PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Provinsi Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat
Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.215,44 km² dengan jumlah penduduk sebanyak
1,038.585 jiwa (berdasarkan Sensus Penduduk 2010), dengan tingkat kepadatan penduduk 85
jiwa/km². Melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember 2000.
tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 258, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4060) Provinsi Gorontalo
ditetapkan menjadi provinsi yang terpisah dari Provinsi Sulawesi Utara. 1
Penjabat Gubernur Gorontalo Drs. Tursandi Alwi kemudian dilantik pada peresmian
Provinsi Gorontalo pada tanggal 16 Februari 2001 yang setahun kemudian, digantikan oleh Ir.
Fadel Muhammad sebagai Gubernur Pertama Provinsi Gorontalo. Tanggal 16 Februari 2001 ini
selanjutnya, sekalipun masih kontroversial, diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Provinsi
Gorontalo.
Provinsi Gorontalo terletak pada bagian utara Pulau Sulawesi, tepatnya pada 0,19’ –
1,15‘ LU dan 121,23’ –123,43’ BT. Letaknya sangatlah strategis, karena diapit oleh dua
perairan (Teluk Tomini di selatan dan Laut Sulawesi di utara). Sampai dengan September 2011,
wilayah administrasi Provinsi Gorontalo mencakup 5 kabupaten (Kabupaten Boalemo, Bone
Bolango, Gorontalo, Gorontalo Utara, dan Pohuwato), 1 kota (Kota Gorontalo), 75 kecamatan,
532 desa, dan 69 kelurahan. Data ini terus mengalami perubahan seiring dengan adanya proses
pemekaran kabupaten/ kota, kecamatan, desa, atau kelurahan yang ada di Provinsi Gorontalo
hingga sekarang.2
Wilayah provinsi gorontalo yang meliputi wilayah daratan, pegunungan, serta pesisir
pantai menjadikannya sebagai wilayah yang memiliki pemandangan serta lingkungan yang
sangat indah. Hal ini menjadikan Provinsi Gorontalo memiliki banyak tempat wisata dengan
beragam jenis yang melingkupi 3 jenis usaha pariwisata yaitu usaha pariwisata Pantai,
Pariwisata laut dan Pulau serta Pariwisata Alam Pegunungan. Pariwisata Pantai
direpresentasikan oleh obyek wisata pantai Bolihutuo (Kabupaten Boalemo) dan Taman laut
Olele (Kabupaten Bone Bolango). Untuk Obyek wisata laut dan Pulau di wakili oleh obyek
1
Arman Humonggio, 2012, Menelusuri Sejarah Terbentuknya Provinsi Gorontalo, diakses dari
http://hulontalolipuu.blogspot.com/2012/09/menulusuri-sejarah-terbentuknya.html pada Minggu 09
Maret 2014, 4.22wib
2
Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gorontalo pada Minggu, 09 Maret 2014, 4.25wib
wisata Laut Torosiaje (Kabupaten Pohuwato) dan obyek wisata pantai pasir putih Pulau Saronde
(Kabupaten Gorontalo Utara). Untuk kategori wisata pegunungan di wakili oleh obyek wisata
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone3.
Provinsi Gorontalo memiliki beberapa objek wisata lainnya yang juga dikembangkan
untuk menjadi tempat pariwisata terpadu yaitu meliputi; Goa di wilayah kabupaten Gorontalo,
Danau Limboto, Taman Laut Pulau Limba di Kecamatan Paguyaman, Pantai Tanjung Maleo
dan Pulau Bitila di Kecamatan Paguat, Pantai Pasir Putih di Kecamatan Tilamuta, Air Terjun di
Kecamatan Tilamuta, Cagar Alam Panua di daerah Libuo Pohuwato, Pulau Asiangi di
Kecamatan Tilamuta, Benteng otanaha, Pulau Raja,Pulau Mohinggito, Sumber mata air panas
alami Pentadio dan Lombongo, serta Pantai Teluk Tomini.
Karena banyaknya tempat wisata di Gorontalo, Provinsi Gorontalo menjadi salah satu
wilayah yang dikembangkan dalam program Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional atau disebut RIPPARNAS tahun 2010 – 2025 melalui Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 2011. RIPPARNAS memuat visi pembangunan kepariwisataan nasional yaitu
terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing,
berkelanjutan dan mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat. Hal ini
terutama menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif karena perolehan devisa dari sektor
pariwisata tahun 2011 telah menembus angka 8,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp 75 triliun.
“Angka ini menempatkan sektor pariwisata di peringkat kelima penyumbang devisa negara,”
tutur Mari saat itu sembari menyebutkan, angka 8,5 miliar dollar AS itu merupakan kenaikan
11,8 persen dibanding perolehan 20104.
RIPPARNAS ini kemudian diatur lebih lanjut menjadi peraturan yang lebih bersifat
teknis sesuai dengan region daerah yang menjadi sasaran yaitu dengan membentuk Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah atau RIPPDA. RIPPDA ini meliputi isu-isu strategis
dan perkembangan terbaru yang mengarahkan pengembangan kepariwisataan masing-masing
3
Diakses dari http://gorontalonews.wordpress.com/pariwisata-gorontalo/ pada Minggu, 09 Maret 2013,
4.35wib
4
Anonim, 2011, PP No 50 tahun 2011; Rencana Induk Pembangunan Pariwisata, Diakses dari
http://www.setkab.go.id/berita-3401-pp-no-50-tahun-2011-rencana-induk-pembangunan-pariwisata-
20102025.html pada Minggu, 2 Maret 2014, 22.57wib
daerah. Provinsi gorontalo sebagai salah satu wilayah destinasi hingga saat ini telah
merancangkan pembentukan Peraturan Daerah tentang RIPPDA tersebut. RIPPDA ini terutama
akan berfokus pada perencanaan satu atau beberapa daerah tujuan wisata yang akan menjadi
unggulan provinsi.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam menjadikan suatu daerah sebagai tempat pariwisata yang memenuhi visi dari
RIPPARNAS dan RIPPDA, maka elemen penting yang perlu dikembangkan dan distandarisasi
di dalamnya termasuk adalah infrastruktur, sarana dan prasarana yang memadai. Salah satunya
adalah permasalahan tentang pramuwisata.
Untuk itu identifikasi masalah dalam naskah akademik ini dapat dibagi menjadi:
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan diatas, tujuan
penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau
referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang pramuwisata.
D. METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan Naskah Akademik ini adalah metode
penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka
yang menelaah terutama data sekunder yaitu berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan
pengadilan, buku-buku, dokumen negara atau dokumen hukum lainnya.
BAB II
A. Kajian Teoritis
Pariwisata secara singkat dapat dirumuskan sebagai kegiatan dalam masyarakat yang
berhubungan dengan wisatawan.6
Pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara,
dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan
kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu 7.
Sedangkan menurut Wahab (1985), Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang
mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja,
peningkatan penghasilan, standart hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya.
Sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga meliputi industri-industri klasik seperti kerajinan
tangan dan cindera mata, penginapan, transportasi secara ekonomi juga dipandang sebagai
industri.
Tugas Pramuwisata biasanya yang seperti kita ketahui adalah memimpin perjalanan
rombongan wisata, menjelaskan apa yang diketahui oleh pramuwisata mengenai objek yang
dikunjungi, semua merupakan tanggung jawab dari pramuwisata, agar rombongan wisatawan
tertarik untuk berkunjung kembali seorang pramuwisata diwajibkan memberikan penjelasan
dengan baik sehingga membuat wisatawan tertarik untuk berkunjung kembali, seorang
pramuwisata diwajibkan untuk berrpenampilan rapid an sopan.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan ketentuan UUD 1945 setelah amandemen, serta Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut sebagai UU
No 32 Tahun 2004), sistem pemerintahan di Indonesia memberikan keleluasaan yang sangat
luas kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang
mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya, seluruh
kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah
dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut.
2. Teori Kewenangan
Dalam membentuk peraturan tentang pramuwisata, hal yang sangat penting untuk
digunakan terutama adalah kode etik dan norma kesopanan yang dianut oleh profesi ini. Oelh
karena itu teori tentang kode etik dibutuhkan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
tentang profesi pramuwisata. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan terdapat suatu asas penyelenggaraan pariwisata yaitu asas
profesionalitas yang menyatakan bahwa kepariwisataan di wilayah negara Indonesia harus
8
Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.98
memenuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang
pariwisata sehingga pramuwisma yang juga menjadi sebuah bagian dari pariwisata harus
memenuhi sebuah kode etik keprofesian. Kode Etik dalam sebuah profesi berhubungan erat
dengan nilai sosial manusia yang dibatasi oleh norma-norma yang mengatur sikap dan tingkah
laku manusia itu sendiri, agar terjadi keseimbangan kepentingan masing-masing di dalam
masyarakat. Jadi norma adalah aturan atau kaidah yang dipakai untuk menilai sesuatu. Paling
sedikit ada tiga macam norma sosial yang menjadi pedoman bagi manusia untuk berperilaku
dalam masyarakat, yaitu norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral atau
etika9.
Rumusan konkret dari sistem etika bagi profesional dirumuskan dalam suatu kode etik
profesi yang secara harfiah berarti etika yang dikodifikasi atau, bahasa awamnya, dituliskan.
Bertens menyatakan bahwa kode etik ibarat kompas yang memberikan atau menunjukkan arah
bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di dalam masyarakat 10.
Maksud dan tujuan kode etik ialah untuk mengatur dan memberi kualitas kepada pelaksanaan
profesi serta untuk menjaga kehormatan dan nama baik organisasi profesi serta untuk
melindungi publik yang memerlukan jasa-jasa baik profesional. Kode etik jadinya merupakan
mekanisme pendisiplinan, pembinaan, dan pengontrolan etos kerja anggota-anggota organisasi
profesi.11
B. Kajian Asas/Prinsip
Dalam UU No 32 Tahun 2004 disebutkan beberapa asas yang umum digunakan dalam
pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
9
Adnan Qohar, Pengertian dan Etika Hukum, diakses dari
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/PENGERTIAN%20ETIKA%20DAN%20PROFESI%20HUKUM.pdf
pada Senin, 17 Maret 2014, pukul 3.25wib
10
K. Bertens, 2000, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 280-281
11
Adnan Qohar, Loc.Cit.
Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Selain itu terdapat pula asas kepastian hukum Asas Kepastian Hukum yaitu asas dalam
Negara hukum yangmengutamakan landasan peraturan perundangan,kepatutandan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggara Negara. Asas ini terutama terkait dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik sebagaimana dicantumkan dalam pasal 20 UU No 32 Tahun 2004.
Maka dengan adanya asas ini, pemerintahan daerah berhak membuat atau mengatur
urusan yang ada di daerah,sehingga daerah Gorontalo bisa membuat rancangan undang-undang
tentang pengaturan pramuwisata, karena di daerah Gorontalo sendiri sedang mengembangkan
kawasan pariwisata, namun belum ada pengaturan yang mengatur.
a. Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan per-UU-an, kepatuhan dan keadilan dalam setiap kebijakan
Penyelenggara Negara.
14
Adnan Qohar, Loc.Cit.
b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara,adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian dan keseimbangandalam pengendalian Penyelenggara
Negara;
c. Asas Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum daripada kepentingan individu atau kelompok dengan cara yang
aspiratif, akomodatif dan selektif.
d. Asas Keterbukaan , adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yg benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.
e. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
f. Asas Profesionalitas , adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kompetensi, kode etik dan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
g. Asas Akuntabilitas , adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai ketentuan peraturan per-UU-an yang berlaku.
h. Asas Efektifitas, adalah asas yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan
berdaya guna
i. Asas Efisiensi, adalah asas yang berorientasi pada minimalisasi penggunaan
sumber daya untuk mencapai hasil kerja yang terbaik
5. Asas-asas Kepariwisataan
a. Asas keseimbangan yaitu dengan menjunjung tinggi norma agama dan nilai
budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan
hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia
dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
b. Asas demokratis yaitu dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman
budaya, dan kearifan lokal
c. Asas kemanfaatan seperti memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat,
keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas;
d. Asas kelestarian yaitu dengan memelihara kelestarian alam dan lingkungan
hidup;
e. Asas partisipatif yaitu dengan memberdayakan masyarakat setempat;
f. Asas pemerataan dan berkelanjutan yaitu menjamin keterpaduan antarsektor,
antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik
dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku
kepentingan;
g. Asas profesionalisme yaitu dengan mematuhi kode etik kepariwisataan dunia
dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; dan
h. Asas kesatuan yaitu dengan memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Wilayah provinsi gorontalo yang meliputi wilayah daratan, pegunungan, serta pesisir
pantai menjadikannya sebagai wilayah yang memiliki pemandangan serta lingkungan yang
sangat indah. Hal ini menjadikan Provinsi Gorontalo memiliki banyak tempat wisata dengan
beragam jenis yang melingkupi 3 jenis usaha pariwisata yaitu usaha pariwisata Pantai,
Pariwisata laut dan Pulau serta Pariwisata Alam Pegunungan. Pariwisata Pantai
direpresentasikan oleh obyek wisata pantai Bolihutuo (Kabupaten Boalemo) dan Taman laut
Olele (Kabupaten Bone Bolango). Untuk Obyek wisata laut dan Pulau di wakili oleh obyek
wisata Laut Torosiaje (Kabupaten Pohuwato) dan obyek wisata pantai pasir putih Pulau Saronde
(Kabupaten Gorontalo Utara). Untuk kategori wisata pegunungan di wakili oleh obyek wisata
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone .
Provinsi Gorontalo memiliki beberapa objek wisata lainnya yang juga dikembangkan
untuk menjadi tempat pariwisata terpadu yaitu meliputi; Goa di wilayah kabupaten Gorontalo,
Danau Limboto, Taman Laut Pulau Limba di Kecamatan Paguyaman, Pantai Tanjung Maleo
dan Pulau Bitila di Kecamatan Paguat, Pantai Pasir Putih di Kecamatan Tilamuta, Air Terjun di
Kecamatan Tilamuta, Cagar Alam Panua di daerah Libuo Pohuwato, Pulau Asiangi di
Kecamatan Tilamuta, Benteng otanaha, Pulau Raja,Pulau Mohinggito, Sumber mata air panas
alami Pentadio dan Lombongo, serta Pantai Teluk Tomini.
Menurut Gorontalo dalam Angka yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo
pada tahun 2012, Wisatawan mancanegara yang berkunjung di Provinsi Gorontalo pada tahun
2011 sebanyak 1.989 orang sedangkan wisatawan domestik mencapai 89.676 orang. Serta
sarana dan prasarana yang tersedia bagi wisatawan meliputi hotel sebanyak 83, restoran
sebanyak 22, rumah makan sebanyak 256, dan kafe sebanyak 29.
Pengaturan tentang pramuwisata sendiri sebagai bagian dari pariwisata belum memiliki
payung hukum sendiri yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum. Mengingat
Provinsi Gorontalo yang ingin menjadikan daerahnya sebagai salah satu daerah tujuan wisata,
keberadaan payung hukum untuk pramuwisata menjadi penting. Belum terdapat pengaturan,
pembinaan dan pengawasan khusus tentang pramuwisata sehingga masih menjadi masalah
dalam pemenuhan pelayanan kepariwisataan yang memenuhi asas profesionalitas.
Rancangan peraturan daerah tentang pramuwisata ini merupakan salah satu upaya
hukum yang memberikan dasar hukum dan prosedur bagi pemerintah Provinsi Gorontalo dalam
memberikan persetujuan, pembinaan dan pengawasan bagi pramuwisata yang beroperasi di
kawasan pariwisata terutama di Provinsi Gorontalo. Dalam menjawab permasalahan tentang
pengaturan pramuwisata di Provinsi Gorontalo maka rancangan peraturan daerah ini memuat
ketentuan tentang:
Dalam membentuk Peraturan Daerah tentang Pramuwisata perlu dilakukan evaluasi dan
analisis terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait, baik secara vertikal
maupun horizontal. Dengan demikian dalam membentuk Peraturan Daerah tentang
Pramuwisata, peraturan perundangan yang dievaluasi dan dianalisis meliputi:
Dalam pasal 13 ayat (1) huruf f telah dijelaskan salah satu urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi
yang meliputi penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial,
yang bisa diartikan sebagai pemerintah daerah berwenangan untuk menentukan sendiri
sumber daya manusia yang potensial ditempat-tempat yang dianggap sesuai, termasuk juga
dengan penempatan tenaga kerja kepariwisataan dan pramuwisata.
Begitu pula pada pasal yang sama ayat (2) yaitu Urusan pemerintahan provinsi yang
bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan. Hal ini bisa diartikan bahwa provinsi memiliki
kewenangan sendiri untuk mengurus hal-hal yang menyangkut kesejahteraan masyarakat
yang dimana juga mencakup kepariwisataan.
Dalam undang-undang ini yang terutama adalah letak susunan Peraturan Daerah
diantara peraturan perundangan lainnya. Sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 7
undang-undang ini, yaitu Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
Kemudian pada pasal (2) dikatakan bahwa Kekuatan hukum Peraturan Perundang-
undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Kemudian dalam pasal selanjutnya pasal 15 ayat (1) disebutkan bahwa untuk dapat
menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha
pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada Pemerintah atau
Pemerintah Daerah yang kemudian dilanjutkan oleh pasal 16. Pasal ini menyatakan bahwa
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali pendaftaran
usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan.
Dari sini dapat diperhatikan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk
ikut intervensi dalam suatu perizinan usaha pariwisata yang mencakup jasa pramuwisata
yang selanjutnya dapat dituangkan dalam suatu peraturan daerah tersendiri yang mencakup
terutama pengaturan, standar, pembinaan, dan pengawasan pramuwisata tersebut.
PP ini mengatur lebih lanjut dari Undang-undang Nomor 9 tahun 2009 diatas. Pada
paragraf 3 bab II tentang usaha pariwisata, diatur lebih lanjut mengenai usaha jasa
pramuwisata yaitu mencakup pasal 18, 19, 20 dan 21. Pasal yang ditekankan disini terutama
adalah pasal 21 dimana badan usaha jasa pramuwisata wajib untuk mempekerjakan
pramuwisata yang telah memenuhi persyaratan keterampilan yang berlaku dan secara terus
menerus melakukan upaya peningkatan keterampilan tenaga pramuwisata yang
bersangkutan. Dalam hal ini penting bagi pemerintah untuk mengintervensi sesuai dengan
kewenangan dari undang-undang lain diatas dalam wilayah persyaratan dan peningkatan
keterampilan tenaga pramuwisata. Hal ini diwujudkan dengan standarisasi, pembinaan, dan
pengawasan yang diatur dalam suatu peraturan daerah.
Dalam PP ini terutama mengatur hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 7 disebutkan bahwa kepariwisataan termasuk
salah satu urusan pemerintahan yang dapat diatur oleh pemerintah daerah. Pariwisata
menjadi salah satu urusan pilihan yaitu urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan (pasal 7 ayat (3)) yang kemudian pada ayat
berikutnya dijabarkan bahwa urusan pilihan itu meliputi
Peraturan Pemerintah ini dibentuk dengan dimaksudkan adanya suatu rencana induk
yang berlaku secara umum tentang pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berkualitas
baik. Salah satu bagian dari PP ini mengatur tentang peningkatan daya saing produk pariwisata
yang diatur dengan tujuan untuk meningkatkan etik kerja masing-masing daerah pariwisata
dalam memperbaiki kualitasnya. Daya saing ini kemudian meliputi hal-hal yang diatur dalam
pasal 44 yaitu: daya saing Daya Tarik Wisata; daya saing Fasilitas Pariwisata, dan daya saing
Aksesibilitas. Daya Tarik Wisata kemudian dijelaskan pada pasal 46 meliputi memperbaiki
kualitas interpretasi (pasal 46 huruf b). Berdasarkan Penjelasan PP ini, yang dimaksud dengan
“kualitas interpretasi” adalah kualitas kemampuan manusia, segala bentuk media dan/atau alat
yang berfungsi mentransformasikan nilai kemenarikan Daya Tarik Wisata kepada wisatawan.
Sebagai contoh, kemampuan mengkomunikasikan nilai kemenarikan suatu daya tarik oleh
pramuwisata, audio visual, termasuk deskripsi/penjelas dan penanda dari benda-benda koleksi
dalam museum.
Dalam rangka melakukan peningkatan Daya Tarik Wisata inilah produk hukum berupa
perda yang mengatur lebih lanjut tentang pramuwisata dapat dijustifikasi. Pemberlakuan standar
minimal, pembinaa, dan pengawasan dapat memberikan akses lebih baik bagi pemerintah untuk
melakukan pengembangan tentang kualitas pramuwisata yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kualitas pariwisata.
BAB IV
A. Landasan Filosofis
Tujuan awal adanya pengaturan tentang pramuwisata terutama untuk melakukan suatu
peningkatan dalam aspek kepariwisataan yang dilambangkan dengan pelayanan dan pengabdian
yang direpresentasikan oleh pramuwisata sebagai salah satu aspek utama. Hingga saat ini,
pariwisata menjadi salah satu bidang yang mencerminkan keadaan Indonesia sebagai suatu
negara di mata dunia. Dunia pariwisata secara umumnya berperan sebagai agen promosi yang
membawa gambaran kepada dunia seberapa penting dan berharganya negara ini, karena selain
sebagai sumber pendapatan devisa, pariwisata menjadi salah satu tolak ukur bagaimana nama
negara akan dibawa ke negara-negara lin. Sehingga dalam hal ini pemerintah daerah perlu agar
daerah membangun infrastruktur kepariwisataan menjadi lebih baik dan dapat dibanggakan
sebagai basis dari perkenalan wilayah Indonesia ke ajang internasional. Situasi inilah yang
kemudian membawa peraturan tentang standarisasi pramuwisata penting untuk dilakukan.
Pramuwisata adalah basis dari pelayanaan pariwisata Indonesia.
Penyusunan Peraturan Daerah tentang pramuwisata ini pada prinsipnya didasarkan pada
asas-asas yang menjadi landasan filosofis penyusunan peraturan perundang-undangan pada
umumnya yaitu diantaranya :
Rancangan Perda Propinsi tentang Pramuwisata ini mengindahkan pasal 29 ayat (b) UU
Kepariwisataan 10/2009 tersebut, bahwa Pemerintah Propinsi berwenang mengkordinasikan
penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya. Hak Otonomi Daerah Kabupaten/Kota hal
urusan Pramuwisata, pasal 30 huruf (e) adalah mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan, dan
huruf (d) membatasi kewenangan pendaftaran, pencatatan dan pendataan pendaftaran usaha
pariwisata, termasuk disini urusan Pramuwisata dan Usaha Jasa Pramuwisata.
B. Landasan Sosiologis
Provinsi Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat
Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.215,44 km² dengan jumlah penduduk sebanyak
1,038.585 jiwa (berdasarkan Sensus Penduduk 2010), dengan tingkat kepadatan penduduk 85
jiwa/km². Melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember 2000.
tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 258, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4060) Provinsi Gorontalo
ditetapkan menjadi provinsi yang terpisah dari Provinsi Sulawesi Utara 15.
Penjabat Gubernur Gorontalo Drs. Tursandi Alwi kemudian dilantik pada peresmian
Provinsi Gorontalo pada tanggal 16 Februari 2001 yang setahun kemudian, digantikan oleh Ir.
Fadel Muhammad sebagai Gubernur Pertama Provinsi Gorontalo. Tanggal 16 Februari 2001 ini
selanjutnya, sekalipun masih kontroversial, diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Provinsi
Gorontalo.
Provinsi Gorontalo terletak pada bagian utara Pulau Sulawesi, tepatnya pada 0,19’ –
1,15‘ LU dan 121,23’ –123,43’ BT. Letaknya sangatlah strategis, karena diapit oleh dua
perairan (Teluk Tomini di selatan dan Laut Sulawesi di utara). Sampai dengan September 2011,
wilayah administrasi Provinsi Gorontalo mencakup 5 kabupaten (Kabupaten Boalemo, Bone
Bolango, Gorontalo, Gorontalo Utara, dan Pohuwato), 1 kota (Kota Gorontalo), 75 kecamatan,
532 desa, dan 69 kelurahan. Data ini terus mengalami perubahan seiring dengan adanya proses
pemekaran kabupaten/ kota, kecamatan, desa, atau kelurahan yang ada di Provinsi Gorontalo
hingga sekarang16.
15
Arman Humonggio, 2012, Menelusuri Sejarah Terbentuknya Provinsi Gorontalo, diakses dari
http://hulontalolipuu.blogspot.com/2012/09/menulusuri-sejarah-terbentuknya.html pada Minggu 09
Maret 2014, 4.22wib
16
Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gorontalo pada Minggu, 09 Maret 2014, 4.25wib
kategori wisata pegunungan di wakili oleh obyek wisata Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan atas pertimbangan bahwa kawasan tersebut
merupakan kawasan yang berpotensi mendatangkan obyek wisata dalam skala usaha wisata.
Obyek wisata lain diharapkan mampu mendukung kawasan tersebut, sehingga mendapatkan
keuntungan dari aktivitas wisata.
Pada dasarnya keberadaan wilayah pariwisata bukan saja sebagai area ekonomi publik
bagi penduduk sekitar tetapi juga mempunyai daya dukung yang sangat besar pengaruhnya
terhadap kondisi lingkungan masyarakat dan propinsi Gorontalo secara umum. Keberadaan
pramuwisata berfungsi sebagai salah satu bagian dalam pemberdayaan pengelolaan potensi
wilayah pariwisata maupun penangggulangan permasalahan yang ada dengan melibatkan peran
aktif dan peran serta pemerintah Propinsi Gorontalo. Keberadaan grografis wilayah gorontalo
merupakan salah satu potensi sumber daya alam/air yang dimanfaatkan masyarakat dalam
menunjang aktifitas sosial sehari – hari. Wadah sosial masyarakat ini menunjukanakan
keberadaan suatu komunitas masyarakat yang perlu diakui dan diberdayakan eksistensinya,
yang salah satu upaya untuk itu adalah dengan pembentukan Peraturan Daerah ini. Dengan
adanya pembentukan perda tentang pramuwisata di gorontalo ini diharapkan masyarakat
gorontalo bisa turut serta berperan mengelola sendiri potensi daerah pariwisata yg ada.
C. Landasan Yuridis
Kajian yuridis mengenai pramuwisata tidak dapat lepas dari aspek yang berkaitan
dengan pembentukan peraturan perundangan sebagai landasan yuridis yang mengikat dan
menjadi dasar pengaturan. Penyelenggaraan asas desentralisasi oleh pemerintah adalah otonomi
daerah yang berlangsung dan diselenggarakan oleh daerah otonom baik dalam konsep yang
mengandung wewenang (fungsi), mengatur (regelend), ataupun mengatur (bestuur).
A. KETENTUAN UMUM
Dalam rancangan Perda tentang Pramuwisata ini, substansi ketentuan umum sebagian
besar menggunakan pengertian yang diberikan oleh undang-undang induknya yaitu UU No 10
Tahun 2009 untuk menghindari perbedaan dan inkonsistensi dalam penalaran. Ketentuan umum
tersebut antara lain meliputi:
17
Merujuk pada pengertian Upah dalam Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2013 pasal 1 angka 30
tentang Ketenagakerjaan.
18
Merujuk pada pengertian “Organisasi” berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
19
Merujuk pada pengertian “Kode Etik” berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
B. MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
Materi muat Perda ini berisi norma Peraturan Peundang-undangan yang akan
diwadahkan ke dalam rumusan pasal atau pasal dan ayat. Norma adalah aturan,
ketentuan,tatanan, atau kaidah yang dipakai sebagai panduan, pengendali tingkah lau
(pemerintah dan masyarakat), atau sebagai tolak ukur untuk menilai atau memperbandingan
sesuatu. Norma peraturan Perundang-undangan terdiri atas20:
Adapun sistematika muatan materi Perda tentang Pramuwisata adalah sebagai berikut:
20
Sri Hariningsih, Perumusan Norma dalam Peraturan Perundang-undangan, diakses dari
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/doc/1944_Perumus%20Norma%20dalam%20Peraturan
%20Perundang-undangan.pdf pada Rabu 09 April 2014
C. KETENTUAN PERALIHAN
PENUTUP
A. SIMPULAN
Ruang lingkup muatan materi yang akan diatur dalam peraturan ini adalah meliputi
ketentuan standarisasi dalam pemberian izin bagi profesi pramuwisata dibidang kepariwisataan
Provinsi Gorontalo, pembinaannya, serta pengawasan terhadap profesi demikian. Provinsi
Gorontalo yang menjadi salah satu wilayah yang dikembangkan dalam program RIPPARNAS
2010 – 2025 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 berupaya melakukan
pembangunan kepariwisataan nasional yangberkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan dan
mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat. Dalam mewujudkan hal
inilah perlu dikembangkan dan distandarisasi di dalamnya termasuk adalah infrastruktur, sarana
dan prasarana yang memadai. Salah satunya adalah permasalahan tentang pramuwisata.
Permasalahan ini kemudian menimbang pada berbagai teori dan asas sebagaimana
dijelaskan diatas seperti teori otonomi daerah, teori kewenangan, dan asas umum pemerintah
yang baik dapat dituangkan dan dibentuk dalam sebuah peraturan perundang-undangan yaitu
Peraturan Daerah. Sebagaimana pula dijelaskan dengan berdasar pada beberapa peraturan
perundang-undangan yang terkait seperti Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, dan
Undang-undang tentang Kepariwisataan serta landasan seperti landasan filosofis, yuridis dan
sosiologis, pengaturan tentang Pramuwisata ini perlu ditetapkan ke dalam suatu Peraturan
Daerah.
B. SARAN