Anda di halaman 1dari 9

“ORIENTASI DAN PENGENALAN”

“RUTE PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT”

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Muhammad Yogi
Naufal Rachman
Noor Lathifah
Nur Syifa
Nurul Kamila
Nurul Magfirah
Putri Amanda
Regina
Saadiah Mulianawati
Syarifah Fahira Fasya Azzahra (19482011071)

Hari/ Tanggal Praktikum : Selasa, 18 Februari 2020


Dosen Pembimbing : Triswanto Sentat

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PRODI SARJANA FARMASI
STIKES SAMARINDA
2020
“ORIENTASI DAN PENGENALAN”
“RUTE PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT”

I. Tujuan Percobaan
Mengetahui pengelolaan hewan uji ( karakteristik,
memegang, pemeliharaan, pakan, dan kenyamanaan
hewan uji)
Pada bab pertama ini akan diuraikan dengan
singkat karakteristik beberapa hewan uji dan
penanganannya. Pengetahuan tentang karakteristik
hewan uji menjadi sangat penting untuk diketahui oleh
para peneliti atau praktikan, karena sering kali
karakteristik hewan uji menjadi dasar dalam pemilihan
hewan. Beberapa kesalahan peneliti juga dapat terjadi
karena ketidaktahuan tentang karakteristik hewan
yanng akan mereka gunakan.

II. Dasar Teori


A. Hewan Uji

Hewan coba/hewan uji  atau sering disebut hewan


laboratorium adalah hewan yang khusus diternakan
untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan
digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau
obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam
kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan
tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan
pembangunan nasional bahkan internasional, dalam
rangka keselamatan umat manusia di dunia adalah
adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang
segi etik percobaan yang menggunakan manusia
(1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan
percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang
biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau
diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan
demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission di
dalam keikutsertaannya menunjang program
keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian
biomedis (Sulaksono,1992:321).
Penanganan hewan percobaan hendaklah
dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis
suatu senyawa bioaktif dengan  hewan percobaan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
(Malole,1989:475) :
1.      Faktor internal pada hewan percobaan sendiri:
umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan kesehatan,
nutrisi, dan sifat genetik.
2.      Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan,
keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam
kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai
oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara
pemeliharaan.
3.      Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau
mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap
senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak
wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi
hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di
samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap
hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan
terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama
segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang
digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau
bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan
percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa
bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa
bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan
kecepatan obat yang masuk ke dalam tubuh, sehingga
merupakan penentu keberhasilan terapi atau
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute
pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral
(Priyanto, 2008:127).
Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan
dalam lingkungan yang stabil dan sesuai dengan
keperluan fisiologis, termasuk memperhatikan suhu,
kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang
ekstrim harus dihindari. Kebanyakan hewan coba tidak
dapat berkembangbiak dengan baik pada kamar lebih
tinggi dari suhu 300C.
MENCIT
Mencit, tikus dan marmut maksimum
perkembangbiakannya pada  suhu 300C, kelinci pada
suhu 2500C (Malole,1989:481).
Mencit ( Mus musculus ) merupakan hewan
laboratorium yang paling luas dan paling banyak
digunakan untuk praktikum. Mencit merupakan anggota
dari Muridae ( tikus-tikusan) yang berukuran kecil.
Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal
sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya
menggigiti mebel dan barang-barang kecil lainnya,
serta bersarang di sudut-sudut lemari. Hewan ini diduga
sebagai mamalia  terbanyak kedua di dunia,
setelah manusia . Mencit sangat mudah menyesuaikan
diri dengan perubahan yang dibuat oleh manusia,
bahkan jumlahnya yang hidup liar di hutan barangkali
lebih sedikit daripada yang tinggal di perkotaan. Mencit
percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit,
melalui proses seleksi. Sekarang mencit juga
dikembangkan sebagai hewan peliharaan (Amori,
1996).
Pemberian obat pada hewan uji dapat diberikan secara
per oral, subkutan, intramuscular, intravena,dan
intraperitonial. ‘Secara per oral dapat dilakukan dengan
mencampurkan dengan makanan, bisa juga dengan
menggunakan jarum khusus berukuran khusus 20 dan
panjang 5 cm untuk memasukkan obat langsung pada
bagian esophagus hewan uji. jarum ini ujungnya bult
dan berlubang ke samping. Rute sebkutan paling
mudah dilakukan pada mencit. Obat-obat dapat
diberikan kepda mencit dengan jarum yang panjangnya
0,5-1,0 cm dan ukuran 22-24 gauge. Obat bisa
disuntikkan di bawah kulit di daerah punggung atau di
daerah perut. Kekurangan rute ini adalah obat harus
dapat larut dalam cairan hingga dapat disuntikkan.
Rute pemberian obat secara intramuscular lebih
sulit dikarenakan  otot mencit sangat kecil, obat bisa
disuntikkan ke otot paha bagian belakang dengan
jarum panjang 0,5-1,0 cm dan ukuran 24 gauge.
Suntikan tidak boleh terlalu dalam agar tidak terkena
pembuluh darah. Cara interperitonial hampir sama
dengan cara intramuscular, yaitu suntikan dilakukan di
daerah abdomen di antara cartilage xiphoidea dan
symphisis pubis (Siswandono, 1995)
Factor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
hasil percobaan adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Adapun faktor internal yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan meliputi variasi
biologic (usia dan jenis kelamin) pada usia hewan
semakin muda maka semakin cepat reaksi yang
ditimbulkan, ras dan sifat genetik, status kesehatan dan
nutrisi, bobot tubuh dan luas permukaan tubuh. Factor
eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan
meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan
fisologik (keadaan kandang,suasana asing atau baru,
pengalaman hewan dalam pemberian obat, keadaan
rangan tempat hidup seperti sush, kelembaban,
ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan
hewan), pemeliharaan keutuhan struktur ketika
menyiapkan jaringan  atau organ untuk
percobaan (Adnan, 2013).

Adapun tujuan penggunaan hewan percobaan sejalan


dengan arah bidang ilmu ialah sebagai berikut:
(Malole.1989:482-483)

1.  Bidang Toksikologi 


Pengujian toksikologi dengan menggunakan hewan
percobaan yang dilakukan di lingkungan industri
bertujuan agar bahan kimia yang dibubuhkan pada
bahan makanan tepat dalam arti aman buat konsumen,
efektif daya kerjanya dan masih mendatangkan
keuntungan bagi perusahaan. Status kesehatan
berdasarkan pemeriksaan yaitu :
a.       Ektoparasit dan endoparasit
b.      Patologi
c.       Profil hematologi dan kimia darah
d.      Penyakit menular
2.  Bidang Patologi 
Para ahli patologi memakai hewan percobaan terutama
untuk meneliti atau mengamati adanya perubahan-
perubahan   patologik jaringan tubuh yang disebabkan
oleh :
a.       Terjadinya kontak antar spesies (infeksi
mikroorganisme atau invasi parasit pada hewan atau
menusia).
b.      Stress karena faktor lingkungan (suhu,
kelembaban, sanitasi, ventilasi, kepadatan dan lain-
lain).
c.       Keracunan makanan
d.      Defisiensi makanan (defisiensi vit. A, defisiensi vit.
E)
Hewan percobaan juga dimanfaatkan oleh ahli patolgi
untuk penelitian tentang tumor dan kanker bahkan
hewan percobaan juga dimanfaatkan sebagai lahan
untuk menanam dan menghasilkan sel–sel tumor ini
dapat dimanfaatkan oleh ahli mikrobiologi untuk
membuat biakan jaringan guna membiakkan virus,
selain itu dapat juga digunakan untuk mendeterminasi
penyakit berdasarkan perubahan-perubahan jaringan
dan organ tubuh yang terjadi setelah hewan percobaan
tersebut mendapat perlakuan (keracunan karena
mengisap chloroform, keracunan aflatoksin melalui
ransum).

3.      Bidang Parasitologi


Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian
parasitologi dikehendaki berkualitas baik, sebelum
melangkah untuk melakukan penelitian dalam bidang
parasitologi, kita perlu mengetahui interaksi antar
parasit sendiri.misalnya pada hewan mencit yang diberi
antibiotik untuk mengusir mikroflora dalam usus dan
kemudian diganti oleh mikroorganisme tertentu.

4.      Bidang Imunologi 


Respon imun pada hewan percobaan sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu termasuk
perihal infeksi oleh bakteri, virus maupun parasit,
stress, faktor diet / ransum dan peradangan non
spesifik. 

Rute pemberian obat ( Routes of Administration )


merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek
obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi
dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat
dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-
getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut
berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat
yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu
tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian
obat (Katzug, B.G, 2001)

Menurut Ansel (1989),mekanisme absorbsi obat dalam


berbagai rute pemberian, yaitu:
1) Rute Enteral yang terdiri dari oral, sublingual, rektal
dan pervaginam.
2) Rute Parental yang terdiri dari:
1.    Intravena, masuk melalui pembuluh darah balik
(vena), memberikan efek sistematik
2.    Intrakardia, menembus jantung, memberi efek
sistemik
3.    Intrakutan, menembus kulit, memberi efek sistemik
4.    Subkutan,dibawah kulit, memberi efek sistemik
5.    Intramuskular, menembus otot daging, memberi
efek sistemik

  Cara pemberian obat pada hewan percobaan


a.    Oral
Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan
alat suntik yang dilengkapi jarum oral atau sonde oral
(berujung tumpul). Cairan obat diberikan dengan
menggunakan sonde oral, sonde oral ditempelkan pada
langit-langit mulut atas mencit kemudian memasukkan
perlahan-lahan sampai ke esophagus dan cairan obat
dimasukkan. Sebaiknya sebelum memasukkan sonde
oral , posisi kepala mencit adalah menengadah dan
mulutnya dan mulutnya terbuka sedikit, sehingga
sonde oral akan masuk secara lurus ke dalam tubuh
mencit.
b.    Subkutan
Penyuntikkan dilakuakan di bawah kulit pada daerah
tengkuk dicubit di antara jempol dan telunjuk.
Bersihkan area kulit yang akan disuntik dengan alkohol
70%. Masukkan obat dengan mengguanakan alas
suntik 1 ml secara pararel dari arah depan menembus
kulit. Pemberian obat ini berhasil jika jarum suntik telah
melewati kulit dan pada saat alat suntik ditekan, cairan
yang berada di dalamnya dengan cepat masuk ke
daerah bawah kulit.
c.    Intra muscular
Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum
suntik no.24.
d.   Intra peritoneal
Mencit dipegang dengan cara di atas, pada
penyuntikkan posisi kepala lebih rendah dari abdomen.
Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari
abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis
tengah, agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih
dan tidak terlalu tinggi supaya tidak terkena
penyuntikkan pada hati.

III. Metodologi Percobaan


A. Alat yang digunakan
- Timbangan
- Spuit injeksi dan narum ukuran 1 ml
- Sonde / Kanulla
- Sarung tangan
- Stop watch
- Wadah pengamatan

B. Bahan - bahan yang digunakan


- Alprazolam 1 mg (Actazolam 0,5 mg)
- Aqua pro injeksi

C. Gambar alat

D. Prosedur percobaan
1. Tiap kelas dibagi ke dalam 4 kelompok
2. Masing - masing kelompok mendapat 5
mencit
3. Setiap kelompok membagi mencit ke
dalam beberapa kelompok 1 mencit
untuk kontrol, 1 mencit perlakuan
per-oral (PO), 1 mencit intra
peritoneal (IP), 1 mencit intra muscular (IM)
4. Kelompok kontrol negatif mendapat
larutan aqua pro injeksi 0,2 ml per 20 gram BB

DAFTAR PUSTAKA
Adnan, dkk. 2013. Penuntun Praktikum Perkembangan
Hewan. Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNM.

       Amori, G. 1996. Mus musculus IUCN Red List of


Threatened Species. Makassar. Diakses
                      pada tanggal 23 November 2013.

Siswandono, B .1995. Kimia Medisinal. Surabaya :


Airlangga Press

Malole, M.B.M. & Pramono, C.S.U., 1989, Penggunaan


Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium, Pusat Antar
Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor, 31 – 37.

Anda mungkin juga menyukai