Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sapi perah adalah sapi yang dikembangbiakan secara khusus agar dapat

menghasilkan susu dalam jumlah besar. Susu merupakan salah satu sumber protein

hewani yang penting untuk dikonsumsi masyarakat. Kebutuhan susu di Indonesia

dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, oleh karena itu untuk

mencukupi kebutuhan susu perlu adanya perbaikan manajemen dalam

pemeliharaan sapi perah, manajemen tersebut meliputi manajemen pemberian

pakan, manajemen pemerahan, manajemen pembibitan, manajemen perkawinan,

dan manajemen perkandanagan serta lingkungan.

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini sebagian besar (90%) masih

termasuk ke dalam usaha peternakan rakyat. Usaha ternak sapi perah di Indonesia

masih relatif kecil yaitu 1-3 ekor. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut

lebih disebabkan oleh kurangnya modal, pengetahuan atau ketrampilan petani yang

meliputi aspek produksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pasca panen,

penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi serta pencegahan penyakit.

Produksi susu sapi di Indonesia masih tergolong rendah yaitu hanya mampu

memenuhi 25-30% kebutuhan masyarakat. Produksi susu sapi yang rendah dan

kualitas susu yang tidak memenuhi standar merupakan permasalahan yang sering

terjadi, faktor koreksi yang perlu dikembangkan untuk produksi susu sapi perah di

daerah iklim sedang terutama adalah untuk lama (hari) laktasi, frekuensi

pemerahan, umur, dan masa kosong.


2

Kegiatan pemerahan dibagi menjadi 3 tahap yaitu pra pemerahan, pemerahan

dan pasca pemerahan. Pra pemerahan dilakukan sebelum proses pemerahan, hal

yang harus dilakukan adalah sanitasi lingkungan, kandang dan ternak, serta

menyiapkan alat alat untuk proses pemerahan. Pemerahan dilakukan saat

pemerahan berlangsung, proses pemerahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu

dengan tangan dan dengan mesin, hal yang perlu untuk diperhatikan saat pemerahan

yaitu kebersihan pemerah dan pemerahan harus dilakukan sampai tuntas. Pasca

pemerahan yaitu kegiatan setelah proses pemerahan yaitu meliputi dipping dan

penanganan susu. Tata laksana pemerhan yang baik dapat mempengaruhi produksi

dan kualitas susu.

Bertolak pada masalah tersebut maka dilakukan praktek kerja lapangan

dengan judul Tata Laksana Pemerahan Sapi Perah Laktasi di PT. Naksatra Kejora.

Tujuan dari praktek kerja lapangan adalah untuk mengetahui tata laksana

pemerahan dan kualitas susu yang baik pada peternakan sapi perah Laktasi di PT.

Naksattra Kejora Desa Rawaseneng Kecamatan Kandangan Kabupaten

Temanggung. Manfaat yang diperoleh dari praktek kerja lapangan adalah

mahasiswa dapat memahami dan mengevaluasi tata laksana pemerahan yang baik

untuk menghasilkan produksi dan kualitas susu yang baik pada peternakan sapi

perah di PT. Naksattra Kejora Desa Rawaseneng Kecamatan Kandangan

Kabupaten Temanggung.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Perah Fries Holstein (FH)

Sapi Perah Fries Holstein (FH) merupakan sapi yang berasal dari Belanda,

yang memiliki tingkat produksi susu tertinggi dengan kadar lemak yang relatif

rendah dibandingkan sapi perah lainnya (Riski dkk., 2016). Sapi FH memilki ciri –

ciri berbadan besar dan rata - rata produksi susunya tinggi, bulu berwarna belang

hitam putih, di bagian dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga, kaki

bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, serta tanduk pendek dan menjurus

ke depan, di Indonesia rata – rata produksi susu sapi FH yaitu 10 liter per ekor per

hari, warna lemak kuning dengan butiran – butiran (globuli) lemak kecil sehingga

baik untuk konsumsi susu segar (Syarif dan Harianto, 2011).

2.2. Masa Laktasi

Masa laktasi adalah masa sapi perah sedang menghasilkan susu setelah

melahirkan, yakni selama ± 10 bulan antara saat beranak dan masa kering kandang,

pada masa laktasi peternak harus melakukan manajemen secara optimal agar

menghasilkan produksi susu yang optimal, tahapan – tahapan tersebut meliputi

manajemen perkandangan, tata laksana pemberian pakan, pengaturan perkawinan,

pengendalian penyakit, dan metode pemerahan (Sudono dkk., 2003). Jumlah rata-

rata produksi susu sapi perah laktasi, di tingkat peternak adalah 10 liter/hari/ekor,

banyak sedikitnya produksi susu yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh genetik,
4

lingkungan dan interaksi keduanya yang dapat mempengaruhi performans produksi

susu sehingga menimbulkan keragaman produksi susu dari setiap individu sapi

(Firman dan Tawaf, 2008). Produksi susu sapi makin meningkat dari awal bulan

laktasi sampai bulan laktasi ke 3, kemudian mengalami penurunan pada bulan

laktasi selanjutnya dan akhirnya mengalami dry period atau kering kandang

(Laryska dan Nurhajati, 2013). Puncak prestasi produksi susu seekor sapi dicapai

ketika berumur antara 7–8 tahun, sapi – sapi muda di bawah umur tersebut

produksinya masih rendah karena masih dalam proses pertumbuhan. Sebaliknya

setelah umur tersebut produksi mulai turun karena umurnya mulai tua (senilitas)

(Makin, 2011).

2.3. Manajemen Reproduksi

Manajemen reproduksi erat hubunganya dengan keberhasilan suatu

perusahaan peternakan sapi perah, manajemen reproduksi yang baik akan

menghasilkan produksi susu yang tinggi. Manajemen reproduksi meliputi masa

birahi, first mating, Service per conception, days open dan calving interval.

Service per conception merupakan rasio banyaknya kawin per jumlah bunting sapi

sehingga semakin kecil angka yang dihasilkan maka ternak tersebut sangat efisien

dalam berproduksi nilai S/C yang baik yaitu kurang dari dua. Faktor – faktor yang

mempengaruhi keberhasilan manajemen reproduksi pada sapi perah adalah

kebuntingan yang tinggi S/C dan pengaturan days open yang baik, normalnya days

open antara 60 - 90 hari kedua faktor tersebut juga di pengaruhi oleh ternak,

peternak dan petugas inseminator, tingkat kejelian para peternak untuk mendeteksi
5

tanda-tanda birahi ternak dan kepiawaian inseminator sangat mempengaruhi

tingkat keberhasilan iseminasi (Al-Amin, 2016). Apabila first mating, days open, CI

dan S/C pada sapi perah baik maka akan menghasilkan produktifitas yang baik

(Sari, 2010).

2.4. Tata Laksana Pemerahan

Tata laksana pemerhan pada sapi perah meliputi 3 cara, yaitu pra

pemerahan, pemerahan dan pasca pemerahan (Suryowardojo, 2011) :

2.4.1 Pra pemerahan

Kegiatan yang dilakukan saat pra pemerahan yaitu meliputi memandikan

sapi, membersihkan kandang dan lingkungan kandang, membersihkan ambing

dengan menggunakan air hangat dan dikeringkan menggunakan handuk serta

stripping untuk mengidentifikasi sapi yang terkena mastitis (Suryowardojo, 2011).

Sebelum melakukan pemerahan ada beberapa hal yang harus di perhatikan yaitu,

kebersihan tangan pemerah, air yang digunakan untuk mencuci peralatan

pemerahan, minum dan mandi ternak, serta ember perah yang digunakan harus

higenis (Handayani dan Purwanti, 2010). Pemerahan dapat mempengaruhi kualitas

susu yang dihasilkan, sebelum proses pemerahan sebaiknya pemerah

memperhatikan kebersihan diri seperti kebersihan kuku tangan, tangan dan pakaian

dan menjaga kebersihan peralatan pemerah seperti ember, saringan, milk can dan

lap (Wijiastutik, 2012).


6

2.4.2. Pemerahan

Pemerahan susu dilakukan dengan cara pengurutan ambing dengan air

hangat, pemerahan harus dilakukan sampai tuntas (Nurhadi, 2010). Pemerahan sapi

dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pemerah (milking machine) atau

dengan tangan (hand milking), proses pemerahan yang baik harus menunjukkan ciri

- ciri sebagai berikut, pemerahan dilakukan dalam interval yang teratur, cepat,

dikerjakan dengan kelembutan, pemerahan dilakukan sampai tuntas, menggunakan

prosedur sanitasi, efisien dalam penggunaan tenaga kerja (Prihadi, 1996). Metode

pemerahan manual atau dengan tangan ada 3 cara yaitu whole hand, knevelen dan

stripen (Putra, 2009). Pemerahan dilakukan secara lembut terlebih dahulu,

kemudian semakin cepat, proses ini dilakukan agar sapi tidak terkejut, pemerahan

sebaiknya dilakukan secara cepat seefektif mungkin hal ini dilakukan untuk

menghindari rasa tidak nyaman bagi sapi perah, pada pemerahan pertama hingga

ketiga sebaiknya susu dibuang untuk mengurangi bakteri, pemerahan dilakukan

sampai susu di dalam ambing habis (Syarif dan Harianto, 2011).

Interval pemerahan yang panjang akan mempengaruhi kecepatan sekresi,

penurunan dalam sekresi susu terjadi setelah 12 jam dan interval tersebut dapat

mempengaruhi interval pemerahan berikutnya. Selang waktu pemerahan yang tidak

seimbang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu. Selang waktu pemerahan yang

pendek menghasilkan produksi susu yang lebih rendah namun mempunyai

presentase lemak yang tinggi. Sapi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12

jam memproduksi susu 1,8% lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang diperah

dengan selang pemerahan 15:9 jam (Resti, 2009).


7

2.4.3. Pasca pemerahan

Pasca pemerahan merupakan tahap yang terakhir dalam kegiatan

pemerahan pasca pemerahan dilakukan dengan cara mencuci ambing dan

melakukan teat dipping, hal ini bertujuan agar tidak ada bakteri yang masuk dalam

lubang puting (Mahardika dkk., 2016). Kegiatan yang biasa dilakukan setelah

pemerahan yaitu ambing dicuci bersih dan dilap menggubakan air bersih dan

dicelupkan ke dalam desinfektan selama 4 detik untuk masing – masing puting, alat

– alat yang digunakan saat pemerahan dicuci menggunakan detergen kemudian

dikeringkan. Susu hasil pemerahan ditimbang kemudian dicatat hasil produksinya

kemudian susu disaring, penyaringan susu bertujuan untuk mendapatkan susu yang

terbebas dari kotoran dan bulu sapi (Syarif dan Harianto, 2011). Susu segar yang

dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar, setelah susu diperah

kemudian dibawa ke kamar susu, penanganan susu yang dilakukan adalah

penyaringan, pendinginan atau pemanasan. Pengujian kualitas susu juga penting

dilakukan untuk mengetahui kualitas susu yang dihasilkan (Siregar, 1995).

2.5. Kualitas Susu

Susu merupakan minuman alami yang mempunyai nilai gizi tinggi karena

mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap antara lain kalsium, protein, fosfor,

magnesium, vitamin D, dan vitamin A, susu berperan bagi pertumbuhan serta

pembentukan tulang dan gigi (Syarif dan Harianto, 2011). Penilaian kualitas susu

ada dua macam yaitu secara fisik dan secara kimiawi, penilaian secara fisik yaitu

meliputi warna, bau dan rasa, sedangkan penilaian kualitas susu secara kimiawi
8

diantaranya dapat berdasarkan kadar lemak, bahan kering, berat jenis dan kadar

protein. Susu memiliki kualitas yang baik apabila memiliki syarat minimum berat

jenis (BJ) susu pada sapi perah adalah 1.0280, kadar lemak susu segar adalah 3.0%,

dan minimal kadar protein susu sapi perah yaitu 2.7% (Riski dkk., 2016). Faktor

yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah adalah bangsa

sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, umur sapi, selang

beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tata laksana pemberian pakan

(Sudono dkk., 2003). Uji alkohol negatif ditandai dengan tidak adanya gumpalan

susu yang menempel pada dinding tabung reaksi, uji alkohol negatif menunjukan

bahwa susu masih layak untuk dikonsumsi (Dwitania dan Swacita, 2013)

2.6. Pemberian pakan

Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama untuk keberhasilan suatu

usaha peternakan, pakan pada sapi perah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

hidup pokok, reproduksi dan produksi susu. Jenis pakan yang diberikan pada sapi

perah terdiri dari hijauan dan konsentrat (Riski dkk., 2016). Pemberian konsentrat

2 jam sebelum hijauan akan meningkatkan akan meningkatkan kecernaan bahan

kering dan bahan organik ransum, yang akan meningkatkan konsumsi bahan kering

ransum (Astuti dkk., 2015). Sapi perah laktasi memerlukan 2,5 kali energi untuk

produksi susu dari yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, ransum pakan sapi

laktasi harus mengandung protein, energi, hijauan dan mineral yang dibutuhkan

(Laryska dan Nurhajati, 2013).


9

BAB III

MATERI DAN METODE

Praktek kerja lapangan dilaksanakan pada tanggal 4 Januari – 2 Februari

2018 di PT. Naksatra Kejora Desa Rawaseneng Kecamatan Kandangan Kabupaten

Temanggung.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam praktek kerja lapangan meliputi 30 ekor sapi

perah laktasi dan susu. Alat yang digunakan yaitu ember untuk menampung susu

saat pemerahan, timbangan untuk menimbang susu, penyaring untuk menyaring

susu, drigen sebagai tempat menyimpan susu sementara, cool boox sebagai tempat

penyimpanan susu, kartu rekording untuk melihat identitas sapi dan alat tulis untuk

mencatat hasil pengamatan.

3.2. Metode

Metode yang dilakukan yaitu observasi langsung dan partisipasi aktif dalam

kegiatan tata laksana pemerahan, dan pemeliharaan sapi laktasi dengan melakukan

praktek kerja lapangan selama satu bulan untuk mendapatkan data primer dan data

sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengamatan langsung dan

praktek kerja yang meliputi pemeliharaan sapi laktasi, proses pra pemerahan,

pemerahan, pasca pemerahan dan pengujian kualitas susu di lokasi peternakan serta

wawancara dengan manager atau pekerja berdasarkan kuisioner yang telah dibuat.
10

Pengambilan data sekunder diperoleh dari catatan yang ada pada PT. Naksatra

Kejora.

3.2.1. Keadaan umum

Parameter keadaan umum yang perlu didapat adalah sejarah PT. Naksatra

Kejora, kondisi umum dan struktur organisasi serta populasi ternak yang dipelihara.

Data tersebut diperoleh dari PT. Naksatra Kejora.

3.2.2. Pemerahan

Metode yang dilakukan saat pemerahan meliputi 3 cara, yaitu pra

pemerahan, pemerahan, dan pasca pemerahan. Kegiatan pra pemerahan meliputi

sanitasi kandang yang dilakukan setiap dua kali sehari sebelum pemerahan yaitu

pada pagi pukul 4.30 dan siang pukul 11.00, proses sanitasi kandang dilakukan

dengan cara menyemprotkan air dengan menggunakan selang ke bagian lantai

kandang dengan menggunakan serok kayu untuk mendorong kotoran. Ternak

dimandikan setiap sehari sekali pada pukul 5.00 dengan menggunakan air bersih

kemudian seuruh badan ternak dibersihkan dengan sikat. Alat – alat pemerahan

disiapkan seperti ember, kursi, tali, drigen dan saringan susu, kemudian ekor ternak

diikat pada bagian kaki. Pemerahan susu dengan metode whole hand, yaitu dengan

cara ambing ditekan menggunakan 5 jari, dan di catat lama pemerahan susu, susu

di tampung di dalam ember, kegiatan pemerahan dilakukan sampai tuntas. Setelah

pemerahan selesai susu yang ada di ember di bawa ke tempat penimbangan

kemudian diakukan penimbangan dan di catat produksinya kemudian disaring dan

dimasukan ke dalam drigen susu. Susu di bawa ke tempat penyimpanan susu dan
11

dilakukan uji berat jenis, lemak susu dan alkohol. Peralatan pemerahan yang teah

digunakan kemudian di cuci menggunakan air hangat dan di keringkan.

3.2.1. Kualitas susu

Parameter yang diukur untuk uji kualitas susu adalah berat jenis susu, kadar

lemak susu, dan uji alkohol. Data tersebut di dapat dari laboratorium yang ada di

PT. Naksatra Kejora.


12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum PT. Naksatra Kejora Rawaseneng

Keadaan umum PT. Naksatra Kejora meliputi sejarah PT. Naksatra Kejora,

lay out PT. Naksatra Kejora, populasi ternak, dan struktur organisasi.

4.1.1. Sejarah PT. Naksatra Kejora

PT. Naksatra Kejora berarti bintang yang bersinar terang, pada awalnya

perusahaan ini merupakan suatu usaha yang bergerak di bidang perkebunan.

Peternakan sapi perah PT. Naksatra Kejora merupakan usaha swadaya, yang mulai

dikembangkan oleh Yayasan Santa Maria Rawaseneng pada tahun 1956.

Peternakan di bawah nama yayasan Santa Maria pada tanggal 22 Agustus 1988

terdaftar di Pengadilan Negeri Temanggung, No.4/1958.P. dan disahkan dengan

keputusan menteri kehakiman republik indonesia, pada tangga 8 Septembr 1989,

dengan nomor C2-955HT01.01TH89. Sejak tanggal 30 Juni 1995, pengelolaan

peternakan diserahkan kepada pihak PT. Naksatra Kejora. Perusahaan ini dipimpin

oleh Romo Frans Harjawiyata, OCSO, selaku pendiri perusahaan dan ketua yayasan

ordo birawan Trappist Indonesia pada tanggal 5 Juli 1995 PT. Naksatra Kejora

terdaftar di Pengadilan Negeri Temanggung, No.5/PT/1995/PNTmg. pada tangggal

20 maret 1996. Tujuan utama usaha ini adalah bukan semata – mata mencari

keuntungan tetapi untuk membantu masyaratak di sekitar yayasan. Tahun 2007


13

Romo frans telah menduduki jabatan ketua PT. Naksatra Kejora, dan sekarang

penggantinya adalah Romo Abas Gonzaga.

4.1.2. Lay out PT. Naksatra Kejora

Lay out perkandangan di PT. Naksatra Kejora dapat dilihat pada Lampiran

3. bangunan yang terdapat di PT. Naksatra Kejora terdiri dari biara trapiss, pabrik

kopi, pos satpam, kebun kopi, museum dan cafe, tempat parkir, kebun palawija,

green house, taman doa, wisma betlehem dan yerusalem, gereja, perpustakaan,

kantor obat, pencatatan produksi dan rekording, kantor mandor, kandang kalkun,

ruang pembuatan keju, ruang pasteurisasi, ruang radiator, kandang itik dan ayam,

makam, kantor administrasi, kandang pedet, kandang pedet lepas sapih, kandang

jantan, gudang pakan konsentrat, gudang pakan hijauan dan chopper, mess, toilet,

kantor mandor kandang, kandang laktasi, kandang sapi dara dan lahan hijauan.

Luas lahan di PT. Naksatra Kejora yaitu 32 ha, dengan luas kandang sapi

perah laktasi yaitu 129 m2. Tipe kandang sapi perah laktasi di PT. Naksatra Kejora

yaitu head to head, kandang membujur dari utara ke selatan, dengan kapasitas

kandang sapi perah laktasi yaitu 64 ekor. Tipe kandang di perusahaan tersebut

sudah baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutarto dan Sutarto (2005) yang

menyatakan bahwa kandang harus memiliki fungsi kenyamanan bagi ternak, arah

kandang sebaiknya membujur dari utara ke selatan agar kandang mendapat sinar

matahari yang cukup.


14

4.1.3. Populasi ternak

Populasi ternak pada tahun 1957 awalnya yaitu 2 ekor sapi perah laktasi,

kemudian didatangkan lagi sebanyak 30 ekor sapi perah dari Bandung, yang terdiri

dari 20 ekor sapi laktasi, 9 ekor betina bunting dan 1 ekor pejantan. Tahun 1965

didatangkan 20 ekor sapi dari Belanda, kemudian pada tahun 1969 didatangkan

pejantan Friesian Holstein (FH) dari Belanda. Populasi ternak dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan hingga sekarang, populasi ternak tahun 2018 disajikan

dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Populasi sapi perah di PT. Naksatra Kejora, Rawaseneng.

Nomor Status Jumlah (ekor) Persentase (%)


1. Pedet 21 17,22
2. Dara 24 19,67
3. Laktasi 54 44,26
4. Kering kandang 13 10,65
5. Pejantan 10 8,20
Total 122 100
Sumber : Data Primer Praktek Kerja Lapangan, 2018.

Berdasarkan hasil praktek kerja lapangan pada Tabel 1. Dapat diketahui

bahwa jumlah sapi di PT. Naksatra Kejora sudah baik karena jumlah sapi laktasi

sudah lebih dari standar ideal sapi perah untuk kontinyunitas. Dilihat dari jumlah

ternaknya perusahaan tersebut digolongkan ke dalam perusahaan dengan skala

besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Alpian (2010) yang menyatakan bahwa

perusahaan ternak dapat dikatakan besar apabila memiliki jumlah sapi lebih dari

100 ekor.
15

4.1.4. Struktur organisasi PT. Naksatra Kejora

Direktur utama
Romo Abas Gonzaga Rudiyat, OCSO

Kepala Bagian Peternakan


Ft. Valentinus, OCSO

Mandor Besar
Bapak Saliyen

Mandor Rumput Bagian Administrasi Mandor Kandang


Bapak Rame Romo Anton Bapak Sunardi

Karyawan Karyawan Karyawan


Irigasi Pencatatan susu Kamar susu
Penyabitan Pencatatan Kandang
Perawatan rumput Pengobatan
Penanaman Ekspedisi Perkawinan
Keamanan Pakan

Ilustrasi 1. Skema Struktur Organisasi PT. Naksatra Kejora 2018.

Struktur organisasi di PT. Naksatra kejora dengan kedudukan tertinggi di

pegang oleh direktur utama tugas direktur utama yaitu memimpin perusahaan,

kemudian dibawah direktur utama ada kepala bagian peternakan yang memiliki

tugas mengkoordinasi di bagian peternakan dibawahnya lagi ada mandor besar.

Mandor besar bertugas mengawasi kegiatan yang berhubungan dengan peternakan.

Dari mandor besar dibagi tiga bagian yaitu mandor rumput yang bertugas
16

mengkoordinasi bagian penanaman rumput hingga pemanenan rumput, kemudian

bagian administrasi bertugas untuk mengurus administrasi dan pencatatan data –

data dan bagian yang ketiga yaitu kamndor kandang yang bertugas memimpin

kegiatan yang berkaitan di kandang, dan dibawah bagian – bagian tersebut terdapat

karyawan yang masing – masing memiliki tugas sendiri – sendiri.

Jumlah karyawan di PT. Naksatra Kejora berjumlah 42 orang, mereka

berada di bawah perlindungan Departemen Tenaga Kerja, ambil bagian di dalam

Jamsostek, dan terlibat di dalam SPSI. Jaminan karyawan dan keluarganya

mendapat keringanan perawatan atau pengobatan sebesar 90%, jaminan yang lain

yaitu THR, pakaian kerja setahun sekali, tunjangan uang hadir, ASTEK dan

kesejahteraan karyawan dengan mengadakan dana hari tua (dana pensiun).

4.2. Identitas Ternak Sapi Perah Laktasi

Identitas ternak sapi perah laktasi dapat dilihat pada Lampiran 4. dengan

jumlah sampel sapi yang digunakan yaitu sebanyak 30 ekor sapi laktasi dengan

periode laktasi 1-6, bulan laktasi 1-18, dan umur sapi 4 tahun – 9 tahun. Periode

laktasi yang menghasikan susu tertinggi yaitu pada periode 4-5, dengan umur ternak

7-8 tahun dan bulan laktasi tertinggi pada bulan ke dua dan tiga yang mencapai

produksi 13% dari total produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Makin (2011)

yang menyatakan bahwa puncak produksi sapi perah yaitu pada sapi laktasi yang

berumur 7-8 tahun. Menurut pendapat Sudono dkk. (2003) menyatakan bahwa

produksi susu tertinggi pada sapi perah yaitu pada masa laktasi ke 4 sampai 5, hal

ini karena pada masa laktasi tersebut pertumbuhan ambingnya mencapai

maksimum.
17

4.3. Tata Laksana Pemerahan

Tata laksana pemerahan di PT. Naksatra Kejora Rawaseneng meliputi 3

kegiatan yaitu pra pemerahan, pemerahan dan pasca pemerahan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Suryowardojo (2011) yang menyataan bahwa tata laksana

pemerhan pada sapi perah meliputi 3 cara, yaitu pra pemerahan, pemerahan dan

pasca pemerahan.

4.3.1. Pra pemerahan

Kegiatan pra pemerahan yang dilakukan di PT. Naksatra Kejora

Rawaseneng yaitu meliputi sanitasi kandang, memandikan ternak, menyiapan alat

– pemerahan dan membersihkan ambing. Kegiatan sanitasi kandang di PT.

Naksatra Kejora Rawaseneng dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari

pukul 04.30 dan pada siang hari pukul 11.00. Proses sanitasi kandang dilakukan

dengan cara menyemprotkan air dengan menggunakan selang ke bagian lantai

kandang dengan menggunakan serok kayu untuk mendorong kotoran. Kegiatan

memandikan ternak dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada pukul 05.00,

sedangkan pada pemerahan sore hanya dilakukan pembersihan ambing. Proses

memandikan ternak dilakukan dengan cara menyemprotkan air dengan

menggunakan selang ke seluruh tubuh ternak, kemudian tubuh ternak disikat. Alat

– alat yang disiapkan untuk proses pemerahan yaitu ember, timbangan, penyaring

susu dan dirigen. Pembersihan ambing dilakuan setelah ternak dimandikan, proses

pembersihan dilakukan dengan cara ambing dicuci dengan air dengan

menggunakan tangan. Proses pra pemerahan yang dilakukan di PT. Naksatra kejora
18

sudah cukup baik karena sudah dilakukan sanitasi lingkungan dan ternak. Hal ini

sesuai dengan pendapat Surjowardojo (2011) yang menyatakan bahwa kegiatan

yang dilakukan saat pra pemerahan yaitu meliputi memandikan sapi, membersihkan

kandang dan lingkungan kandang, membersihkan ambing dengan menggunakan air

hangat dan dikeringkan menggunakan handuk serta stripping untuk

mengidentifikasi sapi yang terkena mastitis.

Kebersihan tangan pemerah juga harus diperhatikan sebelum melakukan

pemerhan agar nantinya tidak mencemari susu. Hal ini sesuai dengan pendapat

Handayani dan Purwanti (2010) yang menyatakan bahwa pada saat sebelum

pemerahan ada beberapa hal yang harus di perhatikan yaitu, kebersihan tangan

pemerah, air yang digunakan untuk mencuci peralatan, minum dan mandi, serta

ember perah yang digunakan harus higenis.

4.3.2. Pemerahan

Proses pemerahan yang dilakukan di PT. Naksatra kejora masih manual

yaitu menggunakan tangan. Metode pemerahan yang terapkan yaitu dengan metode

whole hand yaitu dengan menggunakan seluruh jari. Metode yang diterapkan sudah

baik karena dengan whole hand maka waktu pemerahan akan berjalan cepat, karena

susu yang keluar dari puting bisa keluar maksimal dan puting tidak terasa sakit pada

saat diperah. Hal ini sesuai dengan pendapat Surjowardojo dkk. (2008) yang

menyatakan bahwa metode whole hand baik dilakukan karena metode whole hand

dapat mengurangi luka pada puting pada proses pemerahan berlangsug. Frekuensi

pemerahan yang dilaksanakan di PT. Naksatra Kejora dilakukan dua kali sehari,
19

frekuensi tersebut sudah baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardalena (2008)

yang menyatakan bahwa frekuensi pemerahan pada sapi perah biasanya dilakukan

dua kali sehari yaitu pagi dan sore pemerahan pada sapi dilakukan dengan lembut

agar sapi tidak terganggu dan tidak stress, sehingga produksinya tidak turun.

Lama waktu pemerahan di PT. Naksatra Kejora dapat dilihat pada

Lampiran 6. dengan rata - rata waktu pemerahan pagi yaitu 9 menit 13 detik dengan

rata – rata produksi susu 6,63 kg dan rata – rata waktu pemerahan sore yaitu 7 menit

50 detik dengan rata – rata produksi susu 4,17. Lama waktu pemerahan tersebut

sudah tergolong baik karena tidak terlalu lama sehingga dapat mengefesienkan

waktu pemerahan dan meminimalkan rasa tidak nyaman pada ternak saat

pemerahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif dan Harianto (2011) yang

menyatakan bahwa pemerahan sebaiknya dilakukan secara cepat seefektif mungkin

hal ini dilakukan untuk menghindari rasa tidak nyaman bagi sapi perah.

Interval pemerahan yang dilaksanakan di PT. Naksatra Kejora yaitu 14:10,

interval pemerahan yang dilaksanakan kurang baik karena interval yang tidak

seimbang dapat mempengaruhi jumlah produksi susu. Hal ini sesuai dengan

pendapat Resti (2009) yang menyatakan bahwa penurunan sekresi susu terjadi

setelah 12 jam, selang waktu pemerahan yang tidak seimbang akan mempengaruhi

jumlah dan kualitas susu, sapi yang diperah dengan selang pemerahan 12:12 jam

akan memproduksi susu 1,8% lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang diperah

dengan interval 15:9. Hal ini diperkuat oleh pendapat Vergi dkk. (2015) yang

menyatakan bahwa setelah dilakukan pemerahan kelenjar ambing akan kembali


20

mensintesis susu, pembentukan susu pada ambing berlangsung selama 6–8 jam,

kemudian pembentukan akan berhenti apabila gland cistern sudah terpenuhi.

Poduksi susu yang di peroleh di PT. Naksatra kejora dapat dilihat pada

lampiran 5. dengan rata – rata produksi susu yaitu 11,6 liter/hari. Produksi susu

tersebut sudah baik karena sudah sesuai dengan standar produksi susu sapi perah di

Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Utami dkk. (2015) yang menyatakan

bahwa rata – rata produksi susu di indonesia yaitu 10,6 liter/hari. Faktor – faktor

yang mempengaruhi produksi susu yaitu bulan laktasi, massa laktasi, nutrisi pakan,

frekuensi pemerahan, umur dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Pasaribu dkk. (2015) yang menytakan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh

pakan, frekuensi pemerahan, interval pemerahan, lingkungan dan genetik,

peningkatan jumlah pakan dan kuaitas pakan dapat meningkatkan produksi susu

begitupun sebaliknya. Produksi maksimal pada sapi perah yaitu ketika sapi laktasi

pada bulan ke 2 dan 3, dan sapi berumur 8 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat

Makin (2011) menyatakan bahwa puncak prestasi produksi air susu seekor sapi

dicapai ketika berumur antara 7–8 tahun, sapi – sapi muda di bawah umur tersebut

produksinya masih rendah karena masih dalam proses pertumbuhan, setelah umur

tersebut produksi mulai turun karena umurnya mulai tua (senilitas), hal ini

dikarenakan fungsi sintesis susu pada ambing sudah menurun.

4.3.3. Pasca pemerahan

Kegiatan pasca pemerahan yang dilakukan di PT. Naksatra Kejora meliputi

penimbangan susu, penyaringan, pengangkutan, penyimpanan di cooling box, uji


21

kualitas susu dan pengolahan susu menjadi pasteurisasi dan keju serta penyucian

alat – alat pemerahan. Kegiatan pasca pemerahan pada sapi perah di PT. Naksatra

Kejora belum dilakukan dipping, sebaiknya ternak setelah diperah dilakukan

dipping agar dapat mencegah masuknya mikroba masuk ke dalam puting sehingga

meminimalissir terjadinya mastitis. Hal ini sesuai dengan pendapat

Mahardika dkk. (2016) yang menyatakan bahwa pasca pemerahan merupakan tahap

terakhir dalam kegiatan pemerahan, kegiatan yang dilakukan saat pasca pemerahan

yaitu mencuci ambing dan teat dipping, hal ini dilakukan agar tidak ada bakteri

yang masuk ke dalam lubang puting. Kegiatan pasca pemerahan secara keseluruhan

di PT. Naksatara Kejora sudah baik karena penanganan susu sudah dilakukan

dengan cepat dan sudah dilakukan proses penyaringan hingga pengolahan sehingga

susu segar yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Hal ini sesuai dengan

pendapat Siregar (1995) yang menytakan bahwa susu segar harus ditangani dengan

cepat dan benar, susu setelah diperah dilakukan penyaringan dengan tujuan agar

susu terbebas dari kotoran, kemudian susu segera di bawa kamar susu untuk

dilakukan penyimpanan dan uji kualitas susu.

4.4. Uji Kualitas Susu

Uji kualitas susu yang dilakukan di PT. Naksatra Kejora dapat diihat pada

Lampiran 7. uji kualitas susu tersebut meliputi uji berat jenis susu, uji kadar lemak

susu dan uji alkohol. Uji kualitas yang dilakukan di PT. Naksatra Kejora sudah baik.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sirgar (1995) yang menyatakan bahwa pengujian
22

kualitas susu dilakukan karena merupakan hal yang penting untuk mengetahui

kualitas susu yang dihasilkan.

4.4.1. Berat jenis susu

Berat jenis susu yang diperoleh saat praktikum rata – rata yaitu 1,0255,

hasil berat jenis tersebut kurang baik karena kurang dari standar. Hal ini sesuai

dengan pendapat Utami (2014) yang menyatakan bahwa berat jenis susu pada sapi

perah yang baik adalah 1,0270. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi berat

jenis susu yaitu masa laktasi sapi perah, kualitas dan kuantitas pakan, interval

pemerahan dan kondisi lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Firmansyah (2010) yang menyatakan bahwa berat jenis susu dipegaruhi oleh pakan

yang dikonsumsi sapi dan mekanisme yang bekerja dalam proses pembentukan

susu serta dipengaruhi juga oleh perbedaan laktasi dan waktu pemerahan.

4.4.2. Kadar lemak susu

Kadar lemak susu yang diperoleh di PT. Naksatra Kejora rata – rata yaitu

3,98, nilai kadar lemak tersebut sudah baik karena sudah lebih dari standar kadar

lemak. Hal ini sesuai SNI (2011) yang menyatakan bahwa standar kadar lemak

untuk susu sapi perah di Indonesia yaitu 3%. Faktor – faktor yang mempengaruhi

tinggi rendahnya kadar lemak yaitu massa laktasi, bulan laktasi, jarak pemerahan

dan manjemen pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Vergi (2015) yang menyatakn

bahwa interval pemerahan mempengaruhi kadar lemak susu, interval pemerahan

yang pendek menghasilkan kadar lemak susu yang tinggi, kadar lemak juga
23

dipengaruhi oleh komposisi nutrien, seperti lemak, protein, laktosa, vitamin,

mineral dan lain-lain.

4.4.3. Uji alkohol

Uji alkohol yang diperoleh di PT. Naksatra Kejora rata – rata yaitu negatif,

atau tidak terdapat gumpalan. Uji alkohol tersebut sudah baik karena tidak terdapat

gumpalan sehingga kualitas susu yang dihasilkan masih memiliki kualitas yang

baik. Hal ini sesuai dengan SNI (1998) yang menyatakan hasil uji alkohol pada susu

harus negatif. Hal ini diperkuat oleh pendapat Dwitania dan Swacita (2013) yang

menyatakan bahwa uji alkohol negatif ditandai dengan tidak adanya gumpalan susu

yang menempel pada dinding tabung reaksi, uji alkohol negatif menunjukan bahwa

susu masih layak untuk dikonsumsi.


24

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan praktek kerja lapangan dengan judul tata

laksana pemerahan sapi perah laktasi di PT. Naksatra Kejora Desa Rawaseneng

Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung dapat disimpulkan sudah cukup

baik.

5.2. Saran

Berdasarkan kegiatan praktek kerja lapangan yang telah dilakukan, maka

dapat disarankan sebagai berikut:

1. Pembersihan ambing ketika akan di perah sebaiknya menggunakan air

hangat dan lap.

2. Kebersihan tangan dan pakaian pekerja pada saat akan melakukan

pemerahan sebaiknya lebih diperhatikan lagi dan sebaiknya pekerja tidak

merokok.

3. Sebaiknya dilakukan dipping setelah proses pemerahan.


25

DAFTAR PUSTAKA

Al-Amin, A. F. 2016. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Calving Interval Sapi


Perah pada Peternakan Rakyat di Provinsi Lampung. Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, Lampung. (Skripsi).
Alpian, A. 2010. Faktor – faktor yang mempengaruhi produktivitas susu dan
pendapatan peternak sapi perah dikecamatan Tanjungsari Kabupaten
Sumedang. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Bogor. (Skripsi).
Astuti, A., Erwanto dan P. E. Santoso. 2015. Pengaruh cara pemberian konsentrat-
hijauan terhadap respon fisiologi dan performa sapi peranakan simmental.
J. Ilmiah Peternakan Terpadu. 3 (4): 201-207.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-2782-1998. Metode Pengujian Susu


Segar. BSN. Jakarta.

Direktorat Jendral Peternakan. 2008. Statistik Peternakan 2008. Direktorat Jendral


Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Dwitania, D. C. dan I. B. N. Swacita. 2013. Uji didih, alkohol, dan derajat asam
susu sapi kemasan yang dijual di pasar tradisional Kota Denpasar. J.
Indonesia Medical Veterinus. 2 (4) : 437-444.

Elida, S. 2016. Potensi dan strategi pengembangan usaha ternak sapi perah di
kecamatan pangkalan kerinci kabupaten pelalawan. Gontor Agrotech
Science Journal. 2 (2): 53-70.

Firman, A dan R. Tawaf. 2008. Manajemen Agribisnis Peternakan: Teori dan


Contoh Kasus. Unpad Press, Bandung.
Handayani k. S., dan M. Purwanti. 2010. Kesehatan ambing dan higiene pemerahan
di peternakan sapi perah desa pasir buncir Kecamatan Caringin. Jurnal
Penyuluhan Pertanian. 5 (1) : 47-54.

Laryska, N. Dan T. Nurhajati. 2013. Peningkatan kadar lemak susu sapi perah
dengan pemberian pakan konsentrat komersial dibandingkan dengan ampas
tahu. J. Agroveteriner. 1 (2): 79-87.

Liandro, L. 2011. Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Massa Laktasi Di Pt.


Rahman Alam Multifarm Boyolali Jawa Tengah. Fakultas Peternakan Dan
Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (Skripsi).
26

Mahardika, H. A., P. Trisunuwati, dan Puguh Surjowardojo. 2016. Pengaruh suhu


air pencucian ambing dan teat dipping terhadap jumlah produksi, kualitas
dan jumlah sel somatik susu pada sapi peranakan Friesian Holstein. Buletin
Peternakan. 40 (1): 11-20.

Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Edisi Pertama. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Mardalena. 2008. Pengaruh waktu pemerahan dan tingkat laktasi terhadap kualitas
susu sapi perah peranakan Fries Holstein. J. Ilmu – Ilmu peternakan. 11 (3):
107-111.

Nurhadi.2010. dimensi sosiologis dalam upaya meningkatkan kualitas susu sapi


perah (Studi Kasus di KUD Jatinom, Kabupaten Klaten). J. Sosiolog. 25 (2):
79-90.

Pasaribu, A., Firmansyah dan N. Idris. 2015. Analisis faktor-faktor yang


mempengaruhi produksi susu sapi perah di Kabupaten Karo Provinsi
Sumatera Utara. J.IIP. 18 (1): 28 – 35.
Prihadi, S. 1996. Tatalaksana dan Produksi Ternak Perah. Universitas
Wangsamanggala, Yogyakarta.
Resti, Y. 2009. Pengaruh Selang Pemerahan Terhadap Produksi Susu Sapi Fries
Holland (FH). Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
(Skripsi).
Riski, P., B. P. Purwanto dan A. Atabany. 2016. Produksi dan kualitas susu sapi FH
laktasi yang diberi pakan daun pelepah sawit. J. Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan. 4 (3): 345-349.

Sari, M.S. 2010. Conception Rate pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternakan
Sapi Bandung Utara Jawa Barat. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
(Skripsi).
Siregar, S. 1995. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2011. Kualitas Susu Segar. Badan Standarisasi


Nasional, Jakarta

Sudono, A., R. F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara
Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sulistyati, M., Hermawan dan A. Fitriani. 2013. Potensi usaha peternakan sapi
perah rakyat dalam menghadapi pasar global. J. Ilmu Ternak. 13 (1):
17-23.
27

Surjowardojo, P., P. Trisunuwati dan S. Khikma. 2016. Pengaruh lama massage


dan lama milk flow rate terhadap laju pancaran produksi susu sapi Friesian
Holstein di PT Greenfields Indonesia. J. Ternak Tropika. 17 (1): 49-56.

Surjowardojo, P., Suryadi, L. Hakim dan Aulaniam. 2008. Ekspresi produksi susu
pada sapi perah mastitis. J. Ternak Tropika. 9 (2) : 1-11.

Surjowardojo, P. 2011. Tingkat kejadian mastitis dengan whiteside test dan


produksi susu sapi perah Frisien Holstein. J. Exp. Life scince. 2 (1):
42-48.
Sutarto, T. N dan Sutarto. 2005. Beternak Sapi Perah. PT Musi Utama Pustaka,
Jakarta.
Syarif, E. K., dan B. Harianto. 2011. Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Agromedia
Pustaka, Jakarta.

Taslim. 2011. Pengaruh faktor produksi susu usaha ternak sapi perah melalui
pendekatan anlisis jalur di jawa barat. J. Ilmu Ternak. 10 (1) :52-56.

Utami, K. B., L. E. Radiati dan P. Surjowardojo. 2014. Kajian kualitas susu sapi
perah PFH (studi kasus pada anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan
Jabung Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (2) :
58–66.
Vergi, M. D., T. H. Suprayogi S. dan S. M. Sayuthi. 2015. Kandungan lemak, total
bahan kering dan bahan kering tanpa lemak susu sapi perah akibat interval
pemerahan berbeda. Animal Agriculture Journal 5 (1): 195-199.

Wijiastutik, D. 2012. Hubungan higiene dan sanitasi pemerahan susu sapi dengan
total plate count pada susu sapi di peternakan sapi perah Desa Manggis
Kabupaten Boyolali. J. Kesehatan Masyarakat. 1 (2) : 934-944.
28

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data kuisioner

Data Kuisioner

1. Identitas perusahaan
a. Nama perusahaan
b. Alamat perusahaan
c. Nama pemimpin perusahaan
d. Sejarah perusahaan
e. Nomor izin usaha
f. Struktur organisasi perusahaan
g. Letak perusahaan
h. Luas lahan
i. Satatus lahan
j. Penggunaan lahan
k. Aset yang dimiliki
- Bangunan
- Kendaraan
- Mesin
- Lahan
2. Kondisi ternak
a. Jenis/bangsa sapi yang dipelihara
b. Jumlah sapi yang dipelihara
c. Asal bibit ternak
d. Bobot badan ternak
e. Periode laktasi
f. Bulan laktasi
g. Manajemen reproduksi ternak
- Days open
29

- Service per conception


- Calving interval
- Masa birahi
3. Pakan dan minum sapi laktasi
a. Sumber pakan
b. Jenis pakan yang diberikan
c. Jumlah hijauan dan konsentrat yang diberikan
d. Jumlah air minum yang diberikan
e. Waktu pemberian pakan dan minum
f. Pakan tambahan khusus
4. Kegiatan pemerahan
a. Pelaksanaan pemerahan
b. Metode pemerahan
c. Lama pemerahan
d. Peralatan yang digunakan saat pemerahan
e. Produksi susu
f. Penanganan susu
g. Kualitas susu
30

Lampiran 2. Peta Desa Rawaseneng


31

Lampiran 3. Lay out PT. Naksatra Kejora Rawaseneng

33 34

26 28 29 19
18
27 17
BB 25 24
BB
BB 14 15
30
BB
BB 22 16
BB
BB 35
32 31 12
BB
BB
9 11
BB
BB
BB 8 10
BB
BB 7
BB 5
B 6

U
B T
S 3
2
32

Lampiran 3. (Lanjutan)

keterangan :
1. Biara trapiss osco 16. Kandang kalkun 31. Kandang laktas
2. Pabrik kopi 17. Ruang pembuatan keju 32. Kandang sap dara
3. Pos satpam 1 18. Ruang pasteurisasi 33. Lahan hijauan
4. Kebun kopi 19. Ruang radiator 34. Lahan hijauan
5. Pos satpam 2 20. Kandang itik dan ayam 35. Kebun kopi
6. Museum dan cafe 21. Makam
7. Tempat parkir 22. Kantor administrasi
dan informasi
8. Kebun palawija 23. Kandang pedet
9. Green house 24. Kandang pedet lepas
sapih
10. Taman doa 25. Kandang jantan
11. Wisma betlehem dan 26. Gudang pakan
Yerusalem konsentrat
12. Gereja 27. Gudang pakan hijauan
dan chooper
13. Perpustakaan 28. Mess
14. Kantor obat, pencatatan 29. Toilet
produksi dan rekording
15. Kantor mandor 30. Kantor mandor
kandang
33

Lampiran 4. Identitas Sapi Laktasi di PT. Naksatra Kejora Rawaseneng

Nomor Nama Periode Bulan Tanggal Umur


Urut Sapi Laktasi Laktasi Lahir (Tahun)
1. Pamona 1 4 19-08-2014 4
2. Serina 1 7 30-07-2014 4
3. Febri 1 10 23-12-2013 5
4. Rena 1 11 15-02-2013 5
5. Sari 1 11 18-06-2014 4
6. Erna 2 1 23-11-2013 5
7. Sundari 2 5 15-08-2012 6
8. Lasmi 2 6 01-05-2013 5
9. Bonna 2 6 24-04-2013 5
10. Kirana 2 8 27-11-2012 6
11. Arzeti 2 9 14-03-2013 5
12. Fahmi 3 10 25-11-2012 6
13. Reni 3 10 14-02-2012 6
14. Anisa 3 11 14-01-2012 6
15. Sofia 3 14 18-05-2011 7
16. Erni 4 1 29-11-2011 7
17. Sania 4 2 01-12-2010 8
18. Laela 4 3 15-04-2011 7
19. Alda 4 4 31-01-2011 7
20. Mirna 4 4 16-01-2012 6
21. Persik 4 5 14-11-2010 8
22. Sahrini 4 6 10-11-2010 8
23. Lukma 4 10 11-11-2010 8
24. Afrika 4 18 10-01-2011 7
25. Rukmini 5 4 10-04-2010 8
26. Flordia 5 6 24-05-2010 8
27. Prapti 6 4 21-082009 9
28. Lora 6 8 23-08-2009 9
29. Ranti 6 11 03-04-2009 9
30. Forina 6 13 04-06-2009 9
34

Lampiran 5. Produksi Susu Sapi Perah di PT. Naksatra Kejora Rawaseneng

No Nama Bulan Total Produksi Rata-Rata Koreksi


Sapi laktasi Susu/ Total Produksi/ bulan
Bulan (liter) hari (liter) (bulan)

1. Pamona 4 452,1 15,07 376,75


2. Serina 7 421,5 14,05 468,33
3. Febri 10 329,1 10,97 548,5
4. Rena 11 292,2 9,74 487,0
5. Sari 11 267,6 8,92 446,0
6. Erna 1 486 16,20 441,82
7. Sundari 5 310,8 10,36 282,55
8. Lasmi 6 375,3 12,51 375,3
9. Bonna 6 372,3 12,41 372,3
10. Kirana 8 372,3 12,41 465,34
11. Arzeti 9 301,5 10,05 4307,14
12. Fahmi 10 141,6 4,72 236
13. Reni 10 267,6 8,92 446
14. Anisa 11 320,1 10,67 533,5
15. Sofia 14 310,8 10,36 518
16. Erni 1 452,1 15,07 411
17. Sania 2 424,5 14,15 326,54
18. Laela 3 415,2 13,84 319,62
19. Alda 4 415,2 13,84 364
20. Mirna 4 396,9 13,23 307,5
21. Persik 5 427,5 14,25 388,64
22. Sahrini 6 360 12,00 360
23. Lukma 10 267,6 8,92 446
24. Afrika 18 344,7 11,49 574,5
25. Rukmini 4 381,6 12,72 318
26. Flordia 6 252,3 8,41 252,3
27. Prapti 4 390,6 13,02 325,5
28. Lora 8 402,9 13,43 502,5
29. Ranti 11 221,4 7,38 369
30. Forina 13 264,6 8,82 441
Rata - 533,69
rata 4 348 11,60
35

Lampiran 3. (Lanjutan)

Perhitungan faktor koreksi

Periode laktasi 1

1. Pamona = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (452,1) x (100/12)

= 3767,5 liter/laktasi

= 376,75 liter/bulan

2. Serina = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (421,5) x (100/9)

= 4683,33 liter/laktasi

= 468,33 liter/bulan

3. Febri = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (329,1) x (100/6)

= 5485 liter/laktasi

= 548,5 liter/bulan

4. Rena = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (292,2) x (100/6)

= 4870 liter/laktasi

= 487,0 liter/bulan

5. Sari = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (267,6) x (100/6)

= 4460 liter/laktasi
36

= 446,0 liter/bulan

6. Erna = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (486) x (100/11)

= 4418,18 liter/laktasi

= 441,82 liter/bulan

7. Sundari = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (310,8) x (100/11)

= 2825,45 liter/laktasi

= 282,55 liter/bulan

8. Lasmi = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (375,3) x ((100/10)

= 3753 liter/laktasi

= 375,3 liter/bulan

9. Bonna = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (372,3) x (100/10)

= 3723 liter/laktasi

= 372,3 liter/bulan

10. Kirana = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (372,3) x (100/8)

= 4653,75 liter/laktasi

= 465,34 liter/bulan

11. Arzeti = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (301,5) x (100/7)
37

= 4307,14 liter/laktasi

= 430,71 liter/bulan

12. Fahmi = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (141,6) x (100/6)

= 2360 liter/laktasi

= 236 liter/bulan

13. Reni = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (267,6) x (100/6)

= 4460 liter/laktasi

= 446 liter/bulan

14. Anisa = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (320,1) x (100/6)

= 5335 liter/laktasi

= 533,5 liter/bulan

15. Sofia = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (310,8) x (100/6)

= 5180 liter/laktasi

= 518 liter/bulan

16. Erni = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (452,1) x (100/11)

= 4110 liter/laktasi

= 411 liter/bulan

17. Sania = produksi perbulan x FK bulan laktasi


38

= (424,5) x (100/13)

= 3265,38 liter/laktasi

= 326,54 liter/bulan

18. Laela = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (415,2) x (100/13)

= 3196,15 liter/laktasi

= 319,62 liter/bulan

19. Alda = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (415,2) x (100/12)

= 3460 liter/laktasi

= 346 liter/bulan

20. Mirna = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (396,9) x (100/12)

= 3075 liter/laktasi

= 307,5 liter/bulan

21. Persik = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (427,5) x (100/11)

= 3886,36 liter/laktasi

= 388,64 liter/bulan

22. Sahrini = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (360) x (100/10)

= 3600 liter/laktasi

= 360 liter/bulan
39

23. Lukma = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (267,6) x (100/6)

= 4460 liter/laktasi

= 446 liter/bulan

24. Afrika = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (344,7) x (100/6)

= 5745 liter/laktasi

= 574,5 liter/bulan

25. Rukmini = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (381,6) x (100/12)

= 3180 liter/laktasi

= 318 liter/bulan

26. Flordia = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (252,3) x (100/10)

= 2523 liter/laktasi

= 252,3 liter/bulan

27. Prapti = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (390,6) x (100/12)

= 3255 liter/laktasi

= 325,5 liter/bulan

28. Lora = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (402,9) x (100/8)

= 5025 liter/laktasi
40

= 502,5 liter/bulan

29. Ranti = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (221,4) x (100/6)

= 3690 liter/laktasi

= 369,0 liter/bulan

30. Forina = produksi perbulan x FK bulan laktasi

= (264,6) x (100/6)

= 4410 liter/laktasi

= 441 liter/bulan
41

Lampiran 6. Lama Waktu Pemerahan di PT. Naksatra Kejora Rawaseneng

Nomor Nama Waktu Produksi Waktu Produksi


Urut Sapi pemerahan susu (kg) pemerahan susu (kg)
Pagi (menit) Sore (menit)
1. Pamona 10,11 8 7,47 7
2. Serina 10,19 8 9,01 4
3. Febri 7,33 5 6,43 3
4. Rena 7,24 6 6,21 3
5. Sari 7,16 4 6,42 3
6. Erna 12,18 8 9,15 7
7. Sundari 8,37 6 7,44 4
8. Lasmi 8,25 7 8,25 5
9. Bonna 9,20 6 8,10 5
10. Kirana 7,42 8 6,31 4
11. Arzeti 7,30 6 6,37 3
12. Fahmi 5,40 3 4,11 1
13. Reni 8,13 6 7,46 4
14. Anisa 7,46 6 7,02 4
15. Sofia 10,34 6 9,21 4
16. Erni 11,45 8 10,12 6
17. Sania 10,26 9 8,56 5
18. Laela 9,11 9 8,24 5
19. Alda 9,20 9 8,12 5
20. Mirna 8,36 7 7,34 4
21. Persik 11,26 8 7,32 5
22. Sahrini 9,24 7 7,37 4
23. Lukma 6,53 5 5,32 3
24. Afrika 8,03 8 7,36 5
25. Rukmini 9,23 8 9,03 4
26. Flordia 6,41 4 6,12 4
27. Prapti 9,48 7 9,12 5
28. Lora 14,14 8 10,12 3
29. Ranti 6,11 4 5,53 3
30. Forina 7,19 5 6,46 3
Rata – 9,13 6,63 7,50 4,17
rata
42

Lampiran 7. Hasil Uji Kualitas Susu Sapi Perah Laktasi di PT. Naksatra
Kejora Rawaseneng

Hari Tanggal Jumlah BJ (g/cm3) Fat Tes


susu Alkohol
(Liter) (+/-)
Sabtu 06-01-2018 150 1,0225 3,92 -
Senin 08-01-2018 300 1,0265 3,53 -
Selasa 09-01-2018 200 1,0260 3,92 +
170 1,0230 3,92 -
Rabu 10-01-2018 150 1,0270 4,08 -
150 1,0230 3,92 -
Kamis 11-01-2018 300 1,0270 4,17 -
Jumat 12-01-2018 300 1,0265 3,70 -
Sabtu 13-01-2018 300 1,0260 4,30 -
Senin 15-01-2018 300 1,0270 3,92 -
Selasa 16-01-2018 170 1,0260 4,30 -
180 1,0230 4,42 -
Rabu 17-01-2018 105 1,0270 4,17 -
Kamis 18-01-2018 285 1,0270 3,92 -
65 1,0230 4,17 -
Jumat 19-01-2018 200 1,0270 3,80 -
Sabtu 20-01-2018 297 1,0230 4,17 -
Senin 22-01-2018 300 1,0265 3,92 -
Selasa 23-01-2018 200 1,0275 3,92 -
100 1,0230 3,92 -
Kamis 25-01-2018 200 1,0260 4,20 -
300 1,0230 3,92 -
Jumat 26-01-2018 250 1,0260 3,92 +
Sabtu 27-01-2018 250 1,0270 4,15 -
Senin 29-01-2018 200 1,0270 3,24 -
100 1,0265 3,66 -
Selasa 31-01-2018 170 1,0270 3,92 -
Rabu 01-01-2018 180 1,0265 4,20 -
100 1,0230 4,08 -
Rata - 1,0255 3,98 -
rata
43

Lampiran 8. Dokumentasi

Proses sanitasi Proses pemerahan

Proses penimbangan susu Proses penyaringan susu

Tempat penyimpanan susu


44

Lampiran 9. Surat Keterangan Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan


45

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Renita Listya Damayanti, lahir di Tegal

pada tanggal 28 Desember 1996, merupakan putri kedua

dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Suranto dan ibu

Pujiyarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah

dasar di SD N 1 Banjaragung tahun 2003-2009.

Pendidikan sekolah menengah pertama di SMP N 1

Warureja tahun 2009-2012. Pendidikan sekolah menengah atas di SMA N 1

Warureja tahun 2012-2015. Pada tahun 2015 penulis terdaftar sebagai mahasiswa

Program Studi S1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Diponegoro, Semarang melalui jalur SNMPTN Universitas Diponegoro, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai