BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan kepariwisataan merupakan salah satu kebutuhan dalam kehidupan
modern manusia dewasa ini. Keberadaan sektor pariwisata telah mengambil peran
penting dalam pembangunan perekonomian bangsa-bangsa di dunia. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya peningkatan kesejahteraan ekonomi bangsa-bangsa di
dunia yang semakin baik dan maju. Kemajuan dan kesejaheraan yang makin tinggi
telah menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup
manusia, dan menggerakkan jutaan manusia untuk mengenal alam dan budaya ke
belahan atau kawasan-kawasan dunia lainnya. Pergerakan jutaan manusia selanjutnya
menggerakkan mata rantai ekonomi yang saling berkaitan menjadi industri jasa yang
memberikan kontribusi penting bagi perekonomian dunia, perekonomian bangsa-
bangsa hingga peningkatan kesejaheraan ekonomi tingkat masyarakat lokal.
Bagi Bangsa Indonesia pembangunan pariwisata juga memiliki kontribusi
yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional sebagai instrumen
peningkatan perolehan devisa. Sementara itu, dari perspektif pembangunan sumber
daya manusia, pariwisata mempunyai potensi untuk dijadikan instrumen dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya penduduk sekitar destinasi
pariwisata. Dengan demikian, pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, bukan saja kesejahteraan material dan spiritual, tetapi juga sekaligus
meningkatkan kesejahteraan kultural dan intelektual. Dilihat dari persepektif bangsa
yang lebih luas, pariwisata mempunyai potensi yang jauh lebih besar dan juga lebih
mulia, yaitu dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia dan antar bangsa
sehingga terjalin saling pengertian yang lebih baik, sikap saling menghargai,
persahabatan, solidaritas bahkan perdamaian.
Pada tahun 2016, pemerintah dengan semangat untuk membangkitkan iklim
pariwisata nasional telah menetapkan 10 (sepuluh) Destinasi Pariwisata Prioritas baik
yang berada pada Kawasan Strategis Pariwisata Nasional maupun yang berada pada
Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata, masing-masing: (1) Danau Toba, Sumatera
Utara; (2) Tanjung Kalayang, Belitung; (3) Kepulauan Seribu, DKI; (4) Tanjung
Lesung, Banten; (5) Borobudur, Jawa Tengah; (6) Bromo, Tengger dan Semeru,
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
2
Jawa Timur; (7) Mandalika, Nusa Tenggara Barat, (8) Wakatobi, Sulawesi Tenggara;
(9) Morotai Maluku Utara; dan (10) Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Dari 10
(sepuluh) Destinasi Pariwisata Prioritas, Danau Toba berada pada urutan pertama,
sehingga dapat dimaknai betapa besar perhatian pemerintah terhadap pembangunan
pariwisata di Sumatera Utara.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
mengamanahkan bahwa perencanaan pembangunan kepariwisataan disusun dalam
Rencana Induk Pembangunan Kepariwistaan Nasional yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah (sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional),
sedangkan untuk tingkat daerah disusun dalam Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Provinsi dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah Kabupaten/Kota. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 dengan dilanjutkan lahirnya PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS,
Provinsi Sumatera Utara hingga kini masih belum mengatur Rencana Induk
Pembangunan Kepariwistaan Daerah-nya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla adalah
pengemban amanat Kepemimpinan Nasional. Visi Pembangunan Nasional yang
diusung oleh Presiden dan Walil Presiden dalam Kabinet Kerja adalah
“Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan
Gotong Royong”, dengan misi: (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu
menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan keperibadian Indonesia
sebagai Negara Kepulauan; (2) Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan
dan demokratis berlandaskan Negara Hukum; (3) Mewujudkan politik luar negeri
bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai bangsa maritim; (4) Mewujudkan
kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera; (5) Mewujudkan
bangsa yang berdaya saing; (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang
mandiri maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional; (7) Mewujudkan
masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Visi dan Misi Pembangunan Nasional Indonesia diwujudkan dalam 9 (sembilan)
Agenda Pembangunan Nasional yang dikenal sebagai Nawa Cita.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
3
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
4
gua dan gunung. Selain itu jumlah penduduk yang besar dengan karakteristik
wilayah kepulauan juga memberikan warna yang beragam terhadap kekayaan budaya
di Indonesia. Terdapat bermacam-macam suku bangsa, adat-istiadat dan tradisi
kebudayaan yang sebagian besar masih tetap terjaga dan terpelihara kelestariannya.
Kesemuannya ini merupakan potensi daya tarik yang memberikan keunggulan
komparatif maupun kompetitif bagi bangsa Indonesia jika dikembangkan dan
dikelola dengan baik.
Sebagai negara yang kaya dengan aneka ragam daya tarik wisata, baik alam,
budaya maupun buatan manusia tersebut, dapat dijadikan sebagai modal dasar bagi
bangsa Indonesia untuk dimanfaatkan sektor kepariwisataan Indonesia dalam
menarik minat wisatawan mancanegara maupun nusantara. Apalagi dengan
keberadaan daya tarik wisata yang tersebar di seluruh wilayah hal ini dapat
mendorong pergerakan wisatawan ke seluruh wilayah nusantara sehingga dapat
mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah secara lebih merata.
Saat ini, seluruh dunia sedang mengalihkan pandangan ke arah sektor pariwisata.
Kegiatan ekstraksi sumber daya alam memiliki keterbatasan dari segi ketersediaanya.
Kenyataannya, dalam dua dekade terakhir, pariwisata telah menjadi salah satu
industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Berdasarkan catatan UNWTO
(United Nation World Tourism Oganization) pada tahun 2012 jumlah wisatawan
internasional yaitu wisatawan yang bepergian ke luar negeri mencapai angka 1
milyar orang. Hal ini merupakan capaian terbesar dalam sejarah pertumbuhan
wisatawan dunia dengan pendapatan ekspor internasional yang dihasilkan mencapai
1,3 triliun US$. Pertumbuhan wisatawan internasional secara signifikan meningkat
menjadi 1,08 milyar pada tahun 2013 dengan lebih dari 6 milyar wisatawan
melakukan perjalanan di dalam negeri mereka sendiri. Pertumbuhan jumlah
wisatawan internasional ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 1,4 milyar
pada tahun 2020 dan mencapai 1,8 milyar pada tahun 2030.
Dari perkiraan jumlah perjalanan wisatawan tersebut, 57 persen wisatawan
diperkirakan akan mengunjungi destinasi wisata di negara-negara yang
perekonomiannya sedang tumbuh dan berkembang, termasuk diantaranya
mengunjungi Indonesia. Dibandingkan dengan data jumlah wisatawan internasional,
hingga tahun 2013 Indonesia dikunjungi kurang dari 1 persen dari jumlah wisatawan
dunia tersebut, yakni 8,6 juta wisatawan internasional setelah mengalami
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
5
peningkatan 12 persen dari tahun 2012. Namun jika dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya, jumlah ini masih jauh di bawah jumlah kunjungan wisatawan ke
Malaysia yang mencapai 25,7 juta dan Thailand yang mencapai 26,7 juta kunjungan.
Sementara itu dari segi penerimaan devisa, pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa sektor pariwisata internasional menyumbangkan 9 persen PDB (Produk
Domestik Bruto) internasional, dimana 1 dari 11 lowongan pekerjaan ada di sektor
pariwisata, memberikan kontribusi pada 6 persen ekspor dunia dan 6 persen ekspor
negara-negara miskin. Di Indonesia perolehan devisa dari sektor pariwisata
meningkat 10,99 persen yakni dari 9,1 miliar US$ di tahun 2012 menjadi 10,1 miliar
US$ pada tahun 2013. Sedangkan sektor pariwisata menyerap hampir 7 (tujuh) juta
tenaga kerja pada tahun 2009. Oleh karena itu, di banyak negara, tidak terkecuali
Indonesia, pariwisata dijadikan sebagai sektor andalan dalam membangun kekuatan
perekonomiannya. Tentunya tantangan ini menjadi peluang besar bagi Indonesia.
Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dimana Indonesia memiliki
begitu banyak daya tarik sekaligus keunikan alam dan budaya untuk dapat menjadi
destinasi wisata kelas dunia.
Bagi perekonomian Indonesia, industri pariwisata yang terkelola dengan baik
tentu dapat memberikan kontrubisi yang sangat berarti pada PDB dalam bentuk
devisa. Karena setiap wisatawan asing yang berkunjung akan menghabiskan rata-
rata antara 1.100 dollar AS sampai 1.200 dollar AS per kunjungan. Selain itu, sektor
ini juga menyediakan kesempatan kerja yang sangat luas bagi masyarakat Indonesia.
Sejalan dengan diberlakukannnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan, aspek perencanaan pembangunan pariwisata menjadi sangat
penting dalam menentukan arah dan strategi pembangunan kepariwisataan nasional
maupun daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional atau disebut RIPPARNAS tahun 2010 –
2025 memiliki arti strategis bagi bangsa Indonesia karena dapat memberikan arah
pengembangan yang tepat terhadap potensi kepariwisataan dari sisi produk, pasar,
spasial, sumber daya manusia, manajemen dan sebagainya sehingga Pariwisata
Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara postif dan berkelanjutan bagi
pengembangan wilayah dan kesejahteraan masyarakat. Peraturan tersebut juga
mengatur peran setiap stakeholders terkait baik lintas sektor, lintas pelaku, maupun
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
6
B. Identifikasi Masalah
Pengaturan mengenai Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah di
Provinsi Sumatera Utara dalam sebuah norma hukum dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan dan permasalahan menyangkut :
1. Apa urgensi penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah?
2. Bagaimana langkah harmonisasi hukum yang perlu diperhatikan dalam
perumusan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah khususnya terhadap peraturan
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
7
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-
undangan dinyatakan “ Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau
pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut
dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi,
atau Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.”
Dari uraian Pasal tersebut maka dapat kita telaah tujuan dan kegunaan Naskah
Akademik. Tujuan merupakan gambaran sasaran utama dibuatnya Naskah Akademik
Peraturan Perundang-undangan, yakni sebagai landasan ilmiah bagi penyusunan
rancangan peraturan perundang-undangan yang memberikan arah, dan menetapkan
ruang lingkup bagi penyusunan peraturan perundang-undangan. Semestara kegunaan
memuat pernyataan tentang manfaat disusunnya Naskah Akademik tersebut, selain
sabagai bahan masukan bagi pembuat rancangan peraturan perundangan-undangan
juga dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Tujuan dan kegunaan Naskah Akademik di atas merupakan tujuan dan
kegunaan yang sifatnya umum. Adapun tujuan dan kegunaan naskah akademik juga
memiliki kekhususan, yaitu berhubungan dengan materi atau muatan yang akan
diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam naskah akademik ini,
penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara
tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah memiliki tujuan dan
kegunaan antara lain:
1. Memberikan landasan pemikiran yang obyektif dan komprehensif tentang
pokok‐pokok peraturan tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah di Provinsi Sumatera Utara;
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
8
D. Metodologi Penelitian
Naskah Akademik ini disusun sebagai acuan dalam penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
analitis, dengan pendekatan juridis sosiologis. Dengan jenis penelitian seperti ini
dimaksudkan bahwa dalam penelitian penyusunan naskah akademik ini digunakan
metode menjelaskan segala fakta dan data yang ada terkait dengan semua keadaan
yang berhubungan dengan penyelenggaraan kepariwisataan di Provinsi Sumatera
Utara. Data dan fakta-fakta yang ada selanjutnya dianalisis setelah sebelumnya
dilakukan pengumpulan data. Pengambilan data dilakukan dengan berbagai bentuk
pendekatan diantaranya wawancara dengan beberapa key person dan indeph.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan metode focus group discussion (FGD)
dengan melibatkan semua stakeholder dalam penyelenggaraan kepariwisataan
disampingkan itu juga dilakukan metode survei ke berbagai destinasi pariwisata yang
ada di Sumatera Utara yang potensial untuk dijadikan sebagai Destinasi Pariwisata
Daerah (DPD) dan Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD).
Penelitian Yuridis Normatif digunakan untuk menemukan kerangka aturan
hukum yang terkait dengan penyelenggaraan pariwisata mulai dari tingkat nasional
hingga ke tingkat daerah secara vertikal. Singkronisasi juga dilakukan terhadap
beberapa ketentuan hukum yang terkait dengan penyelenggaraan pariwisata, seperti
perundang-undangan yang terkait dengan penataan ruang, lingkungan hidup,
kehutanan, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil dana lain sebagainya. Berbagai
data yang bersifat non hukum dan yang diperoleh melalaui wawancara akan
dipergunakan untuk mendukung konsep-konsep hukum yang akan diturunkan untuk
melahirkan kaedah hukum baru di tingkat daerah dalam bentuk pasal-pasal yang ada
dalam rancangan peraturan daerah tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah ini.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
9
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
10
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPERIS
A. Kajian Teoretis
1. Kepariwisataan
Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam
proses pembangunan dan pengembangan wilayah yaitu dalam memberikan
kontribusi bagi pendapatan suatu daerah maupun bagi masyarakat. Dengan
kontribusi yang diberikan ini, pemerintah daerah memiliki tambahan pemasukan
dalam rangka pembangunan proyek-proyek maupun kegiatan lain di wilayahnya.
Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi
pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun
demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan
yang lebih luas bagi suatu negara.
Sebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah, pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis untuk
mendorong pembangunan pada wilayah-wilayah tertentu yang mempunyai potensi
objek wisata. Dengan adanya perkembangan industri pariwisata di suatu wilayah,
arus urbanisasi ke kota-kota besar dapat lebih ditekan. Hal ini disebabkan pariwisata
memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak),
aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya. Keberadaan sektor
pariwisata tersebut seharusnya memperoleh dukungan dari semua pihak seperti
pemerintah daerah sebagai pengelola dan regulator, masyarakat yang berada di lokasi
objek wisata serta partisipasi pihak swasta sebagai pengembang.
Selain peran yang dimilikinya, pariwisata juga merupakan suatu sektor yang
tidak jauh berbeda dengan sektor ekonomi yang lain yaitu dalam proses
perkembangannya juga mempunyai dampak atau pengaruh dibidang sosial dan
ekonomi. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat berupa pengaruh positif maupun
negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Untuk mencegah perubahaan itu
menuju ke arah negatif maka diperlukan suatu perencanaan yang mencakup
perencanaan pada aspek sosial dan ekonomi, sehingga sedapat mungkin masyarakat
setempat ikut terlibat di dalam perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Hal ini
perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata yang
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
11
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
12
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
13
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
14
g. Memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan
aset budaya, termasuk di dalamnya aspek sejarah dan kepurbakalaan;
h. Memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat;
i. Memiliki kekhususan dari wilayah;
j. Berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar
wisatawan potensial nasional; dan
k. Memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan.
Di tingkat daerah, pemerintah provinsi dapat menetapkan Destinasi
Pariwisata Daerah (DPD) dan kawasan Strategis Pariwisata Daerah.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
15
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
16
stakeholders. Kadar dan takaran akuntabilitas ini memang berbeda antara satu
organisasi dengan organisasi yang lain serta tergantung juga pada apakah
kebijakan itu diambil untuk keperluan internal atau eksternal.
9. Visi strategik: disini berarti bahwa pemimpin dan publik harus sama sama
memiliki perspektif yang luas dan jauh kedepan tentang pemerintahan yang
baik, pengembangan manusia dan kebersamaan serta mempunyai kepekaan
atas apa yang diperlukan untuk pembangunan dan perkembangan bersama.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
17
(f) Paket perjalanan wisata yaitu, paket-paket perjalanan wisata yang dikemas dan
ditawarkan oleh penyedia jasa perjalanan wisata.
Sehingga berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka pengembangan destinasi
wisata sebaiknya dikembangkan melalui pendekatan ;
(a) Berorientasi pada pasar, dimana persepsi wisatawan mengenai destinasi
wisata menjad faktor pertimbangan yang sangat penting dalam penetapan
suatu objek atau kawasan sebagau suatu destinasi pariwisata.
(b) Tidak mengenal batas wilayah, karena pariwisata merupakan kegiatan yang
tidak mengenal batas ruang dan wilayah. Pengembangan pariwisata harus
diarahkan secara terpadu lintas wilayah untuk membangun daya tarik kolektif
yang kuat sebagai suatu destinasi yang kompetitif dalam skala nasional,
regional bahkan internasional
(c) klaster, dimana konsentrasi geografis dari seluruh komponen pendukung
pariwisata dalam satu wilayah bergerak dalam suatu sistem dan pola yang
khusus atau tertentu yang memiliki potensi daya tarik obyek unggulan
sebagai produk utama (core product).
Koridor Penghubung, berfungsi menjadi jalur pergerakan wisatawan sejak
kedatangan dan pergerakan antar simpul pengembangan. Jika pada masing-masing
simpul pengembangan pergerakan wisatawan merupakan perjalananan jarak pendek,
yaitu dari tempat akomodasi ke berbagai lokasi objek wisata dan daya tarik lainnya,
maka pergerakan wisatawan di koridor penghubung merupakan suatu perjalananan
jarak jauh. Perbedaan sifat perjalananan ini memerlukan jenis pelayanan yang
berbeda.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
18
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
19
Karakteristik khusus
Pengembangan yang sudah dilakukan
Keunggulan yang dimiliki
Permasalahan yang dihadapi
Model mengembangan destinasi pariwisata melalui pendekatan kewilayaah
ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentng
Rencana Induk PembangunanKepariwisataan Nasional. Sebagaimana penetapan
wilayah DPN (Destinasi Pariwisata Nasional) ditentukan berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
a. Merupakan kawasan geografis dengan cakupan wilayah provinsi dan/atau lintas
provinsi yang di dalamnya terdapat kawasan-kawasan pengembangan pariwisata
nasional, yang diantaranya merupakan KSPN;
b. Memiliki Daya Tarik Wisata yang berkualitas dan dikenal secara luas secara
nasional dan internasional, serta membentuk jejaring produk
wisata dalam bentuk pola pemaketan produk dan pola kunjungan wisatawan;
c. Memiliki kesesuaian tema Daya Tarik Wisata yang mendukung penguatan daya
saing;
d. Memiliki dukungan jejaring aksesibilitas dan infrastruktur yang mendukung
pergerakan wisatawan dan kegiatan Kepariwisataan; dan
Memiliki keterpaduan dengan rencana sektor terkait.
Dalam penetapan Destinasi Pariwisata Daerah, kriteria ini juga dijadikan sebagai
acuan. Disetiap Destinasi Pariwisata Nasional ditetapkan juga tentang Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Sementara itu berdasarkan peraturan
pemerintah tersebut, KSPN ditentukan atas dasar kriteria berikut ini:
a. Memiliki fungsi utama pariwisata atau potensi pengembangan pariwisata;
b. Memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi Daya Tarik Wisata
unggulan dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
c. Memiliki potensi pasar, baik skala nasional maupun khususnya internasional;
d. Memiliki posisi dan peran potensial sebagai penggerak investasi;
Memiliki lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan keutuhan
wilayah;
Memiliki fungsi dan peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup;
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
20
e. Memiliki fungsi dan peran strategis dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan
aset budaya, termasuk di dalamnya aspek sejarah dankepurbakalaan;
f. Memiliki kesiapan dan dukungan masyarakat;
Memiliki kekhususan dari wilayah;
g. Berada di wilayah tujuan kunjungan pasar wisatawan utama dan pasar
wisatawan potensial nasional; dan
h. Memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan.
Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, maka Pembangunan DPD dan
KSPD dilaksanakan secara bertahap berdasarkan kriteria prioritas sebagai berikut:
a. Memiliki komponen destinasi yang siap untuk dikembangkan;
b. Memiliki posisi dan peran efektif sebagai penarik investasi yang strategis;
c. Memiliki posisi strategis sebagai simpul penggerak sistemik Pembangunan
Kepariwisataan di wilayah sekitar baik dalam konteks regional maupun nasional;
d. Memiliki potensi kecenderungan produk wisata masa depan;
e. Memiliki kontribusi yang signifikan dan/atau prospek yang positif dalam
menarik kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dalam
waktu yang relatif cepat;
f. Memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
g. Memiliki kontribusi terhadap pengembangan keragaman produk wisata di
Indonesia; dan
h. Memiliki keunggulan daya saing internasional.
4. Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism adalah sebuah konsep
turunan dari konsep pembangunan berkelanjutan yang ada pada laporan World
Commission on Environment and Development, berjudul Our Common Future (atau
lebih dikenal dengan the Brundtland Report) yang diserahkan ke lembaga PBB pada
tahun 1987 (Mowforth dan Munt 1998). Pembangunan berkelanjutan merupakan
suatu proses pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan
selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang. Singkat kata, dengan
pembangunan berkelanjutan generasi sekarang dan generasi yang akan datang
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta isinya.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
21
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
22
5. Pendekatan Ekowisata
Secara konsepsional ekowisata berarti suatu pengelolaan pariwisata yang
bertanggung jawab di daerah alami dan dilindungi atau tempat yang dirancang
menurut kaidah alami dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan maupun
kebudayaan yang ada serta memberi kesempatan bagi masyarakat setempat dalam
upaya meningkatkan kesejahteraannya.
Ekowisata adalah suatu bentuk kegiatan wisata yang mensyaratkan adanya
keterpaduan dan keselarasan antara kepentingan konservasi dan ekonomi, dan
pengembangan masyarakat. Dibutuhkan partisipasi berbagai pihak agar ekowisata
dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini untuk menghindari dampak
negatif yang mungkin muncul akibat kesalahan orientasi dalam penerapannya.
Karena dalam penerapannya aktifitas ekowisata banyak memanfaatkan lokasi-lokasi
potensi alam dan kawasan yang dilindungi. Disadari atau tidak banyak pengelola
usaha wisata kurang mengindahkan kaidah-kaidah konservasi sehingga obsesi untuk
mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya sering menimbulkan ekses negatif
terhadap lingkungan.
Dampak negatif terjadi karena kebijakan yang cenderung menekankan pada
aspek ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek konservasi. Dalam ekowisata
tidak terdapat pemisahan antara kepentingan ekonomi dan konservasi. kedua unsur
tersebut sebaiknya dikelola secara kelembagaan atau melalui badan pengelolaan yang
melibatkan berbagai unsur sehingga terhindar dari konflik kepentingan yang berbeda.
Pengelolaan kawasan ekowisata haruslah dalam kesatuan yang utuh antara program
wisata, pelestarian alam dan pengembangan masyarakat.
Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri menerbitkan panduan berupa Pedoman
Pengembangan Ekowisata Daerah. Panduan dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 33 Tahun 2009 berisi tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata
Daerah. Dalam peraturan tersebut Daerah diberi peluang untuk mengembangkan
ekowisata bahari, ekowisata hutan, ekowisata pegunungan; dan/atau, ekowisata di
kawasan gua atau karst.
Peraturan tersebut juga memberikan arahan tentang prinsip-prinsip yang harus
dijalankan dalam pengembangan pariwisata yaitu :
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
23
6. Partisipasi Masyarakat
Konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat “Community-based
tourism” merupakan suatu pendekatan yang menekankan aspek partisipatif pada
seluruh proses pada pembangunan kepariwisataan. Konsep ini menyatukan aspek
lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi dari pariwisata.
Konsep ini dirilis pada tahun 2000 oleh Bank Dunia, bagaimana caranya
menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang kemudian
dikenal dengan “ community-based tourism ” (CBT). Selanjutnya diidentifikasi
adanya tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni adventure
travel , cultural travel dan ecotourism.
CBT mensyaratkan adanya keterlibatan masyarakat dalam sejak dalam proses
pembuatan keputusan, dan dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
24
langsung dari kehadiran para wisatawan. Sehingga dengan demikian CBT akan dapat
menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa dampak
positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya
diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk
setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya
CBT adalah konsep ekonomi kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan
oleh masyarakat dan hasilnyapun langsung dinikmati oleh mereka.
Pentingnya peran masyarakat atau komunitas lokal juga disampaikan oleh
Wearing (2001) yang menegaskan bahwa sukses atau keberhasilan jangka panjang
industri pariwisata sangat tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan dari
komunitas lokal. Karena itu, untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata di
suatu tempat dapat dikelola dengan baik dan berkelanjutan, maka hal mendasar yang
harus diwujudkan untuk mendukung tujuan tersebut adalah bagaimana memfasilitasi
keterlibatan yang luas dari komunitas lokal dalam proses pengembangan dan
memaksimalkan nilai manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan pariwisata. Ilustrasi
yang dikemukakan oleh Wearing tersebut menegaskan bahwa masyarakat lokal
memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebagai salah satu pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam pengembangan pariwisata, selain pemerintah dan
swasta.
Pendekatan perencanaan pariwista pada masyarakat dilakukan melalui proses
dialog antara wisatawan sebagai tamu (guest) dan masyarakat sebagai tuan rumah
(host), yaitu pengembangan pariwisata memandang masyarakat lokal sebagai sumber
daya yang berkembang dinamis untuk berperan sebagai subyek dan bukan sekedar
obyek. Dalam rangka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pariwisata, dalam
pula melibatkan Pemerintahan Desa yang ada di sekitar daya tarik atau objek wisata
dan selanjutnya ditetapkan sebagai Desa Wisata. Dalam kaitan ini pengembangan
pariwisata pada dasarnya adalah pengembangan masyarakat dan wilyah yang
selanjutnya didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
a. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas budaya
dan tradisi lokal;
b. Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus mendistribusikan
secara merata pada penduduk lokal;
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
25
B. Praktik Empiris
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
26
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
27
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
28
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
29
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
30
sawit dan karet, serta berbagai industri. Perkiraan pembangunan ii akan memakan
biaya sebesar Rp. 5,1 triliun dengan serapan investasi mencapai Rp.129 triliun
hingga tahun 2025. Aktifitas seluruh kegiatan di KEK Sei Mangkei diperkirakan
akan menyerap lebih dari 83 ribu tenaga kerja langsung dan memberikan dampak
terhadap perekonomian nasional sebsar Rp. 95, 1 triliun. Bagi pariwisata,
keberadaan KEK Sei Mangkei tentunya tantangan sekaligus peluang bagi daerah
untuk mendapatkan multiflier efek dari aktifitas perekonomian yang ada dan
diharapkan dapat memberi dampak langsung terhadap pertumbuhan pariwisata
daerah.
(2) Kawasan Strategis Nasional Danau Toba
Kawasan Danau Toba dan sekitarnya yang selanjutnya disebut Kawasan
Danau Toba adalah Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan yang meliputi Badan Danau, Daerah Tangkapan Air, dan
Cekungan Air Tanah yang terkait dengan perairan Danau Toba, serta pusat kegiatan
dan jaringan prasarana yang tidak berada di Badan Danau, Daerah Tangkapan Air,
dan Cekungan Air Tanah yang terkait dengan perairan Danau Toba dan mendukung
pengembangan perairan Danau Toba.
Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2014 mengatur tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Danau Toba. Rencana tata Ruang Kawasan Danau Toba berperan sebagai
alat operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan sebagai alat
koordinasi pelaksanaan pembangunan di Kawasan Danau Toba untuk meningkatkan
kualitas lingkungan, sosial budaya, dan kesejahteraan masyarakat.
Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba berfungsi sebagai pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan di Kawasan Danau Toba;
b. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten di Kawasan Danau Toba;
c. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah kabupaten, serta keserasian antarsektor di Kawasan Danau Toba;
d. penentuan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kawasan Danau Toba;
e. pengelolaan Kawasan Danau Toba; dan
f. perwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kawasan Danau Toba dengan
kawasan sekitarnya.
Tujuan dari Penataan ruang Kawasan Danau Toba adalah untuk mewujudkan:
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
31
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
32
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
33
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
34
pelayanan untuk penerbangan pesawat tipe B.747400, dengan rencana luas wilayah
bandara minimal 1.365 ha.
Metropolitan Mebidangro juga didukung keberadaan pelabuhan laut Belawan
dengan status pelabuhan internasional (PP No. 26 tahun 2008, Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional). Dalam melaksanakan pengelolan Kawasan Metropolitan,
penguatan kelembagaan eksisting melalui pola kerjasama daerah menjadi perhatian
penting terkait implementasi pengembangan Metropolitan Mebidangro 2030.
Penguatan kelembagaan berorientasi pada sinergi program pembangunan, kepastian
hukum dan perpendekan proses birokrasi sehingga mampu meningkatkan gairah
investasi di wilayah Metropolitan Mebidangro.Kebijakan dalam Penataan Ruang
Kawasan Perkotaan Mebidangro meliputi:
1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai
pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing
secara internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga
Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand;
2. Peningkatan akses pelayanan pusat pusat kegiatan perkotaan Mebidangro
sebagai pembentuk struktur ruang perkotaan dan penggerak utama
pengembangan wilayah Sumatera bagian utara;
3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
energi, telekomunikasi, sumber daya air, serta prasarana perkotaan Kawasan
Perkotaan Mebidangro yang merata dan terpadu secara internasional, nasional,
dan regional;
4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara
perkotaan dan perdesaan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan;
5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas RTH dan kawasan lindung lainnya di
Kawasan Perkotaan Mebidangro.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka diambillah lima langkah strategis
pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro, yaitu pengembangan koridor
ekonomi internasional Belawan –Kuala Namu, pembangunan pusat-pusat pelayanan
kota baru, revitalisasi pusat kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli,
pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro, dan pengembangan
Akses Strategis Mebidangro. Pengembangan Koridor Ekonomi Internasional
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
35
Belawan-Kuala Namu dilakukan dengan menata pusat Kota Medan menjadi pusat
kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata
budaya dan buatan. Selain itu, dilakukan pula penataan kawasan agropolitan
tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau perkotaan, wisata buatan,
dan trade mark perkotaan Mebidangro. Selanjutnya yang dimaksud dengan
pembangunan pusat-pusat pelayanan kota baru adalah membangun pusat-pusat
pelayanan kota baru yang berfungsi sekunder dan menghubungkan mereka dengan
sistem jaringan transportasi massal yang dapat menampung serta melayani sekitar
500.000 jiwa untuk masing-masing pusat pelayanan sekunder. Di sisi lain, dilakukan
pula pengembangan koridor kegiatan primer berdasarkan skalanya.
Sementara itu revitalisasi pusat Kota lama Medan dan Kawasan Tembakau
Deli menitikberatkan pada penataan pusat Kota Medan sebagai pusat kegiatan
perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata budaya dan
buatan. Penataan kawasan agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang
terbuka hijau perkotaan, wisata buatan, dan trade mark perkotaan Mebidangro.
Pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro dimaksudkan untuk
memantapkan kawasan hutan di kawasan hulu dan hilir Mebidangro yang berfungsi
sebagai resapan air, perlindungan daerah di bawahnya, dan perlindungan flora fauna.
Selain itu dilakukan pula pembangunan sempadan sungai yang membentang dari
perbukitan Bukit Barisan sampai Selat Malaka, sempadan waduk/danau, dan
sempadan pantai yang berhadapan dengan perairan Selat Malaka sebagai ruang
terbuka hijau. Sedangkan, pengembangan akses strategis Mebidangro berarti
mengembangkan keterhubungan sistem jaringan jalan arteri primer sebagai akses
pergerakan pusat produksi ke pusat distribusi dan koleksi. Termasuk pula di
dalamnya pembangunan sistem jaringan angkutan massal berbasis jalan dan kereta
api yang menghubungkan antar pusat kegiatan sekunder, dan pembangunan
keterpaduan simpul sistem jaringan transportasi yang memadukan transportasi darat,
udara, dan laut di Pelabuhan Belawan, Bandara Kualanamu dan Stasiun Medan.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
36
tahun 2006 didominasi oleh kegiatan pertanian dan perkebunan seluas 4.139.625,131
Ha sekitar 58,71 % dan lahan hutan seluas 1.910.101,54 Ha atau sekitar 27,09 %.
Penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian terbesar berada di wilayah Pantai Timur,
yaitu meliputi areal seluas lebih kurang 57% dari luas areal pertanian Sumatera
Utara. Sebagian besar lahan hutan berada di wilayah Pantai Barat, yaitu seluas lebih
kurang 69% dari luas hutan di Provinsi Sumatera Utara.
Perkembangan penduduk dan kegiatannya, kemajuan perekonomian
masyarakat provinsi dan pengaruh kemajuan akan teknologi dan informasi serta
perubahan nasional dan global mendorong terjadinya perubahan pemilihan lokasi
permukiman dan kegiatan, perkembangan kegiatan dan fungsi suatu lokasi dan
wilayah pada akhirnya akan merubah pemanfaatan ruang. Perubahan pemanfaatan
ruang permukiman untuk kebutuhan rumah, bangunan perdagangan dan jasa, dan
perlengkapan permukiman lainnya terjadi sejalan dengan penyebaran penduduk dari
kondisi yang ada sehingga pemanfaatan ruang permukiman akan semakin ekpansif
dari lokasi yang sudah ada.
Salah satu yang mempengaruhi distribusi penduduk adalah semakin percaya
dan bergantungnya sebagian masyarakat dengan kemampuan dan keahlian yang rata-
rata dimiliki terhadap sektor pertanian secara luas, sehingga pada beberapa daerah
terjadi pembukaan lahan dan ekspansi lahan permukiman perdesaan dan kegiatan
pertaniannya. Desentralisasi keuangan dan pembangunan pada daerah kabupaten dan
kota yang diikuti dengan peningkatan fungsi dan kegiatan pemerintahan juga
pendorong peningkatan perluasan lahan pemukiman.
Dalan rencana RTRW Provinsi Sumatera Utara 2010 – 2030 terdapat Kawasan
Strategis Provinsi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Kawasan Strategis adalah kawasan yang secara nasional ditetapkan
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan berdasarkan
kepentingan pertahanan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial budaya dan fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup serta pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi. Untuk mendukung terciptanya struktur ruang yang dikehendaki
serta mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang mantap, maka beberapa
kawasan ditetapkan sebagai kawasan strategis yang akan berperan sebagai pendorong
pertumbuhan ekonomi nasional.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
37
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
38
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
39
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
40
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
41
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
42
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
43
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
44
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
45
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
46
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
47
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
48
b. Pariwisata Budaya
Merupakan jenis wisata dengan daya tarik budaya, dapat berupa peninggalan
jaman dahulu, kawasan permukiman yang masih memelihara tradisi. Di wilayah
Sumatera Utara terdapat beberapa objek wisata budaya diantaranya :
a. Istana kerajaan dan rumah kediaman Istana Maimun, Kediaman
Chong A Fie, di Kota Medan;
b. Istana Kota Pinang di Kabupaten Labuhanbatu Selatan;
c. Peninggalan Sultan Labuhan di Kabupaten Labuhanbatu Utara;
d. Peninggalan Hindu Budha Biaro di Kabupaten
Padanglawas/Padanglawas Utara;
e. Situs Benteng Portugis, Gua Jepang dan Gua Portugis di Kabupaten
Mandailing Natal;
f. Bangunan Cagar Budaya di Kota Sibolga;
g. Makam Raja Simalungun Pematang Purba, Situs Batu Gajah di
Kabupaten Simalungun;
h. Makam Nommensen di Kabupaten Tapanuli Utara;
i. Makam Sisingamangaraja XII, Rumah Bolon di Kabupaten Toba
Samosir;
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
49
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
50
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
51
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
52
kepariwisataan tingkat daerah diatur dengan Peraturan Daerah baik tingkat Provinsi
maupun tingkat Kabupaten/Kota. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS). Beberapa
perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan kepariwisataan yang
menjadi dasar dari penyusunan Ranperda tentang RIPPARDA Provinsi Sumarera
Utara ini antara lain :
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
53
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
54
d. kehutanan;
e. energi dan sumber daya mineral;
f. perdagangan;
g. perindustrian; dan
h. transmigrasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa urusan pilihan ini merupakan
urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah berdasarkan
sumber daya dan potensi daerah yang kewenangannya dapat dijalankan oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
55
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
56
Duta Besar Bagas Hapsoro, Makalah pada Sosialisasi Komunitas ASEAN 2015 dan
1
Lokakarya Isu-isu Hukum di ASEAN Untuk Dosen Hukum Se-Sumatera, Direktorat Jenderal
Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI, Padang 5-6 September 2014.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
57
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
58
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
59
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
60
tertentu, dalam konteks ini bagi Provinsi Sumatera Utara adalah perlu kehadiran dari
Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daeah yang
telah diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
Lampiran 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan merumusan argumentasi filosofis, sosiologis, dan
yuridis, sebagai berikut: Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan
yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta
falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-
Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang
sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis
peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah,
peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama
sekali belum ada.
Poin penting landasan filosofis adalah jika landasan peraturan yang
digunakan memiliki nilai bijaksana yakni memiliki nilai benar (logis), baik dan adil.
Menemukan filosofis berarti melakukan pengkajian secara mendalam untuk mencari
dan menemukan hakekat sesuatu yang sesuai dan menggunakan dengan nalar sehat.
Menurut sistem demokrasi modern, kebijakan bukanlah berupa cetusan pikiran atau
pendapat dari pejabat negara atau pemerintahan yang mewakili rakyat akan tetapi
juga opini publik (suara rakyat) yang memiliki porsi sama besarnya untuk
mencerminkan dan diwujudkan ke dalam kebijakan-kebijakan publik.
Suatu kebijakan publik harus berorientasi terhadap kepentingan publik (public
interest), dalam suatu negara demokrasi, negara dapat dipandang sebagai agen atau
penyalur gagasan sosial mengenai keadilan kepada warganya dan mengungkapkan
hasil gagasan sosial tersebut dalam undang-undang atau peraturan-peraturan,
sehingga masyarakat mendapatkan ikut berproses ikut ambil bagian untuk mewarnai
dan memberi sumbangan dengan leluasa.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
61
B. Landasan Sosiologis
Pengertian lain mengenai sosiologi pariwisata adalah kajian tentang
kepariwisataan dengan menggunakan perspektif sosiologi, yaitu penerapan prinsip,
konsep, hukum, paradigma, dan metode sosiologis di dalam mengkaji masyarakat
dan fenomena pariwisata, untuk selanjutnya berusaha mengembangkan abstraksi-
abstraksi yang mengarah pada pengembangan-pengembangan teori.
Pendekatan sosiologis di dalam mempelajari pariwisata dapat dilakukan dengan
menggunakan teori atau perspektif sosiologi. Perspektif atau teori sosiologi yang
digunakan dalam menganalisis penelitian ini berdasar pada teori fungsional-
struktural. Teori fungsional-struktural merupakan teori sosiologi yang berdasar pada
unsur-unsur sosiologi dan budaya yang saling berhubungan secara fungsional dan
menekankan gejala sosial budaya pada struktur yang mncakup perangkat atau aturan-
aturan. Teori fungsional-struktural mengamati bentuk struktur dan fungsi dalam
suatu masyarakat sehingga dapat melihat bagaimana suatu masyarakat itu berubah
atau mapan melalui setiap unsurnya yang saling berkaitan, dan dinamik untuk
memenuhi kebutuhan individu.
Teori fungsional-struktural melakukan analisis dengan melihat masyarakat
sebagai suatu sistem dari interaksi antar manusia dan berbagai institusinya, dan
segala sesuatunya disepakati secara konsensus, termasuk dalam hal nilai dan norma.
Teori fungsional-struktural menekankan pada harmoni, konsistensi, dan
keseimbangan dalam masyarakat. Menurut Nash, teori fungsional-struktural ini dapat
digunakan untuk menganalisis pariwisata. Hal ini terjadi dengan melihat pariwisata
sebagai suatu sistem sosial yang berperan dalam masyarakat modern. Pendekatan
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
62
C. Landasan Yuridis
2
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Rajagrapindo Persada, Jakarta 2009, hlm.
13.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
63
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
64
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
65
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
66
12
HAW. Widjaya, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka Sosialisasi UU
No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm.131.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
67
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
68
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
69
3. Sasaran
Sasaran pembangunan kepariwisataan daerah adalah mewujudkan peningkatan :
a. kunjungan wisatawan nusantara;
b. kunjungan wisatawan mancanegara;
c. lama kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara;
d. produk domestik bruto di bidang kepariwisataan.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
70
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
71
PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini
dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu:
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi
menjadi sub-sub sektor.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
72
13
http ://www.jurnailasia.com.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
73
b. memiliki sumber daya pariwisata potensial untuk menjadi daya tarik wisata
dan memiliki citra yang sudah dikenal secara luas;
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
74
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
75
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
76
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
77
untuk dapat mengantarkan para wisatawan sampai ke daya tarik atau objek wisata.
Tanpa dukungan akses jalan baik jalur darat, laut, sungai danau dan penyeberangan,
maka sebuah destinasi atau daya tarik sulit atau setidakanya mengalami hambatan
untuk dikembangkan. Dalam konteks ini Provinsi Sumatera Utara sangat masih dpat
dikatakan lemah dalam mendukung aksesibilitas ke destinasi pariwisata. Salah
contoh adalah sampai dengan saat ini akses jalan menuju ke daya tarik wisata alam di
Tangkahan Kabupaten Langkat amsih sangat tidak mendukung, dan ini sudah banyak
dikeluhkan oleh para pengunjung. Sejalan dengan aksesibilitas ini, demikian juga
halnya dengan pembangunan prasaranan umum, fasilitas umum dan fasilitas
pariwisata.
Pembangunan lain yang tidak kalah penting untuk mendukung
pengembangan darai destinasi pariwisata dalah pembangunan SDM Pariwisata,
terutama masyarakat lokal dimana daya tarik wisata itu berada. Masyarakat harus
didorong untuk membangun dan menjalankan prinsip-prinsip pariwisata
sebagaimana yang sudah dicanangkan secara nasional yakni tentang Sapta Pesona.
Masyarakat harus diedukasi menjalankan usaha-usaha pariwisata dengan senantiasa
memperhatikana kearifan dan nilai-nilai sosial budaya setempat. Dalam tentang
Ranperda RIPPARDA ini, dalam pembangunan masyarakat lokal ini memebrikan
arahan :
a. pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan kepariwisataan di daerah;
b. peningkatan potensi dan kapasitas sumber daya lokal melalui pengembangan
usaha produktif dan ekonomi kreatif di bidang kepariwisataan;
c. pemberian insentif untuk mendorong perkembangan industri dan usaha mikro,
kecil dan menengah yang bergerak dalam sektor kepariwisataan;
d. memperluas akses pasar terhadap produk dan usaha mikro, kecil dan menengah
dan ekonomi kreatif lainnya yang dikembangkan oleh masyarakat lokal;
e. peningkatan akses dan dukungan permodalan dalam upaya pengembangan
produk industri dan usaha mikro, kecil dan menengah ysng dikembangkan oleh
masyarakat lokal;
f. meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat serta pemangku
kepentingan dalam mewujudkaan Sapta Pesona untuk menciptakan iklim yang
kondusif kepariwisataan di setiap DPD dan kawasan sekitarnya;
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
78
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
79
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
80
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
81
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
82
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
83
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
84
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan penjelasan dalam Naskah Akademik ini dapat ditarik
kesimpulan :
1. Urgensi penyusunan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah sangat dibutuhkan sebagai bagian
dari sistem perencanaan pembangunan daerah. Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera Utara disusun dengan berpedoman
pada Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional. Bahwa selama ini berbagai agenda
kegiatan dan program pembangunan kepariwisataan daerah belum tersusun dalam
satu sistem perencanaan sebagaimana berbagai subatansi pembangunan
kepariwisataan daerah telah dituangkan dalam Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah yang didukung dengan Peraturan Daerah. Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera Utara dilakukan dengan memadukan
berbagai program dam kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah, khususnya yang
terkait dengan pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba. Selanjutnya
RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara ini akan menjadi pedoman bagi
Kabupaten/Kota dalam menyusun RIPPARDA Kabpaten/Kota.Dalam
RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara ini telah ditetapkan sebanyak 12 Destinasi
Pariwisata Daerah DPD) berdasarkan situasi dan kondisi geografis, dan tidak
didasarkan pada aspek administrasi pemerintahan. Aspek Perwilayahan Pariwisata
Provinsi Sumatera Utara ini yang menetapkan DPD selanjutnya di dalam masing-
masing DPD ditetapkan sejumlah Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD).
Ditetapkannya DPD dan KSPD ini setidaknya menjadi bagian dari arahan dan
kebijakan perwilayah pariwisata provinsi yang harus diikuti oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota. Selanjutnya Pemerintah Kabupaten/Kota dapat pula menentukan
DPD atau KSPD dalam wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
2. Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang dituangkan
dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah dijalankan
sebagaiman dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
85
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
86
B. Saran
Selajutnuya atas kesimpulan sebagaimana disampaikan di atas, diajukan
saran-saran sebagai berikut :
1. Terkait dengan program indikatif yang meliputi pembangunan 4 (empat) pilar
kepariwisataan daerah dimintakan untuk diintegrasikan dengan berbagai kegiatan
pembangunan kepariwisataan nasional yang ada di Provinsi Sumatera Utara,
khususnya terkait dengan pembangunan kawasan Danau Toba. Untuk itu
dibutuhkan komunikasi yang lebnih intens untuk mendiskusikan segala hal yang
berhubungan dengan perencanaan pembangunan Kawasan Danau Toba dengan
berbagai implikasinya terhadap pembangunan Sumatera Utara khusus
pembangunan kepariwisataan.
2. Dalam rangka penetapan pembangunan destinasi pariwisata pada aspek
perwilayahan diperlukan penerimaan atau pengakuan dan masukan dari
kabupaten/kota yang wilayahnya ditetapkan sebagai DPD atau KSPD.
Kabupaten/kota diharpkan keterlibatannya selama pembahasan Ranperda tentang
RIPPARDA Provinsi Sumatera Utara ini berlangsung dalam berbagai tahapan
untuk meninjau ulang cakupan DPD dan KSPD, merubah penamaan yang lebih
dapat mewakili berbagai kawasan atau destinasi yang dalam RIPPARDA ini
ditetapkan sebagai DPD atau KSPD.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
87
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Makalah
A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing,
Malang, 2005.
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
88
Dokumen-dokumen :
Draft Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016-2036,
BAPPEDA Sumut.
Rencana Strategis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara Tahun
2013-2018.
Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sumatera Utara
2011-2015, BPS Sumut, 2016.
Peraturan Perundang-undangan :
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025
89
Naskah Akademis
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Sumatera Utara 2016 – 2025