Anda di halaman 1dari 15

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS KEARIFAN LOKAL

DALAM PENGEMBANGAN KERAJINAN GERABAH SITIWINANGUN,


KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menggambarkan kearifan lokal dalam seni kerajinan gerabah
Sitiwinangun Cirebon dalam upayanya untuk meningkatkan pemberdayaan terhadap masyarakat.
Gagasan pemberdayaan itu berawal dari keinginan masyakarat dan dukungan yang diperoleh dari
luar. Proses inilah yang coba peneliti kembangkan untuk mengetahui bagaimana hubungan antar
peran berbagai pihak dalam proses pemberdayaan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan langkah pengumpulan data berupa observasi dan wawancara
mendalam kepada para pengrajin gerabah, pemerintah desa setempat, pemerintah daerah dan
para stakeholder terkait dari forum bisnis Cirebon. Hasil penelitian menunjukan bahwa
kesadaran masyarakat bahwa kearifan lokal bisa menjadi salah satu entry point dalam
pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam bidang usaha kecil dan menengah. Analisis
dilakukan meliputi elemen bahan baku, sumber daya manusia, modal, pemasaran dan inovasi.
Pembentukan desa wisata menjadi salah satu upaya dari pemerintah desa dalam mendorong
pemberdayaan masyarakat, selain itu juga mengupayakan berbagai langkah strategis diantaranya
memberikan pelatihan, pemasaran dan menjaring stakeholder. Sementara peran stakeholder
seperti forum bisnis Cirebon memberikan penguatan dari sisi historis dan psikologis dalam
pengembangan budaya dan pariwisata. Namun ditemukan pula problem dalam proses
pemberdayaan masyarakat, salah satunya peran pemerintah daerah belum mencanangkan Desa
Wisata dalam Rencana Induk Pariwisata Daerah sehingga belum program kerja pada dinas
terkait yang menitikberatkan pada pengembangan kerajinan gerabah ini.
Keyword; pemberdayaan masyarakat, kearifan lokal, kerajinan gerabah

Pendahuluan

Saat ini, industri pariwisata Indonesia menjadi primadona bagi pembangunan Indonesia.
Tingkat pertumbuhan yang terus naik setiap tahun menjadikan sektor ini sebagai salah satu
penyumbang terbesar pendapatan negara. Perspektif dunia yang mulai berubah dari yang

1
sebelumnya berkiblat ke barat kini mulai mengarahkan kiblatnya ke arah timur. Hampir semua
sektor kini menjadikan dunia timur sebagai rujukan, baik ekonomi, sosial, budaya, politik, dan
sebagainya. Kini masyarakat dunia secara umum lebih tertarik kepada berbagai hal yang bersifat
lokal dan kultural.

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pariwisata dan Industri Kreatif berusaha


meningkatkan perkembangan dunia pariwisata, terutama difokuskan kepada sektor kerajinan
industri kecil menengah dan pengembangan budaya. Kita ketahui bahwa Indonesia memiliki
kekayaan adat, budaya, seni yang tiadataranya, hal itulah yang menjadi modal bagi
pengembangan masyarakat untuk hidup lebih baik. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki
potensi wisata budaya adalah Cirebon.

Wilayah Cirebon merupakan daerah perlintasan di pulau Jawa dan memiliki dua patron
besar yang mempengaruhi yaitu Jawa dan Sunda. Keanekaragaman budaya yang bercampur
antara Jawa dan Sunda menjadikan wilayah ini sebagai kota pusaka yang memiliki nilai historis
dari semua kebudayaan dari masa Hindu-Budha, Islam, Kolonial dan Perjuangan
(Chamidah,2016) bahkan Cirebon memiliki city branding yaitu The Gate of Secret (gerbang
rahasia) yang menunjukan bahwa banyak sisi budaya yang dimiliki namun belum terungkap.
(Chamidah, 2014). Warisan budaya ini tidak hanya bermakna secara sosio-cultural bagi
masyarakat Cirebon, tetapi juga merupakan daya tarik yang dapat dikembangkan menjadi potensi
wisata, khususnya cultural heritage tourism.

2
Gambar 1. Peta Cirebon di Pulau Jawa (sumber Internet)

Pemanfaatan warisan budaya dapat dikemas dalam bentuk pemberdayaan masyarakat


pada desa wisata. Hal ini tentu membutuhkan penanganan yang komprehensif, terpadu dan
sungguh-sungguh. Karenanya dibutuhkan sinergisitas antara pihak pemerintah, lembaga
pendidikan, masyarakat dan dunia usaha. Sehingga tercipta iklim yang kondusif dalam
pengembangannya.

Kondisi yang demikian inilah yang harusnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah
untuk bisa menjadi salah satu upaya untuk mengembangkan pemberdayaan masyarakat. Salah
satu bentuk pemberdayaan masyarakat adalah dalam pengembangan desa wisata budaya.
Wilayah Cirebon memiliki satu desa yang bisa menjadi rujukan dalam kaitannya dengan upaya
pengembangan potensi masyarakat, desa itu bernama Desa Sitiwinangun yang memiliki kearifan
lokal berupa kerajinan gerabah Sitiwinangun dan pengembangannya dalam bentuk desa wisata.

Dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kearifan lokal dalam seni kerajinan
gerabah dan upaya para stakeholder untuk pemberdayaan masyarakat desa Sitiwinangun,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Tinjauan Pustaka

Definisi Kearifan Lokal

3
Kearifan lokal dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat
(local wisdom), pengetahuan setempat (local knowladge) atau kecerdasan setempat (local
genius). Kearifan lokal adalah sikap, pandangan dan kemampuan suatu komunitas di dalam
mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya yang memberikan kepada komunitas itu berada.
Dengan kata lain, kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-politis,
historis, dan situasional yang bersifat lokal (Permana, 2010. 1)

Secara jelas kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya. (Sartini: 2004 hal 111) bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat antara
lain berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan khusus.

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pariwisata

Keselarasan hidup dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lebih arif yang dalam hal ini
adalah budaya tidak hanya menyangkut kearifan lokal ekologis, tetapi juga menyangkut kearifan
sosial, politik, budaya dan ekonomi.

Keterlibatan masyarakat dapat melahirkan hubungan yang sinergis antara masyarakat di


satu sisi dan dunia pariwisata di sisi yang lain. Pola hubungan simbiosis ini akan mampu
membawa kejayaan dunia pariwisata dan masyarakat sekaligus. Keduanya merupakan tujuan
strategis yang harus mendapatkan perhatian yang serius. Konsep untuk membangun
keseimbangan relasi tersebut secara sederhana bisa disebut sebagai pariwisata berbasis
masyarakat, yaitu pariwisata yang menuntut keterlibatan masyarakat secara langsung dan sengaja
didesain untuk memberikan dampak pada peningkatan perekonomian dan kesejahteraannya.

Terdapat potensi yang lebih besar dalam menggunakan sumberdaya, inisiatif, dan tenaga
ahli lokal untuk membangun industri lokal baru yang kelak akan dimiliki dan dijalankan
sepenuhnya oleh penduduk lokal. Banyak program pengembangan ekonomi masyarakat
menggunakan bentuk ini dan pogram-program tersebut berhasil dalam mengembangkan aktivitas
ekonomi serta menjadi kebanggan dalam prestasi lokal. Hal ini melibatkan pemanfaatan
kekayaan sumber daya lokal, bakat, minat dan keahlian beserta penaksiran keuntungan-
keuntungan alam dari lokalitas tertentu dan kemudian memutuskan apa jenis industri baru yang
mungkin berhasil. (Ife dan Tasoeriero, 2014: 425-428).

4
Bentuk pengembangan ekonomi masyarakat ini telah berhasil, terdapat beberapa poin
yang perlu diperhatikan. Inisiatif-inisiatif tersebut masih menyandarkan pada sistem ekonomi
mainstream, yang merupakan bagian dari problem, bukan bagian dari solusi. Pengembangan
ekonomi berbasis masyarakat dan kearifan lokal sebagai modal utama yang mereka miliki harus
kuat agar tidak diambil alih oleh kompetitor lain atau dikuasi oleh pemain yang lebih kuat.

Keberhasilan pengembangan usaha industri pariwisata masyarakat harus memiliki


identitas lokal yang jelas, sebagai contoh keuntungan industri dan fitur-fitur lokal yang unik.
Proyek-proyek tersebut mungkin masih berbasis masyarakat yang lebih murni daripada pendirian
usaha yang mungkin ada dilain tempat. Hal itu seperti yang terjadi di desa wisata kerajinan
gerabah Sitiwinangun.

Tradisi dari budaya lokal merupakan bagian penting dalam menanamkan rasa
bermasyarakat dan membantu memberikan rasa identitas kepada mereka. Oleh karenanya
pengembangan masyarakat akan berupaya mengidentifikasi elemen-elemen penting dari budaya
lokal dan melestarikannya. Tradisi ini meliputi sejarah lokal dan peninggalan berharga
(heritage), kerajinan yang berbasis lokal, makanan lokal, atau produk-produk lainnya seperti
festival atau panen raya. Inisiatif harus muncul dari masyarakat itu sendiri, dan cara yang
digunakan sangat bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya, menurut kondisi lokal,
budaya, ekonomi dan sebagianya. Masyarakat perlu mengidentifikasi komponen apa saja yang
unik dan signifikan dari warisan budaya lokalnya serta untuk menentukan komponen mana yang
ingin dipertahankan. Rencana yang paling efektif adalah dengan melibatkan banyak anggota
masyarakat, perpaduan tradisi budaya dalam kehidupan masyarakat yang mainstream bukan
memisahkan tradisi yang ada.

Beberapa daerah telah melakukan upaya pengembangan pariwisata berbasis kearifan


lokal, seperti di Ogan Komering Ulu. Hal ini didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Industri
Kreatif bahwa pengembangan pariwisata maupun ekonomi kreatif yang berkelanjutan dan
bertanggung jawab. Pariwisata berkelanjutan itu tidak hanya dalam konteks kelestarian alam
yang harus dijaga tetapi juga harus melibatkan sosial dan ekonomi dan mempertahankan serta
mengembangkan budaya dan kearifan lokal setempat (Misnawati, 2013: 247).

Metodologi

5
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data berupa
observasi dan wawancara mendalam. Wawancara dilakukan kepada empat elemen besar yaitu
pengrajian yang diwakili oleh bapak Kadmiya, Perangkat desa Sitiwinangun diwakili oleh Kuwu
Bapak Ratidja, Pemerintah Daerah (Bappeda) dan pihak Stakeholder dari Forum Bisnis Cirebon
yaitu PRA Arief Natadiningrat.

Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam peneitian ini, sehingga teknik analisis
data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif menurut Sutopo
(2002) adalah upaya berlanjut, berulang dan terus menerus. Penulis menggunakan model analisis
data interaktif, yaitu data yang terkumpul dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data,
penyajian data, dan kemudian menarik kesimpulan. Selain itu dilakukan pula suatu proses siklus
antara tahap-tahap tersebut. Sehingga data terkumpul berhubungan dengan lainnya secara
sistematika.

Pembahasan

Kearifan Lokal Dalam Pengembangan Kerajinan Gerabah Sitiwinangun Cirebon

Desa Sitiwinangun secara administratif terletelak di Kecamatan Jamblang Kabupaten


Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Berjarak kurang lebih 13 kilometer dari ibukota kabupaten dan 20
kilometer dari Kota Madya Cirebon dan Keraton Kasepuhan Cirebon. Desa ini memiliki letak
yang sangat strategis karena berada daerah transit nasional antara Jawa Barat dan Jawa dibagian
tengah dan timur. Berada di sisi jalan nasional yang menghubungkan Daerah Jakarta dan
Bandung menuju kota besar Semarang, Yogyakarta dan Surabaya.

Nama desa Sitiwinangun berasal dari bahasa Jawa siti artinya tanah dan wangun artinya
dibentuk, yang berarti tanah yang dibentuk. Tradisi membuat gerabah sudah mereka lakukan
semenjak dahulu. Hal ini dikarenakan tanah liat dari daerah mereka sangat baik dan kuat untuk
dijadikan bahan baku gerabah.

Pada tahun 1222 di daerah Kebagusan (Sitiwinangun) sudah ada pedukuhan Kebagusan
dengan masyarakat yang sudah bisa membuat gerabah. Gerabah mereka hampir mirip dengan
gerabah yang berada dikerajaan Majapahit. Ketika datang para pendakwah dari Arab yang
mengajarkan agama Islam yaitu Syekh Abdurahman dari Bagdhad yang kemudian lebih dikenal

6
dengan nama Pangeran Panjunan karena ahli dibidang gerabah (anjun). Beliau berdakwah di
daerah Kebagusan sambil memberikan pelatihan agar membuat gerabah yang lebih baik.

Salah satu keturunan Pangeran Panjunan adalah Pangeran Jagabaya yang terus
berdakwah dan mengajarkan kealian gerabah itu. Hingga saat ini, para pengrajian yang ingin
membuat gerabah haruslah berpuasa lalu mengelilingi makam Ki Jagabayan sambil mengangkat
batu dan membaca sholawat. Jika pengrajin ingin membuat gerabah kecil maka membawa batu
kecil dan jika ingin membuat gerabah ukuran besar maka membawa batu besar. Namun saat ini,
tradisi meminta izin dan mengelilingi makam mulai pudar, masih ada yang melakukan namun
banyak yang meninggalkan.

Usaha kerajinan gerabah merupakan usaha yang sudah sejak lama ditekuni masyarakat
Desa Sitiwinangun. Secara kultural Cirebon diapit oleh dua arus budaya besar yaitu Jawa dan
Sunda. Dua budaya ini begitu dominan membentuk tradisi masyarakat Cirebon. Disamping itu
Cirebon juga mendapat sentuhan budaya religi Islam, Cina, India dan Arab. Usaha kecil seperti
kerajinan gerabah memiliki peranan penting bagi ekonomi masyarakat Desa Sitiwinangun.
Usaha ini mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1960 ditandai dengan gerabah dijadikan
maskawin untuk pernikahan, sehingga pemesanan gerabah meningkat. (Susmawati, 2016:42)

Gerabah Sitiwinagun selain bernilai sejarah, beraneka motif budaya dan corak ke-
Cirebon-an juga memiliki kualitas terbaik, kuat, tahan cuaca panas dan hujan. Namun pada masa
tahun 1980 ketika datangnya alat rumah tangga dari porselain dan plastik, menggeser peran
gerabah sebagai penyedia alat kebutuhan rumah tangga, mereka mengalami kemunduran.
Disamping itu, tidak adanya kemauan untuk berinovasi dan keterlalu fokus pada pakem
membuat alat rumah tangga sehingga keberadaan gerabah Sitiwinangun mulai tenggelam bahkan
mati suri.

Pada tahun 2000 melalui peran serta keraton kasepuhan dengan Sultan Sepuh PRA Arief
Natadiningrat yang sekaligus berperan sebagai ketua DPD RI, Ketua Forum keraton Nusantara
dan forum bisnis Cirebon berupaya menghidupkan kembali kerajinan gerabah ini. Terlebih
ikatan antara Keraton Kasepuhan Cirebon dan Desa Sitiwinangun sudah terjadi dari awal-awal
kerajaan ini berdiri. Gerabah Sitiwinangun mensuplai semua kebutuhan peralatan rumah tangga
keraton.

7
Gambar 2. Beberapa produk hasil kerajinan gerabah (dokumentasi pribadi)

Dalam perkembangannya produk gerabah Sitiwinangun kini lebih mengalami pergeseran


fungsi dari gerabah yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga menjadi gerabah
sebagai barang yang memiliki nilai seni dan hiasan rumah. Semakin tinggi nilai seni yang
terkandung dalam barang tersebut maka semakin mahal harga yang ditawarkan. Pergeseran
fungsi ini tidak dapat dilepaskan dari perkembangan keutuhan manusia yang semain kompleks
dan keinginan manusia untuk hidup yang lebih praktis. Sehingga dengan demikian, pengerajian
gerabah terutama di desa Sitiwinangun dituntut untuk memiliki inovasi dalam produk gerabah
mereka.

Kini produk gerabah Sitiwinangun lebih variatif dengan membuat gerabah untuk
keindahan interior untuk rumah, perlengkapan masjid seperti memolo masjid, wedasan (tempat
air wudhu), tempayan dan ampar dengan sentuhan motif khas dari gerabah Sitiwiangun itu
sendiri. Motif khas mereka adalah mega mendung, daun kangkung dan burung poenix. Motif itu
sendiri dipengaruhi oleh tiga budaya Islam, Cina dan Hindu.

Masyarakat dan perangkat desa telah menyadari bahwa mereka memiliki kearifan lokal
dalam bentuk kerajinan gerabah yang kemudian digagas menjadi desa wisata. Melalui dukungan
dari Keraton Kasepuhan serta berbagai stakeholder, arah perbaikan semakin jelas. Desa wisata
berbasis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi gagasannya. Meskipun demikian
konsep desa wisata ini belum resmi sesuai dengan ketentuan dan kriteria desa wisata yang
sebenarnya. Pihak pemerintah daerah belum secara resmi dan mencanangkan pembentukan desa
wisata tersebut. Bahkan dalam program kerja lima tahun bupati menjabat saat ini tidak ada upaya

8
pencanangan desa wisata. Namun Pemerintah baru meresmikan Desa Budaya yaitu desa Gegesik
dan Desa Trusmi (Chamidah, 2016: 619-632)

Suharto (2006: 59) pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat, terutama individu-individu yang mengalami kemiskinan.
Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik,
ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, maupun mempunyai aspirasi,
mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Upaya masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesejahteraannya merupakan


manifestasi dan implementasi dari pengetahuan lokal yang selalu berkembang melalui proses
bekerja sambil belajar. Oleh karena itu, pengetahuan dan kearifan lokal bukan faktor statis dan
stagnan, melainkan selalu berkembang baik secara kumulatif maupun verifikatif. Kumulatif
artinya pengetahuan masarakat semakin luas dan semakin banyak sejalan dengan pengalaman
yang bertambah, sedangkan verifikatif, melalui pengalamn dan pengetahuan masyarakat dapat
belajar dari kekurangan dan kelemahannya. Hal ini kemudian menjadi umpan balik untuk
melakukan perbaikan (Soetomo, 2012:123).

Terlepas dari itu semua, kemandirian dan program pencanangan desa wisata harus
diapresiasi. Pemberdaaan masyarakat bisa dilakukan sebagai suatu tindakan bersama berawal
dari munculnya gagasan, baik gagasan untuk merespon persoala bersama maupun memenuhi
kebutuhan bersama. Dalam kasus pemberdayaan di Sitiwinangun, gagasan sudah ada dari dalam
(pengerajian dan perangkat desa) sehingga dibutuhkan upaya lain yang bisa masuk seperti energi
dari luar (pemerintah daerah dan Stakeholder). Karena itulah dibutuhkan identifikasi tentang
peran serta para subjek dan pengaruhanya terhadap elemen yang ada.

Analisis Elemen dan Peran Para Stakeholder

9
Stakeholder
Pemerintah
Elemen Pengrajin Pemerintah Desa (forum bisnis Analisis
Daerah
Cirebon)
Bahan Baku - Menggunakan tanah - Pencarian lahan Inovasi Gerabahn dalam bentuk
liat yang berasal dari sawah dari sisi daerah maupun bahan bakunya harus
Desa Sitiwinangun yang berdekatan untuk terus dihadirkan agar gerabah
yang terkenal baik bahan baku tetap ada. Keterbatasan bahan
sebagai bahan baku - Pihak desa berharap baku harus bisa dicarikan
gerabah bisa mendapatkan solusinya yaitu degan cara
- Menyempitnya lahan bantuan dari pihak mencari bahan baku lain atau
pertanian dan lain untuk campuran campuran, sehingga lahan
ketidakbersediaan bahan gerabah pertanian tetap terpeliharan dan
pemilik sawah untuk pengrajin gerabah tetap menajalan
diminta tanah usahanya. Pengrajin dan pemdes
lihatnya. bisa mencari pihak ketiga atau
- Belum adanya bahan pemda untuk memberikan solusi
campuran dalam atau kerjasama dalam hal
pembuatan gerabah pemenuhan bahan baku baik tanah
sebagai bentuk liat maupun bahan campuran
inovasi lainnya.
Modal - Modal mandiri Wacana pembentukan - Menjaring mitra Modal bagi pegrajin sebenarnya
- Percampuran modal Badan Usaha Milik kerja dengan pihak selama ini sudah mandiri namun
usaha dengan biaya Desa (Bumdes) yang lain. dalam perolehan modalnya
hidup. saat ini masih disusun - Tahun ini tersebut melalui rentenir sehingga
- Modal didapatkan dari dan belum disetujui mendapat dana bisa merugikan pengrajin karena
rentenir perseorangan. BPD. CSR dari dinas utang atau pijeman akan
Pengelolaan Aset dikembalikan lebih besar
senilai 50 juta bungannya dari pinjaman lainnya.
untuk Dalam pengelolaan keuangan pun
pengembangan pengrajin masih bersifat manual
usaha dan alat yaitu mencampurkan antara uang
produksi modal dan uang keperluan sehari-
hari. Jadi harus diberikan juga
pelatihan dan pendampingan
dalam hal pencarian modal yang
aman dan pemakaian modal dalam
menjalankan usaha gerabahnya.
Apalgi dengan adanya bantuan
CSR itu akan lebih dapat
dipertanggungjawabkan
keuanagnya dan penggelolaanya
agar pengrajin semakin baik dan
profesional. Sehingga peran-peran
yang belum ada, bisa diisi oleh
para pihak yang peduli akan
eksisitensi kerajinan gerabah di
kabupaten Cirebon baik unsur
pemerintah maupun swasta.
Sumber Daya - Perekrutan tenaga - Memberikan Upah yang minim dikarenakan
Manusia kerja hanya berasal pelatihan kepada pemasaran yang kurang maksimal
dari anggota keluarga, generasi muda mengabikatakan SDM yang
dimaksudkan - Menjalin dibutuhkan ala kadaranya
pembayaran upah yang kerjsama dengan disesuaikan dengan kemampuan
bisa dinegosasikan sponsor seperti pengrajin dalam memberi honor
- Pekerja hanya dengan Pihak pegawainya. Pegawai yang
dibutuhkan saat ada Telkom kompeten dalam mendesain
produksi besar, tapi Indonesia yang inovasi baru juga terkendala
dihari biasa merek akan dengan SDM yang berusia lanjut
bekerja pada bidang memberikan serta sifat pengrajin yang turun
lain, seperti buruh. pelatihan inovasi teumurun dalam menjalankan
- Pengrajian hanya produk. profesi ini.Sehingga perlu dibantu
berjumlah 80 orang baik dari sisi manajemen maupun

10
dan didominasi usia kemampuan skillnya.
lanjut
- Belum adanya pemuda
yang mau belajar
- Keterampilan hanya
didapatan secara turun
temurun dan belum
adanya pelatihan
secara tersusun
sistematis.
Pemasaran - Penjualan langsung di - Penjualan - Memfasili Dalam bidang pemasaran, semua
galeri pribadi melalui media tasi unsur sudah melakukan upaya
- Dijual secara massa online pemasaran pemasaran dari model
berkeliling (yellow pages, pada konvensional sampai lewat media
- Penitipan ke galeri web) event sosial. Hal yang perlu dilakukan
galeri - Mengikuti pameran adalah upaya publikasi yang lebih
- Mengikuti pameran pameran di oleh dinas luas untuk mengenali produk
- Penjualan kepada tingkat pariwisata gerabah ini.
pengepul kabupaten dan Hal ini bisa dilakukan oleh pihak
Nasional, seperti stakeholder lain.
di Bentara
Budaya Jakarta
- Bantuan oleh
Telkomsel dalam
program
kampum UMKM
digital.

Inovasi - Memfokuskan pada - Memberikan - Dinas Inovasi adalah hal yang penting.
Produk barang bernilai seni program belajar perindustrian Perubahan dibutuhkan namun
seperti memolo ke Purwakarta, dan tetap mempertahankan kekhasan
masjid, pedasan, vas Bayan dan perdagangan dari kerajinan gerabah ini. perlu
dan guci. Kasongan. memberikan adanya penambahan kualitas dan
- Penambahan motif pelatihan dan kecermatan atau kehalusan sebuah
budaya Islam, Cina, magang kepada gerabah dengan penambahan motif
Arab seperti mega pengrajin ke yang detil.
mendung, daun daerah
kangkung dan Kasongan
burung Poenix. Yogyakarta
Dalam Pengembangan Kerajinan Gerabah Desa Sitiwinangun

Dari table diatas menunjukan bahwa proses pemberdayaan masyarakat melalui aktivitas
pembuatan kerajinan gerabah di Desa Sitiwinangun sudah berlangsung dan didukung penuh oleh
pemerintah desa setempat. Semua aspek yang meliputi bahan baku, modal, sumber daya
manusia, pemasaran dan inovasi masih memerlukan perbaikan dan pembinaan. Perlu adanya
bimbingan dari stakeholder dan pembelajaran dari desa wisata yang serupa dalam proses
mengembangannya.

Namun pada kenyataannya dalam pengembangan desa wisata kerajianan gerabah


Sitiwinangun, peran yang paling sentral adalah masyarakat. Selama ini pemerintah daerah belum
secara serius memiliki konsep yang jelas dalam mengembangkan desa wisata kerajinan gerabah
11
Sitiwinangun. Sehingga masyarakat desa mengalami kesulitan dalam melakukan pengembangan
produk dan upaya pemberdayaan masyarakat lainnya. Pada ujungnya masyarakat dapat
mengalami kebingungan dan berhenti dalam berkembang jika tidak ada peranan dari luar.
Padalah dalam konsep pemberdayaan masyarakat yang penting adalah bagaimana mendudukkan
masyarakat pada posisi pelaku pembangunan yang aktif, bukan penerima pasif, konsep gerakan
pemberdayaaan masyarakat dalam pembangunan, mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat
dengan strategi pokok pemberian kekuatan kepada masyarakat. Beberapa dinas terkait seperti
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (disperindag) dan Dinas Pariwisata sudah melakukan
bantuan hanya saja hal ini dilakukan masing-masing tanpa ada kordinasi dalam bentuk grand
desain pembangunan pariwisata. Ego sektoral serta ketiadaan perencanaan di Rencana Induk
Pariwisata Daerah (RIPDA) Kabupaten Cirebon yang belum memasukan pariwisata
Sitiwinangun dalam agenda mereka.

Besarnya peran pemerintah dalam pengembangan masyarakat dengan basis desa wisata
menjadikannya sebagai salah satu faktor penting terwujudnya pemberdayaan masyarakat dan
peningkatan kesejahteraan dari sektor pariwisata pedesaan, terutama industri kreatif kerajinan
gerabah. Peran pemerintah meliputi koordinator, fasilitator dan stimulator. Sebagai koordinator
maka pemetintah daerah menetapkan kebijakan atau menawarkan strategi-strategi bagi
pembangunan pariwisata daerah. Pendekatan pemerintah terhadap perencanaan disusun sebagai
suatu kesepakatan bersama antara pemerintah, masyarakat, pengusaha dan juga berbagai
stakeholder yang ada. Fungsi fasilitator meliputi percepatan pembangunan melalui perbaikan
lingkungan perilaku di daerahnya yang terdiri dari pengefisienan proses pembangunan,
perbaikan prosedur perencanaan dan penetapan peraturan. Serta fungsi stimulator yang
menepatkan pemerintah daerah sebagai pihak yang mengstimulasi penciptaan dan
pengembangan usaha kreatif di wilayahnya melalui tindakan-tindakan khusus yang akan
mempengaruhi berbagai pihak untuk masuk ke daerah tersebut dan ikut mengembangkan
pariwisata disana.

Pemerintah daerah harusnya dapat memainkan peran penting, terutama melakukan


koordinasi terhadap semua potensi wilayahnya dan sumber-sumber daya yang mendukung
pengembangan potensi pariwisata dan industri kreatif. Harapannya adalah agar sektor pariwisata

12
menjadi katalisator bagi pembangunan daerah dapat terwujud secara nyata serta dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah tersebut.

Untuk berkembang dan berinovasi lebih jauh maka masyarakat membutuhkan dukungan
baik itu peningkatan kualitas sumber daya manusia, modal, infrastruktur dan juga perluasan
jaringan. Tentu saja hal itu hanya dapat dilakukan oleh pemerintah daerah selaku kuasa
pengguna anggaran dan juga kepanjangan tangan dari pemerintah pusat dalam rangka
pengembangan potensi daerah terutama dari sektor pariwisata dan industri kreatif.

Kesimpulan

Seni kerajinan gerabah Sitiwinangun menjadi salah satu upaya pemberdayaan masyarakat
dalam bentuk desa wisata. Ide dan gagasan yang berasal dari dalam masyarakat perlu dikuatkan
denga dukungan dari luar seperti stakeholder dan pemerintah daerah. Perlu adanya fasilitator
dalam merencanakan desa wisata ini. setiap masyarakat diharapkan bisa berpartisipasi aktif.

Permasalahan yang terjadi pada semua aspek, bisa menjadi sebuah pembelajaran kearah
yang lebih baik. Permasalahan yang meliputi ketersedian bahan baku, modal, sumber daya
manusia,pemasaran dan inovasi perlu dibahas bersama dengan seluruh elemen. Karena itulah
diperlukan kerjasama yang erat antara masyarakat, pemerintah dan juga pihak-pihak lain dalam
pengembangan potensi kerajinan gerabah di Desa Sitiwinangun agar mampu memberikan
peningkatan terhadap pemberdayaan masyarakat setempat.

Pemerintah daerah melalui SKPD terkait dapat menyusun Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah (RIPDA) yang dengan itu diharapkan dapat menjadi pedoman dalam
pengembangan dan perencanaan pemasaran strategis bagi daerah tersebut untuk menjadi daerah
tujuan wisata andalan.

Saran

1. Perlunya kerjasama yang erat antara masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya. Sehingga apa yang dibutuhkan masyarakat di wilayah objek
pariwisata dapat ditanggapi oleh pemerintah khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten
Cirebon.

13
2. Dalam rangka menunjang pemberdayaan masyarakat pengrajin gerabah di Desa
Sitiwinangun, hendaknya pemerintah daerah menyusun kebijakan khusus sektor industri
kreatif dalam rangka mendukung pengembangan pariwisata di Kabupaten Cirebon.
3. Memperluas akses pasar untuk lebih mengenalkan produk dari industri kreatif gerabah
sehingga kendala yang dihadapi oleh pengerajin ataupun pemerintah mampu teratasi
dengan baik.
4. Memperbanyak program sosialisasi dan pameran-pameran yang berskala nasional
maupun internasional. Agar produk gerabah Sitiwinangun dapat menembus pasar
nasional dan juga internasional.

Daftar Pustaka

Chamidah, Nurul (2014) Strategi Komunikasi Pariwisata dalam City Branding Cirebon ; The
Gate Of Secret. Prosiding dan dipaparkan dalam konferensi Internasional ICBESS, Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi. Bali

Chamidah, Nurul dan Ahmad Sujai, Luthfan (2016) Communication Strategy to develop
Tourism Potential In Cirebon City Heritage. Prosiding dan artikel dipresentasikan pada
international conference on media, communications, and Sociology Atmajaya University of
Yogyakarta. Yogyakarta
Chamidah, Nurul dan Resti Titis dkk (2016) Komunikasi Pariwsata dalam Menggagas Tiga
Desa Wisata UMKM di Cirebon dalam Prosiding Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan,
Strategi Pemberayaan Masyarakat di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Yogyakarta, Universitas
Gadjah Mada.
Ife, Jim dan Frank Tesorieo (2012) Community Development. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Misnawati,Desi (2013) Menggagas Pariwisata Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal di Ogan
Komering Ulu. Prosiding Marketing Communication Pariwisata dan Korporasi di Indonesia.
Puskombis. Bali.
Permana, Cecep Eko(2010) Kearifan lokal Masyarakat Badui dalam Mitigasi Bencana,
Wedatama Widiya Sastra, Yogyakarta.
Suparno (2016) Upaya Pembinaan Masyarakat Sadar Wisata Berbasis Kearifan Lokal Dan Tata
Kelola Pemerintahan Yang Baik Dalam Mengelola Lingkungan. Tesis. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta
Sartini (2004) Menggali Kearifan Lokal Dalam Sebuah Kajian Filsafat. Jurnal Filsafat.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Susmawati,Endang (2016) Peran Pemerintah Desa Terhadap Pemberdayaan Usaha Kerajinan
Gerabah. Skripsi. IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Program Studi Ekonomi dan Perbankan Islam

14
Soetomo (2012) Keswadayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar.Yogyakarta
Sutopo (2002)Metodologi Penelitian Kualitatif, UNS press, Surakarta
Suharto, Edi. (2006) Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika
Aditama.
https://alchetron.com/Cirebon, diunduh pada 20 Juli 2017.

15

Anda mungkin juga menyukai