini
pada 1998. Narasi tentang peristiwa 1965 tidak lagi tunggal. Muncul narasi baru
yang direpresentasikan oleh film tentang tragedi 1965. Fase baru ini ditunjukkan
dalam tesis ini yaitu peristiwa-peristiwa filmis tentang bangsa ini yang sedang
mencoba berdamai dengan salah satu masa lalunya yang traumatik, berikut
kutipan dari tesis ini : These films form new narrative which mediating a
know the tragedy of 1965/1966: the level of violence and the deep impact to the
life of hundred thousands of people accused communist. On the other side, this
reconstruction has clearly become a healing process for survivors of this tragedy
Fondasi dan Aplikasi Volume 2, Nomor 1, 2014 oleh Muhamad Ngafifi tentang
kemajuan teknologi dan pola hidup manusia dalam perspektif sosial budaya,
pola hidup manusia akibat kemajuan teknologi sehingga menjadi lebih pragmatis,
efektifitas dan efsiensi dalam tingkah laku dan tindakannya;, kemajuan teknologi
berwajah ganda karena menimbulkan pengaruh positif dan negatif bagi kehidupan
manusia, upaya untuk menekan dan mengatasi dampak negatif dari kemajuan
nyak manfaat bagi manusia, namun di sisi lain kemajuan teknologi akan
menjadi kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani. Kenakalan dan tindak
pen-ting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama,
kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin
Penelitian ketiga dari tesis Raditya Margi Saputro mahasiswa fakultas ilmu
manusia. Teknologi sebagai sebuah sistem terdiri dari manusia sebagai factor
didalamnya, dan sebagai factor tersebut manusia tidak memiliki kekuasaan untuk
dalam sisi lain teknologi teknologi sebagai faktor yang membawa perkembangan
dalam kehidupan manusia melalui inovasi inovasi dibidang informasi, industri dan
pertanian yang kemudian itu merubah cara mereka dalam melakukan sesuatu hal.
Lantas, dalam kedekatan yang seperti itu apakah manusia memiliki kontrol atas
teknologi sebagai sebuah sistem yang mana manusia merupakan variabel yang
berada di dalamnya. Sebagai variabel yang membangun teknologi maka
otonom ini manusia yang menjadi konsumennya dan memiliki dependensi yang
arah dari teknologi tersebut. Dari kondisi tersebut maka muncul pemikiran
kekuatan yang mengarahkan gerak manusia dan sikap manusia terhadap hal
tersebut.
Penelitian keempat dari jurnal komunikasi No.3. Mei 2015 yang ditulis oleh
Prof. Dr. Andi Alimuddin Unde. Msi, tentang Televisi dan masyarakat pluralistik,
salah satu bahasan dalam penelitian ini adalah televisi dan konsumerisme, bahwa
kehidupan dasar mereka. Namun secara sadar atau tidak sadar mereka terjerat
dengan tujuan menambah apa yang sebenarnya mereka sudah miliki. Sebagai
kebanggaan tersendiri.
Hasil analistik yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan ada hubungan antaa
dilihat dari cara mereka bersolek, berndandan, berpakain dan model rambut yang
ditiru mereka juga gemar meniru cara berpakaian dari orang-orang yang sering
apa yang mereka inginkan. Baik dari segi finansial ataupun ketahanan secara
nelalaui sinetro dan iklan ditelevisi. Kondisi yang semakin lemah dapat memicu
jika melihat tingkat penghasilan dari sejumlah responden yang diteliti, data
dengan seringnya menyaksikan gaya hidup mewah dan siaran di iklan televisi.
Terlebih lagi jika ada desakan yang kuta untuk memiliki berbagai macam
kebutuhan yang sebenarnya tidak perlu mereka miliki, karena bukan merupakan
Mei 2015 Publisher: Universitas Bakrie yang ditulis oleh Yudistira Achmad
sebagai alat komunikasi massa yang bertujuan untuk hal yang kita inginkan,
perlawanan terhadap suatu hal dan banyak yang lainya. Senyap merupakan salah
satu film yang digunakan untuk menyampaikan pemikiran atau ideologi tersebut.
Film ini menganggakat isu sensitif, yaitu peristiwa G30S. Film ini menjadi
menarik untuk diteliti karena menampilkan sisi lain mengenai peristiwa tersebut,
dari sudut pandang korban. Di mana Senyap mencoba membongkar sejarah dan
fakta yang coba ditutupi dan dibelokkan mengenai peristiwa G30S. Film ini juga
melawan ideologi dominan yang selama ini disebarkan mengenai peristiwa G30S,
pemikiran atau ideologi yang terkandung dalam upaya rekonsiliasi korban G30S
ditarik kesimpulan pemikiran atau ideologi tandingan seperti apa yang coba
ditampilkan untuk melawan ideologi yang selama ini ada dan di anggap keliru.
Penelitian keenam ditemukan pada tesis media komunikasi, Universitas
Institusi Gereja Pada Produksi Film Semi Dokumenter Berjudul Pisau Putih
ditulis oleh Intan Tetty Parsaulian Siringoringo, pembahasan dalam tesis ini
adalah tentang film pendek semi dokumenter berjudul Pisau Putih,berdasar atas
kisah nyata, lengkap dengan eksegesisnya sebagai sebuah produksi proyek kreatif
media, karya mahasiswa paska sarjana program studi Media dan Komunikasi,
pria itu, sang pendeta langsung mendapatkan sanksi disiplin berupa pemecatan
menjadi pendeta.
dan makna tersebut dibaca melalui elemen-elemen visual dimana film dokumenter
2. Kajian Pustaka
2.1 Film Dokumenter
depan penonton. Setiap makna yang dibawa oleh film berasal dari rangkaian
tanda- tanda yang disusun sehingga membentuk sebuah makna. Film tidak lepas
masyarakat akan suatu hal, film juga merupakan rekaman realitas yang tumbuh
pembahasan mengenai film karya Robert Flaherty, Moana (1925). Dia mengacu
pada kemampuan suatu media untuk menghasilkan dokumen visual tentang suatu
kejadian tertentu Menurut John Grierson sinema bukanlah seni atau hiburan,
melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan 100 cara
berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula Oleh karena itu, dokumenter pun
actuality).
dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan, dan tanpa
film dokumenter itu sendiri, karena semua bahan tersebut harus diatur, diolah
kembali, dan ditata struktur penyajiannya. Berikut beberapa pengertian film
1. Paul Rotha
Definisi Dokumenter bukan merujuk pada subyek atau sebuah gaya, namun
berbeda dari film cerita. Bukan karena tidak dipedulikannya aspek kriya /
2. Paul Wells
termasuk di dalamnya perekaman langsung dari peristiwa yang akan disajikan dan
wawancara, statistik, dlsb. Teks-teks seperti ini biasanya disuguhkan dari sudut
pandang tertentu dan memusatkan perhatiannya pada sebuah isu-isu sosial tertentu
situasi yang benar-benar terjadi di dunia realita dan di luar dunia sinema. (The
4. Frank Beaver
5. Louis Giannetti
fakta-fakta, seperti manusia, tempat dan peristiwa serta tidak dibuat . Para
6. Timothy Corrigan
7. Michael Rabinger
Dokumenter harusnya dibuat dengan hati dan bukan hanya dengan pikiran kita
saja. Film dokumenter ada untuk mengubah cara kita merasakan sesuatu
9. Edmund F. Penney
Suatu jenis film yang melakukan interpretasi terhadap subyek dan latar
belakang yang nyata. Terkadang istilah ini digunakan secara luas untuk
konvensional. Namun istilah ini juga telah menjadi sempit karena seringkali hanya
menyajikan rangkaian gambar dengan narasi dan soundtrack dari kehidupan
Istilah dengan makna yang sangat luas, secara mendasar digunakan untuk
merujuk pada film atau program televisi yang tidak seluruhnya fiktif saat
Sebuah film yang berkaitan langsung dengan suatu fakta dan non-fiksi yang
tempat atau suatu aktivitas. (The Complete Film Dictionary, Edisi Ke-2, halaman
103).
dengan tujuan tertentu. (A Short History of the Movies, Edisi Ke-7, halaman 64).
Justru yang menarik adalah apa yang dikatakan oleh David Bordwell dan
bahwa inti dari film dokumenter adalah untuk menyajikan informasi yang faktual
tentang dunia di luar film itu sendiri. Bedanya dengan fiksi adalah dalam
pembuatannya tidak ada rekayasa baik dari tokohnya (manusia), ruang (tempat),
bahwa dokumenter adalah suatu dokumentasi yang diolah secara kreatif dan
bernuansa propaganda.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa inti dari
dokumenter adalah suatu usaha eksplorasi dari orang orang, pelaku-pelaku yang
nyata dan situasi yang sungguh nyata. Jadi suatu usaha kita untuk menampilkan
kembali situasi nyata dan orang-orang yang terlibat di dalamnya (Directing The
Documentary, Third Edition, Michael Rabiger, Focal Press, Singapore, 1998. hal
dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan, dan tanpa
film dokumenter itu sendiri, karena semua bahan tersebut harus diatur, diolah
berbagai pilihan harus diambil oleh pembuat film dokumenter untuk menentukan
sudut pandang (angle), ukuran shot (type of shot), pencahayaan, dan lain-lain,
agar dapat mencapai hasil akhir yang mereka inginkan. Bill Nichols, seorang
pemahaman yang hakiki mengenai definisi film dokumenter, yaitu bahwa film
dokumenter adalah upaya menceritakan kembali sebuah kejadian atau realitas,
Ada tiga hal yang perlu digaris bawahi dalam penjelasan Michael
Rabiger dan Nichols diatas. Pertama adalah kejadian atau realitas. Kejadian
dalam hal ini dipahami sebagai apa yang terlihat oleh sutradara atau pembuat film.
pembuat film perlu melakukan sejumlah penggalian data dan berdasarkan fakta
yang ada. Kedua, seberapa jauh penggalian data dilakukan oleh pembuat film?
Tentu saja sampai sutradara merasa sudah jelas dari hasil pencarian datanya dan
memiliki opini mengenai hal itu. Ketiga, berdasarkian fakta yang ada. Artinya,
sutradara akan membuat film dokumenter berdasarkan fakta yang ada dan
dapat juga digunakan untuk meramalkan masa depan. Seperti pada film The War
Game (1965) Oleh Peter Watkins, pengetahuan pada peristiwa pengeboman kota
Dresden, Hiroshima dan Nagasaki, untuk mecuatkan dugaan akan serangan nuklir
ke London.
dimensi moral dan etika, yang akan meneliti kembali penataan kehidupan
sebuah pekerjaan seni adalah sudut Alam yang dilihat melalui sebuah watak
dan tak dapat diduga, puitis dan mengesankan, sangat observatif, memuat
komentar atau bahkan tidak ada narasi sama sekali, menginterogasi subyek,
bahkan menyergap atau menangkap basah subyek. Dapat memaksa atau meminta,
3. Ketelitian untuk melihat situasi yang ada berhadapan dengan kenyataan yang
seungguhnya.
memantulkan daya tarik dan rasa hormat pada aktualitas. Aktualitas adalah
sesuatu yang obyektif, yang dapat dilihat, diukur, dan kita setujui bersama.
Salah satu fungsi ini adalah ketika penonton merasa adanya pertentangan
kedinasan tertentu. Di satu sisi penonton merasa penting untuk mendidik para
calon praja dengan disiplin tinggi, di satu sisi ada rasa kemanusiaan yang kadang
khusus yang tengah terjadi. Film biasanya dibuat oleh suatu kelompok, sehingga
kesadaran ini akan muncul dalam diri individu-individu yang terlibat di dalamnya.
Unsur-unsur visual dan verbal yang biasa digunakan dalam dokumenter (An
Introduction to Film Studies third edition Oleh Jill Nelmes (ed), Routledge,
a. Unsur Visual:
sebisa mungkin diambil langsung dari subyek yang difilmkan. Hal ini
berhubungan dengan ketepatan pengamatan oleh pengarah kamera atau
sutradara.
demikian, diharapkan arti metafora dan simbolis yang ada pada informasi
b. Unsur Verbal:
lebih yang terkesan direkam secara tidak sengaja dan secara langsung.
diungkapkan secara jujur oleh saksi mata, pakar, dan sumber lain yang
televisi berupa feature, essay berita, magazine, dan serial. Film etnografi
diperkenalkan oleh Jean Rouch, seorang antropolog dan juga salah satu peletak
dasar New Wave dalam sinema Perancis berjudul Les Maitres Fuos (Tuan-Tuan
Eropa. Rouch begitu piawai mengamati habit (kebiasaan) suku tertentu yang
antara diksi dan non fiksi menjasi kabur. Perkembangan di Indonesia, film
misalnya Horison, Potret (SCTV), Jelajah (Trans TV), Jejak Petualang (Trans7),
Metro Files (Metro TV), dan Gapura (RCTI). Kecenderungan film-film etnografi
masyarakat belum memasyarakat. Padahal secara filosofis, negara yang maju pasti
memiliki budaya dokumenter yang sudah tinggi. Salah satu film etnografi
penciptaan tenun. Bagaimana teknik tenun ulos Batak dari kapas menjadi benang,
sampai menjadi kain yang indah. Dokumenter ini dibalut dengan Bahasa visual
artistik yang menyiratkan hubungan ulos dengan alam mythology dan kosmologi
Batak. Rangsa merupakan sebuah genre puisi sastra lisan Batak. Rangsa ni Tonun
ditulis oleh Guru Sinangga ni Adji (1872) atas perintah misionaris Jerman.
Naskah ini lebih seabad lamanya tergeletak dan terlupakan dalam arsip Eropa.
lainnya. Stutradaranya hanya sebatas pengarah yang tidak memiliki skenario tetap.
film/ Foto etnografi juga memiliki prinsip yang tidak berbeda, dimana karya-karya
yang dihasilkan merupakan potret kehidupan atau perilaku manusia baik dianggap
akan bisa membaca luas dan dalamnya kehidupan atau perilaku manusia. Karena
itu foto dan film etnografi harus meletakan manusia sebagai subjek foto/ film,
berlebihan. Perlu juga dipahami bahwa film dokumenter etnografi dan foto
etnografi bisa dilakukan oleh siapa saja, bukan hanya kalangan pegiat antropologi,
tetapi juga semua orang dari berbagai latar belakang, dan sudah harus
penggunaan sistem visual dan budaya visual dalam aplikatif lapangan penelitian
antropologi. Secara garis terdapat dua fokus perhatian dari visual antropologi,
antropologi merupakan studi mengenai sistem visual dan budaya yang terlihat
(kasat mata) serta memproduksi dan menggunakan hasil dari visual antropologi
(Morphy, 1999:1-2), memperjelas hal tersebut Ruby Jay mengatakan bahwa studi
antropologi itu sendiri (Jay dalam Morphy 1999:2), sejalan dengan hal tersebut
penelitian ini menggunakan video etnografi yang merupakan bagian dari studi
visual antropologi dengan tujuan untuk melihat Gordang Sambilan secara utuh
dan menyeluruh melalui sudut pandang visual antropologi serta sebagai
yaitu merekam hal yang terlihat atau fenomena yang terlihat yang memiliki data
visual, dengan konsekuensi metodologi tersebut terdapat dua bagian data penting
dalam visual antropologi yaitu merekam (visual recording) dan produk material
ramai, hal ini sejalan dengan pendapat Ruby Jay yang mengatakan bahwa :
Visual anthropology logically proceeds from the belief that culture is manifested
antropologi visual yang secara logika berasal dari kepercayaan bahwa budaya
Secara umum ada dua fokus antropologi visual: di satu sisi ia konsen pada
dipahami sebagai kajian terhadap sistem-sistem visual dan budaya visibel. Namun
pada praktiknya, sejauh ini apa yang disebut sebagai antropologi visual itu
terbatas dan lebih banyak pada yang pertama, yaitu sebagai suatu bentuk
data). Sementara yang kedua, bagaimana antropologi visual menjadi suatu studi
terhadap dunia dan sistem visual suatu komunitas, masih banyak terabaikan.
Antropologi visual sangat didominasi oleh foto dan film. Sejak Margaret Mead
dan Gregory Bateson melakukan penelitian tentang Bali pada tahun 1930-an,
penelitian. Selain untuk kepentingan eksplorasi, analisis data lebih lanjut, foto
(being there). Kadang, foto di sana hadir dengan kepentingan yang simpel saja,
yakni sebagai ilustrasi. Karena itulah, menurut Ira Jackins (via Marcus Banks &
disebut sebagai film etnografi. Menurut Marcus Banks & Howard Morphy, ada
ini. Pertama, menyusul pengabaian yang panjang dan luar biasa terhadap media
audiens yang luas yang mungkin bisa melampaui peminat antropologi sendiri.
Ketiga, perangkat teknologi film yang sudah praktis dan murah. Terakhir, film
adalah media yang seksi, yang sangat dekat dengan dunia glamour sinema dan
televisi. Mungkin karena itulah, pendekatan etnografi film ini dicurigai banyak
hanya dicurigai sebagai batu loncatan untuk masuk ke dunia media (film).
Namun, jelas antropologi visual bukan hanya film dan fotografi. Ia juga
menyangkut studi terhadap seni dan budaya materi (material culture), investigasi
gestur, ekspresi muka, dan aspek-aspek tingkah laku dan interaksi yang spasial.
Dalam hal meningkatnya akhir-akhir ini apa yang disebut sebagai indigenous
yang kedua: suatu studi terhadap dunia dan sistem visual suatu komunitas. Studi
terhadap dunia dan sistem visual suatu komunitas, pada tahapan berikutnya erat
dengan studi materi budaya, yakni studi terhadap produk materi anggota suatu
ini dari suatu konteks ke konteks lain. Budaya materi suatu komunitas ketika
dipindahkan dari konteks produksinya bisa menjadi suatu objek seni barat, dengan
nilainya yang sangat berbeda dari konteks budaya aslinya. Misalnya, Rumah Seni
Cemeti (RSC) pernah memamerkan kain-kain Biboki dari Nusa Tenggara Timur.
Di tempat asalnya, kain Biboki jelas mempunyai nilai sosial dan spiritualnya,
namun di RSC ia menjadi objek seni; bahwa sesuatu yang bukan objek seni,
dinikmati, dan diapresiasi. Sementara, dalan kaitan produk seni ini, interaksi dunia
yang makin intensif sekarang ini, jelas memantulkan pengaruhnya yang kuat.
Mungkin dalam hal produk seni, hampir semua seniman sekarang berwatak
hal inilah, antropologi visual penting juga memasukkan antropologi seni, budaya
Art (dalam Marcus Banks & Howard Morphy), Nicholas Thomas menegaskan
Nicholas berpendapat bahwa antropologi seni yang ada dan diajarkan selama ini
secara khusus (atau terbatas) hanya mengkaji seni non-Barat.[6] Dengan itu,
seni kontemporer, yang hakikat maupun bentuknya bersifat barat sedikit banyak
terabaikan, terutama dalam hal ini apa yang dimaksud sebagai visual art. Ini,
Bagi Nicholas, antropologi seni seperti ini sudah tidak cocok lagi.
Pertama, tentu karena sifatnya lalu sangat terbatas. Kedua, pada praktiknya media-
media baru di dalam seni sering berkait dengan ikonografi tradisional. Wilayah
seni seperti seni visual atau performance art itu sering menjadi lahan
konsekuensinya, seni sekarang ini selalu bersifat hibrid, hasil dari interaksi dan
dialog global. Tentu tidak bisa lagi ditarik garis hitam putih ini seni barat dan ini
seni (tradisi) timur. Studi terhadap budaya visual di jurusan antropologi (seperti
tentang komik, pakaian, tato dll.) terus berlangsung. Dan bukankah juga sekarang
telah berkembang apa yang disebut sebagai studi budaya visual, yang bahkan
dan pertunjukan yang berbasis waktu (plus time-bases), yang diproduksi untuk
tujuan estetika, simbolik, ritual, politik ideologis, atau pun tujuan-tujuan praktis
mediator antara antropologi dan objeknya, dan mediator itu adalah metode ilmiah.
Objek antropologi dapat dikaji lebih dalam dengan metode ilmiah kualitatif
dan menceburkan diri dalam suatu masyarakat untuk mendapat keterangan tentang
sehingga hasil wawancara menjadi field notes yang kemudian diolah agar menjadi
suatu data yang dapat diverifikasi. Unsur-unsur kebudayaan juga dapat digunakan
sebagi media Antropologi. Lewat bentuk konkret tesebut objek akan lebih mudah
dikaji. Selain sebagai objek unsur-unsur kebudayaan juga bisa memegang peran
Dengan bahasa, seni, IPTEK, mata pencaharian, orsos atau religi fenomena-
fenomena dan gejala budaya pada manusia dapat dikupas lebih dalam. Sehingga
dari suatu permasalahan yang dicari dapat ditemukan jawaban yang relevan.
menggambarkan fakta-fakta sosial atau fenomena budaya secara akurat. Hal ini
membuat Antropologi perlu menyesuaikan diri agar ilmu yang holistik itu dapat
teori, dan metode yang digunakan dalam kajian antropologi budaya, khususnya
dalam mengkaji kasus yang berhubungan dengan media. Berkaitan dengan hal itu,
Eislein & Topper (1976) berpendapat bahwa kajian Antropologi media memiliki
pengetahuan dasar tentang berbagai aspek dalam antropologi sekaligus seluk
beluk media. Mereka menambahkan bahwa fenomena budaya dan media bukanlah
kajian baru, karena pada dasarnya baik budaya maupun media mengkaji tentang
point of view dari kajian antropologi media antara lain: 1. Antropologi media
(media studies). Jadi, kajian Antropologi Media pada dasarnya membahas tentang
Konsep antropologi media Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa
konsep Antropologi Media telah melalui perdebatan yang sangat panjang diantara
setelah perdebatan yang panjang itu, melalui sebuah riset, akhirnya para
Antropologi.
Aktor-aktor antropologi media seperti yang telah kita ketahui bahwa fokus
audio-visual dan internet yang berkaitan dengan konsumsi media atau isi media. 2.
media massa. 3. Kajian mengenai proses pemaknaan produk budaya massa oleh
antara lain: Kajian mengenai produksi dan konsumsi media, yaitu berkaitan
dengan sistem media, bisnis, dan industri hiburan. Kajian mengenai ritual, mitos,
secara luas hingga melewati batas tempat budaya tersebut timbul. Unsur-unsur
budaya tersebut disesuaikan dengan sistem sosialnya. Dalam difusi, tidak semua
unsur-unsur budaya asing diterima oleh suatu kelompok. Biasanya hanya unsur-
unsur budaya yang ada manfaatnya saja yang diterima. Proses difusi budaya akan
antar budaya hingga pada akhirnya budaya tersebut menjadi budaya sendiri.
Dalam proses akulturasi, biasanya ada orang-orang yang menjadi agen akulturasi.
Orang-orang inilah yang membawa budaya asing masuk ke kelompok. Para agen
saluran tertentu, mulai dari media massa, pemerintah, sampai selebriti. Kemiripan
budaya asing dan budaya pribumi merupakan faktor terpenting yang menunjang
potensi akulturasi. Budaya asing yang dipertukarkan umumnya berupa simbol dan
bahasa. Simbol dan bahasa Simbol dapat diartikan suatu gerakan atau gambaran
tertentu yang diberikan arti melalui kesepakatan bersama. Bahasa dapat diartikan
sebagai suatu rangkaian kata yang menimbulkan arti dan dapat dipahami oleh
semua orang. Bahasa merupakan salah satu simbol yang memiliki pengaruh yang
digunakan media massa untuk menjelaskan fenomena atau realitas yang sedang
berlangsung.
2.4 Representasi
terdiri dari dua komponen penting, yakni konsep dalam pikiran dan bahasa. Kedua
komponen ini saling berelasi. Konsep dari sesuatu hal yang kita miliki dalam
pikiran kita, membuat kita mengetahui makna dari hal tersebut. Namun, makna
tidak akan dapat dikomunikasikan tanpa bahasa. Sebagai contoh sederhana, kita
mengenal konsep gelas dan mengetahui maknanya. Kita tidak akan dapat
untuk minum) jika kita tidak dapat mengungkapkannya dalam bahasa yang dapat
bahwa kelompok yang dapat berproduksi dan bertukar makna dengan baik adalah
kelompok tertentu yang memiliki suatu latar belakang pengetahuan yang sama
Stuart Hall, Member of the same culture must share concepts, images, and ideas
which enable them to think and feel about the world in roughly similar ways. They
must share, broadly speaking, the same cultural codes. In this sense, thinking
Sebagai sistem representasi berarti berpikir dan merasa juga berfungsi untuk
memaknai sesuatu. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan hal tersebut,
diperlukan latar belakang pemahaman yang sama terhadap konsep, gambar, dan
ide (cultural codes). Pemaknaan terhadap sesuatu dapat sangat berbeda dalam
pemahaman yang tidak sama terhadap kode-kode budaya tertentu tidak akan dapat
memahami makna yang diproduksi oleh kelompok masyarakat lain. Makna tidak
lain adalah suatu konstruksi. Manusia mengkonstruksi makna dengan sangat tegas
sehingga suatu makna terlihat seolah-olah alamiah dan tidak dapat diubah. Makna
dikonstruksi melalui sistem representasi dan difiksasi melalui kode. Kode inilah
yang membuat masyarakat yang berada dalam suatu kelompok budaya yang sama
mengerti dan menggunakan nama yang sama, yang telah melewati proses
konvensi secara sosial. Misalnya, ketika kita memikirkan rumah, maka kita
menggunakan kata rumah untuk mengkomunikasikan apa yang ingin kita
ungkapkan kepada orang lain. Hal ini karena kata rumah merupakan kode yang
telah disepakati dalam masyarakat kita untuk memaknai suatu konsep mengenai
rumah yang ada di pikiran kita (tempat berlindung atau berkumpul dengan
yang ada dalam pikiran kita dengan sistem bahasa yang kita gunakan.
pikiran) dan tanda (bahasa) menjadi bagian penting yang digunakan dalam proses
Judy Giles dan Tim Middleton dalam buku Studying Culture: A Practical
1. To stand in for. Hal ini dapat dicontohkan dalam kasus bendera suatu negara,
yang jika dikibarkan dalam suatu event olahraga, maka bendera tersebut
2. To speak or act on behalf of. Contoh kasusnya adalah Paus menjadi orang
3. To re-present. Dalam arti ini, misalnya tulisan sejarah atau biografi yang dapat
ketiga makna dari representasi ini dapat saling tumpang tindih. Oleh karena
itu, untuk mendapat pemahaman lebih lanjut mengenai apa makna dari
representasi dan bagaimana caranya beroperasi dalam masyarakat budaya,
memproduksi makna dari konsep yang ada dipikiran kita. Proses produksi makna
suatu kelompok sosial terhadap suatu tanda. Suatu kelompok harus memiliki
pengalaman yang sama untuk dapat memaknai sesuatu dengan cara yang nyaris
sama.
BAB III
METEDO PENELITIAN
1. Metode Visual
4. Setting Penelitian
1. Sinopsis Film
2. Realitas Sosial Budaya Masyarakat Kangean
3. Tahap Pra Produksi
3.1 Persiapan Perlengkapan
3.2 Persiapan Sumber Daya Manusia
4. Tahap Produksi
4.1 Susunan Pembuatan Film
4.2 Susunan Informan
4.3 Peralatan yang digunakan
5. Narasi/Script Film Dokumenter Pulauku
6. Teknik Pengambilan Gambar
Daftar Pustaka
Abduh Azis: Tentang Sejarah, Filem, Dokumenter, Video Komunitas dan Cita-Cita
Perfileman, Jurnal Footage (www.jurnalfootage.net), 2010.
Directing The Documentary, Third Edition, Michael Rabiger, Focal Press, singapore,
1998. hal 3-6
How Do We Can Define Documentary Film?, Bill Nichols, Introduction to Documentary,
2nd Edition, Indiana University Press, 2010.
Majalah Star News, yaitu; No. XV Tahun 1953. Halaman 10-14 No. XVI Tahun 1953,
halaman 13, 16, 20 & 21.
Herzog, Landscape and Documentary, Eric Ames, Cinema Journal 48, No. 2
Winter2009, p. 69.
Teori dan Estetika Film, diktat kuliah Akademi Sinematografi LPKJ, 1970. Diterbitkan
kembali dalam buku FILM/MEDIA/SENI, D.A. Peransi, editor Marseli Sumarno, FFTV-
IKJ Press, 2005.
[1] Wawasan ini terutama saya ambil dari Marcus Banks & Howard Morphy, Introduction:
rethinking visual anthropology, dalam Rethinking Visual Anthropology,
......Marcus Banks & Howard Morphy (ed.), Yale University Press, 1999.
[2] Dalam paradigma evolusi, foto dan film dengan pahit hanya menjadi pelanjut untuk
menghadirkan yang visibel dan riil dari tubuh manusia dunia ketiga, yang
......sebelumnya hadir secara fisik di dalam pameran-pameran, sirkus-sirkus, dan hiburan
lainnya, kini lebih praktis dan murah, dalam bentuk foto dan film, demikian
......David MacDougall. Foto-foto realis, yang indah dan eksotik, kemudian juga hadir dalam
brosur-brosur wisata dan kartu pos.
[3] Sarah Pink, Doing Visual Ethnography, Sage Publications, 2001, hlm. 23. Perdebatan
paradigma teoritis yang membentang dari evolusionisme hingga reaslime
......naf dalam etnofotografi ini terdapat dalam bagian-bagian awal buku ini.
[4] Mengenai contoh-contoh etnografi film ini, lihatlah Karl G. Heider, Seeing
Anthropology: Cultural Anthropology Through Film, Allyn and Bacon, 1996, yang
......menghimpun sejumlah topik film etnografi disertai CD-nya. Yang menarik, seluruh film
etnografi ini memiliki dukungan etnografi tertulisnya.
......[Tambahan redaksional Ahmad Nashih Luthfi] Di sini yang visual menjadi
pendukung yang tertulis, ataukah sebaliknya, yang tertulis mendukung yang visual?
......Dalam contoh Indonesia baru-baru ini, terdapat buku/ CDfilm oleh Yunita T. Winarno
(ed.), Bisa Dwk, Kisah Perjuangan Petani Pemulia Tanaman di Indramayu,
......(Jakarta: Gramata Publishing, 2011)
[5] Terjemahan istilah ini dalam bahasa Indonesia jelas problematis, karena bisa disalah-
mengertikan semacam budaya konsumsi, materialis, dll.
[6] Tentu saja, ini turunan langsung dari watak ilmu antropologi sendiri yang sebelumnya
dan sejauh ini dianggap sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat timur
......dan karena itu sering dipertautkan dengan (kepentingan) kolonialisme saat itu.
[7] Nicholas mengkaji bagaimana seni yang bekerja dalam konteks yang luas bisa
dipahami untuk mencitrakan kolektivitaskesatuan sosial, nasionalitas dan etnisitas.
......Ia mengkaji praktik ritual Melanesia dan karya-karya lukis kontemporer para seniman
imigran kulit putih maupun Polinesia (Maori), di Selandia Baru.
......Pengalaman saya di Majalah Gong juga mengalami pengkerangkaan serupa. Semula
majalah kami tidak memberikan tempat untuk seni visual, dengan alasan itu
......bukan seni pertunjukan dan sekaligus bukan seni tradisi. Baru belakangan inilah,
sedikit-sedikit Gong melaporkan kegiatan seni visual, terutama yang intim dengan
......gagasan tradisi atau dalam prosesnya terbentuk dari interaksi global itu.
[8] Lihat: John A. Walker & Sarah Chaplin, Visual Culture: An Introduction, Manchester
University Press, 1997.
Banks, Marcus, and Howard Morphy. Introduction: Rethinking Visual Antropology . Yale
University Press (1999).
2 Ruby, Jay. Visual anthropology//Encyclopedia of cultural anthropology. New York:
Henry Holt and Company 4 (1996).
3Lihat Pink, Sarah. The future of visual anthropology: Engaging the senses. Taylor & Francis
US, 2006, hlm. 3.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. 1990. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Judy Giles dan Tim Middleton. Studying Culture: A Practical Introduction. Oxford:
Blackwell Publishers, 1999. Hal 56-57.
Stuart Hall. The Work of Representation.Representation: Cultural
Representation and Signifying Practices. Ed. Stuart Hall. London: Sage
Publication, 2003. Hal 17.