Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hak asasi hewan, atau dikenal juga sebagai kebebasan hewan, adalah ide
bahwa hak-hak dasar hewan non-manusia harus dianggap sederajat sebagaimana
hak-hak dasar manusia. Terdapat dua penekatan masalah ini dari posisi filosofis
yang berbeda, mulai dari gerakan proteksionis yang dicetuskan filsuf Peter
Singer, fokus terhadap penderitaan dan konsekuensi, sampai gerakan
abolisionis yang dicetuskan profesor hukum Gary Francione, yang menyatakan
bahwa hewan hanya butuh satu hak, yaitu hak untuk tidak dijadikan benda atau
properti. Meski ada berbagai macam pendekatan, mereka semua setuju bahwa
hewan harus dipandang sebagai orang non-manusia dan anggota komunitas moral,
serta tidak digunakan sebagai makanan, pakaian, subyek penelitian, atau hiburan.
Pengabaian lima faktor kebebasan pada hewan liar dalam kurungan akan
berdampak buruk pada kesejahteraan hewan dan memicu stress (Mulya,
2010). Dijelaskan lebih lanjut bahwastress akan mengakibatkan hewan akan
rentan terhadap penyakit, terutama zoonosis. Zoonosisa dalah penyakit menular
dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Zoonosis sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia. Parahnya pada hewan liar gejala penyakit akan muncul pada saat kondisi
sudah parah sehingga treatment lebih susah dilakukan. Contoh : Balantidiosis,
TBC, Hepatitis, Avian Influenza, Salmonellosis.
Penerapan konsep Animal Welfare di Indonesia masih belum banyak
digaungkan, tetapi negara lain telah terjadi radikalisasi para pembela hak asasi
hewan. Di media pun digambarkan kecenderungan penghormatan global
terhadap hak hidup hewan atau hak asasi hewan.
Pelanggaran animal welfare menimbulkan penderitaan dan kesengsaran
bagi hewan. Pelanggaran animal welfare ini belum mendapat perhatian secara
serius. Cepat atau lambat isu animal welfare akan dapat menjadikan sebuah
hambatan non-tarif dunia peternakan kita dalam percaturan global.Sampai saat ini
kesadaran masyarakat mengenai animal welfare masih rendah. Hal ini disebabkan

1
oleh tingkat pengetahuan tentang animal welfare masih sangat minim, oleh karena
itu perlu adanya tindakan penyuluhan.

1.2 Rumusan Masalah

- Apa yang dimaksud dengan kesejahteraan hewan (kesrawan)?


- Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab adanya perilaku tidak
kesrawan?
- Bagaimana contoh perilaku tidak kesrawan)?

1.3 Tujuan Masalah

- Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesejahteraan hewan


(kesrawan)
- Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab perilaku
tidak kesrawan
- Untuk mengetahui bagaimana contoh perilaku tidak kesrawan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)

Animal Welfare atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai


kesejahteraan hewan merupakan suatu tindakan kesadaran terhadap perasaan
hewan dan bagaimana memperlakukannya tanpa perlu menyakiti dan
membuatnya menderita. Umumnya yang menjadi perhatian seperti di peternakan,
selama transportasi, atau pada saat akan disembelih.
Animal welfare atau kesejahteraan hewan adalah suatu keadaan fisik dan
psikologi hewan sebagai usaha untuk mengatasi lingkungannya (Wahyu, 2010).
Berdasarkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2009, Animal welfare adalah
segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut
ukuran perilaku alami hewan yang perlu di terapkan dan ditegakkan untuk
melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan
yang dimanfaatkan manusia.
Animal Welfare (Kesejahteraan Hewan), adalah ekspresi yang berkenaan
dengan moril. Semua manusia bertanggungjawab terhadap masing-masing hewan
yang dipelihara atau bebas di alam (Eccleston, 2009). Dijelaskan lebih lanjut
bahwa Dalam teori Kesejahteraan Hewan ada ajaran tentang kepedulian dan
perlakuan manusia terhadap masing-masing hewan dan bagaimana masyarakat
dapat meningkatkan kualitas hidup hewan itu. Setiap jenis satwa liar dan hewan
harus dibiarkan hidup bebas di alam atau hidup yang berkualitas di lingkungan
yang disesuaikan dengan pola perilaku, kebutuhan serta karakteristik habitat
alamnya di kandang.
Menurut UU No.18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, Animal Welfare diartikan sebagai segala urusan yang berhubungan
dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan
yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan
setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.

3
Adapun prinsip kebebasan hewan atau biasa The Five Freedoms (Lima Kebebasan
Hewan) adalah :
Freedom from hunger and thirst (Bebas dari rasa lapar dan haus)
Freedom from discomfort (bebas dari rasa tidak nyaman)
Freedom from pain, injury and diseases (bebas dari rasa sakit, luka dan
penyakit)
Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan stres)
Freedom to express natural behavior (bebas untuk mengekspresikan
tingkah-laku alamiah)

Sasaran animal welfare adalah semua hewan yang berinteraksi dengan


manusia dimana intervensi manusia sangat mempengaruhi kelangsungan hidup
hewan, bukan yang hidup di alam. Dalam hal ini adalah hewan liar dalam
kurungan (Lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan ternak dan
hewan potong (ternak besar/kecil), hewan kerja dan hewan kesayangan (Wahyu,
2010).
Animal Welfare memiliki 3 aspek penting yaitu : Welfare Science, Welfare
ethics, dan Welfare law (Wahyu, 2010). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Welfare
science mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, dari
sudut pandang hewan. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya
memperlakukan hewan. Welfare law mengenai bagaimana manusia harus
memperlakukan hewan.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Tidak Kesrawan

Secara umum akibat dari perubahan animal welfare adalah munculnya stress
dengan gejala seperti peningkatan aktifitas adrenocortical, penurunan aktifitas
hormonal reproduksi, penurunan performance, peningkatan tekanan darah kronis,
meningkatnya kerentanan penyakit, gastric ulcer, penyembuhan luka yang lama,
Cardiovascular pathologis, immunosuppressive dan juga kematian.
Praktek kesejahteraan hewan berkaitan dengan prinsip-prinsip yang
diterapkan dalam konsep animal welfare. Ukuran lapar dan haus tergantung dari
frekuensi pemberikan makanan dan air segar pada hewan dan seberapa mudah

4
akses terhadap makanan dan minuman bagi setiap hewan di dalam kandang atau
habitatnya. Kepadatan hewan yang tinggi tidak memberikan ruang gerak yang
cukup untuk makan dan minum (Mudiarta 2007).
Kondisi sakit dan luka pada hewan disebabkan oleh penanganan yang kasar
dari penjual atau pembeli, kepadatan hewan di kandang yang kecil, dan peralatan
yang tidak sesuai yang berakibat patah tulang atau luka selama perjalanan
(Mudiarta 2007).
Pada masalah-masalah yang lainnya, rasa sakit dari penyakit dapat kita lihat
dari tanda-tanda klinis dan perubahan kebiasaan. Menurut Santhia (2005), ciri-ciri
fisik yang dapat dilihat pada hewan yang tidak sehat adalah mata yang kurang
bersinar (memudar), mukosa yang pucat dan jenggar (pada ayam) yang biru.
Perubahan terhadap kebiasaan mempengaruhi jumlah aktifitas. Hewan yang tidak
sehat biasanya terlihat lesu.
Hewan dapat tertular penyakit virus dan bakteri, juga mudah terkena stres
karena rendahnya standar kesehatan dan kesejahteraan. Stres dapat menyebabkan
berubahnya sistem kekebalan tubuh dan kadang dapat meningkatkan
kemungkinan untuk terserang penyakit (Siegel 2006). Kandang atau keranjang
yang dipenuhi dengan kotoran juga dapat menimbulkan bakteri.
Bebas untuk mengekspresikan tingkah laku normal dapat diwujudkan
dengan memberikan ruang yang cukup dan peningkatan kualitas lingkungannya.
Jumlah hewan yang padat menyebabkan ruang gerak mereka menjadi terbatas
untuk mengekspresikan tingkah laku normalnya (SCAHAW 2007). Di dalam
kandang atau keranjang yang kecil yang digunakan di pasar tradisional, hewan
tidak dapat mengekspresikan tingkah laku yang alami seperti mengepakkan
sayapnya, berpindah pindah, mandi debu dan lain sebagainya. Menurut SCAHAW
(2007), menyatakan bahwa jumlah hewan di dalam kandang tidak boleh melebihi
25 kg/m2.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan stress dan takut meliputi
mencampuradukkan hewan dari berbagai umur, jenis kelamin dan kelompok
sosial yang berbeda dimana kondisi tersebut dapat menyebabkan stres pada hewan
dan menimbulkan luka karena pertengkaran yang terjadi diantara mereka, tempat
yang bising yang dipenuhi oleh banyak orang yang dapat menimbulkan

5
kebingungan bagi hewan tersebut, penanganan yang keras, kendaraan yang tidak
sesuai untuk transportasi, kandang yang tidak layak tanpa adanya perlindungan
dari panas ataupun hujan, dan mengikat kaki hewan ketika membawanya dari
pasar yang sering menimbulkan penderitaan pada hewan.

2.3 Contoh Perilaku Tidak Kesrawan

1. Topeng Monyet

Topeng monyet yang selama ini dikenal masyarakat sebagai sebuah


atraksi menghibur, ternyata dibalik itu merupakan bentuk eksploitasi terhadap
satwa. Bisa dilihat ketika melatih seekor monyet untuk jadi penurut dan bisa
melakukan atraksi yang diinginkan bukan perkara mudah, butuh ketekunan,
kesabaran dan keuletan. Meskipun kadang-kadang harus memperlakukan si
monyet dengan keras, mulai dari memukul, mengikatnya dengan rantai di
leher si monyet. Itu semua dilakukan agar monyet patuh pada perintah.
Topeng monyet bahkan berpotensi untuk meningkatkan kepunahan jenis satwa
di Indonesia.
Topeng monyet menjadi salah satu pekerjaan yang fenomenal di
Indonesia. Tanpa mengantongi sertifikat legal, monyet itupun dijual bebas dan
dibeli oleh pelaku topeng monyet. Selanjutnya, monyet berada dalam kuasa
pemilik dan diperlakukan seenaknya. Kondisi ini, sangat memprihatinkan.
Selain menjadi hiburan, topeng monyet pun merupakan mesin uang yang
dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah bagi pemilik monyet tersebut. Jika
kita sebagai penonton memberikan uang sebagai balas jasa atraksi topeng

6
monyet tersebut, seakan-akan kita menyetujui atas kegiatan eksploitasi
terhadap hewan, tetapi di sisi lain sebenarnya kita mau memberi rezeki kepada
sang pemilik monyet karena merasa kasihan, mereka telah menyediakan
hiburan kepada kita dan itu adalah sumber rezeki untuk menafkahi keluarga.
Meski kerap menimbulkan rasa prihatin melihat kondisi si monyet namun
praktik ini tetap berjalan.
Sejauh ini, penanganan terhadap monyet belum maksimal dilakukan.
Belum ada Perda khusus yang menangani perlindungan terhadap monyet.
Perlu komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk memberikan sanksi hukum
pada pelaku yang melakukan pelanggaran kesejahteraan hewan. Komitmen
memang sudah terlihat dari Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan
yang baru disahkan yakni UU 16/2009 pasal 66 dan pasal 67. Tetapi, belum
ada sanksi hukum mengenai itu. Penganiayaan hewan seperti monyet ini
dikhawatirkan bisa mendorong kepunahan spesies hewan untuk keperluan
generasi mendatang.

2. Transportasi ternak

7
Pelanggaran mengenai kesrawan dapat dilihat dari kesejahteraan ternak
atau hewan dalam masa transportasi. Pelanggaran ini terjadi pada saat proses
bongkar muat sapi yang tidak memperhatikan kesrawan di pelabuhan
pelabuhan. Selain cara bongkar muat yang tidak wajar, suasana deck kapal
yang penuh membuat ternak merasa sesak, dan sulit bergerak. Tidak adanya
jalan keluar dari deck kapal membuat para perusahaan terkait mengeluarkan
ternak dengan cara ditarik atau diangkat ke atas dengan menggunakan tali
yang diikatkan pada tanduk maupun kepala ternak.
Saat ini untuk proses pengangkutan ternak impor maupun ekspor dari
kontainer untuk bongkar muat sapi dari kapal ke truk, sebaiknya untuk 4 6
ekor sapi di setiap kontainernya. `
Dasar pelaksanaankesrawan adalah berdasarkan peraturan pemerintah
No. 82 tahun 2000 yaitu pada Pasal 47, Pasal 55, danPasal 80. Namun hal itu
ternyata belum cukup. Dalam penerapan transportasi ternak yang berprinsip
kesrawan, ada beberapa permasalahan yang sering dijumpai, diantaranya
masalah regulasi, sarana alat angkut laut (kapal), sarana pelabuhan, faktor
perekonomian, kepedulian pemerintah dan masyarakat, serta hewan yang
dianggap sebagai barang ekonomi semata.
Solusi dari permasalahan tersebut harus berasal dari berbagai sektor.

8
Dari pemerintah, perlu melengkapi regulasi tentang kesrawan yang
komprehensif, pemeliharaan pengangkutan, peneliti dan konserfasi ;
penyusunan regulasi pelabuhan dan fasilitasi investasi sarana transportasi ;
harmonisasi kebijakan lalu lintas hewan pusat dan daerah, advokasi, dan
public awareness. Dari sektor swasta atau masyarakat : perlunya rasa
kepedulian terhadap kesehatan dan kesejahteraan hewan. Adapun dari
organisasi profesi, perlu melakukan advokasi dan kontrol terhadap penerapan
transportasi ternak ini.
Untuk mencapai semua ini harus dilandasi oleh komitmen bersama
untuk kebaikan bersama. Adanya sebuah komitmen sebagai landasan untuk
memacu kebehasilan merupakan modal awal untuk dapat menghadapi
berbagai persoalan yang akan dihadapi di lapangan.

3. Tempat dan Perkandangan

Seperti yang kita ketahui, Kesejahteraan Hewan adalah segala urusan yang
berhubungan dengan keadaan fisik dan mental Hewan menurut ukuran perilaku
alami Hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi Hewan dari
perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap Hewan yang dimanfaatkan
manusia (PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95
TAHUN 2012).
Ketentuan yang diatur dalam peraturan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2009 ayat 1 menyebutkan bahwa Untuk Kepentingan Kesejahteraan Hewan,
maka dengan peraturan pemerintah ditetapkan ketentuan ketentuan tentang,
salah satunya adalah Tempat dan perkandangan, sedangkan ayat 2 menyatakan
Ketentuan mengenai Kesejahteraan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara manusia yang beberapa pointnya adalah Penempatan dan
pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan
dapat mengekspresikan perilaku alaminya dan Pemeliharaan, pengamanan,
perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan
penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan. Selain itu, dalam bidang

9
Kesrawan, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah Penyediaan tempat
tinggal, kandang atau penampungan yang ramah lingkungan
Dari pernyataan tersebut, ditekankan bahwa jika seseorang ingin
memelihara hewan, maka haruslah memperhatikan beberapa aspek bagi
terpenuhinya kesejahteraan hewan, misalnya dari segi perkandanga, penempatan,
pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan.
Namun, nampaknya, beberapa orang hanya mementingkan kepuasan
semata hingga tidak lagi memperhatikan kesejahteraan hewan. Misalnya seorang
Bapak yang memelihara ayam layer dan menempatkan lima ekor ayamnya dalam
kandang berukuran kurang lebih 1 x 0,5 meter tanpa penerangan pada malam hari
dan pemberian pakan yang sangat tidak layak. Selain itu, pada bagian bawah
kandang, tidak ada celah agar feses dari ayam terbuang ke tanah. Sehingga di
dalam kandang, bukan hanya tidak ada penerangan berupa lampu, tidak ada
tempat air minum, ayam - ayam pun berdesakan di dalam kendang beserta
fesesnya. Sungguh memprihatinkan.
Tak hanya memprihatinkan bagi ayamnya, tetangga tetangga dari Bapak
tersebut juga banyak yang mengeluh. Bagaimana tidak, jarak antara rumah yang
satu dengan rumah yang lain sangat dekat mengingat bahwa lingkungan sekitar
saya adalah kompleks atau perumahan. Sehingga bau yang dikeluarkan dari feses
ayam sangat mencemari udara lingkungan kompleks yang harusnya sejuk.
Dari perlakuan si Bapak, dapat disimpulkan bahwa selain tidak
memperhatikan kesejahteraan hewan bagi ayamnya, si Bapak juga tidak
memeperhatikan kesehatan masyarakat veteriner bagi tetangganya. Patutnya kita
tidak mencontoh perlakuan Bapak tersebut.

10
Kandang ayam
tampak depan

Kandang ayam yang dipenuhi feses

11
Kandang ayam pada malam hari tanpa penerangan

2.4 Kondisi Penerapan Kesejahteraan Hewan pada Perunggasan di


Indonesia

Menurut Mudiarta (2007), permasalahan yang berhubungan dengan


kesejahteraan hewan di pasar tradisional yang ada di Indonesia adalah (1)
unggas yang dijual ditampung dengan kepadatan yang tinggi; (2) penjual dan
pembeli tidak menangani unggas layaknya mahluk hidup sebagai ciptaan
tuhan, tetapi lebih tepatnya seperti barang/benda mati; (3) unggas
ditempatkan di dalam kandang yang sempit; (4) kondisi pasar yang sangat
ramai menyebabkan unggas menjadi stres; (5) unggas-unggas tersebut
ditangani secara tidak manusiawi selama transportasi serta tidak disediakan
pakan dan minum.
Kondisi tersebut di atas, umumnya dapat kita lihat di pasar-pasar
tradisional yang menjual hewan hidup. Penjual hanya berpikir mengenai
keuntungan dan pembeli hanya menginginkan kebutuhannya akan daging
terpenuhi. Setelah unggas dipotong selanjutnya hanya dalam beberapa detik
kemudian langsung dicemplungkan ke dalam air mendidih (broiler) tanpa
mengecek lebih dahulu apakah unggas tersebut sudah mati atau belum.

12
Permasalahan lainnya adalah penjual unggas hidup tidak/ kurang memiliki
pengetahuan dan kepedulian terhadap kebersihan/ kesehatan lingkungan dan
pencegahan terhadap penyakit-penyakit infeksius. Hal tersebut terlihat dari
berbagai kebiasaan penjual di pasar, di antaranya: (1) masih banyak penjual
unggas yang menjual unggas-unggasnya bersebelahan dengan penjual
makanan seperti; kue-kue, buah, sayur mayur dan makanan lainnya (beberapa
penjual unggas hidup dalam waktu bersamaan juga menjual daging); (2) tidak
adanya pembatas antara tempat penjualan unggas hidup, pemotongan dan
penjual daging; (3) kandang unggas yang kotor; (4) penjual melayani pembeli
ayam hidup dan pembeli daging tanpa mencuci tangannya terlebih dahulu;
dan (5) penjual tidak menggunakan masker (Mudiarta 2007).

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesejahteraan hewan (animal welfare) adalah:

Suatu tindakan kesadaran terhadap perasaan hewan dan bagaimana


memperlakukannya tanpa perlu menyakiti dan membuatnya menderita.
Suatu keadaan fisik dan psikologi hewan sebagai usaha untuk mengatasi
lingkungannya (Wahyu, 2010).
Segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan
menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu di terapkan dan
ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang
tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia (Undang- Undang
Nomor 18 Tahun 2009).
Ekspresi yang berkenaan dengan moril.

Adapun prinsip kebebasan hewan atau biasa The Five Freedoms (Lima
Kebebasan Hewan) adalah :
Freedom from hunger and thirst (Bebas dari rasa lapar dan haus)
Freedom from discomfort (bebas dari rasa tidak nyaman)
Freedom from pain, injury and diseases (bebas dari rasa sakit, luka dan
penyakit)
Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan stres)
Freedom to express natural behavior (bebas untuk mengekspresikan
tingkah-laku alamiah)

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tidak kesrawan secara umum


terjadi akibat dari perubahan animal welfare adalah munculnya stress dengan
gejala seperti peningkatan aktifitas adrenocortical, penurunan aktifitas hormonal
reproduksi, penurunan performance, peningkatan tekanan darah kronis,

14
meningkatnya kerentanan penyakit, gastric ulcer, penyembuhan luka yang lama,
Cardiovascular pathologis, immunosuppressive dan juga kematian.

Permasalahan yang berhubungan dengan kondisi penerapan kesejahteraan


hewan pada perunggasan di pasar tradisional yang ada di Indonesia adalah
(1) unggas yang dijual ditampung dengan kepadatan yang tinggi;
(2) penjual dan pembeli tidak menangani unggas layaknya mahluk hidup sebagai
ciptaan tuhan, tetapi lebih tepatnya seperti barang/benda mati;
(3) unggas ditempatkan di dalam kandang yang sempit;
(4) kondisi pasar yang sangat ramai menyebabkan unggas menjadi stres;
(5) unggas-unggas tersebut ditangani secara tidak manusiawi selama transportasi
serta tidak disediakan pakan dan minum.

3.2 Saran

Sebagai mahluk hidup yang hampir sempurna, kita diciptakan dengan


segala akal pikiran dan perasaan yang tentunya dapat membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Dengan demikian, patutnya kita menyadari bahwa
bukan hanya kesejahteraan manusia yang perlu diperhatikan tapi kesejahteraan
hewan juga harus diperhatikan.
Tanpa kita sadari, sebenarnya jika kita tidak memperhatikan kesejahteraan
hewan, sama halnya dengan kita tidak memperhatikan kesejahteraan manusia itu
sendiri karena kaitan antara hewan dan manusia sangat erat mulai dari sisi
kebutuhan pokok sandang dan pangan sampai dengan bagaimana kaitan antara
hewan dan manusia saling mempengaruhi kepribadian masing masing.
Dengan demikian, jika ingin mensejahterakan manusia, sejahterakanlah
hewan terlebih dahulu.

15
DAFTAR PUSTAKA

Akosso,dkk. 2010. Pemeliharan ayam broiler secara intensive.Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu


Peternakan Februari, 2010, Vol. XIII, No. 5

Santoso, Urip. 2012. Menciptakan Broiler Berseragam, (Online). http://uripsantoso.


wordpress.com/2008/12/25/menciptakan-broiler-yang-seragam/, diakses 16 Maret
2014

Suhadji, Wahyu. 2012. Kesejahteraan Hewan Pada Unggas. PPT. FKH UNHAS.

Sugeng. 2008. Animal Welfare pada Unggas, (Online). http://animalwelfareunggas-


indonesia. blogspot. com/2008/09/animal-welfare.html, diakses 16 Maret 2014

.
Winarso, Ajo. 2008. Kajian Kesejahteraan Hewan Ternak Dalam Ajaran Agama Buddha,
Hindu, Yahudi,Nasrani Dan Islam. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan-IPB.

[WSPA] World Society for the Protection of Animals. Concepts in Animal Welfare.
London: WSPA, 2005.
Zonagroo. 2012. Kesejahteraan Hewan Animal Walfare, (Online). http://zonagroo.
blogspot.com/2011/05/kesejahteraan-hewan-animal-walfare.html, diakses 4 Juni
2012

OIE Terrestrial Animal Health Code (2011). Chapter 7.1. Introduction to the
Recommendations for Animal Welfare.
http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahc/2010/en_chapitre_
1.7.1.pdf

Wei S. (?). Traditional Chinese Culture Poses Some Difficulties For New Animal
Welfare Laws. University of Science and Technology of China.

16
OIE Global Conference on Animal Welfare (2004). An OIE initiative.
http://animal-welfare.oie.int/

Perjuangkan hak asasi hewan. Media Indonesia. Nasional 20 Juni 2011.


http://bataviase.co.id/node/713149

Lawrence A.B. (2009). Profiting from Animal Welfare: An Animal-based


Perspective. The Oxford Farming Conference 2009.
http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/animalwelfare/lawrence%2009.pdf

Bowles D., Paskin R., Gutierrez M., and Kasterine A. (2005). Animal welfare and
developing countries: opportunities for trade in high-welfare products from
developing countries. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 24(2): 783-790.

Rahman S.A. (?). Animal welfare issues and perspectives in developing countries.
http://www.daff.gov.au/__data/assets/pdf_file/0004/1046722/83-abdul-
rahman.pdf

Rahman S.A., Walker L., and Ricketts W. (2005). Global perspective on animal
welfare: Asia, the Far East, and Oceania. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 24(2): 597-
610.

Eccleston, Kellie Joan. 2009. Animal Welfare di Jawa Timur : Model


Pendidikan Kesejahteraan Hewan di Jawa Timur. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

Kartasudjana, ruhyat. 2001. Proses Pemotongan Ternak di RPH. Modul Program


Keahlian Budidaya Ternak. Departemen Pendidikan Nasional Proyek
Pengembangan Sistem Dan Standar Pengelolaan Smk Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan Jakarta

Nurfitriati, Ilva. 2010. Penerapan Animal Welfare dalam Peraturan Hukum


Indonesia : Kasus Hewan Ternak Sapi Potong.

17
Trubus 423 Ed.Februari.2005. Permak Jengger Supaya Cantik. Tahun XXXVI
hal : 122-128.

Wahyu, Wita. 2010. Kesejahteraan Hewan bagi Kesehatan Manusia

Balai Besar Penelitian Veteriner. 2011. Yang luput dari perhatian: Kesejahteraan
hewan. Bogor.

North Carolina Responsible Animal Owners Alliance. 2011.

World Society for Protection of Animals (WSPA). 1979.

18

Anda mungkin juga menyukai