Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM II

PEMILIHAN DAN PENANGANAN HEWAN COBA


1. Pendahuluan
Hewan percobaan atau sering disebut hewan uji atau hewan laboratorium
atau hewan model adalah hewan vertebrata yang digunakan dalam percobaan,
pengujian atau pendidikan (pembelajaran). Hewan percobaan tersebut
digunakan sebagai model untuk penelitian terhadap pengaruh bahan kimia atau
obat yang akan digunakan pada hewan (baik terestial dan aquatik) atau manusia.
Pemilihan hewan percobaan merupakan salah satu aspek dalam
penelitian yang harus direncanakan dengan baik. Hal ini penting agar
mendapatkan hasil penelitian yang baik dan valid. Penggunaan hewan coba
merupakan pilihan terakhir jika tidak ada cara lain yang bisa menggantikan
hewan coba. Penggunaan hewan coba dimungkinkan jika sudah masuk dalam
tahapan terakhir uji klinis suatu agen atau obat sebelum diedarkan untuk
konsumsi manusia. Tidak jarang obat yang sedang diteliti tidak mneimbulkan
efek samping pada hewan namun kemudian setelah dikonsumsi oleh manusia
baru ditemukan efek samping terkait penggunaan obat tersebut. Untuk
menghindari hal tersebut maka perlu dilakukan pemilihan hewan coba yang
sesuai dengan tujuan penelitian.
Seiring dengan perkembangan jaman, sudah banyak teknologi yang
diperkenalkan untuk menggantikan penggunaan hewan coba. Namun dalam
bidang kesehatan, pangan dan gizi masih digunakan hewan coba dalam
penelitian disebabkan oleh: 1) keragaman subyek penelitian dapat diminimalkan;
2) variabel penelitian mudah dikendalikan; 3) daur hidup relative pendek
sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat mutigenerasi; 4) pemilihan
jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap materi
penlitian yang dilakukan; 5) biaya yang dikeluarkan relatif murah; 6) dapat
dilakukan pada penelitian yang beresiko tinggi; 7) mendapat informasi yang lebih
lengkap (dapat dibuat sediaan biologi dari organ yang digunakan); 8) untuk
penelitian yang bersifat simulasi, maka akandapat diperoleh data yang maksimal;
9) dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas
Hewan coba dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan penggunaannya:
1. Untuk penyelidikan (exploratory) dimana hewan coba digunakan untuk
memahami mekanisme biologis, baik yang normal (fisiologis) maupun
yang abnormal (patofisiologis)
2. Untuk penjelasan (explanatory) dimana hewan coba digunakan untuk
memahami lebih banyak masalah biologis yang kompleks
3. Untuk memperkirakan (predicitive) dimana hewan coba digunakan untuk
menentukan dan mengukur akibat dari perlakuan, baik untuk tujuan
mengobati penyakit atau mengetahui keamanan (toksisitas) suatu
senyawa kimia yang diberikan
Agar tujuan percobaan atau penelitian tersebut dapat dicapai maka faktor
– faktor dibawah ini dapat menjadi pertimbangan untuk memilih hewan coba:
1. Apakah hewan coba tersebut memiliki fungsi fisiologi, metabolisme dan
perilku serta prose penyakit yang sesuai dengan subyek manusia atau
hewan lain (subyek yang akan menggunakan hasil penelitian tersebut)?
2. Apakah karakteristik biologi atau perilaku hewan coba tersebut sesuai
dengan rencana penelitian yang akan dilakukan, misalnya bagaimana
cara menangani, lama hidup , kecepatan reproduksi, dan tempat hidup?
3. Apakah pustaka atau kajian kritis (review) menunjukkan bahwa spesies
hewan coba tersebut telah memberikan hasil yang valid dan terbaik untuk
penelitian sejenis atau hewan coba tersebut termasuk hewan yang sering
digunakan dalam penelitian sejenis?
4. Apakah spesimen (baik organ atau bagian lain) yang akan digunakan
dalam penelitian mencukupi pada hewan tersebut dan dapat dikoleksi
dengan prosedur yang tepat dan memungkinkan?
5. Apakah hewan coba yang akan digunakan memiliki standar genetic
ataupun mikrobiologi yang tinggi?
Penggunaan hewan coba yang baik dan benar dalam kegiatan – kegiatan
tersebut diatas membutuhkan penilaian berbasis keilmuan dan profesional.
Untuk menjamin kesejahteraan hewan coba, diperlukan suatu petunjuk atau
guidelines yang mengatur perlakuan, penanganan, perawatan sampai dengan
disposal hewan coba. Petunjuk tersebut diatur dalam animal ethics atau etika
hewan coba yaitu kesejahteraan hewan dalam kegiatan penelitian, pengujian dan
pendidikan, mencakup indikator fisik, fisiologi dan tingkah laku, yang tentu
berbeda untuk setiap spesies hewan.
Dalam bidang penelitian, penggunaan hewan coba merupakan suatu
bentuk kepercayaan dari masyarakat kepada komunitas peneliti dengan harapan
bahwa ada ilmu baru yang dihasilkan atau menghasilkan kontribusi dalam
peningkatan kesejahteraan manusia maupun hewan sendiri. Oleh karena itu,
keputusan untuk menggunakan hewan coba dalam penelitian membutuhkan
pemikiran kritis, penilaian dan analisis yang cermat serta teliti. Dengan demikian,
peneliti bertanggungjawab penuh terhadap penggunaan dan perawatan hewan
tersebut selama kegiatan penelitian berlangsung.
Petunjuk etika hewan coba meliputi metode praktis yang dikenal dengan
3R yaitu Replacement, Refinement dan Reduction. Replacement merujuk pada
metode yang menghindari penggunaan hewan, misalnya mengganti hewan coba
dengan sistem animasi seperti program komputer ataupun mengganti hewan
vertebrata dengan hewan yang lebih rendah (dalam sistem filogenetik).
Refinement merujuk pada modifikasi prosedur penelitian untuk meningkatkan
kesejahteraan hewan dan meminimalkan atau menghilangkan rasa sakit dan
stress. Dalam kenyataannya, sangat mungkin ada perlakuan dalam penelitian
yang menimbulkan rasa sakit yang tidak kelihatan. Reduction meliputi strategi
untuk mendapatkan informasi yang cukup dengan menggunakan hewan coba
dalam jumlah sedikit. Tentu saja pendekatan ini membutuhkan analisis desain
penelitian, aplikasi teknologi terbaru, penggunaan metode statistik yang
memadai, dan kontrol berbagai faktor lingkungan eksternal yang dapat
mempengaruhi hewan coba.
Pemeliharaan, penggunaan dan penanganan hewan coba tertuang dalam
peraturan, kebijakan dan prinsip penggunaan. Praktikum kali ini tidak akan
membahas mengenai peraturan dan kebijakan penggunaan hewan, namun lebih
fokus pada prinsip penggunaan hewan coba dan faktor – faktor yang harus
diperhatikan. Peraturan dan kebijakan menjadi tanggungjawab penuh Intitusi
(dalam hal ini FKH Undana melalui Komisi Etik hewan). Pemeliharaan hewan
coba tentu saja mencakup lingkungan, kandang/perkandangan dan
manajemennya. Fasilitas pemeliharaan dan manajemen yang memadai dan baik
sangat penting dalam kesejahteraan hewan, kualitas dan hasil penelitian,
pengujian serta kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Selain itu, keselamatan
dan kesejahteraan pegawai atau personel yang menangani juga terjamin.
2. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui tujuan penggunaan hewan coba dalam
penelitian ilmu kesehatan dan pangan, mklasifikasi hewan ciba sesuai dengan
tujuan penggunaan, mengetahui faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih hewan coba, mengetahui prinsip 3R dalam penggunaan hewan
coba, mempelajari dan menerapkan tata cara handling hewan percobaan
(mencit, tikus dan kelinci), dan mengetahui tata cara pemberian obat sesuai rute
pemberian yang didasarkan pada bentuk sediaan obat dengan pemberian yang
baik dan benar serta pemeliharaan hewan coba sesuai dengan prinsip animal
welfare.
3. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah kandang kawat dan
serbet. Bahan yang digunakan meliputi penuntun praktikum, link video pemilihan
hewan coba, hewan coba (mencit, tikus, kelinci), syringe 1ml, syringe 3ml, jarum
no 23G, 24G, dan 30G; Aqua bidestilata 50ml, pewarna makanan, gloves, dan
kanulla.
4. Metodologi
Praktikum ini dilaksanakan dengan metode kombinasi yaitu menonton video
mengenai pemilihan hewan coba, melakukan teknik handling hewan coba
(opsional dalam kondisi pandemi) dan mengerjakan evaluasi secara individu
kemudian mengirim kembali via google classroom.
A. Handling Hewan Coba
Mencit
Karakteristik Utama Mencit
Dalam laboratorium mencit mudah ditangani. Hewan nocturnal ini
memiliki sifat penakut, fotofobik dan cenderung berkumpul dengan
sesamanya. Secara alamiah hewan ini cenderung menggigit bila mendapat
sedikit perlakuan kasar. Parameter fisiologis mencit meliputi suhu tubuh
adalah 37.4⁰C dan laju respirasi adalah 163 x/menit.
Cara Handling Mencit
Mencit dikeluarkan dari kandang Gambar 1.1.
dengan memegang ujung ekornya
menggunakan tangan kanan.
Kemudian mencit dibiarkan
menjangkau kawat kandang dengan
kaki depannya (Gambar 1.1)
Gambar 1.2.
Dengan tangan kiri, kulit tengkuk
dijepit diantara ibu jari dan jari
telunjuk (Gambar 1.2)

Gambar 1.3.
Kemudian ekornya dipindahkan dari
tangan kanan ke antara jari manis
dan jari kelingking, hingga mencit
cukup erat dipegang (Gambar I.3).
Pemberian obat kini dapat dimulai.

Cara pemberian obat


Maksimum volume injeksi disetarakan dengan bobot badan mencit 20 g. Volume
penyuntikan untuk mencit umumnya adalah 1 mL/ 100 g bobot badan. Kepekatan
larutan obat yang disuntikan disesuaikan dengan volume yang dapat disuntikkan
tersebut.
1. Oral (PO) : Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum oral
(kanulla). Kanulla ini dimasukkan ke dalam mulut kemudian
perlahan-lahan dimasukkan melalui tepi langit-langit ke belakang
sampai oesofagus. Maksimum volume obat yang diberikan PO
adalah 1 mL.
2. Subkutan (SC) : Diberikan di bawah kulit pada daerah tengkuk. Maksimum
volume injeksi 0.5 mL
3. Intravena (IV) : Penyuntikan dilakukan pada vena coccygea menggunakan
jarum no 24. Mencit dimasukkan ke dalam pemegang (dari
kawat/bahan lain) dengan ekornya menjulur keluar. Ekor
dicelupkan kedalam air hangat untuk mendilatasi vena guna
mempermudah penyuntikan. Maksimum volume injeksi 20 mL
(Gambar 1.4)
4. Intramuskular : Menggunakan jarum no 24. Disuntikan ke dalam otot paha
(IM) posterior. Maksimum volume injeksi 0,05 mL (Gambar 1.5)

Femur

Sciatic nerve

Gambar 1.5.
5. Intra Peritoneal : Untuk penyuntikan dengan teknik ini mencit dipegang pada
(IP) punggungnya sehingga kulit abdomen menjadi tegang (Gambar
1.3). Pada saat penyuntikan, posisi kepala mencit lebih rendah
dari abdomennya. Jarum disuntikkan dengan membentuk sudut
10⁰C dengan abdomen, agak menepi dari garis linea alba, untuk
menghindari vesica urinaria, jangan pula terlalu tinggi agar tidak
mengenai hepar. Maksimum volume injeksi IP adalah 1 mL

Tikus
Karakteristik Utama Tikus
Hewan ini pada umumnya tenang dan mudah ditangani, tidak begitu
fotofobik dan tidak cenderung berkumpul dengan temannya. Tikus relatif resisten
terhadap infeksi, cerdas, dan aktifitasnya tidak terganggu dengan adanya
manusia. Tikus menjadi galak dan agresif jika diperlakukan kasar atau
mengalami defisiensi nutrisi. Tikus memiliki suhu normal 37⁰C dengan laju
respirasi 210 x/menit.
Cara Handling Tikus
Tikus dapat diperlakukan sama dengan 2
mencit, dengan beberapa cara: 1
Cara 1: Harus diperhatikan bahwa
sebaiknya bagian ekor yang dipegang
adalah bagian pangkal. Tikus diangkat dari
kandangnya dengan memegang
tubuh/ekornya dari belakang, kemudian
diletakkan diatas permukaan kasar.
Tangan kiri diluncurkan dari belakang
Gambar 1.6
tubuhnya, menuju kepala dan ibu jari
diselipkan ke depan untuk mencepit kakki
kanan depan tikus antara jari dengan
telunjuk (Gambar 1.6)
Cara 2: Teknik ini dilakukan dengan
bantuan alat sehingga dikenal dengan
restrain mekanik. Tujuan dari teknik ini
untuk mengoleksi darah atau penyuntikan
pada vena ekor. Langkah yang dilakukan
sama dengan cara 1, kemudian tikus
dimasukkan ke dalam pelxiglas restraint
box dengan arah kepala dimasukkan
terlebih dahulu. Tutup ujung box agar tikus
tidak dapat keluar (Gambar 1.7) Gambar 1.7

Cara pemberian obat


Prinsip dasar cara pemberian obat pada mencit dan tikus dilakukan
dengan cara yang sama. Maksimum volume injeksi disetarakan pada bobot
badan tikus 200 g.
1. Oral : Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum
oral (kanulla). Kanulla dimasukkan ke dalam mulut dan secara
perlahan dimasukkan melalui tepi langit-langit ke belakang
sampai oesophagus (Gambar 1.8)

Gambar 1.8
2. Subkutan : Injeksi diberikan di bawah kulit pada daerah tengkuk dengan
syringe 1-10 mL, jarum no 22-23. Maksimum volume injeksi 5
– 10 mL (Gambar 1.9)

Gambar 1.9.
3. Intravena : Penyuntikan dilakukan pada v. coccygea (jarum masuk
kurang lebih 3 mm ke dalam lumen vena. Sebelumnya ekor
dicelupkan kedalam air hangat dengan suhu 47⁰C (± 1 menit)
agar terjadi dilatasi vena dan memudahkan penyuntikan
(tikus dimasukkan ke dalam plexiglass restraint box. Injeksi
rute ini menggunakan syringe 1 mL dan jarum no 25-30G.
Maksimum volume injeksi 0,5 ml pada tikus muda
(Gambar 1.10)

4. Intramuskular : Injeksi ini menggunakan syringe 1 mL, jarum no 22-30G.


Injeksi dilakukan kedalam otot paha posterior (volume
maksimum 0.3 mL). Untuk melakukan penyuntikan ini
dibutuhkan 2 orang. Obat tidak diberikan secara cepat sebab
dapat menimbulkan trauma pada otot (Gambar 1.11)

5. Intra Peritoneal : Untuk penyuntikan dengan teknik ini dilakukan oleh 2 orang.
Salah seorang memegang tikus dengan cara restraint 1. Pada
saat penyuntikan, posisi kepala tikus lebih rendah dari
abdomennya. Jarum disuntikkan dengan membentuk sudut 30
⁰C dengan abdomen, agak menepi dari garis linea alba, untuk
menghindari vesica urinaria, jangan pula terlalu tinggi agar
tidak mengenai hepar. Syringe 1-10 ml, jarum 22 – 30 G
dengan maksimum volume injeksi 5- 10 ml (Gambar 1.12)

Gambar 1.12
6. Intra Dermal : Penyuntikan ini dilakukan pada tikus dalam kondisi
teranestesi. Sebelum penyuntikan rambut pada area kulit
dicukur dan disterilkan dengan alkohol. Jarum disuntikkan
dengan membentuk kemiringan 20⁰C; dimasukkan diantara
lapisan dalam kulit. Syringe 1 ml, jarum no 25-30 G.
Gambar 1.13
Kelinci
Karakteristik Utama Kelinci
Kelinci jarang sekali bersuara, kecuali dalam keadaan nyeri luar biasa..
Pada umumnya, kelinci akan meronta apabila keamanannya terganggu. Kelinci
harus diperlakukan dengan halus namun sigap. Suhu rektal kelinci sehat antara
38.5- 40⁰C. Suhu rektal ini berubah apabila hewan tersebut tereksitasi ataupun
karena gangguan lingkungan. Sedangkan , lju respirasi kelinci dewasa normal
adalah 38-65 x/menit. Maksimum volume injeksi disetarakan pada bobot badan
kelinci 1.5 kg.
Cara Handling Kelinci
Menangkap atau memperlakukan kelinci
jangan dengan mengangkat pada
telinganya, tetapi pada leher kelinci dengan
menggunakan tangan kiri dan bagian
pantatnya dengan tangan kanan (Gambar
1.14)

Kemudian kelinci didekapkan ke dekat


tubuh (Gambar 1.15)

Cara Pemberian obat


1. Oral : Pemberian oral dengan cara ini dihindari, tapi bila dipakai
maka digunakan alat penahan rahang dan pipa lambung.
Maksimum volume injeksi 20 ml
2. Subkutan : Penyuntikan area ini dilakukan pada daerah kulit di sisi
sebelah pinggang atau bagiang tengkuk, dengan syringe
no 15G dengan arah anterior. Maksimum volume injeksi 3
ml
3. Intravena : Vena yang dipilih adalah vena marginalis yang dilakukan
pada daerah dekat ujung telinga yang terlebih dahulu
dibasahi dengan air hangat atau alkohol. Pencukuran
diperlukan terutama untuk kelinci dengan warna rambut
gelap. Maksimum volume injeksi 3 – 10 ml
4. Intra muscular : Dilakukan pada otot kaku belakang dengan cara yang
sama pada penyuntikan mencit dan tikus. Maksimum
volume injeksi 0.5 ml
5. Intra peritoneal : Posisi kelinci diatur sedemikian hingga agar letak kepala
lebih rendah daripada perut. Penyuntikan dilakukan pada
garis tengah di muka vesica urianaria. Maksimum volume
injeksi 10 ml
EVALUASI
1. Mengapa hewan coba masih digunakan dalam penelitian di bidang
pangan dan kesehatan? (20)
2. Apa saja faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
hewan coba? (10)
3. Apa perbedaan mencit dan tikus? (20)
4. Jika anda ingin mengetahui efek suatu kandungan bahan aktif tanaman
sebagai antikolesterol, maka hewan coba apa yang tepat untuk
digunakan? Jelaskan pendapatmu! (20)
5. Seorang mahasiswa hendak melakukan penelitian mengenai khasiat
suatu senyawa yang berkhasiat anti muntah. Mahasiswa tersebut hendak
menggunakan kelinci sebagai hewan coba. Menurut anda, apakah
pemilihan hewan coba tersebut sudah tepat? Jelaskan pendapat anda dan
jenis hewan coba apa yang tepat untuk digunakan! (20)

Anda mungkin juga menyukai