Anda di halaman 1dari 8

PERAN PROFESI DOKTER HEWAN DALAM

PENYEDIAAN PANGAN

Oleh :

Farras Shanda

105130103111003

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2010
LATAR BELAKANG

Pangan (makanan) merupakan salah satu kebutuhan pokok (dasar) dalam


kehidupan manusia selain kebutuhan akan sandang (pakaian) dan papan (tempat
tinggal / rumah). Konsumsi pangan yang cukup dalam kuantitas dan kualitas akan
menjamin tercukupinya nilai gizi seseorang yang pada akhirnya dapat menentukan
derajat kesehatan dan kualitas sumber daya manusia. Dua hal yang harus di
penuhi dalam hal pemenuhan gizi yaitu ketersediaan / ketahanan pangan (food
security) dan keamanan pangan (food safety). Hal ini berarti makanan harus
tersedia dalam jumlah cukup dan juga harus aman untuk dikonsumsi. Di Indonesia
kebutuhan akan bahan makanan asal hewan dari hari ke hari meningkat seiring
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan manfaat gizi bagi kehidupan
manusia. Daging, telur dan susu merupakan bahan pangan hewani berkualitas
tinggi karena mengandung protein yang tersusun dari asam amino essensial yaitu
asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh atau pun digantikan oleh sumber
makanan lain seperti sayur-sayuran, biji-bijian dan buah-buahan (protein nabati).

Peranan protein hewani terutama daging cukup penting dalam rangka


mencapai standart kelayakan gizi (2.100 per kalori per kapita per hari serta 45
gram protein per kapita per hari). Namun pada kenyataannya protein hewani pada
saat ini baru mencapai 2,34 gram per kapita per hari, sedangkan standart
kelayakan konsumsi protein hewani adalah 5,00 gram per kapita per hari.Protein
hewani mempunyai peranan untuk membangun tubuh dan fungsi susunan syaraf
serta menggantikan bagian-bagian tubuh yang rusak. Mengkonsumsi cukup
protein hewani dapat meningkatkan produktivitas kerja, konsentrasi berpikir dan
daya tahan tubuh terhadap penyakit.

Bahan makanan asal hewan umumnya terdiri dari daging, telur dan susu,
merupakan produk makanan yang memiliki kandungan protein yang sangat
diutuhkan manusia. Makanan ini juga memiliki kalori, lemak, vitamin dan mineral
yang hampir sempurna. Di lain pihak daging, telur dan susu mempunyai
kelemahan karena sifatnya mudah rusak (perisable food) bila tidak dikelola secara
baik dan benar serta dapat bertindak sebagai sumber penularan penyakit hewan
dan bukan tidak mungkin berakibat fatal bagi kesehatan manusia yang
mengkonsumsi makanan tersebut.

Di Indonesia pengawasan ketat terhadap hewan dan bahan-bahan yang


berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kesehatan manusia sudah diatur oleh pemerintah sejak zaman Hindia Belanda
disebut Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet). Bidang Kesmavet
mempunyai peranan penting dalam mencegah penularan penyakit kepada manusia
baik melalui hewan maupun bahan makanan asal hewan lainnya dan ikut serta
memelihara dan mengamankan produksi bahan makanan asal hewan dari
pencemaran dan kerusakan akibat penanganan yang kurang hygienis. Dengan
demikian konsumen terhindar dari bahaya pencemaran penyakit dan keracunan
(food borne disease dan food borne intoxication) dan memiliki jaminan
ketentraman bathin terhadap resiko penularan penyakit asal hewan.

PERMASALAHAN

Dengan adanya kebutuhan masyarakat akan kebutuhan protein hewani


yang terus meningkat, maka perlu adanya penyediaan bahan pangan asal hewan
yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) untuk memenuhinya. Seiring dengan
upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut yang harus mencakup
kriteria-kriteria diantaranya food security dan food safety maka perlu diperjelas
mengenani peran-peran profesi dokter hewan dalam kaitannya di dalam
penyediaan bahan pangan asal hewan tersebut. Sehingga apabila ada jaminan
mengenai produk bahan pangan asal hewan dari pihak instansi atau pemerintah
terkait yang menugaskan dokter hewan sebagai kontrol, maka diharapkan
konsumsi masyarakat terhadap bahan pangan asal hewan ini dapat meningkat
seiring dengan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya nilai gizi.

PEMBAHASAAN

Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau World Organization for Animal


Health (OIE) melihat peran penting dokter hewan dalam keamanan pangan dan
kesehatan masyarakat yang ditunjang pengetahuannya yang bertumpu pada
kesehatan dan pencegahan. Hal ini juga didasarkan pada tujuan akhir (ultimate
goal) dari kedokteran hewan adalah kesehatan manusia. Jadi dapat dikatakan
bahwa profesi dokter hewan salah satu kakinya berpijak pada kesehatan hewan
dan satunya lagi pada kesehatan manusia.

Tugas Profesi Kedokteran Hewan dalam Animal Health pada dasarnya


berarti profesi kedoktera hewan mampu menyediakan protein hewan yang
berkualitas baik dan jumlahnya mencukupi melalui tata laksana keehatan yang
baik (pengamanan hewan terhadap penyakit zoonosis, higiene, sanitasi dan
perawatan kesehatan). Dalam bidang Animal Production prefesi Kedokteran
hewan dituntut untuk mampu membantu mengembangkan peranan produksi dan
reproduksi ternak melalui kesehatan ternak terpadu. Sedangkan dalam Veterinary
Public Health mengharuskan profesi kedokteran hewan untuk mampu
memberikan pengamanan kepada masyrakat di daerahnya terhadap hasil-hasil
hewani untuk di konsumsi dan perlindungan manusia dari penyakit-penyakit yang
berasal dari hewan.

Kebutuhan pangan asal hewan yang dibutuhkan oleh masyarakat harus


memnuhi dua hal yaitu food security dan food safety. Kedua hal tersebut di atas
melibatkan profesi dokter hewan, seperti yang tercantum dalam undang-undang
No. 6 Tahun 1967 yaitu terdapat tiga peran profesi dokter hewan dalam penganan
bahan pangan asal hewan yaitu mengenai : Kesehatan Hewan (Animal Health);
Produksi Ternak (Animal Production); dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
(Veterinary Public Health). Keberhasilan pemenuhan kebutuhan bahan pangan
asal hewan tidak terlepas dari keberhasilan disektor peternakan, karena kebutuhan
bahan pangan asal hewan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat pada
umumnya adalah daging, telur dan susu.

Beberapa Produk Pangan Asal Hewan Yang Patut Mendapat Perhatian


Dokter Hewan yaitu diantaranya Daging Ayam (unggas), Daging Sapi, Telur dan
Susu, dan terakhir yaitu Produk Olahan. Pengetahuan tentang mikrobiologi,
parasitologi, farmakologi yang mencakup toksikologi, higiene pangan, zoonosis
dan epidemiologi sangat penting dalam keamanan pangan.

Dalam pendidikannya, seorang dokter hewan telah mempelajari berbagai


ilmu seperti mikrobiologi (bakteri, virus, riketsia, kapang dan kamir, terutama
yang bersifat patogen), parasitologi, penyakit infeksius yang disebabkan
mikroorganisme dan parasit, ektoparasit, higiene pangan, sanitasi, zoonosis,
epidemiologi, kesehatan masyarakat, ilmu-ilmu klinik, farmakologi, fisiologi,
biokimia, kimia klinik, praktek pemeriksaan antemortem dan postmortem di
rumah potong hewan dan unggas, dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut tentu saja
memberikan dasar penting dalam menunjang kompetensi keamanan pangan. Pola
pikir medis yang sistematis dalam diagnosa yang dimulai dari anamnese
(pengumpulan informasi), pemeriksaan dan diagnosa dengan mempertimbangkan
diagnosa banding dan atau hasil uji laboratorium, prognosa (kesimpulan) sampai
kepada terapi (treatment) yang termasuk pemberian saran. Selain itu, pola pikir
khas dokter hewan yang didasarkan pada kesehatan populasi, tindakan preventif
dan pertimbangan ekonomis memberikan bekal khusus pada dokter hewan dalam
tindakan pencegahan, pengendalian, pengawasan, pemantauan, surveilan, dan
penyidikan.

Namun beberapa hal penting yang dikhawatirkan dalam produk asal


hewan adalah adanya kontaminasi atau pencemaran mikroba, residu obat hewan
seperti produk biologis (vaksin, sera dan anifen) farmasetik serta premiks dan
bahan kimia serta pemakaian bahan pengawet tertentu yang merugikan konsumen.
Pemerintah melalui bidang kesehatan masyarakat veteriner sesuai kewenangannya
telah mengatur pemakaian berbagai obat hewan dan menyiapkan produk asal
hewan dan hasil olahannya yang layak untuk dikonsumsi manusia serta mengatur
pengawasan dan pembinaannya sehingga tidak berdampak buruk bagi masyarakat
sebagai konsumen. Dalam peraturan pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
kesehatan masyarakat veteriner ditetapkan bahwa daging yang layak dikonsumsi
manusia harus memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Untuk
memenuhi kriteria tersebut beberapa perlakuan disyaratkan baik untuk hewan
hidup yang akan dipotong di rumah potong hewan (RPH)/rumah potong unggas
(RPU), hewan perah maupun ayam petelur, penanganan daging, pengangkutan,
tempat penjualan dan pengawetan. Untuk telur pemeriksaan terutama ditujukan
pada ayam penghasil telur dan telur yaitu harus bebas penyakit salmonellosis
karena dapat menular ke manusia. Juga diisyaratkan bahwa petelur yang sedang
dalam masa pengobatan dengan beberapa jenis obat tertentu dilarang untuk
dipasang/dikonsumsi. Telur yang tercemar (terkontaminasi) dimusnahkan di
tempat asal maupun dalam peredaran sesuai dengan ketentuan undang-undang
veteriner.

Penanganan daging umumnya dimulai dari pemotongan ternak sampai


dengan daging siap untuk dimakan olek konsumen. Di RPH atau RPU dokter
hewan melaksanakan pemeriksaan ante mortem (sebelum dipotong) dan
pemeriksaan post mortem (setelah dipotong) terhadap setiap jenis ternak dan
dilaksanakan berdasarkan ketentuan undang-undang veteriner. Berdasarkan
pemeriksaan tersebut hewan yang dinyatakan tidak sehat akan dibatalkan untuk
dipotong atau daging asal hewan dimusnahkan. Hal ini terutama berkaitan erat
dengan adanya penyakit hewan yang mengancam kesehatan manusia seperti
anthrax, leptospirosis, brucellosis toxoplasmosis, cysticercosis (larva cacing pita),
salmonellosis dan sejumlah penyakit hewan lainnya yang dapat menular secara
ilmiah dari hewan ke manusia (penyakit zoonosis). Pemotongan hewan di luar
RPH atau RPU tanpa pengawasan dokter hewan/mantri hewan beresiko tinggi
terhadap konsumen karena peluang terhadap penularan penyakit asal hewan
sangat tinggi terutama karena tidak diketahui sejarah asal usulnya, apalagi bila
berasal dari hewan yang sedang sakit atau mati. Daging umumnya diketahui
merupakan tempat berkembang biak yang subur bagi mikroorganisme sehingga
daging mudah rusak (busuk), mudah dipalsukan (digantikan daging lain) dan
dapat diberi berbagai macam bahan pengawet. Ketika daging rusak konsistensi,
warna dan bau akan berubah dan bila dimakan dapat menimbulkan bermacam-
macam penyakit sesuai dengan jenis mikroba yang berkembang dalam daging
tersebut. Pada sapi perah pemeriksaan dilakukan secara individual terhadap
adanya infeksi seperti penyakit brucellosis dan tubercullosis yang dapat menular
ke manusia melalui susu segar. Pemeriksaan terhadap susu segar dan produk
olahannya terutama untuk mendeteksi pencemaran mikro organisme, redisu
antibiotika dan pencemaran bahan kimia lainnya.

Pemakaian bahan kimia untuk pengawetan sudah umum dilakukan pada


pabrik pengolahan daging seperti abon, dendeng, sosis, corned beef, lidan asin,
ham dan bakso. Bahan kimia digunakan dalam takaran sesuai tujuan pengawetan
dan menggunakan garam, gula, asam sendawa, nitrat/nitrit. Pemakaian bahan
kimia tersebut mempunyai keuntungan yaitu daging dapat disimpan pada
temperatur kamar dan tidak diperlukan sterilisasi atau pasteurisasi. Kerugiannya
daya awet bahan makanan terbatas karena pertumbuhan mikroorganisme hanya
diperlambat bukan dihentikan dan bahan kimia pengawet mempengaruhi bau, rasa
dan warna bahan makanan sehingga kadang-kadang mempengaruhi minat atau
selera konsumen.

Sesungguhnya produk makanan asal hewan mempunyai gizi sangat


penting bagi manusia. Di lain pihak produk makanan asal hewan sangat rentan
terhadap berbagai pencemaran penyakit hewan, mikro-organisme pembusuk,
residu obat serta bahan kimia lainnya yang dapat berakibat fatal bagi kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu pengawasan intensif terhadap produk asal hewan
yaitu daging, telur dan susu serta hasil olahannya serta pemakaian obat hewan,
fasilitas RPH / RPU sarana transportasi dan distribusi serta bahan pengawet
makanan tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat sesuai
amanat peraturan perundangan kesehatan masyarakat veteriner yang berlaku di
Indonesia dan ditindaklanjuti secara berjenjang di daerah-daerah sesuai
kewenangannya masing-masing. Secara hukum konsumen seharusnya mendapat
perlindungan dalam mengkonsumsi bahan makanan yang aman, berkualitas baik
serta sehat. Dari segi kesehatan, konsumen berhak mendapatkan produk asal
hewan dan hasil olahannya yang berasal dari ternak yang sehat, bebas penyakit,
bebas bahan kimia bahan dan mendapatkan hasil olahannya yang berkualitas
sesuai harga yang dibayarnya. Oleh karena itu sosialisasi secara terus menerus dan
seluas-luasnya tentang pengenalan daging, telur dan susu yang sehat dan layak
dikonsumsi serta aturan dan ketentuan produksi sampai pada pengelolahan dan
pemasaran perlu dilaksanakan oleh semua pihak terkait baik instansi pemerintah
maupub non-pemerintah.

Karena itu, ketahanan pangan (food security) adalah hal yang mutlak
dilakukan demi tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup dan memadai, tetapi
harus juga diingat akan keamanan pangan (food safety) sebagai jaminan
keamanan bagi masyarakat (konsumen). Untuk mendukung ketersediaan /
ketahanan pangan (food security) secara berkesinambungan dan jaminan
keamanan pangan (food safety) diperlukan suatu pengawasan dalam bidang
produksi, distribusi dan pemasaran produk pangan asal hewan melalui kerjasama
antara pemerintah, kesmavet (Veterinary Public Health) dalam hal ini dokter
hewan dan pihak-pihak terkait melalui suatu sistem kesehatan hewan nasional,
sehingga konsumen mendapat perlindungan dalam mengkonsumsi bahan
makanan yang aman, sehat dan berkualitas.

Alhasil masa depan tantangan bagi dokter hewan dalam bidang keamanan
pangan semakin besar seiring dengan perubahan global, terutama terkait
perkembangan penduduk, perubahan sistem pertanian, perambahan hutan,
perubahan pola makan, perdagangan global dan perubahan iklim, yang berdampak
munculnya patogen-patogen baru yang bahkan dapat bersumber pada hewan dan
dapat ditularkan melalui produk hewan. Tuntutan terhadap penyediaan pangan
yang aman dan layak semakin meningkat dan telah ditetapkan secara hukum oleh
banyak negara. Selain itu, tuntutan penerapan sistem manajemen keamanan
pangan, kesejahteraan hewan, penerapan analisis risiko dalam kebijakan impor
dan ekspor perlu menjadi perhatian serius. Hal tersebut perlu mendapat perhatian
dan kepedulian pendidikan kedokteran hewan dan pendidikan berkelanjutan bagi
dokter hewan.
DAFTAR PUSTAKA

- duniaveteriner.2009. PERAN DOKTER HEWAN DALAM


MENYEDIAKAN PANGAN YANG ASUH.
http://duniaveteriner.com/2009/04/peran-dokter-hewan-dalam-
menyediakan-pangan-yang-asuh/print
- Denny W. Lukman . 2010. Apakah Dokter Hewan memiliki Kompetensi
dalam Keamanan Pangan?
http://higienepangan.blogspot.com/2010/02/apakah-drh-memiliki-
kompetensi-dalam.html
-

Anda mungkin juga menyukai