Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“Penanganan Hewan Percobaan”

Dosen Pengampu :

Ibu Apt. Silfi Nurafni, M. Farm

Disusun oleh
Nama : Anisa Pebrianti (20012039)
Kelas : S1 B Reguler Khusus
Semester : 6 (Enam)

Program SI Farmasi Regular Khusus


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN
FARMASI BOGOR 2023

Jl. Kumbang No. 23 RT.02/RW.04 Babakan, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor,
Jawa Barat 16128
Website: www.sttif.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

 Mampu menangani hewan mencit, tikus, dan marmot dan untuk percobaan
farmakologi.
 Mengetahui cara menangani hewan secara manusiawi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi responnya.
 Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan.

1.2 Latar Belakang

Farmakologi adalah ilmu yang mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan


menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan
khusus dengan farmasi, yaitu cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan
menyediakan obat (Sudjadi Bagad, 2007).
Peranan hewan percobaan dalam kegiatan praktikum kali ini untuk
mengetahui bagaimana cara kita sebagai mahasiswa maupun sebagai
seorang peneliti dalam hal ini mengetahui tentang kemampuan obat pada seluruh
aspeknya yang berhubungan dengan efek toksiknya maupun efek sampingnya
tentunya kita membutuhkan hewan uji atau hewan percobaan. Hewan coba adalah
hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologis. Dalam
praktikum kali ini menggunakan mencit sebagai hewan percobaan. Mencit
merupakan hewan yang mudah ditangani dan bersifat penakut fotofobik,
cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih


sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu
senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai
fartor, yaitu
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri adalah umur, jenis kelamin,
bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan,dan cara pemeliharaan. Keadaan faktor–faktor ini dapat
merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa
bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan
percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan
hasil. Di samping itu, cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan
percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang
bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang
digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan
digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa
bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui
proses absorpsi terlebih dahulu kemudian sifat fisiologi yang berpengaruh.
a. Distribusi.
b. Absorpsi suatu senyawa bioaktif di samping ditentukan oleh sifat senyawa
bioaktifnya sendiri juga ditentukan oleh sifat/keadaan daerah kontak mula
oleh senyawa bioaktif dengan tubuh. Sifat–sifat fisiologis seperti jumlah
suplai darah dan keadaan biokimia daerah kontak mula senyawa bioaktif
dengan tubuh menentukan proses absorpsi senyawa bioaktif yang
bersangkutan. Jumlah senyawa bioaktif yang akan mencapai sasaran
kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda.
c. Cara atau rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak
mula senyawa bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi efek senyawa bioaktif. Penanganan umum beberapa
hewan coba berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati,
percobaan dengan hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian
dan penganan/perlakuan yang khusus (Malole, 1989).

Cara Penanganan Hewan Coba


Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan banyak
digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.
Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung
berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif.
Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya.
Cara Memegang mencit
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan,
biarkan menjangkau / mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).
Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya
seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara
jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah
terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan (Malole, 1989).
Cara Pemberian Obat
Berbagai cara pemberian perlakuan terhadap hewan coba dapat dilakukan
dengan cara:
1. Cara pemberian oral
Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan alat suntik yang
dilengkapi jarum/kanula oral (berujung tumpul). Kanula ini dimasukkan ke
dalam mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui langit-langit ke
arah belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu
diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan kanus yang mulus disertai
pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang
benar. Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernafasan atau
paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kematian (Thomson,
E.B, 1985).
2. Cara pemberian intra peritoneal
Mencit dipegang pada kulit punggungnya sehingga kulit abdomennya
tegang.Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen yaitu
dengan menunggingkan mencit atau tikus Jarum disuntikkan sehingga
membentuk sudut 46 derajat dengan abdomen, posisi jarum agak menepi dari
garis tengah (linea alba) untuk menghindari agar tidak mengenai organ di
dalam peritoneum (Thomson, E.B , 1985).
3. Cara pemberian subkutan:
Penyuntikkan dilakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk
dicubit di antara jempol kemudian jarum di masukan di bawah kulit di antara
kedua jari tersebut (Thomson, E.B , 1985).
4. Cara pemberian intramuskular
Penyuntikan dilakukan ke dalam otot pada daerah otot paha
(Thomson, E.B, 1985) .
5. Cara pemberian intravena
Penyuntikan dilakukan pada vena ekor. Hewan dimasukkan ke dalam
kandang individual yang sempit dengan ekor dapat menjulang ke luar.
Dilatasi vena untuk memudahkan penyuntikan, dapat dilakukan dengan
pemanasan di bawah lampu atau dengan air hangat cara lain Masukkan hewan
ke dalam “holder” sehingga ekor terjulur ke luar. Obat disuntikkan pada vena
ekor (vena lateral) dengan terlebih dahulu vena ekor di dilatasi menggunakan
alkohol atau xylol (Thomson, E.B , 1985).
Bobot Badan hewan Coba yang Digunakan
Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunakan dapat
berdasarkan kriteria bobot badannya di samping usianya. Farmakope Indonesia
edisi III-1979 mengemukakan kriteria bobot beberapa hewan percobaan yang
digunakan dalam uji hayati.
Mencit : 17-25 gram
Kelinci : 15-20 kg
Tikus : 150-200 gram
Kucing : tidak <5kg
Marmot : 300-500 gram
Merpati : 100-200 gram

Cara Mengorbankan Hewan Percobaan


1. Pengorbanan hewan sering diperlakukan apabila keadaan rasa sakit yang
hebat atau lama akibat suatu percobaan atau apabila mengalami kecelakaan,
menderita sakit atau jumlahnya terlalu banyak dibandingkan dengan
kebutuhan.
2. Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan sedemikian
sehingga hewan akan mati dengan seminimal mungkin rasa sakit. Pada
dasarnya cara fisik yaitu dengan melakukan dislokasi leher adalah cara yang
paling cepat, mudah dan berprikemanusiaan, tetapi cara perlakuan kematian
juga perlu ditinjau bila ada tujuan dari pengorbanan hewan percobaan dalam
rangkaian percobaan.
3. Cara pengorbanan hewan lain adalah dengan menggunakan gas
karbondioksida dalam wadah khusus atau dengan pemberian pentobarbital
natrium pada takaran letalnya.
Anestesi pada Hewan Percobaan
Perlakuan anestesi terhadap hewan percobaan kadang kala diperlukan untuk
memudahkan cara pemberian senyawa bioaktif tertentu (pemberian i.v pada vena
penis tikus) dan untuk percobaan-percobaan tertentu, misalnya pengukuran
tekanan darah insitu pada carotid hewan dengan manometer condon. Umumnya
anestesi hewan percobaan dapat dilakukan dengan pemebrian uretan sebesar 1,2
gram/kg bobot badan yang diberikan secara intraperitoneal.
Uraian Hewan Coba
Mencit (Mus musculus) (Syafri, M. 2010)
Berat dewasa : 20-40 gram (jantan) dan 18-35 gram (betina)
Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
BAB III
METODE KERJA
2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
 Sonde
 Spet
 Stopwatch
 Kandang mencit
 Penutup kandang yang kasar (kawat)
 Lampu senter
 Handchoen
 Masker
2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
 Mencit (Mus musculus)sebagai hewan coba
 Koran
 Tissue
 Alcohol 70%
2.3 Prosedur Kerja

Cara penanganan pada hewan coba Mencit

Dipegang ujung ekornya dengan tangan kanan

Dibiarkan menjangkau atau mencengkeram kawat kandang

Dijepit kulit tengkuknya dengan tangan kiri bagian ibu jari dan jari telunjuk
seerat atau setegang mungkin

Dipindahkan ekornya dari tangan kanan

Dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri

Mencit siap diberi perlakuan

Cara Pemberian Obat secara Oral

Dipersiapkan hewan coba (mencit) sejumlah 3 ekor

Dipegang tengkuk mencit sedemikian rupa dengan tangan kiri sehingga ibu
jari melingkar di bawah rahang sehingga posisi abdomen lebih tinggi dari
kepala

Dimasukkan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum/kanula oral


(berujung tumpul) yang berisi sampel ke dalam mulut, diluncurkan
perlahan-lahan melalui langit-langit ke arah belakang sampai esofaghus

Dicatat dan diamati waktu efek terapinya


Cara Pemberian Obat secara Subkutan

Dipersiapkan hewan coba (mencit) sejumlah 3 ekor

Dicubit di antara ibu jari dan jari telunjuk pada daerah kulit tengkuk

Ditusukkan alat suntik yang berisi sampel di antara kedua jari tersebut

Dicatat dan diamati waktu efek terapinya


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Cara Waktu Waktu
Hewan coba Keterangan
pemberian pemberian bereaksi
Pada rentang waktu
54 menit mencit
Oral 07.58 WIB 08.52 WIB
mulai stress dan
kelelahan.
Mencit Pada rentang waktu
40 menit mencit
Subkutan 08.03 WIB 08.43 WIB mulai lelah dan
hanya diam di
tempatnya.

4.2 Pembahasan
Pada praktikum farmakologi kali ini telah dilakukan penanganan hewan coba dan
pemberian obat pada mencit menggunakan 2 cara, yaitu secara oral dan subkutan.
Hewan coba yang digunakan adalah mencit jantan . Pertama kali yang dilakukan
adalah memegang mencit dengan benar. Adapun cara memengang mencit yang benar
yaitu dengan mengangkat ujung ekor mencit dengan tangan kanan dan
mengeluarkannya dari kandang kemudian meletakkannya di tempat yang
permukaannya kasar (misalnya pada rang kawat pada penutup kandang), kemudian
menjinakkannya dengan cara mengelus-elus bagian tekuk mencit menggunakan jari
telunjuk. Stress pada mencit ditandai dengan mekarnya rambut pada tubuh mencit
lalu tubuhnya bergetar, mencitpun jadi liar. Kemudian setelah mencit tenang kita
menarik kulit pada bagian tengkuk mencit dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan
kiri, dan tangan kanan memegang ekornya lalu membalikkan tubuh mencit sehingga
menghadap ke atas dan menjepit ekor dengan kelingking dan jari manis tangan kiri.
Praktikum selanjutnya adalah pemberian obat pada hewan percobaan (mencit A)
secara oral. Pertama obat dimasukan melalui mulut mencit dengan bantuan alat
kanula oral yang biasa disebut sonde. Pada saat pemasukan kanula harus dilakukan
dengan teliti dan hati-hati karena jika cara pemberian yang keliru dan masuk kedalam
saluran pernafasan atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan
kematian. Dari hasil percobaan yang dilakukan pada pemberian obat secara peroral,
yaitu obat mulai bereaksi pada menit ke-54 dari waktu awal pemberian. Efek yang
ditimbulkan adalah mencit mulai stress dan kelelahan.
Pemberian obat secara subcutan pada mencit (B), yaitu pemberian obat dilakukan
dibawah kulit tengkuk mencit, dengan cara kulit tengkuk dicubit dengan ibu jari dan
jari telunjuk. Kemudian dibersihkan area kulit yang akan disuntik dengan alcohol
70%, dengan tujuan agar dapat mensterilkan bagian yang akan dimasuki jarum suntik.
Efek yang dialami mencit setelah 40 menit adalah mencit yang pada awalnya
bergerak aktif berubah menjadi diam ditempatnya.Berdasarkan hasil pengamatan dari
kedua cara pemberian obat itu, yaitu secara oral dan subkutan pada mencit
menghasilkan perbedaan waktu efek yang ditimbulkan. Pada pemberian obat secara
subkutan lebih cepat dari pada pemberian obat secara oral.
Adapun keuntungan dan kerugian dari pemberian dari kedua cara pemberian obat
tersebut, yaitu pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat secara
umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah banyak
faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya. Sedangkan pemberian secara
subkutan memiliki keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur
dibandingkan dengan pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi
maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat karena pada pemberian subcutan
tidak mengalami poses metabolisme di saluran pencernaan melainkan langsung
menuju ke saluran sirkulasi dengan melalui membran pada kulit dan langsung ke
kapiler.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih
sayang dan berprikemanusiaan.
 Hewan coba yang baik harus bebas dari patogen, mempunyai kemampuan
dalam memberikan reaksi imunitas yang baik, kepekaan terhadap suatu
penyakit, dan mengikuti standart tertinggi sehubungan dengan (nutrisi,
kebersihan pemeliharaan).
 Pemberian obat pada hewan coba dapat diberikan secara peroral, subkutan,
intravena, intramuskular, dan intraperitoneal.
 Volume cairan obat yang diberikan pada hewan percobaan tidak boleh
melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan.
 Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada spesies
hewan percobaan, diperlukan data penggunaan dosis dengan menggunakan
perbandingan luas permukaan tubuh setiap spesies.
 Terdapat factor internal dan eksternal pada hewan percobaan yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan.

5.2 Saran
 Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pembacaan
skala spuit agar dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek yang
dikehendaki
 Lebih berhati-hati dalam pemberian obat secara subkutan agar tidak
mengalami kerusakan pada jaringan kulit pada saat penyuntikan.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Anonimous, 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Laboratorium Fisiologi
hewan. Fakultas Biologi. Universitas Gajah mada. Yogyakarta.
Katzung, BG. 1997.Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6.EGC : Jakarta, hal.414-
417.
Malole, M. B. M. dan C. S. Pramono. (1989). Penggunaan Hewan-hewan percobaan
Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syamsuddin, Muhammad. 2013. Laporan Farmakologi.
http://kokhainband.blogspot.com/2013/ 05/laporan-farkol_22.html.
Diakses pada tanggal 25 Maret 2015
Muliani H, (2011). Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Biji
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi
Vol.XIX, No. 1. Fakultas MIPA Universitas Diponegoro. Semarang.
Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi
dan Terapi”. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 3-
5.
Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia.
University Press, Jakarta.
Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik
Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.
Tim laboratorium farmakologi, 2015. Petunjuk Pratikum Farmakologi . Institut Ilmu
Kesehatan Kediri: Kediri

Anda mungkin juga menyukai