Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Farmakologi & Toksikologi
Farmakologi berasal dari Kata “Farmakon” Yang berarti : “obat” dalam
arti sempit, dan dalam makna luas adalah “Semua zat selain makanan yang dapat
mengakibatkan perubahan susunan atau fungsi jaringan tubuh”. Logos yaitu ilmu.
Singkatnya Farmakologi ialah : Ilmu yang mempelajari cara kerja obat didalam
tubuh (Azkiyah, 2019).
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari
pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya,
kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Dan untuk
menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta
penggunaannya pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis (Azkiyah,
2019).
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap
tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena
efek terapi obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap
obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak
organisme (Azkiyah, 2019).
2.1.2 Hewan Coba
Hewan percobaan atau hewan laboratorium merupakan hewan yang
sengaja dipelihara untuk digunakan sebagai hewan model guna mempelajari dan
mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pengamatan laboratoris. Hewan coba digunakan dalam penelitian berbagai bidang
tidak terkecuali dalam ilmu kedokteran yang diperlukan dalam keperluan
diagnostik, fisiologi, patologi, biokimia, serta farmakologi (Kuswandari, 2017).
Dalam pengertian lain, hewan coba atau hewan laboratorium adalah hewan
yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan
juga untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam
skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model
adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain), yang
digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Refdanita et
al., 2018).
Kesejahteraan hewan laboratorium secara spesifik adalah suatu kondisi
hewan laboratorium yang dipelihara khusus untuk tujuan percobaan, memiliki
keadaan fisiologis dan psikologi yang sesuai untuk menunjang kualitas hidupnya
yang sesuai dengan ‘Lima Kebebasan’ (Mutiarahmi, dkk. 2021).
Menurut Tolistiawaty (2014), prinsip lima kebebasan tersebut antara lain :
1. Mencakup bebas dari rasa lapar dan haus
Pakan merupakan salah satu aspek yang sangat memengaruhi
kesejahteraan hewan, memastikan pakan hewan tercukupi, kandungan nutrisi yang
terdapat didalamnya, dan akses hewan pada pakan. Pakan yang ideal bagi mencit
harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan
serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam
linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan cholin.
2. Bebas dari rasa tidak nyaman
Rasa ketidaknyamanan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari hewan
tersebut, diantaranya sirkulasi udara, suhu dan kelembapan, pencahayaan dan juga
segala sesuatu mengenai kandang sebagai tempat tinggalnya misal letak, material,
ukuran, kepadatan, frekuensi dibersihkan, pemisahan kandang, jenis alas kandang,
frekuensi penggantian kandang/bedding dan tempat pakan dibersihkan.
3. Bebas dari luka, penyakit dan sakit
Handling yang tidak dilakukan dengan benar dapat menimbulkan rasa
nyeri pada hewan mencit tersebut. Handling yang baik yaitu pada saat mengambil
mencit dari kandang, mencit diambil pada bagian ekornya kemudian mencit
ditaruh pada kawat ayam penutup kandang mencit. Ekor mencit sedikit ditarik dan
cubit kulit di bagian belakang kepala dengan jari telunjuk, jari tengah dan ibu jari,
sedangkan bagian ekor mencit dijepit dengan jari kelingking dan jari manis.
4. Bebas dari rasa takut dan penderitaan
Aklimatisasi adalah pemeliharaan hewan coba dengan tujuan adaptasi
terhadap lingkungan baru. Lamanya aklimatisasi juga mencegah terjadinya stres
pada hewan di lingkungan yang baru. Lokasi tindakan eutanasia hewan, juga
menentukan tingkat stres hewan. Hewan yang masih hidup ditempatkan ditempat
yang sama atau dibiarkan melihat hewan lainnya yang sedang eutanasi, akan
menyebabkan hewan tersebut mengalami ketakutan dan berujung stres.
5. Bebas mengekspresikan perilaku normal
Selayaknya mahluk hidup lainnya, mencit juga perlu menunjukkan
perilaku normal. Ukuran kandang mencit minimal harus memiliki ruang yang
cukup untuk mengekspresikan postur alami dan penyesuaian postur tanpa
menyentuh dinding atau langit-langit kandang, dapat berbalik, dan memiliki akses
yang mudah untuk pakan dan air minum.
Meningkatnya permintaan untuk model hewan, menyebabkan perluasan
ilmu hewan laboratorium di tahun 1950-an untuk memprofesionalkan bidang
tersebut dan untuk meningkatkan perlakuan manusiawi dan perawatan hewan
dalam penelitian. Hal ini terutama dipandu oleh prinsip-prinsip Replacement,
Reduction dan Refinement (3R) yang didefinisikan oleh Russell dan Burch pada
tahun 1959. (Aske et al., 2017).
Menurut Aske et al., (2017), prinsip-prinsip Replacement, Reduction dan
Refinement (3R) adalah :
1. Replacement
Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah
diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur
untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk
hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Replacement terbagi menjadi dua
bagian, yaitu: relatif (mengganti hewan percobaan dengan memakai
organ/jaringan hewan dari rumah potong atau menggunakan hewan dari ordo
lebih rendah) dan absolut (mengganti hewan percobaan dengan kultur sel,
jaringan, atau program komputer).
2. Reduction
Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit
mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah minimum biasa
dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) >15, dengan n adalah
jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.
Kelemahan dari rumus itu adalah semakin sedikit kelompok penelitian, semakin
banyak jumlah hewan yang diperlukan, serta sebaliknya. Untuk mengatasinya,
diperlukan penggunaan desain statistik yang tepat agar didapatkan hasil penelitian
yang sahih.
3. Refinement
Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi
(humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta
meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan
hewan coba sampai akhir penelitian. Pada dasarnya prinsip refinement berarti
membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi.
2.1.3 Body Condition Score (BCS)
Body Condition Scoring (BCS) adalah metode pemberian nialai kondisi
tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan pada timbunan lemak
tubuh dibawah kulit sekitar pangkal ekor, tulang punggung dan pinggul. Body
Condition Scoring (BCS) digunakan untuk mengevaluasi menejemen pemberian
pakan, menilai status kesehatan individu ternak dan membangun kondisi ternak
pada waktu menejemen ternak yang rutin (Rizal, 2018).
Body Condition Score (BCS) merupakan metode yang digunakan untuk
mengukur kondisi tubuh teranak pada tingkatan kurus, sedang dan gemuk. Body
Condition Score (BCS) dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan
performa ternak dilihat dari beberapa bagian ternak seperti hip, pin, tail head,
back bone dan rib. Penilaian Body Condition Score (BCS) dapat dilakukan dengan
4D yaitu dilihat, diraba, ditekan kemudian dinilai (Ardiansyah et al., 2016).
BCS merupakan penilaian yang cepat, non-invasif dan efektif dalam
menilai kondisi fisik hewan. Dalam banyak kasus, BCS adalah titik akhir klinis
yang lebih baik daripada berat badan. Penggunaan berat badan saja tidak dapat
membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot. Berat badan hewan yang
kurang dapat tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya pertumbuhan tumor,
akumulasi cairan ascetic, dan pembesaran organ) atau pada kondisi normal
(misalnya kehamilan). selain itu jika suatu hewan telah kehilangan berat badan
lebih dari 20% namun berdasarkan penilaian BCS kondisinya masih di nilai 3
(BCS 3) maka mungkin belum perlu dilakukaan euthanasia segera. Dengan
demikian, BCS adalah penanda yang lebih komprehensif dan akurat untuk
kesehatan hewan dibandingkan kehilangan berat badan (Stevani H., 2016).
Menurut Stevani H., (2016), Cara menilai Body Condition Score (BCS)
yaitu :
1. BCS nilai 1 : Mencit Kurus
Tulang tulang tubuh sangat jelas kelihatan. Bilamana diraba, tidak terasa
adanya lemak atau daging. Tampak atas juga kelihatan sekali bagian-bagian
tubuhnya tidak berisi lemak atau daging.
2. BCS nilai 2 : mencit dibawah kondisi standar
Mencit tanpak kurus. Tulang-tulang masih kelihatan jelas, namun
bilamana diraba masih terasa adanya daging atau lemak. Tampak atas sudah tidak
terlalu berlekuk lekuk agak berisi Tulang pelvic dorsal dapat langsung teraba.
3. BCS nilai 3 : Mencit dalam kondisi baik
Tubuhnya tidak tampak tonjolan tulang, namun bilamana diraba cukup
mudah merasakan adanya tulang tulang. Tampak atas, biasanya sudah lebih lurus
tampak berisi. Tulang pelvic dorsal sedikit teraba.
4. BCS nilai 4 : Mencit di atas kondisi standar
Tidak tampak adanya tonjolan tulang-tulang dan bilamana diraba agak
sulit merasakan tulang karena tebalnya timbunan lemak dan daging, hewan
kelihaan berisi dan tampak juga lipatan lipatan lemak dibawah kulit.
5. BCS nilai 5 : Mencit obese
Sudah sangat sulit meraba tulang tulang akibat timbunan lemak dan daging
yang sangat tebal.
2.1.4 Anastesi Dan Euthanasia
Anestesi adalah keadaan ketidaksadaran yang diinduksi pada hewan.
Anastesi diperlukan terutama sebelum hewan itu dibedah, ada tiga tahapan
anestesi yaitu analgesia (penghilang rasa sakit), amnesia (hilangnya memori) dan
imobilisasi. Obat yang digunakan untuk mencapai anestesi biasanya memiliki efek
yang berbeda-beda. Beberapa obat dapat digunakan secara individual untuk
mencapai semua komponen anastesi, lainnya hanya dapat bersifat analgesik atau
sedatif dan dapat digunakan secara individual atau dalam kombinasi dengan obat
lain untuk mencapai anestesi penuh (Stevani H., 2016).
Anastesi bertujuan untuk menghilangkan sensasi rasa nyeri dan
memungkinkan hewan dimanipulasi dengan tujuan tertentu. Anastesi umum
merupakan tindakan yang paling umum dilakukan pada hewan coba mencit.
Pemilihan obat analgesik dan bius yang tepat harus dipilih secara komperhensif,
salah satunya bisa dilakukan dengan konsultasi kepada dokter hewan (Flecknell,
2015).
Kombinasi dari pemilihan analgesik dan juga anastesi dilaporkan dapat
meminimalisir stres yang berkaitan dengan prosedur pembedahan. Analgesik
dapat diberikan secara enteral maupun para enteral. Obat yang digunakan di
antaranya kloroform, eter, kombinasi ketamin 10% dan xylazin, atau kombinasi
lidokain dan kloroform (Carbone dan Austin, 2016).
Kata euthanasia sendiri berasal dari Yunani, yaitu Eu – baik dan Thanatos
– kematian sehingga euthanasia disebutkan sebagai kematian dengan cara yang
baik karena dilakukan dengan meminimalisasikan rasa sakit dan stress (Arjana,
2016).
Eutanasia merupakan tindakan mengorbankan nyawa hewan coba melalui
prosedur yang menyebabkan hewan mengalami penurunan kesadaran sehingga
hewan mati tanpa merasakan nyeri ataupun stres. Eutanasia dapat dilakukan
dengan menggunakan kloroform, eter, halotan, metoksifluran, nitrous okdida, CO,
CO2, N dan sianida. Senyawa CO2 menjadi pilihan awal, biasa digunakan dalam
eutanasia tikus, sehingga setelah tikus menghirup CO2 akan menyebabkan
penurunan kesadaran dan juga kematian secara tiba-tiba tanpa nyeri dan juga
stres. Sebanyak 71% peneliti menggunakan teknik dislokasi tulang leher mencit
untuk memastikan mencit benar-benar sudah tereutanasi. Dua lainnya
menggunakan cairan kimia yaitu kloroform sebagai obat eutanasia (Andersen dan
Winter, 2019).
Menurut Arjana (2016), metode dasar euthanasia terbagi dalam 2 jenis
yaitu :
1. Euthanasia Fisik, terdiri dari :
a) Cervical dislocation (pemutaran leher)
Cervical dislocation (pemutaran leher) merupakan metode euthanasia yang
apabila digunakan hewan yang akan dimatikan harus dalam keadaan telah
dianaestesi dan tidak boleh dilakukan pada hewan dalam keadaan sadar.
b) Decapitation (perusakan otak lewat leher)
Decapitation dilakukan dengan jalan memotong kepala hewan dengan
menggunakan peralatan tajam dengan tujuan untuk memutus kepekaan saraf
tulang belakang.
c) Stunning & exsanguinations (removal blood)
Metode ini dilakukan dengan jalan merusak bagian tengah tengkorak agar
hewan menjadi tidak sadar diikuti penyembelihan untuk mengeluarkan darah
dengan memotong pembuluh darah utama di bagian leher.
d) Captive bolt atau gunshot.
Hewan dimatikan dengan jalan menembak langsung kepalanya, apabila
otaknya diperlukan untuk tes diagnostik maka penembakan dilakukan di leher.
2. Euthanasia Kimia
Euthanasia kimia yaitu memasukkan agen toksin kedala tubuh dengan
suntikan atau inhalasi. Inhalasi ditujukan untuk hewan dengan bobot < 7kg. Agen
inhalasi yang dipilih harus menjadikan hewan tidak sadar secara cepat. Adapun
agen yang diperbolehkan adalah halothane, enflurane, methoxyflurane, nitrous
oxide karena nonflammable dan nonexplosive, carbondioxide, derivat barbiturat,
magnesium sulfat, KCl. Sedangkan agen inhalassi yang tidak boleh
ddipergunakan adalah Chloroform, gas hydrogen sianida, CO, Chloral hidrat,
striknin. Meskipun demikian pada kenyataannya CO, chloroform maupun ether
masih tetap dipergunakan terutama apabila jumlah hewan yang akan dieuthasia
banyak. Eutanasia kimia umum dilakukan untuk euthanasia burung, mencit atau
tikus dalam jumlah banyak dengan jalan meletakkan hewan pada kotak yang
tertutup plastik yang dialiri gas CO2 secara bertahap. Agen inhalasi juga bisa
dicelupkan dan diletakkan di dalam kotak sampai hewan tidak sadar dan mati
apabila fasilitas tidak tersedia.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, Etanol, Etil alkohol, Methanol
Rumus Molekul : C2H5OH.
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P
Khasiat : Sebagai antimikroba (membunuh mikrobakterium
desinfektan (membasmi kuman penyakit)
Kegunaan : Pensteril alat laboratorium, pelarut, dan penstabil
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api
2.2.2 Eter (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi : ETHER
Nama Lain : eter
Rumus Molekul : C4H10O
Berat Molekul : 74,12 g/mol
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan mudah bergerak, mudah menguap, tak
berwarna; berbau khas. Teroksidasi perlahan-lahan
oleh udara dan cahaya dengan membentuk
peroksida. Mendidih pada suhu lebih kurang 35℃.
Kelarutan : Larut dalam air; dapat bercampur dengan etanol,
dengan benzen, dengan kloroform, dengan heksana,
dengan minyak lemak dan dengan minyak menguap.
Khasiat : Sebagai pelarut senyawa organik, untuk obat bius
pada operasi dan desinfektan
Kegunaan : Sebagai obat anastesi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya,
diisi sebagian; pada suhu tidak lebih dari 30℃; jauh
dari api.
2.3 Uraian Hewan
2.2.1 Mencit (Mus musculus)
1. Klasifikasi
Menurut Rahmad Darmawan (2014), Klasifikasi dari mencit adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Cordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Sub-famili : Murinae Gambar 2.1
Genus : Mus Mencit (Mus musculus)
Spesies : musculus
2. Morfologi
Dilihat dari bentuk luarnya, mencit tampak praktis dan efisien untuk
penelitian-penelitian dalam laboratorium yang ruangannya terbatas. Luas
permukaan tubuhnya 36 cm2 pada berat badan 20 gram. Bobot pada waktu lahir
berkisar antara 0,5 – 1,5 gram yang akan meningkat sampai lebih kurang 40 gram
pada umur 70 hari atau 2 bulan. Berat badan mencit jantan dewasa berkisar antara
20- 40 gram dan mencit betina dewasa 25-40 gram (Rahmad Darmawan, 2014).
Mencit putih memiliki bulu pendek halus berwarna putih serta ekor
berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang daripada badan dan kepala.
Lama hidup mencit satu sampai tiga tahun, dengan masa kebuntingan yang
pendek (18-21 hari) dan masa aktifitas reproduksi yang lama (2-14 bulan)
sepanjang hidupnya. Mencit mecapai dewasa pada umur 35 hari dan dikawinkan
pada umur delapan minggu (jantan dan betina). Siklus reproduksi mencit bersifat
poliestrus dimana siklus estrus (berahi) berlangsung sampai lima hari dan lamanya
estrus 12-14 jam. Mencit jantan dewasa memiliki berat 20-40 gram sedangkan
mencit betina dewasa 18-35 gram. Hewan ini dapat hidup pada temperatur 30ºC
(Rahmad Darmawan, 2014).
Dapus
Andersen ML, Winter LMF. 2019. Animal models in biological and biomedical
research-experimental and ethical concerns. An Acad Bras Cienc 91:
e20170238.

Arjana A.A. 2016. Euthanasia pada hewan. Universitas udayana : denpasar

Aske, KC and Waugh, CA. 2017. Expanding the 3R principles. Embo Reports. vol
18(9): 1490–1492.

Azkiyah S. Z., 2019. Buku ajar farmakologi. Universitas Ibrahimy : Jaa Timur

Carbone L, Austin J. 2016. Pain and laboratory animals: publication practices for
better data reproducibility and better animal welfare. Plos One 11(5):
e0155001

Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi Kelima. Depkes RI : Jakarta.

Flecknell P. 2015. Analgesia and Post-Operative care. Laboratory Animal


Anaesthesia. 3rd Ed. Hlm. 139-179

Kuswandari, Serlly .2017. Uji Toksisitas Rhodamin B Dan Sakarin Terhadap


Gambaran Histopatologi Hepar Dan Ekspresi Tumor Necrosis Factor
Alpha (Tnf-Α) Hepar Tikus Putih (Rattus Norvegicus). Sarjana thesis,
Universitas Brawijaya : Malang.

Mutiarahmi, C. N., Hartady, T., & Lesmana, R. (2021). Kajian Pustaka:


Penggunaan Mencit sebagai hewan coba di laboratorium yang mengacu
pada prinsip kesejahteraan hewan. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, 10.

Rahmad, D. (2014). Uji Aktivitas Antiplasmodium Ekstrak Daun Sungkai


(Peronema Canescens) Terhadap Mencit Jantan (Mus Musculus) Serta
Implementasinya Sebagai LKS Pada Materi Protista. Universitas
Bengkulu.
Refnadita, veryanti R., Wulandari, Muti F., A. 2018. Petunjuk Dan Paket Materi
Praktikum Farmakologi. Institut Sains Dan Teknologi Nasional : Jakarta.

Rizal, M. R. (2018). Pengaruh Alga Coklat (Sargassum sp.) terhadap Body


Condition Scoring (BCS) pada Sapi Potong Betina (Doctoral dissertation,
Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

Stevani H., 2016. Praktikum Farmakologi : Modul bahan ajar farmasi. Pusdik
SDM Kesehatan,

Tolistiawaty I. 2014. Gambaran kesehatan pada mencit (Mus musculus) di


Instalasi Hewan Coba. Jurnal Vektor Penyakit 8(1): 27-32.

Anda mungkin juga menyukai