BAB I
PENDAHULUAN
Sapi perah adalah sapi yang dikembangbiakan secara khusus agar dapat
menghasilkan susu dalam jumlah besar. Susu merupakan salah satu sumber protein
dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, oleh karena itu untuk
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini sebagian besar (90%) masih
termasuk ke dalam usaha peternakan rakyat. Usaha ternak sapi perah di Indonesia
masih relatif kecil yaitu 1-3 ekor. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut
lebih disebabkan oleh kurangnya modal, pengetahuan atau ketrampilan petani yang
Produksi susu sapi di Indonesia masih tergolong rendah yaitu hanya mampu
memenuhi 25-30% kebutuhan masyarakat. Produksi susu sapi yang rendah dan
kualitas susu yang tidak memenuhi standar merupakan permasalahan yang sering
terjadi, faktor koreksi yang perlu dikembangkan untuk produksi susu sapi perah di
daerah iklim sedang terutama adalah untuk lama (hari) laktasi, frekuensi
dan pasca pemerahan. Pra pemerahan dilakukan sebelum proses pemerahan, hal
yang harus dilakukan adalah sanitasi lingkungan, kandang dan ternak, serta
dengan tangan dan dengan mesin, hal yang perlu untuk diperhatikan saat pemerahan
yaitu kebersihan pemerah dan pemerahan harus dilakukan sampai tuntas. Pasca
pemerahan yaitu kegiatan setelah proses pemerahan yaitu meliputi dipping dan
penanganan susu. Tata laksana pemerhan yang baik dapat mempengaruhi produksi
dengan judul Tata Laksana Pemerahan Sapi Perah Laktasi di PT. Naksatra Kejora.
Tujuan dari praktek kerja lapangan adalah untuk mengetahui tata laksana
pemerahan dan kualitas susu yang baik pada peternakan sapi perah Laktasi di PT.
mahasiswa dapat memahami dan mengevaluasi tata laksana pemerahan yang baik
untuk menghasilkan produksi dan kualitas susu yang baik pada peternakan sapi
Kabupaten Temanggung.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Perah Fries Holstein (FH) merupakan sapi yang berasal dari Belanda,
yang memiliki tingkat produksi susu tertinggi dengan kadar lemak yang relatif
rendah dibandingkan sapi perah lainnya (Riski dkk., 2016). Sapi FH memilki ciri –
ciri berbadan besar dan rata - rata produksi susunya tinggi, bulu berwarna belang
hitam putih, di bagian dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga, kaki
bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, serta tanduk pendek dan menjurus
ke depan, di Indonesia rata – rata produksi susu sapi FH yaitu 10 liter per ekor per
hari, warna lemak kuning dengan butiran – butiran (globuli) lemak kecil sehingga
Masa laktasi adalah masa sapi perah sedang menghasilkan susu setelah
melahirkan, yakni selama ± 10 bulan antara saat beranak dan masa kering kandang,
pada masa laktasi peternak harus melakukan manajemen secara optimal agar
pengendalian penyakit, dan metode pemerahan (Sudono dkk., 2003). Jumlah rata-
rata produksi susu sapi perah laktasi, di tingkat peternak adalah 10 liter/hari/ekor,
banyak sedikitnya produksi susu yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh genetik,
4
susu sehingga menimbulkan keragaman produksi susu dari setiap individu sapi
(Firman dan Tawaf, 2008). Produksi susu sapi makin meningkat dari awal bulan
laktasi selanjutnya dan akhirnya mengalami dry period atau kering kandang
(Laryska dan Nurhajati, 2013). Puncak prestasi produksi susu seekor sapi dicapai
ketika berumur antara 7–8 tahun, sapi – sapi muda di bawah umur tersebut
setelah umur tersebut produksi mulai turun karena umurnya mulai tua (senilitas)
(Makin, 2011).
birahi, first mating, Service per conception, days open dan calving interval.
Service per conception merupakan rasio banyaknya kawin per jumlah bunting sapi
sehingga semakin kecil angka yang dihasilkan maka ternak tersebut sangat efisien
dalam berproduksi nilai S/C yang baik yaitu kurang dari dua. Faktor – faktor yang
kebuntingan yang tinggi S/C dan pengaturan days open yang baik, normalnya days
open antara 60 - 90 hari kedua faktor tersebut juga di pengaruhi oleh ternak,
peternak dan petugas inseminator, tingkat kejelian para peternak untuk mendeteksi
5
tingkat keberhasilan iseminasi (Al-Amin, 2016). Apabila first mating, days open, CI
dan S/C pada sapi perah baik maka akan menghasilkan produktifitas yang baik
(Sari, 2010).
Tata laksana pemerhan pada sapi perah meliputi 3 cara, yaitu pra
Sebelum melakukan pemerahan ada beberapa hal yang harus di perhatikan yaitu,
pemerahan, minum dan mandi ternak, serta ember perah yang digunakan harus
memperhatikan kebersihan diri seperti kebersihan kuku tangan, tangan dan pakaian
dan menjaga kebersihan peralatan pemerah seperti ember, saringan, milk can dan
2.4.2. Pemerahan
hangat, pemerahan harus dilakukan sampai tuntas (Nurhadi, 2010). Pemerahan sapi
dengan tangan (hand milking), proses pemerahan yang baik harus menunjukkan ciri
- ciri sebagai berikut, pemerahan dilakukan dalam interval yang teratur, cepat,
prosedur sanitasi, efisien dalam penggunaan tenaga kerja (Prihadi, 1996). Metode
pemerahan manual atau dengan tangan ada 3 cara yaitu whole hand, knevelen dan
kemudian semakin cepat, proses ini dilakukan agar sapi tidak terkejut, pemerahan
sebaiknya dilakukan secara cepat seefektif mungkin hal ini dilakukan untuk
menghindari rasa tidak nyaman bagi sapi perah, pada pemerahan pertama hingga
penurunan dalam sekresi susu terjadi setelah 12 jam dan interval tersebut dapat
seimbang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu. Selang waktu pemerahan yang
presentase lemak yang tinggi. Sapi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12
jam memproduksi susu 1,8% lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang diperah
melakukan teat dipping, hal ini bertujuan agar tidak ada bakteri yang masuk dalam
lubang puting (Mahardika dkk., 2016). Kegiatan yang biasa dilakukan setelah
pemerahan yaitu ambing dicuci bersih dan dilap menggubakan air bersih dan
dicelupkan ke dalam desinfektan selama 4 detik untuk masing – masing puting, alat
kemudian susu disaring, penyaringan susu bertujuan untuk mendapatkan susu yang
terbebas dari kotoran dan bulu sapi (Syarif dan Harianto, 2011). Susu segar yang
dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar, setelah susu diperah
Susu merupakan minuman alami yang mempunyai nilai gizi tinggi karena
mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap antara lain kalsium, protein, fosfor,
pembentukan tulang dan gigi (Syarif dan Harianto, 2011). Penilaian kualitas susu
ada dua macam yaitu secara fisik dan secara kimiawi, penilaian secara fisik yaitu
meliputi warna, bau dan rasa, sedangkan penilaian kualitas susu secara kimiawi
8
diantaranya dapat berdasarkan kadar lemak, bahan kering, berat jenis dan kadar
protein. Susu memiliki kualitas yang baik apabila memiliki syarat minimum berat
jenis (BJ) susu pada sapi perah adalah 1.0280, kadar lemak susu segar adalah 3.0%,
dan minimal kadar protein susu sapi perah yaitu 2.7% (Riski dkk., 2016). Faktor
yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah adalah bangsa
sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, umur sapi, selang
beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tata laksana pemberian pakan
(Sudono dkk., 2003). Uji alkohol negatif ditandai dengan tidak adanya gumpalan
susu yang menempel pada dinding tabung reaksi, uji alkohol negatif menunjukan
bahwa susu masih layak untuk dikonsumsi (Dwitania dan Swacita, 2013)
Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama untuk keberhasilan suatu
usaha peternakan, pakan pada sapi perah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok, reproduksi dan produksi susu. Jenis pakan yang diberikan pada sapi
perah terdiri dari hijauan dan konsentrat (Riski dkk., 2016). Pemberian konsentrat
kering dan bahan organik ransum, yang akan meningkatkan konsumsi bahan kering
ransum (Astuti dkk., 2015). Sapi perah laktasi memerlukan 2,5 kali energi untuk
produksi susu dari yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, ransum pakan sapi
laktasi harus mengandung protein, energi, hijauan dan mineral yang dibutuhkan
BAB III
Temanggung.
3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam praktek kerja lapangan meliputi 30 ekor sapi
perah laktasi dan susu. Alat yang digunakan yaitu ember untuk menampung susu
susu, drigen sebagai tempat menyimpan susu sementara, cool boox sebagai tempat
penyimpanan susu, kartu rekording untuk melihat identitas sapi dan alat tulis untuk
3.2. Metode
Metode yang dilakukan yaitu observasi langsung dan partisipasi aktif dalam
kegiatan tata laksana pemerahan, dan pemeliharaan sapi laktasi dengan melakukan
praktek kerja lapangan selama satu bulan untuk mendapatkan data primer dan data
praktek kerja yang meliputi pemeliharaan sapi laktasi, proses pra pemerahan,
pemerahan, pasca pemerahan dan pengujian kualitas susu di lokasi peternakan serta
wawancara dengan manager atau pekerja berdasarkan kuisioner yang telah dibuat.
10
Pengambilan data sekunder diperoleh dari catatan yang ada pada PT. Naksatra
Kejora.
Parameter keadaan umum yang perlu didapat adalah sejarah PT. Naksatra
Kejora, kondisi umum dan struktur organisasi serta populasi ternak yang dipelihara.
3.2.2. Pemerahan
sanitasi kandang yang dilakukan setiap dua kali sehari sebelum pemerahan yaitu
pada pagi pukul 4.30 dan siang pukul 11.00, proses sanitasi kandang dilakukan
dimandikan setiap sehari sekali pada pukul 5.00 dengan menggunakan air bersih
kemudian seuruh badan ternak dibersihkan dengan sikat. Alat – alat pemerahan
disiapkan seperti ember, kursi, tali, drigen dan saringan susu, kemudian ekor ternak
diikat pada bagian kaki. Pemerahan susu dengan metode whole hand, yaitu dengan
cara ambing ditekan menggunakan 5 jari, dan di catat lama pemerahan susu, susu
dimasukan ke dalam drigen susu. Susu di bawa ke tempat penyimpanan susu dan
11
dilakukan uji berat jenis, lemak susu dan alkohol. Peralatan pemerahan yang teah
Parameter yang diukur untuk uji kualitas susu adalah berat jenis susu, kadar
lemak susu, dan uji alkohol. Data tersebut di dapat dari laboratorium yang ada di
BAB IV
Keadaan umum PT. Naksatra Kejora meliputi sejarah PT. Naksatra Kejora,
lay out PT. Naksatra Kejora, populasi ternak, dan struktur organisasi.
PT. Naksatra Kejora berarti bintang yang bersinar terang, pada awalnya
Peternakan sapi perah PT. Naksatra Kejora merupakan usaha swadaya, yang mulai
Peternakan di bawah nama yayasan Santa Maria pada tanggal 22 Agustus 1988
peternakan diserahkan kepada pihak PT. Naksatra Kejora. Perusahaan ini dipimpin
oleh Romo Frans Harjawiyata, OCSO, selaku pendiri perusahaan dan ketua yayasan
ordo birawan Trappist Indonesia pada tanggal 5 Juli 1995 PT. Naksatra Kejora
20 maret 1996. Tujuan utama usaha ini adalah bukan semata – mata mencari
Romo frans telah menduduki jabatan ketua PT. Naksatra Kejora, dan sekarang
Lay out perkandangan di PT. Naksatra Kejora dapat dilihat pada Lampiran
3. bangunan yang terdapat di PT. Naksatra Kejora terdiri dari biara trapiss, pabrik
kopi, pos satpam, kebun kopi, museum dan cafe, tempat parkir, kebun palawija,
green house, taman doa, wisma betlehem dan yerusalem, gereja, perpustakaan,
kantor obat, pencatatan produksi dan rekording, kantor mandor, kandang kalkun,
ruang pembuatan keju, ruang pasteurisasi, ruang radiator, kandang itik dan ayam,
makam, kantor administrasi, kandang pedet, kandang pedet lepas sapih, kandang
jantan, gudang pakan konsentrat, gudang pakan hijauan dan chopper, mess, toilet,
kantor mandor kandang, kandang laktasi, kandang sapi dara dan lahan hijauan.
Luas lahan di PT. Naksatra Kejora yaitu 32 ha, dengan luas kandang sapi
perah laktasi yaitu 129 m2. Tipe kandang sapi perah laktasi di PT. Naksatra Kejora
yaitu head to head, kandang membujur dari utara ke selatan, dengan kapasitas
kandang sapi perah laktasi yaitu 64 ekor. Tipe kandang di perusahaan tersebut
sudah baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutarto dan Sutarto (2005) yang
menyatakan bahwa kandang harus memiliki fungsi kenyamanan bagi ternak, arah
kandang sebaiknya membujur dari utara ke selatan agar kandang mendapat sinar
Populasi ternak pada tahun 1957 awalnya yaitu 2 ekor sapi perah laktasi,
kemudian didatangkan lagi sebanyak 30 ekor sapi perah dari Bandung, yang terdiri
dari 20 ekor sapi laktasi, 9 ekor betina bunting dan 1 ekor pejantan. Tahun 1965
didatangkan 20 ekor sapi dari Belanda, kemudian pada tahun 1969 didatangkan
pejantan Friesian Holstein (FH) dari Belanda. Populasi ternak dari tahun ke tahun
bahwa jumlah sapi di PT. Naksatra Kejora sudah baik karena jumlah sapi laktasi
sudah lebih dari standar ideal sapi perah untuk kontinyunitas. Dilihat dari jumlah
besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Alpian (2010) yang menyatakan bahwa
perusahaan ternak dapat dikatakan besar apabila memiliki jumlah sapi lebih dari
100 ekor.
15
Direktur utama
Romo Abas Gonzaga Rudiyat, OCSO
Mandor Besar
Bapak Saliyen
pegang oleh direktur utama tugas direktur utama yaitu memimpin perusahaan,
kemudian dibawah direktur utama ada kepala bagian peternakan yang memiliki
Dari mandor besar dibagi tiga bagian yaitu mandor rumput yang bertugas
16
data dan bagian yang ketiga yaitu kamndor kandang yang bertugas memimpin
kegiatan yang berkaitan di kandang, dan dibawah bagian – bagian tersebut terdapat
mendapat keringanan perawatan atau pengobatan sebesar 90%, jaminan yang lain
yaitu THR, pakaian kerja setahun sekali, tunjangan uang hadir, ASTEK dan
Identitas ternak sapi perah laktasi dapat dilihat pada Lampiran 4. dengan
jumlah sampel sapi yang digunakan yaitu sebanyak 30 ekor sapi laktasi dengan
periode laktasi 1-6, bulan laktasi 1-18, dan umur sapi 4 tahun – 9 tahun. Periode
laktasi yang menghasikan susu tertinggi yaitu pada periode 4-5, dengan umur ternak
7-8 tahun dan bulan laktasi tertinggi pada bulan ke dua dan tiga yang mencapai
produksi 13% dari total produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Makin (2011)
yang menyatakan bahwa puncak produksi sapi perah yaitu pada sapi laktasi yang
berumur 7-8 tahun. Menurut pendapat Sudono dkk. (2003) menyatakan bahwa
produksi susu tertinggi pada sapi perah yaitu pada masa laktasi ke 4 sampai 5, hal
maksimum.
17
kegiatan yaitu pra pemerahan, pemerahan dan pasca pemerahan. Hal ini sesuai
pemerhan pada sapi perah meliputi 3 cara, yaitu pra pemerahan, pemerahan dan
pasca pemerahan.
Naksatra Kejora Rawaseneng dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari
pukul 04.30 dan pada siang hari pukul 11.00. Proses sanitasi kandang dilakukan
memandikan ternak dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada pukul 05.00,
menggunakan selang ke seluruh tubuh ternak, kemudian tubuh ternak disikat. Alat
– alat yang disiapkan untuk proses pemerahan yaitu ember, timbangan, penyaring
susu dan dirigen. Pembersihan ambing dilakuan setelah ternak dimandikan, proses
menggunakan tangan. Proses pra pemerahan yang dilakukan di PT. Naksatra kejora
18
sudah cukup baik karena sudah dilakukan sanitasi lingkungan dan ternak. Hal ini
yang dilakukan saat pra pemerahan yaitu meliputi memandikan sapi, membersihkan
pemerhan agar nantinya tidak mencemari susu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Handayani dan Purwanti (2010) yang menyatakan bahwa pada saat sebelum
pemerahan ada beberapa hal yang harus di perhatikan yaitu, kebersihan tangan
pemerah, air yang digunakan untuk mencuci peralatan, minum dan mandi, serta
4.3.2. Pemerahan
yaitu menggunakan tangan. Metode pemerahan yang terapkan yaitu dengan metode
whole hand yaitu dengan menggunakan seluruh jari. Metode yang diterapkan sudah
baik karena dengan whole hand maka waktu pemerahan akan berjalan cepat, karena
susu yang keluar dari puting bisa keluar maksimal dan puting tidak terasa sakit pada
saat diperah. Hal ini sesuai dengan pendapat Surjowardojo dkk. (2008) yang
menyatakan bahwa metode whole hand baik dilakukan karena metode whole hand
dapat mengurangi luka pada puting pada proses pemerahan berlangsug. Frekuensi
pemerahan yang dilaksanakan di PT. Naksatra Kejora dilakukan dua kali sehari,
19
frekuensi tersebut sudah baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardalena (2008)
yang menyatakan bahwa frekuensi pemerahan pada sapi perah biasanya dilakukan
dua kali sehari yaitu pagi dan sore pemerahan pada sapi dilakukan dengan lembut
agar sapi tidak terganggu dan tidak stress, sehingga produksinya tidak turun.
Lampiran 6. dengan rata - rata waktu pemerahan pagi yaitu 9 menit 13 detik dengan
rata – rata produksi susu 6,63 kg dan rata – rata waktu pemerahan sore yaitu 7 menit
50 detik dengan rata – rata produksi susu 4,17. Lama waktu pemerahan tersebut
sudah tergolong baik karena tidak terlalu lama sehingga dapat mengefesienkan
waktu pemerahan dan meminimalkan rasa tidak nyaman pada ternak saat
pemerahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif dan Harianto (2011) yang
hal ini dilakukan untuk menghindari rasa tidak nyaman bagi sapi perah.
interval pemerahan yang dilaksanakan kurang baik karena interval yang tidak
seimbang dapat mempengaruhi jumlah produksi susu. Hal ini sesuai dengan
pendapat Resti (2009) yang menyatakan bahwa penurunan sekresi susu terjadi
setelah 12 jam, selang waktu pemerahan yang tidak seimbang akan mempengaruhi
jumlah dan kualitas susu, sapi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12 jam
akan memproduksi susu 1,8% lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang diperah
dengan interval 15:9. Hal ini diperkuat oleh pendapat Vergi dkk. (2015) yang
mensintesis susu, pembentukan susu pada ambing berlangsung selama 6–8 jam,
Poduksi susu yang di peroleh di PT. Naksatra kejora dapat dilihat pada
lampiran 5. dengan rata – rata produksi susu yaitu 11,6 liter/hari. Produksi susu
tersebut sudah baik karena sudah sesuai dengan standar produksi susu sapi perah di
Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Utami dkk. (2015) yang menyatakan
bahwa rata – rata produksi susu di indonesia yaitu 10,6 liter/hari. Faktor – faktor
yang mempengaruhi produksi susu yaitu bulan laktasi, massa laktasi, nutrisi pakan,
frekuensi pemerahan, umur dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pasaribu dkk. (2015) yang menytakan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh
peningkatan jumlah pakan dan kuaitas pakan dapat meningkatkan produksi susu
begitupun sebaliknya. Produksi maksimal pada sapi perah yaitu ketika sapi laktasi
pada bulan ke 2 dan 3, dan sapi berumur 8 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Makin (2011) menyatakan bahwa puncak prestasi produksi air susu seekor sapi
dicapai ketika berumur antara 7–8 tahun, sapi – sapi muda di bawah umur tersebut
produksinya masih rendah karena masih dalam proses pertumbuhan, setelah umur
tersebut produksi mulai turun karena umurnya mulai tua (senilitas), hal ini
kualitas susu dan pengolahan susu menjadi pasteurisasi dan keju serta penyucian
alat – alat pemerahan. Kegiatan pasca pemerahan pada sapi perah di PT. Naksatra
dipping agar dapat mencegah masuknya mikroba masuk ke dalam puting sehingga
Mahardika dkk. (2016) yang menyatakan bahwa pasca pemerahan merupakan tahap
terakhir dalam kegiatan pemerahan, kegiatan yang dilakukan saat pasca pemerahan
yaitu mencuci ambing dan teat dipping, hal ini dilakukan agar tidak ada bakteri
yang masuk ke dalam lubang puting. Kegiatan pasca pemerahan secara keseluruhan
di PT. Naksatara Kejora sudah baik karena penanganan susu sudah dilakukan
dengan cepat dan sudah dilakukan proses penyaringan hingga pengolahan sehingga
susu segar yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Siregar (1995) yang menytakan bahwa susu segar harus ditangani dengan
cepat dan benar, susu setelah diperah dilakukan penyaringan dengan tujuan agar
susu terbebas dari kotoran, kemudian susu segera di bawa kamar susu untuk
Uji kualitas susu yang dilakukan di PT. Naksatra Kejora dapat diihat pada
Lampiran 7. uji kualitas susu tersebut meliputi uji berat jenis susu, uji kadar lemak
susu dan uji alkohol. Uji kualitas yang dilakukan di PT. Naksatra Kejora sudah baik.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sirgar (1995) yang menyatakan bahwa pengujian
22
kualitas susu dilakukan karena merupakan hal yang penting untuk mengetahui
Berat jenis susu yang diperoleh saat praktikum rata – rata yaitu 1,0255,
hasil berat jenis tersebut kurang baik karena kurang dari standar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Utami (2014) yang menyatakan bahwa berat jenis susu pada sapi
perah yang baik adalah 1,0270. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi berat
jenis susu yaitu masa laktasi sapi perah, kualitas dan kuantitas pakan, interval
Firmansyah (2010) yang menyatakan bahwa berat jenis susu dipegaruhi oleh pakan
yang dikonsumsi sapi dan mekanisme yang bekerja dalam proses pembentukan
susu serta dipengaruhi juga oleh perbedaan laktasi dan waktu pemerahan.
Kadar lemak susu yang diperoleh di PT. Naksatra Kejora rata – rata yaitu
3,98, nilai kadar lemak tersebut sudah baik karena sudah lebih dari standar kadar
lemak. Hal ini sesuai SNI (2011) yang menyatakan bahwa standar kadar lemak
untuk susu sapi perah di Indonesia yaitu 3%. Faktor – faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya kadar lemak yaitu massa laktasi, bulan laktasi, jarak pemerahan
dan manjemen pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Vergi (2015) yang menyatakn
yang pendek menghasilkan kadar lemak susu yang tinggi, kadar lemak juga
23
Uji alkohol yang diperoleh di PT. Naksatra Kejora rata – rata yaitu negatif,
atau tidak terdapat gumpalan. Uji alkohol tersebut sudah baik karena tidak terdapat
gumpalan sehingga kualitas susu yang dihasilkan masih memiliki kualitas yang
baik. Hal ini sesuai dengan SNI (1998) yang menyatakan hasil uji alkohol pada susu
harus negatif. Hal ini diperkuat oleh pendapat Dwitania dan Swacita (2013) yang
menyatakan bahwa uji alkohol negatif ditandai dengan tidak adanya gumpalan susu
yang menempel pada dinding tabung reaksi, uji alkohol negatif menunjukan bahwa
BAB V
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan praktek kerja lapangan dengan judul tata
laksana pemerahan sapi perah laktasi di PT. Naksatra Kejora Desa Rawaseneng
baik.
5.2. Saran
merokok.
DAFTAR PUSTAKA
Dwitania, D. C. dan I. B. N. Swacita. 2013. Uji didih, alkohol, dan derajat asam
susu sapi kemasan yang dijual di pasar tradisional Kota Denpasar. J.
Indonesia Medical Veterinus. 2 (4) : 437-444.
Elida, S. 2016. Potensi dan strategi pengembangan usaha ternak sapi perah di
kecamatan pangkalan kerinci kabupaten pelalawan. Gontor Agrotech
Science Journal. 2 (2): 53-70.
Laryska, N. Dan T. Nurhajati. 2013. Peningkatan kadar lemak susu sapi perah
dengan pemberian pakan konsentrat komersial dibandingkan dengan ampas
tahu. J. Agroveteriner. 1 (2): 79-87.
Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Edisi Pertama. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Mardalena. 2008. Pengaruh waktu pemerahan dan tingkat laktasi terhadap kualitas
susu sapi perah peranakan Fries Holstein. J. Ilmu – Ilmu peternakan. 11 (3):
107-111.
Sari, M.S. 2010. Conception Rate pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternakan
Sapi Bandung Utara Jawa Barat. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
(Skripsi).
Siregar, S. 1995. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudono, A., R. F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara
Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sulistyati, M., Hermawan dan A. Fitriani. 2013. Potensi usaha peternakan sapi
perah rakyat dalam menghadapi pasar global. J. Ilmu Ternak. 13 (1):
17-23.
27
Surjowardojo, P., Suryadi, L. Hakim dan Aulaniam. 2008. Ekspresi produksi susu
pada sapi perah mastitis. J. Ternak Tropika. 9 (2) : 1-11.
Taslim. 2011. Pengaruh faktor produksi susu usaha ternak sapi perah melalui
pendekatan anlisis jalur di jawa barat. J. Ilmu Ternak. 10 (1) :52-56.
Utami, K. B., L. E. Radiati dan P. Surjowardojo. 2014. Kajian kualitas susu sapi
perah PFH (studi kasus pada anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan
Jabung Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (2) :
58–66.
Vergi, M. D., T. H. Suprayogi S. dan S. M. Sayuthi. 2015. Kandungan lemak, total
bahan kering dan bahan kering tanpa lemak susu sapi perah akibat interval
pemerahan berbeda. Animal Agriculture Journal 5 (1): 195-199.
Wijiastutik, D. 2012. Hubungan higiene dan sanitasi pemerahan susu sapi dengan
total plate count pada susu sapi di peternakan sapi perah Desa Manggis
Kabupaten Boyolali. J. Kesehatan Masyarakat. 1 (2) : 934-944.
28
LAMPIRAN
Data Kuisioner
1. Identitas perusahaan
a. Nama perusahaan
b. Alamat perusahaan
c. Nama pemimpin perusahaan
d. Sejarah perusahaan
e. Nomor izin usaha
f. Struktur organisasi perusahaan
g. Letak perusahaan
h. Luas lahan
i. Satatus lahan
j. Penggunaan lahan
k. Aset yang dimiliki
- Bangunan
- Kendaraan
- Mesin
- Lahan
2. Kondisi ternak
a. Jenis/bangsa sapi yang dipelihara
b. Jumlah sapi yang dipelihara
c. Asal bibit ternak
d. Bobot badan ternak
e. Periode laktasi
f. Bulan laktasi
g. Manajemen reproduksi ternak
- Days open
29
33 34
26 28 29 19
18
27 17
BB 25 24
BB
BB 14 15
30
BB
BB 22 16
BB
BB 35
32 31 12
BB
BB
9 11
BB
BB
BB 8 10
BB
BB 7
BB 5
B 6
U
B T
S 3
2
32
Lampiran 3. (Lanjutan)
keterangan :
1. Biara trapiss osco 16. Kandang kalkun 31. Kandang laktas
2. Pabrik kopi 17. Ruang pembuatan keju 32. Kandang sap dara
3. Pos satpam 1 18. Ruang pasteurisasi 33. Lahan hijauan
4. Kebun kopi 19. Ruang radiator 34. Lahan hijauan
5. Pos satpam 2 20. Kandang itik dan ayam 35. Kebun kopi
6. Museum dan cafe 21. Makam
7. Tempat parkir 22. Kantor administrasi
dan informasi
8. Kebun palawija 23. Kandang pedet
9. Green house 24. Kandang pedet lepas
sapih
10. Taman doa 25. Kandang jantan
11. Wisma betlehem dan 26. Gudang pakan
Yerusalem konsentrat
12. Gereja 27. Gudang pakan hijauan
dan chooper
13. Perpustakaan 28. Mess
14. Kantor obat, pencatatan 29. Toilet
produksi dan rekording
15. Kantor mandor 30. Kantor mandor
kandang
33
Lampiran 3. (Lanjutan)
Periode laktasi 1
= (452,1) x (100/12)
= 3767,5 liter/laktasi
= 376,75 liter/bulan
= (421,5) x (100/9)
= 4683,33 liter/laktasi
= 468,33 liter/bulan
= (329,1) x (100/6)
= 5485 liter/laktasi
= 548,5 liter/bulan
= (292,2) x (100/6)
= 4870 liter/laktasi
= 487,0 liter/bulan
= (267,6) x (100/6)
= 4460 liter/laktasi
36
= 446,0 liter/bulan
= (486) x (100/11)
= 4418,18 liter/laktasi
= 441,82 liter/bulan
= (310,8) x (100/11)
= 2825,45 liter/laktasi
= 282,55 liter/bulan
= (375,3) x ((100/10)
= 3753 liter/laktasi
= 375,3 liter/bulan
= (372,3) x (100/10)
= 3723 liter/laktasi
= 372,3 liter/bulan
= (372,3) x (100/8)
= 4653,75 liter/laktasi
= 465,34 liter/bulan
= (301,5) x (100/7)
37
= 4307,14 liter/laktasi
= 430,71 liter/bulan
= (141,6) x (100/6)
= 2360 liter/laktasi
= 236 liter/bulan
= (267,6) x (100/6)
= 4460 liter/laktasi
= 446 liter/bulan
= (320,1) x (100/6)
= 5335 liter/laktasi
= 533,5 liter/bulan
= (310,8) x (100/6)
= 5180 liter/laktasi
= 518 liter/bulan
= (452,1) x (100/11)
= 4110 liter/laktasi
= 411 liter/bulan
= (424,5) x (100/13)
= 3265,38 liter/laktasi
= 326,54 liter/bulan
= (415,2) x (100/13)
= 3196,15 liter/laktasi
= 319,62 liter/bulan
= (415,2) x (100/12)
= 3460 liter/laktasi
= 346 liter/bulan
= (396,9) x (100/12)
= 3075 liter/laktasi
= 307,5 liter/bulan
= (427,5) x (100/11)
= 3886,36 liter/laktasi
= 388,64 liter/bulan
= (360) x (100/10)
= 3600 liter/laktasi
= 360 liter/bulan
39
= (267,6) x (100/6)
= 4460 liter/laktasi
= 446 liter/bulan
= (344,7) x (100/6)
= 5745 liter/laktasi
= 574,5 liter/bulan
= (381,6) x (100/12)
= 3180 liter/laktasi
= 318 liter/bulan
= (252,3) x (100/10)
= 2523 liter/laktasi
= 252,3 liter/bulan
= (390,6) x (100/12)
= 3255 liter/laktasi
= 325,5 liter/bulan
= (402,9) x (100/8)
= 5025 liter/laktasi
40
= 502,5 liter/bulan
= (221,4) x (100/6)
= 3690 liter/laktasi
= 369,0 liter/bulan
= (264,6) x (100/6)
= 4410 liter/laktasi
= 441 liter/bulan
41
Lampiran 7. Hasil Uji Kualitas Susu Sapi Perah Laktasi di PT. Naksatra
Kejora Rawaseneng
Lampiran 8. Dokumentasi
RIWAYAT HIDUP
Warureja tahun 2012-2015. Pada tahun 2015 penulis terdaftar sebagai mahasiswa