Berkaitan dengan pengembangan kepariwisataan, Pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan kebijakan berupa Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan. Pada pasal 2 dinyatakan penyelenggaraan kepariwisataan berasaskan manfaat, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, dan berkelanjutan. Lebih lanjut pada pasal 4 dinayakan tujuan kepariwisaaan adalah : meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan lingkungan sumber daya alam, serta memajukan kebudayaan. Cakupan pembangunan kepariwisaan meliputi : indusri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran dan kelembagaan kepariwisataan. Diamanahkan dalam UU 10 tahun 2009, bahwa pembangunan kepariwisaaan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kanbupaten/kota. Mengacu pada amanah tersebut, untuk kepentingan nasional, pemerintah menetapkan peraturan pemerinah nomor 50 tahun 2011 tenang rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional (RIPPARNAS) ahun 2010-2015. PP 50 tahun 2011 pada pasal 2 memuat bahwa pembangunan kepariwisataan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berorientasi upaya peningkatan pertumbuhan, peningkatan kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, serta pelestarian lingkungan. Sektor pariwisata di Indonesia saat ini dinilai efektif peranannya dalam menambah devisa negara. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan kebutuhan pariwisata, tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Pertumbuhan kebutuhan manusia akan pariwisata menyebabkan sektor ini dinilai mempunyai prospek yang besar di masa yang akan datang. Sektor pariwisata mampu menghidupkan ekonomi masyarakat di sekitarnya, pariwisata juga diposisikan sebagai sarana penting dalam rangka memperkenalkan budaya dan keindahan alam daerah terkait. Menurut Norval dalam Spillane (1987), seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris memaparkan bahwa pariwisata selain bermanfaat bagi pendidikan kebudayaan dan sosial juga mempunyai arti yang lebih penting dari segi ekonomi. Banyak negara di dunia menganggap pariwisata sebagai Invisible export atas barang dan jasa pelayanan kepariwisataan yang dapat memperkuat neraca pemasukan. Labuan Bajo merupakan salah satu objek wisata yang menjadi 10 Destinasi wisata Prioritas. Objek wisata ini berada dalam kawasan Manggarai Barat, Flores NTT. Labuan Bajo adalah tempat yang berdekatan dengan salah satu dari 7 keajaiban dunia yaitu Komodo, membuat Labuan Bajo kini makin ramai dikunjungi dan dikenal oleh banyak orang. Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat menyebutkan bahwa Labuhan Bajo dirancang untuk menjadi destinasi wisata kelas premium. Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Badan Otorita Pariwisata Labuhan Bajo Flores (BPLBF) Shana Fatina Sukarsono mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya sejak tahun 2017 pemerintah memang menggenjot pembangunan destinasi wisata tersebut. Berbagai pembangunan sarana dan prasarana, seperti dermaga, bandara internasional, dan perbaikan jalan hingga tahun 2019 pun mulai terlihat hasilnya. Terlebih lagi, Pulau Komodo yang menjadi salah satu daya tarik Labuan Bajo masuk kategori World Heritage Site dari UNESCO. Untuk itu, penting sekali dalam memanfaatkan wilayah timur Indonesia menjadi destinasi wisata prioritas dan memicu pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan uraian di atas, maka dari itu kami memberi judul makalah ini “KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PARIWISATA PADA DESTINASI WISATA LABUAN BAJO “BUSSINESS BASED” ”
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kebijakan Pembangunan Pariwisata pada wisata Labuan Bajo? 2. Bagaimana upaya pemerintah dalam mengembangkan sektor bisnis di bidang industri pariwisata pada wisata Labuan Bajo? 3. Bagaimana pengelolaan sektor bisnis pada wisata Labuan Bajo?