2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein hewani yang berasal dari susu sangat di perlukan untuk kesehatan
masyarakat dan pertumbuhan tulang terutama bagi anak-anak yang sedang berada
kebutuhan protein asal hewani juga semakin meningkat. Susu merupakan salah satu
bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang sempurna, mudah dicerna dan diserap
Susu merupakan bahan pangan dengan nilai gizi tinggi yang mengandung
protein, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral (Claeys et al., 2014). Susu juga
memiliki nilai biologis yang tinggi karena mengandung asam amino esensial yang
dibutuhkan oleh manusia dan tingkat kecernaan yang tinggi (Marangoni et al.,
2014).
Ternak ini juga tidak mengalami hambatan sosial dalam perkembangannya, dalam
artian ternak ini dapat diterima oleh semua golongan. Mengembangkan ternak ini
secara luas akan dapat membantu meningkatkan kualitas konsumsi gizi masyarakat
produksi petani sendiri (Sutama, 2011). Saat ini kambing etawa telah banyak
dengan iklim di Indonesia serta biaya pemeliharaan yang cukup terjangkau (Hijriah,
2016).
Susu kambing dapat dikonsumsi dalam keadaan segar. Susu dalam keadaan
segar ini kemungkinan mengandung bakteri. Susu kambing termasuk bahan pangan
kerusakan/kebusukan bila tidak ditangani dengan tepat dan cepat. Kerusakan susu
yang tidak tepat (Toto, dkk., 2013). Karena minimnya sarana penanganan susu
seperti tempat penyimpanan susu, maka susu yang mengandung zat yang bernilai
gizi tinggi, sering disimpan pada suhu ruang. Keadaan ini menyebabkan bakteri
yang terdapat di dalamnya akan memperoleh media yang baik untuk berkembang
biak sehingga akan merusak keadaan susu. Selain susu sebagai bahan makanan
sangat penting artinya bagi manusia dan ternak, susu juga merupakan media yang
dapat menyebarkan penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari
harus segera ditangani dengan cepat dan benar. Hal ini disebabkan sifat susu yang
sangat mudah rusak dan mudah terkontaminasi. Salah satu cara supaya susu tidak
cepat rusak yaitu dengan pembekuan. Susu yang dibekukan biasanya dilakukan
untuk menjaga kualitas dan kandungan gizi susu. Thawing (mencairkan) susu pada
suhu kamar tidak boleh lebih dari 2 jam karena bakteri akan mudah berkembang
Cemaran bakteri pada susu banyak terjadi dalam kegiatan distribusi susu
terutama dari tingkat peternak, kemudian pengumpul hingga koperasi. Pada tingkat
mendapatkan susu yang bersih dan sehat adalah kesehatan petugas, kebersihan
tempat dan peralatan yang dipakai, kebersihan sapi, kebersihan kamar susu,
bagian tubuh ternak serta mencuci tangan bagi petugas yang akan melakukan
terhindar dari kontaminasi bakteri saat pemerahan (Yusuf, 2011). Beberapa jenis
bakteri yang kerap kali mencemari susu antara lain Staphylococcus aureus,
dalam suhu rendah. Penyimpanan dalam suhu rendah yaitu pada suhu 5-10oC dan
suhu – 20oC. Penyimpanan pada suhu sapi beku tidak pernah dilakukan. Susu sapi
beku akan mengalami perubahan secara fisik jika di thawing. Susu sapi beku akan
terlihat tidak homogen, karena lemak sapi akan berada di atas dan padatan bukan
lemak akan turun ke bawah. Berbeda dengan susu kambing maka penyimpanan
diperhatikan seperti pengadaan kamar susu untuk mengumpulkan susu yang sudah
diperah dan ditampung dalam milkcan supaya menghindari kontaminasi serta bau-
bau yang berasal dari lingkungan peternakan, serta tersedianya alat pendingin pada
bakteri pembusuk yang ada di dalam susu. Menurut Saleh, (2004) dalam Arjadi, L
dkk. (2017), umumnya tidak semua peternak memiliki alat pendingin ataupun
peternak yang tidak memiliki lemari es khususnya peternak rakyat untuk membuat
bak pendingin sehingga susu yang sudah ditampung dalam milkcan dapat rendah
koperasi maupun industri pengolahan susu juga harus memperhatikan kondisi susu.
Susu yang akan diangkut sebaiknya dilakukan pendinginan dengan suhu 4oC yang
bertujuan untuk menahan bakteri susu agar tidak berkembang sehingga susu tidak
mampu bertahan dengan jangka waktu yang lumayan lama dengan cara dimasukkan
asal hewan, namun standar khusus untuk kualitas susu kambing saat ini belum
tersedia, tetapi untuk persyaratan susu segar dapat mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI) No.7388- 2009 yang saat ini diperbarui pada SNI No. 01 – 3141 –
yang diperbolehkan dalam susu sebanyak 1 × 106 cfu/ml. Jika susu yang dihasilkan
memiliki total cemaran bakteri yang tinggi melebihi batas yang ditentukan oleh
Industri Pengolahan Susu (IPS), maka susu tersebut akan ditolak. Tingkat cemaran
bakteri pada susu dapat diketahui melalui beberapa uji yang dapat dilakukan, antara
lain: uji alkohol, uji reduktase, dan uji total bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk
17
Surabaya yang dilakukan dengan uji alkohol, uji reduktase, dan uji total bakteri
Indonesia.
masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : Bagaimana kualitas susu
diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui uji alkohol, uji reduktase
dan total plate count terhadap susu kambing etawa post-thawing di Peternakan
Nasional Indonesia.
dijadikan sebagai sumber informasi mengenai uji alkohol, uji reduktase dan total
Kambing merupakan bagian penting dari sistem usaha tani bagi sebagian
petani di Indonesia, bahkan di beberapa negara Asia, dan tersebar luas menelusuk
pinggir pantai sampai dataran tinggi di pegunungan. Demikian pula tidak jarang
tengah kota. Hal ini didukung oleh karena ternak kambing adaptif dengan berbagai
kondisi agrosistem dan tidak mempunyai hambatan sosial, artinya dapat diterima
oleh semua golongan masyarakat. Menurut produk yang dihasilkan, ternak kambing
19
(tipe perah), penghasil bulu (tipe bulu/ mohair/cashmere), dan penghasil daging dan
Etawah dari India dengan kambing Kacang (lokal) di masa lalu (zaman kolonial
Indonesia. Sistem perkawinan yang tak terkontrol dan tanpa diikuti seleksi yang
(genetik) dari kambing PE ini. Beberapa karakter penting dari kambing PE yaitu:
bentuk muka cembung, telinga relatif panjang (18-30 cm) dan terkulai. Jantan dan
betina bertanduk pendek. Warna bulu bervariasi dari kream sampai hitam. Bulu
pada bagian paha belakang, leher dan pundak lebih tebal dan lebih panjang daripada
bagian lainnya. Warna putih dengan belang hitam atau belang coklat cukup
dominan. Tinggi badan untuk jantan 70-100 cm, dengan berat badan dewasa
mencapai 40-80 kg untuk jantan dan 30-50 kg untuk betina (Badan Litbang
Pertanian, 2011).
Menurut Noor dan Rony R (2007) dalam Pione (2016), kambing Etawa
didatangkan dari India yang disebut kambing Jamnapari. Badannya besar, tinggi
gumba yang jantan 90 cm hingga 127 cm dan yang betina hanya mencapai 92 cm.
Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kg, sedangkan betina hanya mencapai 63 kg.
Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung. Baik
20
jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini mampu menghasilkan
cokelat, dan kadang putih. Telinganya lebar, panjang, dan menggantung (Gambar
dewasa dengan umur 1,5-2,5 tahun memiliki bobot badan antara 70-91 kg. Secara
kualitatif, fenotipe kambing PE adalah warna tubuh dominan, pola warna tubuh,
penyebaran belang, warna dan bentuk kepala, serta sebagai penghasil susu
kambing PE jantan memiliki panjang badan sekitar 55 cm, lebar dada 23 cm,
kedalaman dada 17 cm, tinggi badan 57 cm, dan lingkar dada 67 cm. Kambing PE
dara siap dikawinkan pada umur 10 bulan. Lama kebuntingan 147-160 hari dan
21
siklus berahi 23 hari. Dalam dua tahun, kambing PE dapat beranak tiga kali dengan
Masa produksi susu (laktasi) mencapai delapan kali atau berumur tujuh
tahun (Andiyanto 2013). Kambing PE memiliki masa laktasi dan kering antara 5-6
berproduksi hingga 200 hari dalam satu tahun sehingga kambing jenis ini berpotensi
sama dengan ka namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia. Kambing
Etawa jantan. Secara fisik kambing PE memiliki ciri yang hampir sama dengan
kambing Etawa, yaitu bertelinga panjang dan menggantung, profil muka cembung,
bertanduk pendek dan memiliki warna bulu putih, merah coklat atau hitam.
daging dan susu. Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,5–0,7 liter/ekor/hari
(Pione, 2016).
2.2 Susu
Susu merupakan cairan hasil sekresi dari ambing yang diperoleh dengan
cara yang benar dan belum mendapat perlakuan apapun serta kandungannya tidak
22
dikurangi dan ditambah apapun dan belum mendapat perlakukan apapun kecuali
kelezatan dan komposisinya yang ideal karena susu mengandung semua zat yang
dibutuhkan oleh tubuh, bahan makanan yang mudah dicerna, bernilai gizi tinggi,
dan sangat dibutuhkan oleh manusia dari berbagai umur (Zakaria dkk., 2011). Air
susu mengandung tiga komponen karakteristik yaitu, laktosa, kasein dan lemak
susu. Didalam kehidupan sehari-hari, sebagian kecil orang meminum susu segar.
Hal ini disebabkan karena tidak terbiasa mencium aroma susu segar (mentah). Pada
waktu susu berada di dalam ambing ternak yang sehat atau beberapa saat setelah
keluar, susu merupakan suatu bahan murni, higienis, bernilai gizi tinggi,
mengandung sedikit bakteri yang berasal dari ambing, bau, rasa tidak berubah dan
pangan yang bernilai gizi tinggi. Kandungan gizi yang tinggi tersebut menjadi salah
penyakit pada manusia. Untuk dapat diolah dan dikonsumsi dengan aman, susu
segar harus memenuhi syarat mutu susu segar. Syarat mutu susu segar dapat dilihat
Penanganan susu dengan cara yang baik dan benar akan memberikan
dampak berupa kualitas susu yang baik. Sebaliknya, kualitas susu yang rendah
dapat disebabkan dari cara penanganan susu selama proses pemerahan berlangsung,
ataupun pada saat proses transportasi susu. Terjadinya kontaminasi pada susu dapat
berasal dari sumber terdekat yaitu, pada ambing, puting dan rambut yang secara
alamiah pada susu tersebut sudah mengandung bakteri. Transportasi dan peralatan
sebab mikroorganisme lain dapat masuk kedalam susu selama proses pemerahan
(Herdiati, 2018).
24
ruminansia berjenis kambing perah yang diproduksi oleh kelenjar susu dari hewan
mamalia betina. Susu diproduksi oleh kambing betina setelah beranak atau disebut
Salah satu kelebihan susu kambing adalah kandungan gizinya relatif lebih
lengkap dan seimbang. Susu kambing merupakan protein terbaik setelah telur dan
hampir setara dengan ASI ( Air Susu Ibu) (Yusdar,dkk., 2011). Selain itu susu
dan niasin) yang lebih banyak dari susu sapi (Jaman dkk., 2013; Arum dan
Purwidiani, 2014). Susu kambing juga mengandung asam lemak rantai pendek,
Susu secara umum adalah sumber gizi yang paling sempurna/ lengkap.
segar, bukan hanya karena tidak mampu membeli, tapi juga susu segar sulit
lemaknya lebih kecil dari butir-butir lemak susu sapi dan oleh karena itu susu
kambing mudah dicerna. Susu kambing dengan kandungan gizi yang seimbang,
sangat baik untuk bayi dan bagi penderita sakit maag. Susu kambing dapat
dua ekor kambing sudah cukup memberikan susu untuk konsumsi satu keluarga
dalam sehari, dan hal ini tidak harus tersedia referigerator untuk menyimpannya.
25
Kambing PE bila dipelihara dengan baik diberi pakan hijauan yang cukup banyak
(secara bebas) maka kambing tersebut akan dapat menghasilkan susu 0.5 – 1 liter
per hari selama 3-5 bulan masa laktasi. Kambing tersebut juga akan menghasilkan
anak 1-2 ekor setiap kelahiran. Di samping untuk konsumsi sendiri, susu dan anak
kambing dapat dijual. Jadi kambing perah dapat sebagai sumber penghasilan rutin
petani. Harga susu kambing di pasaran relatif tinggi (Rp. 15.000 – Rp. 20.000/liter),
2011).
konsentrasi, dan cita rasa susu segar agar menghasilkan produk berkualitas baik.
26
Uji alkohol dilakukan dengan cara memasukkan susu segar ke dalam tabung reaksi
selanjutnya ditambahkan alkohol 70% pada susu dengan perbandingan antara susu
dan alkohol 1:1. Tabung berisi susu dan alkohol tersebut dikocok perlahan-lahan
selanjutnya diamati dengan cara memiringkan tabung reaksi. Susu yang masih
Standar Nasional Indonesia atau SNI (2011), susu segar tidak pecah apabila
dilakukan uji alkohol dan susu dinyatakan negatif pada hasil uji alkohol apabila
tidak terdapat gumpalan susu yang melekat pada dinding tabung reaksi.
ikatan mantel air protein akibatnya protein melekat satu dengan yang lain. Hal
(Sudarwanto, 2005). Uji alkohol merupakan uji yang cepat dan sederhana dalam
menguji kestabilan protein pada saat jumlah asam dalam susu meningkat. Uji
tersebut bertujuan untuk memeriksa tingkat keasaman susu dengan cepat. Susu
alkohol 70%. Susu yang dinyatakan positif dalam uji alkohol berarti sudah tidak
terjadinya reduksi pada zat warna indikator menjadi larutan tidak berwarna (putih)
akibat dari enzim reduktase yang dihasilkan oleh bakteri yang terdapat di dalam
susu segar. Penggunaan methylene blue berperan sebagai aseptor hidrogen yang
27
akan menyebabkan warna dari susu menjadi cairan berwarna biru, kemudian akan
berubah menjadi putih. Perubahan warna tersebut menjadi dasar dalam menentukan
Daya reduksi yang terjadi disebabkan reaksi oleh aktivitas enzim reduktase
yang dihasilkan oleh mikroba dalam susu. Mikroba susu yang tumbuh
menghasilkan oksigen, apabila oksigen tersebut habis maka akan terjadi reaksi
oksidasi reduksi yang akan dapat menjaga kelangsungan hidup dari mikroba yang
Pada uji reduktase menggunakan methylene blue sebagai zat pewarna yang
di dalam susu. Terjadinya perubahan warna yang cepat dari zat warna biru yang
mikroba dalam jumlah yang tidak sedikit di dalam susu (Sari, Swacita dan
Agustina, 2013).
adalah faktor lingkungan yaitu, kelembaban, suhu, oksigen, dan pH. Waktu yang
peningkatan jumlah bakteri di dalam susu. Sudono et al., (2013) yang dikutip oleh
sekitar kandang dapat berpengaruh terhadap kualitas susu. Kondisi kandang yang
kotor karena feses, urin dan kotoran lain disekitar kandang serta tempat
28
dan sanitasi pada peralatan yang digunakan untuk pemerahan juga dapat menjadi
faktor kontaminasi.
karena ternak itu sendiri. Bakteri yang mengkontaminasi berasal dari feses, urin,
lantai, saluran kotoran pada kandang dan air yang digunakan untuk ternak serta
peralatan yang berhubungan dan kontak langsung dengan susu. Tingkat kejadian
kontaminasi pada susu berasal dari manajemen pemerahan, dimana pada puting
pencemaran dari tangan pemerah, baju pemerah, lap, mesin, kulit, bulu pada sapi,
ember dan peralatan pemerahan lain, serta lantai kandang (Sutarti, Budiharta dan
Sumiarto, 2003).
Metyhlene Blue Dye Reduction Test (MBRT) dikenal sebagai metode cepat
untuk penilaian mutu susu secara mikrobiologi. Berikut kelompok kualitas yang
dapat disajikan dari hasil MBRT dapat dilihat pada Tabel 2.4.
1. Excellent >8
2. Good 6–8
29
3. Fair 2–6
4. Poor ½-2
5. Very Poor ½
Umar dkk. (2014) menyatakan bahwa lamanya waktu perubahan warna dari
biru menjadi putih sebagai dasar penentuan perkiraan jumlah bakteri pada susu.
Pada uji reduktase mutu susu segar yang dapat diterima apabila lama waktu
perubahan warna dari biru menjadi putih lebih dari 2 jam dan kurang dari 6 jam dan
dan Soyi (2017), menyatakan bahwa rataan MBRT sebesar 2,90±0,06 jam
menunjukkan perkiraan jumlah mikroba yang terkandung pada susu dalam jumlah
satuan ribuan dan tidak mencapai hitungan jutaan. Pengujian kualitas susu dengan
Tabel 2.4.1 Grade Berdasarkan Waktu Reduktase dan Perkiraan Jumlah Bakteri.
bahwa hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh waktu perubahan methylene
30
blue menjadi putih pada 6 jam sampai 8 jam dikategorikan pada kualitas susu yang
dan Aryani (2014), menyatakan bahwa terdapat dua kategori yang dapat digunakan
reduktase yaitu, kategori dapat diterima dan kategori sedang hingga baik. Kategori
dapat diterima apabila waktu reduktase menunjukkan hasil >5 jam dan kategori
Total mikroba atau total plate count merupakan suatu cara perhitungan total
mikroba yang terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu
dan waktu inkubasi yang ditetapkan (SNI, 2011). Menurut Swadaya et al., (2012),
Total Plate Count adalah suatu metode uji cemaran mikroba yang bertujuan untuk
menghitung total koloni mikroba dalam contoh padat maupun cair dengan metode
cawan tuang dan pengenceran serial. Metode penetapan Total Plate Count disebut
juga sebagai :
TPC merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung
jumlah mikroba dalam bahan pangan. Metode hitungan cawan (TPC) merupakan
metode yang paling banyak digunakan dalam analisa, karena koloni dapat dilihat
31
bakteri. Dalam pembuatan media ini, media biakan diperlukan untuk tumbuhnya
bakteri yang ditanam. Sehingga media biakan yang baik harus dapat menyediakan
nutrisi, tempat inkubasi, dan terpenuhinya kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh
untuk mengetahui kualitas susu dapat dilakukan menggunakan media Nutrient Agar
1 ml 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
cawan petri
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2021 yang
Cooler box atau kotak pendingin untuk menyimpan botol yang berisi sampel
yang sudah diambil dari peternak, ice gel atau es batu sebagai media pendingin susu
yang disimpan didalam cooler box, tabung reaksi sebagai wadah saat uji alkohol
dan uji reduktase, pipet untuk mengambil sampel susu serta materi cair yang akan
mikroba, waterbath sebagai alat perendaman saat uji reduktase, gelas ukur untuk
mengukur media cair yang diambil melalui pipet, stopwatch untuk mengukur waktu
saat uji reduktase, spuit untuk melakukan pengenceran, cawan petri dan penutupnya
sebagai wadah media agar dalam perhitungan TPC, serta alat tulis untuk mencatat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu segar kambing PE
dalam keadaan beku sejumlah 15 sampel yang diperoleh dari Peternakan Valenta
Surabaya, Jawa Timur. Bahan untuk uji kualitas susu di laboratorium antara lain,
alkohol 70% yang digunakan untuk uji alkohol, cairan methylen blue (MB) yang
33
digunakan untuk uji reduktase, media agar natrium agar (NA) yang digunakan
sebagai media untuk pertumbuhan bakteri susu pada uji total plate count (TPC,)
aquades steril untuk melakukan pengenceran pada uji total plate count (TPC).
yang meliputi uji alkohol, reduktase, dan total plate count . Penelitian ini dilakukan
dalam dua tahap, tahap pertama yaitu proses thawing sampel susu beku. Cara
melakukan thawing yaitu susu disimpan dalam suhu ruangan sampai susunya
mencair dengan sendirinya dan pastikan dibotol yang berisi susu tidak ada susu
pengujian terhadap kualitas susu meliputi uji alkohol, uji reduktase, dan uji total
bakteri.
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi kualitas susu melalui uji
Sugiono (2011), teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
Valenta Surabaya. Sampel susu diambil dari kambing yang sudah laktasi produktif,
sehat, dan tidak cacat. Jumlah kambing yang digunakan untuk penelitian ini 15 ekor
dengan waktu pemerahan pagi hari. Susu diambil sebanyak 500 ml yang
ditempatkan dalam botol kemudain dibekukan. Sampel susu diambil dalam keadaan
beku.
alkohol 70% ke dalam susu dengan perbandingan 1:1. Asam kuat akan mengambil
muatan listrik sehingga molekul tidak lagi saling menolak dan Ca di dalam molekul
kasein akan ditarik sehingga terjadi penggumpalan dan susu dinyatakan dalam
keadaan pecah. Uji alkohol dilakukan dengan menyiapkan tabung reaksi dan
ditambahkan 3 ml alkohol 70%. Tabung reaksi yang sudah berisi susu dengan
alkohol tersebut kemudian dikocok perlahan untuk diamati perubahan yang terjadi.
Bila terjadi gumpalan maka uji alkohol tersebut dapat dinyatakan positif atau susu
blue (MB) sebanyak 0,5 ml ( larutan methylene blue yang dibuat dari 5ml methylene
blue (MB) pekat yang dilarutkan dalam alcohol absolut sampai 200ml ) ke dalam
35
terjadi sampai warna biru lenyap seluruhnya. Uji methylen blue didasarkan pada
kemampuan bakteri di dalam susu untuk tumbuh dan menggunakan oksigen yang
menjadi methylen white. Waktu reduksi yaitu perubahan warna biru menjadi warna
putih dianggap selesai jika kira-kira empat perlima bagian dari contoh susu yang
telah diisi dengan aquades steril sebanyak 9 ml dengan jumlah yang disesuaikan
tabung reaksi pertama yang telah berisi aquades steril tersebut, kemudian sampel
susu tersebut dihomogenkan. Setelah homogen susu yang telah tercampur dengan
kedua. Mengulangi pengujian tersebut hingga tabung reaksi kelima. Arti dari
menandakan pengenceran 10-2, dan seterusnya hingga pengenceran 10-3, 10-4, dan
36
10-5. Sampel dengan pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-5 selanjutnya masing-masing
1ml. Pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan selanjutnya medium
NA dengan suhu berkisar antara 40-50oC dituangkan ke dalam cawan petri steril
tersebut sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan
petri digerakkan membentuk angka delapan. Cawan petri diinkubasi setelah agar
mengeras dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 24 jam. Jumlah bakteri
ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan hasil analisis
digunakan Standard Plate Count (SPC). Lakukan pemilihan cawan petri yang
yang merupakan jumlah kuman per 1 gram (cfu/gram), lakukan perhitungan pada
berikut:
1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama di
depan komadan angka kedua di belakang koma. Jika angka yang ketiga sama
dengan atau lebih besar dari 5, berlaku pembulatan ke atas sebanyak satu
angka.
>3,0 x 105
tbud 325 20 Hitung pengenceran 10-3
(3,3 x 105)
4. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah
antara 30-300 dan perbandingan atara hasil tertinggi dan terendah dari dua
pengenceran tersebut 2 , jumlah kuman adalah rata-rata hasil dari dua
38
pengenceran. Jika
perbandingan hasil tertinggi dan terendah dari dua pengenceran >2, yang dilaporkan
hanya hasil terkecil.
5. Jika digunakan 2 cawan petri (duplo) per pengenceran, data yang diambil
harus bdari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu, meskipun
salah satu dari cawan duplo tersebut tidak memenuhi syarat di antara 30-300.
Analisis data
4.1 Hasil
1 + 5 1,69 x 105
2 - 8,5 3,1 x 104
3 - 8,5 3,1 x 104
4 - 7,5 5,2 x 104
5 - 8 4,9 x 104
9 - 7 6,7 x 104
10 + 4 3,3 x 105
15 + 4 3,2 x 105
Rata-Rata (-)53% ; (+)47% 6,56 ± 1,67 Jam 1,2 ± 1,04 x 105 cfu/ml
Keterangan :
P : Perlakuan ; S : Sampel
43
Berdasarkan hasil Uji alkohol 70% pada sampel susu yang diambil mulai
dari peternaak menunjukkan bahwa hasil positif lumayan banyak yaitu 7 sampel
sedangkan hasil negatif berjumlah 8 sampel pada uji alkohol 70%,. Prinsip dasar
pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung pada
selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein.
rerata 6,56 ± 1,67 Jam. Berdasarkan hasil uji reduktase pada sampel susu segar di
peternak menunjukkan hasil yang baik dan sesuai dengan yang ditetapkan oleh
Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu diatas 5 jam. Lama atau tidaknya waktu
perubahan warna methylen blue yang ada didalam susu dipengaruhi oleh banyak
bakteri. Hal tersebut terbukti pada Tabel dimana waktu reduktase yang cepat
menunjukkan jumlah bakteri 120.000. Berdasarkan hasil uji TPC sampel susu
didapatkan rataan 1,2 ± 1,04 x 105 cfu/ml. Hasil yang diperoleh ini masih berada
diatas standar yang sudah ditetapkan oleh SNI (2011) yaitu sebesar 1.000.000
CFU/ml atau 1 x 106. Menurut Nandi dan Venkatesh (2010), dalam uji reduktase
semakin cepat waktu yang diperlukan untuk menetralkan warna biru methylen,
4.2. Pembahasan
penyebab umum terjadinya susu menjadi asam. Hal tersebut sesuai yang dijelaskan
oleh Dwitania dan Swacita (2013) bahwa ketika dilakukan pengujian dengan
alkohol 70% pada susu yang asam, sifat alkohol yang mengikat dan menarik air
Sutrisna et al., (2014) dinyatakan bahwa rendahnya kualitas susu segar adalah
disebabkan pecahnya susu yang mengakibatkan kadar asam dalam susu segar tinggi
Reaksi positif pada uji alkohol 70% kemungkinan juga disebabkan adanya
peradangan pada bagian ambing ternak yang dikenal dengan penyakit Mastitis
Subklinis. Hal ini sesuai pendapat Fajrin et al., (2013) bahwa pada kondisi ternak
sapi yang menderita mastitis, bakteri yang terkandung didalam susu dapat
et al., (2008) dan Putri et al., (2013) dinyatakan bahwa higiene dan sanitasi
kandang, peralatan pemerahan yang digunakan, ternak sapi dan pemerahnya serta
Pada uji Alkohol susu yang dicampur dengan alkohol yang memiliki daya
dehidratasi, maka protein akan berkoagulasi. Semakin tinggi derajat asam susu,
semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk
45
memecahkan susu yang sama banyaknya. Asam yang terbentuk sebagian besar
kasein dalam susu dapat dikoagulasi oleh asam yang terbentuk dalam susu sebagai
diendapkan oleh asam lemah akan membebaskan kalsium (Ca) dan bila diendapkan
oleh alkohol akan menghasilkan kalsium kaseinat, dalam keadaan seperti ini susu
dikatakan pecah.
Bakteri yang banyak terdapat dalam susu adalah bakteri asam laktat yang
mana aktivitas bakteri tersebut adalah mengubah gula yang ada didalam susu yaitu
laktosa menjadi asam laktat yang mengakibatkan susu menjadi asam. Bakteri yang
alat pemerahan hingga pemerah sendiri kurang diperhatikan sehingga susu yang
dihasilkan pada tingkat peternak cepat mengalami pembentukan asam pada susu.
Pembentukan asam pada susu terjadi karena adanya aktivitas bakteri yang
mengeluarkan enzim tertentu sehingga membentuk asam pada susu tersebut. Hal
ini sesuai dengan pendapat Yatimin et al., (2013) yang menyatakan bahwa
46
pembentukan asam oleh bakteri terjadi karena asam laktat yang difermentasi oleh
Menurut Jaman et al., (2013) dalam keadaan segar susu memiliki uji alkohol
negatif. Susu dikatakan menyimpang apabila dari hasil uji alkohol dinyatakan
positif. Uji positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat pada dinding
tabung reaksi, hal demikian terjadi karena kestabilan koloidal protein susu yang
tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein
fermentasi laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan susu menjadi asam.
Dalam keadaan asam ikatan mantel casein akan berkurang. Berkurangnya ikatan
mantel casein menyebabkan pada saat dilakukan pencampuran susu dengan alkohol
menimbulkan off-flavour atau bau dan rasa susu yang tidak diinginkan. Flovor susu
yang tidak diinginkan dapat berupa asam, atau timbulnya rasa pahit/flavor karamel.
Flavor asam pada susu diakibatkan karena bakteri penghasil asam seperti S. Lactis,
asam dalam susu diistilahkan sebagai “masam” dan rasa masam susu disebabkan
laktosa membentuk asam laktat. Persentase asam dalam susu dapat digunakan
laktat ini karena adanya aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
serta senyawa-senyawa yang terkandung dalam susu seperti albumin, kasein sitrat,
dan fosfat. Bakteri yang berperan di dalam perubahan laktosa menjadi asam laktat
disebut bakteri asam laktat. Menurut Rinawidiastuti et al., (2016) sependat bahwa
perbedaan tingkat keasaman susu disebabkan oleh perbedaan jumlah dan jenis
bakteri yang merubah laktosa menjadi asam laktat di dalam susu. Semakin tinggi
jumlah bakteri dalam susu semakin tinggi tingkat keasaman susu yang menunjukan
terutama laktosa, karena kelompok bakteri ini membutuhkan nutrisi yang sangat
banyak untuk melangsungkan hidupnya. Secara alami bakteri asam laktat dapat
dijumpai pada susu dan tempat-tempat dimana susu itu diproses. Asam laktat yang
2016).
4.2.2 Cemaran Bakteri Dilihat dengan Uji Reduktase dan Uji TPC
48
Uji reduktase merupakan salah satu cara untuk mengetahui secara kasar
jumlah bakteri dalam susu, uji ini didasarkan pada kemampuan dari semua bakteri
didalam susu yang dapat mengubah warna biru menjadi warna putih. Bakteri yang
bertindak sebagai hydrogen aceptor yang akan menerima hidrogen sehingga bakteri
direduksi dan kekuatan oksidasi reduksi akan menjadi rendah sampai negatif.
Semakin cepat warna biru berubah menjadi putih maka semakin banyak bakteri
yang ada didalam susu, karena ini berarti semakin cepat oksidasi habis dikonsumsi
oleh bakteri, oleh karena itu uji reduktase dapat digunakan sebagai salah satu
prosedur untuk menentukan upah peternak dan salah satu untuk mengetahui
jenis ternak (hereditas), tingkat laktasi, umur ternak, kesehatan pada ambing, nutrisi
pada ternak, sanitasi puting dan ambing, sanitasi tempat pemerahan, sanitasi
pemerahan, sanitasi milkcan dan penyimpanan milkcan. Pada saat sanitasi puting
dan ambing peternak sebaiknya menggunakan air biasa bukan air hangat, padahal
air hangat membantu untuk merangsang memancarnya air susu yang memudahkan
menggunakan deterjan dan milkcan diletakan dilantai secara terbalik dimana lubang
milkcan berada dibawah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
49
Saragih, Suada dan Sampurna (2013), bakteri yang ditemukan dalam kotoran tanah
dan air dapat masuk ke dalam susu karena peralatan pemerahan serta kontak dengan
susu. Hasil uji reduktase dan uji TPC dari sampel susu segar dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Parameter Peternak
penampung susu yang tidak dilanjutkan dengan proses pendinginan atau terjadi
pembiaran dalam waktu yang lama dan tidak ditutup. Sementara proses setelahnya
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gustiani (2009) dalam Satrial et al.,
(2019) bahwa mikroba yang berasal dari ambing sapi segera mencemari susu yang
baru keluar dari kelenjar susu. Selanjutnya Lukman et al,. (2009) dan Mulya et al.,
(2011) dalam Satrial et al., (2019) menambahkan bahwa jumlah bakteri dalam susu
segar dapat bertambah karena beberapa faktor antara lain seperti tidak higienenya
tangan pemerah, baju pemerah, alat pemerah, ember penampung susu dan
50
lingkungan sekitar kandang seperti tumpukan feses dan urine ternak sapi yang
bahwa susu dapat terkontaminasi dari berbagai sumber yaitu kontaminasi udara
yang dapat membawa bakteri ataupun materi dari lingkungan sekitar yang kurang
dibersihkan menggunakan sabun dan peralatan yang terbuat dari bahan plastik
peralatan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Prihutomo et al., (2015) yang
menyatakan bahwa ember plastik tidak memiliki standar SNI sebagai wadah tempat
susu, penggunaan wadah yang baik sesuai standar SNI adalah dengan menggunakan
wadah yang terbuat dari stainless steel. Tinggi rendahnya nilai TPC pada sampel
5.1 Kesimpulan
Sampel susu segar sesuai dengan tentang susu segar ditinjau dari aspek
komposisi, kesegaran, dan pemalsuan. Hasil uji alkohol kurang baik 7 dari 15
sampel mengalami penggumpalan artinya susu sudah mulai pecah dan kualitasnya
menurun. Uji reduktase memeliki hasil yang bagus diatas 5 jam yaitu rerata 6,56 ±
1,67 Jam dan total plate count menunjukkan hasil yang baik 1,2 ± 1,04 x 105 cfu/ml
5.2 Saran
pencegahan kerusakan susu lebih awal, kemudian perlu perbaikan sanitasi serta
melakukan pengujian susu segar secara rutin untuk menjaga dan meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
Muryanto dan D. Pramono. 2012. Potensi sumber daya genetik kambing kaligesing
sebagai galur ternak lokal. Prosiding Seminar Nasional Kemandirian
Pangan, Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Barat, Bandung, Juli 2012. Buku I, hlm. 99-113.
Nandy, S. K. and K. V. Venkatesh. 2010. Application of methylene blue dye
reduction test (MBRT) to determine growth and death rates of
microorganisms. African Journal of Microbiology Research 4(1): 061-070
Noor, R., dan R. Rony. 2007. Pemuliaan dan Genetika Ternak. Fakultas Peternakan
IPB. Bogor
Paz, N. F., De Oliveira, E. G., De Kairuz, M. S. N., And Ramón, A. N. 2014.
Characterization Of Goat Milk And Potentially Symbiotic Non-Fat Yogurt.
Food Science And Technology 34(3): 629-635. ISSN 0101-2061
Putri,Y. Yuanita, Sarwiyono, dan P.Surjowardojo. 2013. Pengaruh Prosedur
Sebelum Pemerahan Terhadap Kualitas Susu Bedasarkan Uji Reduktase
Dan California Mastitis Test. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya.Malang
Pramesti, N.E. 2017. Analisis Higiene Sanitasi Susu Segar terhadap Peningkatan
Jumlah Escherichia coli pada Susu Segar Hasil Peternakan X di Surabaya
Timur. Skripsi Kesehatan Lingkungan. Universitas Airlangga Surabaya.
Prihutomo, S., B. E. Setiani dan D. W. Harjanti. 2015. Screening Jumlah Cemaran
Bakteri Pada Kegiatan Pemerahan Susu Di Peternakan Rakyat Kabupaten
Semarang. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (1): 66-71.
Rizqan, R., Arief, A., dan Roza, E. 2019. Uji Didih, Uji Alkohol dan Total Plate
Count Susu Kambing Peranakan Etawa (PE) di Peternakan Ranting Mas.
Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian Journal of Animal Science),
21(2), 122.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program
Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
USU Digital Library.
Sanam AB, Swacita IBN, Agustina KK. 2014. Ketahanan Susu Kambing
Peranakan Ettawah Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau
dari Uji Didih dan Alkohol. J Veteriner 3(1) : 1-8.
Sari, M., I, Bagus N. S. Dan K. K. Agustina. 2013. Kualitas Susu Kambing
Peranakan Etawa Post-Thawing Ditinjau Dari Waktu Reduktase Dan
Angka Katalase. Indonesia Medicus Veterinus 2 (2) : 202-207
Singh, S., V. Chandek, P. Soni. 2015. Quality Analysis of Milk and Milk Products
Collected from Jalandhar, Pujab, India. J. Food Safety. 17: 22-23.
55
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel (data asli) Uji Alkohol dan Rekap Tulis
3 Ö
4 Ö
5 Ö
6 Ö
7 Ö
8 Ö
9 Ö
10 Ö
11 Ö
12 Ö
13 Ö
14 Ö
15 Ö
Rata-rata 53% 47%
58
60
90
120
150
180
210
240
270 . .
300 . .
330
360 . .
390 .
420 .
450 . .
480 . .
510 . . .
540
570
600
Lampiran 3. Tabel ( data asli ) TPC menggunakan SPC dan Rekap Tulis
Jumlah koloni
per Standar Plate Count Keterangan
S
pengenceran
10-3 10-4 10-5
1 169 24 17 1,69 x 105 24 dan 17 < 30
Rekap Tulis total plate count (TPC) dan standar plate count (SPC).
64
Pengujian Alkohol
68
69
70
Pengujian Reduktase
71
72
73