Anda di halaman 1dari 27

METODOLOGI PENELITIAN

“Pengembangan Desa Wisata Budaya Berbasis Community Based Tourism di Kawasan


Wisata Songgoriti, Kota Batu”

Disusun oleh:

Pramasetya Kinasih Gusti / 08211740000041

Dosen Pembimbing:

Belinda Ulfa Aulia, ST., M.Sc

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Arsitektur, Desain dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Batu selama kurang lebih satu dekade ini telah menjadi “ikon” Provinsi Jawa
Timur sebagai sentra wisata dan sentra pertanian. Dalam RTRW Kota Batu tahun 2010-
2030, tujuan penataan ruang wilayah Kota Batu adalah kota yang berbasis agropolitan dan
kota pariwisata unggulan di Jawa Timur serta Kota Batu sebagai wilayah penopang hulu
Sungai Brantas.
Kawasan Wisata Songgoriti adalah salah satu kawasan yang menjadi pusat kegiatan
dalam sektor pariwisata di Kota Batu yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Batu tahun
2010-2030. Didalamnya Kawasan Wisata Songgoriti termasuk dalam Kawasan Strategis
Perlindungan Mata Air serta Kawasan Cagar Budaya. Kawasan Wisata Songgoriti
didukung dengan perhotelan dan permukiman yang menjadi penghasilan utama
masyarakat di kawasan tersebut.
Dalam pengembangan kawasan pariwisata, salah satu fokus utamanya adalah kualitas
dari produk pariwisata. Menurut Burkart dan Medlik (1987) produk pariwisata adalah
suatu susunan produk terpadu, yang terdiri dari daya tarik wisata, transportasi, akomodasi,
dan hiburan, dimana tiap unsur produk pariwisata dipersiapkan oleh perusahan yang
berbeda-beda dan ditawarkan secara terpisah kepada wisatawan.
Salah satu obyek cagar budaya yang terdapat di Kawasan Wisata Songgoriti adalah
Candi Supo. Dalam arahan pengembangannya di RTRW Kota Batu tahun 2010-2030,
Candi Supo dijadikan obyek situs/candi menjadi bagian dari tour wisata dan menjadi
wisata unggulan di Kota Batu. Namun kondisi dari Candi Supo sendiri telah mengalami
penurunan dari segi pemasaran, pelayanan, dan bangunannya sendiri. Salah satu arahan
yang belum dilakukan oleh pemerintah setempat adalah revitalisasi kawasan Candi Supo.
Selain Candi Supo yang merupakan Kawasan Cagar Budaya di Kawasan Wisata
Songgoriti, terdapat pula Taman Wisata Alam Pemandian Air Panas Songgoriti yang
didukung dengan adanya Pasar Wisata Songgoriti. Jika melihat dari pengertian produk
pariwisata dari Burkart dan Medlik (1987), kawasan pemandian air panas Songgoriti
memiliki tiap unsur dari produk pariwisata dimana hingga saat ini justru kawasan tersebut
menjadi pusat kegiatan wisata yang mampu menarik wisatawan masuk.
Banyaknya perhotelan di Kawasan Wisata Songgoriti seharusnya mampu mendukung
obyek wisata yang ada didalamnya. Namun perhotelan yang saat ini terdapat di dalam
Kawasan Wisata Songgoriti justru diperuntukkan untuk menyerap wisatawan dari luar
Kawasan Wisata Songgoriti karena letak geografisnya berada di ujung barat Kota Batu.
Terdapat ketidaksesuaian arahan pengembangan kawasan sesuai RTRW Kota Batu
tahun 2010-2030 dengan fakta dilapangan. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa
dalam menyusun pengembangan Kawasan Wisata Songgoriti dengan melihat dokumen
perencanaan yang menyusun tentang pengembangan kawasan tersebut dengan melihat
fakta yang ada dilapangan saat ini. Pengembangan Kawasan Wisata Songgoriti akan
terfokuskan pada revitalisasi Kawasan Cagar Budaya serta pengembangan kualitas Wisata
Alam Pemandian Air Panas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka pengembangan Kawasan
Wisata Songgoriti jika dilihat peruntukkannya sesuai RTRW Kota Batu tahun 2010-2030
masih belum maksimal dan sepenuhnya sesuai, dimana kawasan tersebut termasuk dalam
Kawasan Strategis Perlindungan Mata Air serta Kawasan Cagar Budaya.
Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pola pengembangan apa yang
mampu diimplementasikan sesuai dengan arahan pengembangan Kawasan Wisata
Songgoriti yang ada pada RTRW Kota Batu tahun 2010-2030.

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian


1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola pengembangan apa yang
mampu diimplementasikan sesuai dengan arahan pengembangan Kawasan Wisata
Songgoriti yang ada pada RTRW Kota Batu tahun 2010-2030 dengan meninjau
teori-teori pengembangan kawasan pariwisata.

1.3.2 Sasaran
Untuk mencapai tujuan penelitian, maka diperlukan sasaran dalam penelitian ini,
seperti :
1. Mengidentifikasi kondisi faktual serta kondisi ideal dalam pengembangan
Kawasan Strategis Perlindungan Mata Air Songgoriti serta Kawasan Cagar
Budaya Candi Supo.
2. Menganalisa strategi pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata Songgoriti.

1.4 Lingkup Penelitian

1.4.1 Lingkup Wilayah


Ruang lingkup wilayah penelitian berlokasi di Kawasan Wisata Songgoriti yang
terletak dalam Kelurahan Songgoriti, Kecamatan Batu, Kota Batu. Kawasan Wisata
Songgoriti memiliki batasan wilayah terdiri dari :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Pujon


2. Sebelah Selatan : Kelurahan Songgokerto
3. Sebelah Barat : Kecamatan Pujon
4. Sebelah Timur : Kelurahan Pesanggrahan

1.4.2 Lingkup Substansi


Ruang lingkup substansi pada penelitian ini merupakan teori-teori, pedoman,
maupun konsep-konsep yang mempengaruhi penelitian ini. Konsep pengembangan
kawasan cagar budaya dan kawasan pariwisata akan menjadi konsep yang digunakan
dalam penelitian ini. Begitu pula dengan teori-teori tentang pariwisata seperti, teori
perencanaan pariwisata, produk wisata, sarana dan prasarana pariwisata, tipologi
wisatawan, serta sistem pariwisata.

1.5 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
Berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang
lingkup baik secara substansi maupun wilayah, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Berisi mengenai teori-toeri yang dijadikan pedoman atas dasar dalam melakukan proses
analisa yang berkaitan dengan pariwisata.

BAB III METODE PENELITIAN


Berisi mengenai pendekatan yang akan digunakan dalam proses penelitian, baik dari
tahap pengumpulan data serta dalam tahap analisa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Berisi mengenai penjelasan dan deskripsi kondisi eksisting wilayah studi dan
pembahasan mengenai hasil analisis yang diperoleh berdasarkan metode yang diperoleh
berdasarkan metode yang telah digunakan.

BAB V PENUTUPAN
Berisi mengenai kesimpulan yang merupakan hasil dari analisi penelitian uang
dilakukan untuk menjawab rumusan masalah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pariwisata
Pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang di lakukan berkali-kali atau berputar-
putar, dari suatu tempat ke tempat lain, yang dalam bahasa inggris disebut dengan kata
“tour”. Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta
menghidupkan berbagai bidang usaha, pariwisata tidak lepas dengan pengaruh wisatawan,
elemen geografi, dan industri pariwisata ketiga hal ini merupakan komponen utama
pariwisata (Ismayanti, 2010). Definisi pariwisata adalah kegiatan yang di lakukan
sementara waktu dan diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud
untuk mencari rekreasi dan hiburan untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam, dan
bukan untuk mencari pekerjaan (Yoeti, 2006).
Dalam kegiatan kepariwisataan ada yang disebut subyek wisata yaitu orangorang yang
melakukan perjalanan wisata dan obyek wisata yang merupakan tujuan wisatawan.
Sebagai dasar untuk mengkaji dan memahami berbagai istilah kepariwisataan,
berpedoman pada Bab 1 pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2009 tentang kepariwisataan yang menjelaskan sebagai berikut:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh sebagian atau sekelompok
orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka
waktu sementara;
2. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah;
3. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha;
4. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah
kawasan geografis yang berada dalam suatu atau lebih wilayah administratif yang
didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,
aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan;
5. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa pemenuhan
kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata;
6. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan
usaha pariwisata;
7. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan/jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan
penyelenggaraan pariwisata;
8. Kawasan strategi pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata
atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh
dalam suatu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya,
pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup serta pertahanan
dan keamanan;
9. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata;
10. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan
nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

2.2 Wisatawan
2.2.1 Definisi Wisatawan
Wisatawan adalah sekelompok atau seseorang yang menikmati suatu objek
wisata. Pengunjung (visitor) dapat di artikan juga sebagai wisatawan yang
biasannya pengunjung ini terdiri dari perorangan atau banyak orang dengan
bermacam-macam motivasi kunjungan, dengan kata lain pengunjung bukan hanya
wisatawan melainkan orang-orang yang berkunjung ke suatu wilayah dengan
maksud kunjungannya yang bermacam-macam tergantung dari motivasi
pengunjung tersebut (Yoeti, 1996). Maka dari hasil rumusan pengunjung tersebut,
jenis-jenis pengunjung (visitor) dapat di kategorikan sebagai berikut :
1. Wisatawan (tourist) yaitu pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal
selama 24 jam di negara yang dikunjunginya dan tujuan perjalanannya dapat
di golongkan dalam klasifikasi berikut ini :
a. Rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan, dan olahraga.

b. Hubungan dagang (business), keluarga, konferensi, dan misi.


2. Pelancong (exursionist) yaitu pengunjung sementara yang tinggal kurang dari
24 jam di negara yang di kunjunginnya.

Dari beberapa pengertian di atas, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
pengunjung adalah seseorang yang melakukan kunjungan pada obyek wisata, yang
dalam hal ini adalah obyek wisata Kawasan Strategis Perlindungan Mata Air
Songgoriti serta Kawasan Cagar Budaya Candi Supo sebagai lokasi penelitian
dalam pengertian wisatawan.

Sedangkan Departemen Pariwisata menggunakan definisi wisatawan adalah


setiap orang yang melakukan perjalanan dan menetap untuk sementara ditempat
lain selain tempat tinggalnya, untuk salah satu atau beberapa alasan selalu mencari
pekerjaan. Bedasarkan pengertian tersebut wisatawan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Wisatawan Nusantara (dalam negeri)

Definisi wisatawan dalam negeri berdasarkan World Tourism Organization


(WTO, 2004) adalah penduduk suatu negara yang melakukan perjalanan ke
suatu tempat di dalam wilayah negara tersebut, namun diluar lingkungan tempat
tinggalnya sehari-hari untuk jangka waktu sekurang-kurangnya satu malam dan
tidak lebih dari satu tahun dan tujuan perjalanannya bukan untuk mendapatkan
penghasilan dari tempat yang dikunjungi tersebut.

2. Wisatawan Mancanegara
Pengertian wisatawan mancanegara (BPS, 1994) didefinisikan sebagai orang
yang melakukan perjalanan diluar negara yang jauh dari tempat tinggal.
Biasanya selama kurang dari 12 bulan dari negara yang dikunjunginya, dengan
tujuan bukan untuk memperoleh penghasilan.

2.2.2 Karakteristik Wisatawan


Wisatawan dikelompokan berdasarkan karakter manusia yang berbeda-beda
yang pada prinsipnya memiliki perilaku atau sifat yang unik dan memiliki landasan
yang sama yaitu motivasi, preferensi, kegiatan dan bentuk perjalanan dalam
melakukan kegiatan berwisata. Dengan demikian maka menurut pendekatan
beberapa peneliti (Kotler, 2006 dan Cooper, 2005) karakteristik wisatawan
dikelompokan sebagai berikut :

a. Karakter Wisatawan Berdasarkan Kepribadian


Menurut Cooper (2005), kepribadian wisatawan di bagi berdasarkan sifatnya,
seperti wisatawan berkepribadian teguh yang memilih daerah wisata yang sudah
dikenal dan memiliki jiwa petualang dan menuntut fasilitas yang memadai,
tetapi cenderung tidak melakukan lintas budaya dan wisatawan ini
berpendapatan rendah, ada juga jenis wisatawan yang senang mencari
perbedaan budaya dan lingkungan, wisatawan ini memiliki jiwa petualang dan
senang berinteraksi dengan budaya baru, ia sedikit sekali dalam memanfaatkan
fasilitas wisata dan menikmati tinggal dengan masyarakat sekitar, wisatawan ini
termasuk wisatawan dalam golongan wisatwan berpendapatan tinggi atau
berani. Melakukan kegiatan wisata untuk rekreasi dan pleasure dan juga
memiliki apresiasi terhadap keindahan merupakan wisatawan yang termasuk ke
dalam wisatawan menengah atau umum.

b. Karakteristik Wisatawan Berdasarkan Aspek Sosio-Ekonomi


Klasifikasi wisatawan dalam hal ini di bagi berdasarkan :

1. Usia
Sifat wisatwan di bagi dalam umur karena hal ini dapat berpengaruh
terhadap kegiatan wisata yang di lakukan.

2. Latar Belakang Pendidikan


Latar belakang pendidikan berpengaruh dalam preferensi pemilihan
kegiatan wisata, ada wisatawan yang berpendidikan rendah dan tinggi hal
ini berpengaruh dalam pemilihan jenis wisata.
3. Pendapatan
Pendapatan sesorang secara umum berkaitan dengan pendidikan,
pekerjaan dan usia, pemilihan jenis wisata dapat di tentukan dari
pendapatan seorang wisatawan.
4. Jenis Kelamin

Dahulu kegiatan wisata banyak di dominasi oleh kaum laki-laki tetapi


dengan seiring kesetaraan gender, wisatawan wanita pun menunjukan
perkembangan yang menggembirakan.
5. Siklus Keluarga

Siklus keluarga ini mempengaruhi sifat kegiatan wisata seseorang dan


berubah sesuai dengan perjalanan kehidupan.
c. Karakteristik Wisatawan Berdasarkan Aspek Geografi.

Wisatawan di bedakan berdasarkan geografi atau wilayah asal kedatangan.


Daerah asal wisatawan menjadi aspek penting dalam memahami karakter
wisatawan yang secara langsung berkaitan dengan kebudayaan, nilai, sikap,
kepercayaan, dan sistem. Menurut Ismayanti (2010), dalam pemilihan lokasi
wisata wisatawan dipengaruhi oleh jarak ruang, arus pergerakan, peluang
perjalanan, populasi, dan musim

d. Karakter Wisatawan Berdasarkan Pola Kunjungan


Karakteristik wisatawan dibedakan berdasarkan manfaat perjalanan, tujuan
kunjungan, fasilitas, yang di gunakan, kematangan perjalanan, tingkat loyalitas,
dan tingkat penggunaan, hal ini berpengaruh dalam motif atau tujuan utama di
lakukannya perjalanan tersebut dan bagaimana perjalanan tersebut dapat
bermanfaat bagi wisatawan tersebut, menurut Ismayanti manfaat yang di cari
oleh setiap orang beragam di antaranya :
1. Kualitas

Kualitas merupakan kata kunci dalam industri, termasuk juga dalam


industri pariwisata, beberapa wisatawan rela membayar tinggi untuk
mendapatkan kualitas yang memadai.
2. Pelayanan

Pelayanan adalah serangkaian kegiatan yang di rancang untuk


memenuhi kepuasan perasaan wisatawan di mana produk atau jasa telah
mencapai harapan yang diinginkan.

3. Ekonomis
Wisatawan ini mencari keseimbangan akan nilai dan pengorbanan dalam
berwisata sehingga setiap langkah dalam perjalanannya harus memberikan
makna yang maksimal.

4. Kecepatan dan ketepatan


Wisatawan menuntut kecepatan dan ketepatan dalam penyediaan jasa,
meskipun kebutuhan tidak terlalu persis seperti yang diinginkan, tetapi yang
penting, pelayanan yang di berikan cepat.

2.3 Produk Wisata Beserta Komponennya


Produk merupakan suatu barang yang di buat melalui proses produksi yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produk pada hakekatnya merupakan barang yang di
beli oleh konsumen serta biasanya memiliki status kepemilikan pada konsumen. Lain
halnya dengan produk pariwisata, produk pariwisata merupakan produk yang tidak dapat
dimiliki haknya oleh konsumen karena produk pariwista merupakan barang jasa yang tidak
sepenuhnya di beli oleh konsumen. Produk pariwisata merupakan susunan produk yang
terpadu yang terdiri dari objek wisata, atraksi wisata, transportasi (jasa angkutan),
akomodasi, dan hiburan di mana setiap unsur di siapkan oleh masing-masing perusahaan.

Pada umunya penawaran wisata ini meliputi daya tarik objek wisata, jasa fasilitas, dan
beberapa fasilitas-fasilitas rekreasi wisata yang dapat menarik minat pengunjung untuk
berkunjung ke objek wisata tersebut, hal-hal ini merupakan salah satu komponen-
komponen pariwisata yang layak di kembangkan. Berdasarkan hal tersebut, maka
perkembangan pariwisata suatu daerah sangat dipengaruhi oleh tingkat penyediaan
komponen-komponen wisatanya. Berikut komponen-komponennya menurut para ahli.

1. Komponen wisata yang ditawarkan pada daerah tujuan wisata (Mill, 1985) yaitu:
atraksi, fasilitas, transportasi, dan pelayanan.
2. Perencanaan pariwisata dimulai dengan pengembangan pariwisata daerah yang
meliputi pembangunan fisik obyek wisata yang dijual berupa fasilitas akomodasi,
restauran, fasilitas umum, fasilitas sosial, angkutan wisata, dan perencanaan promosi
yang disebut dengan komponen pariwisata (Gunn, 1988).
3. Lea (1995) dalam Indriasari (2002) mengelompokan komponen-komponen pariwisata
dalam komponen atraksi, transportasi, fasilitas dan infrastruktur.
4. Komponen-komponen pariwisata sebagai bagian dari tujuan wisata dan yang harus
dipikirkan dalam perencanaan pariwisata (George McIntyre, 1993). Komponen-
komponen tersebut adalah sebagai berikut :
a. Atraksi dan aktifitas; sesuatu dimana turis dapat melihat dan melakukan kegiatan
yang menarik.
b. Fasilitas hospitality
c. Fasilitas transportasi beserta pelayanan akses untuk menuju objek wisata melalui
jalan darat, laut, dan udara.
d. Infrastruktur; saluran air, listrik, saluran pembuangan sampah dan telekomunikasi.
e. Travel arrangement; biro perjalanan wisata dan tour guide.
f. Promosi dan pelayanan informasi untuk turis; menginformasikan turis mengenai
apa yang dapat dilihat dan dilakukan didalam suatu komunitas atau daerah.
5. Di berbagai macam literatur dimuat berbagai macam komponen wisata. Namun ada
beberapa komponen wisata yang selalu ada dan merupakan komponen dasar dari
wisata. Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi satu sama lain (Inskeep,
1991). Komponen-komponen wisata tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a) Atraksi dan kegiatan-kegiatan wisata

Kegiatan-kegiatan wisata yang dimaksud dapat berupa semua hal yang


berhubungan dengan lingkungan alami, kebudayaan, keunikan suatu daerah dan
kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan wisata yang menarik
wisatawan untuk mengunjungi sebuah obyek wisata.
b) Akomodasi

Akomodasi yang dimaksud adalah berbagai macam hotel dan berbagai jenis
fasilitas lain yang berhubungan dengan pelayanan untuk para wisatawan yang
berniat untuk bermalam selama perjalanan wisata yang mereka lakukan.
c) Fasilitas dan pelayanan wisata

Fasilitas dan pelayanan wisata yang dimaksud adalah semua fasilitas yang
dibutuhkan dalam perencanaan kawasan wisata. Fasilitas tersebut termasuk tour
and travel operations (disebut juga pelayanan penyambutan). Fasilitas tersebut
misalnya : restoran dan berbagai jenis tempat makan lainnya, toko-toko untuk
menjual hasil kerajinan tangan, cinderamata, toko-toko khusus, toko kelontong,
bank, tempat penukaran uang dan fasilitas pelayanan keuangan lainnya, kantor
informasi wisata, pelayanan pribadi (seperti salon kecantikan), fasilitas pelayanan
kesehatan, fasilitas keamanan umum (termasuk kantor polisi dan pemadam
kebakaran), dan fasilitas perjalanan untuk masuk dan keluar (seperti kantor
imigrasi dan bea cukai).
d) Fasilitas dan pelayanan transportasi

Meliputi transportasi akses dari dan menuju kawasan wisata, transportasi


internal yang menghubungkan atraksi utama kawasan wisata dan kawasan
pembangunan, termasuk semua jenis fasilitas dan pelayanan yang berhubungan
dengan transportasi darat, air, dan udara.

e) Infrastruktur lain
Infrastruktur yang dimaksud adalah penyediaan air bersih, listrik, drainase,
saluran air kotor, telekomunikasi (seperti telepon, telegram, telex, faksimili, dan
radio).

f) Elemen kelembagaan
Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang diperlukan untuk
membangun dan mengelola kegiatan wisata, termasuk perencanaan tenaga kerja
dan program pendidikan dan pelatihan; menyusun strategi marketing dan program
promosi; menstrukturisasi organisasi wisata sektor umum dan swasta; peraturan
dan perundangan yang berhubungan dengan wisata; menentukan kebijakan
penanaman modal bagi sektor publik dan swasta; mengendalikan program
ekonomi, lingkungan, dan sosial kebudayaan.
6. Dalam melakukan perjalanan wisata, seorang wisatawan memerlukan bermacam jasa
dan produk wisata yang dibutuhkannya. Berbagai macam jasa dan produk wisata
inilah yang disebut dengan Komponen Pariwasata. Komponen pariwisata ini dapat
disediakan oleh pihak pengusaha, masyarakat atau siapapun yang berminat untuk
menyediakan jasa pariwisata. Komponen pariwisata ini bisa meliputi:

a) Objek dan daya tarik wisata


b) Akomodasi Angkutan wisata
c) Sarana dan fasilitas wisata

d) Prasarana wisata
Tabel berikut menunjukkan komponen-komponen wisata tersebut dalam suatu
hubungan keseluruhan dari lingkungan alami dan sosial ekonomi antara pasar
internasional dan wisatawan domestik yang akan dilayani dan kawasan tempat tinggal
yang digunakan sebagai tempat atraksi, penyediaan fasilitas, pelayanan, dan
infrastruktur.

Tabel 2.1 Tabel Komponen Pariwisata Menurut Para Ahli

Komponenen Pariwisata
Pendapat para ahli
1 2 3 4
Mill dan Morison, 1985    
Gunn, 1988    
McIntyre, 1993    
Inskeep,1997   
Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2019
Keterangan :

1. Atraksi/Daya Tarik Wisata


2. Fasilitas

3. Aksesibilitas/Transportasi
4. Promosi dan Informasi
Dengan tidak adanya komponen-komponen wisata tersebut maka wisatawan tidak
akan mempunyai motivasi untuk mengunjungi suatu obyek wisata (Arsyadha, 2002).

2.4 Objek dan Daya Tarik Wisata


Berbicara tentang daya tarik di objek wisata ada baiknya di kaitkan dengan produk
industri pariwisata, tidak adanya objek atau daya tarik wisata membuat tidak mungkinnya
terjadi sebuah motif perjalanan dari seseorang, oleh karena itu daya tarik dalam objek
wisata merupakan salah satu produk dari industri pariwisata. Daya tarik dalam objek
wisata di pengaruhi oleh dua faktor yaitu tourism resources dan tourist services, kedua
faktor ini saling berkaitan dalam pembentukan suatu produk industri pariwisata (Yoeti,
2002).
Tourism resources menurut Yoeti (2002) di sebut dengan istilah attractive spontaneous
yaitu segala sesuatu yang ada di objek wisata merupakan daya tarik yang akan membuat
orang-orang mau berkunjung ke lokasi tujuan wisata, di antaranya antara lain

1. Benda-benda yang sudah terdapat di alam semesta yang dalam istilah pariwisata
Natural Amenities yaitu iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, fauna
dan flora, dan pusat-pusat kesehatan alami yang dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit.
2. Hasil ciptaan manusia meliputi benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan,
contoh misalnya monumen, masjid, gereja, kuil atau candi maupun pura.
3. Tata cara hidup masyarakat, tata cara hidup masyarakat yang tradisional merupakan
sumber yang amat penting untuk di tawarkan kepada para wisatawan contoh misalnya
Tea Ceremony di Jepang.
Sedangkan untuk tourist services menurut Yoeti (2002) merupakan alat daya tarik atau
di sebut attraction devices yang merupakan semua fasilitas yang dapat digunakan dan
aktivitas yang dapat di lakukan yang pengadaanya dilakukan oleh perusahaan lain yang
sifatnya komersil. Tapi menurut Yoeti (2002), tourist services bukan merupakan daya tarik
wisata melainkan kehadirannya digunakan untuk mengembangkan objek wisata agar lebih
maju. Terdapat tiga syarat dalam pengembangan pariwisata agar daerah tujuan wisata
dapat menarik untuk di kunjungi oleh wisatawan dalam macam-macam pasar, yaitu :
1. Sebuah objek wisata harus memiliki apa yang di sebut dengan something to see yaitu
sebuah objek wisata harus memiliki daya tarik dan atraksi yang berbeda dari daerah
objek wisata lain dengan kata lain suatu objek wisata tersebut memiliki sesuatu yang
khusus, selain itu juga ia harus memiliki atraksi wisata yang dapat di jadikan hiburan
bila orang datang ke sana, contonya pemandangan indah alam dan pergelaran seni tari
tradisional sebagai hiburan pelengkapnya.
2. Di daerah tersebut harus tersidia apa yang di sebut dengan something to do, artinya di
lokasi wisata tersebut harus ada rekreasi yang sifatnya di gunakan oleh pengunjung
agar tidak membuat pengunjung bosan dan menjadi betah untuk tinggal lama di
tempat itu, contohnya tempat karaoke.
3. Di daerah wisata tersebut harus ada yang disebut dengan something to buy, yaitu harus
tersedianya tempat perbelanjaan, seperti barang-barang souvenir dan kerajinan rakyat,
dengan adanya fasilitas perbelanjaan ini maka dibutuhkan juga fasilitas tambahan
seperti money changer, bank, kantor pos, kantor telepon, dan lain-lainnya
Syarat-syarat di atas setidaknya bisa berjalan seiring dengan pemasaran pariwisata,
yang syarat-syarat tersebut merupakan pembentukan dari salah satu produk pariwisata
yaitu “objek wisata” dan “atraksi wisata”.

2.5 Wisata Cagar Budaya (Heritage Tourism)


Heritage tourism merupakan wisata yang memanfaatkan warisan/peninggalan sejarah
sebagai daya tarik wisata. Heritage tourism hadir sebagai kesatuan dari aspek fisik suatu
bangunan, ruang publik dan morfologi kota yang diwariskan untuk generasi saat ini dan
yang akan dating (Ardika, 2015). Keberadan heritage tourism sebagai warisan sejarah dan
kebudayaan dapat menunjukkan identitas asli sebuah kota. Namun seiring dengan
berjalannya waktu, keberadaan heritage tourism semakin tersingkir dan terlupakan akibat
modernisasi yang terjadi. Padahal apabila dikelola dan dimanfaatkan secara tepat, tidak
menutup kemungkinan heritage tourism dapat menjadi sumber pendapatan daerah yang
dapat mendorong pertumbuhan perekonomian kota (Sugihartoyo, dkk, 2010).

Menurut Rusli Cahyadi (2009), Pariwisata Pusaka atau heritage tourism biasanya
disebut juga dengan pariwisata pusaka budaya (cultural and heritage tourism atau cultural
heritage tourism) atau lebih spesifik disebut dengan pariwisata pusaka budaya dan alam.
Pusaka adalah segala sesuatu (baik yang bersifat materi maupun non materi) yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi.
Beberapa lembaga telah mendefinisikan heritage Tourism dengan titik berat yang
berbeda-beda :

 Organisasi Wisata Dunia (World Tourism Organization) mendefinisikan pariwisata


pusaka sebagai kegiatan untuk menikmati sejarah, alam, peninggalan budaya manusia,
kesenian, filosofi dan pranata dari wilayah lain.
 Badan Preservasi Sejarah Nasional Amerika (The National Trust for Historic
Preservation) mengartikannya sebagai perjalanan untuk menikmati tempattempat,
artefak-artefak dan aktifitas-aktifitas yang secara otentik mewakili cerita/sejarah
orang-orang terdahulu maupun saat ini.
Pada pasal 1 UU RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya mendefinisikan
Benda Cagar Budaya sebagai berikut:
1. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-
kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya
sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
2. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan. Dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pusaka bisa berupa
hasil kebudayaan manusia maupun alam beserta isinya. Pariwisata pusaka adalah
sebuah kegiatan wisata untuk menikmati berbagai adat istiadat lokal, benda-benda
cagar budaya, dan alam beserta isinya di tempat asalnya yang bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan pemahaman akan keanekaragaman budaya dan alam
bagi pengunjungnya.

Amor (2015) menegaskan bahwa ada perbedaan antara pariwisata budaya dengan
pariwisata pusaka (heritage tourism) antara lain: pariwisata budaya lebih mengutamakan
pengalaman di bidang budaya seperti pertunjukan kesenian, dan berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan kebudayaan masyarakat setempat. Sedangakan pariwisata pusaka
(heritage tourism), mengunjungi tempat-tempat bersejarah, seperti museum, monumen
dan berfokus pada elemen-elemen alam yang unik serta tinggalan sejarah dan budaya dari
masa lalu. Dengan kata lain, pariwisata pusaka dapat dianggap sebagai bagian dari
pariwisata budaya. Heritage tourism salah satu jenis pariwisata yang memanfaatkan
peninggalan sejarah, dan warisan budaya sebagai daya tarik wisata. Wisatawan akan
menikmati berbagai jenis peninggalan sejarah dan peninggalan budaya yang terdapat pada
suatau daerah. Kegiatan yang ditawarkan dalam heritage tourism ini lebih cenderung
kepada kegiatan tradisional masyarakat. Keberadaan warisan yang terdapat di Kawasan
Wisata Songgoriti menjadikan Kota Batu ini memiliki sebuah daya tarik baru yang patut
dikembangkan sebagai atraksi pariwisata.

Melihat dari segi ekonomi, dengan memanfaatkan potensi ini menjadi sebuah daya tarik
baru di Kota Batu, dapat membuka peluang usaha baru bagi masyarakat. Bahkan
keberadaan transpot-transpot lokal bisa dibangkitkan lagi, dan memberikan efek ganda
bagi masyarakat sekitar. Efek ganda ini akan dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat,
karena tidak hanya menguntungkan bagi mereka yang ikut terjun langsung dalam kegiatan
pariwisata, namun masyarakat lain juga akan merasakan manfaatnya tersebut. Melihat dari
segi lingkungan, keberadaan warisan budaya tersebut akan lebih terjaga dan terawat
dengan baik. Pasalnya jika warisan tersebut dikembangkan sebagai atraksi wisata, sudah
barang tentu keberadaanya akan terjaga dengan baik. Pihak terkait akan mengupayakan
dengan segala cara agar warisan ini tidak rusak dan dibuatkan sebuah peraturan guna
menjaga keberadaan warisan tersebut.

2.6 Desa Wisata


Menurut Supriadi (2015), desa wisata biasanya berupa kawasan pedesaan yang
memiliki beberapa karakteristik khusus yang layak untuk menjadi daerah tujuan wisata.
Di kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli.
Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian, dan sistem
sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Di luar faktor-faktor tersebut,
sumberdaya alam alam dan lingkungan alam yang masih asli dan terjaga merupakan salah
satu faktor penting dari sebuah kawasan desa wisata.

Selain berbagai keunikan tersebut, kawasan desa wisata juga dipersyaratkan memiliki
berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas
ini akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata.
Fasilitas-fasilitas yang harus ada di suatu kawasan desa wisata antara lain: sarana
transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan akomodasi. Khusus untuk sarana akomodasi,
desa wisata dapat menyediakan sarana penginapan berupa pondok- pondok wisata (home
stay) sehingga para pengunjung dapat merasakan suasana pedesaan yang masih asli.

Desa Wisata merupakan suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan


suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial
budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang
desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai
potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya atraksi,
akomodasi, makanan-minuman, cinderamata, dan kebutuhan wisata lainnya. Penetapan
suatu desa dijadikan sebagai desa wisata harus memenuhi persyaratan-persyaratan, antara
lain sebagai berikut:

1. Aksesibilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan


berbagai jenis alat transportasi.
2. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan lokal,
dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata.
3. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi
terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya.
4. Keamanan di desa tersebut terjamin.
5. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai.
6. Beriklim sejuk atau dingin.
7. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.
Pembangunan desa wisata mempunyai manfaat ganda di bidang ekonomi, sosial,
politik, dan lain-lain. Manfaat ganda dari pembangunan desa wisata, adalah:
1. Ekonomi : Meningkatkan perekonomian nasional, regional, dan masyarakat lokal.
2. Sosial : Membuka lapangan kerja dan lapangan berusaha bagi masyarakat di desa.
3. Pendidikan : Memperluas wawasan dan cara berfikir orang-orang desa, mendidik
cara hidup bersih dan sehat.
4. Ilmu pengetahuan dan teknologi : Meningkatkan ilmu dan teknologi bidang
kepariwisataan.
5. Sosial budaya : Menggali dan mengembangkan kesenian serta kebudayaan asli daerah
yang hampir punah untuk dilestarikan kembali.
6. Lingkungan : Menggugah sadar lingkungan, yaitu menyadarkan masyarakat akan arti
pentingnya memelihara dan melestarikan lingkungan bagi kehidupan manusia kini
dan di masa datang.
2.7 Community Based Tourism (CBT)
Masyarakat saat ini seharusnya mampu mendapatkan keuntungan lebih banyak dari
pariwisata di wilayahnya. Pariwisata berbasis komunitas (community based tourism)
adalah sebuah konsep yang menekankan masyarakat untuk mampu mengelola dan
mengembangkan objek wisata oleh mereka sendiri.

Definisi CBT menurut Garrod (2001) yaitu :


1. Bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk
mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata.
2. Masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat
keuntungan.
3. Menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratis serta distribusi keuntungan
kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan.
Selain yang dikemukakan oleh Garrod, dalam pandangan Hausler CBT merupakan
suatu pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal (baik
yang terlibat langsung dalam industri pariwisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan
kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwista yang berujung pada
pemberdayaan politis melalaui kehidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam
pembagian keuntungan dari kegitan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal.
Hausler menyampaikan gagasan tersebut sebagai wujud perhatian yang kritis pada
pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak masyarakat lokal di daerah
tujuan wisata. Suansri (2003:14) mendefinisikan CBT sebagai wujud perhatian yang
kritis pada pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak masyarakat lokal
di daerah tujuan wisata. Suansri (2003:14) mendefinisikan CBT sebagai pariwisata
yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya. CBT
merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan, atau dengan kata
lain CBT merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Ciri-ciri khusus dari Community Based Tourism menurut Hudson (Timothy, 1999:373)
adalah berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dan adanya upaya perencanaan
pendampingan yang membela masyarakat lokal serta lain kelompok memiliki
ketertarikan/minat, yang memberi kontrol lebih besar dalam proses sosial untuk
mewujudkan kesejahteraan. Sedangkan Murphy (1985:153) menekankan strategi yang
terfokus pada identifikasi tujuan masyarakat tuan rumah dan keinginan serta kemampuan
mereka menyerap manfaat pariwisata. Menurut Murphy setiap masyarakat harus didorong
untuk mengidentifikasi tujuannya sendiri dan mengarahkan pariwisata untuk
meningkatkan kebutuhan masyarakat lokal. Untuk itu dibutuhkan perencanaan
sedemikian rupa sehingga aspek sosial dan lingkungan masuk dalam perencanaan dan
industri pariwisata memperhatikan wisatawan dan juga masyarakat setempat.
Wujud dari konsep community based tourism adalah dikembangkannya desa-desa
wisata, dimana dalam desa wisata, masyarakat desa yang berada di wilayah pariwisata
mengembangkan potensinya baik potensi sumber daya alam, budaya, dan juga potensi
sumber daya manusianya (masyarakat setempat). Keberadaan desa wisata di Indonesia
saat ini sudah semakin berkembang pesat. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun, jumlah
kunjungan ke desa wisata bertambah lima kali lipat. Mengacu data Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata, saat ini di Indonesia terdapat 987 desa wisata. Jumlahnya
semakin meningkat sejak pertama diselenggarakannya desa wisata pada tahun 2009.
Pengembangan desa wisata dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat desa
itu sendiri, diantaranya adalah akan adanya lahan pekerjaan baru bagi masyarakat
sehingga dapat menurunkan angka pengangguran di desa tersebut, selain itu desa wisata
yang mengusung konsep ekowisata akan membuat suatu desa dapat mempertahankan
kelestarian alam dan budaya desanya. Hal lainnya adalah, desa wisata dapat membuat
suatu desa menjadi desa yang mandiri karena dapat menyediakan alternatif pekerjaan yang
dapat dimasuki oleh masyarakat setempat.

Desa wisata saat ini memiliki kecenderungan menggunakan konsep ekowisata,


dimana pariwisata yang ditawarkan adalah segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat
pedesaan. Pariwisata pedesaan menjadikan masyarakat lebih menjaga keaslian budaya dan
alam di desanya untuk dapat mempertahankan minat wisatawan dalam berwisata di desa
wisata. Konsep yang digunakan dalam CBT sangat erat kaitannya dengan pemberdayaan,
dimana masyarakat diberdayakan terlebih dahulu agar mampu mengembangkan
potensinya sendiri, dengan pemberdayaan masyarakat dilatih untuk bisa menolong dirinya
sendiri (self help), sehingga, pada pembangunan desa wisata, masyarakat dikembangkan
dan diberdayakan untuk mampu mengelola desa wisatanya sendiri.

2.8 Sintesa Tinjauan Pustaka


Berdasarkan hasil kajian teori dapat dilihat beberapa indikator penelitian. Indikator
penelitian ini digunakan untuk menentukan variabel yang akan digunakan untuk
menentukan variabel yang akan digunakan untuk penelitian untuk memenuhi sasaran yang
ingin dicapai. Maka dibutuhkan sintesa tinjauan pustaka dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Sintesa Tinjauan Pustaka

No. Sasaran Indikator Variabel


1. Elemen-elemen dalam Karakteristik Wisatawan Jenis Wisatawan
Sumberdaya Pariwisata Asal Wisatawan
Tujuan Wisatawan
Produk Wisata Atraksi Wisata
Fasilitas Akomodasi
Aksesibilitas
Jasa Pelayanan
Peran dan Fungsi Peran Masyarakat
Stakeholder Kebijakan Pemerintah
Investasi Swasta
2. Pola Pengembangan Perencanaan Wisata Kolaborasi antar
Kawasan Pariwisata Cagar Budaya Stakeholder
Preservasi Situs Cagar
Budaya
Konsep Desa Wisata Interaksi Masyarakat
dengan Wisatawan
Daya Tarik Wisata
Sarana dan Prasarana
Pengembangan Ekonomi
Lokal
Community Based Peran Masyarakat Lokal
Tourism Pengembangan Produk
Wisata Lokal
Sumber : Analisa Penulis, 2019
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan rasionalistik.
Rasionalistik berasal dari kata rasio yang berarti akal sehat sehingga pendekatan
rasionalistik merupakan sebuah aliran filsafat yang membawa kepada suatu kebenaran akal
sehat sebagai sumber utama pengetahuan, sehingga pendekatan ini dianalisa dengan
argumentasi secara logis. Menurut Hasan Sadily dalam bukunya Ensiklopedia Indonesia
menyatakan bahwa pendekatan rasionalistik adalah aliran filsafat yang sesuai dengan nalar
atau akal sehat manusia.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Menurut Creswell (2008), penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan atau
penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Menurut
Sukmadinata (2009), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, presepsi, dan orang secara individual maupun kelompok.

3.2 Variabel dan Definisi Operasional


Variabel penelitian menurut Sugiyono (2007) adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga mendapatkan informasi untuk
kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel penelitian dapat bersifat kualitatif maupun
kuantitatif dan bervariasi sesuai dengan tujuan penelitian tersebut.

Definisi operasional merupakan penjelasan dari variabel penelitian dan cara untuk
mengukur data dari suatu variabel penelitian, definisi operasional digunakan untuk dasar
pengumpulan data supaya tidak terjadi bias dalam pengumpulan data dan tidak melenceng
dari tujuan penelitian.

Berikut ini adalah tabel yang memuat indikator, variabel, sub variabel, definisi
operasional, dan parameter dalam penelitian ini.

Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian

Indikator Variabel Definisi Operasional


Karakteristik Wisatawan Jenis Wisatawan Jenis wisatawan yang
berkunjung ke kawasan
wisata
Asal Wisatawan Asal wisatawan yang
berkunjung ke kawasan
wisata
Tujuan Wisatawan Tujuan wisatawan yang
berkunjung ke kawasan
wisata
Produk Wisata Atraksi Wisata Kuantitas dan kualitas
Atraksi wisata
Fasilitas Akomodasi Ketersediaan akomodasi
yang menyediakan
makanan dan minuman,
tempat ibadah, dan
penginapan
Aksesibilitas Kuantitas dan kualitas
sarana dan
prasarana transportasi
dalam mengakses objek
wisata
Jasa Pelayanan Kuantitas dan kualitas
agen perjalanan wisata
Peran dan Fungsi Peran Masyarakat Keterlibatan masyarakat
Stakeholder dalam proses
pengembangan kawasan
wisata
Kebijakan Pemerintah Regulasi terkait arahan
pengembangan kawasan
wisata
Investasi Swasta Tingkat investasi swasta
dalam pengembangan
kawasan wisata
Perencanaan Wisata Cagar Kolaborasi antar Harmonisasi antar
Budaya Stakeholder stakeholder terkait dalam
pengembangan kawasan
wisata
Preservasi Situs Cagar Melestarikan dan merawat
Budaya situs cagar budaya dalam
kawasan wisata
Konsep Desa Wisata Interaksi Masyarakat Sikap masyarakat dalam
dengan Wisatawan memberikan sumbangan
perasaan nyaman yang
berdampak pada
kembalinya wisatawan
berkunjung ke kawasan
wisata.
Daya Tarik Wisata Keunikan alam yang
dimiliki wisata yang dapat
menarik sebagai ciri khas
dari setiap daerah
Sarana dan Prasarana Kuantitas dan kualitas
sarana dan
prasarana kawasan
pariwisata
Pengembangan Ekonomi Nilai ekonomi bagi
Lokal masyarakat dalam
perekonomian lokal
Community Based Peran Masyarakat Lokal Jenis kegiatan masyarakat
Tourism yang mendukung kegiatan
wisata di kawasan wisata
Pengembangan Produk Menerapkan
Wisata Lokal pengembangan
produk wisata pedesaan
Sumber : Sintesis Penulis, 2019

3.3 Populasi dan Sampel


Menurut (Supranto,2007) populasi adalah kumpulan yang lengkap dari elemen-elemen
yang sejenis akan tetapi dapat dibedakan karena karakteristiknya. Sedangkan sampel
adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki
karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi.

Pada penelitian ini, sampel yang digunakan ditentukan dengan menggunakan


probablility sampling. Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Jenis probability sampling yang digunakan yaitu cluster. Teknik Cluster sampling
digunakan bilamana populasi tidak terdiri dari individu – individu, melainkan terdiri dari
kelompok – kelompok individu atau cluster. Teknik cluster sampling digunakan jika
catatan lengkap tentang semua anggota populasi tidak diperoleh serta keterbatasan biaya
dan populasi geografis elemen-elemen populasi berjauhan.
Setelah dilakukan cluster akan dilanjutkan dengan teknik purposive sampling.
Purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non random sampling dimana
peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang
sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan
penelitian.

Adapun stakeholder yang terpilih berdasarkan analisis penulis karena memiliki


pengaruh dan kepentingan dalam upaya pengembangan Kawasan Wisata Songgoriti
adalah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Batu, Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batu, pengelola wisata Kawasan Strategis Perlindungan
Mata Air Songgoriti serta Kawasan Cagar Budaya Candi Supo, Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) Kota Batu, dan Wisatawan.
Sedangkan syarat pemilihan responden sebagai sampel pada teknik purposive sampling
yakni:
a. Kriteria dari stakeholder yang termasuk dalam kategori pemerintah antara lain:
 Pria / wanita
 Usia minimal 25 tahun
 Pendidikan minimal S1 (Bappeda dan Dinas pariwisata) dan SMA (Desa
Songgokerto)
 Berdinas / bekerja di instansi terkait minimal 3 tahun
 Pernah terlibat dalam pengambilan keputusan/penyusunan kebijakan terkait
pariwisata
b. Kriteria dari stakeholder yang masuk kategori pengelola antara lain:
 Pria / wanita
 Usia minimal 25 tahun
 Menjadi pengelola destinasi wisata pantai minimal dalam kurun waktu 3 tahun
terakhir (pengelola destinasi wisata)
c. Kriteria dari stakeholder yang masuk kategori masyarakat (pokdarwis) antara lain:
 Pria / wanita
 Usia minimal 25 tahun
 Terlibat sebagai ketua atau anggota dari Pokdarwis minimal dalam kurun waktu 1
tahun terakhir

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data merupakan teknik yang digunakan untuk memperoleh data
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam penelitian. Proses pengumpulan
data dapat diperoleh melalui survei, baik survei primer maupun survei sekunder. Proses
pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan survei primer dan survei sekunder.
Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer


Teknik pengumpulan data primer merupajan proses memperoleh data yang
dilakukan secara langsung. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data primer
dilakukan dengan survei primer, yang berarti pengamatan secara langsung pada
lapangan. Berikut merupakan beberapa metode pengumpulan data primer yang akan
dilakukan.
1. Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data melalui proses pencatatan


perilaku subjek, objek maupun kejadian yang sistematik tanpa adanya
pertanyaan atau komunikasi dengan individu yang berkaitan dengan penelitian
(Sanusi,2003). Pada penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara mendatangi
langsung wilayah penelitian dan melakukan pengamatan juga dokumentasi
mengenai gejala-gejala yang diteliti.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai pengembangan penyebaran kuisioner dan
dilakukan untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai pertanyaan yang
ada di kuisioner. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara terstruktur yaitu pertama-tama pewawancara menanyakan beberapa
pertanyaan yang sudah terstruktur sesuai kuisioner kemudian satu-persatu
diperdalam untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan tujuan
penelitian.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder


Teknik pengumpulan data sekunder merupakan proses memperoleh data yang
dilakukan secara tak langsung atau dapat diperoleh dari beberapa informasi yang
relevan. Pada teknik pengumpulan data sekunder, akan dilakukan suatu survei
sekunder untuk mendukung data hasil survei primer. Berikut merupakan penjelasan
mengenai metode pengumpulan data sekunder yang akan dilakukan dalam
penelitian.

1. Survei Instansi
Survei instansi dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersifat pelengkap
dari instansi-instansi yang berkaitan dan relevan dengan penelitian. Adapun
instansi-instanis tersebut adalah Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kota Batu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batu, pengelola
wisata Kawasan Strategis Perlindungan Mata Air Songgoriti serta Kawasan
Cagar Budaya Candi Supo.
2. Survei Literatur

Survei literatur merupakan salah satu survei sekunder yang dilakukan untuk
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penelitian. Survei literatur ini
dapat melalui buku, jurnal, dokumen, disertasi, media massa, internet serta tugas
akhir yang masih relevan dengaan penelitian. Studi literatur mengarah pada
pencarian data dari penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas variabel-
variabel yang akan digunakan.

3.5 Teknik Analisa Data


Pada penelitian ini teknik analisis yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu dengan
menggunakan Content Analysis dan Deskriptif Kualitatif. Karakteristik serta faktor- faktor
yang berpengaruh dalam pengembangan wisata halal di Kawasan Wisata Songgoriti
dilakukan dengan pengambilan data primer melalui observasi langsung di lapangan,
sekaligus terhadap stakeholder-stakeholder yang terpilih melalui wawancara one to one,
atau pengambilan data dilakukan dengan wawancara tiap stakeholder secara sendiri-
sendiri dengan semiterstruktur. Wawancara semiterstruktur lebih bebas dari pada
wawancara terstruktur. Untuk menganalisis data hasil wawancara In Depth Interview
digunakan metode Content Analysis. Menurut Weber (1990), pemahaman dasar dari
Content Analysis adalah bahwa banyak kata sesungguhnya dapat diklasifikasikan ke dalam
kategori-kategori yang lebih kecil. Setiap kategori itu dibuat berdasarakan kesamaan
makna kata, dan kemiripan makna kata dari setiap teks atau pembicaraan. Dengan asumsi
itu, kita akan dapat mengetahui fokus dari pengarang, pembuat teks, atau pembicara
dengan menghitung jumlah kategori yang ada dalam teks tersebut. Oleh karenanya untuk
mengukurnya kategori-kategori itu, harus dibuat variabel dari kategori tersebut dan telah
memiliki keajegan makna. Sebagaimana yang dikenal dalam metodologi kuantitatif, maka
variabel yang ada harus valid dan reliabel. Implementasi Content Analysis dalam
penelitian ini adalah digunakan sebagai metode untuk mendapatkan keabsahan atau
konfirmasi terkait dengan sasaran 1 (kondisi faktual serta kondisi ideal dalam
pengembangan Kawasan Strategis Perlindungan Mata Air Songgoriti serta Kawasan Cagar
Budaya Candi Supo) dan sasaran 2 (strategi pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata
Songgoriti) yang bersumber dari transkrip In Depth Interview yang sudah dilakukan
terhadap orang stakeholder terpilih. Adapun tahapan dalam melakukan Content Analysis
adalah sebagai berikut:

Diagram 3.1 Tahapan Content Analysis

Sumber: Kippendorff, 2004

a. Unitizing (pengunitan)
Menentukan unit observasi dan unit analisis. Pengunitan bertujuan untuk
mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, baik berupa teks, gambar,
suara, dan data-data lain yang dapat diobservasi lebih lanjut. Unit adalah segala sesuatu
yang dianggap istimewa dan menarik oleh peneliti.
b. Sampling (penyampelan)
Membatasi observasi yang merangkum semua jenis unit yang ada. Pembatasan
observasi data dilakukan dengan membatasi jumlah stakeholder yang menjadi sumber
data utama. Stakeholder yang terpilih hanyalah stakeholder yang memiliki kepentingan
dan pengaruh yang cenderung tinggi di wilayah penelitian pada sasaran 1 dan sasaran
2.
c. Coding (pengodean)

Pengodean merupakan tahapan menandai informasi-informasi dalam data teks.


Dalam pengodean, dicermati jawaban-jawaban dari hasil transkrip yang
merepresentasikan suatu makna terkait dengan tujuan yang diharapkan, yaitu pada
sasaran 1 adalah kondisi faktual serta kondisi ideal dalam pengembangan Kawasan
Strategis Perlindungan Mata Air Songgoriti serta Kawasan Cagar Budaya Candi Supo
dan sasaran 2 adalah strategi pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata Songgoriti.
Pengodean akan dipilah berdasarkan karakteristik unit, menyesuaikan, lalu meng-
highlight pada tiap transkrip wawancara, kemudian dimasukkan dalam tabel/matriks
analisis.

d. Reducing (penyederhanaan)
Penyederhanaan dilakukan dengan teknik assertion analysis, di mana dapat
memperlihatkan frekuensi dari beberapa objek tertentu yang dicirikan dengan cara
tertentu, sehingga dapat diketahui konfirmasi variabel karakteristik wisata Kawasan
Wisata Songgoriti dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan wisata
Desa Wisata Songgoriti.
e. Inferring (pemahaman)
Pemahaman terhadap data diperlukan untuk menarasikan arahan untuk selanjutnya
disimpulkan. Pemahaman tersebut dilakukan dengan melihat frekuensi unit analisis
yang mengindikasikan hal yang sama.
f. Narrating (penarasian)

Merupakan hasil dari tahap sebelumnya yang mampu menjawab pertanyaan


penelitian mengenai kondisi faktual serta kondisi ideal dalam pengembangan Kawasan
Strategis Perlindungan Mata Air Songgoriti serta Kawasan Cagar Budaya Candi Supo
pada sasaran 1 dan strategi pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata Songgoriti
pada sasaran 2.

Setelah mendapatkan hasil dari sasaran 1 dan sasaran 2, akan dilakukan proses
pembobotan yang berfungsi untuk mengetahui tingkat urgensitas dari hasil sasaran 1 dan
sasaran 2. Setelah dilakukan proses pembobotan langkah selanjutnya adalah menentukan
strategi pengembangan konsep wisata halal yang sesuai bagi Pantai Pulau Merah dengan
menggunakan teknik analisis Deskriptif Kualitatif. Hasil akhirnya berupa strategi
pengembangan pariwisata yang optimal bagi Kawasan Wisata Songgoriti sebagai sebuah
destinasi wisata berkonsep desa wisata berbasis Community Based Tourism (CBT).

Tabel 3.2 Teknik Analisis Penelitian

Sasaran Input Teknik Analisis Output

Mengidentifikasi kondisi Survei primer, Observasi Kriteria desa


faktual serta kondisi ideal survei sekunder, langsung di wisata, potensi,
dalam pengembangan dan transkrip lapangan dan in dan kendala yang
Kawasan Strategis wawancara depth interview dimiliki oleh
Perlindungan Mata Air (Content Kawasan Wisata
Songgoriti serta Kawasan Analysis) Songgoriti serta
Cagar Budaya Candi Supo Faktor-faktor
yang berpengaruh
dalam
pengembangan
desa wisata di
Kawasan Wisata
Songgoriti

Menganalisa strategi Output dari Deskriptif Strategi


pengembangan pariwisata di sasaran 1 Kualitatif pengembangan
Kawasan Wisata Songgoriti desa wisata
berbasis CBT di
Kawasan Wisata
Songgoriti

Sumber : Sintesa Penulis, 2019

3.6 Kerangka Penelitian


Adapun berikut adalah alur proses analisis penelitian secara keseluruhan :

Diagram 3.2 Kerangka Penelitian

Sasaran 1 :
Mengidentifikasi kondisi faktual serta kondisi ideal dalam pengembangan Kawasan
Strategis Perlindungan Mata Air Songgoriti serta Kawasan Cagar Budaya Candi Supo
Observasi langsung dan wawancara dengan stakeholder (Content Analysis)
 Variabel hasil dari studi literatur
 Pendapat responden hasil wawancara
 Hasil observasi di lapangan
 Kondisi faktual dan kondisi ideal Kawasan Strategis Perlindungan Mata Air
Songgoriti serta Kawasan Cagar Budaya Candi Supo

Sasaran 2 :
Menganalisa strategi pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata Songgoriti
Perumusan strategi dengan menggunakan teknik Deskriptif Kualitatif
 Hasil dari sasaran 1
 Perumusan strategi dengan memperhatikan kondisi faktual serta kondisi ideal
sehingga akan tercipta strategi yang sesuai dengan arahan pengembangan dari
dengan menggunakan konsep desa wisata berbasis Community Based Tourism
(CBT)

Sumber : Sintesa Penulis, 2019

Anda mungkin juga menyukai