Anda di halaman 1dari 42

UJI ALKOHOL, REDUKTASE DAN TOTAL PLATE COUNT PADA

SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) POST-THAWING


YANG DIKOLEKSI DARI PETERNAKAN VALENTA
SURABAYA

ARYA SURYA KUSWANTO

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana kualitas susu kambing
PE di Peternakan Valenta Surabaya dengan melakukan uji alcohol, uji reduktase
dan total plate count. Kambing yang digunakan dalam penelitian adalah kambing
PE yang sedang laktasi di peternakan Valenta Surabaya. Uji kualitas susu dilakukan
di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Wijaya
Kusuma (UWKS ) di Surabaya. Pengamatan dilakukan terhadap susu dari 15 ekor
kambing. Peubah yang diamati meliputi uji alkohol, uji reduktase, dan total plate
count. Berdasarkan hasil penelitian uji alkohol 8 sampel negatif dan 7 sampel positif
( 53% negative menggumpal, 47% positif menggumpal ). Hasil uji reduktase yang
di dapat mempunyai nilai rata-rata 6,56 ± 1,67 jam memenuhi Standar Nasionl
Indonesia atau SNI minimal 5 jam. Hasil total plate count yang didapat mempunyai
nilai rata-rata 1,2 x 104 CFU/ml memenuhi Standar Nasional Indonesia atau SNI
maksimal 1 x 106 CFU/ml. Disimpulkan bahwa kualitas susu kambing PE dilokasi
penelitian sudah baik dan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia tahun 2011,
perlu diperhatikan untuk segera melakukan penyimpanan susu setelah pemerahan
untuk meningkatkan kualitas susu.
Kata Kunci : Susu Kambing PE, Uji Alkohol, Uji Reduktase, total plate count.

iv
ALCOHOL TEST, REDUCTASE AND TOTAL PLATE COUNT ON
PERANAKAN GOAT MILK ETAWA (PE) POST-THAWING
COLLECTED FROM VALENTA FARM
SURABAYA

ARYA SURYA KUSWANTO

ABSTRACT

This study aims to find out how the quality of PE goat milk in Valenta Farm
Surabaya by conducting alcohol tests, reductase tests, and total plate count. The
goats used in the study were PE goats that were lactating at Valenta Surabaya farm.
A milk quality test was conducted at Kesmavet Laboratory of Faculty of Veterinary
Medicine Wijaya Kusuma University (UWKS) in Surabaya. Observations were
made on the milk of 15 goats. The changes observed included alcohol testing,
reductase tests, and total plate count. Based on the results of alcohol test research 8
negative samples and 7 positive samples ( 53% negative clumps, 47% positive
clumps ). The results of the reductase test can have an average value of 6.56 ± 1.67
hours, meets the Indonesian National Standard or SNI of at least 5 hours. The total
plate count obtained has an average value of 1.2 x 104 CFU/ml that meets the
Indonesian National Standard or SNI maximum of 1 x 106 CFU/ml. The conclusion
that the quality of PE goat milk at the research site has been good. Following the
Indonesian National Standard in 2011, it is necessary to store milk after milking to
improve milk quality immediately.
Keywords: Peranakan Etawa Goat Milk, Alcohol Test, Reductase Test, total
number of plates.

v
13

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protein hewani yang berasal dari susu sangat bagi kesehatan masyarakat dan

perkembangan tulang penting bagi anak-anak, terutama yang dalam transisi. Taraf

hidup masyarakat yang semakin meningkat, maka kebutuhan protein hewani juga

meningkat. Susu merupakan satu dari banyak produk yang sangat tinggi kandungan

gizinya, mudah dicerna dan diserap oleh darah (Rizqan et al, 2019).

Claeys et al, 2014) mejelaskan, susu mengandung vitamin dan mineral

dalam jumlah besar selain protein esensial dan asam lemak yang dibutuhkan oleh

orang-orang (susu juga memiliki nilai biologis yang tinggi karena mengandung

asam amino yang diperlukan oleh manusia, serta tingkat pencernaan yang tinggi

untuk asam amino ini). (Marangoni et al, 2014).

Kambing Etawa adalah kambing indonesia asli dan hewan penghasil susu

yang sangat mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi agroekosystem di

Indonesia, sehingga memungkinkan penyebarannya di seluruh negeri. Sapi ini juga

tidak mengalami hambatan sosial sepanjang pertumbuhannya karena diterima oleh

orang-orang dari semua latar belakang sosial. Diharapkan memperluas penggunaan

hewan-hewan ini akan berguna bagi masyarakat dalam meningkatkan kualitas

gizinya, khususnya mereka yang tinggal di daerah pedesaan, melalui asupan susu

kambing yang dihasilkan oleh petani itu sendiri (Sutama, 2011). Masyarakat di

Indonesia kini memelihara kambing etawa dalam jumlah besar karena faktanya
14

kambing etawa dapat beradaptasi dengan iklim di Indonesia dan sangat murah

untuk disantu (Hijriah, 2016).

Susu kambing dapat dimakan langsung dari kambing. Bakteri kemungkinan

besar ada dalam susu segar ini. Makanan alami dengan kandungan nutrisi yang luar

biasa, susu kambing mungkin dengan cepat menjadi manja atau busuk jika tidak

diobati dengan benar dan segera setelah panen. Kerusakan susu mungkin

disebabkan oleh peningkatan jumlah kuman dalam susu serta penyimpanan yang

buruk (Toto et al, 2013). Karena tidak cukup infrastruktur pengolahan susu, seperti

fasilitas penyimpanan susu, susu yang mengandung senyawa dengan nilai gizi

tinggi sering disimpan pada suhu kamar. Karena situasi ini, bakteri yang ada di

dalamnya akan memiliki lingkungan yang menguntungkan di mana untuk tumbuh,

menyebabkan kerusakan pada keadaan susu.

Susu mudah terganggu stabilitasnya, banyak permasalahan yang dihadapi

dalam pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan susu. Susu yang sudah dikoleksi

sebaiknya benar serta cepat dalam penangannya. Hal ini menunjukkan sifat susu

yang cepat rusak dan mudah terkontaminasi. Membekukannya adalah salah satu

cara agar susu tidak cepat rusak. Pembekuan inilah yang digunakan agar

terjaga kandungan dan gizi susu. Pencairan (thawing) susu pada suhu kamar

dianjurkan tidak lebih dari 2 jam, karena bakteri tumbuh cepat (Hamidah et al,

2013).

Kontaminasi bakteri susu dapat terjadi dalam proses di tempat pengepul,

serta selama distribusi. Hal ini terutama hadir dalam sistem distribusi di tingkat

peternak, kemudian naik ke koperasi. Kondisi ini harus dipertimbangkan ketika


15

melakukan proses pemerahan, kesehatan petugas, kebersihan peralatan, kebersihan

sapi, dan kebersihan susu. Untuk meminimalisir kontaminasi pada saat memerah

susu, pertimbangkan kebersihan bagian tubuh hewan, kandang dan ternak, serta

cuci tangan bagi petugas yang akan melakukan pemerahan (Yusuf, 2011). Beberapa

mikroorganisme yang sering mencemari susu adalah sebagai berikut :

Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella sp, dan Listeria

monocytogenes.

Untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme maka susu perlu disimpan

dalam suhu rendah. Penyimpanan dalam suhu rendah yaitu pada suhu 5-10oC dan

suhu – 20oC. Penyimpanan pada suhu beku tidak pernah dilakukan. Susu sapi beku

akan mengalami perubahan secara fisik jika di thawing. Susu sapi beku akan terlihat

tidak homogen, karena lemak sapi akan berada di atas dan padatan bukan lemak

akan turun ke bawah. Berbeda dengan susu kambing maka penyimpanan beku tidak

mengalami perbedaan secara fisik.

Tingkat peternak biasanya ada pertimbangan tambahan yang harus

dilakukan, antara lain ketersediaan ruang susu untuk menyimpan susu yang telah

diperah dan disimpan dalam kaleng susu agar tidak terkontaminasi dan berbau bau

lingkungan pertanian, serta ketersediaan peralatan pendinginan di ruang susu untuk

mencegah perkembangbiakan atau perbanyakan bakteri pembusukan dalam susu..

Menurut Saleh (2004) dalam Arjadi, L et al, (2017) Mengingat tidak semua petani

memiliki akses ke pendingin atau kulkas untuk mendinginkan susu setelah

ditampung di milkcan, disarankan agar peternak yang tidak memiliki akses ke

kulkas, biasanya yang berasal dari masyarakat pedesaan, menggunakan pendingin


16

mandi sehingga susu yang telah dikumpulkan dalam milkcan menurunkan suhu

karena susu berpotensi berinteraksi langsung dengan pendingin. Mereka yang

bertugas mengantarkan susu dari petani ke koperasi dan pabrik pengolahan susu

harus memperhatikan dengan baik kualitas susu yang mereka kumpulkan dan

distribusikan. Susu yang akan diangkut harus didinginkan ke 4oC, yang

dimaksudkan untuk mencegah kuman susu tumbuh sehingga susu tidak dapat

disimpan untuk jangka waktu yang lama di unit pendingin, kulkas, atau freezer

(Yusuf, 2011).

Pemerintah telah menetapkan standar khusus untuk produk pangan asal

hewan. Susu kambing belum memiliki ukuran khusus untuk kualitasnya sehingga

saat ini belum tersedia. Persyaratan susu baru bisa mengacu pada Standar Nasional

Indonesia (SNI) No.7388-2009 yang kini telah diperbarui menjadi SNI No. 01 –

3141 – 2011 (Zain, 2013; Hijriah, 2016).

Badan Standardisasi Nasional (2011) menetapkan batas pada jumlah total

bakteri diperbolehkan dalam susu adalah 1 × 106 CFU/ ml. Kontaminasi bakteri

yang tinggi melebihi batas yang ditetapkan oleh Industri Pengolahan Susu (IPS),

maka susu akan ditolak. Tingkat kontaminasi bakteri ini diketahui dengan beberapa

pengujian yang dilakukan, diantaranya uji alkohol, uji reduktase, dan uji total

bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bakteri cemaran pada susu segar

beku pasca thawing di Peternakan Valenta Surabaya dilakukan dengan uji alkohol,

uji reduktase, dan uji penuh bakteri kemudian dibandingkan dengan beberapa

literatur khususnya Standar Nasional Indonesia.


17

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka perumusan

masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : Bagaimana kualitas susu

kambing etawa post-thawing di Peternakan Valenta dengan uji alkohol, reduktase

dan total plate count ?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan

diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui uji alkohol, uji reduktase

dan total plate count terhadap susu kambing etawa post-thawing di Peternakan

Valenta kemudian membandingkan dengan beberapa pustaka khususnya Standar

Nasional Indonesia.

1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah dan dapat

dijadikan sebagai sumber informasi mengenai uji alkohol, uji reduktase dan total

plate count susu kambing etawa post-thawing di Peternakan Valenta.


18

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kambing Peranakan Etawa (PE)

Gambar 2.1 Peternakan Kambing Etawa Valenta Surabaya

(Dokumentas Pribadi, 2021)

Menurut Pione (2016), taksonomi kambing Etawa yaitu, Kerajaan :

Animalia, Filum : Chordata, Kelas : Mammalia Ordo : Artiodactyla, Famili :

Bovidae, Sub family : Caprinae, Genus : Capra Spesies : C. Aegagrus.

Diantara beberapa peternak di Indonesia, dan memang di beberapa negara

Asia, kambing adalah bagian penting dari sistem peternakan mereka. Mereka dapat

ditemukan dalam berbagai kondisi agroekosistem, mulai dari dataran rendah pesisir

hingga dataran tinggi pegunungan. Selain itu, ada beberapa kambing pinggiran kota

bahkan di jantung kota. Kambing dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi

agroekosistem, sehingga tidak apa-apa di semua kalangan. Sesuai jenis produk yang

dihasilkan kambing, mereka dibagi menjadi empat kategori 4 yaitu penghasil bulu
19

(tipe bulu/ mohair/cashmere), penghasil susu (tipe perah), penghasil daging dan

susu (tipe dwi guna), dan penghasil daging (tipe pedaging),

Kambing Etawah termasuk jenis yang dapat digunakan untuk produksi susu

dan daging. Dipercayai bahwa kambing ini pada masa lalu, hibrida antara kambing

etawah India dan kambing Kacang (lokal) dibuat (era kolonial Belanda). Iklim

tropis Indonesia yang basah telah terbukti menjadi lingkungan yang

menguntungkan bagi kambing PE. Sistem kawin yang tidak terkontrol,

dikombinasikan dengan kurangnya pemilihan yang diarahkan berikutnya,

menghasilkan variasi yang signifikan dalam fenotipe (penampilan eksternal) dan

genotipe (susunan genetik) kambing etawa. Struktur wajah cembung, telinga yang

rata-rata panjang (18-30 cm), dan terkulai adalah beberapa karakteristik yang paling

membedakan dari kambing etawa. Jantan dan betina memiliki tanduk yang pendek.

Warna bulu berkisar dari krem hingga hitam dalam penampilan. Bulu di paha

belakang, leher, dan bahu lebih tebal dan lebih panjang dari bulu di bagian lain

tubuh hewan. Warna putih dengan garis hitam atau garis coklat cukup dominan,

seperti halnya penggunaan garis hitam. Tinggi jantan berkisar antara 70 hingga 100

cm, dengan berat dewasa berkisar antara 40 hingga 80 kg untuk jantan dan 30-50

kg untuk betina. (Badan Litbang Pertanian, 2011).

Menurut Noor dan Rony R (2007) dalam Pione (2016), Kambing Jamnapari

adalah nama yang diberikan kepada kambing etawa yang diimpor dari India. Tubuh

gumba jantan besar, dan tingginya berkisar antara 90 cm sampai 127 cm, dengan

gumba betina hingga ketinggian 92 cm sendiri. Jantan dapat memiliki berat hingga

91 kg, sedangkan betina hanya dapat memiliki berat hingga 63 kg. Telinganya
20

memanjang dan terkulai ke bawah di ujungnya. Alis dan hidungnya cembung, dan

dia memiliki wajah bulat. Tanduk jantan dan betina relatif pendek. Jenis kambing

ini mampu menghasilkan hingga tiga liter susu per hari.

Kambing PE memiliki bulu belang hitam, putih, merah, coklat, dan

terkadang putih. Telinganya lebar, panjang, dan menggantung (Gambar 2.2).

Badannya cukup besar sebagaimana kambing etawa. Kambing PE jantan dewasa

umur 1,5-2,5 tahun memiliki berat antara 70-91 kg. Secara kualitatif, fenotipe

kambing PE adalah warna tubuh dominan, pola warna tubuh, penyebaran belang,

warna dan bentuk kepala, serta sebagai penghasil susu (Muryanto dan Pramono

2012).

Gambar 2.2 Kambing PE-Balitnak (Balitnak 2012).

Kambing PE betina memiliki panjang sekitar 79 cm, luas 19 cm, kedalaman

31 cm, tinggi 53 cm, dan diameter 90 cm di dada. Mereka memiliki lingkar dada 90

cm dan lebar dada 19 cm. Sementara kambing PE jantan memiliki panjang tubuh

sekitar 55 cm, lebar dada 23 cm, kedalaman dada 17 cm, tinggi 57 cm, dan lingkar

dada 67 cm, kambing PE betina memiliki panjang tubuh sekitar 55 cm, lebar dada
21

23 cm, kedalaman dada 17 cm , tinggi 57 cm, dan lingkar dada 67 cm. Ayam PE

siap dikawinkan pada umur 10 bulan. Durasi kehamilan adalah 147-160 hari, dan

siklus estrus adalah 23 hari. Dalam dua tahun, kambing PE bisa melahirkan tiga kali

dengan rata-rata jumlah anak yang lahir dua.

Laktasi (produksi susu) berlangsung delapan kali atau sampai hewan berusia

tujuh tahun. Kambing PE memiliki masa laktasi dan kering antara 5-6 bulan Dengan

pengelolaan yang baik. Di Indonesia, output rata-rata susu kambing PE adalah 2-3

liter per ekor setiap hari, dengan produksi tertinggi terjadi di utara. Induk kambing

pe mampu menghasilkan hingga 200 hari dalam setahun, menunjukkan bahwa

kambing jenis ini memiliki potensi untuk dikembangkan). Sutama et al, (2011)

mengemukakan produksi susu kambing PE bervariasi antara 0,5-1,5 liter/ ekor/hari.

Peranakan Etawa, juga dikenal sebagai kambing PE, adalah keturunan

kambing etawa dengan kambing local yang disilangkan. Kambing PE memiliki

postur badan kurang lebih sama dengan kambing kacang, namun biasanya

menyesuaikan dengan lingkungan lokal. Pelagoat adalah keturunan kambing etawa

jantan dan kambing etawa betina, yang disilangkan untuk menghasilkan kambing

pe. Kambing Etawa memiliki karakteristik fisik yang hampir identik dengan

kambing etawa, seperti telinga menggantung dan panjang, profil wajah gembung,

tanduk pendek, dan bulu putih, merah, coklat, atau hitam, antara lain. Kambing pe

diklasifikasikan sebagai kambing tujuan ganda, yang berarti bahwa mereka adalah

produsen daging dan susu. Produksi susu kambing PE berkisar antara 0, 5 dan 0,7

liter per ekor per hari (Pione, 2016).


22

2.2 Susu

2.2.1 Pengertian Susu

Susu adalah cairan yang keluar dari ambing ketika dipanen dengan cara

yang tepat dan belum diperlakukan dengan cara apa pun, isinya belum menurun

atau meningkat, dan belum menjalani perawatan apa pun selain proses pendinginan.

(SNI, 2011).

Salah satu makanan yang unik untuk manusia, susu memiliki rasa yang

indah dan komposisi ideal dikarenakan terdapat semua zat termasuk yang

diperlukan oleh tubuh, mudah dicerna, memiliki nilai gizi yang tinggi, dan

diperlukan oleh manusia dari segala usia (Zakaria et al, 2011). Susu terdiri dari tiga

komponen yang berbeda: laktosa, casein, dan lemak susu, antara lain. Susu segar

hanya dikonsumsi oleh sebagian kecil populasi setiap hari. Alasan untuk ini adalah

karena mereka tidak terbiasa dengan bau susu segar (mentah). Susu murni dan

higienis diproduksi saat susu masih berada di ambing atau dalam waktu singkat

setelah keluar dari ambing sapi yang sehat. Susu memiliki gizi dengan nilai tinggi

dan roduk ini termasuk sejumlah kecil bakteri yang diperoleh dari ambing. Susu

tidak berubah dalam hal aroma atau rasa, dan tidak berbahaya untuk

mengkonsumsinya dalam jumlah besar (Sanam et al, 2014).

Susu memiliki nilai gizi yang tinggi karena fakta bahwa mengandung semua

nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Mikroorganisme dapat berkembang biak dan

menyebabkan penyakit pada orang ketika ada konsentrasi nutrisi yang tinggi dalam

makanan. Produk susu dapat diproses dan dimakan dengan aman; namun demikian,
23

susu segar harus memenuhi standar kualitas untuk konsumsi susu segar. Tabel di

bawah ini menunjukkan kriteria susu segar dalam hal kualitas.

Tabel 2.2.1. Syarat Mutu Susu Segar

Karakteristik Satuan Syarat


Berat Jenis min pada susu 27,5˚c g/ ml 1,0270
Kadar Lemak minimum % 3,0 Kadar BK
tanpa lemak % 7,8
minimum
Kadar protein minimum % 2,8
Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada
perubahan
Derajat asam *SH 6,0-7,5
pH - 6,3-6,8
Uji Alkohol (705) v/v - Negatif
Cemaran mikroba, maksimum
1. Total Plate Count CFU/ ml 1x106
2. Staphylococcus aureus CFU/ ml 1x102
3. Enterobateriaceae CFU/ ml 1x103

Jumlah sel somatic maksimum Sel/ ml 4x105


Residu antibiotik (Gol. Penisilin, - Negatif
Tetrasiklin, Aminoglikosida,
Makrolida)
Titik beku ˚C -0,520 s.d
– 0,560
Uji peroxsidase - Positif
Cemaran logam berat,
maksimum : µg/ ml 0,02
1. Timbale (Pb) µg/ ml 0,03
2. Merkuri (Hg) µg/ ml 0,1
3. Arsen (As)

Sumber: SNI 3141.1: 2011

Mereka yang memiliki susu yang baik dan dapat diandalkan akan mendapat

manfaat dari memiliki susu yang baik dan dapat diandalkan. Mirip dengan ini, susu

susu berkualitas tinggi dapat diproduksi melalui proses susu sementara atau proses
24

susu pengangkutan. Akibatnya, dekat sumber yaitu ambing, susu hingga, dan

rambut yang ada di sumber dekat mungkin ditemukan di dekat sumber susu. Agar

mikroorganisme lain dapat masuk ke dalam susu selama proses pemerahan, sistem

transportasi dan kandang yang digunakan dalam prosesnya harus dihilangkan.

(Herdiati, 2018).

2.2.2 Susu Kambing

Laktosa adalah cairan susu bening yang dihasilkan dari susu kambing

ruminantan dan diproduksi oleh kelenjar susu hewan yang ber betina. Setelah

melahirkan anak, kambing betina menghasilkan susu, yang disebut sebagai fase

laktasi (Fitriyanto et al, 2013).

Salah satu manfaat susu kambing adalah memiliki profil gizi yang lebih

lengkap dan seimbang dibandingkan susu sapi. ASI kambing adalah sumber protein

terbaik setelah telur, dan hampir sama bergizinya dengan ASI (Yusdar et al, 2011).

Selain itu, susu kambing mengandung kadar vitamin A dan vitamin B yang jauh

lebih tinggi (terutama riboflavin dan niasin) daripada susu sapi (Jaman et al, 2013;

Arum dan Purwidiani, 2014). Selain nutrisi ini, susu kambing mengandung asam

lemak rantai pendek serta seng, zat besi, dan magnesium (Paz et al, 2014).

2.2.3 Kandungan dan Komposisi Susu Kambing

Susu biasanya dianggap sebagai sumber nutrisi yang paling lengkap dan

ideal. Orang Indonesia, terutama mereka yang tinggal di daerah pedesaan, tidak

terbiasa minum susu segar karena mereka tidak mampu membelinya dan karena

sulit untuk mendapatkan susu segar di daerah-daerah ini. Susu kambing


25

menawarkan sejumlah manfaat, termasuk fakta bahwa butiran lemak lebih kecil

daripada yang ditemukan dalam susu sapi, membuat susu kambing lebih mudah

dicerna. Bayi dan orang dewasa yang menderita sakit maag mendapat manfaat besar

dari susu kambing dengan komposisi nutrisi yang seimbang.

Tabel 2.2.2 Kandungan Gizi Susu Kambing

Sumber : Badan Litbang Pertanian 2011

Susu kambing dapat membantu dalam pengobatan penyakit pernapasan

(asma, bronkitis, tuberkulosis). Satu atau dua kambing cukup untuk menghasilkan

susu untuk kebutuhan rumah tangga tunggal dalam sehari, dan ini tidak perlu

penggunaan kulkas untuk melestarikan susu.

Jika kambing PE dirawat dengan benar dan diberi makan pakan ternak yang

cukup, mereka akan dapat menghasilkan 0, 5 - 1 liter susu per hari selama 3-5 bulan

pertama laktasi mereka. Kambing juga akan memiliki 1-2 keturunan setiap

kelahiran, tergantung pada jenisnya. Selain dimakan sendiri, susu kambing dan

kambing dapat dibeli untuk dijual. Agar kambing perah menjadi sumber pendapatan

tetap yang dapat diandalkan bagi petani, Ini cukup mahal (Rp 15.000 - 20.000 /
26

liter) di pasaran, tetapi pelanggan masih sedikit dan sebagian besar terkonsentrasi

di daerah metropolitan, menjadikannya usaha yang menguntungkan. (Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2011).

2.3 Uji Alkohol

Sudah menjadi kebiasaan bagi tes untuk dilakukan di tingkatan peternak dan

koperasi bekerjasama dalam rangka memastikan bahwa susu sekuat mungkin

sebelum dialihkan ke sektor pengolahan susu. Penting untuk melakukan prosedur

susu kesegaran untuk mengurangi dan menghilangkan susu kerusakan,

meningkatkan daya simpan, dan mengubah warna, konsentrasi, dan bau susu segar

untuk menghasilkan produk jadi berkualitas tinggi. Metode pengujian sederhana

untuk alkohol adalah memasukkan susu segar ke dalam tabung uji dan kemudian

menambahkan 70 persen alkohol ke dalamnya, dengan rasio susu dan alkohol antara

1:1 dan 1:2. Tabung yang mengandung susu dan alkohol dikocok dengan lembut,

dan isi tabung diperiksa dengan memiringkan tabung. Umumnya, susu yang masih

berkualitas tinggi tidak rumpun, dan sebaliknya, susu yang kikuk menunjukkan

bahwa susu rusak (Infovet, 2009). Standar Nasional Indonesia atau SNI (2011)

menyatakan bahwa susu segar tidak pecah ketika tes alkohol dilakukan, dan susu

dianggap negatif pada hasil tes alkohol jika tidak ada gumpalan susu yang

menempel di dinding tabung uji.

Alkohol memiliki efek dehidrasi dan mampu menghilangkan kelompok H +

dari tautan mantel air protein yang terbentuk sebagai konsekuensi dari protein yang

melekat satu sama lain dalam larutan. Akibatnya, stabilitas protein dalam susu

terganggu, mengakibatkan rusaknya struktur protein (Sudarwanto, 2005). Stabilitas


27

protein dapat diuji dengan cepat dan mudah dengan alkohol ketika jumlah asam

dalam susu naik, yaitu ketika tes paling berguna. Tujuan dari tes ini adalah untuk

menentukan tingkat keasaman susu dalam waktu singkat. Ketika 70 persen alkohol

diperkenalkan ke susu dengan keasaman 0,21 persen, susu akan menyamar. Jika tes

susu positif untuk alkohol, itu menunjukkan bahwa tidak lagi aman untuk diminum

(Sudarwanto, 2005).

2.4 Uji Reduktase

Menggunakan metilen biru sebagai pewarna indikator, pengujian reduktase

dapat dilakukan sesuai dengan prinsip SNI, yang menyatakan bahwa pengurangan

pewarna indikator menjadi larutan tidak berwarna (putih) adalah konsekuensi dari

enzim reduktase yang dihasilkan oleh bakteri yang ada dalam susu segar.

Penggunaan metilen biru sebagai aks acceptor hidrogen akan menyebabkan rona

susu berubah dari padat menjadi biru cair, dan akhirnya akan menjadi benar-benar

putih. Perubahan warna ini berfungsi sebagai titik awal untuk memperkirakan

perkiraan jumlah mikroorganisme yang ada dalam susu.

Aktivitas enzim reduktase yang dihasilkan oleh mikroba dalam susu

bertanggung jawab atas kekuatan pengurangan yang dihasilkan sebagai akibat dari

reaksi. Mikroorganisme susu yang tumbuh menghasilkan oksigen; jika oksigen

habis, proses pengurangan oksidasi akan berlangsung, yang akan menjamin

kelangsungan hidup kuman yang tumbuh dalam produk susu sampai situasi

diperbaiki (Hayati et al, 2015). Tes reduktase dapat digunakan untuk menentukan

apakah mikroorganisme ada dalam susu atau tidak.


28

Uji reduktase menggunakan metilen biru sebagai pewarna yang dikurangi

oleh enzim reduktase yang diproduksi oleh mikroorganisme dalam susu selama

prosedur pengujian. Sejumlah besar mikroba dalam susu menyebabkan warna

pigmen biru yang diciptakan oleh metilen biru dengan cepat memudar menjadi

putih tidak berwarna (Sari et al, 2013).

Berikut adalah variabel lingkungan yang berdampak pada perkembangan

bakteri ini, yaitu: kelembaban, suhu, konsentrasi oksigen, dan tingkat pH. Karena

fakta bahwa waktu yang dibutuhkan sel bakteri untuk membagi bervariasi dari 10

hingga 60 menit, waktu yang diperlukan untuk menghasilkan susu memiliki

dampak yang signifikan pada kualitas dan pertumbuhan jumlah bakteri yang ada

dalam susu. Sudono et al, (2013) yang dikutip oleh Yudonegoro, Nurwantoro dan

Harjanti (2014) menurut penulis, lingkungan di sekitar kandang dapat berdampak

pada kualitas susu. Kondisi sel kotor yang disebabkan oleh tinja, urin, dan kotoran

lainnya di daerah sekitar kandang, serta septic tank yang berdekatan dengan proses

pemerahan, dapat mencemari susu yang dipanen. Ada kemungkinan juga bahwa

kebersihan sebelum memerah susu dan peralatan sanitasi yang digunakan untuk

memerah susu telah terkontaminasi.

Menurut Singh et al, (2015), susu segar lebih mungkin terkontaminasi

bakteri yang disebabkan oleh ternak itu sendiri. Kotoran, urin, lantai, saluran

pembuangan di kandang, air yang digunakan untuk ternak, dan peralatan yang

bersentuhan langsung dengan susu adalah semua sumber bakteri yang mencemari.

Sumber kontaminasi susu adalah manajemen pemerahan, di mana kebersihan yang

buruk dapat menyebabkan puting menjadi meradang pada saat memerah susu, yang
29

mengakibatkan susu terkontaminasi. Melalui kontaminasi tangan pemerahan,

memerah susu pakaian, kain perca, mesin, kulit, bulu sapi, ember dan peralatan

pemerah susu lainnya, dan lantai kandang, mikroba ditularkan ke puting sapi yang

sehat. (Sutarti et al, 2003).

Methylene Blue Dye Reduction Test (MBRT) adalah metode cepat untuk

penilaian mikrobiologis kualitas susu yang banyak digunakan dalam industri susu.

Tabel ini menyajikan grup berkualitas yang dapat berasal dari hasil MBRT dan

disajikan dalam pada Tabel 2.4. Menurut Umar et al. (2014), berapa waktu yang

dibutuhkan susu untuk berubah dari biru ke putih adalah dasar untuk

memperkirakan perkiraan jumlah bakteri yang ada dalam susu. Kualitas susu segar

yang memuaskan ditunjukkan dengan warna yang berubah dari biru ke putih yang

berlangsung lebih dari 2 jam tetapi kurang dari 6 jam dan perkiraan total bakteri per

mililiter susu berkisar antara 4.000.000 hingga 20.000.000.

Tabel 2.4. Penilaian Bakteri Melalui MBRT


No. Kualitas Waktu Reduktase (Jam)

1. Excellent >8

2. Good 6–8

3. Fair 2–6

4. Poor ½-2

5. Very Poor ½

Sumber: Khan, Aziz, Misbahullah, Haider, Din, Anwar et al, (2017)

Menurut Anindita dan Soyi (2017), rata-rata waktu pemulihan bakteri susu

(MBRT) sebesar 2,90 ± 0,06 jam menunjukkan bahwa perkiraan jumlah mikroba
30

dalam susu berada di ribuan daripada jutaan. Pengujian kualitas susu menggunakan

tes reduktase dapat digunakan untuk menentukan kandungan susu berdasarkan

jumlah waktu yang telah berlalu sejak pengurangan. Dimungkinkan untuk

menentukan status susu berdasarkan waktu.reduksi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 2.4.1 Grade Berdasarkan Waktu Reduktase dan Perkiraan Jumlah Bakteri.
Grade Waktu Perkiraan jumlah bakteri

1 >5 jam 500.000 sel/ml

2 >2-5 jam 500.000 – 4.000.000 sel/ml


3 <2 jam 4.000.000 – 20.000.000 sel/ml

Sumber: Utami, Radiati dan Surjowardojo (2014)

Faraz et al, (2013) temuan penelitian yang dilakukan disebutkan

menunjukkan bahwa reakti dari metilen biru ke putih pada 6 jam hingga 8 jam

dikategorikan sebagai kualitas susu yang baik dan mendekati kesempurnaan; Waktu

pengurangan susu yang beredar di wilayah Faisalabad Pakistan adalah indikator

untuk menentukan kebersihan susu. Dengan menggunakan hasil tes reduktase,

Suhartati dan Aryani (2014) menetapkan daalam hal pengujian kualitas susu, ada

dua jenis hasil yang dapat digunakan untuk mengkategorikan temuan, yaitu kategori

yang dapat diterima dan kategori sedang hingga sangat baik.. Dalam kasus di mana

waktu reduktase lebih besar dari 5 jam, kategori dapat diterima; dalam kasus di

mana waktu reduktase kurang dari 4 jam, kelas menengah ke suara dapat diterima.

2.5 Total Plate Count (TPC)

Ketika suatu produk berkembang dalam media pada suhu dan masa inkubasi

tertentu, dikatakan "tumbuh.", metode yang dikenal sebagai mikroba total atau
31

jumlah total pelat digunakan untuk menghitung jumlah total mikroba yang ada

dalam produk (SNI, 2011). Menurut Swadaya et al, (2012), total plate count dalah

teknik uji kontaminasi mikrobiologis yang mencoba menghitung jumlah koloni

mikroba dalam sampel padat dan cair menggunakan proses menuangkan cangkir

dan pengenceran secara serial dengan tujuan mendeteksi berapa banyak

kontaminasi telah terjadi. Berikut ini adalah nama lain untuk metode penentuan

total plate count yaitu, penentuan angka kuman, angka lempeng total (ALT) ,

penentuan lempeng total (PLT), uji cemaran mikroba.

Untuk menentukan jumlah mikroorganisme yang ada dalam makanan, salah

satu tekniknya adalah menghitung jumlah total piring di piring (TPC). Teknik ini

adalah yang paling sering digunakan dalam pengujian karena koloni dapat dilihat

segera dengan mata telanjang tanpa perlu mikroskop, menjadikannya cara yang

paling nyaman. Nutrient Agar adalah salah satu media yang digunakan untuk

menentukan total bakteri dengan menggunakan teknik cup. Untuk mengulangi apa

yang telah dinyatakan Swadaya et al, (2012) langkah utama dalam analisis TPC

adalah persiapan sedang, pengenceran, dan budidaya bakteri. Media budaya untuk

pertumbuhan bakteri yang telah ditanam diperlukan dalam pembuatan media ini.

Ahmed et al, (2014) dijelaskan bahwa media budaya yang baik harus dapat

memenuhi persyaratan pemenuhan gizi, inkubasi, dan oksigen mikroba, dan bahwa

pemeriksaan TPC untuk menentukan kualitas susu dapat dilakukan menggunakan

media nutrisi sehingga (NA) diinkubasi pada 37oC selama 24-48 jam untuk

mencapai tujuan ini.


32

Susu 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

1 ml 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml

9 ml Aquades 9 ml Aquades 9 ml Aquades 9 ml Aquades. 9 ml Aquades


1 ml 1 ml 1 ml

cawan petri

15-20 ml agar PCA


dituangkan sesudahlarutan sample
dimasukkan kedalam cawan petri

Gambar 2.5 Skema Metode Hitungan Cawan (TPC)


33

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak Januari hingga Maret 2021, dilakukan

pengujian terhadap sampel susu di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1 Peralatan Penelitian

Es gel atau es batu sebagai media pendingin susu disimpan di kotak

pendingin untuk menjaga botol sampel yang diterima dari petani tetap dingin. Botol

sampel tetap dingin dengan menggunakan kotak pendingin. Peralatan pengujian

TPC mencakup tabung uji sebagai wadah untuk pengujian alkohol dan pengujian

reduktase, pipet untuk mengumpulkan sampel susu dan bahan cair yang akan

digunakan untuk pengujian susu, inkubator sebagai alat pemuliaan mikroba,

cangkir ukur untuk mengukur media cair yang diambil melalui pipet, stopwatch

untuk mengukur waktu selama tes reduktase, jarum suntik untuk pengenceran,

cangkir petri dan penutup sebagai wadah dalam pengujian TPC , serta berbagai item

lainnya.

3.2.2 Bahan Penelitian

Ditentukan bahwa PE kambing susu segar dalam kondisi beku digunakan

dalam penelitian ini. Sampel yang digunakan diperoleh dari Valenta Farm di

Surabaya, Jawa Timur. Untuk pengujian kualitas susu di laboratorium, bahan-bahan


34

seperti alkohol 70% untuk pengujian alkohol, cairan biru methylen (MB) untuk

pengujian reduktase, media natrium agar (NA) untuk pertumbuhan bakteri susu

dalam tes total plate count (TPC) aquades steril, dan tes total plate count (TPC)

aquades steril untuk mencairkan total jumlah pelat (TPC) tes digunakan , antara

lain.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Jenis Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan atau menggambarkan

fenomena atau kejadian yang terjadi melalui studi observasional yang dievaluasi

dengan cara deskriptif.

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan uji kualitas susu di

laboratorium yang meliputi uji alkohol, reduktase, dan total plate count . Penelitian

ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama yaitu proses thawing sampel susu

beku. Cara melakukan thawing yaitu susu disimpan dalam suhu ruangan sampai

susunya mencair dengan sendirinya dan pastikan dibotol yang berisi susu tidak ada

susu yang masih membeku, selanjutnya tahap kedua dilakukan di laboratorium

untuk pengujian terhadap kualitas susu meliputi uji alkohol, uji reduktase, dan uji

total bakteri.

3.3.2 Peubah Yang Diamati

Penelitian ini menemukan perubahan kualitas susu melalui penggunaan

pengujian alkohol, waktu reduktase, dan perhitungan total plate count, di antara

langkah-langkah kemajuan lainnya.


35

3.3.3 Prosedur Pengambilan Sampel

Penentuan sampel dilakukan menggunakan teknik purposive sampling.

Sugiono (2011), teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan kriteria sampel yang diambil. Pengambilan sampel di Peternakan

Valenta Surabaya. Sampel susu diambil dari kambing yang sudah laktasi produktif,

sehat, dan tidak cacat. Jumlah kambing yang digunakan untuk penelitian ini 15 ekor

dengan waktu pemerahan pagi hari. Susu diambil sebanyak 500 ml yang

ditempatkan dalam botol kemudain dibekukan. Sampel susu diambil dalam keadaan

beku.

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1 Pengujian Alkohol

Uji alkohol susu kambing Pe dilakukan dengan menambahkan 70% alkohol

ke susu dalam rasio satu-ke-satu dengan susu kambing. Akibatnya, asam yang kuat

akan mengambil muatan listrik, menyebabkan molekul tidak lagi menolak satu

sama lain. Ion kalsium dalam molekul casein akan ditarik satu sama lain,

mengakibatkan rumpun dan deklarasi susu sebagai telah meledak. Tabung uji

disiapkan, dan tiga mililiter sampel susu ditambahkan ke tabung uji, diikuti oleh 3

ml alkohol hingga 70% dari sampel susu. Tabung reaksi yang telah berisi susu

dengan alkohol kemudian dikocok perlahan untuk melihat perubahannya. Jika ada

benjolan, maka tes alkohol dapat dinyatakan posie, atau susu dikatakan pecah.
36

3.4.2 Pengujian Reduktase

Uji reduktase dilakukan dengan menyiapkan tabung reaksi kemudian

memasukkan sampel susu sebanyak 20 ml dan menambahkan larutan methylene

blue (MB) sebanyak 0,5 ml ( larutan methylene blue yang dibuat dari 5ml methylene

blue (MB) pekat yang dilarutkan dalam alcohol absolut sampai 200ml ) ke dalam

sampel kemudian tabung ditutup dengan tutup plastic ulir, kemudian

dihomogenkan. Melakukan inkubasi pada suhu 370C dan selama inkubasi

dilakukan pengamatan setiap 30 menit untuk mengamati perubahan warna yang

terjadi sampai warna biru lenyap seluruhnya. Berdasarkan kapasitas bakteri yang

ada dalam susu untuk tumbuh dan memanfaatkan oksigen terlarut, tes biru metillen

menghasilkan penurunan kekuatan pengurangan oksidasi kombinasi, sebagai

konsekuensi dari yang ditambahkan methylen biru akan dikonversi ke methylen

putih, dan tes dianggap berhasil. Ketika kira-kira empat perlima sampel susu

dipertahankan di dalam tabung, waktu pengurangan (yang merupakan pergeseran

dari biru ke putih) dianggap selesai.

3.4.3 Perhitungan Total Plate Count (TPC)

Prosedur pengujian total bakteri dimulai dengan melakukan pengenceran

susu. Pengenceran susu tersebut dilakukan sebanyak 5 kali sebagaimana telah

ditentukan dari kegiatan pra-penelitian. Siapkan 5 tabung uji yang telah diisi dengan

aquades steril hingga total masing-masing 9 ml sebelum memulai dengan jumlah

yang disesuaikan dengan sampel, kemudian memasukkan sampel susu sebanyak 1


37

ml ke dalam tabung reaksi pertama yang telah berisi aquades steril tersebut,

kemudian sampel susu tersebut dihomogenkan. Setelah homogen susu yang telah

tercampur dengan aquades tersebut diambil sebanyak 1 ml kemudian dimasukkan

pada tabung reaksi kedua. Mengulangi pengujian tersebut hingga tabung reaksi

kelima. Arti dari tabung pengenceran adalah tabung 1 menandakan pengenceran

10-1, tabung 2 menandakan pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5 pengenceran

digunakan.

Sampel dengan pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-5 selanjutnya masing-

masing 1ml. Penting untuk mencairkan NA sedang dengan suhu mulai dari 40-50

derajat Celcius dalam hidangan petri steril sebelum menuangkan sebanyak 12-15

mililiter ke dalam hidangan petri bersih. Terus memutar hidangan petri sampai

campuran membentuk angka delapan homogenizes campuran Setelah diperkeras

dalam postur terbalik pada suhu 37 ° C selama 24 jam, hidangan petri ditempatkan

di ruang inkubasi. Teknik jumlah pelat digunakan untuk menentukan kuantitas

bakteri yang ada dalam sampel, dan metode Standard Plate Count (SPC) digunakan

untuk mempublikasikan temuan penelitian. Pilih hidangan petri yang memiliki

beberapa koloni mulai dari angka 30-300, lalu hitung jumlah rata-rata kuman per 1

gram (CFU/gram), lalu ulangi proses pada cangkir yang memegang koloni berkisar

antara 30-300 jumlahnya.

Tabel. 3.4.3 Tabel Data Pelaporan SPC

Data yang dilaporkan sebagai SPC harus mengikuti peraturan-peraturan sebagai

berikut:
38

1. Hanya dua angka yang muncul dalam laporan yang pertama muncul sebelum

koma dan yang kedua muncul setelah koma, seperti yang terlihat di bawah

ini. Digit ditambahkan ke akhir angka ketiga untuk menjadikannya lima jika

sama dengan atau lebih besar dari angka 30.

Jumlah koloni per


pengenceran Standard Plate Count Keterangan

10-2 10-3 10-4


234 28 1 2,3 x 104 28 dan 1<30
700 125 10 1,3 x 105 700>300;
10<30
tbud tbud 197 2,0 x 106 Tbud>300

2. Jika jumlah total koloni yang dihasilkan oleh semua pengenceran yang

digunakan untuk pembuahan kurang dari 30 koloni, hanya jumlah koloni

yang dihasilkan oleh pengenceran terendah yang dipertimbangkan ketika

menghitung jumlah total koloni. Jumlah pengenceran yang sebenarnya harus

dinyatakan dalam kurung, bahkan jika hasilnya diklaim kurang dari 30 kali

jumlah pengenceran dalam percobaan asli.

Jumlah koloni per


pengenceran Standard Plate Count Keterangan

10-2 10-3 10-4


<3,0 x 103
16 1 0 (1,6 x 103) Hitung pengenceran 10-2

3. Karena ada lebih dari 300 koloni yang terbentuk dalam hidangan petri setelah

semua pengenceran pembuahan, hanya jumlah koloni yang terbentuk dalam

hidangan petri pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Ini dilakukan,


39

misalnya, dengan menghitung jumlah koloni yang terbentuk dalam hidangan

petri dan mengalikan angka itu empat. Menurut laporan, hasilnya lebih dari

300 kali lebih banyak daripada jumlah pengenceran; namun demikian,

kuantitas riil harus dalam kurung.

Jumlah koloni per


pengenceran Standard Plate Count Keterangan
10-2 10-3 10-4
>3,0 x 106
tbud tbud 355 (3,6 x 106) Hitung pengenceran 10-4

>3,0 x 105
tbud 325 20 (3,3 x 105) Hitung pengenceran 10-3

4. Misalnya, mari kita anggap bahwa setiap cangkir yang mengandung dua

tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah mulai dari 30-300,

dan bahwa perbedaan antara hasil tertinggi dan terendah dari dua

pengenceran adalah faktor 2. Dalam hal ini, kuantitas kuman yang dihasilkan

sama dengan rata-rata dua pengenceran dalam situasi ini. Setiap kali

perbedaan antara nilai terbesar dan terendah yang diperoleh dari dua

pengenceran yang berbeda melebihi 2, hanya hasil terkecil yang dilaporkan.

Jumlah koloni per Standard Plate Count Keterangan


pengenceran
10-2 10-3 10-4
293 41 4 3,5 x 104 Hitung rata2nya,
karena 41000/29300
= 1,4 (<2)
40

Hitung pengenceran
140 32 2 1,4 x 104
10-2 karena
32000/14000 = 2,3 (>2)

5. Jika dua cangkir petri (Duplo) digunakan setiap pengenceran, data yang

dikumpulkan dari kedua cangkir harus disertakan. Seseorang tidak dapat

diambil, bahkan jika itu dari Duplo, karena tidak memenuhi kriteria antara 30

dan 300 titik ketinggian..

Jumlah koloni per


pengenceran Standard Plate Count Keterangan
10-2 10-3 10-4

175 16 1 Rata2 dari


1,9 x
208 17 0 pengencera
104
n 10-2
Rata2 dari pengenceran
138 42 2 10-2, karena
1,5 x
168 43 4 perbandingan
104
antara pengenceran 10-2
dan10-3 = 2,8
Rata2 dari pengenceran
290 36 4 10-2 dan 10-3, karena
3,1 x
280 32 1 perbandungan antara
104
kedua pengenceran adalah
1,2
291 25 3 Rata2 dari pengenceran
305 27 0 3,0 x 10-2 meskipun 305>300
104 (angka yg
lain <30)
41

3.5 Kerangka Operasional Penelitian

Sampel Susu Kambing PE Beku diambil dari


Peternakan Valenta Surabaya

Ditempatkan pada Freezer

Dilakukan Proses Thawing

Pengujian susu meliputi Uji Alkohol, Uji Reduktase,


dan Total Plate Count

Analisis data

Gambar 3.5 Skema Kerangka Oprasional


42

3.6 Analisis Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabulasi sederhana, yang kemudian

diperiksa secara deskriptif dan dibandingkan dengan sejumlah sumber pustaka lain,

khususnya Standar Nasional Indonesia.


43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kualitas Susu

Perlakuan Reduktase Total Bakteri


dan Alkohol (Jam) (cfu/ml)
Sampel

1 + 5 1,69 x 105
2 - 8,5 3,1 x 104
3 - 8,5 3,1 x 104
4 - 7,5 5,2 x 104
5 - 8 4,9 x 104

6 - 7,5 6,1 x 104


7 - 8,5 3,3 x 104

8 - 8 4,2 x 104

9 - 7 6,7 x 104

10 + 4 3,3 x 105

11 + 4,5 2,5 x 105

12 + 5,5 1,3 x 105

13 + 6,5 1,1 x 105

14 + 5,5 1,2 x 105


15 + 4 3,2 x 105

Rata-Rata (-)53% ; (+)47% 6,56 ± 1,67 Jam 1,2 ± 1,04 x 105 cfu/ml

Menurut temuan tes alkohol, 70% sampel susu yang dikumpulkan berawal

dari peternak diuji positif untuk alkohol, menunjukkan bahwa hasil positif lumayan
44

banyak yaitu 7 sampel sedangkan hasil negatif berjumlah 8 sampel pada uji alkohol

70%. Konsep dasar pengujian alkohol adalah stabilitas karakteristik koloid protein

susu, yang tergantung pada selubung atau lapisan air yang mengelilingi biji-bijian

protein, terutama casein, sepanjang proses pengujian.kasein.

Uji reduksi digunakan untuk menentukan lamanya waktu bahwa calon

bakteri redoks dapat menggunakan oksigen untuk perkembangannya (Aritonang,

2010). Menurut data dalam tabel, temuan tes Reductase / MBRT positif. Hasil uji

Reduktase/MBRT menunjukkan rerata 6,56 ± 1,67 Jam. Uji reduktase yang

dilakukan pada sampel susu segar yang dikumpulkan dari peternak menghasilkan

temuan yang sangat baik yang sejalan dengan ditetapkannya Standar Nasional

Indonesia (SNI), yang lebih besar dari 5 jam. Tergantung pada kuantitas bakteri

yang ada dalam susu, lamanya waktu yang metilen biru berubah warna susu akan

bervariasi (Sari et al, 2013).

Hasil tes reductionase/MBRT dikaitkan dengan jumlah bakteri. Ini mungkin

diamati di tabel, di mana waktu reduktase cepat menunjukkan jumlah bakteri yang

ada saat ini adalah 120.000. Sampel susu rata-rata berdasarkan temuan tes total

plate count 1,2 ± 1,04 x 105 cfu/ml. Hasil yang diperoleh ini menunjukkan hasil

dibawah standar yang sudah ditetapkan oleh SNI (2011) yaitu sebesar 1.000.000

CFU/ml atau 1 x 106. Menurut Nandi dan Venkatesh (2010), semakin cepat enzim

reduktase menetralisir warna metilen biru, semakin miskin kualitas mikrobiologis

susu segar, sebagaimana diukur dengan uji reduktase..


45

4.2. Pembahasan

4.2.1 Evaluasi Cemaran Bakteri dengan Alkohol 70%

Ketika susu berada pada suhu kamar untuk jangka waktu yang lama, susu

asam sering terjadi.. Hal ini sejalan dengan penjelasan yang diberikan oleh

Dwitania dan Swacita (2013), WHO menyatakan bahwa ketika protein diuji dalam

susu asam dengan alkohol 70 persen, protein akan mengelompokkan atau rumpun

bersama-sama sebagai akibat dari sifat alkohol yang mengikat dan menarik air..

Demikian pula, menurut Sutrisna et al, (2014), penurunan kualitas susu segar

disebabkan oleh rusaknya susu, yang mengakibatkan peningkatan kadar asam

dalam susu segar, membuatnya tidak layak untuk dikonsumsi manusia..

Mastitis subklinis, infeksi ambing sapi, juga dapat menghasilkan respons

positif terhadap tes alkohol 70 persen dalam kasus-kasus tertentu. Sebuah penelitian

yang dilakukan oleh Fajrin et al, (2013) menemukan bahwa bakteri yang ada dalam

susu dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas protein susu dalam kondisi sapi

yang menderita mastitis. Misgiyarta et al, (2008) dan Putri et al, (2013) menyatakan

bahwa kebersihan dan sanitasi kandang, peralatan pemerahan yang digunakan

dalam proses pemerahan, sapi dan pemerahan, dan cara di mana mereka diperah

semua berdampak besar pada terjadinya mastitis.

Pada uji alkohol, susu dikelilingi oleh alkohol yang memiliki efek dehridasi

di atasnya. Protein akan menjadi masalah. Ketika derajat asam laktat menjadi lebih

intens, begitu juga jumlah alkohol yang dikonsumsi dengan tingkat konsentrasi

yang sama yang diperlukan untuk menyamakan jumlah susu yang dikonsumsi.
46

Sejumlah besar asam diproduksi sebagai akibat dari aksi mikroorganisme di laguna,

yang menghasilkan pembentukan asam. Kasein dalam susu mungkin dikoagulasi

oleh asam yang hadir dalam susu sebagai akibat dari aktivitasnya sebagai

mikroorganisme (mikroorganisme). Ketika kasein telah mengalami koagulasi,

kandungan kalsium (Ca) akan meningkat, dan ketika kasein telah mengalami

alkohol, kandungan kalsium akan berkurang. kaseinat tirir akan dihasilkan ketika

kasein telah terkena alkohol. Susu disebut sebagai "pecah" dalam situasi ini.

Tabel 4.2.1 Hasil Uji Alkohol 70% dari Sampel Susu

Sampel Hasil Uji (%)


(n) Jumlah Positif(%) Jumlah Negatif(%)
15 7 (47%) 8 (53%)

Susu mengandung bakteri yang disebut bakteri asam laktat, yang

bertanggung jawab atas pengasaman susu dengan mengubah gula laktosa dalam

susu menjadi asam laktat, yang menyebabkan susu menjadi asam. Lactobacillus dan

streptococcus adalah dua bakteri yang tergabung dalam kelompok bakteri asam

laktat.

Kurangnya perhatian yang diberikan pada tingkat petani terhadap

kebersihan lingkungan, hewan, dan peralatan pemerahan menyebabkan

perkembangan asam dalam susu terjadi dengan cepat. Produksi asam dalam susu

disebabkan oleh aksi bakteri yang melepaskan enzim tertentu yang menyebabkan

asam berkembang dalam susu ketika dikonsumsi. Hal ini sejalan dengan temuan

Yatimin et al, (2013) yang mengatakan bahwa produksi asam terjadi sebagai akibat

dari fermentasi bakteri asam laktat oleh bakteri ini, sehingga pH susu menjadi asam.
47

Menurut Jaman et al, (2013) dalam keadaan segar susu memiliki uji alkohol

negatif. Susu dikatakan menyimpang apabila dari hasil uji alkohol dinyatakan

positif. Butiran susu yang melekat pada dinding tabung uji menunjukkan hasil

positif. Ini karena stabilitas koloid protein susu, yang tergantung pada selubung atau

lapisan air yang menyelimuti biji-bijian protein, terutama casein, dan

perkembangan bakteri asam laktat, yang mengakibatkan fermentasi laktosa menjadi

asam laktat, yang menyebabkan susu menjadi asam sebagai hasilnya. Dalam

keadaan asam ikatan mantel casein akan berkurang. Berkurangnya ikatan mantel

casein menyebabkan pada saat dilakukan pencampuran susu dengan alkohol 70%

menggunakan volume yang sama menyebabkan munculnya butiran-butiran

pada dinding tabung yang berarti hasil uji alkohol positif.

Menurut Winiati dan Nurwiri, (2012) dekomposisi protein dapat terjadi

akibat aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri proteolitik seperti

Proteus, Alcaligenes, Bacillus, Flavobacterium, Clostridium, Micrococcus,

Pseudomonas, dan Achromobacter. Kerusakan mikrobiologis pada susu dapat

menimbulkan off-flavour atau bau dan rasa susu yang tidak diinginkan. Flovor susu

yang tidak diinginkan dapat berupa asam, atau timbulnya rasa pahit/flavor karamel.

Bakteri penghasil asam seperti S. Lactis, Leuconostoc, dan Clostridium

bertanggung jawab atas rasa asam dalam susu. Menurut Sudarmadji (2010) bahwa

pembentukan asam dalam susu diistilahkan sebagai “masam” dan rasa masam susu

disebabkan karena adanya asam laktat.

Aktivasi bakteri yang merubah laktosa menghasilkan pembentukan asam

laktat, yang menyebabkan pengasaman susu terjadi. Jumlah asam yang ada dalam
48

susu dapat digunakan untuk menentukan usia susu dan bagaimana ia ditangani.

Prangdimurti (2001) dalam Rinawidiastuti et al, (2016) sesuai dengan pendapat ini,

konversi laktosa menjadi asam laktat terjadi sebagai akibat dari aksi enzim yang

dihasilkan oleh bakteri asam laktat serta adanya zat dalam susu seperti albumin,

casein citrate, dan fosfor. Bakteri asam laktat adalah bakteri yang berperan dalam

konversi laktosa menjadi asam laktat di hadapan lingkungan asam. Menurut

Rinawidiastuti et al, (2016) sesuai dengan pendapat sebelumnya, konversi laktosa

menjadi asam laktat terjadi sebagai akibat dari aksi enzim yang dihasilkan oleh

bakteri asam laktat serta adanya zat dalam susu seperti albumin, casein citrate, dan

fosfor. Bakteri asam laktat adalah bakteri yang berperan dalam konversi laktosa

menjadi asam laktat di hadapan lingkungan asam..

Kelompok bakteri ini membutuhkan sejumlah besar sumber daya untuk

mempertahankan keberadaan mereka di alam, ketersediaan nutrisi secara umum,

dan terutama laktosa khususnya, sangat penting untuk kelangsungan hidup

kelompok bakteri ini. Bakteri asam laktat dapat ditemukan dalam susu dan

lingkungan di mana ia dicerna dengan cara alami mereka. Diharapkan bahwa asam

laktat yang dihasilkan dengan cara ini akan mengurangi nilai pH dari

lingkungannya yang tumbuh dan memberikan rasa asam. Ini juga memiliki efek

tambahan menghambat perkembangan banyak jenis bakteri lainnya (Rinawidiastuti

et al, 2016).
49

4.2.2 Cemaran Bakteri Dilihat dengan Uji Reduktase dan Uji TPC

Karena kelompok bakteri ini membutuhkan sejumlah besar sumber daya

untuk mempertahankan keberadaan mereka di alam, ketersediaan nutrisi secara

umum, dan terutama laktosa khususnya, sangat penting untuk kelangsungan hidup

kelompok bakteri ini. Bakteri asam laktat dapat ditemukan dalam susu dan

lingkungan di mana ia dicerna dengan cara alami mereka. Diantisipasi bahwa asam

laktat yang dihasilkan dengan cara ini akan menurunkan nilai pH lingkungan

pertumbuhannya dan memberikan rasa asam pada produk. Tindakan ini juga

memiliki efek tambahan mencegah pertumbuhan berbagai jenis bakteri lainnya

juga.

Jenis hewan (keturunan), tingkat laktasi, usia ternak, kesehatan ambing,

status gizi ternak, sanitasi puting beliung dan ambing (termasuk situs pemerahan),

sanitasi pemerahan (termasuk situs pemerahan), sanitasi milkcan (termasuk

penyimpanan milkcan), dan penyimpanan milkcan adalah semua faktor yang

mempengaruhi laju reduktase. Petani harus menggunakan air biasa alih-alih air

hangat untuk tujuan kebersihan pada puting dan ambing mereka karena air hangat

merangsang aliran susu, yang membuat pemerahan lebih mudah. Peternak

membersihkan kandang terlebih dahulu, sebelum memerah malu, dan setelah

pemerahan selesai, milkcan dibersihkan dengan deterjen dan diletakkan di lantai

secara terbalik, dengan lubang milkcan di bagian bawah lantai. Secara khusus,

menurut temuan penelitian yang dilakukan oleh Saragih, Suada, dan Sampurna

(2013), bakteri yang ada dalam kontaminan tanah dan air, serta peralatan

pemerahan dan kontak langsung dengan susu, dapat masuk ke dalam susu dan
50

menyebabkan penyakit.. Hasil uji reduktase dan uji TPC dari sampel susu segar

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2.2 Hasil Uji Reduktase dan uji TPC

Parameter Peternak

Waktu Reduktase (Jam) 6,56 ± 1,67 Jam


Uji TPC (Cfu/ml) 1,2 ± 1,04 x 105 cfu/ml

Berdasarkan pengamatan persiapan dalam proses pemerahan, tampaknya

ada kurangnya perawatan yang dibayarkan untuk kebersihan, termasuk memerah

susu kebersihan, kandang, hewan, dan peralatan wadah susu yang tidak berlanjut

dengan proses pendinginan setelah proses pemerahan selesai atau ada alasan untuk

jangka waktu yang lama dan tidak ditutup Sebagai bagian dari persiapan untuk

prosedur berikutnya , suksesi teknik pendinginan akan digunakan untuk

meminimalkan atau mengurangi perkembangan mikroorganisme sampai organisme

mencapai kondisi yang tidak aktif.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gustiani (2009) dalam Satrial et al,

(2019) mikroorganisme yang dihasilkan dari ambing kambing mencemari susu

yang baru saja dilepaskan dari kelenjar susu mereka dengan sangat cepat.

Selanjutnya Lukman et al, (2009) dan Mulya et al, (2011) dalam Satrial et al, (2019)

jumlah bakteri dalam susu segar dapat meningkat karena berbagai faktor, termasuk

kurangnya sanitasi tangan pemerahan, pakaian pemerah susu, alat pemerah susu,

ember susu, dan lingkungan di sekitar kandang ternak, yang mencakup tumpukan
51

kotoran dan urin ternak yang belum dibersihkan, yang mengakibatkan daya tarik

nyamuk dan serangga terbang lainnya.

Menurut Cahyono et al, (2013) seperti yang telah dinyatakan, susu dapat

terkontaminasi dari berbagai sumber, termasuk kontaminasi udara yang dapat

membawa bakteri atau bahan dari lingkungan sekitar yang tidak dirawat dengan

baik, kontaminasi dari peralatan pemerahan yang tidak dibersihkan secara

menyeluruh dengan sabun dan kontaminasi dari peralatan pemerahan plastik seperti

ember yang memudahkan penyebaran bakteri. Penggunaan wadah stainless steel

direkomendasikan sesuai dengan pandangan Prihutomo et al, (2015) yang

mengatakan bahwa karena ember plastik tidak sesuai dengan persyaratan SNI

sebagai wadah susu, penggunaan wadah stainless steel direkomendasikan. Nilai

TPC yang tinggi dalam sampel dipengaruhi oleh manajemen pemerahan yang

sangat baik, yang membantu menjaga perkembangan mikroorganisme dalam susu

hingga minimum. [nomor halaman] Ini memberikan gambaran tentang keadaan

mikrobiologis mikroorganisme secara keseluruhan yang ada dalam susu ( Zain,

2013).
52

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sesuai dengan hasil sampel uji susu , komposisi, kesegaran, dan pemalsuan

susu segar perlu dipertimbangkan. Hasil uji alkohol kurang baik 7 dari 15 sampel

mengalami penggumpalan artinya susu sudah mulai pecah dan kualitasnya

menurun. Uji reduktase memeliki hasil yang bagus diatas 5 jam yaitu rerata 6,56 ±

1,67 Jam dan total plate count menunjukkan hasil yang baik 1,2 ± 1,04 x 105 cfu/ml

tidak melebih ketentuan dari SNI.

5.2 Saran

Peternak harus secara teratur memantau ternak mereka, sesuai dengan saran

terbaik yang tersedia terhadap manajemen peternakan, perlu diperhatikan untuk

segera melakukan penyimpanan susu setelah pemerahan sehingga dapat dilakukan

pencegahan kerusakan susu lebih awal, maka sangat penting untuk meningkatkan

kebersihan dan sering melakukan pengujian susu segar untuk melestarikan dan

meningkatkan kualitas susu agar tetap aman untuk dimakan di waktu yang lama.

Anda mungkin juga menyukai