Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman jenis hayati (hewan percobaan) yang di miliki ataupun yang dipakai
sebagai animal model dari suatu laboratorium medis, baik di bidang farmasi, psikologi, ekologi,
mikrobiologi, virologi,radiologi, kanker biologi dan sebagainya. Di negara manapun
merupakan model dasar hidup yang mutlak dalam berbagai kegiatan penelitian, secara definisi
hewan percobaan yang digunakan sebagai alat penilai atau merupakan model hidup dari suatu
penelitian atau pemeriksaan laboratorium baik medis maupun non medis secara
individual.

Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak
puluhan tahun lalu. Bahkan sebagai pola kebijaksanaan pembangunan nasional bahkan
internasional dalamrangka keselamatan umat manusia di dunia adalah adanya deklarasi
heisensi yang berisi tentang segi teknik percobaan yang menggunakan manusia (1964)
antara lain dikatakan perlunya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia,
sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission dalam
keikutsertaan menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian
biomedis. Maka dari itu penanganan hewan coba hendaklah dilakukan dengan penuh
rasa kasih sayang dan perikemanusiaan.

Penanganan hewan coba antara lain:

1. Mencit (mus musculus)


dipengang dengan cara memengang ekornya,setelah itudi elus-elus agar tenanglalu
dijepit bagian belakang dekat lehernya lalu di angkat dan ekornya di lilitkan di
jar kelingking kemudian dibalik, dan mencit siap diberi perlakuan.

2. Tikus (rattus novergicus)Mula-mula di pengang ekornya lalu pelan-pelan tangan kiri


memengang kulit tengkuknya lalu di balik maka tikus siapdiberi sediaan.
3. Kelinci (orictolagus cunniculus)Perlahan-lahan kelinci dikeluarkan dari kandangdengan
memengang kuliat bagian lehen dan tagan kiri memengang bagian bawa
kelinci,kemudian dimasukan kedalam kandang dan siap diberikan sediaan.

Pada dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam mengembangkan suatu
penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang
berbagai macam penyakit seperti: malaria, filariasis, demam berdarah, TBC, gangguan jiwa dan
semacam bentuk kanker. Hewan percobaan tersebut oleh karena sebagai alternatif terakhir
sebagai animal model. Setelah melihat beberapa kemungkinan peranan hewan percobaan,
maka dengan berkurangnya atau bahkan tidak tersedianya hewan percobaan, akan berakibat
penurunan standar keselamatan obat-obatan dan vaksin, bahkan dapat melumpuhkan beberapa
riset medis yang sangat dibutuhkan manusia (Sulaksono,1992:318).

Hewan coba/hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus
diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk penelitian
pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan
penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan
pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat manusia di dunia
adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang
menggunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan percobaan pada hewan,
sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan
terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission di
dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu
penelitian biomedis (Sulaksono,1992:321).

Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor keturunan
dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan percobaan,
maka ada 4 golongan hewan, yaitu :

1) Hewan liar.

2) Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka


3) Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim
barrier (tertutup).

4) Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan
sistem isolator.

Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan macam
percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin
sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan
dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan
percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksono,1987 :323)

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan
percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain (Malole,1989:475) :

1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan
kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.

2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi
dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan
sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.

3. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan
terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan
percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping
itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon
hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara
pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan
digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat
mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam tubuh,
sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang
merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008:127).

Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan dalam lingkungan yang stabil dan sesuai
dengan keperluan fisiologis, termasuk memperhatikan suhu, kelembaban dan kecepatan
pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Kebanyakan hewan coba tidak dapat
berkembangbiak dengan baik pada kamar lebih tinggi dari suhu 300C. Mencit, tikus dan marmut
maksimum perkembangbiakannya pada suhu 300C, kelinci pada suhu 2500C
(Malole,1989:481).

a. Pengawasan status kesehatan

Standar kebersihan hewan percobaan yang diperlukan sama dengan manusia harus dijaga agar
dapat hidup sehat. Dinding dan lantai misalnya harus tahan air dan mudah dicuci. Lantai harus
dibuat sedemikian rupa agar air dapat mengalir dan cepat kering sesudah dicuci. Bahan
bangunan yang dipakai untuk membangun gedung harus kuat dan tahan lama.

b. Pengawasan orang yang akan merawat hewan percobaan

Jumlah pengunjung yang masuk ke dalam kamar penelitian/ pemeliharaan harus dibatasi karena
semakin banyak yang masuk dapat menyebabkan jumlah mikroorganisme patogen dan dapat
saling mengkontaminasi.

c. Pengawasan makanan dan minuman

Kualitas makanan baik dapat diperoleh jika nilai komponen ransum telah diketahui. Misalnya,
tikus dan mencit memerlukan ransum yang mengandung 20% protein sedangkan kelinci dan
marmut hanya memerlukan 14-15% protein.

d. Pengawasan sistem pengolahan dan pembiakan


Dalam keadaan ideal, semua harus ideal. Misalnya, kandang hewan coba harus diketahui batas
masimalnya, makanan dan minuman yang harus selalu diperhatikan. Kebanyakan pemberian
makanan/minuman bisa mencemari kandang dan memberi lingkungan tidak sehat.

e. Pengawasan kualitas hewan

Kualitas genetik hewan coba penting dalam penelitian dasar. Sering bahwa hewan coba inbreed
mempunyai kualitas genetik lebih tinggi dan lebih bermanfaat dibandingkan hewan percobaan
outbreed. Tetapi itu tidak selalu benar.

Dapus:

Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan – Hewan Percobaan Laboratorium.


Bogor : IPB. DitJen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.

Sulaksono, ME., 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan Percobaan. Jakarta.
http : //www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_Perkembangan Biakan Hewan Percobaan.

Priyanto, dan Batubara,L., 2008, Farmakologi Dasar, 77-78, Leskonfi, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai