Anda di halaman 1dari 9

PROSES

PEMBENTUKAN SUSU
Kelompok 3 :

Salinda 1802101010001
Taufan Rizky Siregar 1802101010042
Natasya Alya Farahdilla 1802101010072
Yuda Afrinaldo 1802101010109
Muthia Utari Pohan 1802101010159
Maulida Sakinah 1902101010011
Proses
Pembentukan
Susu

Faktor yang
Mempengaruhi
Produksi Susu
Susu merupakan sumber protein dengan mutu yang sangat tinggi. Kadar protein susu segar
sekitar 3,5% dengan kadar lemak sekitar 3,0-3,8%. Susu dibentuk di dalam kelenjar susu
atau ambing, yaitu pada sel sel epitel (sel alveoli) yg memiliki daya selektif untuk memilih
bahan bahan dari dalam darah yang dibutuhkan untuk susu.

Susu merupakan bahan pangan dengan nilai gizi tinggi yang mengandung protein, asam
lemak esensial, vitamin, dan mineral. Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi
yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan
alaminya tidak dikurangi atau ditambah apapun dan belum dilakukan proses apapun kecuali
pendinginan. Susu harus memenuhi syarat ASUH yaitu aman, sehat, utuh dan halal. Susu
sapi segar merupakan bahan pangan yang sangat tinggi gizinya, karena itu susu merupakan
komoditi yang sangat mudah rusak, sehingga apabila penanganannya tidak baik maka akan
timbul penyakit berbahaya. Kontaminasi bakteri mampu berkembang secara cepat sekali
sehingga susu menjadi tidak bisa diolah lebih lanjut atau tidak pantas lagi dikonsumsi.
Proses Pembentukan Susu
Air susu dibuat didalam kelenjar mammae.
Kelenjar mammae tersusun dari gelembung susu (Alveoli). Alveoli adalah suatu
struktur berbentuk bulat berrongga yang tersusun dari
satu lapisan sel epitel, jaringan pembuluh darah, pembuluh limfe, jaringan otot
polos. Sel -sel epithel yang melapisi permukaan bagian dalam alveoli berfungsi
mengambil nutrient dari darah dan mentransfernya/mengubahnya menjadi susu,
kemudian melepaskannya kedalam masing lumen alveolus.

Air susu mengalir melalui saluran – saluran halus dari gelembung susu ke ruang
kisterna dan ruang puting susu. Lubang puting susu menjadi terbuka akibat
rangsangan syaraf atau tekanan sehingga air susu dari ruang kisterna dapat mengalir
keluar.
Gerakan menyusui dari pedet, atau usapan dari tangan pemerah pada ambing
merupakan rangsangan pada otak melalui jaringan syaraf. Dimana otak akan
mengeluarkan hormone oksitosin ke dalam darah. Hormon oksitosin
menyampaikan rangsangan ke puting susu untuk membuka, agar air susu dapat
keluar.
Pasteurisasi dan sterilisasi susu dilakukan agar susu aman untuk dikonsumsi dan
memiliki masa simpan yang lama. proses pasteurisasi dan sterilisasi akan
mematikan bakteribakteri patogen (Salmonella, Listeria, Campylobacter, dan
Escherichia coli patogen) yang ada dalam susu. Susu yang telah mengalami
proses pasteurisasi, seharusnya tidak mengandung enzim peroksidase lagi. Susu
yang telah mengalami pemanasan di atas suhu 81 ℃ akan mengalami kerusakan
albumin sehingga pada suhu sterilisasi (UHT), yaitu 135-140 ℃ selama
beberapa detik, albumin seharusnya terdenaturasi sempurna.
Faktor yang mempengaruhi produksi susu
1. Nutrisi dan Lingkungan

o Musim Produksi air susu yang dihasilkan pada musim hujan dan musim kemarau juga berbeda.
Pada musim hujan produksi air susu dapat meningkat, meningkatnya produksi air susu terjadi
karena tersedianya pakan yang lebih banyak dari musim kemarau.

o Suhu dan Kelembaban Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi dapat mempengaruhi
timbulnya infeksi bakteri dan jamur penyebab dari penyakit mastitis. Suhu lingkungan yang tinggi
mampu menurunkan produksi air susu dimana ternak biasanya akan menurunkan konsumsi pakan.

o Persediaan zat makanan Peningkatan jumlah pakan, akan meningkatkan produksi air susu.
Sedangkan , apabila terjadi penurunan jumlah pakan, maka akan menurunkan produksi susu.

o Jenis Pakan Pakan yang terlalu banyak konsentratnya akan menyebabkan kadar lemak susu
rendah. Jenis pakan dari rumput-rumputan akan menaikkan kandungan asam oleat sedangkan pakan
berupa jagung atau gandum akan menaikkan asam butiratnya.
o Air Air susu 87% terdiri dari air. Tubuh sapi terdiri dari 50% air, sedangkan jumlah air
yang dibutuhkan tergantung dari produksi air susu yang dihasilkan, suhu sekeliling dan pakan yang
diberikan. Sapi perah memerlukan sekitar 2 – 2,5 kilogram air minum untuk memproduksi air susu
sebanyak 0,5 kilogram.

2. Genetik

Faktor genetik sangat menentukan jumlah atau besarnya produksi susu dan komposisi air susu setiap
masa laktasi. Pada umumnya sapi yang berumur 5 - 6 tahun sudah mempunyai produksi air susu yang
tinggi. Puncak produksi air susu seekor sapi dicapai ketika berumur antara 7-8 tahun. Komposisi air
susu berubah pada tiap tingkat laktasi dimana perubahan yang terbesar terjadi pada saat permulaan dan
terakhir periode laktasi.

3. Tata Laksana Pemeliharaan

Dalam pemeliharaan ternak sapi yang baik adalah dengan cara dikandangkan sehingga pengawasan
ternak seperti penyakit dan pemberian pakan lebih mudah dilakukan.

Perlakuan yang kasar dalam proses pemeliharaan bisa menimbulkan rasa sakit dan rasa takut yang
dapat mengakibatkan sapi menjadi cepat stress, sehingga dalam proses pemerahan dapat menimbulkan
gangguan seperti sekresi atau pembentukan dari air susu berikutnya terhambat, bahkan dapat
menyebabkan adanya kemerosotan produksi secara permanen bagi seluruh masa laktasi .
Referensi
Hanifa, A. (2008). Pengaruh pemberian ransum dengan kualitas berbeda terhadap profil darah, produksi susu dan
pertambahan bobot badan sapi perah. Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan, 6 (1); 10-20.
Maharani, Sudarwanto, M. B., Soviana, S. dan Pisetyani, H. (2020). Pemeriksaan kualitas susu asal kedai susu
kawasan permukiman mahasiswa IPB Dramaga dan Cilibende Bogor. Jurnal kajian Veteriner, 8 (1) : 24-33.
Oka, B., Wijaya, M. dan Kadirman. (2017). Karakterisasi kimia susu sapi perah di Kabupaten Sinjai. Jurnal
Pendidikan Teknologi Petanian, 3(1) :195-205.
Pasaribu, A., Firmansyah. Dan Idris, N. (2015). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah
di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ilmu Ilmu Peternakan, 18(1) : 28-35.
Pramesti, N. E. dan Yudhastuti, R. (2017). Analisis proses distribusi terhadap peningkatan Eschericia coli pada susu
segar produksi peternakan X di Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 9 (2): 181-190.
Putri, E. (2016). Kualitas protein susu sapi segar berdasarkan waktu penyimpanan. Chempublish Journal, 1 (2) : 14-
20.
Sudono, A. dan Sutardi, T. (1969). Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Peternakan Rakyat. Dirjen
Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Suriasih, K., Subagiana, W. dan Saribu, L. D. (2015). Ilmu Produkksi Ternak Perah. Laboratorium Ilmu Ternak
Perah, Universitas Udayana.
Wardayaningrum, D. (2011). Tingkat kognisi tentang konsumsi susu pada ibu peternak sapi perah Lembang Jawa
Barat. Jurnal Al-Azhar Indonesia, 1 (1);11-15.
SEKIAN DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai