Anda di halaman 1dari 6

Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(4) : 453 - 460

ISSN : 2301-7848

Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman Susu Sapi


Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota
Denpasar

I GUSTI AYU FITRI DIASTARI DAN KADEK KARANG AGUSTINA

Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas


Udayana Jl. P.B Sudirman Denpasar Bali tlp.0361-223791 Email: fitridiastari@ymail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas susu sapi kemasan yang dipasarkan di pasar
tradisional yang terdapat di Kota Denpasar ditinjau dari uji organoleptik dan uji tingkat keasaman susu. Sampel
yang dipergunakan berupa susu sapi kemasan 250 mL yang berasal dari empat wilayah di Kota Denpasar
dengan merek yang sama, masing-masing kios diambil sebanyak tiga kemasan sebagai sampel penelitian.
Sampel yang diambil adalah susu yang diletakkan tanpa menggunakan lemari gerai dan tidak diletakkan di
dalam lemari pendingin. Seluruh sampel diperiksa secara organoleptik (warna, bau, rasa, dan kekentalan) dan
dilakukan pengujian terhadap tingkat keasamannya. Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas susu sapi
kemasan secara organoleptik yaitu warna putih kekuningan, bau khas susu sapi, rasa sedikit manis dan sedikit
asin serta kekentalan yang encer. Uji tingkat keasaman, susu sapi kemasan memiliki pH 7. Dari penelitian ini
dapat ditarik simpulan yaitu kualitas susu sapi kemasan yang dijual di pasar tradisional di Kota Denpasar dalam
kondisi baik.

Kata Kunci: Susu Sapi Kemasan, Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman

PENDAHULUAN
Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan untuk kesehatan
dan pertumbuhan manusia, karena susu mengandung nilai gizi berkualitas tinggi. Hampir
semua zat yang dibutuhkan manusia ada di dalamnya yaitu protein, lemak, karbohidrat,
mineral dan vitamin. Semua zat-zat tersebut dapat dicerna dan diabsorbsi secara sempurna
oleh tubuh (Ressang dan Nasution, 1982).
Susu berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh
dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1994). Dihasilkan dari sekresi kelenjar ambing hewan,
digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak yang dilahirkan oleh hewan tersebut, namun
demikian manusia melihat adanya kemungkinan untuk memanfaatkan susu sebagai bahan
pangan yang dapat dikonsumsi oleh manusia berbagai usia (Idris, 1992).
Seiring dengan peningkatan ekonomi yang ditunjang oleh kesadaran masyarakat yang
semakin meningkat khususnya di Kota Denpasar, kebutuhan akan susu pun semakin
meningkat. Menurut keputusan Menteri Pertanian tentang petunjuk teknis pengawasan dan

453
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(4) : 453 - 460
ISSN : 2301-7848

seperti : bau asam, tengik dan busuk serta rasa susu akan berubah seperti : rasa tengik disebabkan oleh kuman
asam mentega, rasa sabun disebabkan oleh Bacillus lactic saponacei, rasa lobak disebabkan oleh kuman coli.

Semua konsistensi (kekentalan) susu sapi kemasan adalah encer. Kekentalan susu sapi kemasan yang
dijual di empat wilayah Kota Denpasar tersebut sesuai dengan standar air susu menurut SK Direktorat Jendral
Peternakan No.17/Kpts/DJP/Deptan/1983. Buckle, et all., (1987) menyatakan bahwa penggumpalan merupakan
sifat susu yang paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam.
Enzim Proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan penggumpalan air susu. Kerja enzim ini
biasanya terjadi dalam tiga tahap yaitu penyerapan enzim ke dalam partikel-partikel kasein, diikuti dengan
perubahan keadaan partikel kasein itu sebagai akibat kerja enzim dan terakhir mengendapnya kasein yang telah
berubah itu sebagai garam kalsium atau garam kompleks. Adanya ion-ion kalsium dalam air susu diperlukan
untuk proses pengendapan. Jika terjadi penyimpangan maka susu dapat berubah cair bahkan dapat terlalu kental
hal ini disebabkan karena faktor pemerahan dan faktor ternak tersebut.

Hasil uji tingkat keasaman (pH) susu yang diperiksa seluruhnya memiliki pH 7. Semua tingkat keasaman
(pH) susu sapi kemasan adalah tujuh. Berdasarkan SNI 01-3141-1998, rataan pH susu adalah sekitar 6-7. Ini
juga menggambarkan bahwa rataan pH susu cenderung normal. Dalam skala pH 1 sampai 14, asam mempunyai
skala yang lebih rendah antara 0 sampai 7 sedangkan basa mempunyai skala yang lebih tinggi antara 7 sampai
14, maka dari itu pH 7 dianggap netral. Normalnya pH pada susu dapat disebabkan karena adanya kasein, buffer,
fosfat, dan sitrat. Selain itu, kenaikan dan penurunan pH ditimbulkan dari hasil konversi laktosa menjadi asam
laktat oleh mikroorganisme aktivitas enzimatik (Manik, 2006).
Hasil dari uji organoleptik yang meliputi warna, bau, rasa dan kekentalan serta uji tingkat keasaman (pH)
susu dengan perlakuan dan merk yang sama menunjukkan kualitas susu sapi kemasan dalam keadaan baik,
karena kemasan susu yang masih utuh sehingga tidak ada bakteri dalam susu kemasan yang dapat menyebabkan
warna, bau, rasa dan kekentalan menjadi menyimpang atau tidak normal.

458
Vol. 2 No. 1 – Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
Karakteristik Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Ekstrak Daun Aileru …

Research Article

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS, KIMIA, FISIK DAN ORGANOLEPTIK SUSU


PASTEURISASI DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN AILERU (Wrightia calycina)
SELAMA PENYIMPANAN
C. V. Maitimu, A. M. Legowo, A. N. Al--Baarri

ABSTRAK: Penelitian susu pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun Aileru selama penyimpanan telah dilakukan
untuk mengetahui konsentrasi daun Aileru yang tepat dalam mempertahankanmutu susu pasteurisasi, dan pengaruhnya
terhadap karakteristik mikrobiologis (total mikroba), kimia (kadar protein, profil protein, kadar lemak dan kadar laktosa),
fisik (nilai pH dan total asam) dan organoleptik (warna, tingkat kesukaan, aroma dan konsistensi) susu pasteurisasi.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Ilmu Tanaman Makanan
Ternak, Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, serta Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pangan UNIKA Soegijapranata Semarang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) Pola Faktorial yang terdiri atas 2 (dua) faktor, faktor pertama (A) adalah konsentrasi daun Aileru yang terdiri dari 4
taraf perlakuan (0%, 7,5%, 10%, 12,5%) dan faktor kedua (B) adalah lama penyimpanan yang terdiri dari 4 taraf
perlakuan (0 jam,5 jam, 10 jam, 15 jam), masing--masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. Data
dianalisa secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA), apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan
dengan Uji Beda Nyata Jujur (UBNJ) dengan taraf signifikansi 5%. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
konsentrasi ekstrak daun Aileru dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap karakteristik mikrobiologis
(total mikroba), karakteristik kimia (kadar protein, kadar lemak, kadar laktosa), karakteristik fisik (total asam dan pH),
katakteristik organoleptik (warna, tingkat kesukaan, konsistensi dan aroma) susu pasteurisasi, serta berpengaruh
terhadap terbentuknya pita atau band pada parameter profil elektroforesis protein karenamemiliki
pita atau band yang sangat tebal (konsentrasi 7,5% dan 10%), hal ini menunjukkan bahwa daun Aileru memil kandungan
protein. Secara umum kosentrasi ekstrak daun Aileru 7,5% (A 1) dan 10% (A2) pada penyimpanan 5 jam
(B1) dapat memberikan efek yang baik terhadap susu pasteurisasi baik terhadap karakteristik mikrobiologis, kimia,
fisik maupun organoleptik serta profil elektoforesis protein susu pasteurisasi.
Kata Kunci: daun aileru, susu pasteurisasi, mikrobiologis, fisiko--kimia
herbal, misalnya daun Aileru sebagai bahan alami dalam
PENDAHULUAN mempertahan masa simpan susu pasteurisasi. Daun Aileru
Kelemahan susu dalam hal masa simpan yang relatif (Wrightia calicyna, Apoc) adalah sejenis daun yang tumbuh
singkat membutuhkan sentuhan teknologi modern berupa di Pulau Moa Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) Provinsi
pasteurisasi. Pasteurisasi efektif membunuh bakteri--bakteri Maluku, dan telah didayagunakan untuk pengawetan susu
yang berpotensi patogenik di dalam susu, namun proses ini (Apoc dan Terra, 1958 dalam Monk et al., (1988).
ternyata tidak dapat mematikan sporanya, terutama spora Hasil pengamatan terhadap masyarakat di pulau
bakteri yang bersifat termoresisten atau tahan terhadap suhu Moa--MBD, menunjukkan bahwa perlakuan penduduk
tinggi, sehingga diperlukan aplikasi proses penaganan lainnya setempat dengan menambahkan daun Aileru dapat
berupa pengawetan yang bertujuan untuk memperpanjang mengawetkan susu. Akan tetapi, belum adan
masa simpan susu pasteurisasi (Hariyadi, 2000). mengenai karakteristik biokimia daun Aileru, maupun data
Salah satu alternatif proses penanganan susu karakteristik mikrobiologis, kimia dan sifat organoleptik susu
pasteurisasi dengan tujuan mempertahankan kualitas dengan perlakuan penambahan daun Aileru. Berdasarkan hal
maupun kuantitas susu adalah dengan memanfaatkan bahan tersebut, Penulis ingin meneliti secara ilmiah tentang
karakteristik mikrobiologis, kimia, fisik dan organoleptik susu
Dikirim 1/11/2012, diterima 2/01/2013. C. V. Maitimu adalah dari pasteurisasi apabila diberi perlakuan penambahan ekstrak
Program Studi Magister Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan dan
daun Aileru dengan variasi waktu penyimpanan yang berbeda
Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. A. M.
Legowo dan A. N. Al--Baarri adalah dari Program Studi Teknologi pada suhu ruang. Selain itu kearifan penduduk lokal di Pulau
Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Moa yang memanfaatkan daun Aileru menjadi dasar bagi
Diponegoro, Semarang, Indonesia. Kontak langsung melalui email: Penulis untuk meneliti kandungan kimia yang ada pada daun
C. Maitimu (cen.thya@yahoo.com) tersebut sebagai bahan pengawet susu pasteurisasi, dan
©2013 Indonesian Food Technologist Community selanjutnya dapat direkomendasikan kepada industri--
Available online at www.journal.ift.or.id industri pangan sebagai bahan pengawet alami.

Anda mungkin juga menyukai