Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 1

PERCOBAAN 1
PEMILIHAN HEWAN COBA

Disusun Oleh : Kelompok 7

Desy ayu wandari


Rizki wandasari
Setya Nurul Utami
Tri Rastutiani

Golongan Praktikum : Daring


Hari Tanggal Praktikum : 25-03-2024

AKADEMI FARMASI CENDIKIA FARMA HUSADA


BANDAR LAMPUNG
2024
BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG PRAKTIKUM

Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di


bidang kesehatan, sebagai mahasiswa farmasi sudah seharusnya mengetahui hal-
hal yang berkaitan dengan obat baik dari segi farmasetik. farmakodinamik, dan
juga dari segi farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang
berbeda dari ilmu lain secara umum pada ketertarikan yang erat dengan ilmu dasar
maupun ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang
fisiologi tubuh, biokimis, dan ilmu kodokteran klinik. Jadi famakologi adalah ilmu
yang mengintergrasikan ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik
dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu
cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat.
Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu
pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan suatu alat atau obyek
tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula dipergunakan sebagai
subyek dalam penelitian, diantaranya adalah dengan mempergunakan hewan-
hewan percobaan.
Pengunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan
hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang
dinginkan, sebagai model, disamping itu di bidang farmasi juga digunakan sebagai
alat untuk mengukur kebesaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum diberikan
kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus
dipilih mana yang sesuai dan dapat diberikan memberikan gambaran tujuan yang
akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengolannya, disamping faktor ekonomis,
mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia.
Oleh karena itu, kita dapat lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai
hewan percobaan. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah
telah berjalan sejak puluhan tahun lalu. Agar mengetahui bagaimana cara kita
sebagai mahaasiswa maupun seorang peneliti dalam hal ini mengethaui tentang
kemampuan obat pada seluruh aspeknya yang berhubungan dengan efek
toksiknya maupun efek sampingnya tentunya kita membutuhkan hewan uji atau
hewan percobaan. Hewan coba adalah hewan yang khusus diternakan untuk
keperluan penelitian biologis. Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai uji
praktik untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Dalam
praktikum kali ini menggunakan mencit sebagai hewan percobaan. Mencit
merupakan hewan yang mudah ditangani dan bersifat penakut fotofobik,
cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Sehingga hewan tersebut
sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai
bentuk percobaan.

2. TUJUAN PERCOBAAN

Untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji mencit (mus musculus)


dengan metode BCS (Body Condition Scoring)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

(1) DASAR TEORI


Hewan coba/hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah
hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan
percobaan
digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada
manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah
berjalan sejak puluhan tahun yang lalu.
Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan nasional
bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat manusia di dunia adalah
adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan
yang menggunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan
percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun
riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga
dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission di dalam
keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat manusia melalui
suatu penelitian biomedis (Sulaksono, 1992:321).
Hewan percobaan adalah setiap hewan yang dipergunakan pada sebuah
penelitian biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau standar
dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Beberapa alasan
mengapa hewan percobaan tetap diperlukan dalam penelitian khususnya
dibidang kesehatan, pangan dan gizi antara lain:
 keragaman dari subjek penelitian dapat diminimalisasi.
 variabel penelitian lebih mudah dikontrol.
 daur hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian
yang bersifat multigenerasi.
 pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan
hewan terhadap materi penelitian yang dilakukan.
 biaya relatif murah.
 Dapat dilakukan pada penelitian yang berisiko tinggi.
 mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang
dilakukan karena kita dapat membuat sediaan biologi dari organ
hewan yang digunakan.
 memperoleh data maksimum untuk keperluan penelitian simulasi, dan
 dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan
toksisitas (Liu, 2017).
Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga harus
diterapkan prinsip 3 R dalam protokol penelitian, yaitu: replacement,
reduction, dan refinement (Sulaksono,1987).
Replacement adalah banyaknya hewan percobaan yang perludigunakan sudah
diperhitungkan secara seksama, baik dari penelitiansejenis yang
sebelumnya, maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan
tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti selatau biakan
jaringan. Replacement terbagi menjadi dua bagian, yaitu: relatif (sebisa
mungkin mengganti hewan percobaan dengan memakai organ/jaringan
hewan dari rumah potong atau hewan dari ordo lebih rendah) dan
absolut (Sulaksono,1987).
Tolistiawaty (2014) dalam publikasinya menyatakan bahwa kesejahteraan hewan
laboratorium secara spesifik adalah suatu kondisi hewan laboratorium yang
dipelihara khusus untuk tujuan percobaan, memiliki keadaan fisiologis dan
psikologi yang sesuai untuk menunjang kualitas hidupnya yang sesuai dengan
‘Lima Kebebasan’. Prinsip lima kebebasan mencakup bebas dari rasa lapar dan
haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari luka, penyakit dan sakit, bebas
dari rasa takut dan penderitaan, dan bebas.

mengekspresikan perilaku normal. Hewan yang digunakan diantaranya adalah


mencit, tikus, kelinci, marmot. karakteristik utama mencit : hewan mencit di
laboraturium mudah ditangani ia bersifat penakut, fotofobia, cenderung
berkumpul sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi dan
lebih aktif dimalam hari dari pada siang hari. Kehadiran manusia
akanmenghambat aktivitas mencit. Suhu normal 37,4◦C. Laju respirasi
normal 163 kali tiap menit (Tjay,2002).
Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk ke
dalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasa memiliki berat
antara 25- 40gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas
mencit laboratorium adalahstrain albino yang mempunyai warna bulu putih dan
mata merah muda (Hrapkiewicz etal, 1998)

BAB 3

METEDOLOGI PERCOBAAN

1. 1. Alat dan Bahan


Alat :
1. Sarung Tangan
2. Kandang Mencit
3. Alat pelidung diri
Bahan :

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan


berat badan 20 g30 g berumur antara 6 – 8 minggu
2. CARA KERJA

1. Siapkan 5 ekor mencit


2. Letakkan satu ekor mencit di atas kandang yang terbuat dari kawat
3. Biarkan mencit dalam posisi istirahat
4. Amatilah kondisi tulang belakang mencit hingga ke tulang dekat
kemaluan (bokong)
5. Secara perlahan-lahan sentulah (rabalah) bagian tulang belakang
hingga ke tulang bokong
6. Catatlah hasil pengamatan dan perabaan serta ulangi untuk 4
mencit yang lain.

BAB 4

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

I. Hasil

Berat
no pengamatan Perabaan Nilai BCS
Badan
Tidak nampak
1 31 g Terdapat timbunan 4
Adanya benjolan lemak dan daging
tulang

2 21 g Mencit dalam Tulang pelvic 3


kondisi baik, sedikit teraba
tidak tampak
benjolan tulang

3 17 g Tulang terlihat Teraba sedikit 2


jelas dagingnya
Tidak tampak Teraba adanya
4 24 g benjolan tulang tulang 3

5 26 g Tulang terlihat Teraba adanya 3


jelas tulang
II. Pembahasan
Pada praktikum farmakologi kali ini, telah dilakukan pemilihan
hewan coba berupa mencit. Untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji
yang berupa mencit adalah dengan menggunakan metode BCS (Body
Condition Scoring). Mencit dengan bahasa latin Mus musculus termasuk
juga dalam hewan pengerat. Hewan ini selalu dipakai dalam penelitian
karena bentuk tubuhnya yang kecil, penanganannya yang kompleks dan
memiliki sistem tubuh yang sama dengan manusia. Untuk mendapatkan
penelitian ilmiah yang baik, maka semua aspek dalam protokol penelitian
harus direncanakan dengan seksama, termasuk dalam pemilihan hewan
percobaan, penting untuk memastikan bahwa penggunaan hewan percobaan
merupakan pilihan terakhir dimana tidak terdapat cara lain yang bisa
menggantikannya.
Pada saat praktikum, mahasiswa melakukan pemindahan mencit dari
kandang ke wadah yang lebih besar. Setelah itu mahasiswa mulai meraba
bagian tulang sacroiliac pada mencit, lalu dilakukan pencocokan dengan
nilai Body Condition Scoring (BCS). Body Condition Scoring (BCS)
merupakan penilaian kondisi tubuh untuk menilai endpoint klinis hewan,
BCS merupakan penilaian yang cepat, non- invasif dan efektif dalam
menilai kondisi fisik hewan. Dalam banyak kasus, BCS adalah titik akhir
klinis yang lebih baik daripada berat badan. Penggunaan berat badan saja
tidak dapat membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot. Berat
badan hewan yang kurang dapat tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya
pertumbuhan tumor, akumulasi cairan ascetic. dan pembesaran organ) atau
pada kondisi normal (misalnya kehamilan).
Selain itu jika suatu hewan telah kehilangan berat badan lebih dari
20% namun berdasarkan penilaian BCS kondisinya masih di nilai 3 (BCS
3) maka mungkin belum perlu dilakukaan euthanasia segera. Dengan
demikian, BCS adalah penanda yang lebih komprehensif dan akurat untuk
kesehatan hewan dibandingkan kehilangan berat badan. Nilai BCS yang
kurang dari 2 biasanya akan dianggap sebagai titik akhir klinis. Endpoint
klinis lain juga dapat dilaporkan seperti penurunan perilaku eksplorasi,
keengganan untuk bergerak (penurunan penggerak / mobilitas), postur
membungkuk, piloereksi (rambut berdiri), dehidrasi sedang hingga berat
(mata cekung, lesu), nyeri tak henti- hentinya (misalnya distress vokalisasi).
Pada praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui cara memilih
hewan uji yang baik serta penanganan hewan uji tersebut. Hewan uji yang
dipilih berkelamin jantan karena sistem imun pada mencit jantan cenderung
lebih tidak dipengaruhi oleh hormon repeoduksi. Pada saat praktikum
mahasiswa.
juga dapat melakukan perabaan pada tulang sacroiliac untuk
pengukuran kesehatan hewan uji dan mencocokkannya dengan nilai pada
BCS. Hasil praktikum yang didapat dari data yaitu:
1. Pada mencit pertama memiliki karakteristik berupa berat badan 31 gram,
dengan hasil pengamatan tidak nampak adanya benjolan tulang dan hasil
perabaan menunjukkan terdapat timbunan lemak dan daging. Sehingga,
pada mencit pertama memiliki nilai BCS 4.
2. Pada mencit kedua memiliki karakteristik berupa berat badan 21 gram,
dengan hasil pengamatan mencit dalam kondisi baik, tidak tampak benjolan
tulang dan hasil perabaan menunjukkan bahwa tulang pelvic sedikit teraba.
Sehingga, pada mencit kedua memiliki nilai BCS 3.
3. Pada mencit ketiga memiliki karakteristik berupa berat badan 17 gram,
dengan hasil pengamatan tulang terlihat jelas dan hasil perabaan
menunjukkan bahwa teraba sedikit daging. Sehingga, pada mencit ketiga
memiliki nilai BCS 2.
4. Pada mencit keempat memiliki karakteristik berupa berat badan 24 gram,
dengan hasil pengamatan tidak tampak benjolan tulang dan hasil perabaan
menunjukan bahwa teraba adanya tulang. Sehingga, pada mencit keempat
memiliki nilai BCS 3.
5. Pada mencit kelima memiliki karakteristik berupa berat badan 26 gram,
dengan hasil pengamatan tidak terlihat dan hasil perabaan menunjukkan
bahwa teraba adanya tulang. Sehingga, pada mencit kelima memiliki nilai
BCS 3.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi penambahan bobot
badan dari mencit, salah satunya adalah faktor makanan dan protein yang
terkandung dalam pakan tersebut serta faktor lingkungan tempat hidup yang
harus dijaga dengan baik. Pengaruh cahaya gelap terhadap masa
adaptasi mencit adalah adanya kenaikan berat badan pada mencit Intensitas
cahaya tidak banyak berpengaruh terhadap kesehatan mencit (dalam hal ini
berat badan) karena mencit lebih aktif dimalam hari dibandingkan siang
hari.
Faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan dari mencit
yaitu salah satunya faktor makanan dan protein yang terkandung dalam
pakan tersebut serta faktor lingkungan tempat hidup yang sangat baik,
Mencit juga merupakan mamalia yang memiliki waktu pertumbuhan yang
relatif cepat. Aktifitas mencit dimalam hari atau kondisi gelap lebih aktif
sehingga menjadi agresif, tetapi kehadiran manusia akan mengurangi
aktifitasnya karena hewan in bersifat penakut Jika penangarnya tidak sesuai
biasanya mencit akan buang air besar ataupun buang air kecil, hal ini terjadi
dikarenakan mencit strees, takut ataupun merasa terancam.

BAB 5

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dalam praktikum Pemilihan Hewan Coba, kami menggunakan


hewan mencit galur murni jantan sebagai percobaan dan menggunakan
metode BCS. Metode ini dilakukan untuk mengukur tingkat kesehatan
hewan uji yang berupa mencit adalah dengan menggunakan metode BCS
(Body Condition Scoring). BCS merupakan penilaian kondisi tubuh untuk
menilai endpoint klinis hewan. Lewat metode ini, Yg kami peroleh dari
praktikum ini berdasarkan bobot mencit adalah dari 5 mencitt yg kami miliki
ada 3 mencit yg mempunyai nilai bcs 3 , dan 1 mencit yg mempunyai nilai
bcs 4, dan 1 mencit yang mempunyai nilain bcs 2.
Faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan dari mencit
yaitu salah satunya faktor makanan dan protein yang terkandung dalam
pakan tersebut serta faktor lingkungan tempat hidup yang sangat baik,
Mencit juga merupakan mamalia yang memiliki waktu pertumbuhan yang
relatif cepat. Aktifitas mencit dimalam hari atau kondisi gelap lebih aktif
sehingga menjadi agresif, tetapi kehadiran manusia akan mengurangi
aktifitasnya karena hewan in bersifat penakut Jika penangarnya tidak
sesuai biasanya mencit akan buang air besar ataupun buang air kecil, hal
ini terjadi dikarenakan mencit strees, takut ataupun merasa terancam.

2. SARAN
Perlu adanya pengawasan dan indikator yang lebih jelas terhadap penggunaan
nilai BCS. Sebab penggunaan metode BCS dilakukan berdasarkan pengamatan
kualitatif. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut denganhubungan masa
adaptasi mencit pada waktu siang hari (pengaruh berat badanterhadap cahaya) dan
malam hari (pengaruh berat badan terhadap cahaya gelap/tidak ada cahaya) dengan
rentang waktu yang lebih panjang untuk melihathubungan cahaya terhadap berat
badan dan masa adaptasi mencit.

BAB 6

DAFTAR PUSTAKA

Moriwaki, K.T., Shiroshi,. H. Yonekawa. 1994. Genetic in Wild Mice Its


Application to Biomedical Research . Japan Scientific Societies Press.
Karger: Tokyo.
Ridwan, E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian
Kesehatan .Journal of the Indonesian Medical Association Vol. 63,
No. 3,
Hal: 112-119.
Smith, J. B., Soesanto M. 1988 .Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis . Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakolog . Jakarta : Kemenkes RI.
Sulaksono, M.E. 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan
Percobaan .
Jakarta.
Sundari, S,Y.,Pudjoprajitno, Edhie, M. S., Patra,K. 1986 . Keadaan dan Masalah
Hewan Uji di Indonesia . Jurnal Penelitian Kesehatan. (3).14
Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V . PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramed :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai