Anda di halaman 1dari 42

APLIKASI BIOTEKNOLOGI BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT SALA LAUAK

ASAL KABUPATEN PADANG PARIAMAN DALAM PEMBUATAN SUSU


FERMENTASI KEFIR

Proposal Penelitian

Vika Amelia
2221652001

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
A. Judul Penelitian :Aplikasi Bioteknologi Bakteri Asam laktat Isolat Sala Lauak
Asal Kabupaten Padang Pariaman dalam Pembuatan Susu
Fermentasi Kefir
B. Bidang Kajian : Mikrobiologi Molekular
C. Latar Belakang
Salah satu cara menjaga keseimbangan microflora pada saluran pencernaan adalah
dengan mengkonsumsi olahan pangan yang bermutu, bergizi dan memiliki peran penting
bagi tubuh. Salah satu olahan pangan bermutu yaitu mengandung probiotik seperti olahan
hasil fermentasi. Menurut Santi (2008) fermentasi adalah proses penguraian atau
perubahan bahan organik yang dibantu oleh mikroorganisme fermentatif dalam keaadaan
tertentu. Usmiati (2007) mengungkapkan bahwa salah satu produk hasil fermentasi adalah
susu kefir. Menurut Farnworth (2008) kefir adalah produk fermentasi hasil aktivitas bakteri
asam laktat, yeast dan kefir grain pada susu sapi atau kambing yang menyebabkan cita rasa
asam pada kefir dan tersusun atas protein dan karbohidrat yang kompleks.
Penelitian dilakukan oleh Usmiati (2007) menyatakan bahwa kefir adalah susu
yang memiliki aroma khas seperti tape dan memiliki rasa, warna dan konsistensi seperti
yoghurt. Di Indonesia tingkat konsumsi susu oleh masyarakat tergolong rendah dengan
angka 11,09 liter/ kapita setiap tahun. Sanam et al., (2014) mengungkapkan kandungan zat
gizi dalam susu terdiri atas air, lemak, protein, laktosa dan mineral dengan angka (87,20%,
3,70%, 3,50%, 4,90%, dan 0,07%) yang baik untuk kesehatan. Selain kandungan gizi susu
yang baik bagi tubuh, menurut Zakaria (2009) susu kefir mampu membunuh bakteri
patogen yang ada pada pencernaan. Hong et al., (2009) melakukan penelitian dimana pada
kefir terdapat komponen non mikroba peptide bioaktif untuk degradasi protein susu selama
fermentasi. Yusriyah (2014) juga mengungkapkan bahwa kefir mampu menekan
pertumbuhan bakteri patogen karena asam laktat pada kefir mampu menghasilkan senyawa
antimikroba yaitu bakteriosin. Sedangkan menurut Sari (2007) susu kefir tahan terhadap
infeksi dalam usus, mampu memproduksi vitamin B, senyawa antimikroba dan dapat
mencegah penyakit sembelit.
Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (2007),
menyatkan kefir tersusun atas asam laktat kefir sebesar 0,8-1,1%, alkohol 0,5-2,5%,
kelompok vitamin B dan sedikit gas karbon dioksida. Tidak hanya itu, kefir juga terdiri
atas air, lemak, protein, dan laktosa dengan nilai (89,5%, 1,5%, 3,5%, 4,5%) dengan nilai
pH 4,6 (Usmiati, 2007). Sedangkan menurut Anonymous (2014) kefir memiliki pH sekitar
3,77- 4,19 dengan tingkat keasaman 1% yang terbentuk selama fermentasi BAL. Edwin
(2002) mengungkapkan bahwa didalam koloni kefir mampu memproduksi vitamin seperti
asam folat, biotin, vitamin B6 dan vitamin B12 yang baik bagi tubuh. Penelitian juga
dilakukan Ot et al., (2003) mengungkapkan bahwa waktu fermentasi juga mempengaruhi
protein yang terdapat pada kefir dengan lama fermentasi 18-24 jam sebanyak 3,3% protein.
Sedangkan menurut Susanti (2014) 24 jam adalah waktu fermentasi kefir terbaik dalam
menghasilkan protein dengan nilai protein 23,9%. Tidak hanya lama fermentasi, jenis susu
dan persentase starter juga mempengaruhi kualitas kefir. Menurut penelitian Zakaria
(2009), susu UHT dan starter 10% adalah kombinasi terbaik dalam menghasilkan kefir
yang berkualitas.
Menurut penelitian yang dilakukan Sulmiyati (2018) mengungkapkan bahwa
fermentasi kefir terbaik terbuat dari susu kambing dengan nilai pH 3,89 %, asam laktat
0,14%, dan kadar etanol 0,72%. Purnomo et al., (2012) mengungkapkan bahwa kadar
laktosa pada susu kambing lebih tinggi dari susu sapi dengan nilai 4,30±,0,190 atau 4,8%
(g/100g). Susu kambing memiliki kadar protein dan karbohidrat lebih tinggi dan
mengandung laktosa yang akan diubah menjadi asam laktat oleh enzim β-galaktosidase
(Figlar et al., 2006). Menurut Balia et al.,(2011) susu kambing berasal dari asam lemak
rantai pendek seperti asam kaproat, asam kaprilat dan asam kaprat yang memiliki
kandungan gizi lengkap yang baik untuk tubuh. Sedangkan menurut Anonymous (2008),
susu kambing lebih cepat terdispersi, mudah dicerna, tidak mengandung β- lactoglobulin
penyebab terjadinya alergi dan campurannya lebih homogen. Aristya et al.,(2013) juga
mengungkapkan bahwa susu kambing yang mengandung asam lemak rantai pendek lebih
mudah dicerna sehingga susu kambing dapat menambah kualitas kefir. Menurut Noor
(2002), susu kambing mengandung protein yang lebih tinggi dari susu sapi dimana terdapat
10 asam amino esensial, laktosa yang lebih rendah dengan nilai 4,1% disbanding susu sapi.
Susanti (2014) mengungkapkan bahwa pada fermentasi susu kefir terdapat Bakteri
Asam Laktat (BAL) seperti Lactobacillus lactis, dan lactobacillus delbruckii. Menurut
Moradi et al., (2014) mengungkapkan BAL adalah kelompok bakteri gram positif yang
mampu memproduksi asam laktat dengan fermentasi karbohidrat. BAL mampu
menghasilkan enzim amilase yang bersifat amilolitik dan mampu menghidrolisis pati
menjadi gula sederhana. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Edam (2017), BAL dari
ekstrak kubis mampu memodifikasi tepung singkong dengan lama fermentasi 48 jam.
Loebis (2012) juga melakukan penelitian dimana BAL mampu membuat mocaf
termobilisasi secara efektif.
Menurut Ros et al., (2002) BAL mampu menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk dan patogen karena BAL mampu memproduksi metabolit asam laktat dan asam
asetat, hydrogen peroksida, dan bakteriosin. Menurut penelitian Rahmiati (2017), BAL
mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen E.coli. Penelitian yang dilakukan oleh
Sunaryanto et al., (2014) berhasil mengisolasi bakteri Lactobacillus casei dari susu
fermentasi dimana bakteri mampu menghambat pertumbuhan E.coli, Staphylococcus aures
dan Enterococcus faecalis. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmiati (2017), dimana BAL
mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen E.coli.
Menurut Utami (2011), bakteri asam laktat banyak ditemukan pada tanaman,
saluran pencernaan hewan, produk susu, buah-buahan, produk fermentasi dan produk
makanan. Salah satu produk makanan yang mengandung BAL adalah Sala Lauak. Menurut
Kamsiana et al., (2011) sala lauak adalah makanan khas Pariaman Sumatera Barat.
Kamsiana et al., (2011) juga mengungkapkan bahwa sala lauak terbuat dari tepung beras,
ikan dan bumbu lainnya. Anni (2012) mengungkapkan bahwa sala lauak biasanya
menggunakan ikan yang diawetkan (ikan asin) sebagai salah satu bahan untuk membuat
sala lauak. Menurut DKBM Indonesia (2013) ikan asin mengandung 193 kal, 42 g protein,
1,5 lemak, 200 mg kalsium, 300 mg fosfor, 2,5 mg zat besi, 0,01 mg vitamin B1 dan 40 g
air pada setiap 100 g ikan asin. Olahan fermentasi ikan asin di dalam sala lauak
berkemungkinan mengandung BAL, hal ini sejalan dengan pernyataan Hwanhlem et al.,
(2011) mengungkapkan bahwa fermentasi ikan adalah proses autolitik pendegradasian
protein ikan dengan bantuan BAL. Namun, belum ada penelitian yang membuktikan
adanya BAL pada sala lauak, untuk itu dilakukan isolasi BAL pada sala lauak sebagai
makanan khas Pariaman Sumatera barat.
Pembuatan susu fermentasi menggunakan BAL yang di isolasi dari sala lauak
memiliki potensi sebagai pangan sumber probiotik dan juga pangan fungsional. Untuk
meningkatkan kualitas susu fermentasi agar dapat menjadi pangan yang bersifat
fungsional, dilakukan penambahan probiotik berupa BAL dan ekstrak buah naga
(Hylocereus polyrhizus) yang dapat meningkatkan nilai gizi dan kualitas dari susu
fermentasi sebagai pangan fungsional. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) diketahui
memiliki sifat antioksidan yang berperan dalam pengikatan oksigen dalam fermentasi,
menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mampu meningkatkan kadar antioksidan
saat fermentasi. Menurut panjuantiningrum (2009), buah naga (Hylocereus polyrhizus)
kulit putih mengandung antioksidan sebesar 9 mg/100 g. Penelitian yang dilakukan
Zainoldin et al., (2009), menyatakan penambahan buah naga sebesar 30% pada yogurt
mampu meningkatkan aktivitas antioksidan sebesar 45,74%. Penelitian juga dilakukan oleh
Ningsih (2022), dimana pada penambahan 45% ekstrak jus buah naga (Hylocereus
polyrhizus) pada pembuatan susu fermentasi kefir dapat mempengaruhi kualitas warna,
aroma dan rasa serta aktivitas antioksidan yang meingkat sebesar 79,24%. Sedangkan
menurut Pratiwi (2018), dengan penambahan 30% ekstrak buah naga (Hylocereus
polyrhizus) kedalam fermentasi kefir susu kedelai memiliki aktivitas antioksidan dan total
BAL tertinggi.
D. Rumusan Masalah
1. Apakah isolat BAL yang terdapat pada Sala Lauak di kabupaten Padang Pariaman
berpotensi sebagai probiotik dalam pembuatan susu fermentasi?
2. Apakah penambahan berbagai persentase ekstrak buah naga (Hylocereus
polyrhizus) dan lama penyimpanan susu fermentasi terhadap kadar air, protein,
lemak, jumlah total koloni BAL,TPC, nilai pH, TAT, aktivitas antioksidan susu
fermentasi?
3. Pada penambahan persentase ekstrak buah naga (Hylocereus polyrhizus) dan lama
penyimpanan susu fermentasi berapakah yang akan menghasilkan produk terbaik
jika dilihat dari kadar air, protein, lemak, jumlah total koloni BAL,TPC, nilai pH,
TAT, aktivitas antioksidan susu fermentasi?
E. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan isolat BAL dari Sala Lauak sebagai probiotik dalam pembuatan susu
fermentasi.
2. Mendapatkan pengaruh dari penambahan berbagai persentase ekstrak buah naga
(Hylocereus polyrhizus) dan lama penyimpanan susu fermentasi terhadap kadar
air, protein, lemak, jumlah total koloni BAL,TPC, nilai pH, TAT, aktivitas
antioksidan susu fermentasi.
3. Mendapatkan persentase ekstrak buah naga Hylocereus polyrhizus) dan lama
penyimpanan susu fermentasi yang akan menghasilkan produk terbaik jika dilihat
dari kadar air, protein, lemak, jumlah total koloni BAL,TPC, nilai pH, TAT,
aktivitas antioksidan susu fermentasi.
F. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi ilmiah tentang identifikasi molecular BAL asal Sala
lauak yang berpotensi sebagai probiotik dalam pembuatan susu fermentasi.
2. Mendapatkan interaksi serta hasil terbaik antara penambahan persentase ekstrak
buah naga Hylocereus polyrhizus) dan lama penyimpanan susu fermentasi yang
akan menghasilkan produk terbaik jika dilihat dari kadar air, protein, lemak,
jumlah total koloni BAL,TPC, nilai pH, TAT, aktivitas antioksidan susu
fermentasi.
G. Tinjauan Pustaka
1. Fermentasi
Fermentasi adalah pemecahan molekul karbohidrat dan asam amino tanpa
memerlukan oksigen. Menurut Dirmanto (2006), fermentasi adalah respirasi dalam
lingkungan anaerobik tanpa akseptor elektron eksternal. Fermentasi akan menghasilkan
energi dimana donor dan akseptornya adalah kimia organik. Menurut Stanbury et al.,
(2003) senyawa kimia organik yang umum digunakan adalah glukosa. Wasito (2005),
menyatakan fermentasi terjadi karena adanya aktivitas mikroba yang mengubah
komponen kimiawi. Menurut Lestari (2001), fermentasi adalah proses metabolisme enzim
mikroorganisme melakukan oksidasi, reduksi, dan hidrolisa sehingga terjadi perubahan
kimia pada substrat organik. Hidayat (2006), mengungkapkan bahwa perubahan kimia
dari fermentasi meliputi pengasaman susu, oksidasi senyawa nitrogen organik dan
perubahan pati serta gula menjadi alkohol.
Fermentasi dapat mengubah molekul kompleks seperti protein, lemak dan
karbohidrat menjadi molekul yang lebih sederhana, mudah dicerna, tahan lama dan dapat
merubah rasa dan aroma. Menurut Ingrid (2003), pada proses fermentasi terdapat enzim
yang akan mengatur aktivitas pada saat fermentasi. Tidak hanya enzim, lama fermentasi
akan mempengaruhi hasil fermentasi dimana menurut Yuliani (2003), semakin lama
proses fermentasi maka asam yang dihasilkan akan lebih banyak. Penurunan pH pada
fermentasi dapat terjadi karena terbentuknya asam selama fermentasi berlangsung, asam-
asam ini yang akan menurunkan pH. Sugiarti (2007) menyatakan bahwa semakin lama
fermentasi maka semakin tinggi kadar alkohol. Menurut Sriyanti (2003), tinggi rendah
kadar alkohol dipengaruhi oleh kadar karbohidrat.
Menurut Sefriana (2012), proses fermentasi terbagi atas 4 fase yaitu : 1) fase lag,
pada fase ini sel – sel bakteri akan berkembang tetapi tidak terjadi pembelahan sel. 2) fase
log, pada fase ini terjadi pembelahan sel, populasi bakteri akan berlipat ganda, pada fase
ini juga akan terbentuk produk seperti asam amino, protein, karbohidrat lemak dan
lainnya. 3) fase stasioner, pada fase ini pembelahan sel bakteri seimbang dengan sel
kematian bakteri terjadi karena adanya pengurangan sumber nutrisi. 4) fase kematian,
dimana sel mati tidak melakukan pembelahan karena stok nutrisi habis menyebabkan sel
mengalami lisis. Menurut Kunaepah (2008), fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu medium (substrat) yang menyediakan nutrisi bagi mikroba untuk tumbuh,
pembentukan sel, dan metabolisme selnya. Vupalla et al., (2015) juga berpendapat bahwa
medium fermentasi sangat penting dalam pertumbuhan mikroba dan menyediakan nutrisi
yang cukup. Hal ini sejalan dengan penelitian Yanti et al., (2017), dimana dengan
penambahan glukosa dan urea pada media fermentasi berpengaruh terhadap produksi nata
de coco yang dihasilkan Acetobacter xylinum.
Faktor lain yang mempengaruhi fermentasi adalah suhu, suhu fermentasi akan
menentukan jenis mikroba yang dominan selama fermentasi, umumnya BAL tumbuh pada
suhu optimum 30⸰C (Kunaepah, 2008). Tidak hanya suhu, mikroba juga menjadi faktor
yang mempengaruhi terjadinya fermentasi. Menurut Pradas et al.,(2017) mikroba
disiapkan dalam bentuk kultur starter baik cair maupun padat, hasil dari bantuan kultur
starter adalah perubahan spesifik dalam komposisi kimia dan substrat untuk mendapatkan
produk fermentasi yang lebih homogen. Dalam fermentasi mikroorganisme yang
digunakan untuk starter harus mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan
fermentasinya dan memiliki aktivitas metabolik yang efeknya diinginkan dalam suatu
fermentasi. Salah satu mikroba yang berperan dalam fermentasi adalah BAL.

a. Bakteri Asam laktat


Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri gram positif, bentuk bulat atau batang,
tidak memiliki spora, serta mampu memproduksi asam laktat pada fermentasi karbohidrat,
katalase negatif, mikro aerotolerant dan asidotoleran. Bakteri asam laktat (BAL)
merupakan salah satu bakteri yang berperan dalam fermentasi makanan dan mampu
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. BAL mampu mengubah gula menjadi asam
organik berupa laktat dan asetat sehingga terjadinya penurunan pH dan degradasi
karbohidrat yang digunakan sebagai sumber nutrient bagi mikroorganisme pembusuk.
Menurut Utami (2011), bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri anaerob fakultatif yang
mampu hidup pada berbagai habitat seperti tanaman, saluran pencernaan hewan dan
manusia, produk makanan kalengan, produk fermentasi, buah-buahan, sayur-sayuran
tropis dan produk susu.

Bakteri asam laktat (BAL) berpotensi sebagai probiotik, hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Oh et al., (2000), menyatakan bahwa bakteri asam laktat
Lactobacillus acidophilus 305c memproduksi bahan yang berpotensi sebagai probiotik.
Selain sebagai probiotik, bakteri asam laktat (BAL) memiliki kemampuan
memfermentasikan gula menjadi asam laktat. Penelitian yang dilakukan Delfahedah et al.,
(2013) bakteri asam laktat mampu menghasilkan berbagai komponen antimikroba seperti
asam laktat, bakteriosin, dan hydrogen peroksida (H 2O2). Komponen ini yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif ditandai dengan
terbentuknya zona hambat pada uji antimikroba.

Bakteri asam laktat (BAL) terbagi atas 2 kelompok, yaitu homofermentatif dan
heterofermentatif. Fermentasi bersifat homofermentatif ketika hanya menghasilkan satu
jenis komponen saja contohnya asam laktat, sedangkan fermentasi yang bersifat
heterofermentatif jika menghasilkan berbagai senyawa, seperti etanol, karbodioksida dan
asam laktat. Selain menghasilkan asam laktat bakteri asam laktat (BAL) juga dapat
memproduksi enzyme selama proses fermentasi berlangsung. Menurut Irawati (2011),
bakteri asam laktat (BAL) berperan dalam menjaga kekebalan tubuh, dimana BAL
mampu digunakan sebagai bahan probiotik yang baik untuk menunjang metabolism
tubuh. Purwandhani et al., (2003) mengungkapkan bahwa salah satu bakteri asam laktat
(BAL) yang mempunyai potensi sebagai probiotik dan mampu meningkatkan sistem
kekebalan tubub adalah Lactobacillus sp. Menurut Umniyati (2007), selain meningkatkan
kekebalan tubuh bakteri asam laktat (BAL) juga mampu mencegah berbagai penyakit
seperti infeksi saluran urine, menurunkan kadar kolesterol, mengurangi resiko kanker dan
tumor, merangsang terbentuknya sistem imun, membantu penderita lactose intolerance
dalam mengkonsumsi susu, dan melancarkan buang air besar.

b. Susu kefir
Menurut Tomar et al., (2019) susu adalah salah satu bahan pangan yang memiliki
peran penting terhadap kesehatan masyarakat karena kaya akan nutrisi. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (2009), produksi susu sapi di Indonesia pada tahun 2019 yaitu 957,22
ribu ton dan meningkat pada tahun 2020 sebanyak 4,19% menjadi 997,35 ribu ton. Pada
tahun 2019 -2020 konsumsi susu dan produk susu meningkat sebesar 1,22% mencapai
4332,88 ribu ton tahun 2019 dan 4406,94 ton pada tahun 2020. Susu sebagai produk hasil
peternakan yang memiliki nilai gizi baik sangat rentan rusak jika tidak dilakukan dengan
penanganan yang tepat. Susu dapat diolah dengan cara difermentasi dan penambahan
bakteri asam laktat agar produk susu dapat tahan lama dan aman jika dikonsumsi. Usmiati et
al., (2009) mengungkapkan bahwa susu hasil fermentasi sangat baik bagi kesehatan dan
memiliki beberapa keunggulan, yaitu susu fermentasi yang mudah dicerna serta diserap oleh
pencernaan, mengurangi kejadian lactose intolerance, konsisten relative kental disbanding
susu murni. Menurut Usmiati et al., (2009) susu fermentasi dibagi dua berdasarkan
metabolitnya, yaitu fermentasi asam laktat seperti yogurt, susu achidophilus dan susu casei
yang kedua fermentasi asam laktat dan alkohol, contohnya kefir dan koumiss.
Salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling banyak dikonsumsi adalah susu
kefir. Susu kefir adalah salah satu minuman probiotik yang bermanfaat bagi pencernaan
ditubuh. Susu kefir memiliki sifat mudah dicerna dibandingkan susu dikarenakan sebagian
proteinnya sudah terhidrolisis dan tidak mengganggu pencernaan apabila dikonsumsi. Susu
kefir mampu menstabilkan microflora dalam pencernaan dengan mengeluarkan bakteri
patogen melalui pelekatan dinding saluran pencernaan dan bersaing mendapatkan nutrisi.
Menurut Bayu et al., (2017) susu kefir dibuat dengan cara menambahkan langsung kefir
grain kedalam susu baik susu sapi, kerbau maupun susu kambing melalui proses fermentasi.
Albaarri et al., (2003) mengungkapkan kefir grain atau kefir granule terdiri dari beberapa
jenis bakteri seperti Streptococcus sp., Lactobacilli dan ragi atau khamir non patogen. Otes
et al., (2003) menyatakan selain mengandung bakteri serta ragi kefir mengandunh vitamin,
asam amino, dan mineral yang mampu memperbaiki fungsi tubuh. Menurut Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2019), susu kefir terdiri atas kadar asam laktat 0,8-
1,1%, alkohol 0,5-2,5%, sedikit CO2, vitamin B serta diasetil dan asetaldehid. Untuk kadar
nutrisi susu kefir dapat dilihat pada table berikut.
Informasi gizi Nilai Referensi
Air 89,5%
Lemak 1,5%
Susu kefir
Protein 3,5% Badan litbang pertanian (2019)
Abu 0,6%
Laktosa 4,5%
pH 4,6
Kefir merupakan produk susu yang difermentasikan dengan menggunakan bakteri
asam laktat seperti Lactobacillus lactis, Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus bersama
ragi dan menghasilkan asam dan alkohol. Pada tahap akhir proses dilakukan pematangan
dalam kemasan tertutup agar terbentuk karbonat (Albaarri dan Murti, 2003). Kefir berasal
dari Kaukasian sebelah utara atau sebelah Timur Laut Mongolia, dan telah diproduksi dalam
skala rumah tangga secara tradisional. Bahan untuk pembuatan kefir biasanya adalah susu
sapi atau susu kambing. Kefir diproduksi di negaranegara di Rusia dan hanya sedikit
diproduksi di negara-negara Eropa. Kefir mengandung 0.5 – 1,0 % alkohol dan 0,9 – 1,1 %
asam laktat (Surono, 2004). Nilai gizi kefir hampir sama dengan susu yang digunakan
sebagai bahan kefir tetapi ada beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan susu segar.
Kelebihan tersebut adalah asam yang terbentuk dapat memperpanjang masa simpan,
mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen sehingga meningkatkan
keamanan produk kefir.
Tabel. Pengaruh jenis susu terhadap pH kefir
Jenis susu perlakuan pH Referensi

Inkubasi 24 jam (28⸰C), 4,68 Setyawardani et al., (2015)


disimpan 10 hari

Inkubasi 12 jam bibit 4,96 Sulmiyati et al., (2019)


Susu kambing kefir 4% (37⸰C)

Inkubasi sampai pH 4,6 4,47 Sarica et al., (2020)


kultur starter 0,0065 g/L
(28⸰C)

Inkubasi 18 jam bibit 4,55 Gul et al., (2015)


kefir 5%
Inkubasi sampai pH 4,6 4,31 Sarika et al., (2020)
kultur starter 0,0065 g/L
Susu sapi (28⸰C)
Inkubasi 24 jam kefir 4,26 Gamba et al., (2020)
10% (25⸰C)

Pengaruh susu terhadap kandungan lemak dan protein pada kefir


Jenis susu perlakuan Lemak Protein Referensi
Inkubasi 24 jam (28⸰C), 4,52 3,91 Setyawardani
bibit kefir 5% disimpan et al., (2015)
Susu 10 hari
kambing Inkubasi 24 jam bibit kefir 2,02 3,69 Hardiansyah
2,5% (37⸰C) (2020)
Inkubasi sampai pH 4,6 3,18 3,06 Sarica et al.,
kultur starter 0,0065 g/L (2020)
(28⸰C)
Inkubasi 18 jam bibit kefir 3,45-3,5 3,19-3,26 Gul et al.,
5% (2015)
Inkubasi sampai pH 4,6 3,10 3,10 Sarika et al.,
Susu sapi kultur starter 0,0065 g/L (2020)
(28⸰C)
Inkubasi 24 jam kefir 10% 1,34 3,25 Gamba et al.,
(25⸰C) (2020)

Pengaruh pemberian perlakuan terhadap kadar karbohidrat pada kefir susu kambing
Jenis susu perlakuan Karbohidrat (%) Abu (%) Referensi

Inkubasi 24 jam bibit Not tested 0,86 Setyawardani et al., (2017)


kefir 5% (suhu ruang)
Susu kambing
Inkubasi 24 jam bibit 5,53 0,80 Hardiansyah (2020)
kefir 2,5%
Pengaruh susu kambing terhadap mutu mikrobiologi pada kefir susu kambing
Jenis susu perlakuan Total Bakteri Asam Laktat (CFU/ml)
khamir Referensi
(CFU/mL) Lactococci Lactobacilli Leuconostoc
Inkubasi hingga 2,75 x 108
Susu pH 4,6 dengan 0,64 x 10 2
9,54 x 10 2
4,16 x 10 8
Sarica et al.,
kambing kultur starter (2020)
0,0065 g/L (28⸰C)
disimpan 1 hari

Keasaman merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kualitas kefir.
Jenis susu yang berbeda dapat memengaruhi keasaman pada kefir. Keasaman pada kefir
dapat diketahui melalui nilai pH dan total asam tertitrasi. Berdasarkan Tabel 4 dan 5,
didapat bahwa kefir dengan jenis susu berbeda menghasilkan pH dan total asam tertitrasi
yang bervariasi. Kefir yang menggunakan susu kerbau cenderung memiliki pH yang lebih
rendah, sedangkan kefir yang menggunakan susu kambing cenderung memiliki pH yang
paling tinggi. Total asam tertitrasi pada kefir susu sapi dan kefir susu kerbau telah
memenuhi standar mutu berdasarkan CODEX yaitu minimal sebesar 0,6%. Kefir susu
kambing yang telah memenuhi syarat hanya didapat pada penelitian Sarica dan Coșkun
(2020). Hal ini dikarenakan penggunaan kultur starter pada kefir, sedangkan Sulmiyati et al.
(2019) serta Setyawardani dan Sumarmono (2015) menggunakan bibit kefir. Hasil nilai pH
kefir susu kambing yang tinggi pada penelitian Sulmiyati et al. (2019), dikarenakan waktu
fermentasinya lebih singkat yaitu 12 jam bila dibandingkan dengan waktu yang umumnya
digunakan dalam pembuatan kefir yaitu 18-30 jam (Barão et al., 2019). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Kinteki et al. (2018) yang meneliti pengaruh lama
fermentasi pada kefir susu kambing. Kefir susu kambing dengan perlakuan waktu
fermentasi tersingkat (12 jam), memiliki pH yang paling tinggi dibandingkan perlakuan
dengan waktu fermentasi yang lebih lama (24, 36 dan 48 jam).
Berdasarkan hasil penelitian Tomar et al. (2019), kefir susu kerbau memiliki total
asam tertitrasi yang lebih tinggi dibanding kefir susu sapi. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Gul et al. (2015), total asam tertitrasi antara kefir susu kerbau dan kefir susu sapi
serupa. Nilai pH yang tinggi pada kefir susu sapi hasil penelitian Gul et al. (2015),
dikarenakan adanya pelarutan susu dengan air untuk menurunkan total padatan pada susu,
sehingga mengurangi nutrisi pada susu dan berdampak pada pemenuhan nutrisi bagi
mikroba dalam kefir untuk menghasilkan senyawa metabolit (Shaikz et al., 2013; Rossi et
al., 2016).
2. Sala lauak
Sala lauak adalah makanan tradisional khas Pariaman Sumatera Barat. Yogi (2011),
berpendapat bahwa makanan tradisional adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi
oleh masyarakat tertentu, serta cita rasa khas yang diterima masyarakat tersebut. Sala lauak
adalah makanan yang terbuat dari tepung beras, ikan asin serta bumbu lainnya dan
berbentuk bulat. Kamsiana et al., (2011) mengungkapkan bahwa sala lauak adalah
makanan khas Kota Pariaman Sumatera Barat yang terbuat dari ikan asin, tepung beras,
bumbu lainnya, cabe dengan cara diadon kemudian dimasak dengan api kecil sampai
berwarna kuning keemasn. Sala lauak biasanya dihidangkan sebagai makanan pelengkap
yang banyak diminati masyarakat.
Salah satu bahan utama pembuatan sala lauak adalah tepung beras. Menurut
DKBM Indonesia (2009), kandungan gizi tepung beras terdiri atas air 11,3 g, protein 9,4 g,
vitamin B 3,3 g, serat 4,6 g dan karbohidrat 72,2 g. penelitian telah dilakukan Febriana
(2014), menyatakan nilai gizi sala lauak terbaik dibuat dengan tepung beras hitam yang
memiliki kadar air (55,105%), kadar abu (10,352%), protein (24,613%), dan lemak
(0,725). Dengan tingginya kadar gizi yang dimiliki tepung beras sehingga tepung beras
dijadikan salah satu bahan utama pembuatan sala lauak. Selain tepung beras, ikan asin juga
menjadi bahan utama pembuatan sala lauak. Ikan asin merupakan ikan yang difermentasi
dan sudah awetkan. Menurut Anni (2012), ikan asin adalah sumber protein hewain dari
daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan garam, sehingga ikan menjadi asin.
Ikan asin menjadi sumber protein dalam pembuatan sala lauak. Menurut Depkes RI (2005)
ikan asin mengandung kalori (193 kal), protein (42 gr), lemak (1,5 gr), kalsium (200 mg),
fosfor (300 mg), zat besi (2,5 mg), vitamin B1 (0,01 mg), dan air (40 gr) pada setiap 100 gr
ikan asin.
Menurut Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) (2005), telah menetapkan
format pelabelan kandungan gizi pada kemasan pangan. Informasi nilai gizi dari sala lauak
dapat dilihat pada table berikut.

Informasi gizi Nilai


Energi total 372,9 kkal
Lemak total 7,2 g BPOM (2005)
Sala lauak
Protein 2,5 g
Karbohidrat 11,6 g
3. Buah naga (Hylocereus polyrhizus)
Buah naga (Hylocereus polyrhizus) adalah buah yang berasal dari daerah tropis
yang memiliki manfaat dan khasiat baik bagi tubuh dan memiliki nilai gizi yang cukup
tinggi. Menurut Wichiencot et al., (2010) buah naga memiliki 401 g/kg kandungan
glukosa, 238 g/kg fruktosa, dan 89,6 g/kg oligosakarida. Oligosakarida dalam buah naga
menjadi sumber potensial probiotik dikarenakan dapat merangsang pertumbuhan
Lactobacilli dan Bifidobacteria (Wichiencot et al., 2010). Kristianto (2008)
mengungkapkan buah naga kaya akan air terdapat sebanyak 90,2% air. Selain kaya akan
air, buah naga juga memiliki kandungan zat bioaktif sebagai antioksidan berupa asam
askorbat, betakaroten, antosianin, serta terdapat serat pangan yang berbentuk pektin. Hal
ini serupa dengan pendapat Farikha et al., (2013) dimana buah naga mengandung zat
bioaktif seperti antioksidan, serat pangan, mineral berupa kalsium, fosfor, zat besi, dan
vitamin (B1, B2, B3, dan C) yang sangat bermanfaat bagi tubuh.
Antioksidan pada buah naga mampu menghambat spesies oksigen reaktif atau
nitrogen reaktif serta radikal bebas sehingga dapat menghambat penyakit jantung coroner,
kardiovaskular, penuaan dan karsinogenesis. Tidak hanya itu, menurut Hala (2020),
vitamin A, C, E, folat, serat serta polifenol pada buah naga juga mampu menghambat
radikal bebas. Semakin banyak penambahan ekstrak buah naga menyebabkan kenaikan
aktivitas antioksidan yang membuktikan bahwa adanya sumber antioksidan pada buah
naga. Penelitian yang dilakukan Mitasari (2012), menyatakan bahwa ekstrak kulit buah
naga memiliki aktivitas antikoksidan sebesar 43,836%. Penelitian juga dilakukan Zainoldin
et al., (2009), dengan penambahan buah naga sebesar 30% ke dalam yogurt dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan sebesar 45,74%. Menurut Wu et al., (2006) aktivitas
antioksidan pada kulit buah naga merah lebih besar dibanding aktivitas antioksidan pada
daging buahnya. Penelitian dilakukan Panjuantiningrum (2009), menyatakan bahwa
kandungan antioksidan total pada buah naga merah lebih kecil dari kulit buah naga sebesar
9 mg/100 g.
Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Jawa Barat
(2016), telah menetapkan format pelabelan kandungan nutrisi pada buah naga (Hylocereus
polyrhizus). Informasi kandungan nutrisi pada buah naga (Hylocereus polyrhizus) dapat
dilihat pada table berikut.

Kandungan gizi Nilai


Air 90,20%
Buah naga Karbohidrat 11,50%
(Hylocereus polyrhizus) Protein 0,53%
Lemak 0,40%
Serat 0,71%
kalsium 6-10 mg
Fosfor 8,70%
Vitamin 9,40%

Buah naga (Hylocereus polyrhizus) mengandung senyawa fenol, flavonoid, betasianin serta
vitamin C yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Senyawa antioksidan pada buah
naga (Hylocereus polyrhizus) mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh oksigen reaktif dan menghambat terjadinya penyakit degeneratif.
Penelitian dilakukan oleh Purwanti (2015), menyatakan bahwa aktivitas antioksidan
terbaik pada buah naga (Hylocereus polyrhizus) yaitu sebesar 20,7%. Penelitian juga
dilakukan Cruez et al., (2017), dengan menggunakan metode ABTS dengan hasil kapasitas
antioksidan buah naga (Hylocereus polyrhizus) yang bervariasi antara 9,21±0,84 –
2,41±0,36 µmol Trolox/g. Susanty et al., (2017) berpendapat, bahwa pada hari pertama
panen sari buah naga (Hylocereus polyrhizus) memiliki kadar antosianin sebanyak
21,62%. Sedangkan menurut Widianingsih (2016) menyatakan bahwa pada daging buah
naga (Hylocereus polyrhizus) terdapat senyaea fenolat berupa antosianin sebanyak 8,8
mg/100 g.
Selain antioksidan di dalam buah naga (Hylocereus polyrhizus) terdapat betasianin,
yaitu suatu pigmen berwarna red-violet yang akan memberi warna merah. Penelitian
dilakukan Waladi (2015), menyatakan bahwa penambahan ekstrak kulit buah naga
(Hylocereus polyrhizus) dalam pembuatan es krim berpengaruh terhadap warna yang
dihasilkan. Konsentrasi betasianin dalam buah naga (Hylocereus polyrhizus) terdapat
sebesar 14,4 mg/100 g. Wu et al., (2006) mengungkapkan konsentrasi betasianin pada
buah naga sebesar 10,3 mg/100g. Menurut pendapat Phebe et al., (2009) konsentrasi
betasianin dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah naga (Hylocereus polyrhizus) merah,
semakin matang buah naga semakin tinggi konsentrasi betasianin.
Menurut Nurul et al., (2014) kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) mengandung
karbohidrat alami dan dapat dimanfaatkan bakteri asam laktat (BAL) sebagai alternatif
sumber energi untuk hidup dan tumbuh dalam suatu produk. Setianto (2014)
mengungkapkan bakteri asam laktat (BAL) memanfaatkan monosakarida yang terdapat
pada sari buah naga (Hylocereus polyrhizus) merah selama proses fermentasi berlangsung,
sehingga terbentuk asam laktat menjadi asam dan pH turun. Menurut Paseephol et al.,
(2009) menyatakan dengan menambahkan sari buah naga (Hylocereus polyrhizus) selama
penyimpanan akan terjadi penurunan pH dengan meningkatnya rasa asam pada yogurt.
Sari atau kulit dari buah naga (Hylocereus polyrhizus) diyakini mampu
meningkatkan produk probiotik hasil fermentasi dan berpotensi dalam meningkatkan mutu
produk fermentasi. Menurut Jamillah et al., (2011) kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus)
berpotensi dalam meningkatkan mutu yogurt beku. Penelitian dilakukan oleh Apriyani
(2018), menyatakan bahwa dengan penambahan ekstrak kulit buah naga (Hylocereus
polyrhizus) pada yogurt susu UHT menghasilkan total asam sebanyak 0,73-1,14%. Hal ini
sesuai dengan persyaratan mutu minuman probiotik yang telah ditetapkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) dengan total asam 0,5 - 2,0%.
Berdasarkan penelitian Maleta (2018), menyatakan bahwa dengan penambahan
ekstrak buah naga (Hylocereus polyrhizus) sebesar 10% berpengaruh nyata terhadap total
bakteri asam laktat, aktivitas antioksidan, pH, total asam dan konsentrasi betasianin pada
Caspian sea yogurt. Penelitian juga dilakukan Andila (2018), dengan penambahan ekstrak
buah naga (Hylocereus polyrhizus) sebanyak 8% terhadap susu fermentasi dengan
lactobacillus casei Subsp. casei R-68 berpengaruh terhadap susu yang dihasilkan dengan
nilai pH 5,32%, asam laktat 0,92%, total BAL 12,49 log CFU/ml serta kadar protein
sebanyak 5,10%. Menurut Ningsih (2022), penambahan 45% jus buah naga (Hylocereus
polyrhizus) pada fermentasi susu kefir mempengaruhi kualitas warna, aroma, rasa serta
aktivitas antioksidan susu kefir tertinggi sebesar 79,24%. Namun, menurut penelitian Agil
(2022), penambahan ekstrak kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) dengan konsentrasi
5% menghasilkan yogurt susu kecambah kacang merah terbaik dengan pH 4,34, viskositas
4006 mPas, antioksidan 26,17% RSA dan sensoris sebesar 4,02.
H. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang akan mengisolasi bakteri asam
laktat (BAL) dari sala lauak asal Padang Pariaman Sumatera Barat untuk pembuatan susu
fermentasi kefir.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari – Juni 2023 di laboratorium penelitian
Fakultas Peternakan Universitas Andalas.
3. Rancangan penelitian
Proses isolasi bakteri asam laktat (BAL) dari sala lauak khas Pariaman Sumatera Barat
untuk fermentasi susu kefir dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Faktorial 3 x 4 dengan 3 ulangan.
Tahap kedua dari penelitian ini adalah pembuatan susu kefir dengan menambahkan
BAL yang sudah di isolasi dari sala lauak.
4. Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu timbangan analitik, sentrifuge,
inkubator, waterbath, ultraviolet illumination, tisu, bunsen, sendok steril, aluminium foil,
mikropipet, hockeystick, autoclave, Eppendorf, blue tip, yellow tip, anaerob jar,
mikroskop, PCR, erlenmeyer, tabung reaksi, petridish, indicator phenolphtalin, pH meter,
desikator, kertas saring, satu perangkat alat soxhlet, labu destilasi, labu ukur, dan labu
kieldahl.

b. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sala lauak yang daimbil dari Nagari
Pauh kambar Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Bahan analisis labor yang digunakan adalah selenium, NaOH, metil merah, N-Hexan,
buffer, Plate Count Agar (PCA) (Biolife Italia), de Mann Rogosa Sharpe (MRS) Broth
(Neogen Culture Media), MRS Agar (Merck), Pepton Water (PW) (Neogen Culture
Media), Nutrient Agar (NA), bakteri uji (Listeria monocytogenes, Eschericia coli 0157,
Propionibacterium acnes dan Acinetobacter baumannii), antibiotic (penisilin, ampisilin,
dan kanamisin), kristal violet, iodin, safranin, etanol, imeersion oil, H2O2, Ethylene
DiamineTetra Acid (EDTA) 50 mM, lysozyme, liquid lysozyme, KIT promega (nuclei
lysis solution, DNA rehydration solution, cell lysis solution, protein precipitation
solution, RNase solution), isopropanol, etanol 70%, agarose, Tris Acid EDTA (TAE), gel
view, loading dye, marker, green master mix, primer F, primer R, nucleus free
water/ddH2O, H2SO4, NaOH, selenium dan aquadest.

4.1 Peubah yang diamati


4.1.1 Kandungan nilai gizi Sala lauak
A. Kadar protein
Kadar protein sala lauak ditentukan berdasarkan pada analisa kadar protein

AOAC (2005). Tahap-tahap yangdilakukan dalam analisis protein terbagi atas tiga

tahapan, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.

1. Tahap Destruksi

Sampel sala lauak yang sudah kering menggunakan timbangan analitik

ditimbang sebanyak 1 gr dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Kemudian ke

dalam labu kjeldahl tersebut ditambahkan katalisator selenium sebanyak 1

gram dan ditambahkan 1 gram H2SO4 lalu dipanaskan sehingga terjadi

destruksi. Pemanasan dilakukan terus sehingga larutan menjadi jernih atau

tidak berwarna. sesekali guncang labu kjeldahl agar larutan homogen sehingga

proses penjernihan lebih cepat. Dinginkan labu setelah labu bewarna bening.

2. Tahap Destilasi

Masukkan larutan ke dalam labu ukur 500 ml lalu diencerkan dengan aquadest

sampai tanda garis. Kemudian ambil 25 ml larutan sampel ditambahkan 25 ml


NaOH 30% yang telah dicampur dengan aquadest sebanyak 150 ml dan

masukkan ke dalam labu destilasi. Larutan dipanaskan (2/3 tersuling), hingga

semua N dari cairan yang ada dalam labu tertangkap oleh H 2SO4 0.05 N yang

terlebih dahulu dicampur dengan tiga tetes indikator metil merah pada

Erlenmeyer.

3. Tahap Titrasi

Erlenmeyer yang berisi hasil sulingan dititer dengan NaOH 0.01 N (Z ml).

Erlenmeyer lain ditambahkan 25 ml H2SO4 0.05 N dan 3 tetes indikator metil

merah dan dititer dengan NaOH 0.1 sehingga terjadi perubahan warna dari

merah jambu menjadi kuning sebagai blangko (Y ml).

Rumus yang digunakan adalah:

( 3
Kadar Protein= Y 8

- x

Z F
) P
B
x e
r
N a
N t
a S
O a
H m
p
x e
l
0
,
0
1
4

6
,
x 100%
Keterangan:
Y = Volume pentiter blangko
(ml) Z = Volume pentiter sampel (ml)
N = Normalitas NaOH
6,38 = Faktor konversi dari total N ke dalam
protein Fp = Faktor Pengenceran

B. Kadar Lemak

Menghitung kadar lemak sala lauak ditentukan dengan metode soxhlet

AOAC (2005), dengan langkah kerja sebagai berikut:

1. Oven labu lemak yang akan digunakan selama 30 menit pada suhu 100-105oC.

2. Dinginkan labu lemak dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan

ditimbang (A)

3. Timbang sampel yang sudah kering sebanyak 1 gram (B).


4. Kemudian bungkus dengan kertas saring, tutup dengan kapas bebas lemak dan

masukkan ke dalam sokhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak.

5. Sampel yang sebelumnya telah dioven dan diketahui bobotnya.

6. Tuangkan pelarut heksan sampai sampel terendam dan lakukan refluks atau

ekstraksi selama 5-6 jam atau sampai pelarut lemak yang turun ke labu

berwarna jernih.

7. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan ditampung. Keringkan

ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dengan cara dioven dengan suhu

100-105°C selama 1 jam.

8. Dinginkan labu lemak dalam desikator, kemudian timbang labu lemak (C).

Dalam perhitungan kadar lemak digunakan rumus sebagai berikut:

C−A
Kadar Lemak = x 100
B
Keterang
an:
A = berat labu alas bulat kosong (g)
B = berat sampel (g)
C = berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi (g)

C. Kadar Air

Kadar air sampel ditentukan berdasarkan metode oven AOAC (2005).

Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu 100°C selama 1 jam lalu

dinginkan dalam desikator. Timbang cawan dan masukkan sampel sebanyak 15

gram. Kemudian keringkan dalam oven pada suhu dalam oven pada suhu 105 °C

selama 8 jam. Dinginkan dalam desikator dan ditimbang selanjutnya dilakukan

berulang-ulang sampai beratnya menjadi konstan.

Rumus dari kadar air adalah sebagai berikut:


Berat Sampel - Berat Sampel Akhir
Kadar Air x100
Berat Sampel Awal
=
D. pH

Pengukuran pH dadih diukur dengan menggunakan alat pH meter

berdasarkan metode Association of Analytical Chemist/AOAC (2005). Berikut

langkah pengerjaan dalam pengukuran pH:

1. Derajat keasaman sampel diukur dengan menggunakan pH-meter, dan

dikalibrasi dengan larutan buffer dengan nilai pH 4 dan 7.

2. Siapkan sampel sebanyak 5 gram, kemudian tambahkan aquades 10 mL, setelah

itu aduk sampel selama lima menit.

3. Pindahkan sampel ke dalam gelas ukur, kemudian celupkan pH-meter ke dalam

sampel kira-kira 2-4 cm.

4. Nilai pH dapat diketahui dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum

penunjuk.

3.1.1 Kualitas Mikrobiologi

A. Total Koloni Bakteri Aerob

Metode perhitungaan Total koloni bakteri yang terdapat dalam sampel

dengan prosedurnya adalah sebagai berikut (Purwati, Syukur dan Hidayat, 2005)

1. Semua peralatan yang dibutuhkan seperti petridish, tabung reaksi Tabung

Erlenmeyer, yellow tip dan tabung eppendorf disterilisasi terlebih dahulu

dengan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menitdengan tekanan 15 lb.

2. Media yang digunakan adalah 23,5 gram Plate Count Agar (PCA) (Biolife

Italia) yang dilarutkan dengan 1000 ml aquades dan 20 gram Pepton Water

(Biolife Italia) yang dilarutkan dengan 1000 ml aquades, kemudian selanjutnya

homogenisasi dengan magnetic stirrer diatas hot plate pada suhu 100°C dan

disterilisasi dalam autoclave.


3. Timbang sampel sebanyak 1 gram, kemudian masukan ke dalam tabung reaksi

yang telah berisi 9 ml larutan Pepton Water, kemudian vortex selama 5 menit

sampai merata. Hasil ini adalah pengenceran 10-1.

4. Ambil hasil pengenceran tersebut sebanyak 100 μl dan masukkan ke dalam

tabung eppendrof pertama yang telah berisi 900 μl larutan Pepton Water lalu

divortex. Hasil pengenceran ini adalah 10-2.

5. Hasil pengenceran pada 10-2 diambil 100 μl dan masukan ke dalam tabung

eppendrof kedua yang telah berisi 900 μl larutan Pepton Water lalu divortex.

Hasil pengenceran ini adalah 10-3. Pengenceran ini dilakukan sampai 10-4.

6. Pada pengenceran 10-4 diambil sebanyak 100 μl dan lakukan penanaman pada

petridish yang telah berisi medium plate count agar dengan cara diratakan

menggunakan hockeystick dengan metode ulas (spread method).

7. Simpan petridish tersebut dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C

sebelumnya dilakukan pengkodean petridish untuk menandai masing-masing

sampel.

8. Setelah 24 jam hitung koloni yang tumbuh dengan menggunakan alat Quebec

Colony Counter Colony Forming Unit/ gram sampel. Jumlah koloni yang

didapat dikalikan 10 kemudian dimasukkan kedalam rumus perhitungan, yaitu:


CFU 1 1
x x 10
= Jumlah Faktor Pengenceran Berat Sampel
Gram
Koloni x

B. Total Koloni Bakteri Asam Laktat

Menurut Purwati et al (2005) langkah-langkah yang dilakukan dalam

menghitung total koloni bakteri asam laktat (BAL) adalah sebagai berikut:
1. Semua peralatan yang dibutuhkan seperti cawan petri (petridish), tabung

reaksi, Erlenmeyer, tabung eppendorf, pipet mikro, hockey stik, disterilkan

dalam autoclave pada suhu 121°C selma 15 menit dengan tekanan 15 lbs.

2. Siapkan media yaitu de Mann Ragosa Sharpe (MRS) Broth (Neogen Culture

Media) dengan pembuatan secara umum adalah 52,2 gram MRS Broth dalam

1000 ml aquades, selanjutnya homogenisasi dengan magnetic stirrer di atas hot

plate pada suhu 100°C, kemudian di autoclave (15 menit, 121°C dan tekanan

15 lbs)

3. Siapkan media de mann Ragosa Sharpe (MRS) Agar (Merck) dengan

pembuatan secara umum adalah 68,2 gram MRS agar dalam 1000 ml aquades,

kemudian dihomogenisasi dengan magnetic stirrer, diatas hot plate pada suhu

100°C, lalu di autoclave, setelah agak dingin (±55°C) lalu dituangkan ke dalam

cawan petri sebanyak ± 8 ml.

4. Timbang sampel sebanyak 1 gram menggunakan sendok steril dan aluminium

foil, kemudian larutkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan de mann

Ragosa Sharpe (MRS) Broth, lalu divortex sampai homogen. Hasil disebut

pengenceran 10-1.

5. Hasil pengenceran tersebut diambil 100 μl dan dipindahkan ke tabung

eppendorf pertama. Hasil pengenceran ini disebut dengan pengenceran 10-2,

begitu seterusnya sampai pada pengenceran 10-7.

6. Hasil pengenceran 10-7 diambil 100 μl sampel dan tanam dengan metode

spread pada petridish yang telah berisi media MRS agar kemudian ratakan

dengan hockey stick yang sebelumnya telah diberi alkohol dan dibakar dengan

Bunsen. Pekerjaan ini dilakukan dalam lamina flow dan dekat Bunsen.
7. Simpan inokulum dalam anaerob jar lalu masukkan dalam inkubator selama

48 jam pada suhu 37°C dan lakukan pengkodean petridish dengan menandai

masing-masing petridish.

8. Setelah 48 jam, koloni BAL yang tumbuh dilihat dengan menggunakan quebec

colony counter. Hasil perhitungan koloni BAL dikalikan 10 kemudian dihitung

total BAL.

CFU 1 1
x
= Jumlah Faktor Pengenceran
Gram
Koloni x
C. Isolasi dan
Identifikasi BAL
x 10
Berat Sampel

i. Metode Konvensional Secara Makroskopis

Langkah-langkah yang dilakukan menurut Purwati et al (2005) adalah :

1. Semua peralatan yang dibutuhkan seperti: cawan petri (petridish), tabung

reaksi, erlenmeyer, tabung eppendorf, pipet mikro, hockey stik, disterilkan

dalam autoclave pada suhu 121 °C selama 15 menit dengan tekanan 15 lbs.

2. Siapkan media yaitu de Mann Ragosa Sharpe (MRS) Broth (Neogen Culture

Media) dengan pembuatan secara umum adalah 52,2 gram MRS Broth dalam

1000 ml aquades selanjutnya dihomogenisasi dengan magnetic stirrer di atas

hot plate pada suhu 100°C, kemudian di autoclave (15 menit 121°C dan

tekanan 15 lbs).

3. Siapkan media de Maan Rogosa Sharpe (MRS) Agar (Merck) dengan

pembuatan secara umum adalah 68,2 gram MRS agar dalam 1000 ml aquades,

kemudian homogenisasi dengan magnetic stirrer, diatas hot plate pada suhu

100° C lalu di autoclave, setelah agak dingin (±55°C) lalu tuangkan kedalam

cawan petridish sebanyak ± 8 ml.


4. Menggunakan sendok steril dan aluminium foil, timbang sampel sebanyak 1

gram, kemudian larutkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan de Mann

Ragosa Sharpe (MRS) Broth, lalu divortex sampai homogen. Hasil disebut

pengenceran 10-1, kemudian inkubasi selama 24 jam dalam inkubator dengan

suhu 37°C.

5. Hasil pengenceran tersebut diambil 100 μl dimasukan ke dalam tabung

eppendrof yang berisi 900 μl larutan de mann Rogosa Sharpe (MRS) Broth,

lalu divortex sampai homogen. Hasil pengenceran ini disebut pengenceran 10 -2,

begitu seterusnya sampai pada pengenceran 10-6.

6. Dari pengenceran 10-6 ambil 100 μl sampel dan tanam dengan metode spread

pada petridish yang telah berisi MRS agar kemudian diratakan dengan hockey

stick yang sebelumnya telah disterilkan dengan alkohol dan dibakar dengan

Bunsen lalu diangin-anginkan.

7. Simpan inokulum dalam anaerob jar kemudian inkubasi dalam inkubator

selama 48 jam pada suhu 37°C dan lakukan pengkodean petridish dengan

menandai masing-masing petridish.

8. Setelah 48 jam, single colony yang mencirikan BAL yaitu bulat licin berwarna

putih kekuningan dipindahkan ke media MRS agar untuk pemurnian koloni

dengan metode streak yaitu dengan menggunakan jarum ose kemudian

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

ii. Metode Konvensional Secara Mikroskopis (Pewarnaan Gram)

Koloni yang mencirikan BAL dilakukan pewarnaan Gram menurut prosedur

(Purwati et al. 2005) sebagai berikut:


1. Ambil biakan bakteri dan ratakan diatas kaca benda (preparat) yang telah

dibersihkan dengan alkohol.

2. Kaca preparat dikeringkan di atas nyala Bunsen atau alat pengering.

3. Teteskan kristal violet sebanyak 1 tetes pada ulasan preparat menggunakan

pipet, diamkan selama 1 menit.

4. Menggunakan aquades, preparat dibilas dan dikeringkan diatas nyala Bunsen.

5. Teteskan iodin sebanyak 1 tetes pada ulasan preparat menggunakan pipet,

diamkan selama 1 menit.

6. Menggunakan aquades, preparat dibilas dan dikeringkan diatas nyala Bunsen.

7. Cuci preparat dengan alkohol dengan cara mencelupkan preparat ke dalam

alkohol encer.

8. Teteskan safranin sebanyak 1 tetes dan diamkan selama 30 detik.

9. Menggunakan aquades preparat dibilas dan dikeringkan diatas nyala bunsen,

kemudian periksa di bawah mikroskop dengan menggunakan minyak celup

(minyak inersi).

ii. Uji Sifat Biokimia

Uji sifat biokimia dapat dilihat dari uji gas dan uji katalase sebagai berikut:

a. Uji Tipe Fermentatif

Uji tipe fermentatif dilakukan berdasarkan metode Suryani, Santoso dan

Juffrie (2010) yang dilakukan seperti rangkaian di bawah:

1. Masukkan Isolat BAL dalam 5 ml MRS Broth MERCK.

2. Kemudian masukkan tabung durham dengan posisi terbalik.

3. Inkubasi selama 48 jam pada suhu 37°C.


4. Lakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya gelembung udara pada

tabung durham.

b. Uji Katalase

Uji Katalase dilakukan berdasarkan metode Modifikasi Public Health

England (2014) dengan rangkaian sebagai berikut:

1. Ambil isolat BAL sebanyak 10 μl menggunakan pipet.

2. Goreskan isolat tersebut pada object glass.

3. Teteskan Hidrogen peroksida (H2O2) 3% menggunakan pipet 10 μl.

4. Lakukan pengamatan dengan cara melihat terbentuk atau tidaknya gelembung

pada object glass.

iii. Uji Ketahanan terhadap pH Asam

Uji ketahanan terhadap asam dilakukan menurut metode Anik dan Hanifa

(2012) dengan rangkaian kerja sebagai berikut:

1. Kultur bakteri sebanyak 1 ml inokulasikan pada media MRS Broth 9 ml lalu

inkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam.

2. Selanjutnya ambil 1 ml kultur bakteri dari MRS Broth lalu inokulasikan ke

dalam tabung reaksi yang berisikan 9 ml larutan MRS Broth pengaturan pH 2

(pH diatur dengan penambahan HCl 5N) kemudian inkubasi selama 90 menit.

Selanjutnya lakukan pengenceran hingga 10-5.

3. Kemudian tanam dengan metode spread ke media MRS Agar lalu inkubasi

pada suhu 37ºC selama 48 jam.

4. Hitung jumlah bakteri yang mampu bertahan dengan metode hitungan cawan

Colony Forming Unit Jumlah Koloni x


(CFU). 1
F
CFU
=
Gram
1
Berat Sampel
iv. Uji Ketahanan Terhadap Garam Empedu

Uji ketahanan terhadap garam empedu adalah kultur bakteri sebanyak 1 ml

inokulasi pada media MRS Broth 9 ml lalu inkubasi pada suhu 37ºC selama 24

jam. Selanjutnya ambil 1 ml kultur bakteri dari MRS Broth ke dalam tabung

reaksi yang berisi 9 ml larutan MRS Broth tanpa pengaturan oxgall (kontrol) an

pada MRS Broth pengaturan oxgall 0.3% diinkubasi selama 24 jam. Kemudian

kultur pengaturan oxgall 0.3% dan tanpa pengaturan oxgall (kontrol) lakukan

pengenceran hingga 10-6 kemudian tanam dengan metode spread ke media MRS

Agar lalu inkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam. Hitung jumlah bakteri yang

mampu bertahan dengan metode hitungan cawan dengan satuan Colony Forming

Unit (CFU). Perbandingan jumlah sel sebelum dan setelah diinkubasi akan

dinyatakan dalam bentuk viabilitas (%). Semakin tinggi persentasi viabilitas yang

dihasilkan menandakan semakain tahan bakteri tersebut terhadap garam empedu.

Perhitungan total koloni yang tumbuh dengan menggunakan rumus.

CFU 1 1
= x
Gram
Jumlah Faktor Pengenceran
Koloni x B
v. Aktivitas Antimikroba dan Uji Antibiotik

Uji aktivitas antimikroba dilakukan berdasarkan metode modifikasi Yang,

Fan, Jiang, Doucette dan Fillmore (2012) dengan rangkaian sebagai berikut:

1. Semua peralatan yang dibutuhkan sepeti:cawan petri, erlenmeyer, eppendorf,

tip pipet mikro, disterilkan dalam autoclave pada suhu 121ºC selama 15 menit

dengan tekanan 15 lbs.

2. Kultur BAL sebanyak 1 ml yang sebelumnya sudah di-enrichment selama 48

jam diambil menggunakan mikropipet, dimasukkan ke eppendorf steril.


Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 5 menit,

supernatannya digunakan untuk uji resistensi antimikroba.

3. Media Nutrient Agar dipersiapkan sebanyak 0,4 gram (pembuatan secara

umum adalah 20 gram Nutrient Agar dalam 1000 ml aquades), kemudian

dihomogenisasi dan dipanaskan di atas hot plate, lalu di autoclave.

4. Setelah media agak dingin (± 45ºC) tuang ke dalam cawan petri sebanyak ±20

ml, ditambahkan 0,2% bakteri uji yang sudah di-enrichment 24 jam terlebih

dahulu, dihomogenkan. Lalu, didinginkan hingga agar mengeras.

5. Setelah agar mengeras, buat sumur (well) sebanyak isolat yang akan diujikan

dan lakukan pemberian label.

6. Kemudian masukkan 50 μl supernatan BAL ke dalam sumur dengan pipet

mikro.

7. Masukkan antibiotik penisilin, ampisilin dan kanamisin dengan jarak yang

sama antar masing-masing.

8. Setelah itu, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC secara aerob.

9. Aktivitas antibakteri dari supernatan isolat BAL dinyatakan sebagai diameter

area bening yang terbentuk.

10. Lakukan pengamatan terhadap zona bening yang terbentuk pada jam ke-24.

vi. Metode Molekuler

Metode molekuler merupakan metode yang digunakan dalam melakukan

Identifikasi Bakteri Asam Laktat 16S rRNA. Tahapan dari metode ini adalah

sebagai berikut:
a. Ekstraksi Genom Bakteri Gram Positif dengan KIT Promega (USA)

Ekstraksi Genom Bakteri Gram Positif dengan KIT Promega (USA) adalah

sebagai berikut:

1. Sampel isolat BAL yang single koloni dari MRS Broth dipipet sebanyak 1000

μl dan dimasukkan dalam eppendorf baru.

2. Sentrifuse 14000 rpm selama 2 menit. Lalu buang supernatan dan pelet

diambil.

3. Tambahkan 480 μl 50m M EDTA.

4. Selanjutnya tambahkan 120 μl Lysozyme.

5. Inkubasi dalam waterbath 37°C selama 60 menit.

6. Sentrifuse selama 2 menit 14000 rpm, lalu dibuang supernatan dan pelet

diambil.

7. Tambahkan 600 μl nuclei lysis solution lalu homogenkan dengan micropipet.

8. Diinkubasi 80°C selama 5 menit, lalu diamkan pada suhu ruang.

9. Tambahkan 3 μl Rnase Solution, lalu homogenkan dan inkubasi dalam

waterbath 37 °C selama 60 menit.

10. Tambahkan 200 μl Protein precipitation solutin lalu vortex.

11. Inkubasi dalam es selama 5 menit.

12. Sentrifuse selama 3 menit 14000 rpm. Lalu dipipet supernatannya, pindahkan

pada eppendorf baru, pellet dibuang.

13. Tambahkan 600 μl isopropanol lalu homogenkan.

14. Sentrifuse selama 2 menit 14000 rpm, lalu diambil pellet dan supernatan

dibuang.

15. Tambahkan 600 μl etanol 70% lalu homogenkan.


16. Sentrifuse selama 2 menit 14000 rpm, lalu ambil pellet dan supernatan

dibuang.

17. Eppendorf yang berisi pellet diangin-anginkan selama 15 menit.

18. Rehidrasi DNA pellet dengan ditambahkan 10-100 μl Rehydration solution

selama 30 menit pada suhu 65°C.

b. Pembuatan Gel Agarose

Pembuatan Gel Agarose untuk Proses Elektroforesis Ekstrak Genom (1.5%

Agarose) sebagai berikut:

1. Agarose ditimbang sebanyak 0,3 gr dan masukkan ke dalam erlenmyer.

2. Ditambahkan 40 ml Buffer TAE, lalu dihomogenkan..

3. Larutan dipanaskan selama 1 menit 20 detik pada suhu 80 °C dalam

microwave.

4. Ditambahkan red safe atau Gelview sebanyak 4 μl untuk 40 ml Buffer TAE

lalu homogenkan.

5. Dimasukkan Gel Agarose ke dalam cetakan, tunggu sampai mengeras ± 20

menit.

6. Cetakan agarose dimasukkan ke dalam refrigerator kemudian ditunggu selama

5 menit.

c. Elektroforesis Hasil Ekstraksi Genom


Berikut Elektroforesis Hasil Ekstraksi Genom:

1. Alat elektroforesis dipasang dari kutub negatif ke kutub positif.

2. Diletakkan agar di dalam elektroforesis.

3. Larutan TAE dimasukkan hingga agar terbenam.

4. Diambil loading day sebanyak 2 μl dan 5 μl genom hasil ekstraksi ke atas

kertas parafilm dan homogenkan, kemudian injeksikan ke dalam sumur agar.


5. Diinjeksikan marker sebanyak 2 μl di samping injeksi larutan genom sebagai

penanda.

6. Alat elektroforesis dinyalakan dengan tegangan 100 V selama 40 menit lalu

lihat hasil di bawah sinar UV.

d. Persiapan primer PCR (16S rRNA)

Persiapan primer PCR (16S rRNA) sebagai berikut:

1. PrimerR (16S-1492R, Tm 47 °C, 5’GTT TAC CTT GTT ACG ACTT-3) dan F

(16S- 27F, Tm 54.3 °C, 5’AGA GTT TGA TCC TGG CTC AG-3), disiapkan

(konsentrasi 10pM).

1. Ambil 90 μl dH2O + 10μl (Primer R dan F). ( Primer R dan F dalam TE buffer

(konsentrasi 100μM).

e. PCR

Campuran PCR menggunakan bahan seperti primer Forward 16S-27F dan

Reveres 16S-1492R, Master Mix, Template, dan dH 2O. Campuran yang telah

disiapkan dimasukkan ke dalam mesin PCR, siklus PCR dibuat sebanyak 40

siklus. Komposisi campuran untuk amplifikasi dan program reaksi PCR.

1. Pembuatan Cocktail PCR


Tabel 1. Pembuatan Cocktail
Komposisi Banyak (μl)
Master Mix 12,5 μl
Primer F 1 μl
Primer R 1 μl
DNA (Template) 1 μl
ddH2O 9,5 μl
Total 25 μl
1. PCR Program

Tabel 2. PCR Program


Rangkaian Proses Suhu Waktu
Pre denaturasi 95 °C 2 menit
Denaturasi 95 °C 45 detik
Anneling 56 °C 45 detik
Extention 72 °C 1 menit 40 detik
Final extention 72 °C 10 menit
Pendinginan 4 °C ~

1. Pembuatan Gel Agarose

Pembuatan gel agarose untuk Proses Elektroforesis Produk PCR (1.5%

Agarose) adalah sebagai berikut:

1. Sebanyak 0,3 gr agarose ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmyer.

2. 40 ml Buffer TAE ditambahkan lalu dihomogenkan.

3. Dipanaskan didalam microwave selama 1 menit 20 detik pada suhu 80 °C.

4. Ditambahkan red safe atau Gelview sebanyak 2 μl untuk 40 ml Buffer TAE,

lalu dihomogenkan.

5. Gel Agarose dimasukkan ke dalam cetakan yang telah dipasang dengan

combnya, tunggu sampai mengeras ± 20 menit. Setelah agar mengeras, angkat

comb dengan hati-hati dan setelah itu masukkan agar tersebut kedalam

refrigerator dan tunggu selama 5 menit.

2. Running Gel Elektroforesis

Proses running elektroforesis adalah sebagai berikut:

1. Letakkan agar di dalam elektroforesis.

2. Larutan TAE dimasukkan hingga agar terbenam.

3. Sampel sebanyak 10 μl diinjeksi ke dalam well agar.

4. DNA ladder dimasukkan sebanyak 4 μl.

5. Diatur 100 V selama 40 menit.


6. Gel kemudian diletakkan di dalam wadah ditambah lagi dengan TBE sampai

terendam. Gel kemudian dilihat dibawah lampu UV. Setelah terbaca di UV

sampel dari hasil PCR yang terbaca kemudian menjadi stock DNA disimpan

pada suhu 20°C untuk dikirim sekuensing.

3. Analisis Data Sekuensing

Analisis data sekuensing dilakukan dengan menggunakan program software

DNA star. Untuk analisa sequence alignment, dilakukan dengan membandingkan

sekuens yang diperoleh (query) dengan yang telah ada pada Gene Bank dengan

database seraches NCBI internet site (http//:www.ncbi.nlm.nih.gov) menggunakan

BLAST (Basic Local Alignment Search Tool).

4. Analisis Filogenik

Data sequencing yang diperoleh kemudian di-contige menggunakan

aplikasi DNA STAR, setelah itu diubah dalam format FASTA. Hasil contige

yang telah diubah kemudian di-BLAST. Pengerjaan BLAST dilakukan pada situs

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/cgi dan mengacu pada petunjuk manual dalam

situs tersebut. Tipe BLAST yang digunakan adalah nucleotide BLAST.

Sequence yang diperoleh dimasukkan pada entry sequence. Data yang

dipilih adalah other dengan organism bacteria. Program yang dipilih adalah mega

blast, data yang diperoleh berupa sequence bakteri-bakteri yang berkerabat dekat.

Sequence tersebut kemudian diubah menjadi format FASTA dan dilakukan

multiple alignment dengan sequence isolat bakteri asam laktat yang pernah

ditemukan, kemudian digabungkan dengan isolat bakteri BAL dimiliki bersama

untuk dilihat kekerabatannya. Isolat bakteri yang pernah ditemukan diambil dari

situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Pohon filogenik kemudian dibuat berdasarkan


hasil alignment menggunakan neighbor-joining dengan dua parameter Kimura.

Cabang pohon filogenetik dilakukan bootstrapping sebanyak 1000 kali replikasi,

setelah itu pohon filogenik dapat dilihat dengan menggunakan program Mega.
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan . Bumi Aksara, Jakarta.

Alhadi, F dan R. Hidayat. 2012. Identifikasi Streptococcus equi dari kuda yang
diduga menderita strangles. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 17(3) :
199-203.

Baum, D. A. 2008. Reading a phylogenetic tree: The meaning of monophyletic


groups. Nature Education, 1 (1) : 190-197.

Buckle, R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton. 2009. Ilmu Pangan. Jakarta :


UIPress.FAO/WHO. 2002. Joint FAO/WHO Working Group Report on
Drafting Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food. London.

Carr, F. J., D. Chill and N. Maida. 2002. The lactic acid bacteria: a literature
survey. Critical Reviews in Microb, 8: 281-370.

Clemente, A. 2012. Probiotics and Prebiotics. An Update from the World


Gastrointestinal Organization (WGO). Eur Food Res Rev. 2(1):24-28.

Fuller, R. 1992. Probiotics: The scientific Basis. Ed. Fuller R. London: Chapman
and Hall.

Godam. 2012. Isi Kandungan Gizi Susu Kerbau - Komposisi Nutrisi Bahan
Makanan. Ilmu. http:// isi-kandungan-gizi-susu-kerbau-komposisi-
nutrisi-bahanmakanan. html (14 Desember 2012).

Grajek, Wlodzimier., Anna Olejnik., Anna, Sip.2005. Probiotics, Prebiotics and


Antioxidant as Functional Foods. Acta Biochimica Polonica. 52(3):
665-667.
Hidayat, N. 2006. Mikrobiologi Indusri. ANDI:Yogyakarta.
Ingrid S, Surono, Usman Pato, Koesnandar and A. Hosono, 2009. In vivo
Antimutagenicity of Dadih Probiotic Bacteria towards Trp-P1. Asian-
Aust. J. Anim. Sci. Vol. 22, No. 1: 119 – 123

ISAPP. 2009. Clarification of the Definition of a Probiotic. Available at;


www.isapp.net. Opened : January 5, 2019.

Jay, J. M., M. J. Loessne and D. A. Golden. 2005. Modern Food Microbiology. 7


th ed. Springer Science Business Media, New York.

Korhenen, J. 2010. Forestry and Natural Sciences. Antibiotic Resistance of Lactid


Acid Bacteria. University of Eastern, Finland. Surono, Ingrid S. 2004.
Probiotik Susu Fermentasi Dan Kesehatan. Jakarta. PT. Tri Cipta Karya
(TRICK).
Kusumawati, N. 2002. Seleksi Bakteri Asam Laktat Indigenus sebagai Genus
Probiotik dengan Kemampuan Mempertahankan Keseimbangan
Mikroflora Feses Dan Mereduksi Kolesterol Serum Darah Tikus. Tesis.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ljungh, A., and Wadstrom, T. 2006. Lactic acid bacteria as probiotics. Curr
Issues Intest Microbiol. 7(2):73-89.

Malaka, R. 2007. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu. Yayasan Citra Emulsi.
Makassar.

Malaka, R. 2010.Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.

Miller, S., A. Harley dan P. John. 2005. Zoology, Sixth Edition. TheMc Graw-
Hill Companies, New York.

Moat, A. G., J. W. Foster dan M. P. Spector. 2002. Microbial Physiology. Fourth


Edition, John Willey & Sons.

Mount, D. W. 2001. Phylogenetic Prediction. In: Bioinformatic, Sequence and


Genome Analysis. Cold Spring Harbor laboratory, New York.

Mount, D. W. 2004. Bioinformatic. sequence and genome analysis. second


edition. CHSL.

Munifah, I., B. Saksono, dan E. Chasanah. 2017. Studi Bioinformatika Mikroba


Streptomyces Penyandi Gen TGase Penghasil Enzim Transglutaminase.
J. Microbiology. 5(1) : 341-348.

Novitasari, D., E. Aryani, R. Roslim dan D. Indriyani. 2014. Teknik isolasi dan
elektroforesis DNA total pada Kryptopterus apogon (bleeker 1851) dari
Sungai Kampar Kiri dan Tapung Hilir Kabupaten Kampar Provinsi
Riau. Kampus Bina Widya Pekanbaru, 1(2): 258-261.

Pato, U. 2003. Potensi bakteri asam laktat yang diisolasi dari dadih untuk
menurunkan risiko penyakit kanker. Jurnal NaturIndonesia 5(2): 162-
166.

Pato, U. 2008. Potensi Bakteri Asam Laktat yang diidolasi dari Dadih untuk
Menurunkan Resiko Penyakit Kanker. J Natur Indonesia (5)2: 162-166.

Praja, D. I. 2011. The Miracle of Probiotics. DIVA Press. Yogyakarta.

Prescott, L. M, J. P. Harley dan D. A. Klein. 2005. Microbiology Sixth Edition.


McGraw Hill, New York.

Purwanto, H. 2012. Identifikasi DNA dan Gen Resisten Terhadap Virus AI (Avian
Influenza) pada Itik Pitalah sebagai Sumber Daya Genetik Sumatera
Barat dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). [Tesis]. Fakultas
MIPA. Universitas Andalas. Padang.

Purwati, E., dan S. Syukur. 2010. International Seminar and Workshop


Biotechnology Molecular DNA and Their Application In Health or
Medical. Rumah Sakit Ananda. Bekasi.

Purwati, E., S. Syukur dan Z Hidayat. 2005. Lactobacillus Sp. isolasi dari
Biovicophitomega sebagai Probiotik. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Jakarta. Bandung.

Rinanda, T. 2011. Analisis sekuensing 16s rRNA di bidang mikrobiologi. Jurnal


Kedokteran Syiah Kuala, 11 (3) : 172-177.

Reddy, D. M., D. Paul, H.K. Reddy, G. Reddy, 2009, Characterization and


Identification of Bacillus cereus GMHS : An Efficient 2-picoline
Degrading Bacterium, International Journal of Integrative Biology, No.
3 (5).

Romadhon, S., S. Subagiyo dan S. Margino. 2012. Isolasi dan karakterisasi


bakteri asam laktat dari usus udang penghasil bakteriosin sebagai agen
antibakteria pada produk hasil perikanan. Jurnal Saintek Perikanan, 8
(1) : 59-64.

Schmidt, H. 2003. Phylogenetic Trees from Large Datasets. Inaugural-


Dissertation, Dusseldorf University.

Seldin, L. 2003. 16S rDNA targeted PCR for the detection of paenbacillus
macerans. Letters in Applied Microbiology. 37: 415-420.

Setiyanto, H., Miskiyah, Abubakar, S. Usmiati, W. Broto, E. Sukasih, dan A.


Edial. 2009. Perbaikan Proses dan Pengemasan Dadihsebagai Probiotik
dengan Daya Simpan sampai 20 Hari. LaporanPenelitian. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pasca-panen Pertanian, Bogor.

Sheeladevi, A., and N. Ramanathan. 2011. Lactic Acid Production using Lactic
Acid Bacteria under Optimized Conditions. Internasional Journal
Pharm Biol Arch. 2(6): 168-169.

Sirait, C.H. 1993. Pengolahan susu tradisional untuk pengembanagn ogroindustri


persusuan di pedesaan. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak,
Ciawi, Bogor.

Sirait, C.H dan H. setiyanto. 1995. Evaluasi mutu dadih di daerah produsen.
Hlm:284-280. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Peternakan, Bogor 25-26 Oktober 1995. Balai Penelitian Ternak, Ciawi,
Bogor.
Sirait, C.H., N. Cahyadi, T. Pangabean, dan I. G. Putu. 1995. Identifikasi dan
pembiakan kultur bakteri pengolah dadih. Laporan Penelitian. Balai
Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Sisriyenni, D. dan Y. Zurriyati. 2004. Kajian kualitas dadih susu kerbau di dalam
tabung bambu dan tabung plastik. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian 7(2): 171-179.

Smid, E. J. dan L. G. M. Gorris. 2007. Natural Antimicrobials for Food


Preservation. In: M. S. Rahman (Ed.). Handbook of Food Preservation.
2 nd ed. CRC Press, New York.

Sudono, A. Dan T. Sutardi,1999. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat


Peternakan Rakyat, Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen
Pertanian, Jakarta.

Sukratiningrum, D. S. 2012. Penentuan Pohon Fiogenik Bakteri Xilanolitik


Sistem Abdominal Rayap Tanah Berdasarkan 16 rRNA. Tesis.
Universitas Airlangga, Surabaya.

Sunarlim, R. 2009. Potensi Lactobacillus sp. asal dari dadih sebagai starter pada
pembuatan susu fermentasi khas Indonesia. Buletin Teknologi
Pascapanen Pertanian (5): 69-76.

Surono, I.S. & Nurani, D. 2001. Exploration of indigenous dadih lactic bacteria
for probiotic and starter cultures. Domestic Research Collaboration
Grant-URGE-IBRD World Bank

Surono, I.S., Sishigaki, T., Endaryanto, A.P. 2008. Indonesia Biodiversity from
Microes to Herbal as Potential Functional Foods. J of Agriculture
Shinshu University. 44(1): 23-27.

Suryanto, D. 2003. Melihat Keanekaragaman orgaisme Melalui Beberapa teknik


Genetika Molekuler. USU Digital Library.

Suskovic, J., B. Kos, Beganovic, A. L. Pavunc, K. Habjanic and S. Matosic. 2010.


Antimicrobial Activity of Lactic Acid Bacteria, Food Technol.
Biotechnol. 48(3): 296-307.

Syukur, S. dan E. Purwati. 2013. Bioteknologi Probiotik, untuk Kesehatan


Masyarakat, ISBN: 978-979-29-3998-9.

Syukur, S., A. Utami, Della dan A. Darma. 2010. Isolation and Moleculer
Identification of Lactid Acid Bacteria, purification of Bakteriosin from
fermentation of (Annona maricata L) in West Sumatera Indonsia. In
Proceding International of Biotecnology IBIO. Dahlian, China 25-30.
Syukur, S., A. Utami, Della dan A. Darma. 2010. Isolation and Moleculer
Identification of Lactid Acid Bacteria, purification of Bakteriosin from
fermentation of (Annona maricata L) in West Sumatera Indonsia. In
Proceding International of Biotecnology IBIO. Dahlian, China 25-30.

Syukur, S., dan E. Purwati. 2013. Bioteknologi Probiotik untuk Kesehatan


Masyarakat. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Syukur, S., E. Fachrial and Jamsari. 2014. Isolation, antimicrobial activity and
protein bacteriocin characterization of lactic acid bacteria isolated from
dadih in Solok, West Sumateran Indonesia. Reseach Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Science. P. 1096-1104.

Syukur, S., L. S. Utami, E. Purwati, Urnemi and Jamsari. 2011. Screening And
Invitro Antimikrobial, Protease activities From Lactid acid Bacteria
Associated With Green Cacao Fermentation in West Sumatra Indonesia.
Proseding Seminar Internasinak HKI. Pekanbaru, Juli 17-21.

Usmiati, S., Broto, W., Setiyanto, H. 2011. Karakteristik Dadih Susu Sapi yang
Menggunakan Starter Bakteri Probiotik. Indonesia Journal of Animal and
Veterinary Science. 16(2): 140-152.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

Waugh, J. 2007. DNA barcoding in animal species: progress. potential and pitfalls.
Bio essays. 29(2): 188–197.

Willey, J. M., L. M. Sherwood dan C. J. Woolverton. 2008. Prescott, Harley, and


Klein’s Microbiology. Seventh Edition. The McGraw-Hill Companies,
Inc, New York.

Yang, Z., and B. Rannala. 2012. Molecular Phylogenetics:Principles and Practice.


Nature Reviews Genetics. 13: 303-314.

Yudoamijoyo, R.M., T. Zoelfikar, S.R. Herastuti, A. Tomomatsu, A. Matsuyama


and A. Azono. 1983. Chemical and micro-biological aspect of dadih in
Indonesia. Japanese J. dairy FoodSci. 32(1): 1-10.

Yulinery, T., I. Y. Petria dan N. Nurhidayat. 2009. Penggunaan antibakteri dari


isolat Lactobacillus terseleksi sebagai bahan pengawet alami untuk
menghambat pertumbuhan Vibrio sp. dan Staphylococcus aureus pada
ikan kakap. J. Biology Researchers, 15 (1) : 85-92.

Anda mungkin juga menyukai