PENDAHULUAN
1
itu pemeliharaan ternak dan penanganan baik pada saat pemerahan dan pasca
pemerahan merupakan faktor penting untuk menghasilkan susu kambing yang
aman, sehat, utuh, dan halal (Zain, 2013).
Badan Standarisasi Nasional Indonesia memberikan standar ketentuan
mutu produk susu kambing segar dari cemaran mikroorganisme untuk
melindungi masyarakat veteriner dari foodborne disease atau penyakit yang
timbul akibat mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Upaya
pencegahan dan atau pengendalian terhadap foodborne disease merupakan
tugas dokter hewan. Dokter hewan berperan dalam mengontrol keamanan dan
mutu suatu produk olahan asal hewan agar tidak melebihi standar yang telah
ditetapkan sehingga produk asal hewan tersebut dinyatakan aman, sehat, utuh,
dan halal (ASUH) serta layak sebelum produk tersebut beredar dan
dikonsumsi oleh masyarakat. Indonesia saat ini baru mempunyai standard
untuk susu sapi segar yang tercantum dalam SNI 01-2782-1998, sedangkan
khusus untuk susu kambing segar belum mempunyai standard. Oleh karena
itu penulis dalam melakukan pemeriksaan kualitas susu kambing segar
dengan mengacu pada TAS (Thai Agriculture Standard) 6006-2008, SNI
7388-2009 tentang batas cemaran mikroba dalam pangan, dan SNI 2897-2008
tentang metode pengujian susu.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah susu kambing segar yang dilakukan pengujian memiliki kualitas
dan keamanan terutama apabila disesuaikan dengan SNI 7388-2009 tentang
batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan dan TAS 6006-2008?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui mutu dan kualitas susu kambing yang beredar di masyarakat
sesuai dengan SNI 7388-2009 tentang batas maksimum cemaran mikroba
dalam pangan dan TAS 6006-2008
2. Untuk mengetahui susu kambing yang di uji memiliki jaminan mutu yang
ASUH sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
2
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari pengujian ini yaitu memberikan informasi
kualitas fisik dan mikrobiologis kandungan susu kambing serta
membandingkannya dengan standar keamanan pangan dalam rangka
memberikan jaminan keamanan BPAH yang ASUH kepada masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu
Susu merupakan jenis bahan pangan hewani berupa cairan putih yang
dihasilkan oleh ternak mamalia seperti sapi, kerbau atapun kambing dan
diperoleh dengan cara pemerahan secara higienis, bernilai gizi tinggi,
mengandung sedikit bakteri yang berasal dari ambing, bau, rasa tidak berubah
dan tidak berbahaya untuk diminum (Hamidah, dkk., 2012; Sanam, dkk.,
2014). Susu sebagai bahan pangan hewani yang mengandung protein tinggi
dibutuhkan oleh manusia serta disukai pula oleh mikroorgamisme. Oleh
karena itu kualitas fisik dan mikrobiologis susu perlu mendapat perhatian
apalagi hal tersebut sangat terkait dengan keamanan dan kelayakan susu. Susu
dapat berpotensi membahayakan atau menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia apabila susu tersebut rusak atau kualitasnya turun. Menurunnya
kualitas susu dapat disebabkan oleh tercemarnya mikroorganisme atau benda
asing lainnya (Yuliati, dkk., 2015). Dalam keadaan normal, susu hanya
bertahan maksimal 2 jam setelah pemerahan tanpa mengalami kerusakan
maupun penurunan kualitas (Yuniati dan Ema, 2012).
Kualitas susu merupakan aspek penting bagi konsumen untuk dapat
dikonsumsi secara baik dan sehat. Kualitas susu dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain adalah pakan, bangsa ternak, waktu laktasi, prosedur
pemerahan dan ketinggian tempat. Pemeliharaan ternak dan penanganan baik
pada saat pemerahan dan pasca pemerahan merupakan faktor penting untuk
menghasilkan susu yang aman, sehat, utuh dan halal. Kontaminasi
mikroorganisme dan penanganan yang tidak baik dapat menurunkan kualitas
susu (Rosartio, et al. 2015).
Susu merupakan minuman yang banyak mengandung nutrisi, sehingga
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Beberapa bakteri
seperti Escherichia coli, Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Listeria
monocytogenes, dan Camphylobacter jejuni dilaporkan sebagai penyebab
4
milk borne disease (Jeffrey, et al., 2009). Escherichia coli verotoksigenik
(VTEC) termasuk bakteri patogen yang berhasil diisolasi dari susu sapi segar
di Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Oleh karena itu, perlu jaminan
kualitas susu yang dimulai dari ternak sebagai titik awal susu dihasilkan
sampai ke tangan konsumen (Suwito, dkk., 2014).
5
dan susu (Zuriati, dkk., 2011). Produksi susu kambing PE berkisar 1,5-3,5
liter/ekor/hari (Christi dan Rohayati, 2017).
Puncak produksi susu kambing PE terjadi minggu ke 3-4 pada masa
laktasi dengan menimbulkan keragaman komponen susu seperti protein,
kadar lemak, laktosa, dan bahan kering tanpa lemak. Komponen susu
kambing yang beragam diakibatkan oleh pakan yang diberikan. Kadar bahan
kering tanpa lemak susu tergantung pada kadar protein, laktosa dan lemak
(Utari, et al.,2012). Protein dalam susu kambing berkisar antara 3-4,5%.
Kandungan protein dan laktosa susu kambing PE lebih tinggi dibandingkan
dari jenis susu yang lainnya yaitu 4,4-4,6% dan 3,4-3,6 % (Arora, et al.,
2013). Adapun kandungan gizi susu kambing PE dalam 100 gram bahan
segar dapat dilihat sebagaimana pada Tabel 2.1 (Rukmana, 2015).
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Susu Kambing Peranakan Etawa Dalam 100
Gram Bahan Segar
Zat Gizi Kadar
Air (g) 83,00-87,5
Karbohidrat (g) 4,60
Energi (K kal) 67,00
Protein (g) 3,30-4,90
Lemak (g) 4,00-7,30
Kalsium (mg) 129,00
Fosfor (mg) 106,00
Zat besi (mg) 0,05
Vitamin A (SI) 185,00
Thiamin (mg) 0,04
Riboflavin (mg) 0,14
Niacin (mg) 0,30
Vitamin B 12 (mg) 0,07
Sumber:(Rukmana, 2015)
6
kambing lebih cepat diperoleh karena kambing telah dapat berproduksi pada
umur 1,5 tahun, sedangkan sapi baru dapat berproduksi pada umur 3-4 tahun,
tergantung ras (Sari dan Ukrita, 2017).
Asam lemak susu kambing kaya akan asam lemak volatile yaitu
kaproat, kaprilat, dan kaprat yang berkontribusi pada pembentukan rasa dan
bau spesifik. Lemak susu kambing juga bersumber sebagai asam lemak rantai
pendek (C6,C8,C10:0) yang disintesis di dalam kelenjar mamae. terdapatnya
asama lemak rantai pendek ini diduga menyebabkan susu kambing lebih
mudah dicerna. Kandungan asam lemak rantai sedang (C11-C17) yang tinggi
juga diketahui mempunyai efek bakteriostatik (Boycheva, et al., 2011).
Disamping itu, globula lemak bersama-sama dengan partikel koloidal kasein,
dan kalsium fosfat dapat merefleksikan cahaya yang menimbulkan warna
susu kambing. Disisi lain susu kambing mempunyai aroma prengus yang
kurang disukai konsumen (Kustyawati, dkk., 2012).
Susu kambing mempunyai kelemahan yaitu bersifat tidak tahan lama.
Jika disimpan dalam bentuk beku (freezer) rata-rata bisa mencapai 3 bulan,
sedangkan dalam keadaan cair dingin yang disimpan dalam pintu lemari es
hanya bertahan 3-5 hari. Sehingga sangat diperlukan manajemen dalam
penyimpanan yang dilakukan (Sari dan Ukrita, 2017).
Tabel 2.2. Kualitas Mutu Susu Kambing Segar Berdasarkan TAS 6006-2008
Karakteristik Syarat
Warna Putih khas susu kambing
Kebersihan Bersih
Rasa Khas susu kambing
pH 6.5 - 6.8
Lemak ≥8.25%
Titik beku -0.530⁰C
7
Berat jenis 1.028-1.034 pada suhu 20⁰C
Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Susu Berdasarkan SNI
7388-2009
Kategori pangan Jenis cemaran mikroba Batas maksimum
0
Susu segar (susu yang ALT (30 C, 72 jam) 1x106 koloni/ml
tidak dipasteurisasi) Koliform 2x101 koloni/ml
untuk proses lebih lanjut APM Escherichia coli < 3/ml
(susu sapi, kuda, Salmonella sp. Negatif/25ml
Staphylococcus aureus 1x102 koloni/ml
kambing, dan ternak lain)
8
BAB III METODOLOGI
9
7. Uji mikrobiologis (TPC, uji cemaran Coliform, uji cemaran Salmonella, uji
cemaran E.Coli)
8. Uji residu antibiotik
10
Kotoran yang terdapat di dalam susu akan tampak tertinggal di kertas saring
yang terlihat dengan mata telanjang. Penilaian kebersihan berupa bersih,
sedikit kotor, kotor, dan kotor sekali.
Alat dan Bahan
Corong kaca, tabung Erlenmeyer, kertas penyaring, dan sampel susu
kambing.
Prosedur Kerja
Sampel susu sebanyak 250 mL dituangkan secara hati-hati melewati corong
kaca yang telah diberi kertas saring ke tabung Erlenmeyer, kemudian
diamati kotoran yang tertinggal di kertas saring.
Interpretasi
Susu dinilai bersih jika tidak ada kotoran yang tertinggal di kertas saring.
3.5.3 Uji Komposisi Susu (SNI 01-2782-1998: Metode Pengujian Susu Segar)
a. Pemeriksaan Kadar Lemak Susu Penuh
Prinsip
Asam sulfat pekat merombak dan melarutkan kasein dan protein lainnya
sehingga menyebabkan hilangnya bentuk dispersi lemak. Pemisahan
lemak dipercepat dengan penambahan amil alkohol yang akan
mencairkan lemak dengan panas yang ditimbulkannya. Sentrifugasi akan
menyebabkan lemak terkumpul di bagian skala dari butirometer.
Alat dan Bahan
Tabung butirometer gerber, rak tempat butirometer gerber, penangas air,
sentrifus, pipet otomatis (10 mL, 1 mL dan 11 mL), kain lap, serbet karet,
larutan H2SO4 pekat 90-91%, larutan amil alkohol, sampel susu kambing
segar penuh 10,75 mL (whole milk).
Prosedur Kerja
Asam sulfat pekat sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam butirometer.
Ditambahkan sampel susu sebanyak 10,75 mL bersama dengan 1 mL
amil alkohol. Bahan harus dimasukkan secara berurutan seperti cara di
atas. Butirometer disumbat sampai rapat, kemudian dikocok sehingga
11
bagian-bagian di dalamnya tercampur rata. Setelah terbentuk warna ungu
tua hingga kecoklatan (terbentuk karamel), dimasukkan butirometer ke
dalam sentrifus dan disentrifus pada kecepatan 1200 rpm selama 5 menit.
Kemudian butirometer dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu
65oC selama 5 menit. Setelah itu, dibaca skala yang tertera pada
butirometer. Skala tersebut menunjukkan kadar lemak.
Interpretasi:
Kadar lemak (larutan berwarna kekuningan) dibaca pada bagian berskala
(dinyatakan dalam 1% yang berarti jumlah ml lemak dalam 100 mL
susu). Hasil uji kadar lemak adalah angka yang ditunjukkan oleh skala
dinyatakan dalam persen.
12
c. Penentuan Kadar Protein
Prinsip
Adanya korelasi antara kadar lemak dan kadar protein susu sehingga
kadar protein dapat dihitung hanya dengan menggunakan rumus:
KP (%) = L/2 +1,4
Keterangan :
L : Kadar lemak susu
13
menunjukkan adanya penambahan air kedalam susu. Sebaliknya bila
bobot jenis lebih besar dari standar berarti ada kemungkinan
penambahan suatu bahan padat kedalam susu.
14
Prosedur Kerja
Pengujian ini dilakukan dengan cara mencampur sampel susu dan alkohol
70% dengan perbandingan 1:1, kemudian dikocok. Amati gumpalan atau
butiran pada dinding tabung reaksi.
Interpretasi
Jika terdapat butiran atau gumpalan susu pada dinding tabung reaksi, maka
derajat keasaman susu tinggi.
Prinsip
Metode pengukuran derajat asam susu dengan cara titrasi. Derajat asam
Soxhlet Henkel adalah jumlah ml NaOH 0,25N yang diperlukan untuk
15
menetralisasi asam yang berada pada 100 ml susu dengan phenolphthalein
sebagai indikator.
Alat dan Bahan
Buret dengan skala 0,05 - 0,1 mL, pipet skala, 2 buah Erlenmeyer 50 mL,
NaOH 0,25 N, dan phenolpthalein 2%, dan sampel susu kambing.
Prosedur Kerja
Sampel susu dimasukkan ke dalam dua Erlenmeyer masing-masing 50 ml
susu dan ditambahkan 2-4 tetes larutan phenolpthalein. Salah satu
Erlenmeyer dititrasi dengan larutan 0,25N NaOH hingga terbentuk warna
merah muda yang tetap apabila dikocok. Jumlah ml NaOH yang terpakai
untuk titrasi dihitung.
Interpretasi
Derajat Soxhlet Henkel adalah jumlah 0,25N NaOH dikalikan 2.
16
b. Reaksi positif dua (++): terbentuk lendir kental
c. Reaksi positif tiga (+++): terbentuk lendir yang sangat kental seperti
massa gelatin.
17
Prinsip
Prinsip pengujian TPC adalah apabila media agar masih ditumbuhi
mikroba, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang.
Mikroorganisme yang tumbuh sebagai gambaran populasi mikroorganisme
yang terdapat pada sampel tersebut.
Alat dan Bahan
Tabung reaksi, cawan petri, colony counter, pipet volumetric, bunsen, ose,
pengocok tabung (vortex), penangas air, inkubator, buffer pepton water
(BPW) 0,1%, media plate count agar (PCA), dan sampel susu kambing
Prosedur Kerja
Sampel susu diambil sebanyak 1 mL secara aseptis kemudian dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan larutan BPW 0,1 % sebanyak 9
ml. Dihomogenkan 1- 2 menit. Ini merupakan larutan dengan pengenceran
10-1. Pindahkan 1 ml suspensi pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet
steril ke dalam larutan 9 ml BPW 0,1% lainnya untuk mendapatkan
pengenceran 10-2. Kemudian buat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, 10-6 dengan
cara yang sama seperti pada prosedur sebelumnya. Prosedur selanjutnya 1
ml suspensi dari pengenceran 10-4, 10-5, 10-6 dimasukkan ke dalam cawan
petri secara duplo kemudian ditambahkan 15 – 20 mL PCA yang sudah
didinginkan pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi.
Supaya larutan sampel dan media PCA tercampur seluruhnya, lakukan
pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau membentuk angka
delapan dan diamkan sampai memadat. Inkubasikan pada suhu ± 37oC
selama 24-36 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Jumlah
koloni dihitung menggunakan colony counter.
Interpretasi (SNI 2897:2008)
a. Koloni 25-250. Pilih cawan petri yang memiliki jumlah koloni
berjumlah 25-250. Jumlahkan dan hitung rata-rata koloni sebagai hasil.
18
b. Koloni < 25. Bila hasil pengenceran terendah jumlah koloni kurang dari
25 maka hitung rerata jumlah koloni per cawan dan kalikan dengan
pengencer.
c. Koloni lebih > 250. Bila jumlah koloni lebih dari 250, maka hitung
koloni yang dapat dihitung lalu beri tanda *
Perhitungan : TPC (koloni/g) = N x F
Keterangan:
N : rata – rata koloni dari 2 cawan petri dari satu pengenceran
F : faktor pengenceran dari rata – rata koloni yang dipakai
19
sudah berisi supensi. Supaya larutan sampel dan media VRBA tercampur
seluruhnya, lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang atau
membentuk angka delapan dan didiamkan sampai memadat. Cawan
tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dengan posisi terbalik.
Interpretasi
Untuk perhitungan koloni, hitung semua jumlah koloni berwarna merah
keunguan yang dikelilingi zona merah (diameter koloni pada umumnya
0,5 mm atau lebih) pada setiap seri pengenceran kecuali cawan petri yang
berisi koloni meyebar (spreader colony) dengan colony counter.
20
Prinsip
Mengetahui pertumbuhan koloni bakteri E. coli pada media Eosin
Methylene Blue Agar (EMBA) yang dapat dilihat langsung dengan mata
telanjang. Koloni bakteri E. coli yang tumbuh merupakan gambaran
jumlah mikroorganisme yang terdapat pada sampel.
Alat dan Bahan
Cawan petri, media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), BPW dan sampel
susu kambing.
Prosedur Kerja
Sampel susu sebanyak 1 mL diencerkan kedalam larutan BPW dengan
pengenceran 10-1. Pembiakan bakteri dapat diambil dari pengenceran
sampel dan distreak menggunakan ose pada media EMBA. Cawan petri
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, diamati
koloni bakteri yang tumbuh pada media EMBA.
Interpretasi
Adanya koloni bakteri E.coli sp, pada media biakan berwarna hijau
metalik pada morfologinya.
3.5.8 Uji Residu Antibiotik (SNI 7424:2008 Metode Uji Tapis Residu
Antibiotik pada Daging, Telur dan Susu Secara Bioassay)
Prinsip
Pertumbuhan mikroorganisme pada media agar dihambat oleh residu
antibiotik yang terlihat dengan terbentuknya daerah hambatan di sekitar
kertas cakram / silinder / agar well. Konsentrasi residu antibiotik bisa
ditunjukkan berdasarkan besarnya diameter daerah hambatan.
Alat dan Bahan
Sampel susu kambing, Paper disc, Mueller Hinton Agar (MHA), dan
bakteri standar Bacillus subtilis yang dibiakkan pada media Nutrien Agar
(NA).
Prosedur Kerja
21
Pembuatan bakteri biakan dilakukan dengan membiakkan bakteri Bacillus
subtilis pada media NA. Selanjutnya diinkubasi dalam temperatur 37oC
selama 24 jam, kemudian biakan bakteri diencerkan dengan 5 mL NaCl
fisiologis. Bakteri ditanam pada media MHA secara spreader sebanyak 0,1
ml. Paper disc kosong kemudian ditempelkan langsung pada media
sebagai kontrol negatif. Paper disc antibiotik kemudian ditempelkan
sebagai kontrol positif. Paper disc yang dicelupkan ke dalam sampel susu
sebagai sampel uji residu. Media yang telah ditempeli paper disk
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Penghitungan hasil berdasarkan
diameter zona hambatan yang terbentuk disekeliling paper disc.
Interpretasi
Hasil positif mengandung residu antibiotika jika terbentuk daerah
hambatan minimal 2 mm lebih besar dari diameter paper disc (adanya
zona bening).
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Indentitas sampel susu kambing yang diuji dalam pengujian ini adalah
sebagai berikut:
Hasil pengujian terhadap sampel susu kambing segar dapat dilihat pada
tabel 4.1 berikut ini
23
No Pengujian Standar (TAS Interpretasi Hasil Hasil
. 6006:2008) Pengujian
Uji Organoleptik
- Rasa Khas Tidak ada perubahan Khas
- Bau Khas Tidak ada perubahan Khas
- Warna Putih kekuning- Tidak ada perubahan Putih
kuningan
1.
- Konsistensi Kental Tidak ada perubahan Kental
- Kebersihan Tidak ada sisa Tidak ada perubahan Bersih (Tidak
kotoran dan ada sisa
pakan kotoran dan
pakan)
Uji Kesegaran
- Didih Negatif (+) terdapat gumpalan Negatif
- Alkohol Negatif (+) terdapat gumpalan Negatif
atau butiran halus
2.
- Derajat asam 6 - 7,5 oSH - 6,4 oSH
- pH 6,5 – 6,8 Penyesuaiam 6
Indikator warna pada
PH indikator
Uji Komposisi
- Berat jenis 1,028-1,034 g/ml - 1,032
o
(20 C)
-Kadar Protein 3,1-3,4 3,025
3.
- Kadar BK 11,7-12 % - 12,4%
- Kadar BKTL 7,8 % - 9,15%
- Kadar lemak 3,2 % - 3,5 % - 3,2 %
-Pemalsuan susu Negatif - Negatif
Uji Mastitis Sub
klinis
- CMT Negatif (+) terdapat lender Positif (++)
(++) terdapat lendir
4. agak kental
24
merah-ungu
- Eschericia coli <3 cfu/ml (+) koloni berwarna Negatif
hijau metalik
- Salmonella Negatif/25 ml (+) koloni coklat Negatif
kehitaman
Uji Residu Negatif (+) daerah hambatan > Negatif
6.
Antibiotik 2 mm
4.2 Pembahasan
Hasil uji organoleptik pada susu kambing menunjukkan bahwa susu yang
diperiksa memiliki warna putih, dengan rasa dan aroma yang khas susu kambing
serta konsistensi normal yaitu tidak encer dan kental. Susu kambing tampak bersih
dari kotoran. Warna susu normal, putih kekuningan (Buckle et al, 1987). Warna
putih disebabkan karena kandungan kasein dan kalsium fosfat yang merupakan
dispersi koloid sehingga tidak tembus cahaya, sedangkan warna kekuningan
disebabkan oleh kandungan lemak dalam susu, terutama dipengaruhi oleh zat-zat
terlarut dalam lemak seperti karoten yang berasal dari pakan ternak. Menurut Aak
(2012), warna air susu yang ke merah-merahan memberi dugaan bahwa air susu
tersebut berasal dari hewan yang terkena mastitis. Warna kebiruan menunjukkan
bahwa susu dicampur dengan air.
25
dapat mengalami perubahan, misalnya menjadi asam karena adanya pertumbuhan
mikroba di dalam susu atau bau lain yang mnyimpang akibat terserapnya bau dari
sekeliling susu. Pakan dan kotoran yang ada di dekat susu akan mudah
mempengaruhi bau susu tersebut. Kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan
klorin yang rendah diduga menyebabkan susu berbau seperti garam. Sedangkan
ketika menyicipi rasa susu, rasanya adalah tawar seperti kebanyakan rasa susu
serta kekentalannya adalah normal. Menurut Aak (2012), air susu yang masih
segar dan murni, rasanya enak, sedikit manis dan agak berlemak karena terdapat
kandungan laktosa (Buckle et al., 1987), merupakan satu-satunya karbohidrat
yang terkandung dalam susu. Laktosa adalah disakarida yang tersusun dari 1
molekul glukosa dan 1 molekul galaktosa.
Uji kesegaran susu dapat dinilai dengan beberapa uji yaitu pH, alkohol, uji
didih, dan uji titrasi keasaman. pH susu yang diujikan adalah 6 yang menunjukkan
masih segar. Seiring dengan lamanya penyimpanan, pH yang dicapai semakin
menurun karena adanya akivitas bakteri (Fauzan, 2011). Hasil uji didih pada susu
kambing didapatkan bahwa adanya penggumpalan pada susu. Menurut Dwitania
dan Ida (2013) pecahnya susu saat dilakukan uji didih karena susu dalam kondisi
asam sehingga kestabilan kasein menurun, koagulasi kasein tersebut yang
mengakibatkan pecahnya susu.
A B
26
Pada uji alkohol didapatkan hasil negatif yaitu tidak adanya gumpalan
susu pada dinding tabung. Pada uji ini, adanya alkohol yang ditambahkan
kedalam susu menyebabkan pecahnya susu karena alkohol memiliki daya
dehidrasi sehingga selubung air akan didehidrasi dan protein susu akan
dikoagulasikan. Munadiyan (2013) menyatakan Pecah tidaknya susu ketika
ditambahkan alkohol dipengaruhi oleh jumlah bakteri yang ada di dalam susu
tersebut. Jumlah bakteri yang lebih sedikit menghasilkan asam dan gumpalan
yang lebih sedikit. Hasil titrasi keasaman didapatkan sebesar 6,40 SH yang berarti
masih normal. Hal ini menunjukkan susu masih dalam keadaan segar. Menurut
Disa (2016), uji keasaman dimaksudkan untuk mengetahui derajat keasaman susu.
Semakin besar derajat keasaman susu maka akan semakin buruk kualitas susu
segar. Derajat keasaman pada susu menunjukkan banyak sedikitnya tingkat
keasaman yang terbentuk di dalam susu akibat pertumbuhan mikroba.
Uji komposisi susu dilakukan dengan melihat berat jenis, kadar lemak,
kadar protein, kadar bahan kering, dan kadar bahan kering tanpa lemak. Berat
jenis merupakan sifat fisik susu yang dipengaruhi oleh komposisi susu, nilai
protein dan lemak susu yang berarti bahwa berat jenis susu dipengaruhi oleh
kekentalan susu. Semakin tinggi kekentalan susu berarti semakin banyak jumlah
padatan di dalam susu sehingga semakin tinggi pula BJ susu. Pada pengukuran
berat jenis didapatkan BJ susu kambing sebesar 1.032 g/ml yang sesuai dengan
27
standar TAS kemudian dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan
penambahan air. Dari hasil pemeriksaan didapatkan reaksi negatif. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan perubahan berat jenis pada susu yaitu butiran-butiran
lemak (globula), laktosa, protein dan garam. Susu yang telah bercampur dengan
air maka berat jenisnya akan menurun. Kenaikan berat jenis susu disebabkan
karena adanya pelepasan CO2 dan N2 yang terdapat pada susu tersebut (Julmiaty,
2002). Diduga penurunan nilai BJ ini disebabkan saat pemerahan, milkcan dan
ambing masih banyak air setelah dibersihkan dan saat pemerahan beberapakali
diselingi oleh pencucian tangan oleh pemerah dan dilanjutkan pemerahan
kembali.
Hasil pemeriksaan kadar lemak susu yakni sebesar 3.2%, bahan kering
sebesar 15.7%, bahan kering tanpa lemak sebesar 9,15% dan protein sebesar
3,025%. Menurut Resnawati (2010), bahan kering tanpa lemak (BKTL) dalam
susu tersusun atas albumin (kasein dan protein), laktosa, vitamin, enzim, gas dan
mineral. Kadar BKTL sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor potensi genetik
individual dari masing-masing induk perah, umur, tingkat laktasi, kejadian infeksi
pada ambing, dan pakan. Kadar BKTL akan semakin bertambah seiring
bertambahnya umur. Kadar lemak, protein, bahan kering, dan bahan kering tanpa
lemak pada susu dipengaruhi oleh jenjang laktasi, interval pemerahan, keadaan
iklim, ransum yang diberikan (Eckles, 2006). Dari pemeriksaan komposisi ini,
susu segar yang diuji mengandung komposisi yang baik.
28
A B
29
A
Pemeriksaan lanjutan pada media selektif EMBA dan SSA . Pada media
EMBA didapatkan hasil negatif E.coli karena tidak terdapat koloni yang berwarna
hijau metalik dan negatif pada SSA. Tingginya jumlah bakteri pada pemeriksaan
TPC menunjukkan adanya cemaran pada susu. Kontaminasi dapat terjadi dari
mana-mana yaitu dari ambing kambing, tubuh kambing, debu di udara, peralatan
yang kotor, dan manusia yang melakukan pemerahan. Tingginya jumlah cemaran
bakteri dalam susu tidak terlepas dari manajemen sanitasi pada saat pemerahan.
Higiene peralatan dan pemerah juga memiliki pengaruh terhadap besarnya jumlah
bakteri pada susu saat sebelum proses pengiriman untuk diproses lebih lanjut.
Disamping higienitas peralatan pemerahan, prosedur pemerahan yang baik dan
benar (good milking practice), yang mencakup sanitasi kandang dan ternak
merupakan upaya untuk meminimalisir cemaran bakteri sehingga diharapkan
dapat meningkatkan kualitas susu. Penerapan sistem keamanan pangan pada
setiap proses produksi melalui Good Farming Prac-tice (GFP), Good Handling
30
Practice (GHP), dan Good Manufacturing Prac-tice(GMP) perlu dilakukan untuk
mengendalikan residu dan cemaran mikroba dalam proses pemerahan susu
(Gustiani, 2009).
A B
Hasil dari uji residu antibiotik susu adalah negatif karena tidak terbentuk
zona hambatan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya residu dari antibiotik
pada susu yang di tes. Menurut Meutia dkk. (2016), keberadaan antibiotika
didalam susu biasanya dihubungkan dengan kejadian mastitis terutama
pengobatan mastitis dengan antibiotika yang adanya residu antibiotik dalam air
susu. Dampak adanya pencemaran residu antibiotika pada konsumen diantaranya
munculnya reaksi alergi (residu penisilin), reaksi keracunan (residu streptomycin),
gangguan mikrobiologik, kegagalan pengolahan susu (starter), mempengaruhi
flora normal pada saluran pencernaan, resistensi terhadap mikroorganisme
berpengaruh pada lingkungan dan ekonomi.
31
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Sebaiknya jika ingin meminum susu segar lebih baik dimasak dengan
benar terlebih dahulu untuk menekan adanya pertumbuhan bakteri.
32
LAMPIRAN
1. BJ susu
BJ didapat pada suhu 230 C adalah 1,025
Dicocokkan dengan tabel dan didapatkan hasil 1,0263
2. Kadar protein
𝐿
= + 1,4
2
3,2
= + 1,4
2
= 3,025%
3. Kadar bahan kering
100 (𝐵𝐽 − 1)
𝐵𝐾 = 1,311𝑥 𝐿 + 2,738
𝐵𝐽
100 (1,0309 − 1)
𝐵𝐾 = 1,311𝑥 3,5 + 2,738
1,0309
BK = 12,4 %
4. Kadar bahan kering tanpa lemak
BKTL = BK-L
BKTL = 9,15
5. Titrasi keasaman
NaOH yang terpakai adalah 3,2 ml sehingga:
3,2 𝑥 100
𝐷𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝑎𝑠𝑎𝑚 =
50 𝑚𝑙
Derajat asam = 6,40SH
6. Jumlah sel somatis metode breed
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 𝑠𝑜𝑚𝑎𝑡𝑖𝑠
= 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑠𝑘𝑜𝑝
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔
12
= 𝑥 400000
10
= 4,8𝑥105
7. Uji mikrobiologi
TPC
10-410- 10-4 10-5 10-6
33
5 1 11
Semua masuk dalam perhitungan dan diambil 2 pengenceran terkecil namun hasil 2
kali dari pengenceran terkecil masih lebih kecil disbanding pengenceran ke-2
sehingga diambil hasil dari pengenceran pertama
TPC = 3 x 104cfu/ml
VRB
10-2 10-3 10-4
14 11 1
34
DAFTAR PUSTAKA
Arora, R., N. Bhojak and R. Joshi. 2013. Comparative Aspacts Of Goat And Cow
Milk. Int. J. En-gineering Sci. Invention. 2 (1): 7-10.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI) Standar
Mutu Susu Segar No. 01-3141. Jakarta: Departemen Pertanian Republik
Indonesia.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI) Batas
Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan No. 7398. Jakarta:
Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Badan Standarisasi Indonesia. 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI) Metode
Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu serta
Olahannya No. 2897. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Boycheva, S., T. Dimitrov, N. Naydenova, and G. Mihaylova. 2011. Quality
Characteristic of Yoghurt From Goat's Milk Supplemented With Fruit
Juice. Czech journal Food Science. 29:24-30
Christi, R.F. dan T. Rohayati. 2017. Kadar Protein, laktosa, dan Bahan Kering
Tanpa Lemak Susu Kambing Peranakan Ettawa Yang Diberi Konsentrat
Terfermentasi. Jurnal Ilmu Peternakan. 1(2):19-27. ISSN:2548-7914
Hamidah, E., I.M. Sukada, dan I.B. Swacita. 2012. Kualitas Susu Kambing
Peranakan Etawah Post-Thawing pada Penyimpanan Suhu Kamar.
Indonesia Medicus Veterinus. 3(2): 361-369.
Jeffrey, T., Lejeune, and P.J.R. Schultz. 2009. Unpasteurized milk: A Continued
Publich Health Threat. Food Safety Clinical Infectious Diseases. 84:93-
100.
Kustyawati, M.E., Susilawati, D. Tobing, dan Trimaryanto. 2012. Profil Asam
Lemak dan Asam Amino Susu Kambing Segar dan Terfermentasi. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. 23(1):47-52.
Rukmana, R. 2015. Wirausaha Ternak Kambing PE Secara Intensif. Lily
Publiser. Yogyakarta.
Rosartio, R., Suranindyah, Y., Bintara, S., Ismaya. 2015. Produksi Dan Komposisi
Susu Kambing Peranakan Ettawa Di Dataran Tinggi Dan Dataran Rendah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Buletin Peternakan. 39 (3): 180-188.
Sari, W.N. dan I. Ukrita. 2017. Manajemen Penyimpanan Susu Kambing Murni
Di PT. Boncah Utama Kabupaten Tanah Datar. Jurnal Agrimart. 4(1):1-9
35
Susanti,R. dan E. Hidayat. 2016. Profil protein Susu dan Produk Olahannya.
Journal MIPA. 39(2):98:106. ISSN:0215-9946
Suwito, W., W.S. Nugroho, A.E.T.H. Wahyuni, dan B. Sumiarto. 2014. Analisis
Mikrobiologi Susu Akmbing Peranakan Ettawa (PE) Dari Kabupatem
Sleman Yogyakarta. Jurnal Kedokteran Hewan.8(2):101-104. ISSN:1978-
225X.
Thai Agricultural Standard. 2008. Raw Goat Milk. National Bureau of
Agricultural Commodity and Food Standards. Ministry of Agriculture and
Cooperatives. ICS 67.100.01. Published in the Royal Gaze tte Vol. 125
Section 139 D. Thailand.
Utari, F. D., B. W. H. E. Prasetiyono dan A. Muktiani. 2012. Kualitas Susu
Kambing Perah Peranakan Etawa yang Diberi Suplementasi Protein
Terproteksi dalam Wafer Pakan Komplit Berbasis Limbah Agroindustri.
Animal Agriculture Journal. 1(1): 427-441.
Yuliati, F.N., R. Malaka, K.I. Prahesti, dan E. Murpiningrum. 2015. Kualitas Fisik
Susu Segar Kaitannya Antara Sanitasi, Higiene, dan Adanya Kontaminasi
Listeria monocytogenes Pada Peternakan Rakyat Di Kabupaten Sinjai
Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan. 4(1):23-27.
Zain, W.N.H. 2013. Kualitas Susu Kambing Segar Di Peternakan Umban Sari dan
Alam Raya KOta Pekanbaru. Jurnal Peternakan. 10(1):24-30. ISSN:1829-
8729.
Zuriati, Y., R.R.A. Maheswari, dan H. Susanti. 2011. Karakteristik Kualitas Susu
Segar dan Yoghurt Dari Tiga Bangsa Kambing Perah Dalam Mendukung
Program Ketahanan dan Diverifikasi Pangan. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.h:613-619.
36