Anda di halaman 1dari 156

fBAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecenderungan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun
menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal itu
disebabkan, antara lain, oleh perubahan struktur sosial ekonomi
negara di dunia dan semakin banyak orang yang memiliki
pendapatan lebih yang semakin tinggi. Selain itu, kepariwisataan
telah berkembang menjadi suatu fenomena global, menjadi
kebutuhan dasar, serta menjadi bagian dari hak asasi manusia
yang harus dihormati dan dilindungi. Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk dapat menjamin agar
berwisata sebagai hak setiap orang dapat ditegakkan, sehingga
mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat
manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan
antarbangsa dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia.
Dalam menghadapi perubahan global dan penguatan hak
pribadi masyarakat untuk menikmati waktu luang dengan
berwisata, perlu dilakukan pembangunan kepariwisataan yang
bertumpu pada keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan bangsa
dengan tetap menempatkan kebhinekaan sebagai suatu yang hakiki
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu,
pembangunan kepariwisataan harus tetap memperhatikan jumlah
penduduk. Jumlah penduduk akan menjadi salah satu modal
utama dalam pembangunan kepariwisataan pada masa sekarang
dan yang akan datang karena memiliki fungsi ganda, di samping
sebagai aset sumber daya manusia, juga berfungsi sebagai sumber
potensi wisatawan nusantara. Dengan demikian, pembangunan
kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan
kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam
keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan

1
pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk
kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada
pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat
memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek,
seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama
antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab
dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.
Pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk
menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan
dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan
dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk
kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada
pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat
memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek,
seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama
antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab
dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.
Disisi lain, Pasal 6 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan, menyebutkan bahwa pembangunan
kepariwisataan dilakukan dengan memperhatikan
keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta
kebutuhan manusia untuk berwisata. Selain itu salah satu tujuan
pembangunan kepariwisataan yang termaktub pada Pasal 4 adalah
untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya.
Pembangunan dan pengembangan pariwisata memerlukan
pengelolaan yang dapat mengintegrasikan berbagai kepentingan.
Dalam pengelolaan obyek dan daya tarik wisata perlu diperhatikan
hal-hal antara lain: 1). Kemampuan mendorong peningkatan dan
perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya, 2). Nilai-nilai
agama, adat-istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup di

2
masyarakat, 3). Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup, 4).
Kelangsungan usaha itu sendiri. Tentu pembangunan
kepariwisataan nasional akan menjadi pedoman bagi
penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan daerah, dimana
pembangunan kepariwisatan ini juga bertumpu penguatan
kehidupan perekonomian, penguatan nilai-nilai agama dan adat
istiadat, serta keberlangsungan lingkungan hidup yang sehat, tidak
terkecuali Kabupaten Sabu Raijuasedang dalam tahap
pengembangan pariwisata.Sabu Raijua merupakan salah satu dari
23 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur (NTT),dan berada
dipulau tersendiri.
Letaknya yang strategis ini memberikan peluang dan potensi
yang sangat besar untuk pengembangan daya tarik wisata
dikabupaten Sabu Raijua,berupa daya tarik wisata Alam dan
Bahari,Daya Tarik Wisata Budaya,Daya tarik wisata alam,daya tarik
wisata Pilgrim dan daya tarik wisata belanja.
Jenis Daya tarik Wisata Kabupaten Sabu Raijua secara garis
besar dapat digolongkan menjadi:
1) Wisata Alam; 4) Wisata Sejarah
2) Wisata Budaya; 5) Wisata Bahari; dan
3) Wisata Buatan; 6) Wisata Ziarah/Rohani

Potensi pariwisata Kabupaten Sabu Raijua tentu harus tetap


dikelola dengan baik agar arah pengelolaan kepariwisataan dapat
berkelanjutan dan berkearifan lokal, untuk itulah memerlukan
pembangunan kepariwisataan yang berwawasan lingkungan hidup.
Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat
dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah,
bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan
masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya
manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi,

3
keterkaitan lintas sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan
usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber
kekayaan alam dan budaya. Disisi lain, pembangunan
kepariwisataan harus memberikan perhatian yang luas terhadap
kondisi lingkungan hidup disekitar destinasi pariwisata maupun
Kabupaten Sabu Raijua secara keseluruhan, hal ini tentu dilatar
belakangi oleh kondisi kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Berbagai potensi pariwisata tersebut merupakan keunggulan
Kabupaten Sabu Raijua yang harus dijaga dan dikembangkan
secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan
bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan
terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat,
kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan lokal,
namun untuk pembangunan pariwisata yang berkelanjutan
(berwawasan lingkungan hidup) membutuhkan upaya strategis,
salah satunya adalah pembentukan peraturan daerah yang menjadi
landasan implementasi pembangunan kepariwisataan. Upaya
pembangunan kepariwisataan ini juga harus memperhatikan aspek
lingkungan hidup. Untuk itulah perlu adanya pengaturan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah.
Pembentukan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah harus dilakukan melalui
beberapa tahapan sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Salah satu langkah awal dalam pembentukan Peraturan
Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah adalah melalui penyusunan naskah akademik. Ini

4
merupakan tahapan yang paling penting untuk dilakukan sehingga
Peraturan Daerah yang terbentuk nantinya sesuai dan sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka
setiap tahapan pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
secara mutatis mutandis mengikuti pengaturan tentang tahapan
pembentukan Peraturan Daerah Provinsi. Salah satu tahapan
dalam pembentukan Peraturan Daerah adalah tahap penyusunan
yang meliputi penyusunan naskah akademis dan penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah.Keberadaan naskah akademik
tersebut menjadikan naskah akademik memiliki urgensi dalam
Pembentukan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah. Selain pengaturan angka 1
Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengatur
Tehnik Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota. Pentingnya keberadaan naskah akademik
dalam pembentukan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah didasarkan pada
argumentasi berikut.
1. Keberadaan naskah menjadi dasar kajian agar pembentukan
Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah akan sesuai dengan Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dalam sistem hukum nasional,
mekanisme pembentukan produk hukum daerah dalam
Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan perubahan sosial
masyarakat .
2. Dengan digunakannya naskah akademik dalam proses
pembentukan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk

5
Pembangunan Kepariwisataan Daerah, diharapkan peraturan
Peraturan Daerah tersebut tidak menghadapi masalah masa
yang akan datang.
3. Naskah Akademik berisikan rekomendasi tentang urgensi (dasar
pemikiran perlunya Peraturan Daerah tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah, konsepsi, asas dan
penarikan norma-norma yang akan menjadi tuntutan dalam
pembentukan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah.
4. Kajian dari sudut pandang akademik dalam menjelaskan
alasan-alasan penarikan rumusan norma tertentu di dalam
rancangan peraturan perundang-undangan di setiap tingkat
pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan
terkait.
5. Bahan dasar keterangan pembentuk Peraturan Daerah
Kabupaten Sabu Raijua tentang tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah untuk disampaikan
Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah .
6. Dalam tataran implementasi, Peraturan Daerah yang terbentuk
menjadi tepat sasaran sesuai dengan tujuan pembentukan dan
ditetapkannya Peraturan Daerah; dan membawa manfaat dan
kebaikan bagi masyarakat.
Berdasarkan latar belakang pemikiran sebagaimana dalam
deskripsi sebelumnya maka Pemerintah Daerah menyusun Naskah
akademik sebagai dasar penyusunan dan pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah.

B. Identifikasi Masalah
Masalah yang akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah
Akademik tersebut mencakup 4 (empat) pokok identifikasi masalah,
meliputi:

6
1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam pembangunan
kepariwisataan di Kabupaten Sabu Raijua serta bagaimana
permasalahan tersebut dapat diatasi.
2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar
pemecahan masalah pembangunan kepariwisataan daerah di
Kabupaten Sabu Raijua, yang berarti membenarkan pelibatan
negara dalam penyelesaian masalah tersebut.
3. bagaimanakah pengaturan mengenai Rencana Induk
Kepariwisataan Daerah dalam hierarkhi peraturan perundang-
undangan
4. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah.
5. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan dari Rancangan Peraturan
Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah.

C. Tujuan dan Kegunaan


Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan mengatur ketentuan bahwa naskah akademik adalah
naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian
lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut dalam rancangan peraturan daerah sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Dengan demikian maka tujuanpenyusunan naskah akademik
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah adalah:

7
1. Untuk mengentahui dan memahami Permasalahan apa dihadapi
dalam pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Sabu Raijua
serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi.
2. Untuk mengetahui dan memahami perlunya Rancangan
Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan masalah
pembangunan kepariwisataan daerah di Kabupaten Sabu Raijua,
yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian
masalah tersebut
3. Untuk mengkaji taraf harmonisasi dan sinkronisasi peraturan
daerah yang hendak dirancang dengan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan, baik pada level di atasnya maupun
pada level yang setara. Sehingga dikemudian hari tidak terjadi
permasalahan yang berkaitan dengan substansi dan proses
pembentukan Perda tersebut (misalnya bertentangan dengan
Peratuan yang lebih tinggi atau prosesnya yang tidak sesuai
dengan pedoman penyusunan Perda).
4. Melakukan analisis akademik mengenai berbagai aspek dari
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan dengan
melakukan pengkajian secara mendalam mengenai dasar-dasar
yuridis, filosofis dan sosiologis, dan komitmen politik (politik
hukum).
5. Sebagai wahana yang memuat materi muatan yang di dalamnya
dilengkapi cakupan materi, urgensi, konsepsi, landasan, alas
hukum, prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang
norma-norma yang disajikan dalam bentuk uraian sistematis dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu hukum sesuai politik
hukum yang dikehendaki Pemerintahan Daerah Kabupaten Sabu
Raijua. Oleh karena itu, dapat memberikan kejelasan dan pandu
arah mengenai Pembentukan Perda Rencana Induk
Pembangunan KepariwisataanKabupaten dan implementasinya
dikemudian hari.

8
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik
adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah.

D. Metodologi
Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik
ini adalah metode Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris (Sosio legal),
uraian di bawah ini:
1. Yuridis Normatif
Metode yuridis normatif digunakan sebagai cara untuk
melakukan pengayaan bahan-bahan dalam penulisan naskah
akademis ini. Metode ini dilakukan dengan mempelajari berbagai
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pariwisata, buku, dokumen, laporan, dan literatur lainnya.
Metode ini sangat berguna terutama untuk hal yang berkaitan
dengan pengembangan dan pengaplikasian teori-teori dan data
yang menunjang guna menjawab permasalahan yang ada.
2. Yuridis Empiris
Metode ini merupakan metode sosio legal yang menekankan
pada data primer yang berasal dari lapangan, pengambilan data
ini dapat dilakukan dengan wawancara/diskusi (focus group
discussion) dengan stakeholderyang terlibat dalam
penyelenggaraan pariwisata di Kabupaten Sabu Raijua yang
bertujuan untuk menggali data-data primer yang berasal dari
lapangan (diskusi dan tanya jawab) yang menghadirkan:
Pemerintah Daerah, akademisi, dan pihak-pihak yang terkait
dengan pembangunan pariwisata di Kabupaten Sabu Raijua.
FGD ini dilakukan untuk menggali data primer mengenai
pembangunan pariwisata, selain itu juga untuk melihat politik
hukum pemerintah daerah. FGD ini dihadiri beberapa
stakeholder, meliputi: (1) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; (2)

9
Bagian Hukum Kabupaten Sabu Raijua dan OPD terkait; (3)
Pakar Periwisata (akademisi) yang memberikan penilaian kualitas
naskah akademik; (4) masyarakat pariwisata ; (5) Tim Penyusun
Naskah Akademik.
Secara sistematis penyusunan naskah akademik dilakukan
melalui tahapan-tahapan yang runtut dan teratur. Tahapan yang
dilakukan melalui:
1. Identifikasi Permasalahan PariwisataKabupaten Sabu Raijua
(penelitian normatif dan empiris)
2. Inventarisasi data primer dan data sekunder (bahan-bahan
hukum) yang terkait dengan Kepariwisataan daerah.
3. Sistematika data primer dan sekunder
4. Analisis data primer dan sekunder bahan hukum.
5. Perancangan dan penulisan Naskah Akademik
6. Perancangan dan penulisan Rancangan Peraturan Daerah.
Melalui rangkaian tahapan ini diharapkan mampu memberi
rekomendasi yang mendukung perlunya reinterpretasi dan
reorientasi pemahaman pembangunan kepariwisataan Kabupaten
Sabu Raijua, sehingga penting untuk dibuat kebijakan hukum
melalui Peraturan Daerah yang bekualitas dan partisipatif.

10
BAB II
KAJIAN TEORITIS DANPRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis
1. Otonomi Daerah dan Urusan Bidang Pariwisata
Sebagai konsekuensi Negara Kesatuan yang menganut asas
otonomi (desentralisasi), maka penyelenggaraan negara
dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sebab
pemerintahan daerah merupakan sendi negara kesatuan yang
demokratis, keberadaan pemerintahan daerah (otonom)
merupakan pengakuan karakteristik atau ciri khas masing-
masing wilayah negara dan merupakan cerminan negara hukum
yang demokratis.1 Selain itu pemerintahan daerah yang memiliki
karakteristik yang beranekaragam merupakan konsekuensi
ber-“Bhineka Tunggal Ika”.
Secara etimologis, otonomi diartikan sebagai pemerintahan
sendiri (auto= sendiri, dan nomes= pemerintahan), dalam bahasa
Yunani otonomi berasal dari kata aotus=sendiri dan
nemein=menyerahkan atau memberikan, yang berarti kekuatan
mengatur sendiri. Sehingga secara maknawi (begrif) otonomi
mengandung pengertian kemandirian dan kebebasan mengatur
dan mengurus diri sendiri (rumah tangga daerahnya sendiri:
penulis).2Pandangan lain, bahwa konsep otonomi berasal dari
penggalan dua kata bahasa Yunani, yakni autos dan nomos,
autos berarti sendiri dan nomos berarti undang-undang, otonomi
bermakna membuat peraturan perundang-undangan sendiri
(zelwet-geving), namun dalam perkembangnya konsepsi otonomi
daerah selain mengandung arti zelwetgeving (membuat Peraturan

1
Hestu Cipto Handoyo, 2003, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak
Asasi Manusia: Memahami Proses Konsolidasi Sistem Demokrasi Indonesia, UAJY
Press, Yogyakarta, hlm.129
2
I Gde Pantja Astawa,2008, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia,
Alumni, Bandung, hlm.52-53
Daerah), juga utamanya mencakup zelfbestuur (pemerintahan
sendiri). C.W. Van der Pot memahami konsep otonomi daerah
sebagai eigenhuisholding (menjalankan rumah tangganya
sendiri).3
Konsep otonomi daerah merupakan bagian esensial dari
pemerintahan desentralisasi, sehingga otonomi daerah adalah
esensi utama dari pemerintahan desentralisasi. Pemerintahan
desentralisasi tidak dapat dibayangkan tanpa adanya esensi
otonomi daerah, pemerintahan desentralisasi merupakan species
dalam sistem negara kesatuan yang lebih genus.4 Otonomi adalah
tatanan yang bersangkutan dengan cara-cara membagi
wewenang, tugas, dan tanggungjawab antara pusat dan
daerah.5Menurut Bagir Manan, otonomi merupakan pranata
dalam negara kesatuan, dalam otonomi terkandung unsur
pengawasan (toetzicht),6 lanjutnya bahwa otonomi bukan sekedar
pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai
efesiensi dan efektifitas pemerintahan. Intinya bahwa otonomi
merupakan tatanan ketatanegaraan (staatrechtelijk) dan bukan
hanya tatanan administrasi negara (administratiefrechtelijk) yang
berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi
negara.7
Pada umunya ada beberapa dasar pemilihan sistem otonomi
dalam negara kesatuan, yaitu:8
a. Dorongan efesiensi dan efektifitas pengaturan (regelen) dan
penyelenggaraan (bestuuren) pemerintahan. Dengan
kewenangan mengatur dan mengurus sendiri bidang-bidang

3
HM. Laica Marzuki, Op.Cit., hlm.125
4
Ibid., hlm.122
5
Ni’matul Huda, 2010, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah, FH UII Press,
Yogyakarta, hlm.23
6
Bagir Manan, 1994, Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut UUD
1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm.229
7
Bagir Manan,2005, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hlm.24
8
Ibid., hlm.53-54

12
pemerintahan tertentu yang menjadi urusan rumah tangga
daerah, pembuatan aturan dapat dilakukan secara efisien dan
cepat. Selain dapat dibentuk secara efisien, cepat dan mudah,
juga lebih efektif karena lebih konkrit dengan jangkauan
terbatas sehingga mudah menerapkannya. Selain karena
teritorial yang terbatas, juga dimunginkan pelaksanaan fungsi
pelayanan disesuaikan secara nyata dengan keadaan dan
kebutuhan masyarakat setempat.
b. Sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi sistem negara
kesejahteraan (welfare state). Negara atau pemerintah
bertanggungjawab mewujudkan dan menjamin kesejahteraan
umum, kemakmuran dan kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat. Fungsi pelayanan akan berjalan dengan baik kalau
satuan pemerintahan didekatkan dengan masyarakat yang
dilayani dan disertai kebebasan untuk mengatur dan
menentukan macam dan cara pelayanan yang tepat bagi
lingkungan masyarakat bersangkutan.
c. Sebagai bagian dari proses demokratisasi penyelenggaraan
pemerintahan. Desentralisasi sebagai esensi otonomi dengan
demokratisasi merupakan hal yang sangat terkait, partisipasi
masyarakat melalui sistem perwakilan seperti pemilihan
pimpinan daerah. Pemilihan kepala daerah secara langsung
oleh rakyat merupakan salah satu jalan agar tujuan
mensejahterakan rakyat dapat terwujud.
d. Sebagai cara memelihara kesinambungan budaya dan sejarah
pemerintahan yang telah ada. Sistem otonomi dipilih agar
budaya dan pemerintahan asli dapat terpelihara dengan baik,
sekalipun saat ini telah dipilih satu kesatuan yang lebih besar
dibentuk. Semisal Pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945
yang mengatur: (1) Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan
bersifat istimewa; (2) Negara mengakui dan menghormati

13
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Otonomi bukan hanya sekedar pemencaran penyelenggaraan
pemerintahan untuk mencapai efesiensi dan efektifitas
pemerintahan atau bukan hanya sekedar menampung kenyataan
negara yang luas, penduduk banyak, dan berpulau-pulau.
Otonomi pada dasarnya sebuah tatanan ketatanegaraan
(staatsrechttelijk) yang berkaitan dengan dasar-dasar negara dan
susunan organisasi negara, bukan hanya sekedar tatanan
administrasi negara.9Lebih dari itu, otonomi daerah merupakan
dasar memperluas pelaksanaan demokrasi dan instrumen
mewujudkan kesejahteraan umum, tidak kalah penting otonomi
daerah merupakan cara memelihara negara kesatuan. Daerah-
daerah otonom bebas dan mandiri mengatur dan mengurus
rumah tangga pemerintahan sendiri, merasa diberi tempat yang
layak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga tidak
ada alasan untuk keluar dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.10
Esensi otonomi adalah kemandirian dan kebebasan mengatur
dan mengurus sendiri kepentingan masyarakat yang menjadi
fungsi pemerintahan sebagai urusan rumah tangga sendiri dalam
satu ikatan negara kesatuan, otonomi senantiasa memerlukan
kemandirian dan kebebasan mengatur bukan suatu bentuk
kebebasan sebuah satuan pemerintahan yang merdeka
(zelfstandigheid, bukan onafhankelijkheid).11 Artinya daerah tidak
memiliki kedaulatan sendiri tetapi kedaulatan tetap berada pada
kekuasaan pemerintah dan tidak terbagi ke pemerintah daerah.

9
Bagir Manan, Menyongsong...Op.Cit., hlm.3.
10
Ibid. hlm.25
11
I Gde Pantja Astawa, Loc.Cit.

14
Pemerintah daerah merupakan lembaga pelaksana kedaulatan
yang menjadi kekuasaan pemerintah.
Saat ini, pengaturan otonomi daerah berikut kewenangan
pemerintah daerah tertuang jelas dalam Undang-undang No.23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Dalam
Penjelasan disebutkan bahwa pemberian otonomi yang seluas-
luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di
samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis
globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan,keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai otonomi berwenang mengatur dan
mengurus Daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan
masyarakatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan
hukum nasional dan kepentingan umum. Dalam rangka
memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah untuk
mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah
Pusat dalam membentuk kebijakan harus memperhatikan
kearifan lokal dan sebaliknya Daerah ketika membentuk
kebijakan Daerah baik dalam bentuk Perda maupun kebijakan
lainnya hendaknya juga memperhatikan kepentingan nasional.
Dengan demikian akan tercipta keseimbangan antara
kepentingan nasional yang sinergis dan tetap memperhatikan
kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan
pemerintahan secara keseluruhan.
Pasal 9 Bab IV Urusan Pemerintahan yang terkandung di dalam
UU Pemda, menyebutkan bahwa:

15
(1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan
absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan
pemerintahan umum.
(2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota.
(4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah
menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
Pasal 11:
(1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah
terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan
Pemerintahan Pilihan.
(2) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
(3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan
Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan
Pelayanan Dasar.
Pasal 12 UU Pemda menyebutkan:
(1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;

16
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan
masyarakat; dan
f. sosial.
(2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(2) meliputi:
a. tenaga kerja;
b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c. pangan;
d. pertanahan;
e. lingkungan hidup;
f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. perhubungan;
j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.
(3) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) meliputi:
a. kelautan dan perikanan;
b. pariwisata;
c. pertanian;
d. kehutanan;
e. energi dan sumber daya mineral;

17
f. perdagangan;
g. perindustrian; dan
h. transmigrasi.
Dalam Pasal 36 UU tersebut, terdapat parameter potensi ekonomi
yang meliputi: a. pertumbuhan ekonomi; dan b. potensi unggulan
Daerah. Point b dimaksud bahwa Potensi unggulan Daerah yang
dapat dihitung dengan nilai tertentu meliputi kelautan dan
perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, perdagangan,
perindustrian. Sedangkan untuk potensi energi dan sumber daya
mineral dihitung berdasarkan penetapan yang dilakukan oleh
kementerian/lembaga yang berwenang dengan
mempertimbangkan rekomendasi ahli yang di bidangnya.
Dalam Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah diatur mengenai
Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, huruf Z.
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pariwisata, meliputi:

18
Tabel 1 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pariwisata

No Sub Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kabupaten/ Kota


1 Destinasi a. Penetapan daya tarik a. Pengelolaan daya tarik a. Pengelolaan daya tarik
Pariwisata wisata, kawasan strategis wisata provinsi. wisata kabupaten/kota.
pariwisata, dan destinasi b. Pengelolaan kawasan b. Pengelolaan kawasan
pariwisata. strategis pariwisata strategis pariwisata
b. Pengelolaan daya tarik provinsi. kabupaten/kota.
wisata nasional. c. Pengelolaan destinasi c. Pengelolaan destinasi
c. Pengelolaan kawasan pariwisata provinsi. pariwisata
strategis pariwisata d. Penetapan tanda daftar kabupaten/kota.
nasional. usaha pariwisata lintas d. Penetapan tanda daftar
d. Pengelolaan destinasi Daerah Kabupaten/kota usaha pariwisata
pariwisata nasional. dalam 1 (satu) Daerah kabupaten/kota.
e. Penetapan tanda daftar provinsi.
usaha pariwisata lintas
Daerah provinsi.
2 Pemasaran Pemasaran pariwisata dalam Pemasaran pariwisata dalam Pemasaran pariwisata dalam
Pariwisata dan luar negeri daya tarik, dan luar negeri daya tarik, dan luar negeri daya tarik,
destinasi dan destinasi dan kawasan destinasi dan kawasan
kawasanstrategis pariwisata strategis pariwisata provinsi.strategis pariwisata
nasional. kabupaten/kota
3 Pengembangan Pengembangan ekonomi Penyediaan sarana dan Penyediaan prasarana (zona
Ekonomi Kreatif kreatif nasional yang prasarana kota kreatif. kreatif/ruang kreatif/kota
melalui ditetapkan dengan kriteria. kreatif) sebagai ruang
Pemanfaatan berekspresi, berpromosi dan
dan berinteraksi bagi insan kreatif
Perlindungan di Daerah kabupaten/kota.
Hak

19
No Sub Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kabupaten/ Kota
Kekayaan
Intelektual
4 Pengembangan Pengembangan, Pelaksanaan peningkatan Pelaksanaan peningkatan
Sumber penyelenggaraan dan kapasitas sumber daya kapasitas sumber daya
Daya Pariwisata peningkatan kapasitas manusia pariwisata dan manusia pariwisata dan
dan sumber daya manusia ekonomi kreatif tingkat ekonomi kreatif tingkat dasar
Ekonomi Kreatif pariwisata dan ekonomi lanjutan.
kreatif tingkat ahli.

20
2. Pariwisata
Kecenderungan perkembangan kepariwisataan dunia dari
tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang sangat
pesat. Hal itu disebabkan, antara lain, oleh perubahan struktur
sosial ekonomi negara di dunia dan semakin banyak orang
yang memiliki pendapatan lebih yang semakin tinggi. Selain itu,
kepariwisataan telah berkembang menjadi suatu fenomena
global, menjadi kebutuhan dasar, serta menjadi bagian dari
hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dunia usaha pariwisata,
dan masyarakat berkewajiban untuk dapat menjamin agar
berwisata sebagai hak setiap orang dapat ditegakkan, sehingga
mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat
manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan
antarbangsa dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia.
Dalam menghadapi perubahan global dan penguatan hak
pribadi masyarakat untuk menikmati waktu luang dengan
berwisata, perlu dilakukan pembangunan kepariwisataan yang
bertumpu pada keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan
bangsa dengan tetap menempatkan kebhinekaan sebagai suatu
yang hakiki dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Selain itu, pembangunan kepariwisataan harus
tetap memperhatikan jumlah penduduk. Jumlah penduduk
akan menjadi salah satu modal utama dalam pembangunan
kepariwisataan pada masa sekarang dan yang akan datang
karena memiliki fungsi ganda, disamping sebagai aset sumber
daya manusia, juga berfungsi sebagai sumber potensi
wisatawan nusantara. Dengan demikian, pembangunan
kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan
kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam

21
keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan
dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi
untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang
berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada
masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang
mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia,
pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
keterkaitan lintas sektor, kerja sama antarnegara,
pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam
pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.
Saat ini, urusan pariwisata diatur dalam Undang-undang
No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, undang-undang ini
dilatar belakangi oleh:
a. keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan
sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia
merupakan sumber daya dan modal pembangunan
kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan
waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian
dari hak asasi manusia;
c. kepariwisataan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis,
terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab
dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-
nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat,

22
kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan
nasional;
d. pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk
mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan
memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan
perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global;
Pasal 2 Undang-undang No.10 Tahun 2009 menyebutkan
bahwa kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:
manfaat; kekeluargaan; adil dan merata; keseimbangan;
kemandirian; kelestarian; partisipatif; berkelanjutan;
demokratis; kesetaraan; dan kesatuan. Pasal 3 menyebutkan
bahwa “Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan
jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan
rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan
negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat”. Sementara,
Pasal 4 kepariwisataan bertujuan untuk:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. menghapus kemiskinan;
d. mengatasi pengangguran;
e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;
f. memajukan kebudayaan;
g. mengangkat citra bangsa;
h. memupuk rasa cinta tanah air;
i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
j. mempererat persahabatan antarbangsa.
Pasal 5 dalam Undang-undang tersebut menyebutkan
bahwa kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai
pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan

23
hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa,
hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan
hubungan antara manusia dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya,
dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan,
kesetaraan, dan proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antar daerah, antara
pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik
dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan
internasional dalam bidang pariwisata;
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Secara sederhana, pengembangan pariwisata memiliki karakter
aktivitas yang bersifat multisectoral, dalam pelaksanaan
pengembangan pariwisata harus terencana secara terpadu
dengan pertimbangan-pertimbangan terhadap aspek ekonomi,
sosial, budaya, lingkungan fisik dan politik. Pada setiap
tahapan perencanaan pengembangan pariwisata dapat
meminimalisasi sebanyak mungkin dampak negatif yang akan
timbul serta berkaitan erat dengan pembangunan
perekonomian suatu daerah. Jadi pengembangan dapat
diartikan sebagai perbuatan menjadikan sesuatu baik yang ada
maupun yang belum ada menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Sementara terkait dengan potensi wisata, menurut Mariotti
dalam Yoeti adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah

24
tujuan wisata, dan merupakan daya tarik agar orang-orang
mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Sukardi juga
mengungkapkan pengertian yang sama mengenai potensi
wisata, sebagai segala yang dimiliki oleh suatu daya tarik
wisata dan berguna untuk mengembangkan industri pariwisata
di daerah tersebut. Jadi yang dimaksud dengan potensi wisata
adalah sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik
sebuah obyek wisata. Dalam penelitian ini potensi wisata dibagi
menjadi tiga macam, yaitu: potensi alam, potensi kebudayaan
dan potensi manusia, yaitu:12
a. Potensi Alam. Yang dimaksud dengan potensi alam adalah
keadaan dan jenis flora dan fauna suatu daerah, bentang
alam suatu daerah, misalnya pantai, hutan, dll (keadaan
fisik suatu daerah). Kelebihan dan keunikan yang dimiliki
oleh alam jika dikembangkan dengan memperhatikan
keadaan lingkungan sekitarnya niscaya akan menarik
wisatawan untuk berkunjung ke obyek tersebut.
b. Potensi Kebudayaan. yang dimaksud dengan potensi budaya
adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baik
berupa adat istiadat, kerajinan tangan, kesenian,
peninggalan bersejarah nenek moyang berupa bangunan,
monument, dll.
c. Potensi Manusia. Manusia juga memiliki potensi yang dapat
digunakan sebagai daya tarik wisata, lewat pementasan
tarian/pertunjukan dan pementasan seni budaya suatu
daerah.
Potensi wisata yang dimiliki Indonesia sangat banyak dan saat
ini kondisi pertumbuhan paraiwisata melaju kencang seiring
dengan adanya perkembangan teknologi informasi, sehingga

Putu Agus Prayogi, “Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata


12

Penglipuran, Jurnal Perhotelan dan Pariwisata, Agustus 2011, Vol.1 No.1 hlm.67

25
kondisi ini mengharuskan pemerintah Indonesia dan
pemerintah daerah untuk menciptakan pengelolaan pariwisata
yang strategis dan berkelanjutan.

3. Pariwisata Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan


Hidup
Pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism adalah
sebuah konsep turunan dari konsep pembangunan
berkelanjutan yang ada pada laporan World Commission on
Environment and Development, berjudul Our Common Future
(atau lebih dikenal dengan the Brundtland Report) yang
diserahkan ke lembaga PBB pada tahun 1987 (Mowforth dan
Munt, 1998). Sedangkan pariwisata berkelanjutan sendiri
adalah sebuah proses dan sistem pembangunan pariwisata
yang dapat menjamin keberlangsungan atau keberadaan
sumber daya alam, kehidupan sosial-budaya dan ekonomi
hingga generasi yang akan datang. Intinya, pariwisata
berkelanjutan adalah pariwisata yang dapat memberikan
manfaat jangka panjang kepada perekonomian lokal tanpa
merusak lingkungan.
Pariwisata berkelanjutan didefinisikan oleh UNWTO sebagai:
"Pariwisata yang memperhitungkan secara penuh dampak
ekonomi, sosial dan lingkungan sekarang dan yang akan
datang, menjawab kebutuhan pengunjung, industri (pariwisata),
lingkungan dan komunitas tuan rumah”. Pariwisata
berkelanjutan begitu penting bagi Indonesia, negara dengan
ribuan pulau dengan berbagai ukuran, kaya akan sumberdaya
alami dan juga budaya, terbentang sepanjang khatulistiwa.
Hingga sekarang ini, hanya sebagain kecil penduduk yang
mampu menikmati potensi manfaat pariwisata, karena kendala

26
multi dimensi, ekonomi maupun budaya. Kebanyakan
wisatawan mengunjungi destinasi terkenal dan hanya sedikit
saja yang telah menjelajahi nusantara di luar jalur yang
populer, dan yang sekaligus menyebarkan kontribusi ekonomi
yang berasal dari pengeluaran pengunjung secara lebih luas. 13
Sedangkan menurut Permen Pariwisata Nomor 14 tahun 2016
dijelaskan bahwa pariwisata berkelanjutan ialahn pariwisata
yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial dan
lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan
pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat
serta dapat diaplikasikan ke semua bentuk aktifitas wisata di
semua jenis destinasi wisata, termasuk wisata masal dan
berbagai jenis kegiatan wisata lainnya.
Praktik pariwisata berkelanjutan tidak hanya berarti
mengkonsumsi sumberdaya alami dan budaya saja, melainkan
juga mengonservasikannya juga; tidak hanya bermanfaat bagi
sedikit orang, akan tetapi bertujuan mendistribusikan
keuntungan secara lebih luas di antara para pemangku
kepentingan dan komunitas. Pariwisata berkelanjutan
merupakan konsep yang komprehensif, dimaksudkan untuk
segala macam usaha pariwisata: baik di daerah perkotaan
maupun di daerah perdesaan, skala besar dan kecil, swasta
maupun pemerintah. Pembangunan kepariwisataan
berkelanjutan merupakan suatu agenda publik yang penting
untuk semua pemangku kepentingan di semua tingkat.
Pedoman dan Praktek Pengelolaan Pembangunan Pariwisata
Berkelanjutan dapat diterapkan pada semua bentuk pariwisata
dalam semua jenis destinasi. Prinsip-prinsip keberlanjutan

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, 2012,


13

Rencana Strategis Pariwisata Berkelanjutan dan Green Jobs untuk Indonesia,


Jakarta, hlm.30

27
mengacu kepada aspek-aspek lingkungan, ekonomi dan sosio-
budaya dalam pembangunan kepariwisataan, dan
keseimbangan yang sesuai harus dibentuk antara ketiga
dimensi tersebut untuk menjamin keberlanjutannya dalam
jangka panjang.
Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria
keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat
didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak
secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap
masyarakat” (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995)
Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan
dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan adalah pembangunan
yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara
ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap
masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah
upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan
kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan,
pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya
secara berkelanjutan.Jadi, pariwisata berkelanjutan
hendaknya:14
a. Memanfaatkan sumberdaya lingkungan yang menjadi
elemen kunci dalam pembangunan kepariwisataan secara
optimal, menjaga proses ekologi penting dan membantu
mengkonservasikan pusaka alamdan keaneka-ragaman
hayati.
b. Menghormati keotentikan sosio-budaya dan komunitas tuan
rumah, melestarikan pusaka buatan dan kehidupan budaya
masa kini, nilai nilai tradisional, dan berkontribusi terhadap
pemahaman antar budaya dan toleransi.

14
Ibid., hlm.30

28
c. Memastikan berlangsungnya operasi jangka panjang, yang
memberikan manfaat sosio-ekonomi kepada semua
pemangku kepentingan yang terdistribusi secara
berkeadilan, termasuk lapangan kerja yang stabil dan
peluang komunitas tuan rumah untuk beroleh pendapatan
dan pelayanan sosial, serta berkontribusi terhadap
penghapusan kemiskinan. Pembangunan pariwisata
berkelanjutan memerlukan partisipasi dari semua
pemangku kepentingan yang mendapat informasi, dan juga
kepemimpinan politis yang kuat untuk menjamin adanya
partisipasi yang luas dan terbangunnya konsensus.
Mencapai pariwisata berkelanjutan merupakan proses yang
berkesinambungan dan hal itu memerlukan pemantauan
dampak secara konstan, mengenalkan tindakan pencegahan
dan/atau tindakan korektif bilamana diperlukan. Pariwisata
berkelanjutan juga harus menjaga tingkat kepuasan
wisatawan yang tinggi dan menjamin pengalaman yang
penuh makna bagi wisatawan, menumbuhkan kesadaran
tentang isu-isu keberlanjutan dan memromosikan praktek-
praktek pariwisata berkelanjutan di antara mereka.
Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali
melalui prinsip-prinsip yang dielaborasi berikut ini.
1. Partisipasi. Masyarakat setempat harus mengawasi atau
mengontrol pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat
dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-
sumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta
mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi untuk
pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata.
Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam

29
mengimplementasikan strategi-strategi yang telah disusun
sebelumnya.
2. Keikutsertaan Para Pelaku (Stakeholder Involvement). Para
pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata
meliputi kelompok dan institusi LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah daerah,
asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang
berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima
dampak dari pariwisata.
3. Kepemilikan Lokal. Pembangunan pariwisata harus
menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk
masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan
seperti hotel, restoran, dsb. seharusnya dapat
dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat.
Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan
pelatihan bagi penduduk setempat serta kemudahan akses
untuk para pelaku bisnis/wirausahawan setempat benar-
benar dibutuhkan dalam mewujudkan kepemilikan lokal.
Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku
bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam
menunjang kepemilikan lokal tersebut.
4. Penggunaan Sumber Daya yang Berkelanjutan.
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber
daya dengan berkelanjutan yang artinya kegiatan-
kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya
yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara
berlebihan. Hal ini, juga didukung dengan keterkaitan lokal
dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan
sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat
diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata

30
harus menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan
dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan
kriteria-kriteria dan standar-standar internasional.
5. Mewadahi Tujuan-tujuan Masyarakat. Tujuan-tujuan
masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan
pariwisata agar kondisi yang harmonis antara wisatawan,
tempat dan masyarakat setempat dapat terwujud. Misalnya,
kerja sama dalam wisata budaya dapat dilakukan mulai
tahap perencanaan, manajemen, sampai pemasaran.
6. Daya Dukung. Daya dukung atau kapasitas lahan yang
harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik, alami,
sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus
sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan.
Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi
secara reguler sehingga dapat ditentukan perbaikan yang
dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus
mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi.
7. Monitor dan Evaluasi. Kegiatan monitor dan evaluasi
pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup
penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata
serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-
batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau
alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi
skala nasional, regional dan lokal.
8. Akuntabilitas. Perencanaan pariwisata harus memberi
perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan
pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan
masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan
pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin

31
akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang
ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
9. Pelatihan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan
membutuhkan pelaksanaan program-program pendidikan
dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat
dan meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan
profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang
pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta
topic-topik lain yang relevan.
10. Promosi. Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga
meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang
memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas
masyarakat setempat.
Dalam sisi yang lain pariwisata yang berkelanjutan juga harus
memiliki sisi keberpihakan pada pembangunan lingkungan
yang berkelanjutan (berwawasan lingkungan hidup), hal ini
tentu dilatar belakngi kondisi kualitas lingkungan hidup yang
semakin menurun telah mengancam kelangsungan
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga
perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua
pemangku kepentingan, selian itu kondisi pemanasan global
yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim
sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup
karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Kondisi ini tentu salah satunya disebabkan
pengelolaan pariwisata yang tidak berwawasan lingkungan
hidup.
Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun
kualitas tidak merata, sedangkan kegiatan pembangunan

32
membutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat.
Kegiatan pembangunan kepariwisataan juga mengandung
risiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Kondisi ini dapat mengakibatkan daya dukung, daya tampung,
dan produktivitas lingkungan hidup menurun yang pada
akhirnya menjadi beban sosial. Intinya pembangunan
kepariwisataan harus selaras, serasi, dan seimbang dengan
fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan,
rencana, dan/atau program pembangunan harus dijiwai oleh
kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan
mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (termasuk
pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan).
Pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan harus
memiliki visi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Selain itu,
juga terkandung komitmen menciptakan pembangunan
kepariwisataan Kabupaten Sabu Raijua yang senada dengan
visi pembangunan berkelanjutan yang merupakan upaya sadar
dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup,
sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk
menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan. Untuk itu, tujuan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tercantum
pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, meliputi:

33
1. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia;
3. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan
kelestarian ekosistem;
4. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup;
6. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan
generasi masa depan;
7. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
8. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana;
9. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
10. mengantisipasi isu lingkungan global.
Selain itu, berdasar Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14
tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata
Berkelanjutan dalam Pasal 3 dijelakan bahwa ruang lingkup
Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan meliputi:
a. pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan;
b. pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal;
c. pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung; dan
d. pelestarian lingkungan.
Dari keempat bagian kriteria destinasi pariwisata
berkelanjutan tersebut diperjelas melalui a) kriteria, b)
indikator dan c) bukti pendukung.
a. Pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan yang efektif
mencakup kriteria :

34
1) perencanaan;
2) pengelolaan;
3) pemantauan; dan
4) evaluasi.
Secara rinci terpapar pada tabel berikut:
Tabel 2. Pengelolaan Destinasi Pariwisata Berkelanjutan
Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria
Perencanaan Pengelolaan Pemantauan Evaluasi

1. strategi 1. organisasi 1. monitoring; 1. adaptasi


destinasi yang manajemen 2. inventarisasi perubahan
berkelanjutan; destinasi; aset; dan iklim; dan
2. pengaturan 2. pengelolaan 3. atraksi 2. kepuasan
perencanaan; pariwisata pariwisata. pengunjung.
dan musiman;
3. standar 3. akses untuk
keberlanjutan. semua;
4. akuisisi
properti;
5. keselamatan
dan
keamanan;
6. manajemen
krisis dan
kedaruratan;
dan
7. promosi.
b. Pemanfaatan Ekonomi untuk masyarakat lokal mencakup
kriteria:
1) pemantauan ekonomi;
2) peluang kerja untuk masyarakat lokal;
3) partisipasi masyarakat;
4) opini masyarakat lokal;
5) akses bagi masyarakat lokal;
6) fungsi edukasi sadar wisata;
7) pencegahan eksploitasi;
8) dukungan untuk masyarakat; dan
9) mendukung usaha lokal dan perdagangan yang adil.

35
c. Pelestarian Budaya Bagi Masyarakat dan Pengunjung
mencakup kriteria:
1) perlindungan atraksi wisata;
2) pengelolaan pengunjung;
3) perilaku pengunjung;
4) perlindungan warisan budaya;
5) interpretasi tapak; dan
6) perlindungan kekayaan intelektual.
d. Kriteria Pelestarian Lingkungan:
1) risiko lingkungan;
2) perlindungan lingkungan sensitif;
3) perlindungan alam liar (flora dan fauna);
4) emisi gas rumah kaca;
5) konservasi energi;
6) pengelolaan air;
7) keamanan air;

B. Kajian terhadap Asas/Prinsip dalam Penyusunan Norma


Rancangan Peraturan Daerahtentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah
Proses pembentukan Perda yang dimulai dari prakarsa hingga
pengesahan tersebut juga harus merujuk pada asas-asas
hukum pembentukan undang-undang, dalam Pasal 5 Undang-
undang No.12 Tahun 2011. Pasal 5 mengenai asas-asas
pembentukan peraturan daerah di bawah ini:
a. Asas Kejelasan Tujuan, artinya bahwa Perda harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat,
artinya bahwa Perda harus dibuat oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan Pemerintah Daerah Kabupaten

36
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan,
artinya bahwa Perda harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
Perda;
d. Dapat dilaksanakan, artinya bahwa harus
memperhitungkan efektivitas tersebut di dalam masyarakat,
baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, artinya bahwa Perda
dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
f. Kejelasan rumusan, artinya bahwa Perda harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-
undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta
bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga
tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya;
g. Keterbukaan, artinya bahwa Perda mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan
demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam Pembentukan Peraturan daerah tersebut.
Asas-asas hukum materiil peraturan perundang-undangan
yang baik dapat berupa asas terminologi dan sistematika yang
jelas, asas dapat dikenali, asas perlakuan yang sama dalam
hukum, asas kepastian hukum, dan asas pelaksanaan hukum
sesuai dengan keadaan individual.15. Selain itu, Pasal 6

15
Yuliandri, Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan Yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan,
Rajawali Pers, Jakarta, hlm.114

37
Undang-undang No.12 Tahun 2011berkaitan dengan proses
penentuan materi undang-undang, bahwa materi muatan
undang-undang harus mencerminkan asas, yaitu:
a. Asas Pengayoman, artinya bahwa materi Perda harus
berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan
ketentraman masyarakat.
b. Asas Kemanusiaan, artinya bahwa materi harus
mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi
manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan
penduduk Indonesia secara proporsional;
c. Asas Kebangsaan, artinya bahwa materi Perda harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang
majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
d. Asas Kekeluargaan, artinya bahwa materi harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam setiap pengambilan keputusan;
e. Asas Kenusantaraan, artinya bahwa materi Perda senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia
(secara khusus wilayah Kabupaten Sabu Raijua) dan materi
muatan peraturan daerah RIPPDA yang dibuat di daerah
merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
f. Asas Bhinneka Tunggal Ika, artinya bahwa materi Perda
harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku
dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
g. Asas Keadilan, artinya bahwa materi Perda harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara.

38
h. Asas Kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan, artinya bahwa Perda tidak boleh memuat hal
yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status
sosial.
i. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum, artinya bahwa
materi harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j. Asas Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, artinya
bahwa materi Perda harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,
masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.
k. Asas sesuai dengan bidang hukum masing-masing.
Secara spesifik, Undang-undang No.10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan sebagai landasan yuridis pembentukan
Peraturan Daerah Kabupaten ini juga telah mengatur asas-asas
penyelengaraan pariwisata, meliputi: asas manfaat; asas
kekeluargaan; asas adil dan merata; asas keseimbangan; asas
kemandirian; asas kelestarian; asas partisipatif; asas
berkelanjutan; asas demokratis; asas kesetaraan; dan asas
kesatuan. Namun asas tersebut harus disandingkan dengan
prinsip penyelenggaran daerah berdasarkan asas otonomi,
dimana menekankan pelaksanaan hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada sisi yang lain, pembangunan kepariwisataan yang
berkelanjutan harus memiliki visi perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, tentu asas-asas yang
terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

39
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
harus juga menjadi pedoman dalam pembentukan Peraturan
Daerah. Asas-asas nya meliputi:
a. tanggung jawab negara. Yang dimaksud dengan “asas
tanggung jawab negara” adalah: 1) negara menjamin
pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup
rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa
depan. 2) negara menjamin hak warga negara atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat. 3) negara mencegah
dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
b. kelestarian dan keberlanjutan, bahwa setiap orang memikul
kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi
mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi
dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung
ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
c. keserasian dan keseimbangan, bahwa pemanfaatan
lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek
seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan
perlindungan serta pelestarian ekosistem
d. keterpaduan, bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai
unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait
e. manfaat, adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan
potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia
selaras dengan lingkungannya.

40
f. kehati-hatian, bahwa ketidakpastian mengenai dampak
suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan
merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
g. Keadilan, bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional
bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi,
maupun lintas gender
h. Ekoregion, bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya
alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat
setempat, dan kearifan lokal
i. keanekaragaman hayati, adalah bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya
terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman,
dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri
atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam
hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya
secara keseluruhan membentuk ekosistem.
j. pencemar membayar, adalah bahwa setiap penanggung
jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib
menanggung biaya pemulihan lingkungan.
k. Partisipatif, bahwa setiap anggota masyarakat didorong
untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan
dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

41
l. kearifan lokal, adalah bahwa dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-
nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat
m. tata kelola pemerintahan yang baik, adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh
prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan
keadilan
n. otonomi daerah, adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah
daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Intinya bahwa dalam pembentukan Peraturan daerah mengenai
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sabu
Raijua, maka asas-asas tersebut di atas harus menjadi
pedoman (directives) dalam proses pembuatan Perda mengingat
fungsinya yang penting dalam persyaratan kualitas aturan
hukum, sehingga Perda yang dihasilkan memiliki efektivitas
dari segi pencapaian tujuan (doeltreffendheid), pelaksanaan
(uitvoerbaarheid) dan penegakan hukumnya
(handhaafbaarheid)16asas-asas umum pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik merupakan asas-asas yang
berfungsi untuk memberikan pedoman dan bimbingan bagi
penuangan isi peraturan ke dalam bentuk dan susunan yang
sesuai, sehingga tepat penggunaan metode pembentukannya,
serta sesuai dengan proses dan prosedur pembentukan yang

16
Menurut A.Hamid S Attamimi, 1990, Disertasi “Peranan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Negara, Suatu Studi
Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun
Waktu Pelita I- Pelita IV, Program Doktor Fakultas Pasca Sarjana, Universitas
Indonesia, Jakarta, hlm.331

42
telah ditentukan. Selain itu, untuk menjadi penciri tentunya
asas-asas dan nilai-nilai kearifan lokal menjadi strategis
dijadikan rujukan agar pembangunan pariwisata berkelanjutan
dan sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal Kabupaten Sabu
Raijua.

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang ada


dan Permasalahan yang dihadapi Kepariwisataan Kabupaten
Sabu Raijua.
C.1. Praktik Penyelenggaraan
Praktik pembangunan pariwisata sampai saat ini hanya
mendasarkan pada kebijakan di tingkat pusat, dalam arti
Pemerintah Daerah hanya melaksanakan Undang-undang
No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, sementara
pada level lokal hanya merujuk pada pola kebiasaaan
pembangunan kepariwisataan daerah, artinya memang
sampai saat ini Kabupaten Sabu Raijua belum memiliki
pijakan hukum bagi Pembangunan Kepariwisataan
Kabupaten yang komprehensif, holistis, berkualitas dan
solutif. Kondisi yang berbeda, justru laju perkembangan
pariwisata daerah dikalangan masyarakat cukup
signifikan, banyak masyarakat Sabu Raijua dan
sekitarnya yang berkunjung ke tempat-tempat wisata
tersebut, namun laju pertumbuhan pariwisata ini tidak
diikuti oleh peningkatan kebijakan kepariwisataan yang
komprehenif. Kondisi ini salah satunya disebabkan
karena ketiadaan kebijakan yang mendukung di tingkat
daerah. Lebih lanjut, terdapat dampak kondisi pariwisata
yang menyebabkan kondisi perubahan sosial-ekonomi
masyarakat, masyarakat tidak terlindungi secara

43
konstitusional terhadap dampak negatifnya yang di
akibatkan tidak adanya upaya perlindungan hukum bagi
masyarakat. Selain itu, masyarakat Kabupaten Sabu
Raijua belum secara maksimal merasakan manfaat
ekonomi dari pariwisataan.
Pada dasarnya Kabupaten Sabu Raijua memiliki potensi
daya tarik wisata yang cukup banyak dan beragam serta
bisa dikembangkan sebagai tujuan wisata. Potensi daya
tarik wisata tersebut terdiri dari daya tarik wisata alam
dan bahari, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik
wisata ziarah. Namun demikian keberadaan potensi daya
tarik wisata tersebut belum semua dikelola dengan
maksimal dan mayoritas belum dilengkapi dengan sarana
dan prasarana kepariwisataan yang memadai. Dari
berbagai jenis dan sebaran potensi wisata tersebut, pada
masa depan kepariwisataan di Kabupaten Sabu Raijua
cukup potensial untuk dapat dikembangkan sebagai
daerah tujuan wisata Religi dan Edukasi. Namun
demikian dalam pengembangan Kabupaten Sabu Raijua
sebagai Daerah Tujuan Wisata unggulan perlu dilakukan
perencanaan yang matang dengan memberikan prioritas
bagi jenis pariwisata yang akan dikembangkan. Oleh
karena itu perlu dilakukan penilaian terhadap daya tarik
wisata yang ada yang paling mungkin dikembangkan
terlebih dahulu.
Pembangunan pariwisata Kabupaten Sabu Raijua juga
berpotensi terhadap kerusakan lingkungan, lingkungan
menjadi faktor dominan dalam penyelenggaraan
pariwisata yang berkelanjutan. Beberapa muatan muatan
yang potensial berdampak penting pada lingkungan hidup

44
atau mempengaruhi aspek pembangunan berkelanjutan di
Kabupaten Sabu Raijua, meliputi:
a. Aspek Destinasi
b. Aspek Pemasaran
c. Aspek Industri
d. Aspek Kelembagaan
Praktik penyelenggaraan pariwisata di kabuaten Sabu
Raijua dilakukan terhadap destinasi Pariwisata
sebagai berikut:

C.2. Kondisi yang ada


Kabupaten Sabu Raijia meliputi 6 (enam) Kecamatan
dan 58 Desa serta 5 (lima) Kelurahan. Jumlah penduduk
kurang lebih 93.504 jiwa yang tersebar sebagaimana
dalam table berikut:
Tabel …
Data Penduduk Per 31 Desember 2017
PEREMPUA
NO KECAMATAN LAKI-LAKI JUMLAH PENDUDUK
N
1. SABU BARAT 17.218 16.323 33.541
2. SABU TENGAH 5.027 4.695 9.722
3. SABU TIMUR 5.108 4.922 10.030
4. SABU LIAE 5.746 5.745 11.491
5. HAWU MEHARA 9.643 9.206 18.849
6. RAIJUA 4.969 4.902 9.871
TOTAL 47.711 45.793 93.504
Jumlah penduduk kabupaten Sabu Raijua sebagai
berikut:
Secara administrati, Kabupaten Sabu Raijua memiliki 6
(enam) kecamatan dengan kondisi sebagaimana dalam
deskripsi berikut.
1. Kecamatan Hawu Mehara

45
Wilayah Kecamatan Hawu Mehara yang secara
administratif terdiri dari 10 Desa,46 Dusun,
Lingkungan, RW 91 dan RT 186 dengan Jumlah
penduduk per 31 Januari 2018 adalah 8.551 jiwa
terdiri dari:
Laki-laki : 9.420
Perempuan : 8.960
Jumlah penduduk tersebut terbagi dalam pemeluk
agama Kristen protestan 9.860 jiwa, dengan 13 buah
tempat ibadat, Kristen katolik 108 jiwa dengan 1 buah
tempat ibadat, Islam 32 jiwa, Hindu/Budha - jiwa dan
penganut aliran Kepercayaan Djingitiu 347 jiwa.
Fasilitas Pendidikan terdiri dari: SMA 1 unit, SMP 4
unit, SD 14 unit, TK 4 unit dan PAUD 28 unit.
Selanjutnya Fasilitas Kesehatan terdiri dari:
Puskesmas 1 unit, Pustu 9 unit.
Luas wilayah Kecamatan Hawu Mehara 62,81 Km 2
dengan batas-batas wilayah kecamatan sebagai
berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Sawu
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera
Pasifik
Sebelah Timur : berbatasan dengan desa Teriwu
dan desa Raerobo
Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Raijua
Kecamatan Hawu Mehara beriklim tropis, Curah hujan
efektif berkisar dari bulan Oktober sampai dengan
bulan April yang maximal 3 bulan dari bulan
Desember sampai dengan bulan Februari. Cuaca
Kelembaban dan Kecerahan.

46
Kecamatan Hawu Mehara memiliki potensi wilayah
yang dapat dijadikan sebagai mata pencaharian dan
berpeluang untuk dikelola secara baik, guna
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Potensi Pertanian, Nelayan dan Rumput
Laut. Kecamatan Hawu Mehara juga memiliki potensi
wisata alam, budaya, dan bahari antara lain : Wisata
Alam Gua Lie Madira, Wisata Alam Kelabba Madja,
Pantai Gelanalalu, Bukit Salju, Panta Lederaga, Pantai
Lobohede, Upacara Adat Hole Hawu Mehara.
2. Kecamatan Sabu Barat
Kecamatan Sabu Barat merupakan salah satu
Kecamatan di wilayah Kabupaten Sabu Raijua dengan
luas wilayah 152,44 Km2 terdiri dari 1 (satu)
Kelurahan dan 17 (tujuh belas) Desa, yang terdiri dari
70 dusun, 3 Lingkungan, 141 RW dan 295 RT dengan
jumlah penduduk 30.569jiwa, terdiri dari laki-laki
15,569, dan perempuan 15.000, dengan jumlah KK
7.339. Dengan melihat luas wilayah dan jumlah
penduduk tentunya Kecamatan Sabu Barat memiliki
kompleksitas persoalan dalam penyelenggaraan
Pemerintahan, Pelaksanaan Pembangunan dan
Pelayanan Kemasyarakatan.
Potensi pada Kecamatan Sabu Barat sebagai
berikut:
a. Pemerintahan
Pelayanan pemerintahan di Kecamatan Sabu Barat
berjalan dengan baik, dimana tidak pernah terjadi
pengeluhan dari masyarakat berkaitan dengan
pelayanan kemasyaratan. Proses Pemilihan

47
Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2018
sementara dalam tahapan Verifikasi data Pemilih.
Pelayanan di bidang pertanahan meliputi beberapa
kegiatan antara lain : Pelayanan Prona (1.450
bidang) pada lokasi Desa Menia 700 bidang,
Raedewa 150 bidang, dan Ledeana 600 bidang.
Sedangkan pelepasahan hak atas tanah terjadi di 17
Desa/ 1 kelurahan sebanyak 154 bidang.
b. Lahan Pertanian
Luaslahan di Kecamatan Sabu Barat seluas 17.256
Ha yang terdiri dari: 1) Lahan Basah seluas 511 Ha;
dan 2) Lahan Kering seluas 16.745 Ha.
Sumber Air di Kecamatan Sabu Barat meliputi mata
air dan sumur gali. Adapun jumlah mata air yang
ada di wilayah Kecamatan Sabu Barat sebanyak 13
titik yang tersebar di semua
desa/kelurahan.Adapun jumlah embung baik kecil
maupun besar di Kecamatan Sabu Barat adalah 145
buah tersebar di 17 desa.
Adapun Jumlah tambak Garam di Kecamatan Sabu
Barat terletak Desa Menia Sebanyak 18 Ha, Kel
Mebba 1 Ha, Desa Ledeana sebanyak 2 Hektar.
Dengan hasil Produksi Pertahun sebanyak 7.020
Ton/ tahun.
Produksi Rumput laut di Kecamatan Sabu Barat
tahun 2017 dengan rincian sebagai berikut :
Jumlah pembudidaya 126 orang, hasil produksi
lahan basah 2.028.096 Kg/tahun dan lahan kering
253.512 Kg/tahun, penggunaan bibit 709.274,60
kg/tahun,antar pulau 1.115.452,80 kg/tahun,

48
home industri, susut 202.809,60 kg/tahun, yang
lokasinys tersebar di daerah pesisir antara lain :
Menia, dan Raemadia.
c. Perikanan
Perahu Nelayan yang ada di Kecamatan Sabu Barat
berjumlah 449 unit, dengan rincian sebagai
berikut : Jukung 195 unit, Perahu tanpa motor 125
unit, Perahu motor Ketinting/temple 37 unit dan
kapal motor 8unit. Jumlah Nelayan sebayak 403
orang dengan rincian Nelayan penuh 78 orang,
sambilan utama 168 orang, Sambilan tambahan
157. Adapun hasil tangkapan ikan di perairan Sabu
cukup berfariatif dengan jenis ikan antara lain
(Tongkol, Ikan terbang, cakalang, nipi dll)
d. Sarana dan Prasarana
Sarana Perhubungan terdiri dari: Dermaga Perintis
Seba, Dermaga Feri Seba dan Bandara Terdamu
Seba.Sarana Perdagangan terdiri dari: Pasar Nataga
terletak di desa Raeloro, pasar Hede di Kel. Mebba,
Pasar Eiwou di desa Raemude dan pasar Menia di
desa Menia (belum ada aktifitas perdagangan).
Selanjutnya Prasarana Perhubungan terdiri dari
:Prasarana Laut ( Kapal Feri Cepat Cantika 77
Ekspres, Fungka Permata 09, dan beberapa armada
pelayaran lainnya, Prasarana Udara Yaitu : Pesawat
Susi Air.
e. Peternakan
Populasi Ternak menurut jenis ternak di Kecamatan
Sabu Barat tahun 2017 sebagai berikut Sapi 1.309
ekor, Kerbau 1.692 ekor, Kuda 989 ekor, kambing

49
4.902 ekor, domba 1.621 ekor, babi 5.711 ekor,
unggas 11.205 ekor.
f. Pendidikan
Kegiatan Belajar mengajar berlangsung normal,
tahun ajaran 2016/2017 terjadi peningkatan
prosentasi hasil efaluasi akhir ditingkat SMP,
SMTA/SMTK, disebabkan adanya peningkatan pola
pembelajaran dan pelatihan bagi Guru-guru (senter
Mipa) yang diprakarsai oleh pemerintah Kabupaten
sabu Raijua maupun dukungan penuh orang tua
dan semua pihak. Adapun jumlah Sarana
Pendidikan di Kecamatan sabu Barat sebagai
berikut: TK (8 buah), SDN/Swasta (27 buah), SMP
(9 buah), SMAN/Swasta (3 buah), SMKN (2 buah).
g. Kesehatan
Adapun Sarana Kesehatan di Kecamatan Sabu
Barat sangat terbatas serta ketersediaan tenaga
Medis dan Para Medis yang masih sangat kurang
sehingga masih terjadi ketimpangan-ketimpangan
dalam melayani masyarakat.
Adapun Jumlah sarana Kesehatan sebagai berikut:
N Sarana Kesehatan Jumlah Ket
1
o Rumah Sakit Umum : 1 Unit
2 Puskesmas
Daerah Seba : 1 Unit
3 Pustu : 14 Unit
4 Polindes : 2 Unit
5 Poskesdes : 1 Unit
N Tenaga Kesehatan : Jumlah Ket
o1 Dokter Umum : 2 Kontrak Dinas KPPKB
2 Kontrak Daerah : 1 Kontrak
3 Kesehatan Masyarakat : 1 PNS (1)
4 Bidan : 29 PNS(14)/Kontrak (15)
5 Perawat : 36 PNS (13)/Kontrak (23)
6 Kesehatan Lingkungan : 2 PNS
7 Notrisi/Gizi : 4 PNS (1)/Kontrak (3)

50
8 Asisten Apoteker : 1 PNS
9 Analis Kesehatan : 2 Kontrak
1 Perawat Gigi : 2 PNS
1
0 Sanitarian Kesling 4 PNS (2)/Kontrak (2)
1
1 Analisis Kesehatan 2 Kontrak (2)
Sumber
2 Data : Puskesmas Seba 2018
h. Keagamaan
Kehidupan antar umat beragama di Kecamatan
Sabu Barat berjalan dengan baik, karena adanya
kerjasama dan toleransi sehingga terciptanya
kerukunan antar umat agama. Hal ini dapat dilihat
dengan tidak adanya pertikaian/konflik antar
agama, suku dan ras. Agama dominan di
Kecamatan Sabu Barat adalah KristenProtestan
(30.616), menyusul Aliran Kepercayaan (1.254),
Islam (602) dan Katolik (419). Dengan Jumlah
sarana ibadat sebagai berikut : Gereja Protestan 49
buah, Gereja Katolik 1 buah, dan Masjid 1 buah.
i. BUMD/BUMN dan Koperasi
- BUMD yaitu Bank NTT Sabu Raijua
- BUMN yaitu Bank Rakyat Indonesia
Cabang/Unit Sabu Seba
- Koperasi
Koperasi yang berada di Kecamatan Sabu Barat
berjumlah 21 koperasi dengan jumlah anggota
1.496 yang tersebar di 17 desa/1 Kel. Begitu
pula dengan Data Usaha Kecil Menengah (UKM)
berdasarkan sector usaha sabanyak 30 UKM
juga tersebar di 17 Desa / 1 kel.
j. Potensi Wisata
Tempat wisata yang berada dikecamatan Sabu Barat
yaitu : Perkampungan adat Megalitik Namata,

51
lokasi Taman Doa (Skeber) yang terletak di desa
Raeloro, kampung adat Bodho yang terletak di
Kelurahan Mebba dan lokasi pantai wisata Napae
yang terletak di Kel. Mebba. Objek Wisata Menanga
Hede, Objek Wisat Pantai Wuihebo, Pantai Kebila,
Pantai Kolouju, Embung Guriola, Istana Teni Hawu.
3. Kecamatan Sabu Timur
Wilayah Kecamatan Sabu Timur yang secara
administratif terdiri dari 8 Desa, 2 Kelurahan, 34
Dusun, 8 Lingkungan, 78 RW dan 156 RT dengan
Jumlah penduduk per 31 Januari 2018 adalah 8.551
jiwa terdiri dari: Laki-laki: 4.340 jiwa; Perempuan:
4.211 jiwa yang terdiri dari 2.098 KK. Jumlah
penduduk tersebut terbagi dalam pemeluk agama
Kristen protestan 7.414 jiwa, dengan 18 tempat ibadat,
Kristen Katolik 59 jiwa dengan 1 tempat ibadat, Islam
20 jiwa, Hindu- jiwa dan penganut aliran kepercayaan
Djingitiu 1.058 jiwa
Fasilitas Pendidikan: SMA 1 Unit, SMP 3 unit, SD 8
Unit, TK 1 unit dan PAUD 20 unit. Fasilitas Kesehatan:
Puskesmas 1 unit, Pustu 9 unit, Polindes 4 unit dan 1
unit poskesdes.
Luas Wilayah Kecamatan Sabu Timur 60,77 Km2
dengan batas-batas wilayah kecamatan sebagai
berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Sabu
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Liae
Sebelah Timur : berbatasan dengan Samudera
Indonesia

52
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Sabu
Tengah.
Kecamatan Sabu Timur beriklim tropis, topografi landai
sampai berbukit dengan ketinggian tempat 0 -150 m
diatas permukaan air laut. Curah hujan efektif berkisar
dari bulan Desember sampai dengan Bulan Maret atau
3,5 bulan basah.
Kecamatan Sabu Timur memiliki potensi wilayah yang
dapat dijadikan sebagai mata pencaraharian dan
berpeluang untuk dikelola secara baik, guna
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Potensi – potensi dimaksud antara lain :
- Potensi Pertanian berupa lahan sawah;
- Potensi Pertanian Lahan Kering berupa : Kacang
tanah, kacang hijau, cabe, jagung, buah – buahan
dan lain – lain;
- Potensi ternak antara lain : Sapi, kerbau, kuda,
kambing, domba, babi, ayam, bebek dan lain – lain;
- Hijauan makanan ternak;
- Potensi perikanan laut dan hasil – hasil laut;
- Budidaya rumput laut;
- Potensi perhubungan laut : Pelabuhan Biu yang
dapat disinggahi oleh kapal penumpang, kapal
barang dan perahu ikan;
- Potensi Wisata; memiliki perkampungan adat
megalitik, mata air tano, pemandian loko eimada,
kampung adat rae nalai, situs huratti, pantai rae
mea, kampung adat kujiratu, kampung adat dara
rae ba, pantai mahera, pantai nyiu wudu, rae awu.

53
Permasalahan menonjol yang masih menjadi kendala
dalam pelaksanaan tugas Pemerintahan, Pembangunan
dan Kemasyarakatan di Kecamatan Sabu Timur adalah:
- Sebagian tanah di wilayah Kecamatan Sabu Timur
adalah tanah Suku yang belum terbagi secara
perorangan kepada anak suku
- Rendahnya kesadaran masyarakat menjalankan
pola hidup sehat ( merebaknya penyakit malaria
pada musim penghujan).
- Kebiasaan pemilik ternak melepas ternak tanpa
diawasi, dikandangkan, diikat atau digembalakan.
- Penebangan pohon yang tidak disertai penanaman
kembali
- Kurangnya curah hujan menyebabkan beberapa
tempat mengalami kekeringan dan kekurangan air
bersih juga menyebabkan matinya tanaman dan
berkurangnya aktifitas bidang pertanian di musim
kemarau
- Tingginya harga sembako pada waktu tertentu
karena keadaan cuaca sehingga pasokan sembako
yang masuk berkurang
- Kurangnya koordinasi pada berbagai pelaksaan
proyek pembangunan oleh dinas teknis/perangkat
daerah mengakibatkan sulitnya pengawasan secara
dini karena kegiatan baru diketahui ketika kegiatan
sudah berjalan
- Pelayanan PLN belum menyeluruh
mengakibatkanbeberapa desa belum tersentuh
listrik

54
- Terlambatnya penanganan kerusakan mesin pompa
air pada PDAM Bolou mengakibatkan adanya
konsumen/masyarakat yang tidak mendapatkan
pelayanan air PDAM Bolou.
- Rendahnya SDM dan tanggung jawab aparat desa
- Input Objek Wisata
4. Kecamatan Liae
Kecamatan Sabu Liae meliputi 12 (dua belas) desa
dengan jumlah penduduk kurang lebih 10.106 jiwa
yang tersebar sebagaimana dalam table berikur:
Tabe …
Jumlah penduduk Kecamatan Sabu Liae sebagai
berikut:
Jumlah Penduduk
No Nama Desa KK Sumber Data
Laki-Laki Perempuan Total
1. Daenao 409 410 819 205 Lap Juni 2018
2. Raerobo 529 516 1045 192 Jan -17
3. Eikare 296 285 581 113 Lap Maret 2018
4. Mehona 431 451 882 190 Lap Mei 2018
5. Loborui 396 377 773 202 Sekdes 2018
6. Waduwalla 430 433 863 2016
7. Ledeke 446 399 845 2016
8. Eilogo 463 475 938 269 Lap Juli 2018
9. Hallapadji 362 390 752 198 Lap Juni 2018
10. Kotahawu 543 486 1029 278 Lap Juni 2018
11. Ledetallo 382 397 779 212 Jan-17
12. Deme 391 409 800 214 Lap Juli 2018
Total 5078 5028 10106

Kecamatan Sabu Liae merupakan bagian integral dari


Kabupaten Sabu Raijua. Dikelilingi perbukitan dan
padang rumput serta berada di pesisir Pantai Selatan
Pulau Sabu, diapit bukit yang menjulang dari
permukaan laut memiliki iklim tropis akibat hempasan
angin selatan dan hawa laut yang mengandung zat

55
garam serta mengalami kekeringan dan panas yang
berkepanjangan.
Kecamatan Sabu Liae memiliki luas wilayah 57,05 Km²
dengan jarak dari Ibu Kota Kabupaten Kurang lebih 20
Km arah selatan dengan jumlah penduduk tercatat
9.964 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki : 5.845
jiwa dan perempuan 5.843 jiwa, dengan jumlah Kepala
Keluarga : 2.611 KK. Jumlah jiwa tersebut tersebar
dalam 12 (Dua Belas) desa di kecamatan Sabu Liae
dengan mata pencaharian masyarakat meliputi :
- Bercocok Tanam dan Beternak;
- Nelayan Tradisional;
- Petani Rumput Laut;
- Penyadap Nira.
- Usaha Garam Tradisional dan bekerja pada Tambak
garam.
Letak geografis Kecamatan Sabu Liae dapat
digambarkan sebagai berikut:
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan
Hawu Mehara;
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan
Sabu Tengah dan Sabu Timur;
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan
Sabu Barat;
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut indonesia
Dalam kondisi seperti tergambar diatas terdapat
permasalahan pembangunan seperti masalah
kemiskinan dan keterbelakangan yang dari waktu ke
waktu belum dapat terselesaikan dengan baik, karena
itu masih membutuhkan perhatian serius pemerintah

56
sebagai bagian tanggung jawab pelayanan secara
terpadu, terarah dalam mencapai jalan keluar sebagai
jawaban dari tuntutan kebutuhan masyarakat.
Potensi Dan Permasalahan di Kecamatan Sabu Liae
sebagai berikut:
a. Bidang Pendidikan
Kecamatan Sabu Liae memiliki potensi-potensi
bidang pendidikan yang perlu mendapatkan
perhatian yaitu pada Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) 17 Unit, Sekolah Dasar (SD) 12 Unit, Sekolah
menengah Pertama (SMP) 3 Unit dan Sekolah
menengah Atas (SMA) Sebanyak 1 Unit.
Dari potensi-potensi yang dimiliki sangat
membutuhkan perhatian dimasing-masing jenjang
diantaranya pada Anak Usia Dini membutuhkan
peningkatan fasilitas berupa gedung PAUD
danfasilitas Penunjang serta pelatihan bagi para
tenaga Pengajar sebagaimana yang telah diajukan
dalam rekapitulasi hasil Musrengbang Tingkat Desa.
Pada jenjang Pendidikan SD, dari jumlah 12 (Dua
Belas) unit Sekolah yang ada dan Jenjang SMP
sebanyak 3 unit Sekolah dan Satu Unit SMA masih
mengalami kekurangan Tenaga Pengajar dan Ruang
Belajar serta fasilitas penunjang. Khusus pada
Musrenbang 2018 kali ini terdapat Usulan untuk
mendirikan SMA di dua wilayah Desa dengan tujuan
mendekatkan pelayanan yang didasarkan pada Zona
dan keadaan serta animo anak yang melanjutkan
Pedidikan di Tingkat SLTA.

57
Ketersediaan Tenaga Pendidik yang tidak merata
bahkan Kekurangan tenaga Pendidik adalah kondisi
riil yang terjadi pada tiap jenjang Pendidikan di
Kecamatan Liae dan hal Ini merupakan
permasalahan yang harusdiselesaikan di samping
keterbatasan Ruang Kelas dan Sarana Penunjang ,
serta tersediannya Mess bagi para Guru atau Tenaga
Pendidik.
Permasalahan di Bidang Pendidikan ini perlu
secepatnya mendapat perhatian dalam rangka
peningkatan Mutu pendidikan khususnya di
Kecamatan Sabu Liae.
b. Bidang kesehatan
- Dibidang kesehatan masih dirasakan pengeluhan
masyarakat oleh karena di Puskesmas Eilogo
tidak memiliki tenaga Dokter;
- Adapun beberapa Persoalan yang diangkat pada
saat pelaksanaan Musrenbang Tingkat Desa
adalah hampir Semua desa Mengusulkan
Perbaikan Tunjangan untuk para Kader Posyandu
untuk mendapat perhatian dari SKPD terkait.
- Sampai saat ini belum adanya penerangan yang
cukup sehingga mempengaruhi pelayanan bagi
masyarakat karena kita sadari bahwa sakit
penyakit yang menyerang pasien tidak terbatas
pada siang hari tetapi juga malam hari, sehingga
sangat diharapkan untuk Pemerintah dapat
memfasititasi percepatan Pelayanan PLN yang
sementara ini jaringannya sudah di pasang di
Lima Desa namun belum beroperasi. Perlu

58
disampaikan pada kesempatan ini bahwa dalam
forum Musawarah Pembangunan Tingkat Desa
telah dianggarkan melalui Dana Desa/ADD
bantuan pemasangan Meteran sehingga perlu
perhatian dari dari PLN untuk segera
menyelesaikan pemasangan Jaringan Listrik di
Kecamatan Sabu Liae.
c. Bidang Perekonomian
Dikecamatan Sabu Liae memiliki banyak potensi
Sumber Daya Alam baik di bidang Pertanian,
Perikanan dan Kelautan, Pertambangan dan Energi,
Pariwisata, Industri garam, industri
kerajinantradisional masyarakat berupa Tenun Ikat,
Anyaman dan Pandai Besi. Potensi-potensi tersebut
belum dikelola secara maksimal oleh karena masih
memiliki keterbatasan berupa rendahnya tingkat
sumber daya manusia, rendahnya ketersediaan
modal kerja, dan minimnya sarana produksi serta
alat dan mesin pertanian, untuk mengatasi
keterbatasan tersebut, maka sangat dibutuhkan
campur tangan Pemerintah untuk mengelola potensi
yang ada guna dapat meningkatkan pendapatan
Ekonomi Masyarakat, yang dituangkan dalam bentuk
perencanaan usulan kegiatan Kecamatan Tahun
2018.
Khusus di bidang perekonomian terdapat dua
sektor Unggulan yang di pandang perlu untuk
mendapat perhatian khusus dalam rangka
percepatan roda perekonomian di Kecamatan Sabu
Liae yaitu Program pengembangan Tambak

59
Garamserta peningkatan jumlah Embung Besar dan
Embung Mini.
Dengan berproduksinya Tambak telah berdampak
positip didalam peningkatan Kesejahteraan Hidup
Masyarakat sehingga pada Musrenbang 2018 ini
Desa Deme dan Desa Hallapadji memandang perlu
untuk mengajukan usulan Penambahan Area
Tambak Garam disamping pembenahan terhadap
Akses jalan masuk ke Lokasi Tambak Garam yang
sudah beroperasi. Hal ini diharapkan akan
berdampak signifikan untuk mengurangi angka
Pengangguran dan memacu Ekonomi Masyarakat.Di
informasikan Juga Bahwa Sekarang Ini di Kecamatan
Sabu Liae sudah Berproduksi tambak Garam seluas
5 Ha di Desa Hallapadjidan 5 Ha di Desa Deme serta
3 Ha di Desa Raerobo namun belum berjalan karena
secara Teknis belum memenuhi syarat untuk
beroperasi.
Selanjutnya Asas Manfat sebagai Dampak Positif dari
Pembangunan Embung Besar dan Mini yang didanai
oleh APBN ataupun Embung Mini yang didanai oleh
ADD/DD ini juga dirasakan masyarakat petani.
Terlihat peningkatan Produksi Pertanian dengan
memanfatkan sumber Air Embung kemudian
memacu masyarakat untuk mencetak
Sawah/Ladang baru baik secara swadaya maupoun
melalui Usulan pada musrenbang dan melalui Dana
Desa, karena itu melalui Musrenbang 2018 terdapat
7 Desa yang mengusulkan Pembangunan Embung
Besar sebanyak 13 Unit. Tindak lanjut keberadaan

60
Embung yang tersebar di seluruh Desa SeKecamatan
Sabu Liae dipandang perlu untuk memperluas asas
manfat dari Embung tersebut dengan
mengoptimasisasi Pengembangan lintas sektor
seperti Budidaya Perikanan, Pariwisata dan Gerakan
Reboisasi di sekitar Embung. Didalam kontes ini
diharapkan perhatian dari OPD terkait untuk
mengembangkan Potensi yang sudah dimiliki masing
masing Desa.
Selanjutnya dampak positif Pembangunan
Embung Irigasi Ma”re Pu Noa di Desa Kota Hawu,
telah mendorong masyarakat petani melakukan
kegiatan perluasan areal tanam seluas 23 Ha dengan
penerapan teknologi IPAT-Bo dan Percetakan Sawah
Baru ditahun 2017 bekerjasama dengan Tentara
Nasional Indonesia yang merujuk pada Program
Nasional Nawacita Presiden Republik Indonesia.
Pembangunan Embung Ma”Wo Rena di Desa Loborui
sudah terlaksana pada Tahun 2017 namun belum
diikuti dengan Percetakan Sawah Baru oleh SKPD
Teknis maupun Usaha Swadaya dari Masyarakat
disekitar Lokasi Embung Ma”Wo Rena. Pada usulan
Prioritas Kecamatan terdapat 7 Desa yang
mengajukan Pembangunan Embung Besar yakni
Desa Mehona, Loborui, Deme, Waduwalla, Kota
Hawu, Raerobo dan Dainao disamping Usulan
Embung Mini yang sebagian besar telah diakomodir
didalam Usulan dengan Menggunakan Dana Desa
dan ADD TA 2018. Kami harap Embung Besar dan
Mini yang sudah dibangun sesuai potensi desa

61
masing masing akan meningkatkan produksi
pertanian yang berdampak pada ketersediaan
Pangan masyarakat. Diharapkan kepada SKPD
Teknis terkait dapat meningkatkan kinerja PPL
dalam mendukung kegiatan Pertanian di Desa
apalagi sekarang setiap Desa sudah ditempatkan 1
PPL.
Pada kesempatan musrenbang 2018ini
disampaikan bahwa semua Desa kecamatan Sabu
Liae pada Tahun 2016 telah membangun Embung
Mini sebanyak 80 Unit dan pada Tahun Anggaran
2017 telah dibangun Embung berskala Sedang yang
tersebar di 12 Desa Sekecamatan Sabu Liae
sebanyak 20 Unit, yang diharapkan
dapatmeningkatkan ketersediaan Air Tanah dan
mengatasi kekeringan. Disampaikan pula bahwa
secara teknis ada beberapa Embungyang dilaporkan
telah mengalami kerusakan dan perlu segera
diperbaiki. Karena itu diharapkan perlu adanya
pendampingan Dinas Teknis untuk mengedepankan
kwalitas pengerjaannya sehingga manfat dari
Pembangunan bisa diperoleh masyarakat secara
maksimal.
d. Bidang Pembangunan Sarana dan Prasarana
Kecamatan Sabu Liae terletak diantara 4 (empat)
Kecamatan yaitu : kecamatan Sabu Timur, Sabu
tengah, Sabu Barat dan Hawu Mehara dengan
kondisi jalan yang pada umumnya dalam keadaan
rusak parah sehingga perlu mendapat perhatian

62
serius dari Pemerintah Daerah dalam hal ini Instansi
Teknis terkait.
Mengingat kondisi Infrastruktur di Kecamatan sabu
Liae masih jauh dari harapan khususnya
keberadaan jalan Kabupaten yang belum memadai
sehingga pada musrenbanmg Tahun 2018 di
usulkan untuk di kerjakan. Ruas jalan yang
menghubungkan kecamatan Sabu Liae dan Sabu
Timur, Hawu Mehara dan Sabu Barat masih
membutuhkan perhatian.
Pada kesempatan ini kami melaporkan bahwa
khusus Pengerjaaan fisik Jalan menunjukan
pengerjaan yang tidak mengedepankan kwalitas
sehingga meskipun baru dikerjakan namun sudah
mengalami kerusakan seperti yang terjadi pada ruas
jalan Seba Ege. Untuk itu diharapkan Instansi Teknis
untuk terus mengawassi setiap titik kegiatan fisik
agar mutu pekerjaan bisa sesuai dengan harapan
Masyarakat.
e. Potensi Wisata
Kecamatan Sabu Liae memiliki potensi wisata seperti;
pantai ubha happu, pantai mananga do, pantai kepo,
pantai dahi ae, kolam kota hawu, embung ma’re
worena, sumur kelara, pantai dan benteng ege.

5. Kecamatan Raijua
A. BidangPemerintahan
1. Masih lowongnya jabatan baik struktural maupun
fungsional di Sekretariat Kecamatan Raijua
maupun di Kantor Kelurahan :

63
 Ada 3 (tiga) jabatan yakni : Kepala Seksi
Perekonomian dan Kesos ; Kepala Seksi Trantib
Linmas ; dan Kepala Seksi Koordinasi
Pelaksanaan Program Pembangunan ;
 Jabatan Kepala Sub Bagian ; Kasubag Tata
Usaha dan Penyusunan Program, dan Kasubag
Keuangan dan Perlengkapan.
 Kepala Seksi di Kelurahan Ledeke
 Sekretariat Lurah dan Kepala Seksi di
Kelurahan Ledeunu
 Anggota Polisi Pamong Praja berstatus PNS
2. Masih kurangnya Pegawai pelaksana(PNS) pada
Sekretariat Kecamatan Raijua
3. Munculnya fenomena sengketa kepemilikan tanah
yang mengatasnamakan suku.
4. Sulitnya proses pengadaan tanah untuk kegiatan
pembangunan fasilitas umum.

B. Bidang Pendidikan
1. Kurangnya RKB pada beberapa Sekolah (SDN
Boko, SDN Ledeke 2)
2. Kurangnya Labolatorium pendukung pratikum
(Labolatorium Komputer dan MIPA di SMPN 2
Raijua)
3. Kurangnya Tenaga Pendidik PNS pada Sekolah
Dasar yang ada di Kecamatan Raijua
4. Kurangnya buku-buku bacaan Mata Pelajaran,
Kamus dan Referensi lainnya. (SDG Walurede,
SDN Ledeke 1, SDN Ledeke 2, dan SMPN 1
Raijua)

64
C. Bidang Kesehatan
1. Tidak adanya Ruang Labolatorium untuk
pemeriksaan dahak dan pemeriksaan darah guna
diagnosis penyakit lebih tepat
2. Kurangnya persediaan obat
3. Belum ada dokter PTT maupun PNS
D. Bidang Prasarana/Sarana
1. Akses jalan yang belum baik, masih banyak jalan
tanah yang berdebu dan berlumpur yang sangat
menghambat arus transportasi dan
pembangunan
2. Pada setiap pekerjaan infrastuktur, seringkali alat
berat menjadi permalahan karena sulitnya
mobilisasi kendaraan tersebut ke Raijua
3. Banyak lokasi jalan tertentu yang membutuhkan
jembatan, deuker, dan cross way
4. Masih kurangnya embung untuk mendukung
ketersediaan air bersih maupu air untuk kegiatan
pertanian, maupun untuk konsumsi manusia
5. Belum diserahkannya pengelolaan Penginapan
Pemda kepada Camat serta masih terdapat item
pekerjaan yang belum diselesaikan seperti
macetnya instalasi air ke toilet serta perlengkapan
Meubeler
6. Belum terbangunnya embung yang didanai
dengan Dana Desa dan ADD
E. Bidang Organisasi/Kelembagaan
1. Perlunya bantuan pemerintah untuk merehab
ataupun membangun tempat-tempat ibadah

65
2. Organisasi BPD dan LPM belum berfungsi secara
maksimal
Khusus untuk kegiatan Koperasi Mannno Wada
disepakati dalam Rapat Umum Anggota bahwa
Koperasi Manno Wada adalah Koperasi Serba Usaha
(KSU) dan Rumput Laut serta membeli Sembako
(untuk sementara Beras dan Jagung) dari Kapal asal
Makassar untuk dijual kepada Anggota
3. Pembangunan Fisik
Keadaan pembangunan fisik yang bersumber dari
Dana APBD Tahun 2016 yakni : Pembangunan
Tambak Garam di Kelurahan Ledeunu sebanyak 36
Ha bertempat di Lie Jakat dan Dahi Ae.
Tingkat partisipasi masyarakat untuk pelaksanaan
kegiatan ini sangat kurang disebabkan perhatian
kepada rumput laut.
F. Bidang Pembinaan dan Pelayanan Kemasyarakatan
a. Bidang Kesehatan
Pelayanan Bidang Kesehatan secara umum berjalan
dengan baik.
b. Bidang Pendidikan
Proses belajar mengajar di Kecamatan Raijua berjalan
dengan baik walaupun tidak didukung dengan
prasarana/sarana yang memadai. Hal ini dapat
dilihat dari ketersediaan sarana pendidikan di
Kecamatan Raijua sebagai berikut :
Distribusi tenaga guru SD yang sudah merata,
namun pada sekolah-sekolah negeri kelebihan guru,
sedangkan pada sekolah swasta yayasan masih
kekurangan guru, misalnya pada SD GMIT.

66
Pemerataan penempatan guru di Kecamatan Raijua
diharapkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
guru setiap sekolah.
c. Bidang Agama
Kegiatan rutin keagamaan berjalan dengan baik
untuk semua agama yang ada di Kecamatan
Raijua.Kehidupan toleransi diantara umat beragama
dan penganut aliran kepercayaan (Jingitiu) berjalan
dengan baik.
d. Bidang Kebudayaan /Adat Istiadat
Untuk Bulan September 2016, tidak ada kegiatan
adat yang khusus
e. Bidang Keamanan
Untuk Bulan September 2016, kondisi kamtibmas
aman terkendali, semua ini terlaksana karena
adanya kerjasama yang baik dengan Aparat
Keamanan dan seluruh masyarakat.
G. Potensi Wisata
1. Situs Peninggalan Gadja Mada (Sumur Madja)
2. Pantai Namo
3. Rae Muhu (Kampung Adat)
4. Baju Madja
5. Puncak Kekita
6. Kampung Adat Kekita
7. Tapak Kaki Madja
8. Kampung Adat Woeome
9. Pantai Hala

6. Kecamatan Sabu Tengah

67
Kecamatan Sabu Tengah Terdiri dari 8 Desa, 30
Dusun, 58 RW dan 117 RT, dengan keadaan
penduduk sampai 31 Desember 2017 adalah terdiri
dari 1.865 KK dengan jumlah 8.449 jiwa yang terdiri
dari laki-laki 4.325 jiwa dan perempuan 4.124 jiwa.
Sabu Tengah terbentang dari Utara ke Selatan
mengikuti garis pantai Timur Pulau Sabu, luas
wilayah 66,85 Km2 dengan batas wilayah:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Sabu.
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan
Sabu Liae.
SebelahTimur : Berbatasan dengan Kecamatan
Sabu Timur.
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan
Sabu Barat.
Kondisi wilayah yaitu bertopografi landai sampai
berbukit dengan ketinggian tempat 0-200 m diatas
permukaan laut, dimana curah hujan efektif 3-5
bulan dimulai dari bulan November s.d. Maret atau
rata-rata 4.5 bulan basah.
Potensi Wilayah Kecamatan Sabu Tengah yang dapat
dijadikan sumber mata pencaharian dan berpeluang
untuk dikelola secara baik guna meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Potensi-potensi
dimaksud antara lain:
1. Potensi Pertanian
Pada sektor pertanian dengan motifasi dan
dorongan yang diberikan kepada masyarakat maka
dalam tahun ini kesadaran masyarakat dalam
memanfaatkan curah hujan cukup tinggi, sejumlah

68
komoditi unggulan yang ditanam antara lain; padi,
jagung, kacang tanah, kacang hijau, mengalami
peningkatan areal tanam sekalipun demikian
pertumbuhan agak melambat karena intensitas
hujan yang rendah pada awal musim tanam Luas
di samping itu terjadi peningkatan areal tanam
holtikultura umurnya.
Tabel …
Luas Panen Rata-Rata Produksi Dan Produksi
Tanaman Pertanian Menurut Jenis Tanam Di
Kecamatan Sabu Tengah Tahun2017:
Luas
Produktivitas Produksi
No JenisTanaman Panen
(Kw/Ha) (Ton)
(Ha)
1 Padi Sawah 158 46 665,3
2 Padi Ladang 70 38 227,0
3 Jagung 547 39 2044,0
4 Ubi Kayu 40 90 322,0
5 Ubi Jalar 6 50 14,0
6 Kacang tanah 225 30 260
7 Kacang Hijau 450 20 430
8 Sorgum 85 10 66,3
Jumlah 1581 323

Lahan produktif 3.882 Ha untuk tanaman pangan,


palawija dan tanaman perkebunan lainnya yang
tersebar pada 10 Desa/Kelurahan terdiri dari :
a. LahanBasah/sawah ±403 Ha.
b. LahanKering ±3.479 Ha.
c. LahanTidur/Kritis yang belum di garap ±513
Ha.
2. Kehutanan
Luas Kawasan Hutan yang ada di Kecamatan Sabu
Tengah ±6.200 Ha dengan luas Kawasan Hutan
Negara ±1.662 Ha dan Kawasan Hutan Rakyat ±
4.538 Ha.
3. Peternakan

69
Populasi ternak yang tersebar pada semua
Desa/Kelurahan adalah sebagai berikut :
N Desa/Kelur JumlahTernak JumlahTer Ungg
o ahan Besar nak Kecil as
1 Eimau 89 606 1400
2 Eilode 239 3876 1325
3 Jiwuwu 327 2013 1050
4 Eimadake 343 749 2171
5 Loboaju 243 1851 700
6 Tada 131 1287 860
7 Matei 161 965 1427
8 Bebae 414 107 1600
Tota 1947 11454 1053
3
4. Kelautan Dan Perikanan
Bagian sebelah utara sabu tengah berbatasan
langsung dengan laut sawu sehingga aktifitas
kegiatan di bidang kelautan dan perikanan
meliputi desa Eimau, Eilode, Jiwuwu, potensi laut
yang dapat dikembangkan.
5. Keagamaan
Data Pemeluk Agama Kecamatan Sabu Tengah:
Aliran
Desa/Kelur Kristen
No Katolik Islam Kepercayaan
ahan` Protestan
Jingitiu
1 Eimau 960 150 0 150
2 Eilode 1203 14 0 28
3 Jiwuwu 941 67 0 0
4 Eimadake 1218 0 2 3
5 Loboaju 712 0 0 0
6 Tada 771 0 5 34
7 Matei 1215 0 5 34
8 Bebae 936 1 0 0
Total 7956 232 12 249

6. Pariwisata
Kecamatan Sabu Tengah memiliki beberapa tempat
wisata yang berpotensi positif bagi perkembangan
pariwisata yaitu:

70
1. Upacara adat tahunan Kolo Daba di desa
Jiwuwu.
2. Wisata Pantai Menanga di Desa Eilode.
3. Wisata Pantai di desa Eimau dan Jiwuwu.
4. Wisata Alam berupa gua alam (lie maballa) di
Desa Eimau.
5. Pantai Cemara di desa Jiwuwu
6. Pemandian di Eimada Kabba
7. Sektor Kesehatan
Pelayanan kesehatan di Kecamatan Sabu Tengah
berjalan dengan baik pada 13 unit pelayanan
kesehatan yang tersebar di 9 Desa/Kelurahan. Hal
ini karena didukung oleh 59 tenaga kesehatan baik
itu PNS maupun kontrak.
Sumber Daya Manusia yang ada sebagai motor
penggerak roda pemerintahan pembangunan dan
pelayanan kemasyarakatan sebagai berikut:
1. Pemerintahan Umum
Jumlah Pegawai Negeri Sipil di bidang ini sebanyak
16 orang yang terdiri dari:
No Instansi PNS Kontrak Keterangan
8 Staf
Kantor Camat
1 16 4 Sekretariat
Sabu Tengah
8 Sekdes
2. Pendidikan
Jumlah Tenaga Guru pada masing-masing jenjang
pendidikan adalah:
N Jenjang
PNS Kontrak Sukarela Keterangan
o Sekolah
1 SMA 12 12 2 26
2 SMP 16 21 17 54
3 SD 76 30 34 140
4 TK 1 2 - 3
3. Kesehatan

71
Jumlah tenaga medis dan paramedik dan
administrator pada Puskesmas Bolou Kecamatan
Sabu Tengah sebagai berikut:
No Jenjang Sekolah PNS PTT/Kontrak Sukarela Ket
1 Dokter Umum - 2 - -
2 Dokter Gigi - - - -
3 Perawat 2 14 - -
4 Perawat Gigi 2 - - -
5 Bidan 6 11 - -
6 Farmasi 1 - - -
7 Kesehatan
1 - - -
Lingkungan
8 Gizi 1 1 - -
9 Cleaning Service - 2 - -
10 Sopir - 1 - -
11 Pegawai Umum 2 6 - -
Pada tahun 2017 terlaksana sejumlah proyek
pemerintah dengan sumber dana APBD dan APBN
sebagai berikut:
Bantuan
Embung Jalan
Perumahan
No. Desa
Dana Dana Dana
ADD ADD ADD
Desa Desa Desa
1 Eimau √ √ √
2 Eilode √ √ √
3 Jiwuwu √ √ √
4 Eimadake √ √ √
5 Loboaju √ √ √
6 Tada √ √ √
7 Matei √ √ √
8 Bebae √ √ √
Jumlah √ √ √
Secara umum kondisi keamanan dan ketertiban di
wilayah kecamatan sabu tengah cukup aman dan
kondusif sampai dengan saat ini berkat adanya
dukungan yang baik dari seluruh masyarakat, tokoh
agama, tokoh pemuda, serta kerjasama yang baik
dengan berbagai pihak.
Permasalahan menonjol yang masih menjadi kendala
dalam pelaksanaan tugas adalah :

72
1. Kurangnya ASN sehingga belum terisinya sebagian
jabatan struktural yang ada di Kecamatan Sabu
Tengah antara lain : Seksi Pemerintahan dan
Pertanahan serta Seksi Trantib dan Perlindungan
Masyarakat dan Tenaga Kesehatan Karena banyak
tenaga kesehatan yang sudah dialihkan ketempat
lain; juga kurangnya tenaga CS (Cleaning Service) di
Puskesmas Eimadake.
2. Sebagian tanah di wilayah Kecamatan Sabu Tengah
adalah tanah suku yang belum terbagi secara
perorangan kepada anak suku, akibatnya :
- Sebagian besar lokasi fasilitas Pemerintah yang
belum memiliki sertifikat;
- Lambatnya pembangunan sejumlah fasilitas
umum akibat terkendala pembebasan lahan.
3. Kebiasaan pemilik ternak melepas ternak tanpa
diawasi, dikandangakan, diikat atau digembalakan,
akibatnya:
- Masyarakat enggan memanfaatkan pekarangan
atau kebun secara luas;
- Kotornya lokasi pemukiman warga;
- Rusaknya tanaman warga.
4. Kurangnya curah hujan menyebabkan beberapa
tempat mengalami kekeringan dan kekurangan air
bersih juga menyebabkan matinya tanaman dan
berkurangnya aktifitas bidang pertanian di musim
kemarau sehingga terjadi gagal panen.
5. Terjadinya kelangkaan pupuk subsidi yang
mengakibatkan para petani mengeluarkan biaya
tambahan untuk memperoleh pupuk non subsidi.

73
6. Tingginya harga sembako pada waktu-waktu
tertentu karena keadaan cuaca.
7. Masih rendahnya SDM Aparat di desa sehingga
masih lambatnya proses pengelolaan keuangan di
desa.
8. Rendahnya partisipasi masyarakat yang menjaga
lingkungan sekitar.
9. Masih banyak masyarakat yang melahirkan di
rumah pribadi.
Adapun solusi yang dilakukan untuk mengatasi
beberapa permasalahan diatas adalah :
1. Memberikan pemahaman dan pengarahan pada
berbagai pertemuan resmi/tidak resmi kepada
kepala suku/pemiliktanah untukmembagikan/
menyerahkan tanah kepada anak suku untuk
dikelola dan disertifikasikan tanahnya.
2. Mensosialisasikan kepada masyarakat pemilik
tanah suku, tanah keluarga maupun tanah pribadi
dan masyarakat luas akan pentingnya manfaat
sertifikasi tanah.
3. Mendorong agar di setiap desa dilakukan
pembangunan embung sehingga dapat menampung
air hujan, serta mendorong dilakukannya aksi
penghijauan.
4. Perlu diadakan pendidikan dan pelatihan/bimtek
bagi aparat desa khususnya pengelolaan keuangan
desa
5. Mensosialisasikan pentingnya partisipasi
masyarakat dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan sekitar.

74
6. Mensosialisasikan kepada masyarakat untuk
memeriksa kehamilan dan melahirkan di
puskesmas.

Kepariwisataan Kabupaten Sabu Raijua memiliki


berbagai daya tarik dalam wilayah destinasi pariwisata
yang merupakan potensi di bidang kepariwisataan.
Kondisi kepariwisataan Kabupaten Sabu Raijua sebagai
berikut:
Potensi dan
permasalahanmerupakandasarperumusanisustrateg
isdalam pembangunanpariwisata diKabupatenSabu
Raijua.Gambarankarakteristikpariwisata tersebutyang
kemudiandianalisis untuk menghasilkanisu-
isustrategis.Analisisisu-
isustrategissebagaidasarpenyusunanrumusankebijak
an dan strategi pengembangansenibudayalokaldan
promosi pariwisata dua puluh tahun mendatang.
Analisisinididasarkanpadahasilanalisis potensi dan
permasalahankarakteristiksenibudayalokaldan
pariwisata di KabupatenSabu Raijua, yang
kemudiandianalisis aspek-aspek
kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman.
Perumusan isu-isu strategis juga memperhatikan
kebijakan pembangunan nasional,provinsidan
KabupatenSabu Raijua,seperti
RencanaPembangunanJangkaPanjangDaerah
KabupatenSabu
Raijua,RencanaPembangunanJangkaMenengahDaera

75
h KabupatenSabu Raijua
danRencanaTataRuangWilayahKabupatenSabu Raijua.
Kriteriapengembanganpotensi pariwisata
diKabupatenSabu Raijuaadalahsebagaiberikut:
Memilikidayatarikwisatayangberagam
KabupatenSabu Raijuamemilikiobjekdaya
tarikwisataalamdandayatarikwisatabudaya.Keduadaya
tarikinimerupakandaya tarikyang masih belum
ditemukanolehbanyak orang, sehinggakedua daya
tarikwisata inimasih sangatmenarik bagi orang banyak
apabila diperkenalkankepadamasyarakat
Indonesiadanmasyarakatdunia.
Memilikinilaikekerabatan yangtinggidanrasa
kekeluargaan
Budaya orang Sabu
sangatmenjunjungtingginilaikekerabatandan
persaudaraan.Haliniterlihatdari berbagaiupacaraadat
yangdiselenggarakansecarabersamadanbergotongroyo
ng.Nilaikekerabatan yang tinggijuga terlihatdari peristiwa
kematian dan pernikahandimana kedua
acarainimerupakan acarayangsangatpenting
sehinggajikaada peristiwainisemuasanakkeluarga akan
berkumpul untuk bersama-
samamenanggungbebandan
sukacitabersama.Nilaikekerabatandan
kekeluargaaninilahyang menjadisalah satu daya
tarikpengembangansenibudayalokaldan pariwisata
diKabupaten Sabu Raijua.Denganspiritinilahupaya
peningkatan pembangunankebudayaandan pariwisata
perlu melibatkan seluruh potensi yang ada.

76
Diwujudkan melaluikerjasamadenganberbagaipihak
terkait serta koordinasi lintas sektorsecara
terpadusehingga jumlah wisatawan akan lebih
banyak, lebih merasanyaman, dan lebihlama
tinggaldan lebihbanyak
membelanjakanuangnya.Olehkarena itu, diperlukan
kerjasamayangdidasarkanatas
nilaikekerabatandanrasa kekeluargaan.
Aksebilitas
Aksesibilitas berkaitan dengan kemudahan
pencapaian ke lokasi atau obyek wisata. Aksesibilitas
sangatdidukung
olehkeberadaansaranaprasaranapenghubung
menuju kelokasiwisatayangada di KabubatenSabu
Raijua baik itu berupasarana parasarana
transportasidarat maupunlaut. Selain
saranatransportasi,fasilitaslainpendukungoperasinya
saranaprasaranatersebutsebaiknyatersedia seperti
pom bensin dan rambu-rambu yang menujukkan arah
dan lokasi obyek wisata yang ada,
mengingatobyekwisatadiKabupatenSabu
Raijuaberagamdansebagianlokasinyaterpencar-
pencar.
Tingkat pengelolaan potensi wisata
Obyek wiasata yang ada dapatlahmenarik
jikasudahdikelolah secarabaik, tidak saja dari aspek
manajerial namun juga maintanance obyek wisata
yang ada yang didukung oleh ketersediaan
sign/penandaanyang
memberikaninfokepadawisatawan terkaitobyek wsata

77
tersebut.Pengelolaan poitensi wisata yang ada
memberikannilaitambahdan daya tariktersendiri bagi
para wisatawan. Potensi wisata yang belum
dikelolakuranglah menarik karena wisatawan yang
datangmembutuhkan suatu
nilailebihdariobyekwisatayangakandikunjungi.Nilailebihbi
asanyadidukung olehketersediaan infrastrukturseperti
jalan,angkutan,fasilitastoilet,tempat
menjajakanmakanandan fasilitaslingkungan
lainnyayangdapatmemberikankenyamankepadapara
wisatawan yangberkunjung
Obyek dan dayatarikwisatayang
beragam,memilikinilaibudaya,pendidikandan
sejarahserta alam yang tinggi.Haliniterlihatdari
banyaknyalokasiwisata diKabupatenSabu Raijuayang
tersebardi seluruhkecamatan sebagai berikut:
Obyek dan daya tarik wisata yang beragam, memiliki nilai
budaya, pendidikan dan sejarah serta alam yang tinggi.
Hal ini terlihat dari banyaknya lokasi wisata di
Kabupaten Sabu Raijua yang tersebar di seluruh
kecamatan.
1. KecamatanSabu Liae
 Wisata alam Lede pemulu Desa Eilogo
 Gua Koloti Desa Ledetalo
 Rumah adat Rae Kota Hawu Desa Lede talo
 Kawasan Pantai Halapaji

78
 Kawasan upacara adat BuiIhi/ Hole/ Wadui Mea/
Merabhu di Desa Mehona, di Desa Eilogo dan di Des
Ledeke Kecamatan Liae;
 Kegiatan adat Hole di Kecamatan Sabu Liae

Gambar 4.2 Nada Hole

Gambar 4.3 Kepaka Horo

79
Gambar 4.4 Kolorame

Gambar 4.5 Rumah Adat Eiko


 Kawasan pantai Raerobodi Kecamatan Sabu Liae

Gambar 4.6 Kawasan Pantai Raerobo

 Kawasan WaduMea/MerabhudiKecamatanSabu Liae

80
Gambar 4.7 Wadu Mea/Merabhu
 Kawasan pantai Ege Kecamatan Sabu Liae

Gambar 4.8 Pantai Ege


 Kawasan Adat Benteng Ege

Gambar 4.9 Benteng Ege

81
 Pantai Dai Eilogo

Gambar 4.10 Pantai Dai Eilogo


 Pantai Dainao

Gambar 4.11 Pantai Dainao


 Pantai Deme

Gam
bar 4.12 Pantai Deme

82
 Pantai Depe

Gambar 4.13 Pantai Depe


 Pantai Ledeke

Gambar 4.14 Pantai Ledeke


 Rumah Adat Rajamara

Gambar 4.15 Rumah Adat Rajamara

83
2. Kecamatan Sabu Timur
 Pantai Mahera
 Pantai Rae Mea

Gambar 4.16

 Kampung adat Kujiratu di Desa Kujiratu Kecamatan


Sabu Timur;

Gambar 4.16 Kujiratu


 Hurati di desa Keduru Kec.Sabu Timur

84
Gambar 4.17 Hurati
 Kawasan Loko Eimada di Kecamatan Sabu Timur

Gambar 4.18 Loko Eimada

 Kawasan pantai Biu di Kecamatan Sabu Timur

Gambar 4.19 PantaiBiu


 Kawasan pantai Bali di Kecamatan Sabu Timur

85
Gambar 4.20 Pantai Bali
 Mata Air TannoTimo

Gambar 4.21 Tanno Timo


3. Kecamatan Sabu Tengah
 Kawasan Pantai Bebae
 Kawasan Pantai Eilode di Kecamatan Sabu Tengah

86
Gambar 4.22 Pantai Eilode
 Kawasan pantai Eimau di Desa Eimau Kecamatan
Sabu Tengah

Gambar4.23Pantai Eimau

 Kawasan gua lie mabala

87
Gambar 4. 24

4. KecamatanSabu Barat
 Jariwala diDesa Raeloro Kecamatan Sabu Barat
 Taman Doa/Sceber Desa Raeloro
 Namata Desa Raeloro Kec.Sabu Barat

Gambar 4.24 Jariwal Gambar4.25 Kampung adat Namata

 Kawasan Istana Raja Sabu Tenni Hawudi Kel.Meba

88
Gambar 4.26 Istana Raja Sabu Tenni Hawu
 Kawasan upacara adat di Pantai Bodo,Kelurahan Mebba
Kec.Sabu Barat

Gambar 4.27 Upacara Adat

 Kawasan upacara adat PehereJara/Bodo diKelurahan


Mebba Kecamatan Sabu Barat

89
Ga
mbar 4.28 Upacara Adat Pehere Jara
 Kawasan pantai Seba diKecamatanSabu Barat

Ga
mbar 4.29 Pantai Seba
 Kawasan pantai bodo diKecamatan Sabu Barat

G
ambar 4.30 Pantai Bodo

 Kawasan pantai Menia diKecamatan Sabu Barat

90
Gambar 4.31 Pantai Menia

5. KecamatanHawuMehara
 Kolorae di Desa Pedaro,Rae Ledeae, Rae Ledeke bolli dan
Rae Ledelo di Desa Ledeae,Rae Wui Rai di Desa Lederaga
Rae Hipi di Desa Tanajawa, rae Lobohede di Desa
Lobohede Kecamatan Hawu Mehara

Gambar 4.32 Kolore

 Upacara adat Hole Mehara diUba Ae,Desa Rame Due


Kec.Hawu Mehara

91
G
ambar 4.33 Hole Mehara
 Kawasan
guaLieMaDiraDesaDaiekodiKecamatanHawuMehara

G
ambar 4.34 Lie MaDira
 Kawasan LederagadiKecamatan Hawu Mehara

92
Gambar 4.35 Lederaga
 Kawasan Dahi Ae diKecamtan Hawu Mehara

Gam
bar 4.36 Dahi Ae

 Kawasan Kelabba Madja

Gambar 4.37

6. KecamatanRaijua

 Kampung adatTernateKelurahanLedeunu

93
Ga
mbar 4.37 Kampung Adat Ternate
 Kampung adat Ujudima Kel.Ledeunu

Gambar 4.38 Kampung Adat Ujudima

 Rae Muhudi Kelurahan Ledeunu Kecamatan Raijua;


 Kawasan upacara adat Kowa Rotai diPantai Ubba
Habba Desa Ledeunu dan Peluru Rudjudi Pantai
Selatan Desa Bolua Kec.Raijua
 Kampung NadegaBolua

94
Gam
bar 4.39 Kampung Nadega Bolua
 Situs Sejarah Majapahit diKawasan Kolorae Desa
Kolorae dan Kelurahan Ledeunu Kec.Raijua
 Dabba Desa Bolua

Ga
mbar 4.40 Dabba Desa Bolua
 Kawasan Hutan Santigi Kolorae

Gambar 4.41 Kawasan Hutan Santigi Kolorae

95
 Perkampunganadat Ballu

Ga
mbar 4.42 Perkampungan Adat Ballu
 Nada Ibu Ledeke

Ga
mbar 4.43 Nada Ibu Ledeke
 Pantai Koloudju

96
Gambar 4.44 Pantai Koloudju

 Pantai LiDjaka

Gam
bar 4.45 Pantai LiDjaka
 Pantai Namo

97
Ga
mbar 4.46 Pantai Namo
 Sumur Madja

Gambar 4.47 Sumur Madja


 Tapak kaki Madja

Gambar 4.48 Tapak Kaki Madja


 Kampung adat Ketita

98
Gambar 4.49 Kampung Adat Ketita
 Kawasan pantai Hala diDesa Kolorae Kecamatan Raijua

Gambar 4.50 Pantai Hala

C.3.Permasalahan yang dihadapi


Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan
kepariwisataan di Kabupaten Sabu Raijua adalah,
penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan belum
dilakukan berdasarkan suatu perencanaan pembangunan
kepariwisatan yang komprehensif dan integratif.
Pembangunan kepariwisataan yang berlangsung selama ini
dilakukan secara parsial oleh masing-masing perangkat
Daerah. Disisi lain, masih adanya pmikiran bahwa urusan

99
kepariwisataan adalah urusan Dinas Pariwisata sendiri;
padahal urusan kepariwisataan harusnya direncanakan
dan diselenggarakan secara komprehensif integratif oleh
seamua perangkat daerah.
a. Pariwisata diKabupatenSabu Raijua
minimsumberdaya untuk
mewujudkanperkembangan
pariwisata.Perkembanganpariwisata didunia, dan
jugadibanyak
negaramemperlihatkankecenderungansektor ini
untuk menjadi andalan khususnyadalam
menghasilkan devisa dan meningkatkan
pendapatan masyarakatdan pemerintahmelalui
penciptaanlapangankerja. Haltersebutsering
dijadikan alasan bagidaerah-
daerahuntukjugaturutmengembangkanpariwisatany
a.Pariwisata tidak berkembang secaratiba-tiba, perlu
waktu dan ada tahapan-tahapanperkembangan
yang harus dilalui.Penyediaaninfrastrukturyang
mendukung,investasiberbagaipihak, dan bahkan
kegiatan pemasaran dan promosi yang dilakukan
berbagai pihak akan saling mendukung untuk
mewujudkansuatu
daerahsebagaidaerahtujuanwisatayangberkelanjuta
n.Pariwisatajugatidak
berkembangsecaraotomatis.Suatudaerahyang
memilikipotensi objek wisata
yangunikdanmenariktidakbegitusajamenjadidaerah
tujuanwisatayangramaidikunjungi
wisatawan.Dibutuhkansumberdaya

100
sebagaimodaldan kemauankerasdarisemuapihak,
termasuk komitmen yang menerus dari penentu
kebijakan,
untukmengembangkandanmendukungpembanguna
npariwisata.
b. KabupatenSabu
Raijuabelummempunyaiperencanaanpengembanga
npariwisataPadaumumnyasetiapdaerahmemilikikeu
nggulanmaupunkelemahandalam halpotensi
sumberdaya wisata yang beradadiwilayahnya. Daya
tarikyang berbedadengankarakteristik fisik,sosial-
budaya maupun ekonomi wilayah yang juga berbeda
menyebabkan pendekatan dan perencanaan
pengembanganpariwisatanyapunakan
berbeda.Apayangcocok dan dapatdilakukandisatu
daerah belum tentubisa
diterapkandidaerahlainnya.Didaerahkepulauanatau
bahkanpegununganmemiliki kendala dan
permasalahan yang berbeda, demikian juga jika
dilihat tingkat perkembangan
penduduknyadanperekonomianwilayahyangbisaberb
edatingkatannya.Pariwisatabukanlah tujuanakhir,Tapi
merupakan salah
satualatuntukmencapaikesejahteraan
masyarakat.Sebagaialat maka
pembangunanpariwisata
haruslahdirencanakansecara terarah dan
bertahapdengansasaran-sasaran antara yang jelas
menuju tercapainyakesejahteraan masyarakat
yangberkelanjutan.Perencanaan

101
yangjelasmerupakansyaratmutlakbagipengembanga
npariwisata. Tanpaarah pengembanganyangpastidan
disepakatiolehseluruh stakeholders,maka
pembangunan yang
dilaksanakandapatkehilanganfokusdan rentan
terhadap kemungkinanmunculnya dampaknegatif
yang tidak diinginkan.Pariwisata sangat
multisektoralsehinggadalam perencanaannya perlu
diintegrasikan dalam satu rencana wilayah yang
komprehensif. Rencana tersebut dalam
pelaksanaannyajugamembutuhkankomitmendanduk
ungandarisemuapihaksecaramenerus.Dengandemik
ianpengembanganpariwisata perludirencanakan
denganbaik,agar dapatsaling mendukungdalam
mencapai tujuan
secaraberkelanjutan.Rencanaindukpengembangan
pariwisata daerahmerupakansuatupedomanatau
arahanuntukmengembangkanpariwisata
secaraterintegrasi dan menyeluruh,yang
terpadudenganrencanapembangunandaerahkeselu
ruhanuntukmewujudkan
kesejahteraanmasyarakatsecaraberkelanjutan.
c. Minimnyapelayanan
yangdisediakanolehtenagaprofesionaldanterampilPari
wisata merupakan industri yang berbasiskanpada
pengetahuan.Hal ini menuntut pengelolaan dilakukan
secaraprofesionaldan tidak bisa
mengandalkanpendekatantrialdan error.
Peningkatan kualitasproduk dan
pelayanan(hospitality),serta kebutuhanakan adanya

102
perencanaandan penelitian, menuntut
tersedianyatenaga-tenagaperencana,penelitidan
pengambilkebijakan yang handal. Pada saat
yangsamadibutuhkanjugatenagaterampildanprofesio
nal(memenuhiStandarKompetensiKerja Nasional
Indonesia/ SKKNI sektor Pariwisata) yang secara
operasional langsung memberikan pelayananwisata.
Sementara
tenagakerjaberkompetensikepariwisataanlebihberko
nsentrasidikota-
kotapropinsi,padahaldayatarikwisatapadaumumnyabe
rlokasidikabupatenbahkan kecamatan.
d. Pemangkukepentinganpada pemerintahdaerahtidak
memilkikualifikasisebagaipengambil
kebijakandibidangkepariwisataanPara
pemangkujabatan di instansi pariwisata
pemerintahdaerah, lebih banyak berkualifikasi non
pariwisata, sehingga tidakjarangterjadi
kesenjanganpemikirandanpengetahuan dalam
bidang kepariwisataan.Dengandemikianuntuk
penyesuaiannya dibutuhkanwaktu yang cukup lama
(sekitar satu atau duatahun).Tidakjarang pulasetelah
satu ataudua
tahunpejabatyangbersangkutandipindahtugaskan(m
utasi)ataumendapat promosi kejabatan
lainnya.Makapejabatselanjutnya
memerlukanwaktulagiuntukpenyesuaiannya.
e. Kemampuanpromosi
yangbelumdimaksimalkanjangkauandanmedianya.
Rendahnyakualitas media promosi, jangkauanpromosi

103
dan informasipariwisata juga menyebabkan
kurangdikenalnyadayatarikwisatadaerahdilingkungan
yanglebihluas.

D. Implikasi Penerapan Sistem Baru


Implikasi penerapan system baru melalui rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua tentang Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata Daerah dapat dideskripsikan
dengan menggunakan analisis SWOT sebagai berikut:
Faktor internaldariKabupatenSabu
Raijuaadalahfaktoryang mempengaruhikegiatan
pariwisata di kabupateninidari kondisiyang ada didalam
kabupaten.Faktorinternaliniterdiridari dua hal yaitu
kekuatandankelemahan.FaktorLingkunganInternaldariK
abupatenSabu Raijuayaitu:
KEKUATAN(STRENGTH):
1. AdanyaPeraturanDaerah Tentang
PembentukanOrganisasidanTataKerjaDinasDaerah.
2. Adanyauraiantugaspokokdanfungsi(tupoksi).
3. UUNo.5Tahun1992TentangBenda Cagar Budaya.
4. UUNo.10Tahun2009TentangKepariwisataan.

KELEMAHAN(WEAKNESS):
1. Rendahnya
kualitasaparaturDinasPariwisatadanKebudyaan.
2. Rendahnya kompetensiaparatur.
3.Belumoptimalnyafasilitasipengelolaankebudayaandand
ayatarikwisata.
4.

104
Belumoptimalnyaimplementasipedoman,standar,pro
sedurdankriteriadibidangpariwisata.
Faktor lingkungan eksternalyaitufaktoryang
mempengaruhipariwisata KabupatenSabu Raijuadari
luar. Faktor lingkungan eksternal ini terdiri atas
peluang dan Faktor Lingkungan Eksternal dari
kabupateniniyaitu:
PELUANG(OPPORTUNITY):
1. Kebijakan dan kesepakatanekonomi dan
perdaganganbebasantar negaradidunia (AFTA)
Tahun2003.
2. PerkembanganIPTEKSdanTelekomunikasi.
3. Trendpasarwisataglobalsemakinmeningkat.
4. DitetapkannyaNTTsebagaisalah satuDaerah
TujuanWisataUnggulan diIndonesia.

ANCAMAN(TREATHS):
1.

Ketidakstabilanekonomi/moneter,sosialdanpolitikyang
berkepanjangan.
2.

Situasikeamananglobalyangkurangmenentu(munculn
ya TravelWarningandTravelBan).
3. Kerusakanberbagaidayatarikwisata akibat
prosesalam, waktu,dan tindakan pengerusakan
sertapemusnahan.
4. Pengaruhbudayaasing dalam era globalisasiakan
berdampaknegatif terhadapketahanan budaya.

105
Berdasarkanpenjabaran dari kekuatan,kelemahan,
peluang, dan ancaman yang dijabarkan pada
bagian diatas, maka dapat disusunanalisis SWOT
untuk mengembangkan strategi-strategiyang
diperkirakan dapat dipergunakandalam
pengembangan kepariwisataanKabupatenSabu
Raijua. MatriksSWOTdarikegiatan pariwisata
dikabupateniniadalahsebagaiberikut:

Tabel4.1. MatriksSWOT (Penentuan Interaksi) Faktor


Lingkungan InternalVersusFaktorLingkungan Eksternal

KEKUATAN(STRENGHT) KELEMAHAN(WEAKNESS)
1. Adanya Peraturan Daerah1. Rendahnya kualitas
Tentang Pembentukan aparatur Dinas
Organisasi dan Tata Kerja Kebudayaan dan
DinasDaerah. Pariwisata.
2. Adanyauraiantugaspokokdan 2. Rendahnya kompetensi
fungsi(tupoksi). aparatur.
3. UUNo. 5Tahun 1992 tentang3. Belum optimalnya
Benda Cagar Budaya. fasilitasi pengelolaan
4. UUNo.10Tahun2009tentang kebudayaan
Kepariwisataan dandayatarikwisata.
4. Belum
optimalnyaimplementasi
pedoman,
standar,prosedur dan
kriteriadibidangpariwisat
a
PELUANG(OPPORTUNITY) STRATEGI(SO) STRATEGI(WO)

1. Kebijakan dan1. Denganilmupengetahuanda 1. Mengikutipendidikan


kesepakatan ekonomi n dan latihan baikteknis
dan perdagangan teknologimeningkatkankualit dan fungsional sejalan
bebasantar negara di as produkwisata dengan perkembangan
dunia (AFTA) dankeragaman budaya ilmu pengetahuan,
Tahun2003. dalammengantisipasi teknologi danseni
2. Perkembangan perdagangan bebas antar2. Membangun
IPTEKSdanTelekomunika negara(AFTA) komitmen bersama
si. 2. Memanfaatkan inpteks dan dalam
3. Trendpasarwisata global telekomunikasi dalam meningkatkkanmotivasi
semakin meningkat. melakukan promosi dan kerja
4. Ditetapkannya NTT pemasaran 3. Meningkatkan
sebagai salah satu3. Melakukan pengembangan fasilitas pengelolaan
Daerah TujuanWisata kepariwisataandan kebudayaan
Unggulan diIndonesia kebudayaan danpariwisata

106
berdasarkantrend 4. Meningkatkan
pasarwisata global dengan sosialisasi pedoman,
tetap berdasarkanpada standar, prosedurdan
nilaibudaya local kriteria di bidang
4. Membangunjaringan pariwisata sesuai
kerjasama lintas wilayah dengantrend
dalam Provinsi NTTdan pasarwisata global
lintassektor dibidang
kebudayaandanpariwisata
ANCAMAN(THREATS) STRATEGI(ST) STRATEGI(WT)

1. Ketidakstabilanekonomi/1. MemanfaatkanUUNo.5Tahun 1. Meningkatkan


moneter,sosialdan 1992 Tentang Benda Cagar kualitas aparatur
politik Budayadalam mengantisipasi lembaga-lembaga
yangberkepanjangan. ancaman kerusakan benda terkait kepariwisataan
2. Situasi keamanan cagarbudaya dalam memfasilitasi
global yangkurang2. MemanfaatkanUUNo.10Tahu pengelolaandaya tarik
menentu (munculnya n 2009 wisatauntuk mengatasi
Travel TentangKepariwisataan kerusakannya
WarningandTravelBan). untukmengantisipasi 2. Meningkatkan kualita
3. Kerusakanberbagaidaya ancaman aparatur embaga-
tarikwisata akibat kerusakandayaTarikwisata lembaga terkait
proses alam, waktu,dan3. Menumbukembangkan kepariwisataan dalam
tindakan pengerusakan nilai budaya lokal untuk mencegahbudaya asing
serta pemusnahan. mengatisipasipengaruhnega pada ketahanan
4. Pengaruh budayaasing tive budaya
dalam era globalisasi4. Melakukan kampanye Visit3. Mengoptimalkanfasilitasi
akanberdampak negatif IndonesiaYear danKenalilah pengelolaan
terhadap ketahanan Negeriku,Cintailah Negeriku kebudayaan
budaya dalam mengantisipasi situasi dandayatarikwisatadala
keamanan globalyangkurang m mengantisipasi
menentu ketidakstabilan
5. Meningkatkan ekonomi / moneter,
kemampuandan sosial, danpolitik
kreatifitasmasyarakat untuk4. Mengoptimalkan
mengembangkan potensi fasilitasi pengelolaan
pariwisata danbudaya dalam kebudayaan
mengantisipasi dandayatarik
krisisekonomi wisatadalam
yangberkepanjangan mengantisipasi
kerusakan
berbagaidayatarikwisata
5. Mengoptimalkan
implementasipedoman,
standar, prosedur dan
kriteriadibidang
pariwisata dalam
meningkatkan kualitas
produk pariwisata untuk
mengatasi
ketidakstabilan
ekonomi/moneter,
sosial, danpolitik
6. Mengoptimalkan

107
implementasipedoman,
standar, prosedur dan
kriteria dibidang
kebudayaandan
pariwisata dalam
mengatasi kerusakan
benda cagar budaya
dan daya tarik wisata
Setelah dilakukan analisaSWOTterkait
kekuatan,kelemahan,peluang dan ancaman pembangunan
pariwisata diKabupatenSabuRaijua, makadirumuskanisu-isu
strategis.Isu-isustrategis merupakandasarperumusan
kebijakanpembangunanpariwisatadiKabupatenSabuRaijua.
Pembangunan kepariwisataan dalam strategi
pembangunan nasional diarahkan sebagai andalan
penghasildevisa. Jumlah perolehandevisa ditentukan oleh
jumlah kunjungan (foreigntourist),lama tinggal(lengthofstay)
danjumlahpembelanjaan/pengeluaranwisatawan
(expenditures). DalamRPJMD KabupatenSabu Raijua2011 –
2015, padabab Strategi dan ArahKebijakan
PembangunanDaerah, sektor
kepariwisataandikembangkanguna mendukung
agendapembangunanbidang ekonomiyaitu
mengembangkanindustripariwisataberbasispariwisatabuda
ya dan bahari (Coastal Tourism). Dari rumusan ini memberi
arahan jelas bahwa pembangunan sektor kepariwisataan
dalam periode ini harusnyamemberi fokus
padapengembanganwisata Budaya dan bahari. Hal ini
sejalan dengan perjuanganPemerintah KabupatenSabu
RaijuauntukmendapatpengakuansebagaiKabupaten
Kepulauan.Hal-halyangdapat
dikembangkanuntukmendukungperjuanganiniadalahden
gan optimalisasi potensi Budaya dan baharitaman
sepertiLautSawu (yang telah dideklarasikanmenjadi

108
sebuah kawasankonservasiperairan nasional/KKPN
padaworldocean converencediManado
Mei2009).MemberifokuspadaLautSawudidasarkanpadabeb
erapafaktaantara lain:
1. Posisistrategis:beradaditepisamuderaHindiayang
menjadijalurpenghubungdengan
massaairsamuderaPasifik.
2. Karakteristikperairannyaunik;perairan lautdalam
yangdikelilingiolehpulau-pulau,sehingga
membentuksepertidanau denganinletberupaselat-
selatkecilberaruskuat (Selat Sabu
RaijuaselatPukuafu,selatSape,selatGonzalu,selatAlordanse
latPantar).
3. Memilikikekayaansumberdayahayatilautyang tinggi,yang
tersebardisekitarpulau-pulau dan diperairan
lautdalam :sekitarlebihdari65%potensi
lestarisumberdayaikandiNTT berasaldarilautSawu.
4. Menyediakan sumber bahan pangan laut bagi
masyarakat di Sabu Raijua:Laut sabu
menyumbangsekitar50%produksi perikananlautSabu
5. Merupakanjalurnyamamalia laut(paus)
yangmelintasisamudera,TiaptahunbermigrasidariSamu
deraPasifikmenujuSamuderaHindiamelaluiperairan
Indonesia(LautSawu).
6. Jumlah jenis mamalia laut(paus) yang tertinggi yang
melintasiperairan Laut Sawu.Ditemukan
sebanyak11spesiespaus(terbanyak
dikawasanAsiaTenggara),2diantaranya
berstatuslangka(paus
sperm/Koteklemadanpausbiru/Lelanggaji)

109
7. MenyatudengantradisidanbudayamasyarakatpesisirdiSa
bu Raijua
8. Fishingground yangpotensialbagisejumlah
armadapenangkapikan
9. MerupakanAlurLautKepulauan Indonesia(ALKI3)
10. Sebagaipenghubungpulau-pulaudiNusaTenggaraTimur.
Perlu dikembangkannyakegiatan yang
berskalainternasionaluntuk menghimpunberbagai
aktivitas wisata bahari seperti : Game Fishing, Surfing,
Diving,Fotografi, Ekspedisi, Yacht race, dll,dalam kegiatan
InternationalSawuSeaGames.
Denganmempertimbangkanberbagaimasalahdan
hambatanyang dihadapi terkait Pariwisata
danKebudayaan KabupatenSabu
Raijuakedepan,makaditetapkanlah visi:
“TerwujudnyaDestinasi PariwisataUnggulan
yangBerbasisBudaya”.
Dengan tujuanyaitu:
“TERCIPTANYAPASARINDUSTRIPARIWISATADAERAH
YANGDAPATMENGGERAKAN EKONOMIRAKYAT”
Isustrategis dalam pembangunanpariwisata
diKabupatenSabu Raijuaadalah:
1. Peningkatanketersediaaninfrastrukturpendukung
2. PeningkatanKualitasSDM
3. Optimalisasi pengelolaanSumber DayaPariwisatayangada.
4. Optimalisasi peran Kelembagaan/institusimasyarakat.
5. Integrasidansinergitas regulasidaerahdalam
pembangunanpariwisata.
Keberhasilansuatu kawasanwisata tidakhanya ditentukan
oleh keberhasilan perencanaan ditingkat kawasan, tetapi

110
oleh kaitan-kaitannyadengan wilayah yang lebih luas dan
faktor-faktor eksternal. Sebenarnya pemerintahtelah
menyadari pentingnya hal tersebutdan
penyusunanregional tourism plans
sudahdilakukanpadaawalPJPIseperti disebutkandidepan.
Padatahun 1979/1980 dan dilanjutkan padatahun
1980/1981 disusunRencanaIndukPengembangan
Pariwisata
Nasional(RIPPN)yangkembalimengidentifikasitujuan-
tujuanwisatapotensialdan kota-kota untuk dijadikan pintu
gerbang.Rencanainduk PengembanganPariwisata Nasional
inimengangkat masalah-
masalahyangterkaitdengankebijaksanaanpenunjangyangdi
perlukan olehsektorpariwisata
yangmemerlukankomitmendaribanyak pihak.
Namun dokumen ini nampaknya tidak cukup „bergigi‟atau
tidak sampai pada sasaran. Upaya selanjutnyadari segi
perencanaanadalahrencana-rencanarevitalisasi
kawasan-kawasanyang telah membuktikankekuatandaya
tariknyaseperti kawasanwisataBorobudur-
Prambanan.Perencanaandan
pengembangankawasaninimengundangprodankontradima
na masyarakatnonpariwisata, terutama para ahli arkeologi
mengkhawatirkan daya dukung candi-candi peninggalan
sejarahtersebutdan berkeberatandenganupaya
pemanfaatancandisebagaidayatarikutama bagiwisatawan.
Padaperiode
selanjutnya,yaitumemasukiRepelitaV,pemerintahmerasaka
nperlunyauntukmenyusun
kebijaksanaanpendukungpengembangan

111
kepariwisataan. DenganbantuanUNDP,lengkap dengan
para pakar dari luar negeri, disusunlah suatu studi
“Tourism Sector Programming and Polici Development”. Para
pakar luar negeri ini didampingi oleh tim nasional dalam
angka “transfer of knowledge”. Dalam
perjalanannyaterjadiperbedaanyang mendasarantara
timmancanegarayang sangathanya memikirkan
pengembanganpariwisatainternasional(sepertiyang
dilakukan dinegara- negara berkembang kecil lain, di
mana mereka mendapat pengalaman, dan tim nasional
yang mengangkat periwisata domestik yang merupakan
pasar besar bagi negara sebesar Indonesia.
Sayangnya,data-data tentangwisatawan domestik ini
memangtidak sebanyakdata-data tentang wisatawan
mancanegarayang sudahlama secarakhususdan reguler
dikumpulkan. Karena dengan
berbagaialasanlain,pemerintahakhirnya
menghentikankontrak dengantimkonsultan asing, suatu
keputusan yang didukung oleh Tim Nasional yang
berpendirian bahwa strategi pengembangan pariwisata
Indonesiaharusditentukan
olehbangsaIndonesiasendiri(denganmemperhatikanmasu
kan daripara pakarasing yanglebihberpengalaman).
PadaRepelitaV,lahirlahapa
yangdinamakanSaptaKebijaksanaanyangterdiriatas
Kebijaksanaan(1) intensifikasipromosi,
(2)peningkatanakses, (3)peningkatankualitasproduk dan
pelayanan,(4) pengembangan kawasan-kawasan wisata,
(5) pengembangan wisata bahari (6) pengembangan
kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia

112
kepariwisataandan (7)peningkatankesadaran wisata
melaluisaptapesona(keamanan,ketertiban,
kebersihan,kenyamanan,keindahan,keramahtamahan
dan kenangan).Sejak itupula
disusunRencanaPengembangan Pariwisata Daerah
(Provinsi)yang hingga saat inihampirsemuaDaerah.
Perubahan-perubahandinamikyang
terjadidisumberpasarmaupunditanah airdan
makinmaraknya minat swastake sektorpariwisata
menyebabkanRIPPNtahun 1980/1981 yang
laludianggapsudah harus
ditinjaukembali.Perkembanganpariwisata
mancanegaradan domestik dalam 15tahun sejak RIPPN
tersebut selesai sudah sangat pesat. Pada pertengahan
Repelita VI (1996/7 – 1997/8)
pemerintahmenyusunRencanaIndukPengembanganPariwi
sata denganpendekatan kewilayahan, di mana
Indonesiadibagi menjadi6wilayahyang masing-
masingterdiriatas beberapaprovinsi.Dalam
rencanatersebut,tiapwilayahmemilikipintugerbang
internasional,daya tarikunggulandan daya Tarik lainnya.
Padasaat rencana itu selesai, Indonesia mulai dilanda
berbagai macam krisis, sehingga kelanjutannya
menjaditidakjelas, karena program-programpada masa
krisis cenderung berupa programyang berkaitan
denganpemulihan citradan program-programjangka
pendekyang dikaitkan denganpenanggulangankrisis.
Semuarencanayangdikemukakanmerupakanrencana-
rencanayangdisusun oleh/atasinisiatif pemerintah (pusat
dan daerah), di sampingitutentu sangatbanyak rencana-

113
rencana padaskala kawasan (dengan berbagai ukuran)
yang disusun atas inisiatif para pengembang dengan
memanfaatkankonsultanasing
dannasional,tergantungpadaskalainvestasinya.
Satu perbedaanyang jelas adalahbahwa rencana-
rencanadi tingkat kawasan yang disusunatas
permintaanpara
pengembangberorientasipadapasardenganpemanfaatan
maksimal padatapak yang
bersangkutanuntukmenciptakannilai tambahyang sebesar-
besarnya,sementaraperencanaan
regionalpadatingkatnasional,provinsiataukota/kabupatenya
ngdisusunatas inisiatifpemerintahlebih
berorientasipadaaset dansumber dayayangdimiliki.
Ditingkat kawasan,produk
rencanatersebutsangatfokuskepadatapak yang
bersangkutan,hampir tidak memperhatikan kawasan di
luar tapak, sementaraitu di tingkat makro
perencanaansangat mempertimbangkansektor ekonomi
lain.Cakupan rencanamakroinisangatluas,tidakhanya
masalah keruangan,tetapijugamasalah-masalah
pengembanganobjekdandaya tarikwisatapromosi,
pengembangan sumber daya manusia, kelembagaan,
investasidan jalur-jalurwisata (RIPPNAS,1997/8;RIPDA).
Program-programkepariwisataandidaerahTk.I,umumnya
didominasiolehprogrampromosi.Ditingkat pusat,selain
programyang berupastudi-studidan program-programyang
dapat dikelompokkanke dalam program-programyang
bersifat promosi (dalam dan luarnegeri) &sosialisi,
terdapatprogram„perintisan‟dan pembinaan(sertifikasi)serta

114
pemantauan(klasifikasi),programpengendalian masih
terbatas
dilakukanmelaluiperizinanyanglebihmempertimbangkankela
yakan pasarsedangkan pengendalianyang
terkaitdenganhal-halyang beradaditanganpemerintah
daerahnampaknyatidak efektif. Meskipun
demikian,Pemdaseringkalimerasadilewatidalam
prosespengembaliankeputusan
ditingkatpusatdansetelahmenerimarekomendasidaripusats
ulituntukmenolak.
Pariwisata sebagaisektor andalanseringkali
dipandangsebagaiindustriyang bermula dari industri
perhotelan dan perjalanan. Penanganan sektor ini oleh
pemerintah selain upaya-upaya promosi
dilakukandariduasisi,yaitu:
1. Penyediaan suatu Rencana Induk di tingkat
nasional dan provinsi, sebagai pedoman
pengembanganbagiPemerintahDaerah,
2. Penyederhanaanijin-
ijinusahabagiswasta,untukmemacuinvestasi.
Sebenarnya kedua hal tersebut disertai dengan
dukunganpolitis yang kuat akan cukup memacu
perkembangan pariwisata yang terarah. Namun pada
kenyataannya, perkembangan pariwisata
Indonesiasangat dipengaruhioleh pasardan selera
pengembang/investoryang mungkin saja lebih
mengenalpasaratau sanggupmenciptakanpasar.Darisegi
perencanaan,halinimenimbulkansuatu
permasalahanmenarikyaitumengaparencana-
rencanatersebuttidakdiikutiolehparapengembang?

115
Menurutahlikepariwisataan,MyraP.Gunawan
(2002),terdapatbeberapakemungkinanpenyebabyang
dapatdiidentifikasidiamati,yaitu
1. Perencanaanoleh sektor publik tidak didasarkanpada
suatu survei pasar yang memadai dan
sangatberorientasihanya pada penyediaan(supply),
dan pengembangandikawasan-kawasan yang belum
berkembang,
sementarapengembangcenderungmemilihlokasidenga
npasaryang lebihkonkrit.
2. Promosi investasiyang dilakukan
denganmenyederhanakanberbagaiprosedurdan
persyaratan
telahdimanfaatkanolehpengembangdanseterusnya.
3. Pengembang sebagian tidak berorientasi pada
pengembanganpariwisata, tetapi pada bisnis
propertidanharapanuntukmendapatnilaitambahdariase
t.
4. Adanya kesenjangandalam programpembangunanyang
lebihterfokus padapenyediaansarana dan kurang
kepadapengembangandaya tarik,dengankonsentrasi
didaerah-daerahyang relatif telahmapan.
5. Keterlibatanpara perencana kotadan
wilayahdalampenyusunanrencana-
rencanatersebutbelum maksimal dalam artitidak
semuarencanadidukung oleh perencanakota dan
wilayah,dan dari
perencanaan,padadasarnyatidakcukupmemilikiwawas
ankepariwisataan.

116
Berdasarkanhasil analisisSWOTdanperumusanisu-
isustrategismaka ditentukanfaktor-faktorkunci
keberhasilan.Adapun faktor-faktorkunciyang
sangatmempengaruhi atau menentukankeberhasilan
kinerjaorganisasilembaga-
lembagayangterkaitkepariwisataandiKabupatenSabu
Raijuaadalah:
a. Memanfaatkanipteks dantelekomunikasidalam
melakukan promosi danpemasaranpariwisata.
b. Meningkatkansosialisasipedoman,standar,prosedurda
n kriteriadibidangpariwisata sesuai
dengantrendpasarwisataglobal
c. Melakukan pengembangan kepariwisataandan
kebudayaanberdasarkantrend pasarwisata
globaldengantetap berdasarkanpadanilaibudayalokal.
d. Mengoptimalkanfasilitasipengelolaankebudayaandan
daya tarikwisatadalam mengantisipasi
kerusakanberbagaidayatarikwisata.
e. Mengoptimalkanimplementasipedoman,standar,prosed
urdan kriteriadibidangpariwisata dalam
mengatasisituasikeamananglobalyangtidakmenentu.
f. Menumbuhkembangkan nilaibudaya lokaluntuk
mengantisipasi pengaruh globalisasiyang negatif.
g. Meningkatkankemampuan dan kreatifitas
masyarakat untuk mengembangkan potensi
pariwisata danbudayadalam
mengantisipasikrisisekonomiyangberkepanjangan.
h. Membangunjaringan kerjasamalintaswilayahdalam
Propinsi NTTdan lintassektor dibidang
kebudayaandanpariwisata.

117
i. Meningkatkankualitas aparatur Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata dalam memfasilitasi
pengelolaandayatarikwisatauntukmengatasikerusakann
ya.

118
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Sistem norma hukum Indonesia membentuk bangunan piramida,


norma hukum yang berlaku berada dalam suatu sistem yang
berjenjang-jenjang, berlapis-lapis, sekaligus berkelompok-kelompok.
Absahnya suatu norma hukum secara vertikal ditentukan
sejauhmana norma hukum yang berada di bawah tidak
bertentangan (sesuai atau tidak) dengan norma hukum di atasnya.
Dalam arti bahwa norma hukum tersebut berlaku, bersumber dan
berdasar pada norma hukum yang lebih tinggi, dan norma hukum
yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma
hukum yang lebih tinggi pula, demikian seterusnya sampai pada
suatu norma dasar negara Indonesia, yaitu: Pancasila (cita hukum
rakyat Indonesia, dasar dan sumber bagi semua norma hukum di
bawahnya).
Norma hukum dalam konteks negara dimaknai sebagai peraturan
perundang-undangan, dan sebagai konsekuensi dari negara hukum
dengan menganut prinsip heirarki norma hukum, maka sistem
peraturan perundang-undangan juga bersifat heirarkis.Pasal 1
angka 2) Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur
yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Heirarki
peraturan perundang-undangan di atas bertujuan menentukan
derajatnya masing-masing dengan konsekuensi jika ada peraturan
yang bertentangan, maka yang dinyatakan berlaku adalah yang
derajatnya lebih tinggi. Di sini berlaku asas lex superiori derogat legi
inferiori (hukum yang derajatnya lebih tinggi mengesampingkan
hukum yang derajatnya lebih rendah).17 Dalam kontek derajat
hukum yang sama, maka berlaku asas lex specialis derogat legi
generalis (hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan hukum
yang bersifat umum), dalam arti bahwa beberapa peraturan yang
sederajat membutuhakn pengaturan yang lebih khusus agar tercipta
materi muatan yang komprehensif dan khusus mengatur hal
tersebut.
Untuk itu, kajian ini bertujuan untuk menciptakan kepastian
hukum yang adil agar tercapai sinkronisasi antara Perda RIPPARDA
dengan dengan Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah
sebagai peraturan lebih tinggi yang menjadi payung hukumnya
ataupun Peraturan yang lebih tinggi lainnya. Selain itu, dalam
konteks derajat norma hukum yang sama, maka Perda RIPPARDA
harus sinkron dan harmonis dengan peraturan daerah yang
berkaitan dengan pembangunan pariwisata di Kabupaten
Sinkronisasi ini diperlukan agar Perda RIPPARDA absah secara
konstitusional, selain itu untuk menghindari terjadinya tumpang
tindih pengaturan. Bahkan lebih jauh diarahkan agar Perda yang
dibuat tidak bertentangan dengan peraturan yang berada di atasnya
untuk mengantisipasi adanya ketidakharmonisan/pertentangan
norma hukum diperlukan upaya harmonisasi. Dalam arti bahwa
harmonisasi merupakan upaya maupun proses yang hendak
mengatasi batasan-batasan perbedaan, hal-hal yang bertegangan,
dan kejanggalan.18Harmonisasi perlu mendapat perhatian karena
dalam praktiknya timbul pertentangan antara satu norma hukum
dengan yang lainnya, hal ini disebabkan bahwa tidak adanya

17
Bagir Manan, 2003, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta,
hlm.206
18
Heryandi, dalam “Urgensi Harmonisasi Hukum Pengelolaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Lepas Pantai Era Otonomi Daerah, Jurnal Media Hukum
Volume 16 No.3 Desember 2009, hlm.505

120
jaminan absolut dalam sebuah kesatuan tatanan hukum tidak
adanya problem pertentangan norma hukum.19
Harmonisasi norma hukum ini bukan sesuatu yang dapat terjadi
dengan sendirinya, melainkan harus diciptakan, salah satu
upayanya adalah melalui evaluasi dan analisis peraturan
perundang-undangan terkait yang dilakukan pada saat
pembentukan Peraturan (dalam Naskah Akademis).Hasil evaluasi
dan analisis pembentukan Peraturan Daerah ini, meliputi:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 18 ayat (6) mengatur ketentuan bahwa “pemerintah daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Pasal
ini memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk
membuat peraturan daerah terkait dengan kewenangan daerah
yang dimilikinya. Dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah, kepala daerah dan DPRD
selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah membuat Perda
sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam menyelenggarakan
Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat
serta kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat oleh
Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang
bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan oleh
Daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai
dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Disamping itu
Perda sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum
sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Perda. Artinya
bahwa Perda RIPPARKAB telah memenuhi kewenangan mengatur
Pemerintah Daerah Kabupaten Sabu Raijua, sehingga jelas

19
Imam Soebhechi, 2012, Judical Review: Perda Pajak dan Retribusi Daerah, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm.266

121
bahwa pembentukan Perda RIPPARKAB merupakan kewenangan
yang konstitusional Pemda dan DPRD Kabupaten Sabu Raijua.

2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh
unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat
dan Daerah. Dalam Pasal 8 disebutkan bahwa Tahapan
Perencanaan Pembangunan Nasional meliputi: penyusunan
rencana; penetapan rencana; pengendalian pelaksanaan rencana;
dan evaluasi pelaksanaan rencana. Untuk itu pembangunan
pariwisata Kabupaten Sabu Raijua harus merujuk pada
peraturan ini.

3. Undang-Undang Nomor 10.Tahun 2009 Tentang


Kepariwisataan.
Dalam undang-undang Kepariwisataan ini, Pemerintah Daerah
Kabupaten memiliki beberapa kewenangan yang tertuang dalam
berbagai Pasal, meliputi:
Pasal 8:
(1) Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana
induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana
induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk
pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk
pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
(2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana
pembangunan jangka panjang nasional.
Pasal 9:

122
(1) Rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Daerah provinsi.
(3) Rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Daerah kabupaten/kota.
(4) Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan.
(5) Rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meliputi perencanaan pembangunan
industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan
kelembagaan kepariwisataan.
Pasal 13:
(1) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas kawasan strategis
pariwisata nasional, kawasan strategis pariwisata provinsi,
dan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota.
(2) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana tata ruang
wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Kawasan strategis pariwisata nasional ditetapkan oleh
Pemerintah, kawasan strategis pariwisata provinsi ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah provinsi, dan kawasan strategis
pariwisata kabupaten/kota ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/kota.

123
Pasal 17: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:
a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; dan
b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi dengan usaha skala besar.
Pasal 18 mengatur ketentuan bahwa “Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan
kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
Pasal 23, meliputi:
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban:
a. menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan
hukum, serta keamanan dan keselamatan kepada
wisatawan;
b. menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan
usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan
yang sama dalam berusaha, memfasilitasi, dan
memberikan kepastian hukum;
c. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset
nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial
yang belum tergali; dan
d. mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan
dalam rangka mencegah dan menanggulangi berbagai
dampak negatif bagi masyarakat luas.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan
pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 30, mengatur ketentuan bahwa Pemerintah
kabupaten/kota berwenang:

124
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan kabupaten/kota;
b. menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota;
c. menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;
d. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan
pendaftaran usaha pariwisata;
e. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di
wilayahnya;
f. memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata
dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
g. memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru;
h. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan
dalam lingkup kabupaten/kota;
i. memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada
di wilayahnya
j. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata; dan
k. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Pasal 32 menyebutkan ketentuan, yaitu:
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan
dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk
kepentingan pengembangan kepariwisataan.
(2) Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi,
Pemerintah mengembangkan sistem informasi kepariwisataan
nasional
(3) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan dan mengelola
sistem informasi kepariwisataan sesuai dengan kemampuan
dan kondisi daerah.
Merujuk pada Pasal-pasal tersebut, terutama Pasal 9 ayat (3)
bahwa “Rencana induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota”. Artinya
bahwa format hukum dalam bentuk Perda yang mengatur

125
RIPPARKAB adalah amanat undang-undang dan kejelasannya
tidak diragukan lagi sehingga kewenangan mangatur Pemerintah
Kabupaten Sabu Raijua(DPRD dan Bupati) tentang RIPPARKAB
dalam bentuk Perda adalah konstitusional dan tidak
bertentangan dengan Undang-undang maupun peraturan lebih
tinggi lainnya.

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 13 mengatur ketentuan bahwa: “Pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan
kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing.
Pasal 15 mengatur ketentuan bahwa:
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan
KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam
penyusunan atau evaluasi: a. rencana tata ruang wilayah
(RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka
menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
dan b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
Pasal 63 menyebutkan secara lebih detail mengenai kewenangan
Pemerintah Daerah dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, meliputi:
a. menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;

126
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat
kabupaten/kota;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH
kabupaten/kota;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal
dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi
gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota;
f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan
kemitraan;
g. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan
hidup;
h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan
j. petaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
k. melaksanakan standar pelayanan minimal;
l. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan
keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak
masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota;
m. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota;
n. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem
informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;
o. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan;
p. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupaten/kota;
dan.

127
Pembangunan Pariwisata Daerah yang merupakan bagian
integral dari pembangunan daerah Kabupaten Sabu Raijua yang
dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan,
dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan
terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam
masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta
kepentingan aderah, harus menyesuaikan dengan amanat
lingkungan hidup. Dalam arti bahwa pembangunan pariwisata
harus mengutamakan keberlanjutan lingkungan hidup, sebab
lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola
dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara (termasuk
pemerintah daerah), asas keberlanjutan, dan asas keadilan.
Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat
memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang
dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi
lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan
terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan. Perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dalam bidang pariwisata
menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa
suatu kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen.
Saat ini Pemda Kabupaten Sabu Raijua telah memiliki dokumen
Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sabu Raijua tahun
2014. Dalam dokumen tersebut, upaya pengelolaan lingkungan
yang dilakukan ialah dengan:
1) Rehabilitasi Lingkungan
2) AMDAL
3) Penegakan Hukum
4) Peran Serta Masyarakat
a) Penerima penghargaan Lingkungan
b) Kegiatan Sosialisasi, Pelatihan Lingkungan Hidup
5) Kelembagaan

128
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum. Pengendalain dan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi
pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Setiap orang yang
melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup dan pemulihan fungsi lingkungan
hidup. Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dilakukan dengan:
1. Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat.
2. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
3. Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
4. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pemulihan lingkungan hidup dilakukan dengan cara
penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur
pencemar, remediasi, rehabilitasi lingkungan, restorasi dan
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah

129
Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Pasal 9 Bab IV Urusan Pemerintahan Daerah yang
terkandung di dalam undang-undang tersebut, disebutkan
bahwa Pemerintah Kabupaten memiliki kewenangan dalam
urusan pemerintahan konkuren. Lebih lanjut disebutkan dalam
Pasal 11 bahwa Urusan Pemerintahan Konkuren terbagi dalam
Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
Pasal 12 ayat (3) huruf b) menyebutkan bahwa pariwisata
merupakan Urusan Pemerintahan Pilihan.
Sementara dalam Lampiran Undang-Undang No.23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah diatur mengenai Pembagian
Urusan Pemerintahan Konkuren Pemerintah Kabupaten dalam
bidang pariwisata, yaitu:
Tabel 3 Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Pemerintah
Kabupaten dalam bidang pariwisata
No Sub Urusan Daerah Kabupaten/ Kota

Destinasi Pariwisata a. Pengelolaan daya tarik


wisata kabupaten/kota.
b. Pengelolaan kawasan
strategis pariwisata
kabupaten/kota.
1 c. Pengelolaan destinasi
pariwisata
kabupaten/kota.
d. Penetapan tanda daftar
usaha pariwisata
kabupaten/kota.
Pemasaran Pariwisata Pemasaran pariwisata dalam
dan luar negeri daya tarik,
2 destinasi dan kawasan
strategis pariwisata
kabupaten/kota

3 Pengembangan Ekonomi Kreatif Penyediaan prasarana (zona


melalui Pemanfaatan dan kreatif/ruang kreatif/kota
Perlindungan Hak Kekayaan kreatif) sebagai ruang
Intelektual berekspresi, berpromosi dan
berinteraksi bagi insan

130
No Sub Urusan Daerah Kabupaten/ Kota

kreatif di Daerah
kabupaten/kota.

PengembanganSumberDayaPariwisata Pelaksanaan peningkatan


danEkonomi Kreatif kapasitas sumber daya
4 manusia pariwisata dan
ekonomi kreatif tingkat
dasar

Merujuk pada UU ini bahwa Pemerintahan Daerah adalah


penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah
dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Artinya bahwa daerah sebagai
satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai otonomi
berwenang mengatur dan mengurus Daerahnya sesuai aspirasi
dan kepentingan masyarakatnya sepanjang tidak bertentangan
dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum. Dalam
rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah untuk
mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah
Pusat dalam membentuk kebijakan harus memperhatikan
kearifan lokal dan sebaliknya Daerah ketika membentuk
kebijakan Daerah baik dalam bentuk Perda maupun kebijakan
lainnya hendaknya juga memperhatikan kepentingan nasional.
Dengan demikian akan tercipta keseimbangan antara
kepentingan nasional yang sinergis dan tetap memperhatikan
kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraan
pemerintahan secara keseluruhan.
Artinya berkaitan dengan pembangunan pariwisata Kabupaten
Sabu Raijua yang merujuk pada lampiran UU Pemda di atas,

131
telah memenuhi unsur bahwa pembangunan pariwisata
merupakan kewenangan otonomi. Intinya bahwa Kabupaten
Sabu Raijua memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pembangunan kepariwisataan daerah sesuai dengan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang


Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
Peraturan Pemerintah ini mengatur bahwa Pembangunan daerah
adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam
aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses
terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun
peningkatan indeks pembangunan manusia. Sedangkan
Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses
penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan
berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu
lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa: (1) Perencanaan pembangunan
daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional; (2) Perencanaan pembangunan daerah
dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku
kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-
masing; (3) Perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan
rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah; (4)
Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan
kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah, sesuai

132
dinamika perkembangan daerah dan nasional. Sedangkan Pasal
3 mengatur bahwa “Perencanaan pembangunan daerah
dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif,
akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan”.
Merujuk pada Pasal tersebut, maka penyusunan pembangunan
Pariwisata Kabupaten Sabu Raijua harus berpedoman pada
ketentuan ini.

7. Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2010 tentang


Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam
Pasal 7 mengatur ketentuan bahwa:
(1) Pengusahaan pariwisata alam meliputi: a. usaha penyediaan
jasa wisata alam; dan b. usaha penyediaan sarana wisata
alam.
(2) Usaha penyediaan jasa wisata alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dapat meliputi: a. jasa informasi
pariwisata; b. jasa pramuwisata; c. jasa transportasi; d. jasa
perjalanan wisata; dan e. jasa makanan dan minuman.
(3) Usaha penyediaan sarana wisata alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dapat meliputi: a. wisata tirta; b.
akomodasi; dan c. sarana wisata petualangan.

8. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana


Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 -
2025
Pasal 4 menyebutkan bahwa:
(1) Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
(RIPPARNAS) menjadi pedoman bagi pembangunan
kepariwisataan nasional.

133
(2) RIPPARNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
pedoman penyusunan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi.
(3) RIPPARNAS dan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) menjadi pedoman penyusunan Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota.

9. Peraturan Pemerintah No.52 Tahun 2012 Tentang Sertifikasi


Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata
Dalam Pasal 1 Ketentuan Umum disebutkan bahwa: Angka 2:
“Sertifikasi Kompetensi di Bidang Pariwisata adalah proses
pemberian sertifikat kompetensi di bidang kepariwisataan yang
dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi
sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, standar
internasional dan/atau standar khusus.
Angka 3: “Sertifikasi Usaha Pariwisata adalah proses pemberian
sertifikat kepada usaha pariwisata untuk mendukung
peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan
pengelolaan usaha pariwisata melalui audit”
Angka 4: “Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia bidang
pariwisata yang selanjutnya disingkat SKKNI bidang pariwisata
adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian serta sikap kerja
yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan”
Angka 5: “Standar Usaha Pariwisata adalah rumusan kualifikasi
usaha pariwisata dan/atau klasifikasi usaha pariwisata yang
mencakup aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha
pariwisata”.

134
10. Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2014 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Kepariwisataan
Dalam Bab II Pengawasan dan Pengendalian, Pasal 2 disebutkan
bahwa:
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan
tindakan pengawasan dan pengendalian atas kegiatan
kepariwisataan, dalam rangka mencegah dan menanggulangi
berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas.
(2) Pengawasan dan pengendalian atas kegiatan kepariwisataan
yang dilakukan oleh Pemerintah dilaksanakan oleh Menteri.
(3) Pengawasan dan pengendalian atas kegiatan kepariwisataan
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh
gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.

11. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun 2016 Tentang


Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten/ Kota
12. Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur pasal 16 Nomor 2
Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
13. Peraturan Daerah Kabupaten Sabu RaijuaNomor … Tahun …
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun …
14. Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua Nomor … Tahun …
tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Sabu Raijua
Berdasarkan analisis peraturan peraturan perundang-undangan
tersebut yang mendasarkan asas lex supriori legi inferiori (peraturan
yang lebih tinggi mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah),
asas lex specialis derogat legi generalis (peraturan yang lebih khusus
mengenyampingkan peraturan yang lebih umum), asas lex
postteriori derogat legi prior (peraturan baru mengenyampingkan
peraturan lama), maka jika digambarkan dalam skema, yaitu:

135
Gambar 1.Skema Derajat Heirarkis aturan Pariwisata

Pasal 18 ayat (6) UUD 1945

UU Pariwisata Nomor 10 Tahun 2009

PP yang mengatur Pariwisata


PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 –
2025
Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun 2016
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan
Kabupaten/ Kota

Perda Nomor 2 tahun 2015 tentang RIPPDA Provinsi


Nusa Tenggara Timur

Perda RIPPAR Kabupaten Sabu Raijua

Skema tersebut menujukkan bahwa dalam melaksanakan Urusan


Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, Bupati Kabupaten
Sabu Raijua dan DPRD selaku penyelenggara Pemerintahan Daerah
membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam
menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi
masyarakat serta kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat
oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-batas yurisdiksi Daerah yang
bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan oleh Daerah
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki
peraturan perundang-undangan. Disamping itu Perda sebagai bagian
dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam kaidah
penyusunan Perda.
Intinya Perda tersebut menunjukan bahwa secara heirarkis aturan
Perda yang hendak disusun memang telahsesuaidengan derajat
kekuatan dan kevalidan norma masing-masing agar tercipta sistem
norma hukum yang harmonis baik secara vertikal maupun horizontal.

136
Artinya bahwa Perda dibuat untuk melaksanakan kewenangan daerah
Kabupaten Sabu Raijua (Bupati dan DPRD) dalam bidang pariwisata.
Dengan demikian bahwa Perda tersebut telah harmonis dan sinkron
terhadap Peraturan diatasnya, harmonis dalam arti bahwa adanya
keselarasan, kecocokan, keserasian, keseimbangan antar norma
hukum yang berlaku. Selain itu dalam perspektif sumber hukum,
bahwa Perda yang hendak merupakan amanah dan disusun memang
sudah disesuaikan bahkan bersumber pada aturan yang berada
diatasnya (terutama Undang-undang No.10 Tahun 2009 dan Perda
RIPDA Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 2 tahun 2015 , dan peraturan
lainnya yang lebih tinggi).

137
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan mengatur beberapa pengertian yang berkaitan
dengan pembentukan undang-undang. Pasal 1 angka 2) menyebutkan
“Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”.
Peraturan Daerah Kabupaten adalah Peraturan Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
dengan persetujuan bersama Bupati. Sedangkan ketentuan Pasal 1
angka 1 UU No.12/2011 mengatur ketentuan bahwa “Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan”.
Terkait pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam teori
hukum dikenal adanya landasan pembentukan, landasan ini
diperlukan agar Peraturan Daerah Kabupaten yang dibentuk memiliki
kaidah/ norma hukum yang sah secara hukum (legal validity) dan
menghasilkan Peraturan Daerah Kabupaten yang berkualitas; memiliki
substansi yang berkeadilan, berkemanfaatan hukum, berkepastian
hukum, serta tidak mengandung norma hukum/ materinya yang
bertentangan dengan aturan di atasnya; dan tentunya harus mampu
berlaku efektif di dalam masyarakat secara wajar serta berlaku untuk
waktu yang panjang. Beberapa landasan pembentukan Peraturan
Daerah Kabupaten Sabu Raijua tentang RIPPAR meliputi: landasan
filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis. Uraian landasan
tersebut di bawah ini:
A. Landasan Filosofis
Hal berlakunya norma hukum secara filosofis, artinya adalah norma
hukum itu sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsidee) sebagai nilai
positif yang tertinggi (uberpositieven wet). Peraturan Perundang-
undangan selalu mengandung norma-norma hukum yang
diidealkan (ideals norm) oleh suatu masyarakat ke arah mana cita-
cita luhur kehidupan bermasyarakat dan bernegara diarahkan,
karena itu Peraturan Daerah Kabupatendapat digambarkan sebagai
cermin dari cita-cita kolektif suatu masyarakat tentang nilai-nilai
luhur dan filosofis yang hendak diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari melalui pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten yang
bersangkutan dalam kenyataan. Oleh karena itu cita-cita filosofis
yang terkandung dalam Peraturan Daerah Kabupaten itu hendaklah
mencerminkan cita-cita filosofis yang dianut masyarakat yang
bersangkutan.20
Peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan
atau dasar filosofis (filosofische grondslag) apabila rumusannya
atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rerchtvaardiging)
dikaji secara filosofis.Dalam sebuah Peraturan Daerah Kabupaten,
landasan filosofis terkandung dalam konsideran/ dasar menimbang
pembentukan Peraturan Daerah tersebut. Beberapa landasan
filosofis yang menjadi acuan pembentukan peraturan ini, meliputi:
a. Kabupaten Sabu Raijua memiliki keunggulan yang strategis
dalam bentuk wisata religi/ziarah, wisata budaya, wisata alam
dan buatan, wisata kerajinan, dan desa adat yang merupakan
sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Sabu
Raijua;

Jimly Asshiddiqie, 2011, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta Jimly


20

Asshidiqie, hlm.117

139
b. Pengembangan kepariwisataan Kabupaten Sabu Raijua
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang
dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan,
dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan
terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam
masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta
kepentingan daerah, regional dan nasional;
c. Pengembangan Kepariwisataan Kabupaten Sabu Raijua ini secara
filofosis memiliki tujuan yang ideal dalam: (a) mencapai
keunggulan kompetitif dan komparatif baik regional dan
nasional; (b) meningkatkan akselerasi pembangunan pariwisata,
dan mendorong pengembangan kepariwisataan berbasis
lingkungan hidup.

B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis lebih difokuskan pada perspektif medan
penerapan hukum dalam keadaan nyatanya, yang selalu disertai ciri
berupa penerimaan (acceptance) peraturan oleh sekelompok
masyarakat,berlakunya kaidah hukum secara sosiologis adalah
efektifitas kaidah hukum di dalam lapangan masyarakat. Menurut
Soerjono Soekanto bahwa landasan teoritis sebagai dasar sosiologis
berlakunya suatu peraturan perundang-undangan dikaitkan dengan
dua teori: pertama, teori kekuasaan, yang pada pokoknya
menyatakan bahwa kaidah hukum itu dipaksakan berlakunya oleh
penguasa, terlepas diterima atau tidak oleh komunitas masyarakat;
kedua, teori pengakuan, yang menyatakan bahwa berlakunya
kaidah hukum itu didasarkan pada penerimaan atau pengakuan
masyarakat ditempat hukum itu diberlakukan.21
Merujuk pada teori tersebut bahwa pembentukan daerah ini
memiliki latar sosiologis dengan kondisi keunggulan daerah

21
Jazim Hamidi dan Kemilau Mutik, 2011, Legislative Drafting, Total Media,
Yogyakarta, hlm.30

140
Kabupaten Sabu Raijua dalam bidang pariwisata, Keunggulan
tersebut lah yang menjadi dasar sosiologis pentingnya
pembangunan kepariwisataan yang unggul dan berkelanjutan,
sehingga pengembangan tersebut bermanfaat bagi peningkatan
derajat kehidupan masyarakat Sabu Raijuasecara keseluruhan.
Daya tarik wisata tersebut tersebar pada wilayah-wilayah
kecamatan di Kabupaten Sabu Raijuadengan daya tarik utama di
kawasan Kecamatan Sabu Raijua.

C. Landasan Yuridis
Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia membentuk
bangunan piramida, peraturan yang berlaku berada dalam suatu
sistem yang berjenjang-jenjang, berlapis-lapis, sekaligus
berkelompok-kelompok. Absahnya suatu peraturan secara vertikal
ditentukan sejauhmana peraturan yang berada di bawah tidak
bertentangan (sesuai atau tidak) dengan peraturan di atasnya.
Dalam arti bahwa peraturan tersebut berlaku, bersumber dan
berdasar pada peraturan yang lebih tinggi, dan peraturan yang lebih
tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan yang lebih
tinggi pula, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar
negara Indonesia, yaitu: Pancasila (cita hukum rakyat Indonesia,
dasar dan sumber bagi semua norma hukum di bawahnya).
Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, Pasal 7 mengandung ketentuan
jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang
terdiri atas:
1. UUD 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;

141
6. Peraturan Menteri;
7. Peraturan Daerah Provinsi; dan
8. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa Jenis Peraturan Perundang-
undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA,
MK, BPK, KY, BI, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau Pemerintah
atas perintah undang-undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD
Kabupaten/ Kota, Bupati/ Walikota, Kepala Desa atau yang
setingkat. Ayat (2) menyebutkan: “Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan”.
Heirarki peraturan perundang-undangan di atas bertujuan
menentukan derajatnya masing-masing dengan konsekuensi bahwa
peraturan yang berada di bawahnya harus bersumber pada
peraturan yang berada di atasnya dan jika ada peraturan yang
bertentangan maka yang dinyatakan berlaku adalah yang
derajatnya lebih tinggi. Di sini berlaku asas lex superiori derogat legi
inferiori (hukum yang derajatnya lebih tinggi mengesampingkan
hukum yang derajatnya lebih rendah). Beberapa landasan yuridis
yang melandasi terbentuknya peraturan daerah ini, meliputi:
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10.Tahun 2009
Tentang Kepariwisataan
4. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup

142
5. Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
6. Undang-Undang No. 3 Tahun 2013 tentang Pembentukan
Kabupaten Malaka di Provinsi Nusa Tenggara Timur
7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan,
Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
8. Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam
9. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 –
2025.
10. Peraturan Pemerintah No.52 Tahun 2012 Tentang Sertifikasi
Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata.
11. Peraturan Pemerintah No. 179 Tahun 2014 Tentang Rencana
Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
12. Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2014 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Kepariwisataan
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014
tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat
Hukum Adat.
14. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun 2016 Tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten/ Kota
15. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang
Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan.
16. Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam Nomor: P.02/IV‐SET/2012 Tentang
Pembangunan Sarana Pariwisata Alam di Taman Nasional,
Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

143
17. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 2
Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
18. Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2016-2021
19. Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua Nomor … Tahun …
tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Sabu Raija2011-2031
Artinya Perda RIPPAR Kabupaten Sabu Raijua ini telah merujuk
pada peraturan di atasnya dan dibuat untuk melaksanakan
kewenangan daerah Kabupaten dalam bidang pariwisata.Dengan
demikian bahwa Perda tersebut telah harmonis dan sinkron
terhadap Peraturan diatasnya, harmonis dalam arti bahwa adanya
keselarasan, kecocokan, keserasian, keseimbangan antar norma
hukum yang berlaku. Keharmonisan dan kesinkroninan peraturan
daerah ini dengan peraturan di atasnya dapat diukur dari dua hal,
pertama, dalam konteks sumber hukum bahwa peraturan daerah
yang akan dibuat bersumber, berdasar, berpedoman dan
bergantung pada peraturan di atasnya, sehingga validitas peraturan
daerah ini dapat diuji tingkat kesesuaiannya. Sebab peraturan
daerah ini merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Kedua, dalam
konteks pertentangan norma hukum, dapat dibuktikan baik secara
materiil (kandungan materi, pasal, ayat dll) maupun secara formil
peraturan daerah ini tidak bertentangan dengan peraturan di
atasnya.

144
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN

A. Jangkauan Arah
Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih
baik yang di dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan,
implementasi dan pengendalian, dalam rangka penciptaan nilai
tambah sesuai yang dikehendaki. Sedangkan Kepariwisataan adalah
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat
multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud
kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota dan
pengusaha.
Pembangunan Kepariwisataan meliputi beberapa hal, yaitu: (1)
Pembangunan Destinasi Pariwisata, pembangunan ini untuk
melakukan perubahan pengelolaan terhadap Destinasi Pariwisata
sebagai kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih
wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata,
fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat
yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. (2)
Pembangunan Pemasaran Pariwisata. Pembangunan ini mengarah
pada pemasarn pariwisata yang terpadu dan tepat sasaran, melalui
serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan,
menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi dengan
wisatawan untuk mengembangkan kepariwisataan dan seluruh
pemangku kepentingannya. (3) Pembangunan Industri Pariwisata.
Pembangunan ini bertujuan untuk mengatur kembali Industri
Pariwisata sebagai wadah kumpulan usaha pariwisata yang saling
terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi

145
pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan
pariwisata. (4) Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan.
Pembangunan ini bertujuan menata kembali atau memperkuat
Kelembagaan Kepariwisataan sebagai kesatuan unsur beserta
jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi
pemerintah daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia,
regulasi dan mekanisme operasional, yang secara
berkesinambungan, guna menghasilkan perubahan ke arah
pencapaian tujuan di bidang kepariwisataan. (5) Pembangunan
Pemberdayaan Masyarakat, dalam arti peningkatan kesadaran,
kapasitas, akses, dan peran masyarakat, baik secara individu
maupun kelompok, dalam memajukan kualitas hidup, kemandirian,
dan kesejahteraan melalui kegiatan kepariwisataan.
Intinya bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk
mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh
manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global. Pembangunan
kepariwisataan yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana
pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan
keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta
kebutuhan manusia untuk berwisata.

146
B. Materi Muatan
1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum ini merupakan suatu ketentuan yang berisi
batasan pengertian atau defenisi, singkatan atau akronim, dan
hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal-pasal
berikutnya, seperti ketentuan yang mencerminkan asas, maksud
dan tujuan.
a. Rencana Induk PembangunanKepariwisataan Kabupaten
Sabu Raijuayang selanjutnya disingkat RIPPARDA-Kab.
adalah Rencana Induk Pembangunan Daerah Tujuan
Pariwisata dan Rencana Pembangunan Kawasan Wisata yang
merupakan dasar bagi penyusunan program-program
pembangunan sarana dan prasarana Pariwisata dalam jangka
panjang di Kabupaten Sabu Raijua.
b. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, dan Pemerintah Daerah.
c. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi
tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
d. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
e. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait
dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah Daerah,
dan pengusaha.
f. Pariwisata berbasis budaya yang selanjutnya disebut
Pariwisata budaya adalah berbagai macam kegiatan wisata
yang berupa hasil olah cipta, rasa dan karsa manusia sebagai
makhluk budaya.
g. Pariwisata Ziarah adalah sebagai jenis wisata yang sedikit
banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat dan
kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat, wisata
pilgrim banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke
tempat-tempat suci, kemakam-makam orang besar atau
pemimpin yang diagungkan.
h. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang
menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
i. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi
Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu
atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat
daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,
aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan
melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
j. Usaha Pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan
menyelenggarakan jasa pariwisata atau penyediaan atau
mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana
pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut
k. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang
saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau
jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam
penyelenggaraan pariwisata.
l. Daerah Tujuan Wisata yang selanjutnya disingkat DTW adalah
daerah yang dikembangkan sebagai tujuan wisata Kabupaten
Sabu Raijua.
m. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu
yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata.

148
n. Kawasan Strategis adalah kawasan yang memiliki fungsi
utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan
pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu
atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan
budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung
lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
o. Kawasan Pengembangan adalah kawasan wisata yang
diproyeksikan akan menjadi alternatif daya tarik yang kuat
dimasa mendatang dan sudah mempunyai pasar potensial.
p. Kawasan Potensial adalah kawasan wisata yang relatif baru
berkembang, namun diperkirakan mempunyai kekuatan
produk yang cukup besar dimasa mendatang, meskipun
jangkauan pasarnya wisatawan domestik.
q. Infrastruktur Pariwisata adalah semua fasilitas yang
memungkinkan semua proses dan kegiatan Kepariwisataan
dapat berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga
dapat memudahkan Wisatawan memenuhi kebutuhannya.
r. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan kesadaran, kapasitas, akses, dan peran
masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam
memajukan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan
melalui kegiatan Kepariwisataan.
s. Pemasaran adalah serangkaian proses untuk menciptakan,
mengkomunikasikan, menyampaikan Daya Tarik Wisata dan
mengelola relasi dengan Wisatawan untuk mengembangkan
Kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya.
t. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya dan keadaan dan mahluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya.

149
u. Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum.

2. Ruang Lingkup dan Isi Pengaturan


Ruang lingkup pengaturan berisi materi-materi yang akan
diatur dalam Peraturan Daerah yang akan disusun, adapun
ruang lingkup materi muatan meliputi:
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II ASAS
BAB III PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
BAB IV PEMBANGUNAN DESTINASI PARIWISATA
Bagian Pertama: Umum
Bagian Kedua:Perwilayahan Pembangunan Destinasi
Pariwisata
Bagian Ketiga:Pembangunan Daya Tarik Wisata
Bagian Keempat:Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata
Bagian Kelima:Pembangunan Prasarana Umum, Fasilitas
Umum, dan
Bagian Keenam:Fasilitas Pariwisata
Bagian Ketujuh:Pengembangan Investasi di Bidang
Pariwisata
BAB V PEMBANGUNAN PEMASARAN PARIWISATA
Bagian Kesatu: Umum
Bagian Kedua: Pengembangan Pasar Wisatawan
Bagian Ketiga: Pengembangan Citra Pariwisata
Bagian Keempat: Pengembangan Kemitraan Pemasaran
Pariwisata

150
Bagian Kelima: Pengembangan Promosi Pariwisata
BAB VI PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA
Bagian Kesatu: Umum
Bagian Kedua: Penguatan Struktur Industri Pariwisata
Bagian Ketiga: Peningkatan Daya Saing Produk Pariwisata
Paragraf 1: Daya Tarik Wisata
Paragraf 2: Fasilitas Pariwisata
Paragraf 3: Aksesibilitas
Bagian Keempat: Pengembangan Kemitraan Usaha
Pariwisata
Bagian Kelima: Penciptaan Kredibilitas Bisnis
Bagian Keenam: Pengembangan Tanggung Jawab Terhadap
Lingkungan
BAB VII PEMBANGUNAN KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN
Bagian Kesatu: Umum
Bagian Kedua: Penguatan Organisasi Kepariwisataan
Bagian Ketiga: Pembangunan Sumber Daya Manusia
Pariwisata
Bagian Keempat: Penyelenggaraan Penelitian dan
Pengembangan
BAB VIII PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
BAB IX PENGAWASAN DAN PEMBINAAN
BAB XKETENTUAN PIDANA
BABXIKETENTUAN PENUTUP

151
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kabupaten Sabu Raijua merupakan kabupaten yang memiliki
potensi pariwisata yang besar, terutama religi, wisata bahari dan
wisata budaya, potensi tersebut jika dikelola dengan baik dapat
dipastikan meningkatkan devisa daerah, dan kemandirian
masyarakat.
2. Permasalahan kepariwisataanKabupaten Sabu Raijua dalam
peningkatan kepariwisataan adalah ketiadaan Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten, ketiadaan aturan
tentang ini yang menjadi pemicu pengelolaan kepariwisataanyang
tidak berkelanjutan dan yang menimbulkan dampak negatif
berupa kerusakan lingkungan hidup dan terganggunya
kehormanisan sosial budaya.
3. Permasalahan pengembangan pariwisatatersebut di atas harus
dipecahkan atau diselesaikan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten (Bupati) dan DPRD melalui pembentukan Perda
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah yang
mempertimbangkan seluruh aspek secara holistik, sistematis dan
komprehensif.

B. Saran
Berdasarkan uraian di atas maupun masukan dari berbagai
kalangan pihak terkait (stakeholders) dalam basis good governance
maka dapat disimpulkan dan sekaligus disarankan sebagai berikut:
1. Naskah Akademik dan Draft Rancangan Peraturan Daerah
tentangRencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten
Sabu Raijua ini terbuka untuk disempurnakan oleh pihak-pihak
terkait, dan diharapkan Rancangan Peraturan Daerah ini sudah
dapat dibahas pada tahun 2018.

152
2. Draft Rancangan Peraturan Daerah yang bersifat komprehensif,
holistik dan bersifat solusi harus segera dibuat, sebagai landasan
bagi pembangunan pariwisata yang bersifat terpadu.
Merujuk pada aturan yang lebih tinggi (Undang-undang
Kepariwisataan, dan Peraturan Pemerintahmaka Perda yang akan di
bentuk lebih tepat berjudul Peraturan Daerah tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sabu Raijua”.

153
DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Artikel:

A.Hamid. S. Attamimi, 1990, Disertasi “Peranan Keputusan Presiden


Republik Indonesia Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan
Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang
Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I- Pelita IV,
Program Doktor Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia,
Jakarta

Bagir Manan, 1994, Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah


Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
-------, 2003, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta
-------, 2005, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia, Univ.


Atma Jaya, Yogyakarta

HM. Laica Marzuki, 2005, Berjalan-jalan di Ranah Hukum: Pikiran-


Pikiran Lepas, Konstitusi Press, Jakarta

Heryandi, dalam “Urgensi Harmonisasi Hukum Pengelolaan


Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Lepas Pantai Era Otonomi
Daerah, Jurnal Media Hukum Volume 16 No.3 Desember 2009

Imam Soebechi, 2012, Judical Review: Perda Pajak dan Retribusi


Daerah, Sinar Grafika, Jakarta

I Gde Pantja Astawa, 2008, Problematika Hukum Otonomi Daerah di


Indonesia, Alumni, Bandung

I Ketut Suwena dan I Gusti Ngurah Widyatmaja, “Studi Tentang Arah


Perubahan Subak Muwa Sebagai Akibat Perkembangan Sarana
Kepariwisataan di Kelurahan Ubud-Gianyar”, Analisis Pariwisata
Vol. 13 No. 1 Th. 2013

Jimly Asshidiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, RajaGrafindo Persada,


Jakarta

Jazim Hamidi, 2006, Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan


dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam
Sistem Ketatanegaraan RI, Konstitusi Press, Jakarta

154
------- dan Kemilau Mutik, 2011, Legislative Drafting, Total Media,
Yogyakarta

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, 2012,


Rencana Strategis Pariwisata Berkelanjutan dan Green Jobs untuk
Indonesia, Jakarta

Ni’matul Huda, 2010, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah, FH


UII Press, Yogyakarta

Putu Agus Prayogi, “Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata


Penglipuran, Jurnal Perhotelan dan Pariwisata, Agustus 2011,
Vol.1 No.1

Suchaina, “Pengaruh Kualitas Fasilitas Sarana dan Prasarana


Terhadap Peningkatan Jumlah Pengunjung Wisata Danau Ranu
Grati”, Jurnal Psikologi, September 2014, Vol. II, No. 2

Syarifah Dina Fajriah dan Mussadun “Pengembangan Sarana dan


Prasarana untuk Mendukung Pariwisata Pantai yang
Berkelanjutan (Studi Kasus: Kawasan Pesisir Pantai Wonokerto
Kabupaten Pekalongan)” Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota
Biro Penerbit Planologi Undip, Volume 10 (2): 218-233 Juni 2014

Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan Yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-undang
Berkelanjutan, Rajawali Pers, Jakarta

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional

Undang-Undang Nomor 10Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata


Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah

155
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman
Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk


Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 Tentang Sertifikasi


Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata

Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengawasan dan


Pengendalian Kepariwisataan

Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pedoman


Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Provinsi dan Kabupaten/ Kota

Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam


Nomor: P.02/IV-‐SET/2012 Tentang Pembangunan Sarana
Pariwisata Alam di Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan
Taman Wisata Alam

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Peraturan Daerah Provinsi


Nusa Tenggara TimurNomor 179 Tahun 2014TentangRencana Tata
Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi N

usa Tenggara Timur.Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur pasal


16 Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Tahun ….

Peraturan Daerah Kabupaten Sabu Raijua Nomor … Tahun .. tentang


Rencana Tata Ruang Kabupaten Sabu Raijua.

156

Anda mungkin juga menyukai