Anda di halaman 1dari 89

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan kepariwisataan merupakan salah satu kebutuhan dalam kehidupan
modern manusia dewasa ini. Keberadaan sektor pariwisata telah mengambil peran
penting dalam pembangunan perekonomian bangsa-bangsa di dunia. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya peningkatan kesejahteraan ekonomi bangsa-bangsa di
dunia yang semakin baik dan maju. Kemajuan dan kesejaheraan yang makin tinggi
telah menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup
manusia, dan menggerakkan jutaan manusia untuk mengenal alam dan budaya ke
belahan atau kawasan-kawasan dunia lainnya. Pergerakan jutaan manusia selanjutnya
menggerakkan mata rantai ekonomi yang saling berkaitan menjadi industri jasa yang
memberikan kontribusi penting bagi perekonomian dunia, perekonomian bangsa-
bangsa hingga peningkatan kesejaheraan ekonomi tingkat masyarakat lokal.
Bagi Bangsa Indonesia pembangunan pariwisata juga memiliki kontribusi
yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional sebagai instrumen
peningkatan perolehan devisa. Sementara itu, dari perspektif pembangunan sumber
daya manusia, pariwisata mempunyai potensi untuk dijadikan instrumen dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya penduduk sekitar destinasi
pariwisata. Dengan demikian, pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, bukan saja kesejahteraan material dan spiritual, tetapi juga sekaligus
meningkatkan kesejahteraan kultural dan intelektual. Dilihat dari persepektif bangsa
yang lebih luas, pariwisata mempunyai potensi yang jauh lebih besar dan juga lebih
mulia, yaitu dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia dan antar bangsa
sehingga terjalin saling pengertian yang lebih baik, sikap saling menghargai,
persahabatan, solidaritas bahkan perdamaian.
Pada tahun 2016, pemerintah dengan semangat untuk membangkitkan iklim
pariwisata nasional telah menetapkan 10 (sepuluh) Destinasi Pariwisata Prioritas baik
yang berada pada Kawasan Strategis Pariwisata Nasional maupun yang berada pada
Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata, masing-masing: (1) Danau Toba, Sumatera
Utara; (2) Tanjung Kalayang, Belitung; (3) Kepulauan Seribu, DKI; (4) Tanjung
Lesung, Banten; (5) Borobudur, Jawa Tengah; (6) Bromo, Tengger dan Semeru,

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
2

Jawa Timur; (7) Mandalika, Nusa Tenggara Barat, (8) Wakatobi, Sulawesi Tenggara;
(9) Morotai Maluku Utara; dan (10) Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Dari 10
(sepuluh) Destinasi Pariwisata Prioritas, Danau Toba berada pada urutan pertama,
sehingga dapat dimaknai betapa besar perhatian pemerintah terhadap pembangunan
pariwisata di Sumatera Utara.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
mengamanahkan bahwa perencanaan pembangunan kepariwisataan disusun dalam
Rencana Induk Pembangunan Kepariwistaan Nasional yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah (sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional),
sedangkan untuk tingkat daerah disusun dalam Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Provinsi dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah Kabupaten/Kota. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 dengan dilanjutkan lahirnya PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS,
Provinsi Sumatera Utara hingga kini masih belum mengatur Rencana Induk
Pembangunan Kepariwistaan Daerah-nya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla adalah
pengemban amanat Kepemimpinan Nasional. Visi Pembangunan Nasional yang
diusung oleh Presiden dan Walil Presiden dalam Kabinet Kerja adalah
“Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan
Gotong Royong”, dengan misi: (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu
menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan keperibadian Indonesia
sebagai Negara Kepulauan; (2) Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan
dan demokratis berlandaskan Negara Hukum; (3) Mewujudkan politik luar negeri
bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai bangsa maritim; (4) Mewujudkan
kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera; (5) Mewujudkan
bangsa yang berdaya saing; (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang
mandiri maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional; (7) Mewujudkan
masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Visi dan Misi Pembangunan Nasional Indonesia diwujudkan dalam 9 (sembilan)
Agenda Pembangunan Nasional yang dikenal sebagai Nawa Cita.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
3

Sejalan dengan semangat pembangunan kepariwisataan nasional yang tengah


digalakkan oleh Pemerintah Pusat, yang khusus terkait dengan Pengembangan
Kawasan Pariwisata Danau Toba, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden
Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau
Toba, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyusun Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah.
Sejak jaman dahulu Indonesia menjadi tempat yang menarik untuk
disinggahi. Bahkan potensi sumber daya alamnya yang melimpah membuat bangsa-
bangsa di Eropa tertarik untuk datang dan menguasainya. Sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia, dengan gugusan ribuan pulau disepanjang garis katulistiwa,
membuat kawasan ini dapat merasakan hangatnya sinar matahari sepanjang tahun.
Indonesia juga dikenal sebagai “The Ring of Fire” atau cincin api pasifik dunia,
pertemuan tiga lempeng, yakni Indo-australia, Eurasia dan Lempeng Pasifik. Tidak
hanya itu, Indonesia pun dilalui jalur pegunungan aktif dunia, yakni Sirkum Pasifik
dan Sirkum Mediterania dimana gugusan gunung api membentang tersebar
diberbagai pulau di Indonesia. Di Indonesia, kawasan Cincin Api terbentang mulai
dari Pulau Sumatera, Jawa, Sunda Kecil (Nusa Tenggara), Sulawesi, dan Kepulauan
Maluku. Ujung dari kawasan ini, tepatnya di Pulau Sumatera dan Jawa, bersambung
dengan Sabuk Alpid, yang terbentang ke Barat menyusuri Samudera Hindia dan
Mediterania hingga berakhir di Samudera Atlantik.
Sebagai wilayah yang memiliki potensi bencana yang besar, kondisi ini juga
memberikan hikmah yang tidak kecil bagi bangsa Indonesia. Potensi energi panas
bumi yang luar biasa dan keindahan bentang alamnya yang mempesona. Potensi
daya tarik alamnya juga didukung dengan keberadaan hutan hujan tropis dengan
berbagai keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya. Bahkan Indonesia
disebut sebagai salah satu negara megadiversiti dunia.
Wilayah kepulauan yang membentang sejauh 3.977 mil diantara Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik, 17.508 pulau besar dan kecil dimana 6.000 diantaranya
belum berpenghuni.  Selain itu Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang
ketiga di dunia setelah Kanada dan Uni Eropa. Indonesia dikenal sebagai negara yang
memiliki berbagai macam potensi pariwisata yang menarik. Keunikan dan daya tarik
wisata alam cukup lengkap tersedia, dari keindahan alam bahwa laut, pantai pasir
putih dengan perairan laut yang jernih, hutan hujan tropis, sungai, danau, maupun

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
4

gua dan gunung. Selain itu jumlah penduduk yang besar dengan karakteristik
wilayah kepulauan juga memberikan warna yang beragam terhadap kekayaan budaya
di Indonesia. Terdapat bermacam-macam suku bangsa, adat-istiadat dan tradisi
kebudayaan yang sebagian besar masih tetap terjaga dan terpelihara kelestariannya.
Kesemuannya ini merupakan potensi daya tarik yang memberikan keunggulan
komparatif maupun kompetitif bagi bangsa Indonesia jika dikembangkan dan
dikelola dengan baik.
Sebagai negara yang kaya dengan aneka ragam daya tarik wisata, baik alam,
budaya maupun buatan manusia tersebut, dapat dijadikan sebagai modal dasar bagi
bangsa Indonesia untuk dimanfaatkan sektor kepariwisataan Indonesia dalam
menarik minat wisatawan mancanegara maupun nusantara. Apalagi dengan
keberadaan daya tarik wisata yang tersebar di seluruh wilayah hal ini dapat
mendorong pergerakan wisatawan ke seluruh wilayah nusantara sehingga dapat
mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah secara lebih merata.
Saat ini, seluruh dunia sedang mengalihkan pandangan ke arah sektor pariwisata.
Kegiatan ekstraksi sumber daya alam memiliki keterbatasan dari segi ketersediaanya.
Kenyataannya, dalam dua dekade terakhir, pariwisata telah menjadi salah satu
industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Berdasarkan catatan UNWTO
(United Nation World Tourism Oganization) pada tahun 2012 jumlah wisatawan
internasional yaitu wisatawan yang bepergian ke luar negeri mencapai angka 1
milyar orang. Hal ini merupakan capaian terbesar dalam sejarah pertumbuhan
wisatawan dunia dengan pendapatan ekspor internasional yang dihasilkan mencapai
1,3 triliun US$. Pertumbuhan wisatawan internasional secara signifikan meningkat
menjadi 1,08 milyar pada tahun 2013 dengan lebih dari 6 milyar wisatawan
melakukan perjalanan di dalam negeri mereka sendiri. Pertumbuhan jumlah
wisatawan internasional ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 1,4 milyar
pada tahun 2020 dan mencapai 1,8 milyar pada tahun 2030.
Dari perkiraan jumlah perjalanan wisatawan tersebut, 57 persen wisatawan
diperkirakan akan mengunjungi destinasi wisata di negara-negara yang
perekonomiannya sedang tumbuh dan berkembang, termasuk diantaranya
mengunjungi Indonesia. Dibandingkan dengan data jumlah wisatawan internasional,
hingga tahun 2013 Indonesia dikunjungi kurang dari 1 persen dari jumlah wisatawan
dunia tersebut, yakni 8,6 juta wisatawan internasional setelah mengalami

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
5

peningkatan 12 persen dari tahun 2012. Namun jika dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya, jumlah ini masih jauh di bawah jumlah kunjungan wisatawan ke
Malaysia yang mencapai 25,7 juta dan Thailand yang mencapai 26,7 juta kunjungan.
Sementara itu dari segi penerimaan devisa, pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa sektor pariwisata internasional menyumbangkan 9 persen PDB (Produk
Domestik Bruto) internasional, dimana 1 dari 11 lowongan pekerjaan ada di sektor
pariwisata, memberikan kontribusi pada 6 persen ekspor dunia dan 6 persen ekspor
negara-negara miskin. Di Indonesia perolehan devisa dari sektor pariwisata
meningkat 10,99 persen yakni dari 9,1 miliar US$ di tahun 2012 menjadi 10,1 miliar
US$ pada tahun 2013. Sedangkan sektor pariwisata menyerap hampir 7 (tujuh) juta
tenaga kerja pada tahun 2009. Oleh karena itu, di banyak negara, tidak terkecuali
Indonesia, pariwisata dijadikan sebagai sektor andalan dalam membangun kekuatan
perekonomiannya. Tentunya tantangan ini menjadi peluang besar bagi Indonesia.
Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dimana Indonesia memiliki
begitu banyak daya tarik sekaligus keunikan alam dan budaya untuk dapat menjadi
destinasi wisata kelas dunia.
Bagi perekonomian Indonesia, industri pariwisata yang terkelola dengan baik
tentu dapat memberikan kontrubisi yang sangat berarti pada  PDB dalam bentuk
devisa. Karena setiap wisatawan asing yang berkunjung akan menghabiskan rata-
rata antara 1.100 dollar AS sampai 1.200 dollar AS per kunjungan. Selain itu, sektor
ini juga menyediakan kesempatan kerja yang sangat luas bagi masyarakat Indonesia.
Sejalan dengan diberlakukannnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan, aspek perencanaan pembangunan pariwisata menjadi sangat
penting dalam menentukan arah dan strategi pembangunan kepariwisataan nasional
maupun daerah. Peraturan Pemerintah  Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional  atau disebut RIPPARNAS tahun 2010 –
2025 memiliki arti strategis bagi bangsa Indonesia karena dapat memberikan arah
pengembangan yang tepat terhadap potensi kepariwisataan dari sisi produk, pasar,
spasial, sumber daya manusia, manajemen dan sebagainya sehingga Pariwisata
Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara postif dan berkelanjutan bagi
pengembangan wilayah dan kesejahteraan masyarakat. Peraturan tersebut juga
mengatur peran setiap stakeholders terkait baik lintas sektor, lintas pelaku, maupun

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
6

lintas daerah/wilayah agar dapat mendorong pengembangan pariwisata secara


sinergis dan terpadu.
Di tingkat daerah, Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah
(RIPPARDA) disusun oleh daerah sebagai panduan bagi daerah dalam memacu
perkembangan pariwisata di daerah. Penyusunan RIPPARDA tentunya harus
mengacu pada RIPPARNAS. Dalam penyusunan RIPPARDA menekankan perlunya
dukungan dan partisipasi masyarakat sebagai salah satu pendekatan yang diperlukan
dalam sebuah perencanaan pengembangan pariwisata secara lebih komprehensif
dengan berpegang pada konsep borderless yaitu menghilangkan batas-batas wilayah
administrasi.
Perencanaan pembangunan kepariwisataan di daerah dilakukan berdasarkan
konsep klaster atau perwilayahan dengan karakteristik potensi daya tarik suatu
destinasi wisata. Sehingga pengembangan perwilayahan ditentukan atas dasar
kesamaan karakteristik strategis ditiap wilayah. Pendekatan perencaaan seperti inilah
yang diterapkan dalam penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah
Provinsi Sumatera Utara yang dikuatkan melalui suatu Peraturan Daerah
sebagaimana ketentuan Pasal 9 ayat (2), disebutkan “Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Daerah Provinsi”. Berangkat dari uraian di atas, maka Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara berencana menyusun Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah (RIPPARDA) yang akan dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi
Sumatera Utara.

B. Identifikasi Masalah
Pengaturan mengenai Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah di
Provinsi Sumatera Utara dalam sebuah norma hukum dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan dan permasalahan menyangkut :
1. Apa urgensi penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah?
2. Bagaimana langkah harmonisasi hukum yang perlu diperhatikan dalam
perumusan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah khususnya terhadap peraturan

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
7

perundang-undangan yang lebih tinggi maupun peraturan perundang-undangan


yang sederajat?
3. Bagaimana pengaturan ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Provinsi
Sumatera Utara ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-
undangan dinyatakan “ Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau
pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut
dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi,
atau Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.”
Dari uraian Pasal tersebut maka dapat kita telaah tujuan dan kegunaan Naskah
Akademik. Tujuan merupakan gambaran sasaran utama dibuatnya Naskah Akademik
Peraturan Perundang-undangan, yakni sebagai landasan ilmiah bagi penyusunan
rancangan peraturan perundang-undangan yang memberikan arah, dan menetapkan
ruang lingkup bagi penyusunan peraturan perundang-undangan. Semestara kegunaan
memuat pernyataan tentang manfaat disusunnya Naskah Akademik tersebut, selain
sabagai bahan masukan bagi pembuat rancangan peraturan perundangan-undangan
juga dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Tujuan dan kegunaan Naskah Akademik di atas merupakan tujuan dan
kegunaan yang sifatnya umum. Adapun tujuan dan kegunaan naskah akademik juga
memiliki kekhususan, yaitu berhubungan dengan materi atau muatan yang akan
diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam naskah akademik ini,
penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara
tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah memiliki tujuan dan
kegunaan antara lain:
1. Memberikan landasan pemikiran yang obyektif dan komprehensif tentang
pokok‐pokok peraturan tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah di Provinsi Sumatera Utara;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
8

2. Memberikan arah dan ruang lingkup kebijakan dalam Pengembangan Pariwisata


di Provinsi Sumatera Utara
3. Sebagai landasan pemikiran dalam implementasi berbagai peraturan perundang-
undangan tentang kepariwisatan secara nasional di tingkat daerah.

D. Metodologi Penelitian
Naskah Akademik ini disusun sebagai acuan dalam penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
analitis, dengan pendekatan juridis sosiologis. Dengan jenis penelitian seperti ini
dimaksudkan bahwa dalam penelitian penyusunan naskah akademik ini digunakan
metode menjelaskan segala fakta dan data yang ada terkait dengan semua keadaan
yang berhubungan dengan penyelenggaraan kepariwisataan di Provinsi Sumatera
Utara. Data dan fakta-fakta yang ada selanjutnya dianalisis setelah sebelumnya
dilakukan pengumpulan data. Pengambilan data dilakukan dengan berbagai bentuk
pendekatan diantaranya wawancara dengan beberapa key person dan indeph.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan metode focus group discussion (FGD)
dengan melibatkan semua stakeholder dalam penyelenggaraan kepariwisataan
disampingkan itu juga dilakukan metode survei ke berbagai destinasi pariwisata yang
ada di Sumatera Utara yang potensial untuk dijadikan sebagai Destinasi Pariwisata
Daerah (DPD) dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD).
Penelitian Yuridis Normatif digunakan untuk menemukan kerangka aturan
hukum yang terkait dengan penyelenggaraan pariwisata mulai dari tingkat nasional
hingga ke tingkat daerah secara vertikal. Singkronisasi juga dilakukan terhadap
beberapa ketentuan hukum yang terkait dengan penyelenggaraan pariwisata, seperti
perundang-undangan yang terkait dengan penataan ruang, lingkungan hidup,
kehutanan, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil dana lain sebagainya. Berbagai
data yang bersifat non hukum dan yang diperoleh melalaui wawancara akan
dipergunakan untuk mendukung konsep-konsep hukum yang akan diturunkan untuk
melahirkan kaedah hukum baru di tingkat daerah dalam bentuk pasal-pasal yang ada
dalam rancangan peraturan daerah tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah ini.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
9

Lokasi penelitian dalam penyusunan Naskah Akademik adalah seluruh


Kabupaten / Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, utamanya Kabupaten / Kota
yang secara nasional ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Pariwisata
Nasional (KPPN) sebagaimanan diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
10

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPERIS

A. Kajian Teoretis
1. Kepariwisataan
Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam
proses pembangunan dan pengembangan wilayah yaitu dalam memberikan
kontribusi bagi pendapatan suatu daerah maupun bagi masyarakat. Dengan
kontribusi yang diberikan ini, pemerintah daerah memiliki tambahan pemasukan
dalam rangka pembangunan proyek-proyek maupun kegiatan lain di wilayahnya.
Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi
pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun
demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan
yang lebih luas bagi suatu negara.
Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah, pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis untuk
mendorong pembangunan pada wilayah-wilayah tertentu yang mempunyai potensi
objek wisata. Dengan adanya perkembangan industri pariwisata di suatu wilayah,
arus urbanisasi ke kota-kota besar dapat lebih ditekan. Hal ini disebabkan pariwisata
memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak),
aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya. Keberadaan sektor
pariwisata tersebut seharusnya memperoleh dukungan dari semua pihak seperti
pemerintah daerah sebagai pengelola dan regulator, masyarakat yang berada di lokasi
objek wisata serta partisipasi pihak swasta sebagai pengembang.
Selain peran yang dimilikinya, pariwisata juga merupakan suatu sektor yang
tidak jauh berbeda dengan sektor ekonomi yang lain yaitu dalam proses
perkembangannya juga mempunyai dampak atau pengaruh dibidang sosial dan
ekonomi. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat berupa pengaruh positif maupun
negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Untuk mencegah perubahaan itu
menuju ke arah negatif maka diperlukan suatu perencanaan yang mencakup
perencanaan pada aspek sosial dan ekonomi, sehingga sedapat mungkin masyarakat
setempat ikut terlibat di dalam perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Hal ini
perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata yang

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
11

bersangkutan, dengan demikian proses pembangunan dan pengembangan suatu


wilayah dapat ditunjang oleh potensi wisata yang dimilikinya.
Pariwisata perlu dikembangkan dengan alasan bahwa pembangunan
pariwisata pada suatu daerah tertentu tergantung pada pengambil kebijakan melalui
penelitian atau pengkajian terhadap semua aspek yang berkaitan dengan pariwisata
tersebut. Mulai dari potensi yang dimiliki daerah tersebut, kebiasaan hidup
masyarakat di sekitarnya, kepercayaan yang dianut, sampai dengan tingkah laku atau
kebiasaan wisatawan yang direncanakan akan ditarik untuk berkunjung kedaerah
tersebut.
Sebagaimana Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, Kepariwisataan adalah
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
Pembangunan kepariwisataan nasional meliputi:
a. Destinasi Pariwisata;
b. Pemasaran Pariwisata;
c. Industri Pariwisata; dan
d. Kelembagaan Kepariwisataan.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan Pariwisata dilaksanakan berdasarkan
asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan
dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. Sehingga pengembangan
pariwisata ditujukan, untuk:
1. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu
objek dan daya tarik wisata;
2. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa;
3. Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja;
4. Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat; Mendorong pendayagunaan produksi nasional.
Dari sisi penyediaan pariwisata terdapat empat komponen pendukung yaitu :
1. Informasi dan Promosi

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
12

Motivasi untuk melakukan kunjungan wisata dapat dimiliki seseorang tetapi


mungkin saja ia tidak tahu cara melakukannya. Sehingga pengetahuan terhadap
daerah tujuan wisata sangat ditentukan oleh ketersediaan informasi.
2. Fasilitas
Ketersediaan fasilitas pelayanan berkaitan dengan daya tarik suatu daerah tujuan
wisata, seperti fasilitas transportasi yang akan membawanya dari dan ke daerah
tujuan wisata yang ingin dikunjunginya, fasilitas akomodasi yang merupakan
tempat tinggal sementara di tempat atau di daerah tujuan yang akan
dikunjunginya, fasilitas catering service yang dapat memberikan pelayanan
mengenai makanan dan minuman sesuai dengan selera masing-masing, fasilitas
perbelanjaan dimana wisatawan dapat membeli barang-barang souvenir khas
dari daerah wisata tersebut, dan termasuk juga infrastruktur yang baik.
3. Daya Tarik
Suatu Objek wisata akan berkembang apabila mempunyai daya tarik. Faktor
daya tarik inilah yang akan mendorong wisatawan untuk mengunjunginya. Daya
tarik suatu daerah tujuan wisata dapat dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu sifat
khas alam, wisata buatan, dan wisata budaya. Potensi daya tarik wisata ini
ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya jenis atraksi wisata. Atraksi wisata
adalah suatu tempat atau area yang memiliki suatu karakteristik/ daya tarik
tertentu dan fasilitas wisata yang dapat menarik para pengunjung atau wisatawan
untuk dapat berwisata atau berekreasi menikmatinya.
4. Aksesibilitas
Jarak antara tempat tinggal dengan daerah tujuan wisata, maupun dari areal
kedatangan menuju destinasi wisata yang ada. Aksesibilitas ini merupakan salah
satu faktor yang sangat penting. Pengembangan Pariwisata sangat bergantung
pada kemudahan pencapaian daerah tujuan wisata.

Pembangunan kepariwisataan sebagaimana Undang-Undang Nomor 10


Tahun 2009 dilakukan melalui pendekatan kewilayahan. Pendekatan kewilayahan
tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat administrasi, karena satu daya-tarik wisata
memiliki karakteristik dan keterkaitan dengan yang lain. Saling memperkuat dan
memberi warna yang khas sehingga menampilkan keunggulan yang utuh dan
spesifik. Satu destinasi wisata merupakan suatu kawasan dengan batasan fisik

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
13

geografis tertentu yang didalamnya terdapat komponen-komponen berupa produk


wisata, layanan dan unsur pendukung lainnya yang membentuk suatu sistem dan
jaringan fungsional yang terintegrasi dan saling bersinergis dalam menciptakan
kunjungan maupun membentuk totalitas pengalaman bagi wisatawan. Di dalam
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional pengembangan ini di
lakukan melalui penetapan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN dan Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). DPN sebagaimana dimaksudkan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011, ditentukan dengan kriteria ;
a. Merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah provinsi dan/atau lintas
provinsi yang di dalamnya terdapat kawasan-kawasan pengembangan pariwisata
nasional, yang diantaranya merupakan KSPN;
b. Memiliki Daya Tarik Wisata yang berkualitas dan dikenal secara luas secara
nasional dan internasional, serta membentuk jejaring produk wisata dalam
bentuk pola pemaketan produk dan pola kunjungan wisatawan;
c. Memiliki kesesuaian tema Daya Tarik Wisata yang mendukung penguatan daya
saing;
d. Memiliki dukungan jejaring aksesibilitas dan infrastruktur yang mendukung
pergerakan wisatawan dan kegiatan Kepariwisataan; dan
e. Memiliki keterpaduan dengan rencana sektor terkait.
Adapun yang dimaksud KSPN adalah; kawasan yang memiliki fungsi utama
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai
pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial
dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta
pertahanan dan keamanan. Penetapan KSPN ditentukan berdasarkan kriteria:
a. Memiliki fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan pariwisata;
b. Memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi Daya Tarik Wisata
unggulan dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
c. Memiliki potensi pasar, baik skala nasional maupun khususnya internasional;
d. Memiliki posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi;
e. Memiliki lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan
wilayah;
f. Memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
14

g. Memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan
aset budaya, termasuk di dalamnya aspek sejarah dan kepurbakalaan;
h. Memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat;
i. Memiliki kekhususan dari wilayah;
j. Berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar
wisatawan potensial nasional; dan
k. Memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan.
Di tingkat daerah, pemerintah provinsi dapat menetapkan Destinasi
Pariwisata Daerah (DPD) dan kawasan Strategis Pariwisata Daerah.

2. Konsep Manajemen Strategis


Konsep manajemen strategis dalam pembangunan kepariwisataan Sumatera
Utara dilakukan melalui pendekatan Good Tourism Governance. Istilah
“governance” sudah dikenal dalam literature adminstrasi dan ilmu politik hampir
120 tahun, wacana tentang governance dalam pengertian yang telah diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia adalah sebagai bentuk dari tata pemerintahan,
penyelenggaraan pemerintah atau pengelolaan pemerintah, tata pamong. Setelah
berbagai lembaga pembiayaan menetapkan good governance sebagai persyaratan
utama untuk setiap program bantuan meraka. Oleh para teoritisi dan praktisi
adminisitrasi Negara Indonesia ; istilah “good governance” telah diterjemahkan ke
berbagai istilah, misalnya ; penyelengaraan pemerintahan yang amanah (Bintarao
Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), dan ada juga yang
mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government).
Ada tiga pokok pendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good
governance, yakni : pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab,
masyarakat madani, masyarakat sipil) dan pasar atau dunia usaha. Penyelengaraan
pemerintahaan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan
otoritas politik,ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan
interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasannya baru
dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta
tata aturan yang jelas dan pasti, good governance yang sehat juga akan berkembang
sehat dibawah kepemimpinan yang beribawa dan memiliki visi yang jelas.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
15

Seperti pernah dikemukakan oleh Mahathir dan Ishihara (1995) yang


mengatakan bahwa; Pengalaman telah menunjukan bahwa dalam rangka
mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), ternyata sangat
memerlukan terciptanya kondisi ideal dari ketiga petaruh (stakeholders) sebagai
berikut:
1. Partisipatif ; Dalam arti semua anggota/ warga masyarakat mampu
memberikan suaranya dalam pengambilan keputusan, langsung ataupun
melalui lembaga perantara yang diakui mewakili kepentingannya. Partisipasi
yang luas dibangun atas kebebasan berorganisasi dan menyampaikan
pendapatnya secara konstruktif.
2. Penegakan dan kepatuhan pada peraturan perundangan; Dalam arti
hukum harus ditegakkan atas dasar keadilan tanpa memandang golongan dan
perbedaan yang ada.
3. Transparansi; Dalam arti adanya aliran informasi yang bebas, serta adanya
kelembagaan dan informasi yang langsung dapat diakses oleh berbagai pihak
yang berkepentingan. Disamping itu, informasi juga harus cukup tersedia untuk
dimengerti dan dipantau oleh semua fihak yang berkepentingan.
4. Daya tanggap (responsiveness); dalam arti adanya kemampuan kelembagaan
dari pemerintah untuk memproses dan melayani keluhan dan pendapat semua
anggota masyarakat.
5. Orientasi pada konsesus; Di sini kepemerintahan yang baik dituntut harus
dapat menjembatani perbedaan kepentingan antar warga masyarakat untuk
mencapai konsesus yang luas dan mampu mengakomodasi kepentingan
kelompok serta mencari kemungkinan dalam penentuan kibijakan dan
prosedur yang dapat diterima.
6. Bersikap adil; Dalam arti harus diupayakan bahwa semua warga masyarakat
mempunyai kesempatan untuk meperbaiki dan memelihara kesejahteraannya.
7. Efektivitas dan efisiensi; Disini berarti setiap kinerja kelembagaan yang ada
dan prosesnya mampu membuahkan hasil yang memadahi untuk memenuhi
kebutuhan dengan pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana (best use).
8. Akuntabilitas dan pertanggungjawaban; Harus selalu diupayakan bahwa
pengambilan keputusan pada institusi pemerintah, sektor swasta dan organisasi
kemasyarakatan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik dan segenap

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
16

stakeholders. Kadar dan takaran akuntabilitas ini memang berbeda antara satu
organisasi dengan organisasi yang lain serta tergantung juga pada apakah
kebijakan itu diambil untuk keperluan internal atau eksternal.
9. Visi strategik: disini berarti bahwa pemimpin dan publik harus sama sama
memiliki perspektif yang luas dan jauh kedepan tentang pemerintahan yang
baik, pengembangan manusia dan kebersamaan serta mempunyai kepekaan
atas apa yang diperlukan untuk pembangunan dan perkembangan bersama.

3. Spasial dan Klaster Pengembangan


Pengembangan pariwisata membutuhkan pendekatan kewilayahan yang
tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat administrasi, karena satu daya-tarik wisata
memiliki karakteristik dan keterkaitan dengan yang lain. Saling memperkuat dan
memberi warna yang khas sehingga menampilkan keunggulan yang utuh dan
spesifik.
Destinasi wisata merupakan suatu kawasan dengan batasan fisik geografis tertentu
yang didalamnya terdapat komponen-komponen berupa produk wisata, layanan dan
unsur pendukung lainnya yang membentuk suatu sistem dan jaringan fungsional
yang terintegrasi dan saling bersinergis dalam menciptakan kunjungan maupun
membentuk totalitas pengalaman bagi wisatawan.
Sedangkan produk wisata sebagaimana Menurut Cooper, Fletcher, Gilbert Shepherd
and Wanhill (1998) kombinasi berbagai komponen pendukung wisata yang meliputi :
(a) Atraksi wisata yang meliputi alam, budaya, artifisial, event dan sebagainya
(b) Amenitas berupa fasilitas penunjang wisata, akomodasi, rumah makan, retail, toko
cidera mata, fasilitas penukaran uang, biro perjalanan, pusat informasi wisata dan
sebagainya
(c) Aksesibilitas berupa dukungan sistem transportasi yang meliputi rute atau jalur
transportasi, fasitlitas terminal bandara, pelabuhan dan moda transfortasi lainnya.
(d) Layanan pendukung wisata yaitu ketersediaan fasilitas pendukung yang
dibutuhkan dan dapat dimanfaatkan oleh wisatawan seperti bank, telekomunikasi,
pos, rumah sakit, dan sebagainya
(e) Aktifitas wisata berupa ragam kegiatan yang dapat diikuti atau dilakukan oleh
wisatwan selama berada di lokasi atau destinasi wisata.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
17

(f) Paket perjalanan wisata yaitu, paket-paket perjalanan wisata yang dikemas dan
ditawarkan oleh penyedia jasa perjalanan wisata.
Sehingga berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka pengembangan destinasi
wisata sebaiknya dikembangkan melalui pendekatan ;
(a) Berorientasi pada pasar, dimana persepsi wisatawan mengenai destinasi
wisata menjad faktor pertimbangan yang sangat penting dalam penetapan
suatu objek atau kawasan sebagau suatu destinasi pariwisata.
(b) Tidak mengenal batas wilayah, karena pariwisata merupakan kegiatan yang
tidak mengenal batas ruang dan wilayah. Pengembangan pariwisata harus
diarahkan secara terpadu lintas wilayah untuk membangun daya tarik kolektif
yang kuat sebagai suatu destinasi yang kompetitif dalam skala nasional,
regional bahkan internasional
(c) klaster, dimana konsentrasi geografis dari seluruh komponen pendukung
pariwisata dalam satu wilayah bergerak dalam suatu sistem dan pola yang
khusus atau tertentu yang memiliki potensi daya tarik obyek unggulan
sebagai produk utama (core product).
Koridor Penghubung, berfungsi menjadi jalur pergerakan wisatawan sejak
kedatangan dan pergerakan antar simpul pengembangan. Jika pada masing-masing
simpul pengembangan pergerakan wisatawan merupakan perjalananan jarak pendek,
yaitu dari tempat akomodasi ke berbagai lokasi objek wisata dan daya tarik lainnya,
maka pergerakan wisatawan di koridor penghubung merupakan suatu perjalananan
jarak jauh. Perbedaan sifat perjalananan ini memerlukan jenis pelayanan yang
berbeda.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
18

Konsep Pembangunan Perwilayahan Pariwisata Daerah

Untuk menetapkan satu wilayah dijadikan sebuah klaster pengembangan


destinasi wisata langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengidentifikasi daya
tarik wisata tersebut adalah dengan melakukan kajian secara seksama, wawancara
dengan pihak pemerintah dan wawancara dengan narasumber disertai dengan
pengumpulan informasi karakteristik dari suatu rencana wilayah destinasi sebagai
bahan evaluasi yang dikaitkan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Selanjutnya kunjugan secara langsung perlu dilakukan untuk memperoleh
informasi teraktual tentang kondisi daya tarik obyek wisata tersebut termasuk
menilai kembali kemungkinan adanya perbedaan karakteristik dari obyek dan dayat
tarik yang ada dalam satu wilayah pengembangan. Identifikasi daya tarik harus
dilakukan secara sistematis dengan mengindikasikan faktor-faktor pendukung dari
suatu daya tarik. Faktor-faktor tersebut, adalah:
 Nama Objek wisata
 Jenis daya tarik
 Lokasi
 Aksesibilitas

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
19

 Karakteristik khusus
 Pengembangan yang sudah dilakukan
 Keunggulan yang dimiliki
 Permasalahan yang dihadapi
Model mengembangan destinasi pariwisata melalui pendekatan kewilayaah
ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentng
Rencana Induk PembangunanKepariwisataan Nasional. Sebagaimana penetapan
wilayah DPN (Destinasi Pariwisata Nasional) ditentukan berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
a. Merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah provinsi dan/atau lintas
provinsi yang di dalamnya terdapat kawasan-kawasan pengembangan pariwisata
nasional, yang diantaranya merupakan KSPN;
b. Memiliki Daya Tarik Wisata yang berkualitas dan dikenal secara luas secara
nasional dan internasional, serta membentuk jejaring produk
wisata dalam bentuk pola pemaketan produk dan pola kunjungan wisatawan;
c. Memiliki kesesuaian tema Daya Tarik Wisata yang mendukung penguatan daya
saing;
d. Memiliki dukungan jejaring aksesibilitas dan infrastruktur yang mendukung
pergerakan wisatawan dan kegiatan Kepariwisataan; dan
Memiliki keterpaduan dengan rencana sektor terkait.
Dalam penetapan Destinasi Pariwisata Daerah, kriteria ini juga dijadikan sebagai
acuan. Disetiap Destinasi Pariwisata Nasional ditetapkan juga tentang Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Sementara itu berdasarkan peraturan
pemerintah tersebut, KSPN ditentukan atas dasar kriteria berikut ini:
a. Memiliki fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan pariwisata;
b. Memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi Daya Tarik Wisata
unggulan dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
c. Memiliki potensi pasar, baik skala nasional maupun khususnya internasional;
d. Memiliki posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi;
Memiliki lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan
wilayah;
Memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
20

e. Memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan
aset budaya, termasuk di dalamnya aspek sejarah dankepurbakalaan;
f. Memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat;
Memiliki kekhususan dari wilayah;
g. Berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar
wisatawan potensial nasional; dan
h. Memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan.
Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, maka Pembangunan DPD dan
KSPD dilaksanakan secara bertahap berdasarkan kriteria prioritas sebagai berikut:
a. Memiliki komponen destinasi yang siap untuk dikembangkan;
b. Memiliki posisi dan peran efektif sebagai penarik investasi yang strategis;
c. Memiliki posisi strategis sebagai simpul penggerak sistemik Pembangunan
Kepariwisataan di wilayah sekitar baik dalam konteks regional maupun nasional;
d. Memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan;
e. Memiliki kontribusi yang signifikan dan/atau prospek yang positif dalam
menarik kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dalam
waktu yang relatif cepat;
f. Memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
g. Memiliki kontribusi terhadap pengembangan keragaman produk wisata di
Indonesia; dan
h. Memiliki keunggulan daya saing internasional.

4. Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism adalah sebuah konsep
turunan dari konsep pembangunan berkelanjutan yang ada pada laporan World
Commission on Environment and Development, berjudul Our Common Future (atau
lebih dikenal dengan the Brundtland Report) yang diserahkan ke lembaga PBB pada
tahun 1987 (Mowforth dan Munt 1998). Pembangunan berkelanjutan merupakan
suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan
selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang. Singkat kata, dengan
pembangunan berkelanjutan generasi sekarang dan generasi yang akan datang
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta isinya.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
21

Sedangkan pariwisata berkelanjutan sendiri adalah sebuah proses dan sistem


pembangunan pariwisata yang dapat menjamin keberlangsungan atau keberadaan
sumber daya alam, kehidupan sosial-budaya dan ekonomi hingga generasi yang akan
datang. Intinya, pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang dapat memberikan
manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa merusak lingkungan.
Secara ekonomi, perencanaan pembangunan pariwisata berkelanjutan
didasarkan pada upaya-upaya meningkatkan perekonomian masyarakat lokal,
mengurangi angka kemiskinan, mendorong tumbuh kembangnya usaha pariwisata
lokal, menciptakan lapangan kerja, mendorong pembelian produk lokal, dan
meningkatkan pendapatan daerah dan nasional melalui pajak usaha dan pajak
penghasilan. Diharapkan tumbuh kembangnya ekonomi lokal akan menekan dampak
negatif pariwisata secara ekonomi, seperti berkurangnya kebocoran ekonomi, dan
terlindunginya hak kepemilikan lokal atas tanah dan properti.
Salah satu model dari pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata, yang merupakan
perpaduan antara konservasi dan pariwisata, yaitu pengelolaan pariwisata yang
menselaraskan antara kepentingan ekonomi, konservasi dan masyarakat setempat.
Sementara itu, menurut United Nations Environment Programme on Tourism,
sustainable tourism merupakan pengembangan pariwisata yang mempertemukan
antara kebutuhan wisatawan pada saat ini dengan tetap mempertimbangkan,
melindungi dan mempertinggi potensi asset untuk masa yang akan datang. Hal ini
juga berarti mempertimbangkan potensi masa yang akan datang dalam segala sektor,
termasuk di dalamnya adalah faktor ekonomi, sosial, dan budaya yang akan
dipenuhi, yang didukung oleh sistem integrasi kebudayaan, proses ekologi yang
esensial, keragaman biologi, dan life support.
Mekanisme pembangunan secara keseluruhan yang berlangsung pada suaut
wilayah tertentu akan selalu memiliki pengaruh terhadap semua aspek pembangunan
pada suatu wilayah, berupa efek langsung (direct effect), efek tak langsung (indirect
effect), maupun efek ikutan (induced effect). Sehubungan dengan hal tersebut
kebijakan serta arahan dan program – program implementasi yang direkomendasikan
akan bertumpu pada tatanan:
a. Layak secara ekonomi (economically visible)
b. Berwawasan lingkungan (enviromentaly sustainable)
c. Diterima secara sosial (socially acceptable)

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
22

d. Dapat diterapkan secara teknologis (tecnologically appropriate)

5. Pendekatan Ekowisata
Secara konsepsional ekowisata berarti suatu pengelolaan pariwisata yang
bertanggung jawab di daerah alami dan dilindungi atau tempat yang dirancang
menurut kaidah alami dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan maupun
kebudayaan yang ada serta memberi kesempatan bagi masyarakat setempat dalam
upaya meningkatkan kesejahteraannya.
Ekowisata adalah suatu bentuk kegiatan wisata yang mensyaratkan adanya
keterpaduan dan keselarasan antara kepentingan konservasi dan ekonomi, dan
pengembangan masyarakat. Dibutuhkan partisipasi berbagai pihak agar ekowisata
dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini untuk menghindari dampak
negatif yang mungkin muncul akibat kesalahan orientasi dalam penerapannya.
Karena dalam penerapannya aktifitas ekowisata banyak memanfaatkan lokasi-lokasi
potensi alam dan kawasan yang dilindungi. Disadari atau tidak banyak pengelola
usaha wisata kurang mengindahkan kaidah-kaidah konservasi sehingga obsesi untuk
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya sering menimbulkan ekses negatif
terhadap lingkungan.
Dampak negatif terjadi karena kebijakan yang cenderung menekankan pada
aspek ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek konservasi. Dalam ekowisata
tidak terdapat pemisahan antara kepentingan ekonomi dan konservasi. kedua unsur
tersebut sebaiknya dikelola secara kelembagaan atau melalui badan pengelolaan yang
melibatkan berbagai unsur sehingga terhindar dari konflik kepentingan yang berbeda.
Pengelolaan kawasan ekowisata haruslah dalam kesatuan yang utuh antara program
wisata, pelestarian alam dan pengembangan masyarakat.
Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri menerbitkan panduan berupa Pedoman
Pengembangan Ekowisata Daerah. Panduan dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 33 Tahun 2009 berisi tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata
Daerah. Dalam peraturan tersebut Daerah diberi peluang untuk mengembangkan
ekowisata bahari, ekowisata hutan, ekowisata pegunungan; dan/atau, ekowisata di
kawasan gua atau karst.
Peraturan tersebut juga memberikan arahan tentang prinsip-prinsip yang harus
dijalankan dalam pengembangan pariwisata yaitu :

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
23

a. Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata;


b. Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan serta
melestarikan sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata;
c. Ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi
penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan;
d. Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang
agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian
lingkungan dan budaya;
e. Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung;
f. Partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial-
budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan
g. Menampung kearifan lokal.
Ruang lingkup dalam pengembangan ekowisata di suatu kawasan
sebagaimana peraturan menteri tersebut meliputi :
(a) Pengelolaan kawasan ekowisata;
(b) Pemeliharaan kawasan ekowisata;
(c) Pengamanan kawasan ekowisata;
(d) Penggalian potensi kawasan ekowisata baru.

6. Partisipasi Masyarakat
Konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat “Community-based
tourism” merupakan suatu pendekatan yang menekankan aspek partisipatif pada
seluruh proses pada pembangunan kepariwisataan. Konsep ini menyatukan aspek
lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi dari pariwisata.
Konsep ini dirilis pada tahun 2000 oleh Bank Dunia, bagaimana caranya
menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang kemudian
dikenal dengan “ community-based tourism ” (CBT). Selanjutnya diidentifikasi
adanya tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni adventure
travel , cultural travel dan ecotourism.
CBT mensyaratkan adanya keterlibatan masyarakat dalam sejak dalam proses
pembuatan keputusan, dan dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
24

langsung dari kehadiran para wisatawan. Sehingga dengan demikian CBT akan dapat
menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa dampak
positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya
diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk
setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya
CBT adalah konsep ekonomi kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan
oleh masyarakat dan hasilnyapun langsung dinikmati oleh mereka.
Pentingnya peran masyarakat atau komunitas lokal juga disampaikan oleh
Wearing (2001) yang menegaskan bahwa sukses atau keberhasilan jangka panjang
industri pariwisata sangat tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan dari
komunitas lokal. Karena itu, untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata di
suatu tempat dapat dikelola dengan baik dan berkelanjutan, maka hal mendasar yang
harus diwujudkan untuk mendukung tujuan tersebut adalah bagaimana memfasilitasi
keterlibatan yang luas dari komunitas lokal dalam proses pengembangan dan
memaksimalkan nilai manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan pariwisata. Ilustrasi
yang dikemukakan oleh Wearing tersebut menegaskan bahwa masyarakat lokal
memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebagai salah satu pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam pengembangan pariwisata, selain pemerintah dan
swasta.
Pendekatan perencanaan pariwista pada masyarakat dilakukan melalui proses
dialog antara wisatawan sebagai tamu (guest) dan masyarakat sebagai tuan rumah
(host), yaitu pengembangan pariwisata memandang masyarakat lokal sebagai sumber
daya yang berkembang dinamis untuk berperan sebagai subyek dan bukan sekedar
obyek. Dalam rangka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pariwisata, dalam
pula melibatkan Pemerintahan Desa yang ada di sekitar daya tarik atau objek wisata
dan selanjutnya ditetapkan sebagai Desa Wisata. Dalam kaitan ini pengembangan
pariwisata pada dasarnya adalah pengembangan masyarakat dan wilyah yang
selanjutnya didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
a. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas budaya
dan tradisi lokal;
b. Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus mendistribusikan
secara merata pada penduduk lokal;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
25

c. Berorientasi pada pengembangan wirausaha berskala kecil dan menengah


dengan daya serap tanaga kerja besar dan berorientasi pada teknologi kooperatif;
d. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai penyumbang tradisi
budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin.

B. Praktik Empiris

1. Rencana Pembangunan Kepariwisataan Nasional


Dalam pembangunan pariwisata daerah diperlukan konsep dan strategi yang
jelas. Dalam Undang—Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan pada
Pasal 8 dinyatakan bahwa perencanaan pengembangan kepariwisataan dapat diatur
melalui rencana induk pembangunan kepariwisataan. Dalam Pasal 8 tersebut
dijelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan dilakukan  berdasarkan rencana
induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan
kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan
rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. Artinya, ada keterkaitan
antara UU no 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dengan rencana induk
pengembangan kepariwisatan  di tingkatan provinsi ataupun kabupaten/kota.
Saling keterkaitan dokumen pengembangan tersebut adalah jika pada tingkat
nasional pengembangan dan pembangunan kepariwisataan diatur dengan UU No 10
tahun 2009: Kepariwisataan, RPJP/RPJM dan RIPPARNAS. Destinasi provinsi
diatur melalui RIPPARDA Provinsi, destinasi kabupaten/kota melalui RIPPARDA
Kabupaten/kota. Sedangkan destinasi di tingkat kawasan diatur melalui rencana
induk pengembangan kawasan dan di level daya tarik wisata diatur melalui rencana
tapak kawasan dan desain teknis.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Kepariwisataan nasional atau disingkat
dengan RIPPARNAS sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011
adalah dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan nasional untuk periode
15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2025.
RIPPARNAS sebagaiman peraturan pemerintah tersebut berisi tentang visi,misi,
tujuan, sasaran, dan arah pembangunan kepariwisataan nasional dalam kurun waktu
tahun 2010 sampai dengan tahun 2025.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
26

Adapun misi dari pembangunan Pariwisata Nasional adalah adalah


terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya
saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan
rakyat. Dalam mewujudkan visi pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ditempuh melalui 4 (empat) misi pembangunan
kepariwisataan nasional meliputi pengembangan:
a. Destinasi Pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan
lingkungan, meningkatkan pendapatan nasional, daerah dan masyarakat;
b. Pemasaran Pariwisata yang sinergis, unggul, dan bertanggung jawab untuk
meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara;
c. Industri Pariwisata yang berdaya saing, kredibel, menggerakkan kemitraan
usaha, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya; dan
d. Organisasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber
daya manusia, regulasi, dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien
dalam rangka mendorong terwujudnya Pembangunan Kepariwisataan yang
berkelanjutan.
Adapun tujuan dari pembangunan kepariwisataan nasional adalah:
a. meningkatkan kualitas dan kuantitas Destinasi Pariwisata;
b. mengkomunikasikan Destinasi Pariwisata Indonesia dengan menggunakan
media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung jawab;
c. mewujudkan Industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian
nasional; dan
d. mengembangkan Kelembagaaan Kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang
mampu mensinergikan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Pemasaran
Pariwisata, dan Industri Pariwisata secara profesional, efektif dan efisien
Dalam usaha pencapaian tujuan dari pembangunan kepariwisataan nasional,
maka pemerintah memetapkan sasaran pembangunan kepariwisataan nasional dalam
upaya peningkatan:
a. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara;
b. Jumlah pergerakan wisatawan nusantara;
c. Jumlah penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara;
d. Jumlah pengeluaran wisatawan nusantara; dan
e. Produk domestik bruto di bidang Kepariwisataan.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
27

Sebagai panduan pelaksanaannya, dtentukan juga arah dari pembangunan


kepariwisataan nasional yang dilaksanakan atas dasar :
a. Berdasarkan prinsip Pembangunan Kepariwisataan yang berkelanjutan;
b. Berorientasi pada upaya peningkatan pertumbuhan, peningkatan
kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, serta pelestarian lingkungan;
c. Berdasarkan tata kelola yang baik;
d. Dilaksanakan secara terpadu secara lintas sektor, lintas daerah, dan lintas
pelaku; dan
e. Mendorong kemitraan sektor publik dan privat.
Arah pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud dalam
RIPPARNAS menjadi dasar arah kebijakan, strategi, dan indikasi program
pembangunan kepariwisataan nasional dalam kurun waktu tahun 2010 sampai
dengan tahun 2025 yang meliputi Pembangunan:
a. Destinasi Pariwisata Nasional;
b. Pemasaran pariwisata nasional;
c. Industri pariwisata nasional; dan
b. Kelembagaan kepariwisataan nasional.
Di dalam RIPPARNAS juga ditetapkan 50 Destinasi Pariwisata Nasional
dimana dua diantaranya berada di Sumatera Utara, yaitu DPN Nias Simeulue dan
Sekitarnya serta Medan – Toba dan Sekitarnya. Pada kedua DPN tersebut terdapat
Kawasan Pembangunan Pariwisata Nasonal (KPPN) sebanyak 7 (tujuh) kawasan
yaitu;
a. KPPN Nias Barat dan sekitaranya;
b. KPPN Teluk Dalam dan sekitaranya;
c. KPPN Medan Kota dan sekitarnya;
d. KPPN Tangkahan - Leuser dan sekitarnya;
e. KPPN Bukit Lawang dan sekitarnya;
f. KPPN Toba dan sekitarnya, dan
g. KPPN Sibolga dan sekitarnya.
Dalam upaya akselerasi percepatan pengembangan destinasi utama pariwisata
nasional, pemerintah juga menetapkan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional,
dimana tiga diantaranya berada di Sumatera Utara yaitu KSPN Teluk Dalam dan
Sekitarnya, Toba dan Sekitarnya serta Tangkahan dan Sekitarnya.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
28

Sebagai implementasi dari RIPPARNAS, Kementerian Pariwisata


menjabarkannya dalam Visi Kementerian Pariwisata yaitu “Terwujudnya Bangsa
Indonesia yang mampu Memperkuat Jati Diri dan Karakter Bangsa serta
Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat”. Selanjutnya visi ini dijabarkan dalam
Misi Kementerian yaitu;
(1) Melestarikan nilai, keragaman dan kekayaan budaya dalam rangka meperkuat
jati diri dan karakter bangsa.
(2) Mengembangkan industri pariwisata berdaya saing, destinasi yang
berkelanjutan dan menerapkan pemasaran yang bertanggung jawab
(responsible marketing).
(3) Mengembangkan sumberdaya kebudayaan dan pariwisata.
(4) Menciptakan tata pemerintahan yang responsif, transparan dan akuntabel.

2. Kawasan Strategis Sumatera Utara dan Dokumen Perencanaan Provinsi


Sumatera Utara
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, di Perovinsi Sumatera Utara terdapat
beberapa Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan beberapa Kawasan Strategis Nasional
(KSN). Di samping oitu dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera
Utara terdapat juga beberapa kawasan khususn dan kawasan strategis yang memberi
nilai lebih bagi pembangunan dan perkembangan bagi Sumatera Utara, beberapa
kawasan dimaksud dikembangkan berdasarkan beberapa dokuemn perencanaan yang
ada di Provinsi Sumatera Utara diantaranya, sebagaimana disebut di bawah ini.

(1) Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei


Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu yang
tercangkup dalam daerah atau wilayah untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui
penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan
berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan
kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing
internasional.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
29

Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi


akitivitas investasi, ekspor, dan perdagangan guna mendorong laju pertumbuhan
ekonomi serta sebagai katalis reformasi ekonomi. Untuk ide ini diinspirasi dari
keberhasilan beberapa negara yang lebih dulu mengadopsinya,
seperti Tiongkok dan India. Bahkan data-data empiris melukiskan bahwa KEK di
negara tersebut mampu menarik para investor, terutama investor asing untuk
berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja. Hal itu tak lain karena kemudahan
yang didapat para investor, kemudahan itu berbentuk kemudahan di bidang fiskal,
perpajakan dan kepabeanan. Bahkan ada juga di bidang non-fiskal, seperti
kemudahan birokrasi, pengaturan khusus di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian, serta pelayanan yang efisien dan ketertiban di dalam kawasan.
Kawasan Ekonomi Khusus Sei MangkeI merupakan salah satu dari 8
Kawasan Ekonomi Khusus yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29
tahun 2012 dan merupakan KEK pertama di Indonesia yang diresmikan
operasionalnya oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Januari 2015. Kawasan ini
memiliki bisnis utama berupa industri kelapa sawit dan karet. Di samping itu,
terdapat beberapa bisnis pendukung, seperti logistik, energi, elektronika, industri
penunjang produksi, aneka industri, dan pariwisata. Produk-produk utama yang akan
dihasilkan di antaranya adalah fatty acid, fatty alcohol, surfactant, biodiesel, dan
biogas.
Kawasan seluas 2.000 hektar ini meliputi empat kabupaten di Sumatera Utara
yaitu, Simalungun, Batu Bara, Asahan dan Pematang Siantar. KEK Sei Mangkei
adalah pendekatan pengembangan bisnis dalam bentuk kawasan khusus untuk pusat
industri yang berbasis kelapa sawit. Ke depan, KEK Sei Mangkei akan
dikembangkan menjadi sebuah kota satelit dengan fasilitas-fasilitas pendukung
seperti dry port, hotel, lapangan golf, rumah sakit, apartemen, perumahan, dan lain-
lain. KEK ini diharapkan menjadi andalan perusahaan untuk mendapatkan nilai
tambah secara berkesinambungan.
KEK Sei Mangkei merupakan salah satu dari Kawasan Ekonomi Khusus
yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 tahun 2012, yang
berlokasi di Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera
Utara. KEK Sei Mangkei terdiri dari 3 zona yaitu : Zona Industri, Zona Logistik dan
Zona Pariwisata. Industri yang akan dikembangkan fokus pada pengolahan kelapa

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
30

sawit dan karet, serta berbagai industri. Perkiraan pembangunan ii akan memakan
biaya sebesar Rp. 5,1 triliun dengan serapan investasi mencapai Rp.129 triliun
hingga tahun 2025. Aktifitas seluruh kegiatan di KEK Sei Mangkei diperkirakan
akan menyerap lebih dari 83 ribu tenaga kerja langsung dan memberikan dampak
terhadap perekonomian nasional sebsar Rp. 95, 1 triliun. Bagi pariwisata,
keberadaan KEK Sei Mangkei tentunya tantangan sekaligus peluang bagi daerah
untuk mendapatkan multiflier efek dari aktifitas perekonomian yang ada dan
diharapkan dapat memberi dampak langsung terhadap pertumbuhan pariwisata
daerah.
(2) Kawasan Strategis Nasional Danau Toba
Kawasan Danau Toba dan sekitarnya yang selanjutnya disebut Kawasan
Danau Toba adalah Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan yang meliputi Badan Danau, Daerah Tangkapan Air, dan
Cekungan Air Tanah yang terkait dengan perairan Danau Toba, serta pusat kegiatan
dan jaringan prasarana yang tidak berada di Badan Danau, Daerah Tangkapan Air,
dan Cekungan Air Tanah yang terkait dengan perairan Danau Toba dan mendukung
pengembangan perairan Danau Toba.
Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2014 mengatur tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Danau Toba. Rencana tata Ruang Kawasan Danau Toba berperan sebagai
alat operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan sebagai alat
koordinasi pelaksanaan pembangunan di Kawasan Danau Toba untuk meningkatkan
kualitas lingkungan, sosial budaya, dan kesejahteraan masyarakat.
Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba berfungsi sebagai pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan di Kawasan Danau Toba;
b. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten di Kawasan Danau Toba;
c. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah kabupaten, serta keserasian antarsektor di Kawasan Danau Toba;
d. penentuan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kawasan Danau Toba;
e. pengelolaan Kawasan Danau Toba; dan
f. perwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kawasan Danau Toba dengan
kawasan sekitarnya.
Tujuan dari Penataan ruang Kawasan Danau Toba adalah untuk mewujudkan:

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
31

a. pelestarian Kawasan Danau Toba sebagai air kehidupan (Aek Natio)


masyarakat, ekosistem, dan kawasan kampung masyarakat adat Batak; dan
b. pengembangan kawasan pariwisata berskala dunia yang terintegrasi dengan
pengendalian kawasan budi daya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup serta adaptif terhadap bencana alam.
Kebijakan penataan ruang Kawasan Danau Toba juga dimaksudkan dalam rangka :
(1) pemertahanan kestabilan kuantitas dan pengendalian kualitas air Danau Toba;
(2) pelestarian ekosistem penting perairan danau dan sekitarnya;
(3) pelestarian kawasan kampung dan budaya masyarakat adat Batak;
(4) pengembangan dan pengendalian pemanfaatan kawasan pariwisata berkelas
(high-end) dan kawasan pariwisata massal yang berdaya tarik internasional,
nasional, dan regional yang adaptif terhadap bencana alam;
(5) pengendalian kawasan budi daya perikanan danau;
(6) pemertahanan kawasan pertanian tanaman pangan untuk ketahanan pangan;
(7) pengendalian kawasan budi daya peternakan, hortikultura, dan perkebunan
berbasis masyarakat dan ramah lingkungan; dan
(8) perwujudan kerja sama pengelolaan dan pemeliharaan kualitas lingkungan
hidup, pemasaran produksi kawasan budi daya, dan peningkatan pelayanan
prasarana dan sarana antar wilayah.
Rencana pola ruang Kawasan Danau Toba ditetapkan dengan tujuan
mengoptimalkan pemanfaatan ruang untuk pelestarian kualitas dan kuantitas air,
ekosistem, kampung masyarakat adat, serta pengembangan kawasan pariwisata yang
adaptif terhadap bencana alam. Rencana pola ruang Kawasan Danau Toba terdiri
atas:
(1) Rencana peruntukan kawasan lindung; dan
(2) Rencana peruntukan kawasan budi daya.
Badan Danau dikelilingi oleh 7 (tujuh) Kabupaten dan 28 (dua puluh delapan)
Kecamatan yang terdiri atas:
(1) Kabupaten Karo meliputi Kecamatan Merek.
(2) Kabupaten Simalungun meliputi Kecamatan Simalungun, Kecamatan
Pematang Silimakuta, Kecamatan Silimakuta, Kecamatan Haranggaol
Horison, Kecamatan Dolok Pardamean, Kecamatan Pematang Sidamanik,
dan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
32

(3) Kabupaten Toba Samosir, meliputi Kecamatan Ajibata, Kecamatan Lumban


Julu, Kecamatan Uluan, Kecamatan Porsea, Kecamatan Siantar Narumonda,
Kecamatan Sigumpar, Kecamatan Balige, dan Kecamatan Tampahan pada
Kabupaten Toba Samosir;
(4) Kabupaten Tapanuli Utara meliputi; Kecamatan Muara
(5) Kabupaten Samosir meliputi; Kecamatan Lintong Nihuta dan Kecamatan
Baktiraja di Kabupaten Humbang Hasundutan; f. Kecamatan Sitio-tio,
Kecamatan Harian, Kecamatan Pangururan, Kecamatan Sianjur Mula-mula,
Kecamatan Simanindo, Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan Nainggolan,
dan Kecamatan Palipi.
(6) Kabupaten Dairi meliputi; Kecamatan Silahisabungan.

(3) Pengembangan Kawasan Medan – Binjai - Deli Serdang – Karo


(Mebidangro)
Pengembangan Kawasan Pusat Kegiatan nasional (PKN) dan Kawasan
Strategis Nasional (KSN) Medan – Binjai – Deli Serdang dan karo
(MEBIDANGRO) ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan
Karo (Mebidangro), yang meliputi 52 kecamatan di seluruh Kota Medan, seluruh
Kota Binjai, seluruh Kabupaten Deli Serdang, dan sebagian Kabupaten Karo.
Perpres ini mengatur mengenai peran dan fungsi Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Mebidangro, cakupan, tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, arahan pemanfaatan ruang, dan arahan pengendalian
pemanfaatan ruang, serta peran masyarakat dalam penataan ruang Kawasan
Perkotaan Mebidangro. Selain itu, Perpres juga memuat Peta Rencana Struktur
Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro, Peta Rencana Pola Ruang Kawasan
Perkotaan Mebidangro, dan Indikasi Program Utama Lima Tahunan Arahan
Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro.
Dengan ditetapkannya Perpres tersebut diharapkan pengembangan dan
pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat perekonomian
nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing secara internasional
terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga Pertumbuhan Indonesia-
Malaysia-Thailand.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
33

Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro berlaku sejak tanggal


20 September 2011, dan perubahannya hanya dapat dilakukan satu kali dalam 5
tahun, kecuali antara lain terjadi bencana alam besar, atau perubahan batas wilayah
Daerah (WEB PEMPROVSU).Kebijakan Tata Ruang Nasional menempatkan
Metropolitan Mebidangro sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus sebagai
Kawasan Strategis Nasional (KSN) dengan fokus pengembangan kegiatan ekonomi.
Metropolitan Mebidangro berada di Wilayah Sumatera Bagian Utara yang memiliki
kedudukan strategis terhadap pengembangan Segitiga Ekonomi Regional Indonesia
Thailand -Singapura (IMT-GT). Posisinya yang strategis ini menjadi perhatian
penting dalam pengembangan Metropolitan Mebidangro ke depan. Medan-Binjai-
Deli Serdang & Karo sendiri memiliki visi yang jauh ke depan (visi 2027) yaitu kota
yang nyaman dihuni, memiliki fasilitas kota yang terjangkau, mendorong gairah
berakitivitas sosial, ekonomi maupun kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah
dicapai dengan bersepeda atau jalan kaki dan transportasi umum yang andal.
Selain itu, sebagai PKN dan KSN Ekonomi, Rencana Pengembangan
Metropolitan Mebidangro telah disiapkan sampai tahun 2030. Tujuannya agar
Mebidangro mampu menjadi pusat pelayanan ekonomi skala nasional yang mampu
bersaing dengan pusat pelayanan ekonomi Regional IMT-GT, di samping melayani
penduduknya dengan prima. Luas wilayah Metropolitan Mebidangro adalah 301.697
ha, meliputi Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan sebagian
Kabupaten Karo.
Pada tahun 2009 total jumlah penduduk metropolitan ini mencapai 4.2 juta Jiwa.
Dengan perkiraan pertumbuhan penduduk selama 20 tahun terakhir sebesar 30,95%,
diperkirakan jumlah penduduk Metropolitan Mebidangro pada tahun 2029 akan
mencapai 5.5 juta Jiwa. Dilihat dari daya dukung fisik dasarnya, sekitar 37,55%
lahan Metropolitan Mebidangro, yaitu 113.280 ha, potensial dikembangkan untuk
kegiatan perkotaan. Diperkirakan daya tampung kawasan Metropolitan Mebidangro
mencapai 6,8 juta jiwa.Metropolitan Mebidangro didukung dengan keberadaan
Bandara Kualanamu (dalam proses pembangunan) sebagai pengganti Bandara
Polonia. Bandara Kualanamu ditetapkan sebagai bandara internasional dengan
hierarki pusat pengumpul skala primer (KM 11 Tahun 2010, Tatanan
Kebandarudaraan Nasional). Bandara Kualanamu direncanakan memiliki kapasitas

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
34

pelayanan untuk penerbangan pesawat tipe B.747400, dengan rencana luas wilayah
bandara minimal 1.365 ha.
Metropolitan Mebidangro juga didukung keberadaan pelabuhan laut Belawan
dengan status pelabuhan internasional (PP No. 26 tahun 2008, Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional). Dalam melaksanakan pengelolan Kawasan Metropolitan,
penguatan kelembagaan eksisting melalui pola kerjasama daerah menjadi perhatian
penting terkait implementasi pengembangan Metropolitan Mebidangro 2030.
Penguatan kelembagaan berorientasi pada sinergi program pembangunan, kepastian
hukum dan perpendekan proses birokrasi sehingga mampu meningkatkan gairah
investasi di wilayah Metropolitan Mebidangro.Kebijakan dalam Penataan Ruang
Kawasan Perkotaan Mebidangro meliputi:
1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai
pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing
secara internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga
Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand;
2. Peningkatan akses pelayanan pusat pusat kegiatan perkotaan Mebidangro
sebagai pembentuk struktur ruang perkotaan dan penggerak utama
pengembangan wilayah Sumatera bagian utara;
3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
energi, telekomunikasi, sumber daya air, serta prasarana perkotaan Kawasan
Perkotaan Mebidangro yang merata dan terpadu secara internasional, nasional,
dan regional;
4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara
perkotaan dan perdesaan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan;
5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas RTH dan kawasan lindung lainnya di
Kawasan Perkotaan Mebidangro.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka diambillah lima langkah strategis
pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro, yaitu pengembangan koridor
ekonomi internasional Belawan –Kuala Namu, pembangunan pusat-pusat pelayanan
kota baru, revitalisasi pusat kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli,
pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro, dan pengembangan
Akses Strategis Mebidangro. Pengembangan Koridor Ekonomi Internasional

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
35

Belawan-Kuala Namu dilakukan dengan menata pusat Kota Medan menjadi pusat
kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata
budaya dan buatan. Selain itu, dilakukan pula penataan kawasan agropolitan
tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau perkotaan, wisata buatan,
dan trade mark perkotaan Mebidangro. Selanjutnya yang dimaksud dengan
pembangunan pusat-pusat pelayanan kota baru adalah membangun pusat-pusat
pelayanan kota baru yang berfungsi sekunder dan menghubungkan mereka dengan
sistem jaringan transportasi massal yang dapat menampung serta melayani sekitar
500.000 jiwa untuk masing-masing pusat pelayanan sekunder. Di sisi lain, dilakukan
pula pengembangan koridor kegiatan primer berdasarkan skalanya.
Sementara itu revitalisasi pusat Kota lama Medan dan Kawasan Tembakau
Deli menitikberatkan pada penataan pusat Kota Medan sebagai pusat kegiatan
perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata budaya dan
buatan. Penataan kawasan agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang
terbuka hijau perkotaan, wisata buatan, dan trade mark perkotaan Mebidangro.
Pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro dimaksudkan untuk
memantapkan kawasan hutan di kawasan hulu dan hilir Mebidangro yang berfungsi
sebagai resapan air, perlindungan daerah di bawahnya, dan perlindungan flora fauna.
Selain itu dilakukan pula pembangunan sempadan sungai yang membentang dari
perbukitan Bukit Barisan sampai Selat Malaka, sempadan waduk/danau, dan
sempadan pantai yang berhadapan dengan perairan Selat Malaka sebagai ruang
terbuka hijau. Sedangkan, pengembangan akses strategis Mebidangro berarti
mengembangkan keterhubungan sistem jaringan jalan arteri primer sebagai akses
pergerakan pusat produksi ke pusat distribusi dan koleksi. Termasuk pula di
dalamnya pembangunan sistem jaringan angkutan massal berbasis jalan dan kereta
api yang menghubungkan antar pusat kegiatan sekunder, dan pembangunan
keterpaduan simpul sistem jaringan transportasi yang memadukan transportasi darat,
udara, dan laut di Pelabuhan Belawan, Bandara Kualanamu dan Stasiun Medan.

(4) RTRW Provinsi Sumatera Utara


Provinsi Sumatera Utara memiliki kawasan darat seluas 71.680 km2 serta
kawasan laut sepanjang 12 mil laut dari garis pantai ke arah laut lepas. Berdasarkan
hasil interpretasi citra landsat tahun 2006 tutupan lahan Provinsi Sumatera Utara

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
36

tahun 2006 didominasi oleh kegiatan pertanian dan perkebunan seluas 4.139.625,131
Ha sekitar 58,71 % dan lahan hutan seluas 1.910.101,54 Ha atau sekitar 27,09 %.
Penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian terbesar berada di wilayah Pantai Timur,
yaitu meliputi areal seluas lebih kurang 57% dari luas areal pertanian Sumatera
Utara. Sebagian besar lahan hutan berada di wilayah Pantai Barat, yaitu seluas lebih
kurang 69% dari luas hutan di Provinsi Sumatera Utara.
Perkembangan penduduk dan kegiatannya, kemajuan perekonomian
masyarakat provinsi dan pengaruh kemajuan akan teknologi dan informasi serta
perubahan nasional dan global mendorong terjadinya perubahan pemilihan lokasi
permukiman dan kegiatan, perkembangan kegiatan dan fungsi suatu lokasi dan
wilayah pada akhirnya akan merubah pemanfaatan ruang. Perubahan pemanfaatan
ruang permukiman untuk kebutuhan rumah, bangunan perdagangan dan jasa, dan
perlengkapan permukiman lainnya terjadi sejalan dengan penyebaran penduduk dari
kondisi yang ada sehingga pemanfaatan ruang permukiman akan semakin ekpansif
dari lokasi yang sudah ada.
Salah satu yang mempengaruhi distribusi penduduk adalah semakin percaya
dan bergantungnya sebagian masyarakat dengan kemampuan dan keahlian yang rata-
rata dimiliki terhadap sektor pertanian secara luas, sehingga pada beberapa daerah
terjadi pembukaan lahan dan ekspansi lahan permukiman perdesaan dan kegiatan
pertaniannya. Desentralisasi keuangan dan pembangunan pada daerah kabupaten dan
kota yang diikuti dengan peningkatan fungsi dan kegiatan pemerintahan juga
pendorong peningkatan perluasan lahan pemukiman.
Dalan rencana RTRW Provinsi Sumatera Utara 2010 – 2030 terdapat Kawasan
Strategis Provinsi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Kawasan Strategis adalah kawasan yang secara nasional ditetapkan
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan berdasarkan
kepentingan pertahanan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial budaya dan fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup serta pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi. Untuk mendukung terciptanya struktur ruang yang dikehendaki
serta mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang mantap, maka beberapa
kawasan ditetapkan sebagai kawasan strategis yang akan berperan sebagai pendorong
pertumbuhan ekonomi nasional.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
37

Berdasarkan analisis wilayah dan kebijakan yang berlaku maka selain


kawasan strategis yang telah ditetapkan dalam RTRWN, terdapat kawasan strategis
Provinsi Sumatera Utara yang ditetapkan berdasarkan kepentingan:
a. Pertumbuhan ekonomi;
b. Sosial dan budaya;
c. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Kawasan strategis yang ditetapkan berdasarkan kepentingan pertumbuhan
ekonomi adalah sebagai berikut :
1. Kawasan Perkotaan Mebidangro;
2. Kawasan Danau Toba dan sekitarnya;
3. Kawasan Kepulauan Nias;
4. Kawasan Labuhan Angin – Sibolga;
5. Kawasan Tanjung Balai – Asahan;
6. Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi tersebar pada 9 (sembilan)
lokasi yaitu Merek Karo; Siborong borong, Tapanuli Utara; Dolok Sanggul,
Humbang Hasundutan; Lumban Julu Toba Samosir; Harian, Samosir; Simalikuta
Simalungun; Sitinjo dan Tanah Pinem Dairi, Siempat Rube Pakpak Bharat dan
pengembangan di Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan;
7. Kawasan Agromarinepolitan di kawasan pesisir Pantai Barat dan
pesisir Pantai Timur;
8. Kawasan Tebingtinggi – Pematangsiantar;
9. Kawasan Labuhan Batu dan sekitarnya;
10. Kawasan Perkotaan Tarutung dan sekitarnya.
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
ditetapkan dengan kriteria:
a. Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;
b. Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan
ekonomi nasional;
c. Memiliki potensi ekspor;
d. Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;
e. Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
f. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional
dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
38

g. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi


dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau
h. Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
Kawasan strategis yang ditetapkan berdasarkan kepentingan sosial dan
budaya adalah sebagai berikut :
1. Kawasan Perkotaan Mebidangro
2. Kawasan Danau Toba dan sekitarnya
3. Kawasan Kepulauan Nias
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan sosial dan budaya
ditetapkan dengan kriteria:
a. Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau
budaya nasional;
b. Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya
c. serta jati diri bangsa;
d. Merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan
dilestarikan;
e. Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional;
f. Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau
g. Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.
Kawasan strategis yang ditetapkan berdasarkan sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup adalah sebagai berikut :
(1)Kawasan Danau Toba dan sekitarnya;
(2)Kawasan Ekosestem Leuser;
(3)Lindung Tapanuli (Hutan Batang Toru) dan Mandailing Natal (Taman Nasional
Batang Gadis);
(4)Kawasan Kepulauan Nias.
Kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria:
a. Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
b. Merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi
perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau
diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
39

c. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap


tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara;
d. Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
e. Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;
f. Rawan bencana alam nasional; atau
g. Sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai
dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
Kawasan Andalan Nasional yang ditetapkan pada wilayah Provinsi Sumatera
Utara adalah sebagai berikut:
a. Kawasan Andalan Laut Lhokseumawe
b. Kawasan Andalan Metropolitan Mebidangro
c. Kawasan Andalan Pematang Siantar dan Sekitarnya
d. Kawasan Andalan Rantau Parapat – Kisaran dan Sekitarnya
e. Kawasan Andalan Tapanuli dan Sekitarnya
f. Kawasan Andalan Nias dan Sekitarnya
g. Kawasan Andalan Laut Nias dan Sekitarnya
h. Kawasan Andalan Selat Malaka

(5) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Jangka Menengah dan Jangka


Panjang Provinsi Sumatera Utara
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah disingkat RPJP-D adalah
suatu dokumen perencanaan pembangunan daerah (Provinsi) untuk periode 20 tahun
kedepan. Dokumen ini digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) untuk setiap jangka waktu 5
tahun. Dokumen RPJP Daerah ini bersifat makro memuat visi, misi, tujuan dan arah
pembangunan daerah yang disusun melalui pendekatan partisipatif yaitu melibatkan
seluruh unsur stakeholder.
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dari
pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Kurun waktu RPJP Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah 20 (dua puluh)
tahun. Pelaksanaan RPJP Daerah 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
40

pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka menengah daerah


5 (lima) tahunan, yang dituangkan dalam RPJM Daerah I Tahun 2006-2009, RPJM
Daerah II Tahun 2009- 2013, RPJM Daerah III Tahun 2014-2018 dan RPJM Daerah
IV Tahun 2019-2023.
RPJP Daerah digunakan sebagai pedoman Daerah dalam menyusun RPJM
Daerah. Pentahapan rencana pembangunan daerah disusun dalam masing-masing
periode RPJM daerah sesuai dengan visi, misi, dan program Gubernur / Bupati /
Walikota yang dipilih secara langsung oleh rakyat. RPJM Daerah memuat kondisi,
Analisis dan Prediksi kondisi Umum Daerah, visi, misi dan tujuan Pembangunan
Daerah, arah dan Tahapan Jangka Panjang Daerah.
RPJMD sebagaimana tersebut di atas dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) yang merupakan rencana pembangunan tahunan daerah, yang
memuat Pendahuluan, Evaluasi Hasil Kinerja Pembangunan Daerah, Rencangan
Kerangka Ekonomi Daerah, Prioritas Pembangunan Daerah (Tahunan), Rencana
Kerja dan Pendanaan, Kaedah Pelaksanaan dan Penutup.
Visi dari Pembangunan daerah Provinsi Sumatera Utara adalah “Terwujudnya
masyarakat Sumatera Utara yang beriman, maju, mandiri, mapan dan berkeadilan di
dalam kebhinekaan”. Visi ini kemudian dijabarkan dalam beberapa misi yaitu ;
1) Memperkuat akhlak dan moral penyelenggara pemerintahan dan pelaku ekonomi
masyarakat melalui peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
2) Memantapkan sistem pembinaan aparatur kepemerintahan yang berkualitas,
menekan peluang KKN untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik sebagai
landasan pembangunan masyarakat madani.
3) Mendorong tumbuhnya lingkungan yang kondusif dalam penegakan hukum
secara konsisten dan berkelanjutan.
4) Memantapkan prasarana dan sarana daerah untuk menunjang kegiatan ekonomi
daerah, meminimumkan kesenjangan ketersediaan prasarana dan sarana antar
wilayah melalui kerjasama antar wilayah, kerjasama pemerintah daerah dan
swasta serta kerjasama pemerintah daerah dengan lembaga-lembaga ditingkat
regional dan tingkat internasional.
5) Memantapan sendi-sendi pembangunan ekonomi kerakyatan yang bertumpu
pada pertanian, agriondustri, kepariwisataan serta sektor unggulan lainnya

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
41

melalui pembangunan Kawasan Agropolitan maupun Kawasan


Agromarinpolitan untuk merangsang investasi dalam dan luar negeri yang
memanfaatkan sumberdaya alam lokal secara berwawasan lingkungan.
6) Memantapkan sistem pendidikan untuk menciptakan sumberdaya manusia
berkualitas yaitu yang cerdas, terampil, kreatif, inovatif, produktif dan memiliki
etos kerja yang tinggi serta semangat partisipatoris yang kuat dalam
pembangunan lingkungannya secara keseluruhan.
7) Meningkatkan rasa keadilan, kesetaraan, kebersamaan dan rasa persatuan dalam
masyarakat yang perwujudannya terlihat antara lain dari kemajemukan
komposisi dalam pemerintahan dalam arti luas.
Sedangkan tujuan pembangunan jangka panjang Sumatera Utara (2005-2025)
ialah mewujudkan masyarakat Sumatera Utara yang produktif, mandiri, berdaya
saing kuat baik dalam 69 bidang ekonomi maupun sosial, berkeadilan dibawah
pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang demokratis, bersih dan jujur.
Di Sektor kepariwisataan, pembangunan kepariwisataan diarahkan agar mampu
mendorong kegiatan ekonomi pariwisata yang secara signifikan dan efektif
menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan khususnya bagi masyarakat lokal di
objek-objek wisata yang tersebar diseluruh wilayah Sumatera Utara.
Pada tahun 2016 ini, RPJM-D Provinsi Sumatera Utara memasuki fase ke 3
yaitu periode 2013 – 2018. Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian dan sebagai
keberlanjutan dari RPJM-D ke -2, maka RPJM-D ke-3 ditujukan kepada pemantapan
pembangunan secara menyeluruh dengan penekanan pada pembangunan daya saing
kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia Sumatera Utara yang berkualitas yang berkemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin meningkat. Sejalan dengan tercipta dan
terpeliharanya rasa aman, damai dan tumbuhnya demokratisme masyarakat yang
ditandai dari semakin mantapnya pertumbuhan nilai-nilai demokrasi ditengah-tengah
masyarakat serta tumbuhnya sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai produk
dari RPJP-D ke-1 dan RPJP-D ke-2, maka Sumatera Utara akan sudah berada pada
posisi yang cukup baik untuk menumbuhkan dan memacu daya saing melalui
transformasi daya saing komparatif berbasis sumberdaya alam menjadi daya saing
kompetitif berbasis sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Untuk itu,
pemantapan struktur ekonomi dan keseimbangan persebaran pertumbuhan sektor-

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
42

sektor melalui peningkatan keterpaduan sektor industri manufaktur (sektor sekunder)


dengan sektor pertanian, kelautan dan sumberdaya alam lainnya (sektor primer) dan
sektor jasa-jasa yaitu keuangan, perdagangan, dan transportasi (sektor tertier) yang
didukung oleh ketersediaan sumberdaya alam yang berkelanjutan akan menciptakan
daya saing yang tangguh bagi Sumatera Utara. Ketersediaan infrastruktur yang
mantap sesuai dengan rencana tata ruang yang meliputi mantapnya jaringan jalan
terutama kearah kantong-kantong produksi dan daerah pemasaran, terpenuhinya
pasokan tenaga listrik yang handal (tersedia sepanjang hari) dan efisien (tarif yang
realistik) baik untuk kebutuhan industri /sektor bisnis maupun rumah tangga, tersedia
pasokan air baik air minum/bersih maupun air irigasi merupakan kondisi penting
lainnya yang harus dijamin pemenuhannya melalui pembangunan tahap ketiga ini.
Pembudayaan penggunaan teknologi informasi baik dalam kepemerintahan maupun
di dunia pendidikan, organisasi bisnis dan lain-lain diharapkan telah tumbuh dengan
baik. Sehubungan dengan itu, pemerintah daerah perlu memotivasi dan memberikan
dukungan kepada lembaga-lembaga yang membangun infrastruktur teknologi untuk
meningkatkan kemampuan aksesnya terhadap informasi.

(6) Kawasan Agropolitan Provinsi Sumatera Utara


Sejak tahun 2002 atas dasar Nota Kesepakatan 5 bupati se Wilayah Dataran
Tinggi yaitu Karo, Dairi, Simalungun, Tapanuli Utara dan Toba Samosir, pada
tanggal 28 September 2002, Sumatera Utara telah memiliki sebuah kawasan
agropolitan yang disebut Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan. Nota
Kesepakatan tentang pembentukan kawasan agropolitan tersebut kemudian diperkuat
oleh Keputusan Gubernur Sumatara Utara No. 050/1467.K tanggal 3 Desember 2002
dan disusul oleh Peraturan Gubernur No. 050/286.K tentang Pembentukan Badan
Kordinasi dan Tim Teknis Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran
Tinggi Bukit Barisan tanggal 26 April 2005.
Agropolitan adalah suatu pendekatan pembangunan kawasan pedesaan (rural
development) yang menekankan pembangunan ’perkotaan’ di pedesaan, dengan misi
memoderisasi sistem dan usaha agribisnis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan, perikanan dan kehutanan di kawasan agribisnis tersebut menuju sistem
dan usaha agribisnis berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan
terdesentralisasi dalam kawasan agropolitan.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
43

Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan yang merupakan


kawasan agropolitan pertama di Sumatera Utara mencakup areal 19.162,25 km2
yaitu 38 % dari luas wilayah Sumatera Utara yang mencakup 79 kecamatan dan 25,3
% jumlah penduduk Sumatera Utara. Secara umum, tujuan dari pembentukan
kawasan agribisnis tersebut ialah (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat
khususnya para petani melalui peningkatan nilai tambah dan diversifikasi produk, (2)
memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha secara berkesinambungan di
pedesaan, (3) membangun / menyediakan sentra agribisnis di pedesaan sekali gus
melestarikan fungsi hidrologis dataran tinggi dan menunjang aneka produk wisata
agro, (4) meningkatkan daya saing produk-produk agribisnis baik pada tingkat
nasional maupun internasional, serta (5) mengurangi arus urbanisasi (brain drain
dan capital drain).
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan secara bersama oleh kelima kabupaten
pendiri (kini setelah pemekaran Kabupaten Tapanuli Utara dan Dairi menjadi 8
kabupaten) telah diidentifikasi sebanyak 16 strategi yang diadopsi secara bersama
untuk menjamin keberhasilan kawasan agropolitan tersebut. Strategi-strategi tersebut
meliputi:
a. Pengembangan dan pengorganisasian ruang kawasan agropolitan
b. Pengembangan jaringan jalan dan transportasi
c. Pengembangan jaringan listrik
d. Pengembangan jaringan komunikasi / telepon
e. Pengembangan jaringan irigasi
f. Pengembangan teknologi agribisnis
g. Pengembangan penyuluhan agribisnis dan sumberdaya manusia
h. Pengembangan jaringan usaha dan jaringan pembibitan
i. Pengembangan industri dan jaringan agrokimia
j. Pengembangan jaringan pasar dan promosi
k. Pengembangan kelembagaan dan organisasi petani
l. Pengembangan lembaga pembiayaan agribisnis
m. Pengembangan jaringan kerjasama antar pengusaha agribisnis
n. Pengembangan industi alat dan mesin pertanian
o. Pengembangan industri hilir
p. Pengembangan usaha tani komoditi

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
44

Berbagai komoditas unggulan dalam subsektor tanaman pangan /palawija dan


hortikultura telah diidentifikasi pada masing-masing kabupaten untuk disinergikan
antara kegiatan produksi, pengembangan dan pemasarannya untuk kepentingan
bersama antar kabupaten tersebut.
Melihat luasnya cakupan kesepakatan kerjasama pembangunan antar kedelapan
kabupaten tersebut, diperkirakan akan terjadi percepatan pembangunan sekaligus
modernisasi wilayah pedesaan di kawasan agropolitan secara bersama-sama. Oleh
karena itu strategi dan kebijakan pembangunan jangka panjang Sumatera Utara
diintegrasikan dengan strategi dan kebijakan pembangunan Kawasan Agropolitan
Dataran Tinggi Bukit Barisan. Hal telah dirumuskan dengan jelas dalam Master Plan
Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan.

(7) Kawasan Agromarinpolitan


Provinsi Sumatera Utara memiliki 2 wilayah pesisir pantai yang berbeda
klimatologi dan karekteristiknya yaitu (1). wilayah Pantai Barat dan (2) wilayah
Pantai Timur. Dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara (meliputi daratan dan
lautan) yang mencapai181.680 km2, sekitar 60,5 % adalah merupakan luas lautan
atau 110.000 km2, sementara luas daratannya hanya 71.680 Km2 atau sekitar 39,5
%. Sementara total garis pantai yang dimilki oleh Provinsi Sumatera Utara adalah
sekitar 1.300 km dengan rincian sebagai berikut: panjang garis pantai wilayah Pantai
Timur 545 km, garis pantai wilayah Pantai Barat 375 Km dan garis pantai wilayah
Pantai Pulau Nias 380 km.
Disamping itu, jumlah pulau yang telah diidentifikasi di wilayah Provinsi Sumatera
Utara ialah sebanyak 419 pulau dengan rincian sebanyak 237 pulau telah memiliki
nama dan sebanyak 182 belum memiliki nama. Dengan kondisi geografis
sebagaimana digambarkan di atas, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah
memiliki komitmen untuk mengembangkan potensi kelautan di seluruh wilayah
panati tersebut melalui pengembangan Kawasan Agromarinpolitan. Pengembangan
kawasan Agromarinepolitan tersebut telah dicanangkan oleh Presiden RI pada tgl 13
Juli 2006 di Medan.
Master Plan Agromarinpolitan Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan pulau terluar di
Sumatera Utara telah selesai disusun oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada
tahun 2007. Master Plan ini akan menjadi rujukan bagi pemerintah provinsi, dan

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
45

kabupaten/kota dalam mengimplementasikan program/kegiatan pembangunan di


daerah masing-masing.

(8) Rencana Strategis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera


Utara 2013 - 2018
Rencana Stategis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provsu, meliputi program
dan kegiatan yang memiliki daya dukung dan daya dorong yang sangat kuat serta
strategis bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang kegiatan yang
berpedoman pada Program Pembangunan Daerah dan Rencana Strategis Provinsi
Sumatera Utara. Untuk mewujudkan sasaran yang ingin dicapai diperlukan integrasi
antara keahlian manusia dan sumber daya lainnya sehingga akan mampu menjawab
tuntutan perkembangan lingkungan dalam arti luas, untuk itu pedoman pelaksanaan
tugas dan fungsi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provsu dalam kurun waktu 2013-
2018, perlu dibuat pedoman tekhnis berupa rencana kerja berdasarkan pola Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provsu 2013-2018.
Sebagai dokumen perencanaan lima tahunan yang diharapkan dapat menjawab
tantangan selama lima tahun kedepan, maka Renstra Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Sumatera Utara ini, disusun dengan melakukan analisis terhadap
lingkungan internal dan lingkungan eksternal atau yang lebih dikenal dengan analisis
SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi berdasarkan logika yang dapat memaksimalkan Kekuatan
(Strengths) dan Peluang (Opportunities) serta secara bersamaan dapat meminimalkan
Kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman (Threats). Rencana Strategis ini merupakan
suatu proses yang berorientasi pada proses dan hasil yang ingin dicapai dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun, dengan tetap memperhatikan potensi yang ada, baik sumber
daya manusia maupun sumber daya alam untuk dipedomani dan diimplementasikan
ke dalam Rencana Kerja (Renja) Tahunan serta dipaduserasikan dengan Rencana
Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
Sejalan dengan Visi dan Misi Provinsi Sumatera Utara, Visi Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Sumatera Utara dirumuskan dengan memperhatikan visi Kepala
Daerah yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2018 yaitu ”

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
46

MENJADI PROVINSI YANG BERDAYA SAING MENUJU SUMATERA


UTARA SEJAHTERA”.
Berdasarkan pada Visi Provinsi Sumatera Utara diatas, Visi Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Sumatera Utara ditetapkan sebagai berikut, yaitu “”
Terwujudnya Sumatera Utara Menjadi Daerah Tujuan Wisata yang Berbudaya dan
Berdaya Saing ”. Makna yang terkandung dalam visi tersebut adalah bahwa dalam
lima tahun ke depan diharapkan pembangunan kebudayaan dan pariwisata Sumatera
Utara menjamin keberlangsungan ekonomi, kehidupan sosial-budaya, pelestarian
lingkungan hidup dan pelestarian kebudayaan daerah serta memberikan ruang kepada
masyarakat lokal untuk menggali potensi guna menghasilkan produk-produk yang
berdaya saing dalam peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan.
Pokok-pokok Visi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera
Utara adalah sebagai berikut :
(1) Menjadi Daerah Tujuan Wisata, artinya bahwa dengan berbagai keunikan,
keindahan dan nilai keragaman kekayaan alam dan budaya diharapkan
Sumatera utara dapat menjadi sasaran/tujuan kunjungan wisata.
(2) Berbudaya, artinya bahwa menciptakan perikehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang mandiri, bermartabat, maju, adil dan makmur
(3) Berdaya Saing, artinya bahwa pengembangan kebudayaan dan pariwisata
Provinsi Sumatera Utara diharapkan dapat memberikan nilai tambah dalam
persaingan pertumbuhan kepariwisataan nasional dan internasional, juga
berpengaruh terhadap meningkatkan standar hidup masyarakat secara
berkelanjutan.
Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan
untuk mewujudkan visi. Misi merupakan pernyataan secara luas dan komprehensif
tentang tujuan instansi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang akan
diberikan atau dilaksanakan, kebutuhan masyarakat yang dapat dipenuhi, kelompok
masyarakat yang dilayani, serta nilai-nilai yang dapat diperoleh. Seiring dengan
upaya untuk mewujudkan Visi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2013-2018, maka selanjutnya ditetapkan Misi Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut :
1. Melindungi dan Melestarikan Nilai Budaya dan Kekayaan Budaya, yang
bermakna meningkatkan kualitas perlindungan, pengembangan dan

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
47

pemanfaatan bidang kesenian, meningkatkan pelestarian nilai-nilai tradisi dan


peningkatan kualitas pelestarian warisan budaya
2. Mengembangkan Pariwisata menjadi Daerah Tujuan Wisata yang Berdaya
Saing, yang bermakna pengembangan pariwisata melalui promosi dan
pencitraan pariwisata sehingga menghasilkan produk destinasi pariwisata yang
berdaya saing dan berbasis Sapta Pesona/Sadar Wisata.
3. Meningkatkan Profesionalisme SDM di bidang Kebudayaan dan Pariwisata,
yang bermakna peningkatan kapasitas dan profesionalisme melalui
pengembangan standart kompetensi dan sertifikasi terhadap profesi pelaku
kebudayaan dan pariwisata serta peningkatan kerjasama dan
kemitraan/kelembagaan.
4. Meningkatkan Industri Kepariwisataan, yang bermakna penciptaan inovasi
melalui penelitian dan pengembangan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Sedangkan Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata di Sumatera Utara
berdasarkan Hasil Telaahan Struktur Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara,
yaitu :
a. Pengembangan Pariwisata Alam
Wisata alam merupakan jenis wisata yang mengandalkan daya tarik keindahan
bentukan alam, dapat berupa pantai, laut, danau, pegunungan, flora, fauna, dan
lain sebagainya.
a. Kawasan Danau Toba
b. Kawasan Dataran Tinggi Karo
c. Paroppo di Kabupaten Dairi.
d. Pegunungan di Kabupaten Phakpak Barat.
e. Parapat, Haranggaol, Salbe, Silau ulu Nagori Sibaganding Kecamatan Girsang,
Nagori Sinar Naga Mariah Kecamatan Pamatang Silimakuta, Dolok Simarsolpah
Kecamatan Raya Kahean di Kabupaten Simalungun.
f. Pemandian air panas pangururan, Pusuk Buhit , Danau Sidihoni, Tomok,
Tuktuk, Aek Sipitudai, Kebun Raya Simanindo di Kabupaten Samosir.
g. Tangga Seribu, Air Terjun di Kabupaten Humbang Hasundutan.
h. Ajibata, Taman Eden Seratus, Dolok Tolong, Balige, Silintong di Kabupaten
Toba Samosir.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
48

i. Air Panas Sipaholon, Muara, Hutan Rakyat Bukit Barisan di Kabupaten


Tapanuli Utara.
j. Pantai Klang, Theme Park, Pantai Cermin di Kabupaten Serdang Bedagai.
k. Sibolangit di Kabupaten Deli Serdang.
l. Kawasan ekosistem Gunung Leuser dan Bukit Lawang Bahorok adalah nama
tempat wisata di Kabupaten Langkat. Bukit Lawang termasuk dalam lingkup
Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan daerah konservasi terhadap
mawas orang utan.
m. Lagundri, Sorake, Pantai Morate, Pulau Pulau Batu, Pulau Telo, di Kabupaten
Nias Selatan.
n. Pulau Mursala, Pulau Pandan, Pulau Poncan di Kabupaten Tapanuli Tengah.
o. Pantai Perupuk di Kabupaten Labuhanbatu.
p. Danau Siais di Kabupaten Tapanuli Selatan.
q. Kota Medan

b. Pariwisata Budaya
Merupakan jenis wisata dengan daya tarik budaya, dapat berupa peninggalan
jaman dahulu, kawasan permukiman yang masih memelihara tradisi. Di wilayah
Sumatera Utara terdapat beberapa objek wisata budaya diantaranya :
a. Istana kerajaan dan rumah kediaman Istana Maimun, Kediaman
Chong A Fie, di Kota Medan;
b. Istana Kota Pinang di Kabupaten Labuhanbatu Selatan;
c. Peninggalan Sultan Labuhan di Kabupaten Labuhanbatu Utara;
d. Peninggalan Hindu Budha Biaro di Kabupaten
Padanglawas/Padanglawas Utara;
e. Situs Benteng Portugis, Gua Jepang dan Gua Portugis di Kabupaten
Mandailing Natal;
f. Bangunan Cagar Budaya di Kota Sibolga;
g. Makam Raja Simalungun Pematang Purba, Situs Batu Gajah di
Kabupaten Simalungun;
h. Makam Nommensen di Kabupaten Tapanuli Utara;
i. Makam Sisingamangaraja XII, Rumah Bolon di Kabupaten Toba
Samosir;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
49

j. Istana Sisimangaraja di Bakkara di Kabupaten Humbang Hasundutan;


k. Batu Hogon, Makam Sidabutar Tomok, Makam Sialagan Ambarita,
Rumah Tradisonil Simanindo, Perkampungan Tua Suku Batak Harian Boho di
Kabupaten Samosir;
l. Situs Batu Sumbang, Batu Mejan di Kabupaten Dairi;
m. Rumah Tradisionil di Kabupaten Phakpak Barat;
n. Pemukiman Tradisional Desa Lingga, Peceren, Perkampungan
Tradisionil di Kabupaten Karo;
o. Istana Lima Laras, Meriam Kuno di Provinsi Sumatera Utara;
p. Situs Istana Kota Galuh di Kabupaten Serdang Bedagai; Gua Kemang
di Kabupaten Deli Serdang;
q. Mesjid Azizi, Rumah Peninggalan Sultan Siak, Situs Komplek Istana
Sultan Aziz di Kabupaten Langkat; dan
r. Peninggalan Megalit, Kampung Tradisionil Bawomatoluwo,
Silinawalemajindo di Pulau Nias.

c. Pariwisata Minat Khusus


Wisata minat khusus merupakan wisata dengan daya tarik aktivitas tertentu
seperti olahraga, rohani, pendidikan dan lain sebagainya. Pengembangan wisata
minat khusus antara lain:
a. Museum dan Kebun Binatang di Kota Medan dan Kota
Pematangsiantar;
b. Arung Jeram di Sei Asahan dan Sei Binge, Sei Wampu di Langkat;
c. Olahraga Air di Sorake, Lagundri, Sigologola, Teluk Dalam, di
Kepulauan Nias
d. Wisata menyelam di Perairan Pulau Pulau Batu, Pulau Tello di
Kabupaten Nias Selatan;
e. Olah Raga Paralayang di Sitopsi;
f. Wisata Rohani di Salib Kasih di Kabupaten Tapanuli Utara;
g. Taman Iman di Kabupaten Dairi;
h. Rekreasi Pantai Theme Park di Kabupaten Serdang Bedagai;
i. Rekreasi Pegunungan Hillpark di Sibolangit, di Kabupaten Deli
Serdang;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
50

j. Museum di Kota Gunungsitoli.

Strategi pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara


untuk periode 2013-2018 adalah :
(1) Peningkatan kualitas pengelolaan cagar budaya dan kesejarahan
(2) Peningkatan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal
(3) Peningkatan kualitas perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kesenian
(4) Peningkatan promosi pariwisata melalui pemasaran yang kreatif dan efektif
dengan peningkatan kualitas bahan promosi
(5) Peningkatan kualitas diversifikasi produk wisata didukung oleh terlaksananya
sadar wisata dan sapta pesona
(6) Penguatan dan pengembangan kelembagaan kerjasama antara pemerintah,
pelaku usaha pariwisata dan masyarakat serta peningkatan kemampuan SDM
kebudayaan dan pariwisata
(7) Peningkatan kualitas data dan informasi serta peningkatan kualitas pelayanan
aparatur
(8) Peningkatan inovasi dan kreatifitas masyarakat berbasis media desain iptek dan
berbasis seni budaya.
Selain Strategi terdapat pula kebIjakan-kebijakan penunjang dalam
pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara untuk periode
2013-2018, yaitu:
a. Peningkatan pelestarian kebudayaan daerah
b. Pengembangan pemasaran melalui sistem informasi teknologi yang berorientasi
kepada peningkatan ekonomi daerah, masyarakat dan usaha pariwisata
c. Pengembangan destinasi yang berdaya saing dan peningkatan industri pariwisata
yang berkelanjutan
d. Peningkatan kerjasama dan koordinasi strategis lintas sektor
e. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik
f. Peningkatan dan pengembangan wirausaha baru berbasis ekonomi kreatif dalam
mendukung pariwisata.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
51

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan memberikan


batasan bahwa yang dimaksud dengan kepariwisataan adalah : keseluruhan kegiatan
yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang
muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan pengusaha. Dari batasan kepariwisataan sedemikian, dapat dimaknai
bahwa kepariwisataan merupakan aktifitas yang melibatkan banyak pihak mulai dari
individu, Pemerintah Daerah, Negara dalam suatu interaksi yang memposisikan
setiap individu dalam banyak dimensi baik sebagai pelaku wisata itu sendiri,
masyarakat setempat, dan pelaku usaha pariwisata.
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA) Provinsi
Sumatera Utara dan Rancanagan Peraturan Daerah tentang RIPPARDA disusun
dengan mengaju pada sejumlah peraturan baik di tingkat nasional maupun tingkat
daerah. Singkronisasi peraturan perundang-undangan dalam penyusunan sebuah
Ranperda harus dilakukan dalam dua cakupan, masing singkronisasi yang bersifat
vertikal dan singkronisasi yang bersifat horizontal. Singkronisasi yang bersifat
vertikal adalah analisis terhadap kaedah-kaedah hukum sebidang, dalam hal ini
adalah bidang kepariwisataan. Dalam bidang kepariwisataan ini, payung hukum
yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 ini,
dinyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan dilakukan pada tingkat nasional dan
pada tingkat daerah. Pembangunan kepariwisataan baik di tingkat nasional maupun
di tingkat daerah dilakukan dengan menyusun sebuah rencana induk pembangunan
kepariwisataan. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan tingkat nasional diatur
dengan Peraturan Pemerintah, sementara itu rencana induk pembangunan

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
52

kepariwisataan tingkat daerah diatur dengan Peraturan Daerah baik tingkat Provinsi
maupun tingkat Kabupaten/Kota. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS). Beberapa
perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan kepariwisataan yang
menjadi dasar dari penyusunan Ranperda tentang RIPPARDA Provinsi Sumarera
Utara ini antara lain :

Undang-Undang Dasar Tahun 1945


Berdasarakan Pasal 1 Ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga segala
perbuatan yang dilakukan oleh penguasa seharusnya didasarkan pada aturan hukum.
Adanya landasan hukum disamping sebagai pembatasan kekuasaan pemerintah juga
merupakan sarana perlindungan hukum bagi rakyat. Sebab dengan adanya dasar
hukum, penguasa dapat mengetahui secara jelas hak dan kewajibannya sehingga
kecil kemungkinan terjadinya perbuatan melanggar hukum oleh penguasa. Apabila
dilihat dari sisi masyarakat maka dengan adanya landasan hukum yang
memungkinkan masyarakat untuk untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan
pemerintahan, disamping itu dengan adanya landasan hukum yang jelas pula
masyarakat akan lebing memahami hak dan kewajibannya sehingg kecil
kemungkinan masyarakat dijadikan obyek kekuasaan oleh penguasa.
Berdasarkan Pasal 18 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dinyatakan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Dari ketentuan tersebut maka daerah memiliki hak untuk
mengurus dan mengatur sendiri uruan pemerintahannya di luar urusan yang menjadi
urusan pemerintah pusat, salah satunya adalah dalam sektor pariwisata. Urusan yang
termasuk untuk menyelenggarakan otonomi dan tugas pembantuan wajib dituangkan
di dalam Peraturan Daerah sebagai wewenang atribusi Daerah sebagaimana diatur di
dalam Pasal 18 Ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang sekaligus wajib dicantumkan pada urutan pertama Dasar Hukum dalam
setiap Peraturan Daerah.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
53

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah,
sehingga ada peluang dan kebebasan bagi Daerah untuk lebih leluasa mengatur dan
melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri, sesuai dengan kepentingan
masyarakat setempat dan potensi setiap Daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah
dilaksanakan secara luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan.
Pembagian kewenangan ini pada hakikatnya merupakan pembagian tugas,
kewajiban, dan tanggung jawab. Hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah juga merupakan hubungan dan pembagian tugas dari Negara kepada
penyelenggara negara pada tingkat Pusat secara nasional dan Daerah secara regional
dan lokal untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, pemerataan
dan keadilan, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan pemerintahan terdiri atas : urusan
pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan
umum. Urusan pemerintahan ansolut adalah urusan yang sepenuhnya menjadi
kewenngan Pemerintah Pusat, sedangkan urusan pemerintahan konkuren adalah
urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11, disebutkan bahwa Urusan pemerintahan
konkuren sebagaimana di maksud yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas
Urusan Pemerintahan Wajib dan UrusanPemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan
Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitandengan Pelayanan Dasar dan
Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
Dalam konteks kepariwisataan, dalam hubungannya denan urusan
pemerintahan, maka bidang ini termasuk kde dalam urusan pemerintahan pilihan.
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menyebutan, urusan pilihan tersebut meliputi :
a. kelautan dan perikanan;
b. pariwisata;
c. pertanian;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
54

d. kehutanan;
e. energi dan sumber daya mineral;
f. perdagangan;
g. perindustrian; dan
h. transmigrasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa urusan pilihan ini merupakan
urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah berdasarkan
sumber daya dan potensi daerah yang kewenangannya dapat dijalankan oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk


Pembangunan Kepariwisataan Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 merupakan amanah dari Pasal 9
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Berdasarkan
ketentuan Pasal 2 PP Nomor 50 Tahun 2011 disebutkan Pembangunan
kepariwisataan nasional meliputi:
a) Destinasi Pariwisata;
b) Pemasaran Pariwisata;
c) Industri Pariwisata; dan
d) Kelembagaan Kepariwisataan.
Berdasarkan ketentuan ini, orientasi pembangunan kepariwisataan daerah Provinsi
Sumatera Utara dilakukan terhadap 4 pilar pembangunan kepariwisataan dimaksud.
Keberadaan PP Nomor 50 Thun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional penting untuk diperhatikan, sebab berdasarkan ketentuan
ini, dalam rangka penyelenggaan kepariwisataan nasional telah ditetapkan 222
Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN), 50 Destinasi Pariwisata
Nasional (DPN) dan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Dalam
konteks Sumatera Utara, dalam PP Nomor 50 Tahun 2011 ditetapkan DPN,
meliputi :
a) Nias-Simeulue
b) Medan – Toba dan sekitarnya.
Terkait dengan KPPN, di Sumatera Utara telah ditetapkan sebanyak 7 KPPN,
masing-masing :

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
55

a) KPPN Nias Barat dan sekitarnya;


b) KPPN Teluk Dalam dan sekitarnya;
c) KPPN Medan Kota da sekitarnya;
d) KPPN Tangkahan –Leuser dan sekitarnya;
e) KPPN Bukit Lawang dan sekitarnya;
f) KPPN Toba, dan
g) KPPN Sibolga dan sekitarnya.
Dengan memperhatikan kerangka sejumlah regulasi yang disebutkan, Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera Utara ini disusun.

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi


dan Sertifikasi Usaha Di Bidang Pariwisata

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi


dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata lahir sebagai amanah dari ketentuan Pasal
55 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kdepariwisataan yang
menyatakan bahwa ketentuan tentang Sertifikasi Komptensi dan Sertifikasi Usaha di
Bidang Pariwisata diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan dikatakan bahwa Tenaga kerja di bidang kepariwisataan
memiliki standar kompetensi. Standar kompetensi dilakukan melalui sertifikasi
kompetensi. Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang
telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Disamping masalah komptensi, undang-undang kepariwisataan juga
mengharuskan bahwa produk, pelayanan dan pengelolaan usaha pariwisata juga
membutuhkan sertifikasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 54 bahwa produk, pelayanan,
dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki standar usaha. Standar usaha dilakukan
melalui sertifikasi usaha. Sertifikasi usaha dilakukan oleh lembaga mandiri yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi
Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata mementukan bahwa setiap
Pengusaha Pariwisata berkewajiban untuk menerapkan Standar Usaha Pariwisata.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
56

Selanjutnya bidang usaha pariwisata yang wajib menerapkan standar usaha


pariwisata meliputi :
a. daya tarik wisata;
b. kawasan pariwisata;
c. jasa transportasi wisata;
d. jasa perjalanan wisata;
e. jasa makanan dan minuman;
f. penyediaan akomodasi;
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
i. jasa informasi pariwisata;
j. jasa konsultan pariwisata;
k. jasa pramuwisata;
l. wisata tirta; dan
m. spa.
Sertifikasi komptensi dan sertifikasi usaha di bidang pariwisata memiliki
peran yang sanagt penting dalam kerangka Kerjasama ASEAN, khususnya terkait
dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Selanjutnya dalam rangka
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN berbagai kesepakatan yang terkait
dengan berbagai pengakuan terhadap bidang-bidang jasa yang akan diberlakukan
telah disepakati dalam beberapa pertemuan apa yang disebut sebagai Mutual
Recognition Arrangement (MRA). Tujuan MRA adalah untuk meciptakan prosedur
dan mekanisme akreditasi guna mendapatkan kesamaan/kesetaraan serta mengakui
perbedaan antar negara untuk pendidikan, pelatihan, pengalaman dan persyaratan
lisensi untuk para profesional yang ingin berpraktek.1 Dalam MRA terdapat 8
(delapan) bidang jasa telah disepakati dalam ASEAN, masing-masing :
(1) MRA on Engineering Services, 2005
(2) MRA on Nursing Services, 2006
(3) MRA on Architectural Services, 2007
(4) MRA on Suveying Qualification, 2007
(5) MRA on Tourism Proffesional, 2009

Duta Besar Bagas Hapsoro, Makalah pada Sosialisasi Komunitas ASEAN 2015 dan
1

Lokakarya Isu-isu Hukum di ASEAN Untuk Dosen Hukum Se-Sumatera, Direktorat Jenderal
Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI, Padang 5-6 September 2014.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
57

(6) \MRA on Accountancy Services, 2009


(7) MRA on Medical Practioners, 2009, dan
(8) MRA on Dental Practioners, 2009
Dari delapan MRA yang disebutkan di atas, MRA pada bidang jasa
kepariwstaan merupakan salah satu bidang jasa yang wajar untuk mendapat
perhatian, mengingat Indonesia merupakan negara yang memperoleh pendapatan
negara dari bidang jasa pariwisata ini. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pariwisata Nasional, Pemerintah menargetkan
capaian jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara sebanyak 20 juta kunjungan per
tahun pada tahun 2025, dengan penerimaan devisa pada tahun 2025 sebesar US$ 17
Miliar. Guna mencapai berbagai target dalam rencana induk pembangunan
pariwisata ini, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012
tentang Sertfikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha Kepariwisataan, mewajibkan
semua profesional pada jasa kepariwisataan wajib memiliki sertikat kelayakan
menjalankan kegiatan jasa kepariwisataan.
Demikian analisis gterhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan kepariwisataan yang perlu mendapat perhatian dalam
penyusunan naskah akademik ini. Dalam substansi Ranperda tentanag RIPPARDA
Sumatera Utara, ikhwal yang berhubungan dengan sertifikasi kompetensi dan
sertifikasi usaha di bidang pariwisata ini akan bersinggungan dengan upaya-upaya
peningkatan kualitas SDM dan dan kelembagaan pariwisata. -Beberapa peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan penyusunan rencana induk kepariwisataan
daerah, di antaranya :
1) Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo.
2) Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya.
3) Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola
Kawasan Pariwisata Danau Toba.
Sementara terkait dengan singkronisasi perundang-undangan secara horizontal
dengan perencanaan pembangunan kepariwisataan daerah antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
58

2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.


3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
59

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Salah satu bagian penting dalam proses pembentukan Undang-Undang dan


Peraturan Daerah adalah membangun argumentasi secara filosofis, sosiologis, dan
yuridis pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Bagian ini secara
metodologis membedakan laporan penelitian pada umumnya dengan laporan
penelitian yang telah dimodifikasi mengenai Naskah Akademik dalam rangka
pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah, yaitu dua peraturan perundang-
undangan yang secara eksplisit ditegaskan untuk perlu disusun Naskah
Akademiknya.
Di samping unsur yang membedakan dengan laporan penelitian hukum
biasa, secara substantif, argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis sekaligus
menjadi landasan urgensi dari pembentukan Undang-Undang atau peraturan daerah.
Urgensi pembentukan peraturan perundang-undangan ini penting, untuk memberi
jaminan bahwa Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang akan dibuat
dimaksudkan untuk menjabarkan dan melaksanakan pemikiran-pemikiran filosofis
tujuan pembangunan yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa dengan tetap
mengakar pada filosofi kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana terumuskan
dalam Pancasila. Artinya, Undang-Undang atau peraturan daerah yang dibuat
memiliki landasan dan filosofi yang mengakarkan pada nilai-nilai kehidupan bangsa
Indonesia atau masyarakat setempat.
Dalam persepektif, argumentasi secara sosiologis bermakna bahwa Undang-
Undang dan Peraturan Daerah yang dibentuk hadir untuk menjawab atau memenuhi
kebutuhan masyarakat. Sedangkan dalam perspektif yuridis secara sederhana jelas
memberikan jawaban atas kekosongan hukum yang mengatur mengenai suatu bidang

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
60

tertentu, dalam konteks ini bagi Provinsi Sumatera Utara adalah perlu kehadiran dari
Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daeah yang
telah diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
Lampiran 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan merumusan argumentasi filosofis, sosiologis, dan
yuridis, sebagai berikut: Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan
yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta
falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-
Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang
sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis
peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah,
peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama
sekali belum ada.
Poin penting landasan filosofis adalah jika landasan peraturan yang
digunakan memiliki nilai bijaksana yakni memiliki nilai benar (logis), baik dan adil.
Menemukan filosofis berarti melakukan pengkajian secara mendalam untuk mencari
dan menemukan hakekat sesuatu yang sesuai dan menggunakan dengan nalar sehat.
Menurut sistem demokrasi modern, kebijakan bukanlah berupa cetusan pikiran atau
pendapat dari pejabat negara atau pemerintahan yang mewakili rakyat akan tetapi
juga opini publik (suara rakyat) yang memiliki porsi sama besarnya untuk
mencerminkan dan diwujudkan ke dalam kebijakan-kebijakan publik.
Suatu kebijakan publik harus berorientasi terhadap kepentingan publik (public
interest), dalam suatu negara demokrasi, negara dapat dipandang sebagai agen atau
penyalur gagasan sosial mengenai keadilan kepada warganya dan mengungkapkan
hasil gagasan sosial tersebut dalam undang-undang atau peraturan-peraturan,
sehingga masyarakat mendapatkan ikut berproses ikut ambil bagian untuk mewarnai
dan memberi sumbangan dengan leluasa.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
61

Dasar filosifis yang pertama dari Rancangan Peraturan Daerah Provinsi


Sumatera Utara tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah ini adalah
pada pandangan hidup Bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam butir-butir
Pancasila dan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945. Nilai-nilai Pancasila ini dijabarkan dalam hukum yang dapat
menunjukan nila-nilai keadilan, ketertiban dan kesejahteraan. Rumusan Pancasila ini
yang merupakan dasar hidup Negara Indonesia dituangkan dalam pembukaan UUD
Republik Indonesia. Ditekankan dalam dasar Negara Indonesia, bahwa Indonesia
adalah Negara hukum (rechtstaat) bukan berdasarkan kekuasaan (machtstaat).

B. Landasan Sosiologis
Pengertian lain mengenai sosiologi pariwisata adalah kajian tentang
kepariwisataan dengan menggunakan perspektif sosiologi, yaitu penerapan prinsip,
konsep, hukum, paradigma, dan metode sosiologis di dalam mengkaji masyarakat
dan fenomena pariwisata, untuk selanjutnya berusaha mengembangkan abstraksi-
abstraksi yang mengarah pada pengembangan-pengembangan teori.
Pendekatan sosiologis di dalam mempelajari pariwisata dapat dilakukan dengan
menggunakan teori atau perspektif sosiologi. Perspektif atau teori sosiologi yang
digunakan dalam menganalisis penelitian ini berdasar pada teori fungsional-
struktural. Teori fungsional-struktural merupakan teori sosiologi yang berdasar pada
unsur-unsur sosiologi dan budaya yang saling berhubungan secara fungsional dan
menekankan gejala sosial budaya pada struktur yang mncakup perangkat atau aturan-
aturan. Teori fungsional-struktural mengamati bentuk struktur dan fungsi dalam
suatu masyarakat sehingga dapat melihat bagaimana suatu masyarakat itu berubah
atau mapan melalui setiap unsurnya yang saling berkaitan, dan dinamik untuk
memenuhi kebutuhan individu.
Teori fungsional-struktural melakukan analisis dengan melihat masyarakat
sebagai suatu sistem dari interaksi antar manusia dan berbagai institusinya, dan
segala sesuatunya disepakati secara konsensus, termasuk dalam hal nilai dan norma.
Teori fungsional-struktural menekankan pada harmoni, konsistensi, dan
keseimbangan dalam masyarakat. Menurut Nash, teori fungsional-struktural ini dapat
digunakan untuk menganalisis pariwisata. Hal ini terjadi dengan melihat pariwisata
sebagai suatu sistem sosial yang berperan dalam masyarakat modern. Pendekatan

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
62

sosiologis digunakan untuk mengetahui kondisi masyarakat dan memahami


kelompok sosial khususnya berbagai macam gejala kehidupan masyarakat.
Pariwisata adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, masyarakat,
kelompok, organisasi, kebudayaan, dan sebagainya yang merupakan obyek kajian
sosiologi.
Hubungan periwisata dengan aspek ekonomis, pariwisata dapat dikatakan
sebagai industri pariwisata, jika di dalam industri tertentu ada suatu produk tertentu,
di dalam industri pariwisata yang disebut produk tertentu tersebut adalah
kepariwisataan itu sendiri. Seperti halnya di suatu industri ada konsumen, ada
permintaan, ada penawaran, dimana produsen mempunyai tugas untuk menghasilkan
suatu produk agar dapat memenuhi permintaan. Pada industri pariwisata konsumen
yang dimaksud adalah wisatawan. Wisatawan mempunyai kebutuhan dan
permintaan-permintaan yang harus dipenuhi dan pemenuhan kebutuhan tersebut
dengan sarana uang. Pariwisata merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam
ekonomi. Secara mikro dijelaskan perkembangan pariwisata meningkatkan
pendapatan daerah setempat. Munculnya komunitas pedagang di sekitar lokasi untuk
menambah pendapatan dan meningkatkan jumlah pengunjung, karena merupakan
salah satu fasilitas yang tersedia dan mudah dijangkau.

C. Landasan Yuridis

Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan "Perekonomian disusun


sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Di dalam penjelasannya
ditegaskan lagi bahwa ini artinya perekonomian kita berdasarkan pada demokrasi
ekonomi, dimana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dengan kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan.

Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum. Menurut Soedjono


Dirdjosisworo yang mengutip Theory of Legislation Jeremy Bentham menekankan
bahwa hukum harus bermanfaat.2 Bagir Manan menyatakan agar dalam pembentukan
undang-undang dapat menghasilkan suatu undang-undang yang tangguh dan
berkualitas, undang-undang tersebut harus berlandaskan pada pertama landasan

2
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajagrapindo Persada, Jakarta 2009, hlm.
13.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
63

yuridis (juridische gelding); kedua landasan sosiologis (sociologische gelding);


ketiga landasan filosofis (philosophical gelding).3
Dalam menghadirkan hukum yang berkualitas tersebut perlu dipahami politik
hukum nasional yang mempengaruhi sistem hukum nasional seperti yang
diisyaratkan Philippe Nonet dan Philip Selznick dalam bukunya ‘Law and Society in
Transition : Toward Responsive Law’, politik hukum nasional bertujuan
menciptakan sebuah sistem hukum nasional yang rasional, transparan, demokratis,
otonom, dan responsif terhadap perkembangan aspirasi dan ekspektasi masyarakat,
bukan sebuah sistem hukum yang bersifat menindas, ortodoks, dan reduksionistik.4
Pembentukan peraturan perundang-undangan, haruslah mengacu pada
landasan pembentukan peraturan perundang-undangan atau ilmu perundang-
undangan (gesetzgebungslehre), yang diantaranya landasan yuridis. Setiap produk
hukum, haruslah mempunyai dasar berlaku secara yuridis (juridische gelding). Dasar
yuridis ini sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
khususnya Peraturan Daerah.5
Peraturan Daerah merupakan salah satu unsur produk hukum, maka prinsip-
prinsip pembentukan, pemberlakuan dan penegakannya harus mengandung nilai-nilai
hukum pada umumnya. Berbeda dengan nilai-nilai sosial lainya, sifat kodratinya dari
nilai hukum adalah mengikat secara umum dan ada pertanggungjawaban konkrit
yang berupa sanksi duniawi ketika nilai hukum tersebut dilanggar.
Oleh karena itu Peraturan Daerah merupakan salah satu produk hukum, harus
dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas dalam hal pengenaan sanksi.
Dalam pembentukan Peraturan Daerah sesuai pendapat Bagir Manan harus
memperhatikan beberapa persyaratan yuridis. Persyaratan seperti inilah yang dapat
dipergunakan sebagai landasan yuridis, yang dimaksud disini adalah :
a. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya suatu peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau badan yang mempunyai
kewenangan untuk itu. Dengan konsekuensi apabila tidak diindahkan persyaratan
3
Bagir Manan, Dasar-dasar Konstitusional Peraturan Perundang-undangan Nasional,
Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 1994, hlm. 13-21 .
4
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, 1984, hlm. 49
5
Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara Praktis Menyusun & Merancang
Peraturan Daerah; Suatu Kajian Teoritis & Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis Menuju
Artikulasi Empiris, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, Hlm. 23; Krems, mengatakan
gesetzgebungslehre mempunyai tiga sub bagian disiplin, yakni proses perundang-undangan
gesetzgebungsverfahren (slehre); metode perundang-undangan gesetzgebungsmethode (nlehre); dan
teknik perundang-undangan gesetzgebungstechnik (lehre).

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
64

ini, maka konsekuensinya undang-undang tersebut batal demi hukum (van


rechtswegenietig).
b. Adanya kesesuaian bentuk/jenis peraturan perundang-undangan dengan materi
muatan yang akan di atur, artinya ketidaksesuaian bentuk/jenis dapat menjadi
alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan yang dimaksud.
c. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan adalah
pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus melalui prosedur dan
tata cara yang telah ditentukan.6
d. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannnya adalah sesuai dengan pandangan stufenbau theory, peraturan
perundang-undangan mengandung norma-norma hukum yang sifatnya hirarkhis.
Artinya suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya
merupakan grundnorm (norma dasar) bagi peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah tingkatannya.7
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa
landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang menjadi sumber hukum/dasar
hukum untuk pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, demikian juga
Peraturan Daerah. Seperti landasan yuridis dibuatnya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Pasal 18 Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menjadi landasan yuridis
dibentuknya Peraturan Daerah yang menjabarkan undang-undang tersebut.
Selanjutnya A.Mukhtie Fadjar menyatakan bahwa negara hukum ialah negara
yang susunannya di atur dengan sebaik-baiknya dalam undang-undang, sehingga
segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan pada hukum. 8 Rakyat
tidak boleh bertindak secara sendiri-sendiri menurut kemampuannya yang
bertentangan dengan hukum. Negara hukum itu ialah negara yang diperintah bukan
oleh orang-orang tetapi oleh undang-undang (the states not governed by men, but by
law).
Sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila, penyelenggaraan
pemerintahan negara didasarkan dan di atur menurut ketentuan-ketentuan konstitusi,
maupun ketentuan hukum lainnya, yaitu undang-undang, peraturan pemerintah,
6
Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945.
7
Bagir Manan, Opcit, Hlm. 14-15.
8
A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hlm. 7.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
65

peraturan daerah, maupun ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang ditentukan


secara demokratis dan konstitusional.9 Hal ini mengandung makna bahwa
penyelenggaraan pemerintahan negara dilakukan melalui berbagai kebijakan
pemerintahan negara senantiasa didasarkan dan dicernakan melalui ketetapan-
ketetapan hukum yang dikelola secara demokratis.
Menurut Sri Soemantri bahwa Demokrasi mempunyai dua macam pengertian
yaitu formal dan material. Realisasi pelaksanaan Demokrasi dalam arti formal, yaitu
terlihat dalam UUD 1945 yang menganut faham indirect democracy, yaitu suatu
demokrasi dimana pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dilaksanakan oleh rakyat
secara langsung melainkan melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat, seperti
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD); dan demokrasi dalam arti pandangan hidup atau
demokrasi sebagai falsafah bangsa (democracy in philosophy).10 Dalam sistem
demokrasi semua perubahan tatanan sosial dalam kontek demokrasi, harus didasari
oleh landasan normatif maka melalui Law making process sebagai salah satu tugas
parlemen.11
Penyelenggaraan negara yang demokratis dilaksanakan dengan mengutamakan
keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban, dalam
mengurus dan menjalankan pemerintahan. Secara teoritis sistem pemerintahan ini
dikenal dengan sistem desentralisasi, yang mengandung dua unsur pokok yaitu
terbentuknya daerah otonom dan otonomi daerah.
Pembentukan daerah yang otonom melahirkan status otonomi yang didasarkan
pada aspirasi dan kondisi objektif dari masyarakat di daerah/wilayah tertentu, yang
kemudian menjelma menjadi pemerintahan di daerah. Pemerintahan Daerah dapat
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya sesuai dengan asas otonomi
9
Surachmin, 225 Asas Dan Prinsip Hukum Serta Penyelenggaraan Negara, Yayasan Gema
Yustisia Indonesia, Jakarta, hlm. 14 – 15.
10
Sri Soemantri, Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1971, hlm. 26
11
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekretariat Jenderal
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 170-174 dan 240; Landasan
keberlakuan dari undang-undang harus terpancar dari konsideran yang terdiri dari : Pertama, landasan
filosofis undang-undang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan (ideal norms) oleh
suatu masyarakat kearah norma cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat bernegara hendak diarahkan;
Kedua, landasan sosiologis bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam undang-undang
haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum yang sesuai
dengan realitas kesadaran hukum masyarakat; Ketiga, landasan politis bahwa dalam konsideran harus
pula tergambar adanya sistem rujukan konstitusional menurut cita-cita dan norma dasar yang
terkandung dalam UUD 1945 sebagai sumber kebijakan pokok atau sumber politik hukum yang
melandasi pembentukan undang-undang yang bersangkutan.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
66

dan tugas pembantuan, yang ditujukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat,


melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, dan kekhususan daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.12

12
HAW. Widjaya, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU
No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm.131.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
67

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH

A. Jangkauan, Arah Pengaturan Peraturan Daerah


Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera
Utara disusun sebagai memenuhi ketentuan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan, yang menyatakan bahwa rencana induk pembangunan
kepariwisataan daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, sebagaimana ketentuan
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS)
diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dalam posisinya sebagai bagian dari sistem
perencanaan pembangunan nasional, maka RIPPARNAS menjadi pedoman
penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi. Selanjutnya
RIPPARNAS dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi menajdi
pedoman dalam penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota.
Berangkat dari kondisi tersebut maka, RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara
memiliki jangkauan da arah pengaturan sebagai tindaka lanjut daria arahan
pembangunan keparisataan nasional sebagaimana dimuat dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011. Dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2011 disebutkan bahwa pembangunan kepariwisataan nasional
disusun dalam kurun 2010 sampai dengan 2025. Hal ini sejalan dengan recana
pembangunan jangka panjang nasional nasional sampai dengan tahun 2025.
Berangkat dari ketentuan tersebut, maka RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara juga
disusun untuk kurun waktu sampai dengan tahun 2025.
Sebagaimana arahan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011
tentang RIPPARNAS, maka pembangunan kepariwisataan daerah Provinsi Sumatera
Utara meliputi :
a. Destinasi Pariwisata;
b. Pemasaran Pariwisata;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
68

c. Industri Pariwisata, dan


d. Kelembagaan Pariwisata.
RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara, memuat :
a. visi;
b. misi;
c. tujuan;
b. sasaran; dan
c. arah pembangunan kepariwisataan nasional dalam kurun waktu tahun 2010
sampai dengan tahun 2025.
Selanjutnya ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Sumatera Utara
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera
Utara adalah sebagaimana diuraikan berirkut ini :

B. Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah

1. Visi dan Misi Pariwisata Daerah


Visi pembangunan kepariwisataan daerah Provinsi Sumatera Utara adalah :
“Terwujudnya Sumatera Utara Menjadi Daerah Tujuan Wisata yang
Berbudaya dan Berdaya Saing”. Visi ini sejalan dengan Visi Pembangunan
Sumatera Utara sebagaimana termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Tahun 2013-2018 yang memetapkan Visi : “Menjadi Provinsi
Yang Berdaya Saing Menuju Sumatera Utara Sejahtera”
Selanjutya Visi Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera
Utara diturunkan dalam bentuk misi, masing-masing :
a. membangun dan mengembangkan destinasi wisata daerah yang aman, nyaman,
menarik, mudah dijangkau dan berwawasan lingkungan;
b. membangun kemitraan dan peran serta masyarakat, dunia usaha dengan
Pemerintah Daerah untuk pemasaran pariwisata di tingkat nasional dan
internasional yang berdaya saing, terpercaya dan bertanggungjawab terhadap
lingkungan hidup, sosial dan budaya;
c. membangun dan mengembangkan industri pariwisata yang berciri khas daerah
dengan menggerakkan kemitraan usaha dengan menitikberatkan pada
pemberdayaan masyarakat lokal;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
69

d. membangun kelembagaan kepariwisataan daerah yang modern dan profesional


yang didukung oleh sarana dan prasarana berbasis teknologi dan sumber daya
manusia yang handal, serta regulasi dan mekanisme operasional yang efektif dan
efisien.

2. Tujuan dan Sasaran


Pembangunan Kepariwisataan Daerah bertujuan :
a. melaksanakan arahan pembangunan kepariwisataan nasional yang ada di daerah
sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
(RIPPARNAS);
b. membangun sinerji dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan semua pemangku
kepentingan untuk meningkatkan kualitas dan kauntitas daya tarik pariwisata;
c. mengembangkan pemasaran pariwisata secara efektif dan efisien serta
bertanggungjawab;
d. mewujudkan industri pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian
daerah dan nasional yang berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja,
mengurangi angka kemiskinan;
e. mewujudkan pengelolaan pariwisata berbasis perencanaan pembangunan pada
tingkat daerah dan nasional serta melestarikan lingkungan hidup dan sumber
daya alam;
f. mengembangkan kelembagaan dan tata kelola pariwisata yang mampu
mensinerjikan pembangunan destinasi pariwisata, pemasaran pariiwsata dan
industri pariwisa secara profesional.
g. memajukan kebudayaan dan citra daerah, memperkokoh jati diri kebangsaan
serta mempererat persahabatan antar bangsa.

3. Sasaran
Sasaran pembangunan kepariwisataan daerah adalah mewujudkan peningkatan :
a. kunjungan wisatawan nusantara;
b. kunjungan wisatawan mancanegara;
c. lama kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara;
d. produk domestik bruto di bidang kepariwisataan.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
70

Kunjungan wisatawan nusantara berdasarkan Kementerian Pariwisata, Bidang


Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, pada tahun 2015 performansi
kunjungan wisatwana nusantara ke Provinsi Sumatera Utara berjumlah 11.215.535
atau mengamalami peningkatan sebesar 1,53 % jika dibandingkan dengan kunjungan
wisatawan nusantara pada tahun 2014 yang berjumlah 11.046.234 kunjungan.
Selanjutnya trerkait dengan besaran sasaran yang akan dicapai tergantung bagaimana
upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara ini
sampai dengan tahun 2025.
Sasaraan selanjutnya adalah kunjungan wisatawan mancanegara. Data BPS
Sumut,Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di Sumatera Utara pada kurun
waktu 2004-2013 secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan peningkatan
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10,29 persen setiap tahunnya. Jumlah
kunjungan Wisatawan mancanegara tertinggi dicapai pada tahun 2013 yaitu
sebanyak 259.299 orang. Dibandingkan dengan kedatangan wisatawan mancanegara
ke Indonesia pada tahun 2014, maka proporsi Sumatera Utara berkisar 2,87 persen
dari kedatangan secara nasional. Berdasarkan pintu masuk kedatangan wisatawan ke
Sumatera Utara Tahun 2013, Sebagian besar wisatawan mancanegara yang ke
Sumatera Utara masuk melalui gerbang kedatangan Bandar Udara Kuala Namu
International Airport sebanyak 225.550 wisatawan, selanjutnya pelabuhan Belawan
22.631 wisatawan dan Pelabuhan Tanjung Balai – Asahan sebanyak 11.118
wisatawan. Dalam saaran kunjungan wisatwan mancanegara ini RIPPARDA
Provinsi Sumatera Utara menargetkan jumlah kunjungan wisatwan mancanegara
sebesar 1 juta kunjungan sampai dengan tahun 2020 dan 1, 5 juta kunjungan pada
tahun 2025.
Sasaran selanjutnya adalah meningkatkan lama kunjungan wisatawan.
Kenyamanan dan keamanan daerah tempat wisata menjadi salah satu faktor penting
dalam industi pariwisata. Wisatawan akan lebih menikmati liburannya di tempat
yang memiliki kenyamanan dan keamanan yang tinggi. Lama rata-rata masa tinggal
wisatawan dijadikan proksi untuk menunjukkan kenyamanan dan keamanan suatu
daerah tujuan wisata. Data BPS Sumut menunjukkan bahwa perkembangan rata-rata
lama tinggal wisatawan mancanegara di Provinsi Sumatera Utara cenderung
berfluktuatif dengan lama tinggal tidak lebih dari dua hari. Rata-rata masa tinggal
wisatawan mancanegara di Provinsi Sumatera Utara adalah 1,93 hari. Hal ini

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
71

menunjukkan bahwa daerah wisata di Provinsi Sumatera Utara memiliki nilai


kenyamanan dan keamanan yang relatif sama bagi wisatawan.

Sasaran selanjutnya adalah kondisi makro ekonomi berdasarkan Produk


Domestik Regional Broto (PDRB).Salah satu indikator untuk melihat pertumbuhan
ekonomi suatu daerah adalah laju pertumbuhan PDRB. Indikator tersebut
menggambarkan laju pertumbuhan produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan
ekonomi (LPE) yang digambarkan dengan data pertumbuhan PDRB atas dasar harga
konstan.

PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini
dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu:
 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
 Pertambangan dan Penggalian
 Industri Pengolahan
 Listrik, Gas dan Air Bersih
 Konstruksi
 Perdagangan, Hotel dan Restoran
 Pengangkutan dan Komunikasi
 Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
 Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi
menjadi sub-sub sektor.

Provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan positif, terlihat dari angka


PDRB konstan Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2012 – 2015 terus menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan ini tentunya perlu terus didorong dan
dipicu agar kinerja produksi dari sektor perekonomian dapat dioptimalkan
semaksimal mungkin. Besarnya peranan dari masing-masing sektor terhadap total
PDRB, memberikan gambaran tentang tingkat potensi ekonomi yang ada di Provinsi
Sumatera Utara. Pada tahun 2011 PDRB Sumatera Utara atas dasar harga berlaku
mencapai Rp. 571.722 Triliun, sedangkan berdasar atas dasar harga konstan 2010
tercapai sebesar Rp. 440.955 Triliun.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
72

Dalam hubungannya dengan sektor pariwisata, sumbangsih sektor ini


terhadap sektor ini, masih sangat rendah. Kepala Advisory Pembangunan Ekonomi
dan Keuangan Daerah BI Sumut, Budi Tristanto menyebutkan 13 : kunjungan
wisatawan mancanegara ditargetkan pada tahun 2016 sebanyak 363.357, pada tahun
2017 jumlah kunjungan sebanyak 399.692 dan pada tahun 2018 jumlah kunjungan
sebanyak 439.661. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara ini
akan meningkatkan kontribusi sektor pariwisata terhjada PDRB Sumuate Utara
sebesar 2,31 % sampai 2,36 %.

4. Pembangunan Destinasi Pariwisata


Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah, meliputi :
a. perwilayahan destinasi pariwisata daerah
b. pembangunan daya tarik wisata;
c. pembangunan aksesibilitas pariwisata;
d. pembangunan prasarana umum, fasilitas umum dan fasilitas pariwisata;
e. pemberdayaan masyarakat lokal;
f. pengembangan investasi di bidang pariwisata.
Selanjutnya Perwilayahan Pembangunan DPD, terdiri dari :
a. Destinasi Pariwisata Daerah (DPD);
b. Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD);
DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan kriteria :
a. merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah Kabupaten/Kota
dan/atau lintas Kabupaten/Kota yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata;
b. memiliki daya tarik wisata yang berkualitas dan dikenal secara luas dalam
lingkup daerah, nasional dan/atau internasional, serta membentuk jejaring
daya tarik wisata dalam bentuk pola kemasan daya tarik dan pola kunjungan
wisatawan;
c. memiliki kesesuaian tema daya tarik wisata yang mendukung penguatan daya
saing;
d. memiliki dukungan jejaring aksesibilitas dan infrastruktur yang mendukung
pergerakan wisatawan dan kegiatan kepariwisataan; dan
e. memiliki keterpaduan dengan rencana sektor terkait.

13
http ://www.jurnailasia.com.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
73

(1) Selanjutmya KSPD ditetapkan dengan kriteria :


a. memiliki fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan pariwisata;

b. memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi daya tarik wisata
dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;

c. memiliki potensi pasar, baik skala daerah, nasional maupun internasional;

d. memiliki posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi;

e. memiliki lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan


wilayah;
f. memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup;

g. memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan


pemanfaatan aset budaya;

h. memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat;

i. memiliki kekhususan dari wilayah;

j. berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar


wisatawan potensial daerah, nasional maupun international; dan

k. memiliki potensi kecenderungan daya tarik wisata masa depan.

Perwilayahan pembangunan DPD terdiri dari 12 (dua belas) DPD tersebar di


33 (tiga puluh tiga) Kabupaten/Kota, dan di dalam DPD terdapat beberapa KSPD.
DPD yang tersebar pada 33 Kabupaten/kota tesrebut terdiri dari :
a. DPD Medan dan sekitarnya;
b. DPD Pantai Timur Sumatera Utara;
c. DPD Kawasan TNGL Wilayah Sumatera Utara;
d. DPD Binjai, Namusira-sira dan sekitarnya;
e. DPD Tanah Karo dan sekitarnya;
f. DPD Dairi dan sekitarnya;
g. DPD Serdang Bedagai, Simalungun dan sekitarnya
h. DPD Tapanuli Utara, Samosir, Tobasa, Asahan dan sekitaranya;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
74

i. DPD Rantauparapat, Kota Pinang, Gunung Tua dan sekitarnya;


j. DPD Sibolga dan sekitarnya;
k. DPD Kepulauan Nias;
l. DPD Batang Toru dan sekitarnya.
DPD Medan dan sekitarnya terdiri dari :
a. KSPD Medan Utara;
b. KSPD Kawasan Inti Kota;
c. KSPD Medan Selatan.
DPD Pantai Timur Sumatera Utara terdiri dari :
a. KSPD Pulau Kampai dan sekitarnya;
b. KSPD Tanjung Pura dan sekitarnya;
c. KSPD Karang Gading Langkat Timur Laut dan sekitarnya
d. KSPD Belawan dan sekitaranya;
e. KSPD Percut dan sekitarnya;
f. KSPD Pantai Cermin dan sekitaranya;
g. KSPD Nagalawan dan sekitarnya;
h. KSPD Kuala Tanjung dan sekitarnya;
i. KSPD Pulau Berhala Serdang Bedagai;
j. KSPD Tanjung Tiram dan sekitarnya;
k. KSPD Pulau Pandang dan Pulau Salah Namo.
DPD Kawasan TNGL Wilayah Sumatera Utara terdiri dari :
a. KSPD Sei Wampu dan sekitarnya;
b. KSPD Bahorok dan sekitarnya;
c. KSPD Tangkahan dan sekitarnya;
d. KSPD Aras Napal.
DPD Binjai, Sei Bingei dan sekitarnya terdiri dari :
a. KSPD Binjai dan sekitarnya;
b. KSPD Namosira-sira dan sekitarnya;
c. KSPD Telagah dan sekitarnya
DPD Tanah Karo dan sekitarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e terdiri
dari :
a. KSPD Berastagi dan sekitarnya;
b. KSPD Gunung Sibayak dan sekitarnya ;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
75

c. KSPD Tongkoh dan sekitarnya;


d. KSPD Simpang Empat dan sekitarnya;
e. KSPD Sibolangit dan sekitaranya;
DPD Dairi dan sekitarnya dan sekitaranya terdiri dari ;
a. KSPD Merek dan dan sekitarnya;
b. KSPD Tongging, Paropo,Silalahi dan sekitarnya;
c. KSPD Salak dan sekitarnya ;
d. KSPD TWA Cike-cike dan sekitarnya.
DPD Serdang Bedagai, Simalungun dan sekitarnya terdiri dari :
a. KSPD Serdang Bedagai, Tebing Tinggi dan sekitarnya;
b. KSPD Pematang Siantar dan sekitarnya;
c. KSPD Parapat dan sekitarnya;
d. KSPD Toba dan sekitarnya;
e. KSPD Raya, Bahjambi, Tigaras dan sekitarnya;
PD Tapanuli Utara, Samosir, Tobasa, Humbahas, Asahan dan sekitarnya terdiri
dari :
a. KSPD Samosir dan sekitarnya;
b. KSPD Balige, Porsea dan sekitarnya;
c. KSPD Doloksanggul, Baktiraja, Paranginan, Lintongnihuta
d. KSPD Pos Papatar (Pollung, Onan Ganjang, Sijama Polang, Pakat, Parlilitan,
Tarabintang)
e. KSPD Tarutung, Muara, Siatas Barita dan sekitarnya
f. KSPD Hutaginjang dan sekitarnya;
g. KSPD Sigura-gura dan sekitarnya;
h. KSPD Kisaran, Tanjung Balai dan sekitarnya;
i. KSPD Sigura-gura dan sekitarnya.
DPD Rantauparapat, Kota Pinang, Gunung Tua dan terdiri dari :
a. KSPD Rantauparapat dan sekitarnya;
b. KSPD Kota Pinang dan sekitarnya;
c. KSPD Gunung Tua dan sekitarnya;
d. KSPD Labuhan Bilik dan sekitarnya.

DPD Sibolga dan sekitaranya terdiri dari :

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
76

a. KSPD Sibolga dan sekitarnya;


b. KSPD Pandan dan sekitarnya;
c. KSPD Barus dan sekitarnya;
d. KSPD Poncan, Mursala dan sekitarnya.
DPD Kepulauan Nias terdiri dari :
a. KSPD Gunungsitoli dan sekitarnya;
b. KSPD Kepulauan Hinako, Sirombu Daratan dan sekitarnya;
c. KSPD Teluk Lagundri dan sekitarnya;
d. KSPD Kepulauan Telo dan sekitarnya;
e. KSPD Bawamataluo dan sekitarnya
f. KSPD Gomo dan sekitarnya;
g. KSPD Lahewa dan sekitarnya;
h. KSPD Afulu dan sekitarnya;
i. KSPD Nias dan sekitarnya.
DPD Batang Toru dan sekitarnya terdiri dari :
a. KSPD Kawasan Harangan Batang Toru dan sekitarnya;
b. KSPD Taman Nasional Batang Gadis dan sekitarnya;
c. KSPD Sipirok dan sekitarnya
d. KSPD Padangsidempuan dan sekitarnya;
e. KSPD Kotanopan dan sekitarnya
f. KSPD Hutan Lindung Swaka Margasatwa Barumun.
g. KSPD Natal dan sekitarnya.
Berbagai potensi dan catatan lengkap daya tarik atau objek wisata yang
terdapat dalam masing-masing DPD dan KSPD adalah sebagaimana tertuang dalam
kajian RIPPARDA. Pembangunan lain yang terkait dengan Destinasi Pariwisata
adalah pembangunan daya tarik wisata. Pembangunan daya tarik wisata merupakan
pembangunan terhadap objek pariwisata yang berada pada tingkat pertapakan, oleh
karenanya kewenangan tidak berada pada Pemerintah Provinsi, akan tetapi dapat
menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota atau pelaku usaha pawisata
dengan sistem perizinan yang pemberiannya dilakukan berdasarkan kewenangan
pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian lain yang menjadi bagian darai pembangunan Destinasi Pariwisata
adalah pembangunan aksesibilitas pariwisata. Aksesibilitas merupakan kata kunci

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
77

untuk dapat mengantarkan para wisatawan sampai ke daya tarik atau objek wisata.
Tanpa dukungan akses jalan baik jalur darat, laut, sungai danau dan penyeberangan,
maka sebuah destinasi atau daya tarik sulit atau setidakanya mengalami hambatan
untuk dikembangkan. Dalam konteks ini Provinsi Sumatera Utara sangat masih dpat
dikatakan lemah dalam mendukung aksesibilitas ke destinasi pariwisata. Salah
contoh adalah sampai dengan saat ini akses jalan menuju ke daya tarik wisata alam di
Tangkahan Kabupaten Langkat amsih sangat tidak mendukung, dan ini sudah banyak
dikeluhkan oleh para pengunjung. Sejalan dengan aksesibilitas ini, demikian juga
halnya dengan pembangunan prasaranan umum, fasilitas umum dan fasilitas
pariwisata.
Pembangunan lain yang tidak kalah penting untuk mendukung
pengembangan darai destinasi pariwisata dalah pembangunan SDM Pariwisata,
terutama masyarakat lokal dimana daya tarik wisata itu berada. Masyarakat harus
didorong untuk membangun dan menjalankan prinsip-prinsip pariwisata
sebagaimana yang sudah dicanangkan secara nasional yakni tentang Sapta Pesona.
Masyarakat harus diedukasi menjalankan usaha-usaha pariwisata dengan senantiasa
memperhatikana kearifan dan nilai-nilai sosial budaya setempat. Dalam tentang
Ranperda RIPPARDA ini, dalam pembangunan masyarakat lokal ini memebrikan
arahan :
a. pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan kepariwisataan di daerah;
b. peningkatan potensi dan kapasitas sumber daya lokal melalui pengembangan
usaha produktif dan ekonomi kreatif di bidang kepariwisataan;
c. pemberian insentif untuk mendorong perkembangan industri dan usaha mikro,
kecil dan menengah yang bergerak dalam sektor kepariwisataan;
d. memperluas akses pasar terhadap produk dan usaha mikro, kecil dan menengah
dan ekonomi kreatif lainnya yang dikembangkan oleh masyarakat lokal;
e. peningkatan akses dan dukungan permodalan dalam upaya pengembangan
produk industri dan usaha mikro, kecil dan menengah ysng dikembangkan oleh
masyarakat lokal;
f. meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat serta pemangku
kepentingan dalam mewujudkaan Sapta Pesona untuk menciptakan iklim yang
kondusif kepariwisataan di setiap DPD dan kawasan sekitarnya;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
78

g. meningkatkan motivasi dan kemampuan masyarakat dalam mengenali


karakteristik, bahasa, budaya dan aspek-aspek psikolgis lainnya dari wisatawan
yang mengunjungi setiap destinasi wisata.
Di samping itu, strategi lain yang diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat lokal
melalui kepariwisataan, antara lain :
a. menguatkan kelembagaan masyarakat dan Pemerintah Daerah di tingkat lokal
guna mendorong kapasitas dan peran masyarakat dalam pengembangan
kepariwisataan;
b. mengembangkan potensi sumber daya lokal dengan membentuk Desa-desa
Wisata di masing-masing DPD;
c. memberikan alokasi dana desa khusus bagi desa-desa wisata;
d. bersama Pemerintah Kabupaten/Kota mendorong perencanaan tingkat desa dan
kecamatan berbasis kepariwisataan;
e. mendirikan pusat pendidikan dan pelatihan kepariwisataan bagi masyarakat lokal;
f. memberikan insentif dan kemudahan bagi pengembangan industri dan usaha
mikro, kecil dan menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
g. memberikan perlindungan terhadap kelangsungan industri mikro, kecil dan
menengah dan usaha jasa layanan pariwisata di sekitar DPD;
h. meningkatkan peningkatan kualitas produk industri mikro, kecil dan menengah
dan layanan jasa kepariwisataan;
i. memperkuat akses dan jejaring industri mikro, kecil dan menengah serta usaha
jasa layanan pariwisata dengan mitra di tingkat nasional, regional dan
internasional berbasis teknologi informasi.

5. Pembangunan Pemasaran Pariwisata


Pilar lain dari pembangunan pariwisata adalah pembangunan Pemasaran
Pariwisata. Tersedianya pengetahuan, informasi dan gambarana yang utuh tentang
suatu destinasi atau daya tarik pariwisata tergantung dengan bagaimana objek atau
faya tarik itu dipasarkan atau diperkenanlakan kepada calon pengunjung.
Pembangunan pemasaran pariwisata meliputi :
a. pasar wisatawan;
b. citra pariwisata daerah;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
79

c. kemitraan pemasaran pariwisata, dan


d. promosi pariwisata.
Selanjytnya, pengembangan pasar wisatawan dilakukan melalui :
a. peningkatan pemasaran dan promosi DPD yang bernilai jual tinggi seperti DPD
dan KSPD yang oleh Pemerintah telah ditetapkan sebagai DPN dan KSPN;
b. membangun kemitraan dengan sektor swasta dan semua Pemerintah Provinsi di
Indonesia dalam menggerakkan wisatawan massal untuk mengunjungi DPD dan
KSPD;
c. mengembangkan promosi berbasis tema tertentu;
d. mrningkatkan akselerasi pergerakan wisatawan di seluruh DPD dan KSPD.
e. Intensifikasi pemasaran wisata MICE (meeting, incentive, convention and
Exhibition).
Pengembangan citra pariwisata daerah dilakukan melalui :
a. peningkatan dan pemantapan citra wisata daerah yang mencirikan destinasi
Sapta Pesona;
b. melakukan riset dan pengembangan destinasi yang berkarakter khusus daerah;
c. melakukan riset dan pengembangan untuk menentukan keanekaragaman hayati
berupa flora dan fauna sebagai Ikon wisata daerah;
d. membentuk dan membina kelompok-kelompok masyarakat sadar wisata di
semua destinasi pariwisata;
e. memelihara nilai-nilai spiritual dan kearifan lokal di semua destinasi pariwisata.
Selanjutnya dalam upaya pemasaran pariwisata perlu dudukung dengan
pengembangan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan utamanya yang
berhubungan dengan pelaku usaha atau berbagai asosiasi kegenan biro perjalanan,
hotel, restoran dan lain sebagainya.Pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata,
dilakukan melalui ;
a. membangun kemitraan pemasaran yang terpadu, sinergis dan berkelanjutan
kepada semua pemangku kepentingan dan pelaku usaha kepariwisataan daerah,
nasional dan internasional;
b. membentuk dan membina agen perjalanan wisata di daerah;
c. membuka Kantor-kantor Perwakilan Promosi Wisata Daerah di kota-kota besar di
Indonesia, Jakarta dan negara-negara yang berpotensi menggerakkan wisata
massal;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
80

d. menguatkan fasilitas, dukungan, koordinasi dan sinkronisasi terhadap promosi


wisata nasional di luar negari.
Pengembangan promosi pariwisata dilakukan melalui :
a. membentuk dan mengembangkan Badan Promosi Pariwisata Daerah;
b. menguatkan dukungan, koordinasi dan sinkronisasi dengan Badan Promosi
Pariwisata Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, Badan Promosi Pariwisata
Provinsi-Provinsi dan Badan Promosi Pariwisata Pemerintah;
c. membangun Pusat Promosi Pariwisata Daerah.

6. Pembangunan Industri Pariwisata


Dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah, pembangunan
industri pariwisata meliputi :
a. penguatan struktur industri pariwisata;
b. peningkatan daya saing produk pariwisata;
c. pengembangan kemitraan usaha pariwisata;
d. penciptaan kredibilitas bisnis, dan
e. pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan.

Penguatan Struktur Indsutri Pariwisata dilakukan melalui arah kebijakan


penguatan struktur industri pariwisata diwujudkan dalam bentuk penguatan fungsi,
hierarki, dan hubungan antar mata rantai pembentuk industri pariwisata untuk
meningkatkan daya saing industri pariwisata.Selanjutnya strategi untuk penguatan
fungsi, hierarki, dan hubungan antar mata ranbtai pembentuk industri pariwisata,
meliputi meningkatkan sinerjitas dan keadilan antar mata rantai pembentuk industri
pariwisata dan menguatkan penciptaan nilai tambah antar pelaku usaha pariwisata
dengan sektor terkait.
Peningkatan daya saing produk pariwisata, meliputi :
a. daya tarik wisata;
b. fasilitas pariwisata;
c. aksesibilitas.
Strategi untuk mengembangkan kualitas dan keragaman usaha daya tarik
wisata meliputi :
a. mengembangkan manajemen atraksi;

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
81

b. memperbaiki kualitas interpretasi;


c. menguatkan kualitas produk wisata, dan
d. meningkatkan kualitas pengemasan produk wisata.
Arah lebijakan pengembangan kemitraan usaha pariwisata diwujudkan dalam
bentuk pengembangan skema kerja antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Pemerintah Kabupaten/Kota, dunia usaha dan masyarakat dengan mengutamakan
masyarakat lokal. Selanjutnya strategi untuk pengembangan skema kerjasama
meliputi :
a. Implementasi kerjasama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah
Kabupaten/Kota, dunia usaha dan masyarakat;
b. Monitoring dan evaluasi kerjasama antara Pemerintah, Pemerintah daerah,
Pemerintah Kabupaten/Kota, dunia usaha dan masyarakat.
Arah kebijakan penciptaan kredibiltas bisnis, diwujudkan dalam bentuk
pengembangan manajemen dan pelayanan usaha pariwisata yang terpercaya dan
berkualitas. Selanjutnya strategi untuk pengembangan manajemen dan pelayanan
usaha pariwisata yang terpercaya dan berkualitas, meliputi :
a. menerapkan standarisasi dan sertifikasi usaha pariwisata yang mengacu pada
prinsip-prinsip dan standar internasional dengan mengoptimalkan sumber daya
lokal;
b. menerapkan sistem yang aman dan terpercaya dalam transaksi bisnis secara
elektronik, dan
c. mendukung penjaminan usaha melalui regulasi dan fasilitas akses permodalan.
Arah kebijakan pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan,
diwujudkan dalam bentuk pengembangan manajemen usaha pariwisata yang
mengacu kepada prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan, kode etik
pariwisata dunia dan ekonomi hijau.Strategi untuk pengembangan manajemen usaha
pariwisata, meliputi :
a. mendorong tumbuhnya ekonomi hijau di sepanjang mata rantai usaha pariwisata;
b. mengembangkan manajemen usaha pariwisata yang peduli terhadap pelestarian
lingkungan dan budaya.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
82

7. Pembangunan Kelembagaan Pariwisata


Pilar lain dari Pembangunan Kepariwisataan adalah Pembangunan
Kelembagaan Kepariwisataan Daerah. Pembangunan kelembagaan pariwisata daerah
dalam RIPPARDA diarahkan dan meliputi :
a. penguatan Organisasi Kepariwisataan Daerah;
b. pembangunan SDM Pariwisata, dan
c. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
Penguatan Organisasi Kepariwisataan Daerah, dilakukan dan meliputi :
a. peningkatan struktur dan kapasitas serta kualitas perencanaan Organisasi
Perangkat Daerah kepariwisataan sebagai penanggung jawab penyelenggaraan
kepariwisataan di daerah;
b. peningkatan kapasitas Badan Promosi Pariwisata Daerah
c. peningkatan kapasitas Lembaga Kesenian dan Kebudayaan Daerah;
d. membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi Kepariwisataan Daerah;
e. mendorong dan memfasilitasi terbentuknya wadah-wadah yang mempersatukan
pelaku industri pariwisata daerah;
f. mendorong dan memfasilitasi berdirinya Lembaga Pendididkan Profesi
Kepariwisataan di Daerah;
g. mendorong dan memfasilitasi terbentuknya wadah-wadah masyarakat lokal yang
berada di sekitar kawasan DPD untuk mendukung pencitraan yang baik
penyelenggaraan kepariwisataan daerah.
Susunan, tugas pokok dan fungsi organisasi kepariwisataan daerah lebih lanjut diatur
dengan Peraturan Gubernur.
Masih terkait dengan aspek kelembagaan kepariwisataan adalah
pembangunan SDM Pariwisata. Pembangunan SDM Pariwisata meliputi SDM di
tingkat Pemerintah Daerah, dunia usaha pariwisata dan masyarakat. Pembangunan
SDM di tingkat Pemerintah Daerah dilakukan dengan peningkatan kemampuan dan
profesionalisme pegawai.Pembangunan SDM Pariwisata di dunia usaha pariwisata
dan masyarakat dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM yang
memiliki sertifikasi kompetensi di setiap DPD, meningkatkan kemampuan
kewirausahaan di bidang kepariwisataan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas
Lembaga Pendidikan Kepariwisataan Daerah yang terakreditasi secara nasional.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
83

Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan dalam pembangunan


kepariwisataan memegang perna yang sangat strategis. Penyelenggaraan penelitian
dan pengembangan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan daerah
dilakukan melalui :
a. mendirikan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan Daerah;
b. membangun kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan Tenaga Profesional di
bidang kepariwisataan.
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan Daerah menjalankan
fungsi :
a. penelitian dan pengembangan DPD dan KSPD;
b. penelitian dan pengembangan yang berorientasi pada pengembangan pemasaran
pariwisata daerah;
c. penelitian dan pengembangan yang berorientasi pada pengembangan industri
pariwisata, dan
d. penelitian dan pengembangan yang berorientasi pada pengembangan
kelembagaan dan SDM kepariwisataan.
Susunan, tugas pokok dan fungsi Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Kepariwisataan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
84

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan penjelasan dalam Naskah Akademik ini dapat ditarik
kesimpulan :
1. Urgensi penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah sangat dibutuhkan sebagai bagian
dari sistem perencanaan pembangunan daerah. Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera Utara disusun dengan berpedoman
pada Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional. Bahwa selama ini berbagai agenda
kegiatan dan program pembangunan kepariwisataan daerah belum tersusun dalam
satu sistem perencanaan sebagaimana berbagai subatansi pembangunan
kepariwisataan daerah telah dituangkan dalam Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah yang didukung dengan Peraturan Daerah. Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera Utara dilakukan dengan memadukan
berbagai program dam kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah, khususnya yang
terkait dengan pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba. Selanjutnya
RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara ini akan menjadi pedoman bagi
Kabupaten/Kota dalam menyusun RIPPARDA Kabpaten/Kota.Dalam
RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara ini telah ditetapkan sebanyak 12 Destinasi
Pariwisata Daerah DPD) berdasarkan situasi dan kondisi geografis, dan tidak
didasarkan pada aspek administrasi pemerintahan. Aspek Perwilayahan Pariwisata
Provinsi Sumatera Utara ini yang menetapkan DPD selanjutnya di dalam masing-
masing DPD ditetapkan sejumlah Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD).
Ditetapkannya DPD dan KSPD ini setidaknya menjadi bagian dari arahan dan
kebijakan perwilayah pariwisata provinsi yang harus diikuti oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota. Selanjutnya Pemerintah Kabupaten/Kota dapat pula menentukan
DPD atau KSPD dalam wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
2. Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang dituangkan
dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah dijalankan
sebagaiman dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
85

RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara disusun berdasarkan arahan dan kebijakan


perencanaan pembangunan nasional, oleh akrena itu terkait dengan jangka waktu
pembangunan kepariwisataan daerah dilakukan sesuai dengan jangka waktu
perencanaan pembangunan nasional (RPJPN) sampai dengan Tahun2025.
Mengacu pada ketentuan tersebut, RIPPRARDA Provinsi Sumatera Utara disusun
sampai dengan kurun waktu tahun 2025. Langkah-langkah harmoniasai dengan
berbagai produk hukum telah dilakukan, antara lain terkait dengan berbagai
produk hukum perencanaan daerah seperti RPJMD Provinsi Sumatera Utara,
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara, Rencana Strategis
Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi kepariwisataan dan sejumlah
dokumen perencanaan lainnya utamanya yang terkaiut dengan beberapa akwasan
strategis atau kawasan khusus yang ada di Sumatera Utara.
3. Pengaturan Ruang Lingkup Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi
Sumatera Utara mengacu pada RIPPARNAS, sehingga RIPPARDA Provinsi
Sumatera Utara dibangun atas 4 (empat) pilar, masing-masing (1) destinasi
pariwisata, (2) pemasaran pariwisata, (3) industri pariwisata, dan (4) kelembagaan
pariwisata. Substansi penting yang diatur dalam RIPPRDA Provinsi Sumaterra
Utara adalh terkait dengan petatapan DPD sebanyak 12 (dua belas) DPD yang
terbentang pada seluruh wilayah geografis Provinsi Sumatera Utara. Kedua belas
DPD dimaksud adalah :
(1) DPD Medan dan sekitarnya;
(2) DPD Pantai Timur Sumatera Utara;
(3) DPD Kawasan TNGL Wilayah Sumatera Utara;
(4) DPD Binjai, Namusira-sira dan sekitarnya;
(5) DPD Tanah Karo dan sekitarnya;
(6) DPD Dairi dan sekitarnya;
(7) DPD Serdang Bedagai, Simalungun dan sekitarnya
(8) DPD Tapanuli Utara, Samosir, Tobasa, Asahan dan sekitaranya;
(9) DPD Rantauparapat, Kota Pinang, Gunung Tua dan sekitarnya;
(10) DPD Sibolga dan sekitarnya;
(11) DPD Kepulauan Nias;
(12) DPD Batang Toru dan sekitarnya.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
86

B. Saran
Selajutnuya atas kesimpulan sebagaimana disampaikan di atas, diajukan
saran-saran sebagai berikut :
1. Terkait dengan program indikatif yang meliputi pembangunan 4 (empat) pilar
kepariwisataan daerah dimintakan untuk diintegrasikan dengan berbagai kegiatan
pembangunan kepariwisataan nasional yang ada di Provinsi Sumatera Utara,
khususnya terkait dengan pembangunan kawasan Danau Toba. Untuk itu
dibutuhkan komunikasi yang lebnih intens untuk mendiskusikan segala hal yang
berhubungan dengan perencanaan pembangunan Kawasan Danau Toba dengan
berbagai implikasinya terhadap pembangunan Sumatera Utara khusus
pembangunan kepariwisataan.
2. Dalam rangka penetapan pembangunan destinasi pariwisata pada aspek
perwilayahan diperlukan penerimaan atau pengakuan dan masukan dari
kabupaten/kota yang wilayahnya ditetapkan sebagai DPD atau KSPD.
Kabupaten/kota diharpkan keterlibatannya selama pembahasan Ranperda tentang
RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara ini berlangsung dalam berbagai tahapan
untuk meninjau ulang cakupan DPD dan KSPD, merubah penamaan yang lebih
dapat mewakili berbagai kawasan atau destinasi yang dalam RIPPARDA ini
ditetapkan sebagai DPD atau KSPD.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
87

DAFTAR PUSTAKA
Buku/Makalah
A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing,
Malang, 2005.

Bagas Hapsoro, Makalah pada Sosialisasi Komunitas ASEAN


2015 dan Lokakarya Isu-isu Hukum di ASEAN Untuk Dosen Hukum Se-Sumatera,
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI, Padang 5-6
September 2014.

Bagir Manan, Dasar-dasar Konstitusional Peraturan


Perundang-undangan Nasional, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang,
1994.

Hamzah Halim dan Kemal Redindo Syahrul Putera, Cara


Praktis Menyusun & Merancang Peraturan Daerah; Suatu Kajian Teoritis &
Praktis Disertai Manual; Konsepsi Teoritis Menuju Artikulasi Empiris, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2010

HAW. Widjaya, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia


Dalam Rangka Sosialisasi UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005.

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II,


Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006.

Surachmin, Asas Dan Prinsip Hukum Serta Penyelenggaraan


Negara, Yayasan Gema Yustisia Indonesia, Jakarta, 2004.

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajagrapindo


Persada, Jakarta 2009.

Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta,


Rajawali Pers, 1984.

Sri Soemantri, Perbandingan Antar Hukum Tata Negara,


Alumni, Bandung, 1971.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
88

Dokumen-dokumen :

Draft Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016-2036,
BAPPEDA Sumut.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun


2013-2018.

Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2015, BPS Sumut.

Rencana Strategis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara Tahun
2013-2018.

Seri Analisis Pembangunan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015, Pemerintah


Provinsi Sumatera Utara, 2016.

Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera Utara
2011-2015, BPS Sumut, 2016.

Peraturan Perundang-undangan :

Udang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Undang-Undang Nomor Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan


Kepariwisataan Nasional.

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan


Sertifikasi Pelaku Usaha Kepariwisataan.

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
89

Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025

Anda mungkin juga menyukai