PENDAHULUAN
Susu sapi merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi dengan
proporsi yang seimbang. Komposisi nutrisi dari susu diantaranya vitamin A,
vitamin D, vitamin B6, kalori, protein, lemak, laktosa, mineral, dan besi.
Kandungan laktosa yang tinggi pada susu membuat masyarakat yang alergi
terhadap laktosa susu dapat menimbulkan gejala seperti mual, dan diare, salah
satu cara untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan laktosa adalah
dengan difermentasi. Produk olahan dari susu yang difermentasikan salah satunya
adalah kefir.
Kefir adalah susu yang difermentasi oleh sejumlah mikroba, yaitu bakteri
penghasil asam laktat (BAL), bakteri penghasil asam asetat, dan khamir. Bakteri
asam laktat akan memecah laktosa pada susu menjadi gula sederhana yaitu
glukosa dan galaktosa. Biji kefir sendiri terdiri atas mikroorganisme seperti
Lactobacillus dan spesies lain, seperti Leuconostoc, Lactococcus, dan
Acetobacter. Kefir juga mengandung kelompok ragi atau yeast, yaitu
Saccharomyces u, Saccharomyces cerevisiae, dan Saccharomyces exiguus
(Winarno, 2007). Suhu untuk fermentasi kefir berkisar 20 – 30oC, sehingga
pembuatan kefir di Indonesia dapat menggunakan suhu ruang dan lebih ekonomis.
Olahan kefir adalah produk susu fermentasi yang mempunyai rasa yang spesifik
dan mempunyai ciri khas (Zakaria, 2009).
Kefir sangat bermanfaat bagi tubuh selain memperoleh nilai nutrisi yang
baik, kefir juga memberikan manfaat kesehatan yaitu bagi pencernaan karena
dapat menghambat pertumbuhan bakteri phatogen. Namun di Indonesia kefir
masih belum banyak diketahui oleh masyarakat, tidak seperti yoghurt yang sudah
beredar terlebih dahulu dan lebih dikenal oleh masyarakat. Salah satu inovasi
yang dapat dilakukan untuk dapat dikenal masyarakat yaitu mengolah kefir yang
ditambahkan dengan produk lokal lain yang beredar dikalangan masyarakat
sehari-hari. Salah satunya adalah tepung daun kelor. Penambahan tepung daun
kelor ini harapannya dapat meningkatkan kualitas dari kefir itu sendiri.
1
Kelor (Moringa oleifera) memiliki kandungan nutrisi yang cukup
kompleks. Menurut (Anindita, 2017) bahwa potensi yang terkandung dalam daun
kelor diantaranya adalah tinggi kandungan protein, ß-karoten, vitamin C, bahkan
kelor mempunyai kadar protein 3 kali dari protein telur, 25 kali zat besi serta 3
kali vitamn C bayam, 12 kali kalsium serta 2 kali protein susu.
Pemanfaatan daun kelor di Indonesia saat ini masih terbatas. Masyarakat
biasanya menggunakan daun kelor sebagai pelengkap dalam masakan sehari-hari.
Pemanfaatan kelor di daerah Banyuwangi sendiri kebanyakan sama dengan daerah
lain yakni digunakan sebagai pelengkap dalam masakan sehari-hari bahkan tidak
sedikit masyarakat Banyuwangi yang menjadikan daun kelor sebagai daun yang
dapat mengusir hal-hal mistis. Maka dari itu, penganekaragaman pangan terhadap
daun kelor perlu ditingkatkan yang dapat dijadikan sebagai sumber gizi pada
produk pangan.
Penambahan tepung daun kelor akan berpengaruh terhadap karakteristik
kimia dan organoleptik aroma, rasa, tekstur produk susu fermentasi (yoghurt)
sehingga perlu dikaji presentase penambahan tepung daun kelor yang paling tepat
sehingga memiliki kualitas fisikokimia yang baik terhadap minuman fermentasi
susu lain selain yoghurt yaitu kefir (Diantoro, 2015).
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dibahas di atas dapat dirumuskan
permasalahan antara lain:
1. Bagaimanakah pengaruh penambahan tepung daun kelor terhadap kualitas
kimia dan hedonik kefir?
2. Berapa konsentrasi terbaik penambahan tepung daun kelor terhadap kualitas
kimia dan hedonik kefir?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh penambahan tepung daun kelor terhadap kualitas kimia
dan hedonik kefir.
2. Mengetahui konsentrasi terbaik penambahan tepung daun kelor terhadap
kualitas kimia dan hedonik kefir.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Menambah wawasan, pengetahuan, maupun keterampilan peneliti pada
pengembangan proses pengolahan susu.
2. Memberikan referensi pengolahan kefir dengan penambahan daun kelor
menjadi produk olahan susu yang kaya akan kandungan gizinya.
3
--Halaman ini sengaja dikosongkan--
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Lemak susu terdapat dalam bentuk globula-globula yang berbeda
ukurannya dan terdispersi secara bebas dalam susu membentuk sistem emulsi.
Diameter globula lemak berukuran 1-10 mikron. Protein susu terdiri dari kasein,
ᵠ-laktalbumin dan, β-laktalglobulin. Dari ketiga ketiga jenis protein tersebut,
kasein merupakan protein terbesar jumlahnya mencapai 80%, maka dari itu kasein
pada susu mempunyai sifat sangat peka terhadap perubahan keasaman sehingga
dengan menurunnya pH susu menyebabkan kasein tidak stabil dan terkoagulasi
menjadi kefir. (Resnawati, 2014). Diantara semua komponen susu yang ada,
laktosa merupakan komponen yang terpenting dalam pembuatan produk
fermentasi, sebagai sumber karbon dan energi bagi mikroorganisme starter (Soyi,
2017).
2.1.2 Kefir
Kefir disebut juga The Campagne of Cultured Milk atau minuman yang
paling bernilai dari berbagai jenis susu fermentasi lainnya. Kefir berasal dari
kawasan Eropa Tenggara, yang dikenal dari Kaukasus, yang terletak antara Laut
Hitam dan Laut Kaspia. Masyarakat bagian utara Pegunungan Kaukasus, yang
umumnya Muslim telah mengkonsumsi kefir sejak berabad-abad dan terbukti
stamina serta kesehatan tubuh mereka terjaga dengan baik. (Safitri, 2013)
Kefir mengandung asam laktat, alkohol dan sedikit CO2 serta susu sebagai
komponen utamanya (Julianto, 2016). Selama proses fermentasi kefir pada
dasarnya, prinsip pembuatan kefir adalah fermentasi laktosa oleh bakteri asam
laktat homofermentatif dan heterofermentatif menjadi asam laktat, asam asetat,
alkohol, dan CO2. Bakteri asam laktat pula akan merombak protein yang ada pada
susu dan menghasilkan asam amino bebas yang banyak. Asam amino ini yang
digunakan oleh bakteri untuk mensintesis selnya.
6
Kefir bermanfaat bagi tubuh selain memperoleh nilai nutrisi yang baik,
kefir juga memberikan manfaat kesehatan yaitu bermanfaat bagi pencernaan
karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri phatogen. Kefir secara umum
mengandung 0.9-1.1% asam laktat, 0.5-1.0% alkohol, dan sedikit karbondioksida.
Adanya asam laktat yang berinteraksi dengan alkohol memberikan rasa yang khas
pada kefir (Safitri, 2013). Cita rasa kefir dapat ditingkatkan atau dapat diinovasi
dengan cara menambahkan gula. Kefir sendiri mempunyai rasa manis, namun
intensitas nya sangat rendah. Sedikit rasa manis ini didapatkan dari kandungan
laktosa yang ada didalam susu (Amanda, 2013). Berikut komposisi kandungan
kimia dari kefir susu sapi.
Tabel 2.2 Komposisi kimia kefir susu sapi
Komponen Komposisi (%)
Protein 3,5
Lemak 1,5
Abu 0,6
Air 89,05
Laktosa 4,5
Ph 4,6
Sumber: Nihayah, 2015.
7
Potensi yang terkandung dalam daun kelor diantaranya adalah tinggi
kandungan protein, ß-karoten, vitamin C, mineral, bahkan kelor mempunyai kadar
protein yang sangat tinggi, 3 kali vitamin C jeruk, 12 kali kalsium serta 2 kali
protein susu. Daun kelor memiliki sumber serat terbaik, kandungan ß-karoten 4
kali lipat lebih besar dari wortel juga terdapat bahan minyak omega 3 dan klorofil
(Zakaria, 2012)
Gambar 2.1 Pohon dan Daun Kelor (Dok Kelorina dan Dok Pribadi, 2018)
Menurut Sahakitpichan (2011) bahwa pemanfaatan daun kelor bisa
dijadikan tepung dan diekstrak. Khusus daun kelor yang dijadikan tepung daun
kelor bertujuan untuk memperlama daya simpan dan juga memudahkan dalam hal
penyimpanan (Nurismanto, 2013) Kandungan nutrisi tepung daun kelor disajikan
pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kandungan nutrisi tepung daun kelor per 100g
Komponen Nutrisi Tepung daun kelor
A. Nutrisi
Kadar air (%) 2.5
Protein (g) 27.1
Lemak (g) 2.3
Karbohidrat (g) 38.2
Serat (g) 19.2
Calori (Kcal/100g) 2003
Calsium (mg) 1324
B. Antinutrisi
Oksalat (%) 0,45
Saponin (%) 1,60
Tanin (%) 21,19
Tripsin (%) 3,00
Sumber: Nihayah & Aminah, 2015.
8
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya landasan teori yang digunakan.
Penelitian terdahulu tersaji pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Penelitian terdahulu
Peneliti, tahun Judul Hasil penelitian Relevansi
Diantoro, 2015 Pengaruh Penambahan Perlakuan lama fermentasi Konsentrasi
Ekstrak Daun Kelor yoghurt dan penambahan ekstrak pemberian daun
(Moringa oleifera L.) daun kelor terbaik, mengalami kelor terhadap
Terhadap Kualitas kenaikan (fisiko kimia) terdapat kualitas fisik dan
Yoghurt pada perlakuan L2P3 (fermentasi kimia menambah
48 jam dan penambahan ekstrak nilai tambah dari
daun kelor 7%) dengan kriteria produk yoghurt.
kadar Protein, 6,53%, kadar
Kalsium, 146,65%, pH, 4,56 dan
viskositas, 37,30.
Rachmawati, Kadar Protein, Ph dan Kadar protein paling tinggi pada Presentase
2015 Jumlah Bakteri Asam yoghurt adalah pada perlakuan pemberian daun
Laktat Yoghurt Susu Sapi K1F2 (penambahan sari daun kelor yang
Dengan Variasi kelor 5% : lama fermentasi 10 bertujuan untuk
Penambahan Sari Daun jam) sebesar 0,870 % sedangkan meningkatkan
Kelor Dan Lama kadar protein terendah adalah kualitas dari susu
Fermentasi Yang Berbeda pada perlakuan K0F1 fermentasi
(penambahan sari daun kelor 0%:
lama fermentasi 8 jam) sebesar
0,179%.
9
--Halaman ini sengaja dikosongkan--
10
BAB 3
METODE PENELITIAN
11
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan Penelitian yang akan dilakukan menggunakan Rancang Acak
Lengkap (RAL) pola non faktorial dengan empat perlakuan, masing-masing
perlakuan terdiri dari 3 ulangan sehingga diperoleh 12 kali ulangan atau 12 unit
percobaan.
12
3.4 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran ini menjelaskan secara garis besar alur proses
penelitian. Kerangka pemikiran dibuat berdasarkan pernyataan penelitian
disajikan pada Gambar 3.1.
Pemenuhan Kebutuhan
Gizi
13
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Data analisis nilai pH, total asam tertitrasi (TAT), kadar
alkohol dan kadar protein. Apabila terdapat perbedaan yang nyata antara
perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT/Polynomial. Model Matematik menurut
Sudibya (2013).
Yij = µ+αi+€ij
Yij = Nilai yang diamati (Respon terhadap perlakuan ke-i pada ulangan ke-j)
µ = Nilai tengah respon (Nilai rataan)
αi = Pengaruh perlakuan ke-I (i=1….t)
€ij = Pengaruh eror dari perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
14
b. Proses Blanching, Pengeringan dan Penghalusan.
Daun kelor yang sudah di sortir sehingga diperoleh daun kelor yang
berkualitas maka langsung bisa dikukus (blanching) dengan suhu 600C
selama 5 menit. Setelah dilakukan blanching susun rapi daun kelor pada rak
oven kemudian keringkan dengan suhu ± 40oC dengan lama pengovenan 3
X 24 jam (Zakaria, 2015). Setelah daun kelor kering, kemudian dihaluskan
dengan menggunakan blender, lalu diayak.
2. Persiapan Alat
Alat yang digunakan harus terlebih dahulu disterilisasi agar tidak terjadi
kontaminasi pada saat proses fermentasi dapat berjalan dengan baik dan lancar.
3. Pelaksanaan Penelitian
Pasteurisasi susu sapi masing-masing dibagi 400 ml didalam 4
wadah/panci yang berbeda. Pasteurisasi dalam 4 panci yang nantinya dalam setiap
panci akan ditambahkan susu dan juga konsentrasi tepung daun kelor (Moringa
oleifera) mulai dari konsentrasi 0%, 0.5%, 1%, dan 1.5%. Pasteurisasi dilakukan
pada suhu 60 – 78 ºC selama ± 15 menit menggunakan metode steam (dua panci).
Kemudian setelah selesai, dinginkan susu dengan suhu 35-400C. Setelah mencapai
suhu tersebut inokulasi susu dengan grains kefir sebanyak 5%, lalu inkubasi
selama 24 jam. Kemudian jika sudah mencapai 24 jam, saring pisahkan antara
kefir grains dan juga cairannya. Pengujian pH, total asam tertitrasi, kadar alkohol
dan kadar protein akan dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan Politeknik
Negeri Jember. Sedangkan uji hedonik dilakukan di Laboratorium Teknologi
Pengolahan Hasil Ternak Politeknik Negeri Banyuwangi.
15
Berikut flowchart sederhana pembuatan kefir dengan penambahan tepung
daun kelor:
Susu Sapi
Penambahan
Tepung Daun Pasteurisasi 700C
Kelor
Pendinginan 25 - 350C
Inkubasi 24 Jam
Cairan kefir
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Kefir dengan penambahan tepung daun kelor
………………(Moringa oleifera) (Fatma, 2016).
16
3.7 Parameter Penelitian
3.7.1 Total Asam Tertitrasi
Pengukuran total asam tertitrasi dilakukan dengan prinsip alkalimetri atau
titrasi asam oleh basa. Sampel yang akan diukur keasamannya diambil sekitar
±2gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer diencerkan dengan aquades
100 ml diambil sekitar 25 ml menggunakan pipet volume dimasukkan ke dalam
erlenmeyer lainnya. Sampel ditambah dengan indikator fenolftalein 1% sekitar 2-
3 tetes sebelum dititrasi dengan NaOH 0,1 N Standar Titrasi dihentikan tepat saat
larutan sampel berubah warna menjadi warna merah muda (Megama, 2016). Total
asam yang tertitrasi dianggap sebagai total asam laktat yang terkandung dalam
sampel. Perhitungannya didapat berdasarkan rumus berikut:
Total asam (%) = 𝐦𝐥 𝐍𝐚𝐎𝐇 ×𝐍 𝐍𝐚𝐎𝐇 × 𝐆𝐫𝐞𝐤 × 𝐅𝐏
X 100%
W X 1000
Keterangan :
W = Berat bahan (gram)
N = Normalitas larutan NaOH ( 0,1 N)
Grek = Gram ekivalen asam laktat (30)
ml NaOH = Volume larutan NaOH (ml)
FP = Faktor pengenceran (10)
3.7.2 Uji pH
Pengukuran pH kefir diukur pada suhu ruang menggunakan pH meter,
pengujian ini berpedoman pada Standar Nasional Indonesia ( SNI 2981, 2009).
Pengukuran pH dilakukan dengan cara dikalibrasi dengan larutan buffer komersial
pada pH 4 dan 7. Proses kalibrasi dimulai dengan cara elektroda dicelupkan dalam
larutan sampel, selanjutnya elektroda dibiarkan tercelup 2-3 menit sampai
diperoleh pembacaan angka digital stabil, kemudian dicatat pH sampel.
17
3.7.4 Uji Kadar Protein
Pengujian kandungan protein dilakukan untuk mengetahui kandungan
protein perlakuan pemberian konsentrasi terbaik pada kombinasi kefir dengan
tepung daun kelor. Pengujian kandungan protein dilakukan di Laboratorium
Analisis Pangan Politeknik Negeri Jember. Penentuan kadar protein menggunakan
metode semimikro Kjeldahl (N x 6,38) (AOAC, 2005). Masukkan 0,1 – 0,2 gram
sampel ke dalam labu Kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 1 gram K2SO4, 40 mg
HgO, dan 3,5 ml H2SO4 pekat. Sempel didestruksi sampai cairan berwarna
jernih, kemudian didinginkan. Larutan sampel hasil destruksi dibilas dengan
akuades dan tambahkan 8 ml larutan NaOH-Na2S2O3 dicuci 5 kali menggunakan
atau aquades, didestilasi kembali. Tampung hasil destilasi dalam erlenmeyer 125
ml yang berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator. Titrasi hasil destilasi tersebut
dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu.
%N = (𝐦𝐥 HCl – ml blanko) × 𝐍 HCl × 14,007)
X 100%
Mg sampel
% Protein = %N x Faktor konversi (6,38)
Keterangan :
% N……….= kandungan nitrogen pada sampel (%)
% Protein…= kadar protein per bahan basah (%)
18
b. Uji cicip dasar
Tahapan uji ini berfungsi untuk mengetahui letak pencicip dasar
berdasarkan kepekaannya (manis, asin, asam, pahit, dan gurih ) pada lidah panelis
(Soekarto, 1985). Selain itu uji ini bertujuan melatih tingkat dasar kepekaan
panelis dari bawah.
c. Uji segitiga.
Uji ini masuk kedalam uji terakhir dalam penentuan panelis semi terlatih,
bisa dikatakan sudah memasuki tahap pemilihan panelis. Uji ini bertujuan pula
untuk mengetahui kemampuan seseorang, dengan uji ini diharapkan depat
terjaring informasi mengenai kepekaan lebih dalam lagi dan pengetahuan
mengenai komoditi bahan yang diujikan.
d. Uji Hedonik
Setelah didapatkan panelis semi terlatih maka produk bisa langsung
diujikan dengan uji hedonik. Uji ini dilakukan untuk memberikan nilai pada
produk melewati beberapa parameter yang diujikan yakni rasa, aroma dan tekstur.
Penilaian dalam uji hedonik ini bersifat spontan, pada saat mencoba
produk langsung akan memberikan penilaian (Raharjo, 2001).
19
--Halaman ini sengaja dikosongkan--
20
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
Naiknya kandungan protein dalam kefir, erat hubungannya dengan kadar
protein pada bahan tambahan yakni tepung daun kelor. Zakaria (2012)
mengatakan bahwa dalam 100 gr tepung daun kelor memiliki kandungan protein
sebesar 28,25%. Lebih lanjut hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
(Diantoro, 2012) yang menyatakan bahwa penambahan daun kelor dapat
meningkatkan jumlah protein pada fermentasi yogurt. Penelitian kefir kombinasi
tepung daun kelor mulai kosentrasi 0,5% sampai 1,5% memepunyai kandungan
protein antara 3,67-3,85, hal ini sesuai dengan standar protein kefir sebesar 2,7%
oleh CODEX STAN 234-2004 bahkan melebihi standar yang sudah ditetapkan.
Antibakteri pada tepung kelor tidak mempengaruhi bertambahnya jumlah
protein pada kefir. Menurut Fuglie (2001) bahwa daun kelor mengandung saponin
dan tanin yang memberikan daya hambat terhadap aktivitas bakteri. Proses
pencucian, pemanasan dan fermentasi dapat mengurangi kandungan antibakteri
pada tepung daun kelor. Konsentrasi penambahan perlakuan kelor yang rendah,
membuat kemampuan bakteri dalam produk fermentasi masih mampu untuk
beraktifitas (Nazzaro, 2013). Kandungan protein yang terdapat di kefir tersebut,
dapat dilihat dari grafik dibawah ini:
22
Pada uji polinomial untuk mencari perlakuan terbaik penambahan tepung
daun kelor terhadap jumlah protein didapatkan respon yang positif linier (Gambar
4.1) dengan persamaan Yprotein : 3,38+0,13X dengan nilai koefisien determina 0.86
sesuai pada gambar diatas. Gambar grafik tersebut menunjukan bahwa
penambahan tepung daun kelor ke dalam kefir berkorelasi positif terhadap jumlah
protein. (Lampiran 16). Protein mengalami peningkatan rata-rata 0,13% pada kefir
ketika ditambahkan tepung daun kelor akan tetapi pada penelitian ini titik optimal
dari penambahan kombinasi tersebut terletak pada P2 dimana kadar protein
meningkat tetapi tidak menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap produk.
23
Kandungan alkohol dalam produk fermentasi kefir juga dipengaruhi oleh
nilai pH. Khamir dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik pada pH 4,4 –
4,6 (Zaini, 2016). Hasil fermentasi kefir yang dikombinasikan dengan tepung
daun kelor diperoleh kadar alkohol rata-rata 1,00% - 1,79% menunjukkan bahwa
produk masih dalam kualitas baik dan layak konsumsi.
Pada uji polinomial untuk mencari perlakuan terbaik penambahan tepung
daun kelor terhadap jumlah nilai pH didapatkan respon yang negatif linier dengan
persamaan Yalkohol : 2,09-0,08*x dengan nilai koefisien determina 0.91 sesuai pada
gambar dibawah ini. Gambar tersebut menunjukkan bahwa penambahan tepung
daun kelor ke dalam kefir berkorelasi negatif terhadap kadar alkohol kefir.
(Lampiran 16). Kadar alkohol mengalami penurunan rata-rata 0,08% pada kefir
ketika ditambahkan tepung daun kelor akan tetapi pada penelitian ini titik optimal
dari penambahan kombinasi tersebut terletak pada P2 dengan grafik kadar alkohol
yang tidak terlalu jauh dengan perlakuan kefir kontrol.
24
4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap pH
Tabel 4.1 penambahan tepung daun kelor P2 (0,5%), P3 (1%) dan 1,5%
(P4) berpengaruh sangat nyata (P<0.01) meningkatkan nilai pH dibandingkan
dengan P1 (kontrol). Dalam penelitian rata-rata nilai pH bertambah sebesar 0,65%
pada perlakuan (P4), Semakin tinggi konsentrasi penambahan tepung maka akan
semakin bertambah pula nilai pH dalam kefir. Pada perlakuan P3 (1%) tidak
mengalami peningkatan nilai pH yang signifikan, diduga aktivitas bakteri pada
grains kefir perlakuan P3 sangat kuat salah satunya dalam menguraikan laktosa
susu yang menjadi sumber dari turunnya nilai pH dan meningkatnya total asam
pada produk. Menurut (Sawitri, 2011) bahwa kualitas grains kefir akan
mempengaruhi struktur kimia kefir maupun struktur fisiknya.
Berdasarkan penelitian Agustie dan Ratno (2013) tentang uji aktivitas
antibakteri serbuk daun kelor (Moringa oleifera) mengungkapkan bahwa
antibakteri serbuk daun kelor (Moringa oleifera) dapat menghambat pertumbuhan
beberapa bakteri pendukung yang ada didalam pengolahan kefir. Menurut Bukar
dkk (2010) daun kelor juga mempunyai senyawa aktif yang berperan sebagai
antibakteri. Fuglie (2001) juga menyatakan bahwa daun kelor (Moringa oleifera)
mengandung saponin dan tanin yang memberikan daya hambat terhadap aktivitas
bakteri. Nilai pH yang terdapat pada produk masih dalam standard pH susu
fermentasi. Kualitas susu fermentasi berdasarkan pH yang baik menurut Astutu,
(2003) adalah 3,8-4,4. Semakin tinggi penambahan tepung daun kelor maka
semakin tinggi pula nilai pH yang terdapat pada kefir tersebut. Dapat dilihat dari
grafik dibawah ini.
25
Pada uji polinomial untuk mencari perlakuan terbaik penambahan tepung
daun kelor terhadap jumlah nilai pH didapatkan respon yang positif linier dengan
persamaan YpH : 3,35+0,2*x dengan nilai koefisien determina 0.60 sesuai pada
gambar 4.3. Gambar tersebut menunjukan bahwa penambahan tepung daun kelor
ke dalam kefir berkorelasi positif terhadap jumlah nilai pH. (Lampiran 16). Nilai
pH mengalami peningkatan rata-rata 0,2% pada kefir ketika ditambahkan tepung
daun kelor akan tetapi pada penelitian ini titik optimal dari penambahan
kombinasi tersebut terletak pada P2 dengan grafik nilai pH yang tidak terlalu jauh
dengan perlakuan kefir kontrol.
26
Adanya aktivitas antibakteri daun kelor yang dijadikan tepung juga
menyebabkan kerja bakteri asam laktat dalam menguraikan laktosa terhambat,
sehingga hasil akhir yakni berupa total asam juga berkurang. Menurut Ide (2008),
kefir memiliki nilai keasaman berkisar 0,85% hingga 1%.
Pada uji polinomial untuk mencari perlakuan terbaik penambahan tepung
daun kelor terhadap jumlah nilai TAT didapatkan respon yang negatif linier
dengan persamaan YTAT : 1,27-0,17X dengan nilai koefisien determina 0.41.
(Lampiran 16). Nilai TAT mengalami penurunan rata-rata 0,17% pada kefir ketika
ditambahkan tepung daun kelor akan tetapi pada penelitian ini titik optimal dari
penambahan kombinasi tersebut terletak pada P2 dengan grafik nilai TAT yang
tidak terlalu jauh dengan perlakuan kefir kontrol.
27
4.5 Kualitas Hedonik Kefir Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera)
Uji hedonik merupakan teknik untuk mengetahui tingkat kesukaan dan
daya penerimaan panelis atau konsumen terhadap produk, dalam hal ini produk
yang diujikan adalah kefir dengan kombinasi penambahan tepung daun kelor
(Moringa oleifera). Uji hedonik dalam penelitian ini meliputi beberapa parameter
diantaranya tekstur, aroma dan rasa.
Hasil uji hedonik didapatkan hasil bahwa kesukaan dan penerimaan
konsumen tertinggi diperoleh dari perlakuan pertama (kontrol) dan penerimaan
terendah diperoleh dari perlakuan keempat yakni dengan konsentrasi penambahan
tepung daun kelor (Moringa oleifera) sebanyak (1,5%). Hasil lebih lengkap dari
uji hedonik terhadap produk kefir tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Rataan Uji Hedonik Kefir dengan Penambahan Tepung Daun Kelor
Variabel Perlakuan
P1 P2 P3 P4
4.5.1 Tekstur
Hasil analisis menunjukkan konsentrasi kombinasi kefir dengan tepung
daun kelor (Moringa oleifera) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat
kesukaan panelis pada tekstur kefir. Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa P1
memiliki tingkat kesukaan panelis tertinggi, dibandingkan dengan dengan
perlakuan P2 (0,5%), P3 (1%), dan P4 (1,5%). Untuk perlakuan P1 (Kontrol) oleh
panelis diberikan penilaian 3 s/d 6 dengan keterangan untuk nilai 3 agak suka, 4
suka, 5 lebih suka, dan 6 sangat suka.
28
Jika dibandingkan dengan perlakuan P2 (0,5%), P3 (1%), dan P4 (1,5%)
panelis memberikan penilaian 1 s/d 2 dengan keterangan 1 sangat tidak suka, dan
2 tidak suka. Perlakuan P2 (0,5%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1
(Kontrol) yakni dari semua perlakuan P2 (0,5%), P3 (1%), dan P4 (1,5%),
perlakuan P2 (0,5%) memiliki nilai sensori yang paling tinggi.
Panelis memberikan penilaian berdasarkan kebiasaan panelis melihat
penampakan kefir yakni salah satunya adalah melalui teksturnya dimana tekstur
kefir memiliki tekstur yang kental. Menurut (Fatma, 2016) penambahan tepung
daun kelor (Moringa oleifera) berpengaruh nyata menurunkan tingkat kesukaan
panelis terhadap fermentasi susu (yoghurt) dengan nilai kontrol mencapai 18.71
hingga perlakuan P4 (2% tepung daun kelor) memiliki nilai 9.18.
4.5.2 Aroma
Dari data rata-rata hasil pengujian uji hedonik pada tabel 4.2 yaitu P1
(Kontrol) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2 (0,5%), P3 (1%),
P4 (1,5%). Hasil penelitian pembuatan kefir dengan kombinasi tepung daun kelor
(Moringa oleifera) P2 (0,5%), P3 (1%), P4 (1,5%) menurunkan tingkat kesukaan
panelis.
Hasil analisa menunjukkan berbagai konsentrasi kombinasi kefir dan
tepung daun kelor berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat kesukaan
panelis pada aroma kefir. Panelis lebih tidak menyukai kefir dengan perlakuan
penambahan tepung daun kelor (Moringa oleifera). Diduga aroma yang khas pada
kefir yakni asam dan segar berganti dengan aroma langu yang diperoleh dari
aroma tepung daun kelor yang ditambahkan. Menurut (Wahyuni, 2016) aroma
langu pada kelor dapat menurunkan tingkat kesukaan aroma pada beras mocaf.
4.5.3 Rasa
Hasil uji hedonik rasa pada kefir dengan penambahan tepung daun kelor
(Moringa oleifera) menunjukkan P1 (Kontrol) sampel yang paling disukai oleh
panelis dibandingkan dengan kefir dengan penambahan tepung daun kelor P2
(0,5%), P3 (1%), P4 (1,5%) panelis lebih tidak menyukai dan cenderung sangat
tidak suka.
29
Hasil analisa menunjukkan berbagai konsentrasi kombinasi kefir dan
tepung daun kelor berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat kesukaan
panelis pada rasa kefir. Pada penelitian ini perlakuan P1 (Kontrol) memiliki rata -
rata penilaian dari panelis dengan nilai paling tinggi. Hal ini disebabkan kefir
dengan kombinasi tepung daun kelor telah merubah cita rasa khas dari kefir
dimana cita rasa khas dari kefir yang merupakan asam menjadi kurang asam
akibat adanya aktivitas antibakteri didalam tepung daun kelor yang dapat
menghambat kinerja dari bakteri asam laktat untuk menghasilkan cita rasa yang
asam pada kefir. Hasil penelitian ini didukung dengan pendapat (Fatma, 2016)
yang menyatakan bahwa yoghurt dengan penambahan tepung daun kelor setiap
penambahan konsentrasinya memiliki nilai sensoris yang semakin menurun.
4.5.4 Keseluruhan
Hasil uji sensori secara deskriptif yang disajikan pada tabel 4.2
menunjukkan bahwa kefir dengan tanpa kombinasi dengan tepung daun kelor
(Moringa oleifera) disukai oleh panelis dari parameter tekstur, aroma dan rasa
adalah kefir yang mempunyai deskripsi tekstur kental serta solid, aroma khas kefir
dan rasa yang segar dan sedikit masam. Sedangkan untuk kefir kombinasi dengan
tepung daun kelor (Moringa oleifera) dari parameter tekstur, aroma dan rasa
panelis memilih untuk tidak menyukai. Deskripsi tekstur kental serta solid, aroma
khas kefir dan rasa yang segar dan sedikit masam, tidak terdapat pada seluruh
perlakuan yang diberikan. Rata-rata panelis pada kefir yang diberikan perlakuan
memberikan penilaian tidak suka sampai dengan sangat tidak suka. Untuk
mengetahui atribut mutu yang paling berperan terhadap kesukaan panelis dapat
diketahui dari gambar spider web yang disajikan pada Gambar 4.5.
30
P1
5
4
3
2
1 Tekstur
P4 0 P2 Aroma
Rasa
Keseluruhan
P3
31
4.6 Pembahasan Umum
Kefir adalah susu yang difermentasi oleh sejumlah mikroba, yaitu bakteri
penghasil asam laktat (BAL), bakteri penghasil asam asetat, dan khamir. Kefir
dibuat melalui proses fermentasi menggunakan mikroba bakteria dan yeast
(Winarno, 2007). Daun kelor tinggi kandungan protein, ß-karoten, vitamin C,
mineral, bahkan kelor mempunyai kadar protein yang sangat tinggi, 3 kali vitamin
C jeruk, 12 kali kalsium serta 2 kali protein susu. (Zakaria, 2012).
Pengaruh kombinasi kefir dengan tepung daun kelor sangat nyata
meningkatkan kandungan protein pada kefir. Sesuai dengan hasil penelitian
(Diantoro, 2015) menyatakan bahwa penambahan daun kelor dapat meningkatkan
jumlah protein pada susu fermentasi. Salah fungsi protein adalah pertahanan
tubuh, biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat
mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk kedalam
tubuh seperti virus, bakteri, dan sel-sel asing lain. (Laili, 2013). Penambahan
tepung daun kelor berpengaruh sangat nyata (P<0,01) meningkatkan nilai pH
dibandingkan dengan P1 (kontrol). Dalam penelitian rata-rata nilai pH bertambah
sebesar 0,65% pada perlakuan (P4). Semakin tinggi konsentrasi penambahan
tepung maka akan semakin bertambah pula nilai pH dalam kefir. Nilai pH yang
terdapat pada produk masih dalam standard pH susu fermentasi. Kualitas susu
fermentasi berdasarkan pH yang baik menurut Astutu, (2003) adalah 3,8-4,4.
Tepung daun kelor dapat menurunkan kandungan asam laktat dan kadar
alkohol dalam produk penelitian. Berdasarkan penelitian Agustie dan Ratno
(2013) tentang uji aktivitas antibakteri serbuk daun kelor (Moringa oleifera)
mengungkapkan bahwa antibakteri serbuk daun kelor (Moringa oleifera) dapat
menghambat pertumbuhan beberapa bakteri pendukung yang ada didalam
pengolahan kefir, khususnya bakteri asam laktat (BAL). Fuglie (2001) juga
menyatakan bahwa daun kelor (Moringa oleifera) mengandung saponin dan tanin
yang memberikan daya hambat terhadap aktivitas bakteri.
Penerimaan panelis terbanyak terhadap produk penelitian terdapat pada
kefir kombinasi tepung daun kelor dengan konsentrasi 0,5% dimana dari seluruh
parameter yang diujikan rasa, aroma, dan tekstur memiliki nilai hampir mendekati
nilai yang panelis berikan untuk perlakuan P1 (kefir murni).
32
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai kefir dengan
penambahan tepung daun kelor (Moringa oleifera) terhadap pH, total asam
tertitrasi (TAT), kadar alkohol dan kadar protein dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Penambahan tepung daun kelor (Moringa oleifera) berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap total asam tertitrasi, kadar alkohol, kadar protein, dan pH
semakin banyak penambahan tepung daun kelor (Moringa oleifera) maka
dapat meningkatkan kadar protein, meningkatkan nilai pH, menurunkan kadar
total asam tertitrasi, dan semakin menurunkan kandungan alkohol pada
produk.
2. Konsentrasi terbaik penambahan tepung daun kelor (Moringa oleifera) pada
uji kimia dengan parameter total asam tertitrasi, kadar alkohol, kadar protein,
dan pH diperoleh dari perlakuan P4 (1,5%) sedangkan konsentrasi terbaik
penambahan tepung daun kelor (Moringa oleifera) pada uji hedonik dengan
parameter tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan diperoleh dari perlakuan P2
(0,5%).
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dapat diambil beberapa
saran, diantaranya:
1. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai cara untuk menghilangkan ciri
khas aroma langu maupun rasa pahit pada daun kelor yang ditambahkan pada
kefir.
2. Perlu adanya pengujian lanjutan terhadap total bakteri asam laktat kefir
karena pada tepung daun kelor sendiri mempunyai kandungan antibakteri.
33
--Halaman ini sengaja dikosongkan--
34
DAFTAR PUSTAKA
Agustie, A.W.D. dan Ratno A.S. 2013. Uji Aktivitas Antibakteri serbuk Daun
Kelor (Moringa oleifera) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus.
Jurnal Biomedika, 6 (2): 14-19.
Amanda, 2013. Karakteristik Fisik, Kimia, dan Mikrobiologis Kefir Susu
Kambing dengan Penambahan Jenis dan Konsentrasi Gula yang
Berbeda. J. Aplikasi Teknologi Pangan. 2(3):1-5
Aminah, Syarifah, 2015. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman Kelor
(Moringa oleifera). J. Buletin Pertanian Perkotaan. 2(5):1-9
Anindita dan Soyi, 2017. Pengawasan Kualitas Pangan Hewani melalui Pengujian
Kualitas Susu Sapi yang Beredar di Kota Yogyakarta. Jurnal
Peternakan Indonesia. 19(2):93-102.
Buckle, K.A., Dan R.A. Edwards. 1987. Ilmu pangan. Cetakan kedua. Universitas
Indonesia, Jakarta.
CODEX. 2003. Codex Standard for Fermented Milks: Codex STAN 243.
FAO/WHO Food Standards; Codex Alimentarius Commision.
Eckles, C. H. 1990. Milk and milk product. Tata Mc Graw Hill Publishing
Company. Ltd. Bombay.
Diantoro, A. 2015. Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Kelor (Moringa
Oleifera) Terhadap Kualitas Yoghurt. J. Teknologi Pangan. 6(2):01-
11.
Fatma, A.M. 2016. Pemanfaatan Tepung Daun Kelor (Moringa Oleifera) Dalam
Produksi Yoghurt. J. International of Dairy Science. 11(2):69-74.
Fuglie, L. J. 2001. The Miracle Tree Moringa oleifera Natural Nutrition for the
Tropics. J. Church World Service. Dakar, Senegal.
Ide, P.2008. Health Secret of Kefir, Menguak Keajaiban Susu Asam untuk
Penyembuhan Berbagai Penyakit. PT. Elex Media Kompotindo,
Jakarta
Julianto B. 2016. Karakteristik Kimia dan Mikrobiologi Kefir Susu Sapi dengan
Penambahan Susu Kedelai. J. Jom Faperta. 3(1):05-10
Kumala, 2016. Potensi Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) sebagai
Hepatoprotektor pada Tikus Putih (Rattus Novergicus) yang
Diinduksi Parasetamol Dosis Toksis. Jurnal Ilmu Kedokteran.
5(1):58-66.
Maitimu,C,V, Anang,M, 2012. Parameter Keasaman Susu Pasteurisasi dengan
Penambahan Ekstrak Daun Aileru (wrightia caligria). J. Aplikasi
Teknologi Pangan. 01(1):07-11.
Mamentu, K. A. 2010. Analisi mutu sensoris dan kimia biskuit balita yang dibuat
dari campuran tepung Mocaf (Modified Casavva Flour) dan wortel
(Daucus Carota). Jurnal Teknologi Pangan. 1(2): 1-9.
Megama, O.P. 2016. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Total Asam
Tertitrasi, pH Dan Karakteristik Tempoyak Menggunakan Starter
Basah Lactobacillus casei [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas
Sanata Dharma.
Nazzaro, F. 2013. Effect of Essential Oils on Pathogenic Bacteria. J.
Pharmaceuticals. 6 : 1451-1474.
35
Nihayah, 2015. Pengaruh Konsentrasi Starter terhadap Kualitas Kefir Susu Sapi
dan Pemanfaatannya sebagai Penurun Kadar Kolesterol Darah
Mencit (Mus Musculus). [Skripsi]. Malang: Universitas Islam Negeri
Malang.
Nurismanto R. 2013. Aktivitas Antioksidan Komponen Fungsional Tepung Daun
Kelor (Moringa oleifera). J. Teknologi Pangan. 2(3):01-12.
Prasetyo, H., 2010. Pengaruh penggunaan starter yoghurt pada level tertentu
terhadap karakteristik yoghurt yang dihasilkan. [Skripsi]. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Prastiani, D. 2015. Kadar protein dan organoleptik yoghurt jagung dengan
penambahan konsentrasi starter dan madu yang berbeda [skripsi].
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Raharjo, 2001. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Aksara. Jakarta
Resnawati, Hesti, 2014. Kualitas Susu pada Berbagai Pengolahan dan
Penyimpanan. J. Balai Penelitian Ternak. 8(7):497-502.
Safitri, M. F dan A. Swarastuti. 2013. Kualitas Kefir Berdasarkan Konsentrasi
Kefir grains. J. Aplikasi Teknologi Pangan. 2(2):10-20.
Saleh, Eniza. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. J. Produksi
Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 8(2):1-24.
Setyaningsih, Dwi. 2010.Analisis sensori untuk industry pangan dan agro. IPB
Press. Bogor.
Sudibya. 2013. Metodologi Penelitian Peternakan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Sunarlim. 2008. Kombinasi lactobacillus plantarum dengan lactobacillus
Bulgaricus dan streptococcus thermophilus terhadap mutu Susu
fermentasi selama penyimpanan. J. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian 9(8): 1-5.
Standarisasi Nasional Indonesia (SNI). 2006. SNI 01-2346-2006 Petunjuk
Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Jakarta (ID): Badan
Standarisasi Nasional (BSN).
Wahyuni. R. 2016. Pengaruh Penambahan Konsentrat Protein Daun Kelor
terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Beras Mocaf. J.
Fakultas Pertanian, Universitas Yudharta Pasuruan 6(8): 167-168.
Wardyaningrum, D. 2011. Tingkat Kognisi Tentang Konsumsi Susu Pada Ibu
Peternak Sapi Perah Lembang Jawa Barat. J. Al-Azhar Indonesia
Seri Pranata Sosial. 1(1):19-26 .
Winarno dan Ivone. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. M.BRIO Press.
Bogor.
Yulianti, R. 2008. Pembuatan Minuman Jeli Daun Kelor (Moringa Oleifera)
sebagai Sumber vitamin C dan ß-Karoten. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Zakaria, dan Yudar, 2009. Pengaruh Jenis Susu dan Persentase Starter yang Berbeda
terhadap Kualitas Kefir. Jurnal Susu.1(9):26-30.
Zakaria, Tamrin, A, Sirajuddin, dan Hartono, R, (2012), Penambahan Tepung Daun Kelor
Pada Menu Makanan Sehari-hari Dalam Upaya Penanggulangan Gizi
Kurang Pada Anak Balita. J. Media Gizi Pangan. Vol XIII. Edisi 1:
Makasar.
Zakaria. 2015. Pengaruh Perlakuan Blanching Terhadap Kadar β-Karoten pada
Pembuatan Tepung Daun Kelor. J. Media Pangan Gizi. 1(19):2-6
36
Lampiran 1. Flow Chart pembuatan tepung daun kelor (Moringa oleifera)
Daun Kelor
Dicuci, Dibersihkan
Di Blanching 600C 5 Menit
dan Disortir
10 mL kefir kelor
Diencerkan dengan
Elmeyer aquades 250 mL
Ditambah 2 tetes
Diambil 25 mL indicator PP
Dititrasi dengan
NaOH 0,1N
Sampai terjadi
warna merah muda
37
Lampiran 3. Kadar Protein
250 ml kefir kelor
Didestilasi
Destilat
38
Lampiran 4. Kadar Alkohol
100 mL sampel
Labu destilasi
Destilat
Wadah Penampung
39
Lampiran 5. Proses kalibrasi pH Meter
40
Lampiran 6. Tabel quisioner penjaringan panelis
NIM
Nama Lengkap
Semester / Tahun Akademik /
Umur
Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki
Alamat Asal
Telepon
KUISIONER
Apakah anda berminat untuk bergabung dalam kegiatan sensori pada penelitian ini?
Sedikit berminat Berminat Tidak berminat Sangat tidak berminat
Apakah anda memiliki penyakit alergi pada susu?
Ya Tidak
Apakah anda menyukai asam?
Sedikit suka Suka Tidak suka Sangat tidak suka
Apakah anda menyukai yogurt?
Sedikit suka Suka Tidak suka Sangat tidak suka
Apakah anda memiliki gangguan panca indra?
Ya Tidak
Apakah anda perokok?
Ya Tidak
41
Lampiran 7. Tabel quisioner identifikasi rasa dasar panelis
NIM
Nama
Nomor Telepon
Tanggal
Sampel Larutan rasa dasar
Kriteria Rasa
Instruksi
Lakukan pencicipan sampel larutan yang ada di hadapan anda satu per satu
secara berurutan dari kiri ke kanan. Ambil satu sendok sampel larutan, tempatkan
pada sendok pencicip, dan masukkan ke dalam mulut Anda (ke atas lidah).
Rasakan selama 5 detik, kemudian telan.
Tulis kode sampel yang tertera di wadah sampel dan deskripsikan rasa yang
teridentifikasi pada tabel yang tersedia di bawah ini. Setelah mencicipi satu
sampel, netralkan lidah dengan meminum air tawar dan beri jeda selama 30 detik
sebelum memulai pencicipan pada sampel berikutnya.
Kode Sampel Deskripsi Rasa
111
324
235
442
157
NB: Deskripsi rasa yang diisikan pada kolom sesuai dengan rasa yang dirasakan oleh panelis
42
Lampiran 8. Tabel quisioner uji segitiga penjaringan panelis
NIM
Nama
Kelas
Nomor Telepon
Instruksi
Di hadapan Anda terdapat 2 set sampel dimana pada setiap set sampel
terdapat dua sampel yang sama dan satu sampel berbeda. Cicipi sampel secara
berurut dari kiri ke kanan dengan cara mengambil sampel larutan menggunakan
sendok sampel dan meletakkannya pada sendok pencicip untuk selanjutnya
dilakukan pengujian. Pencicipan dimulai dari kiri ke kanan. Pencicipan hanya
diperbolehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan.
Identifikasi sampel mana yang BERBEDA dengan menuliskan kode sampel yang
berbeda pada tabel di bawah ini.
43
Lampiran 9. Tabel quisioner uji hedonik
Nama panelis :
TTD
Umur :
Jenis kelamin :
Instruksi
1. Sampel dipersilakan untuk dicicipi.
2. Pada kolom kode sampel silakan berikan penilaian Anda dengan cara
memasukkan nomor (lihat keterangan yang ada di bawah tabel) berdasarkan
tingkat kesukaan.
3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setelah selesai mencicipi
satu sampel.
4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel.
5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam Formulir kuesioner yang telah
disediakan.
Parameter
Kode
Tekstur Aroma Rasa
P1
P2
P3
P4
Keterangan:
Sangat sangat suka :7
Sangat suka :6
Lebih suka :5
Suka :4
Agak suka :3
Tidak suka :2
Sangat tidak suka :1
Komentar:
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
44
Lampiran 10. Tabel sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut DMRT.
(Protein)
Duncana
perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
1.00 3 3.4700
2.00 3 3.6700
3.00 3 3.7900
4.00 3 3.8533
Sig. 1.000 1.000 .193
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
45
Lampiran 11. Tabel sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut DMRT (Lanjutan).
(pH)
Duncana
perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
1.00 3 3.6033
3.00 3 3.6600 3.6600
2.00 3 3.8000
4.00 3 4.3000
Sig. .450 .085 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
1 2
4.00 3 .4293
2.00 3 .8887
3.00 3 1.0394
1.00 3 1.0405
(Kadar Alkohol)
Duncana
perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
4.00 3 1.7867
3.00 3 1.8133
2.00 3 1.9100
1.00 3 2.0300
Sig. .081 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
46
Lampiran 12. Tabel analisa uji hedonik
(Tekstur)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: TEKSTUR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
TEKSTUR
Duncana,b
Perlakuan N Subset
1 2 3
Kontrol 50 4.3800
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean
Square(Error) = ,660.
b. Alpha = ,05.
47
Lampiran 13. Tabel analisa uji hedonik (Lanjutan)
(Aroma)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: AROMA
Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 272.040a 52 5.232 7.485 .000
Intercept 1579.220 1 1579.220 2259.542 .000
Perlakuan 139.260 3 46.420 66.418 .000
Panelis 132.780 49 2.710 3.877 .000
Error 102.740 147 .699
Total 1954.000 200
Corrected Total 374.780 199
a. R Squared = ,726 (Adjusted R Squared = ,629)
AROMA
Duncana,b
Perlakuan N Subset
1 2 3
1.5 % Tepung daun kelor 50 2.0000
1 % Tepung daun kelor 50 2.4000
0,5% Tepung daun kelor 50 2.6400
Kontrol 50 4.2000
Sig. 1.000 .153 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean
Square(Error) = ,699.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50,000.
b. Alpha = ,05.
48
Lampiran 14. Tabel analisa uji organoleptik (Lanjutan)
(Rasa)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: RASA
Source Type III Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 221.500a 52 4.260 6.784 .000
Intercept 1147.205 1 1147.205 1827.175 .000
Perlakuan 130.455 3 43.485 69.259 .000
Panelis 91.045 49 1.858 2.959 .000
Error 92.295 147 .628
Total 1461.000 200
Corrected Total 313.795 199
a. R Squared = ,706 (Adjusted R Squared = ,602)
RASA
Duncana,b
Perlakuan N Subset
1 2 3
1.5 % Tepung daun kelor 50 1.7400
1 % Tepung daun kelor 50 1.8600
0,5% Tepung daun kelor 50 2.2200
Kontrol 50 3.7600
Sig. .450 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean
Square(Error) = ,628.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50,000.
b. Alpha = ,05.
49
Lampiran 15. Tabel analisa uji organoleptik (Lanjutan)
(Keseluruhan)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: KESELURUHAN
Source Type III Sum of Df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 202.055a 52 3.886 11.638 .000
Intercept 1496.811 1 1496.811 4483.176 .000
Perlakuan 135.661 3 45.220 135.442 .000
Panelis 66.394 49 1.355 4.058 .000
Error 49.079 147 .334
Total 1747.946 200
Corrected Total 251.135 199
a. R Squared = ,805 (Adjusted R Squared = ,735)
KESELURUHAN
Duncana,b
Perlakuan N Subset
1 2 3
1.5 % Tepung daun kelor 50 2.0266
1 % Tepung daun kelor 50 2.2002
0,5% Tepung daun kelor 50 2.6000
Kontrol 50 4.1160
Sig. .135 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean
Square(Error) = ,334.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50,000.
b. Alpha = ,05.
50
Lampiran 16. Tabel Korelasi
Correlations
pH Protein TAT Alkohol
pH Pearson Correlation 1 ,601* -,855 **
-,619*
Sig. (2-tailed) ,039 ,000 ,032
Sum of Squares and ,966 ,313 -,850 -,203
Cross-products
Covariance ,088 ,028 -,077 -,018
N 12 12 12 12
*
Protein Pearson Correlation ,601 1 -,488 -,947**
Sig. (2-tailed) ,039 ,107 ,000
Sum of Squares and ,313 ,280 -,261 -,167
Cross-products
Covariance ,028 ,025 -,024 -,015
N 12 12 12 12
TAT Pearson Correlation -,855** -,488 1 ,529
Sig. (2-tailed) ,000 ,107 ,077
Sum of Squares and -,850 -,261 1,024 ,179
Cross-products
Covariance -,077 -,024 ,093 ,016
N 12 12 12 12
Alkohol Pearson Correlation -,619 * -,947** ,529 1
Sig. (2-tailed) ,032 ,000 ,077
Sum of Squares and -,203 -,167 ,179 ,111
Cross-products
Covariance -,018 -,015 ,016 ,010
N 12 12 12 12
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
51
Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian Laboratorium TPHT
52
Lampiran 18. Dokumentasi Penelitian Laboratorium TPHT (Lanjutan)
53
BIODATA PENULIS
54